III. BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung. Secara geografis daerah penelitian terletak antara 107⁰61' - 107⁰99' Bujur Timur dan 6⁰19' - 6⁰82' Lintang Selatan. Wilayah fungsional daerah penelitian berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Indramayu di sebelah Timur, Kabupaten Sumedang dan Bandung di sebelah Selatan, serta Kabupaten Subang di sebelah Barat. Persiapan data dan pengolahan citra secara digital dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Oktober 2010.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat tahun 1990, 2000, dan 2008 yang diperoleh dari USGS (Glovis), Peta Administrasi DAS Cipunagara skala 1 : 5000.000 tahun 2000 dan Peta Topografi lembar Subang skala 1 : 250.000 tahun 2000 dari BAKOSURTANAL, Peta Penutupan Lahan tahun 2000 dan 2006 dari BPDAS Citarum - Ciliwung, data statistika potensi wilayah unit desa
atau PODES tahun 2000 dan 2008 dari BPS, serta data
statistika potensi wilayah unit kecamatan atau Kabupaten dalam Angka tahun 1990 dari BPS.
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografi. Tahapan penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 2. a. Tahap Persiapan Tahap ini meliputi kegiatan mempersiapkan penelitian, dilakukan dengan studi literatur yang dimaksudkan untuk mendapatkan teori yang mendukung kegiatan penelitian. Langkah ini dilakukan dengan mencari dan membaca bukubuku, jurnal, maupun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan obyek penelitian. Selain itu juga dilakakukan persiapan citra, melalui beberapa langkah antara lain : Mengunduh (download) Citra Citra yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan mengunduh citra dari USGS - Glovis. Citra yang diunduh kemudian diekstrak dan band-band yang masih terpisah digabungkan menjadi satu agar diperoleh citra dengan kombinasi band yang utuh. Mozaik dan Pemotongan Batas Area Penelitian Pemotongan batas area penelitian dilakukan dengan clip citra Landsat untuk memperoleh wilayah yang akan dianalisis. Sebelum pemotongan, citra-citra lokasi penelitian digabungkan terlebih dahulu (mozaik) untuk memperoleh satu kesatuan citra yang terpadu. Batas data berbasis data vektor peta administrasi
fungsional DAS digunakan menjadi acuan dalam penentuan luas pada analisis selanjutnya.
Rektifikasi Citra (Koreksi Geometrik) Rektifikasi/koreksi geometrik citra landsat dilakukan untuk mengurangi distorsi geometrik citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari beberapa sensor yang tidak normal. Hal ini menyebabkan posisi citra tidak sama dengan posisi geografis yang sebenarnya. Citra yang mempunyai kesalahan geometrik memberikan implikasi terhadap variasi jarak, luas, arah, sudut dan bentuk di semua bagian citra sehingga perlu dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat digunakan sebagai peta. Proses
koreksi
geometrik
dilakukan
dengan
menentukan
fungsi
transformasi dan resampling citra. Penentuan Ground Control Point (GCP) sebagai titik-titik koreksi dapat diacu dari peta topografi ataupun peta terkoreksi lainnya. Rektifikasi citra yang umum digunakan adalah fungsi transformasi Polynomial dengan tingkatan ordo. Contoh fungsi transformasi Polynomial Orde 1 memiliki rumus fungsi sebagai berikut : x = a0 + a1X + a2X + a3XY y = b0 + b1X + b2Y + b3XY
Dimana : x, y : koordinat baris dan kolom pada image yang belum terkoreksi X,Y : koordinat baris dan kolom pada image yang sudah terkoreksi (GCP) Hal terpenting dari koreksi geometri adalah keakuratan hasil koreksi yang ditunjukkan dengan nilai RMSE (Root Mean Squared Error) yang dihasilkan. Semakin kecil RMSE titik GCP maka akurasinya semakin tinggi. Perhitungan RMSE menggunakan persamaan sebagai berikut :
RMSE =
Dimana : x dan y : koordinat citra asli (input) X dan Y : koordinat citra keluaran (output) Menurut Purwadhi (2001) nilai akurasi hasil koreksi geometrik citra seharusnya adalah ± satu piksel, jika kesalahan lebih besar dari persyaratan maka koordinat pada citra dan peta perlu dicek kembali. Sementara Jaya (2009) dalam
Niin (2010) mengemukakan bahwa nilai RMSE hasil koreksi geometri pada umumnya tidak lebih dari 0,5 piksel.
b. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini, dilakukan pencarian dan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang digunakan meliputi peta Topografi, data PODES (Potensi Desa), dan Kabupaten dalam Angka. Selain itu juga dilakukan pengecekan lapang dan survei secara langsung ke daerah penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai letak geografis, penggunaan lahan, lama penggunaan dan intensitas penggunaan lahan, serta dokumentasi penggunaan lahannya. Data mengenai lama penggunaan lahan dilakukan dengan wawancara langsung kepada masyarakat setempat.
c. Tahap Pengolahan Data Tahap pengolahan data dikelompokkan menjadi dua yaitu pengolahan data spasial dan non spasial (atribut) yang dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial. Pengolahan Data Spasial Pada analisis data spasial digunakan alat bantu berupa komputer dan perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, dan ERDAS IMAGINE 8.6 yang digunakan dalam pemetaan penggunaan lahan melalui interpretasi digital. Interpretasi
citra
secara
digital
(on
screen)
dilakukan
dengan
menggunakan peta Topografi sebagai referensi dalam menentukan jenis penggunaan lahan, yang kemudian dibentuk menjadi peta penggunaan lahan sementara. Selain peta topografi, digunakan juga peta penutupan lahan yang dikeluarkan oleh BPDAS Citarum - Ciliwung. Dalam proses interpretasi citra digital ini lebih dipengaruhi oleh kemampuan mata, karena perubahan aspekaspek interpretasi diamati secara visual. Obyek yang dikenali dipisahkan dengan cara menarik garis batas antara kelompok yang memiliki kesamaan wujud. Kemudian dilakukan pengelompokkan obyek ke dalam kelas-kelas berdasarkan kesamaan antara obyek.
Pengolahan Data Atribut Pada analisis data atribut digunakan perangkat lunak MINITAB 14 yang digunakan dalam Analisis Korelasi dan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis). Tahap awal pengolahan data numerik dimulai dengan melakukan tabulasi dan menyimpannya dalam suatu basis data peta penggunaan lahan dalam beberapa titik tahun pengamatan yaitu tahun 1990, 2000, dan 2008. Pengolahan selanjutnya dengan mengidentifikasi besarnya perubahan luasan dari masing-masing tipe penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 1990 - 2000 dan tahun 2000 - 2008. Hasil dari tabulasi perubahan luasan penggunaan lahan ini dilihat hubungannya dengan faktor sosial dan ekonomi daerah setempat. Hubungan antar peubah faktor sosial dan ekonomi pertama-tama dieksplorasi dengan Analisis Korelasi (matriks korelasi) yang ditampilkan pada Lampiran 1. Analisis ini merupakan salah satu cara untuk mengukur hubungan antara dua peubah atau sifat bersama yang dimiliki oleh peubah-peubah tersebut agar diketahui hubungan keterikatan antara peubah bebas (independent) dengan peubah terikat (dependet). Berdasarkan hasil analisis ini akan terlihat bagaimana keeratan hubungan antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Hanya peubahpeubah yang berkorelasi nyata terhadap proporsi perubahan luas penggunaan lahan dan memiliki nilai korelasi yang cukup besar saja yang kemudian dianalisis hingga pengembangan model penduga perubahan luas penggunaan lahannya. Analisis selanjutnya adalah dengan mengembangkan model Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analisys) penduga pengaruh faktor sosial dan
ekonomi
terhadap
perubahan
luasan
penggunaan
lahan.
Dalam
pelaksanaannya, perubahan luasan masing-masing penggunaan lahan pada rentang tahun yang berbeda diasumsikan sebagai peubah terikat (dependent), sedangkan karakteristik
sosial
dan
ekonomi
masing-masing
wilayah
administrasi
diasumsikan sebagai peubah bebas (independent). Secara umum, bentuk persamaan regresi dinyatakan sebagai berikut : Yj = β0 + β1X1 + β2X2 + … + βkXk + ε Konstanta β0 adalah peubah respons ketika peubah penduga bernilai 0 (nol), β1, β2, … dan βk adalah parameter-parameter model regresi untuk peubah X1, X2,… Xk. ε adalah eror atau sering disebut residual.
Analisis pengaruh faktor sosial dan ekonomi terhadap perubahan luas penggunaan lahan periode tahun 1990 - 2000 dilakukan per kecamatan, karena pada tahun 1990 belum tersedia mengenai potensi wilayah berbasiskan unit desa yang saat ini dikenal dengan sebutan data PODES. Analisis periode tahun 2000 2008 dilakukan per kecamatan dan per desa. Secara keseluruhan faktor penduga (X = peubah bebas) yang digunakan pada analisis per kecamatan dengan analisis per desa hampir sama. Hanya saja pada analisis desa terdapat faktor kerapatan keluarga pertanian yang dalam analisis per kecamatan tidak ada, dan juga faktor jarak ke pasar pada analisis desa dihilangkan. Perubahan luas penggunaan lahan (Yj = peubah terikat) yang dianalisis meliputi Y1 = hutan, Y2 = kebun campuran, Y3 = kebun jati, Y4 = kebun tebu, Y5 = ladang, Y6 = pemukiman, Y7 = sawah, dan Y8 = semak. Faktor-faktor yang digunakan dalam analisis ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Faktor Penduga yang Digunakan dalam Analisis Regresi Berbasis Kecamatan dan Desa No
Faktor penduga
1
X1
2
X2
3
X3
4
X4
5 6
X5 X6
7 8
X7 X8
Keterangan
luas penggunaan lahan sebelumnya luas penggunaan lahan lain yang mungkin berubah menjadi penggunaan lahan tertentu Kependudukan perubahan kerapatan penduduk perubahan kerapatan keluarga pertanian Fasilitas fasilitas pendidikan jumlah pasar Aksesibilitas jarak ke pasar kerapatan jalan
Kecamatan Desa
x
x
x
x
x
x x
Sumber referensi
Supryati, 2006 Gandasasmita, 2001
x x
x x
Rahmasari, 2004 Rahmasari, 2004
x x
x
Mather, 1986 Mather, 1986
Sebagai bahan pertimbangan adalah luas penggunaan lahan sebelumnya dinilai cukup penting dalam perubahan luasan penggunaan lahan terkait dengan produktivitas lahan dalam memenuhi permintaan pasar. Luas penggunaan lain yang mungkin berubah untuk menjadi penggunaan lahan tertentu, diperhatikan untuk melihat ketersediaan lahan. Semakin banyak lahan yang tersedia dan
memungkinkan, dapat meningkatkan perubahan luas penggunaan lahan tertentu. Perubahan kerapatan penduduk penting diperhatikan, karena peningkatan jumlah penduduk berindikasi pada peningkatan kebutuhan hidup baik pangan maupun sandang dan papan yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya, ketersediaan fasilitas pendidikan juga dianggap dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Diasumsikan bahwa semakin tinggi jumlah fasilitas pendidikan yang dimiliki maka semakin tinggi pula taraf pendidikan masyarakat. Sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan penguasaan teknologi dan mendorong terjadinya perkembangan daerah. Daerah yang berkembang cenderung memiliki tingkat perubahan penggunaan lahan yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang tidak berkembang. Keberadaan pasar juga mempengaruhi perubahan, karena pada dasarnya masyarakat cenderung memilih penggunaan lahan yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Ketersediaan pasar memacu masyarakat untuk mengembangkan usaha yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Jarak ke pasar dan kerapatan jalan sangat penting karena berhubungan dengan aksesibilitas. Kemudahan aksesibilitas akan mendorong penggunaan lahan yang dianggap paling efisien dan menguntungkan. Pada analisis per desa, kerapatan keluarga pertanian dianggap penting karena menentukan eksistensi penggunaan lahan pertanian itu sendiri. Ketika jumlah keluarga pertanian menurun dapat diartikan bahwa telah terjadi alih profesi masyarakat ke bidang lain secara tidak langsung berdampak pada perubahan penggunaan lahannya. Sementara itu, jarak ke pasar dihilangkan karena diasumsikan dalam unit desa, masing-masing desa telah memiliki pasar tradisional yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa meskipun tanpa bangunan fisik dan waktu operasi pasar tidak setiap hari. Pendugaan model regresi dilakukan dengan menggunakan hipotesis : a. H0 = Regresi berganda tidak berarti, artinya peubah terikat tidak dipengaruhi oleh peubah bebas. b. H1 = Regresi berganda berarti, artinya peubah terikat dipengaruhi oleh peubah bebas. Keabsahan model ditunjukkan dengan hasil uji F, dengan keputusan berupa :
a. Jika nilai F hitung > F tabel : terima H1, artinya regresi berganda berarti. b. Jika nilai F hitung < F tabel : terima H0, artinya regresi berganda tidak berarti. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan Analisis Regresi Berganda dihasilkan nilai penduga (estimate) koefisien peubah yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap pola perubahan luas penggunaan. Nilai koefisien positif menggambarkan pendugaan pengaruh peubah yang diukur bersifat meningkatkan probabilitas terjadinya perubahan luasan penggunaan lahan tertentu, sedangkan nilai koefisien negatif bersifat menurunkan probabilitas perubahan. Ketelitian hubungan model regresi ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2), yaitu semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikat cukup erat atau teliti. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hasil analisis adalah nilai P (nilai probabilitas kritis), nilai VIF dan konstanta (β0). Nilai VIF kurang dari sepuluh menunjukkan bahwa suatu peubah penduga dengan peubah penduga lainnya tidak memiliki hubungan korelasi (multikolinearitas). Semakin kecil nilai VIF maka semakin baik karena tidak ada hubungan multikolinear di antara peubah-peubah yang digunakan, dengan demikian ketidaksesuaian model yang dibuat akan semakin kecil. Dalam tabel Lampiran 2 dapat dilihat bahwa nilai VIF dari semua peubah yang digunakan < 10. Nilai konstanta yang positif dapat diinterpretasikan bahwa perubahan luasan penggunaan lahan tertentu akan terus terjadi, meskipun faktor-faktor sosial dan ekonomi bersifat tetap. Sedangkan nilai konstanta yang negatif dapat diinterpretasikan bahwa ketika faktor-faktor penduga baik yang berasal dari kondisi sosial maupun ekonomi mengalami perubahan yang nyata belum tentu dapat menyebabkan perubahan luasan penggunaan lahan tertentu.
Citra Landsat 1990
Citra Landsat 2000
Citra Landsat 2008 terkoreksi geometrik
Koreksi Geometrik
Interpretasi visual (Digitasi)
Peta penggunaan lahan 2008 sementara
Peta penggunaan lahan 2000 sementara
Peta penggunaan lahan 1990 sementara
Pengecekan lapang
Peta penggunaan lahan 1990
Peta penggunaan lahan 2008
Peta penggunaan lahan 2000
Perubahan penggunaan lahan 1990 - 2000 dan 2000 - 2008
Spasial
Atribut Analisis Korelasi
Data Kabupaten dalam angka, dan PODES thn 1990, 2000, 2008
Analisis Regresi Berganda
Hasil • Perubahan Penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2008. • Faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi perubahan Penggunaan Lahan di DAS Cipunagara.
Gambar 2 Bagan Alir Tahapan Penelitian.