13
III. BAHAN DAN METODE 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011
yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian No. Data 1. Citra ERTS1 Tahun 1972,Citra Landsat 1990, dan 2008 2. Peta Rupa Bumi Indonesia
Skala/resolusi
Sumber www.glovis.usgs
Resolusi spasial (30 x 30) m 1:25.000
1:250.000
BAKOSURTANAL
3.
Peta Tanah Digital Tahun 1966
Puslitanak
4.
Peta Curah Hujan Tahun 2008
5.
Peta Geologi
1:100.000
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
6.
Peta Lereng
1:25.000
Peta Rupa Bumi Indonesia
BMKG Darmaga
Fungsi Interpretasi penggunaan lahan pada masingmasing tahun a) Sebagai peta dasar b) Menghasilkan peta elevasi dengan proses DEM Mengetahui penyebaran jenis tanah pada daerah penelitian Mengetahui penyebaran curah hujan pada daerah penelitian Mengetahui penyebaran jenis dan bahan induk pada daerah penelitian Mengetahui penyebaran kelas lereng pada daerah penelitian
14
Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Software yang digunakan dalam penelitian No.
Software
Fungsi
1.
Arc View 3.3
Digitasi, query, overlay
2.
ERDAS Imagine 9.1
Koreksi geometrik, subset
3.
Statistica 7
4.
Microsoft Excel
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan Melalukan pengolahan data atribut peta
3.3
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan, pengolahan dan
pemrosesan awal data, pengecekan lapang, dan analisis data. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2. 3.3.1
Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi konsultasi awal penulisan proposal, penentuan
lokasi penelitian, studi literatur, dan mengunduh citra lokasi penelitian. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari sumber informasi yang mendukung pelaksanaan penelitian.
Selain studi literatur, tahap ini merupakan tahap
pengumpulan data lain yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan kebutuhan untuk analisis dan interpretasi penutupan/penggunaan lahan. Pada tahap ini data yang dipersiapkan antara lain seperti citra Landsat, peta topografi, peta jenis tanah, peta geologi, data curah hujan, dan data potensi desa DAS Cipunagara. 3.3.2
Tahap Pengolahan dan Pemrosesan Awal Data Tahap pengolahan data dari citra Landsat mencakup mengunduh citra
lokasi penelitian, koreksi geometrik, pemotongan (cropping) citra, dan interpretasi. Sedangkan tahap pemrosesan data meliputi pembuatan peta elevasi, dan peta curah hujan. Proses pengunduhan citra dilakukan dari web www.glovis.usgs. Citra yang mencakup DAS Cipunagara sebanyak 4 scene dan diunduh per scene. Setelah itu dilakukan mosaic pada citra untuk menggabungkannya menjadi satu scene. Koreksi geometrik
atau rektifikasi yaitu mengidentifikasi Ground
Control Point (GCP) atau titik ikat yang mudah ditentukan di lapangan atau di
15
Gambar 2. Tahapan Penelitian
16
peta topografi yang dibuat merata pada seluruh citra dengan tujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada pada peta. Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan cara image to map-geo-correction atau koreksi citra yang belum terkoreksi terhadap peta digital yang telah dikoreksi. Agar citra memiliki referensi koordinat geografis yang sama, citra diubah menjadi proyeksi UTM WGS 84 zona 48 South. Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan batas daerah penelitian, dengan maksud untuk dapat dilakukan pengolahan data yang lebih rinci pada daerah tersebut. Pemotongan citra ini dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 yang didasarkan pada posisi koordinat yang terdapat di peta digital Jawa Barat dengan proyeksi UTM. Interpretasi citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek. Interpretasi citra dilakukan secara visual dengan pendekatan kunci interpretasi. Kunci interpretasi yang digunakan yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, tekstur, dan situs/lokasi. Hasil interpretasi kemudian dibuat ke dalam sebuah peta penggunaan lahan sementara (tentatif) yang siap untuk dicek di lapangan. Tahap pemrosesan data berikutnya adalah pembuatan peta elevasi dan peta curah hujan. Peta Elevasi dibuat dengan menggunakan proses DEM (Digital Elevation Model). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. DEM dilakukan berdasarkan peta kontur dengan interval 12,5 meter. Pembuatan peta elevasi diawali dengan mengkonversi peta kontur digital dalam bentuk tiga dimensi (TIN). Hasil konversi dari tahapan ini kemudian dikonversi dalam bentuk grid. Setelah didapatkan dalam bentuk grid, kemudian ditetapkan kelas elevasinya. Setelah itu dilakukan digitasi. Terdapat enam kelas elevasi, yaitu kelas elevasi 1 (0-25 mdpl), kelas elevasi 2 (25-100 mdpl), kelas elevasi 3 (100-250 mdpl), kelas elevasi 4 (250-500 mdpl), kelas elevasi 5 (500-1000 mdpl), dan kelas elevasi 6 (1000-2000 mdpl). Peta Curah Hujan dibuat dengan menggunakan metode isohyet. Extensions Spasial Analyst pada Arc View 3.3 memberikan dua pilihan metode konturing/interpolasi yaitu metode Spline dan IDW (Inverse Distance Weighted).
17
Metode Spline adalah metode yang menghubungkan titik-titik yang sama nilainya dengan mempertimbangkan titik-titik lain yang berbeda nilainya serta mampu memperkirakan nilai suatu daerah berdasarkan jarak titik-titik tersebut. Metode Spline mempunyai kemiripan dengan metode isohyet dalam proses analisisnya. Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah dengan penyebaran stasiun atau pos pengamatan hujan yang tidak merata, selain itu metode ini dapat menaksir nilai garis isohyet berdasarkan jarak terhadap nilai garis isohyet yang mewakili suatu titik. Berbeda dengan metode IDW, metode ini mempertimbangkan varian kumpulan titik berdasarkan fungsi jarak dari setiap titik yang diinterpolasi dimana metode ini mempunyai kemiripan dengan metode polygon Thiessen. Dalam pembuatan peta ini digunakan delapan titik stasiun hujan
yang
mewakili
daerah
penelitian,
yaitu
kecamatan
Sukamandi,
Pusakanagara, Kalijati, Manyingsal, Anjatan, Buah dua, Sindanglaya, dan Lembang. Tabel 6. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di DAS Cipunagara Tahun 2008 curah hujan (mm)
Bulan sukamandi
pusakanagara
kalijati
manyingsal
anjatan
sindanglaya
buah dua
lembang
Jan
285,5
270
358,8
540
266
359
534
229.7
Peb
529,5
405
295,1
308
551
357
243
129.4
Mar
137
110
402,1
357
139
662
480
310.4
Apr
48
45
213,2
298
66
448
349
278.4
Mei
45
0
89,4
18
12
236
71
78.6
Jun
13
20
61,6
42
28
50
10
24.5
Jul
0
0
0
0
0
0
0
0
Ags
2,5
6
20,5
25
4
75
60
53.5
Sep
0
4
0
0
4
32
10
23.8
Okt
73
40
26,5
143
32
275
155
175.73
Nop
150,2
86
223
302
207
555
588
256.8
Des
111,5
81
180,5
234
132
76
614
221.1
Keterangan : Curah hujan tidak terukur (0) Sumber : BMG Darmaga, Bogor tahun 2008
3.3.3
Pengecekan lapang Pengecekan lapang bertujuan untuk menelaah kembali hasil interpretasi
obyek/ penggunaan lahan, pengamatan terhadap penggunaan lahan berdasarkan peta penggunaan lahan yang sudah ada (rechecking), dan menambah data atau
18
informasi yang tidak dapat diperoleh dari citra seperti jenis tanaman dan jarak tanam. Informasi tambahan dapat diperoleh dari masyarakat setempat yang menunjukkan akan adanya perubahan penggunaan lahan, sehingga sumber tempat tersebut harus di cek lagi untuk membuktikan kebenarannya. Pengecekan lapang dilakukan pada titik sampel yang telah ditetapkan di peta yang mengikuti kondisi di lapang. Selanjutnya dilakukan penentuan titik geografis dengan GPS (Global Position System) di lapangan. 3.3.4
Tahap analisis data Tahap analisis data terdiri dari tahap analisis data spasial dan non spasial.
a.
Tahap Analisis Data Spasial terdiri dari analisis perubahan penggunaan
lahan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1972-1990 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1972 dan 1990. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2008 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1990 dan 2008. b.
Tahap Analisis Data Non Spasial Tahap analisis data non spasial yaitu analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan memiliki nilai p-level < 0.005. Variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary. Variabel bebas ditunjukan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan yaitu 0 dan 1. Nilai Y=1 menyatakan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi pertanian dan perubahan dari pertanian menjadi lahan terbangun. Sebaliknya, jika Y=0 menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan. Adapun persamaan umum model logit adalah sebagai berikut :
19
∑ /
=
∑
∑
Dimana: /
: peluang perubahan penggunaan lahan ke-i menjadi ke-r
β0r
: parameter intersep untuk perubahan penggunaan lahan ke-i menjadi ke-r
βjr
: parameter
koefisien variabel ke-j untuk perubahan penggunaan lahan
ke-i menjadi ke-r Xj
: variabel bebas (data kategorik dan data numerik)
R
: jumlah tipe penggunaan lahan
n
: jumlah variabel bebas
exp
: eksponensial