II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan serangkaian tugas yang terkait dengan upaya-upaya memperoleh karyawan, melatih, mengembangkan,
memotivasi,
mengorganisasikan
dan
memelihara
karyawan sebuah perusahaan sampai ketika terjadi pemutusan hubungan kerja. MSDM sebagai penerapan pendekatan SDM secara bersama-sama memiliki dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan untuk perusahaan dan untuk karyawan (Mangkunegara, 2001). Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengolahan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang mepengaruhi secara langsung sumber daya manusia yaitu orang-orang yang bekerja bagi organisasi (Simamora, 2004). Menurut Hasibuan (2003) ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efesien membantu terwujudnya perusahaan, karyawan dan masyarakat. Arep dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa MSDM adalah ilmu dan seni yang mengatur unsur manusia (cipta, rasa dan karsa) sebagai aset suatu organisasi demi terwujudnya organisasi dengan cara memperoleh, mengembangkan dan memelihara tenaga kerja secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Rivai (2004) MSDM merupakan merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, serta sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia.
2.2. Stres Kerja 2.2.1 Pengertian Stres Kerja Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik sesorang. Ketegangan yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berintrakasi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerja maupun diluar pekerjaan. Karyawan yang mengalami stres akan menghadapi gejala negatif pada dirinya yang berpengaruh terhadap prestasi kerjanya (Siagian. 2006). Stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu mendapat peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tapi penting. Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walupun stres pada umumnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan peluang bila stres itu menawarkan potensi perolehan (Robins 2006). Rivai (2004) menjelaskan stres kerja merupakan kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan sesorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat menggangu pelaksanaan kerja mereka. Orang-orang yang menghadapi stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks, atau menunjukan sikap yang tidak kooperatif. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stressor seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu, yang dapat menimbulkan berbagai macam gejala stres dan pada akhirnya berdampak pada pelaksanaan kerja karyawan yang bersangkutan.
2.2.2 Jenis-jenis Stres Quick dan Quick dalam Widiyasari, (2007) mengkatagorikan jenis stres menjadi dua, yaitu : 1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibelitas,
kemampuan
adaptasi
dan
tingkat
performance yang tinggi. 2.
Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan desktruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu
dan
juga
organisasi
seperti
penyakit
cardiovaskular, dan tingkat ketidakhadirannya yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian Patel (1996)2 menjelaskan adanya berbagai jenis reaksi yang umumnya dialami manusia meliputi : 1.
Too little stress Seseorang belum mengalami tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pribadinya dalam kondisi ini. Seluruh kemampuannya belum dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup
2. Optimum stress Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi atas maupun bawah akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya. Kepuasan kerja dan perasaan mampu individu dalam meraih prestasi menyebabkan seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu banyak atau rasa lelah yang berlebihan 3. Too much Seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang lebih banyak setiap hari pada kondisi ini. Karyawan menghadapi kelelahan fisik maupun emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk bertistirahat
2
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/psikologi-eksperimen/ pengaruh-aromatrapi-terhadap-tingkat-stres-mahasiswa (12 Agustus 2008)
atau bermain, dan kondisi ini dialami secara terus-menerus tanpa memperoleh hasil yang diharapkan. 4. Breakdown stress Ketika pada tahap too much stres individu tetap meneruskan usahanya pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya kecenderungan neoritis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki prilaku merokok atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya kecelakaan kerja. Ketika individu tetap meneruskan usahanya pada saat mengalami kelelahan, ia cenderung mengalami breakdown baik secara fisik, maupun psikis. 2.2.3 Potensi Sumber Stres Kerja Handoko (2001) mengatakan bahwa kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressor, baik yang terkait dengan pekerjaan (on-the-job) maupun ( off-thejob). Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan. Namun, tetap saja ada sejumlah kondisi kerja yang sering menyebabkan stres bagi para karyawan dan, diantara kondisi-kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut : 1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politis yang tidak aman 5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai 6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab 7. Kemenduaan peran (role ambiguity) 8. Frustasi 9. Konflik antara pribadi dan antar kelompok 10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan 11. Berbagai bentuk perubahan
Stres karyawan juga dapat disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan (off-the-job). Penyebab-penyebab stres tersebut antara lain : 1. Kekuatiran finansial 2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah fisik 4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian) 5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada di tempat tinggal 6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara Menurut Mangkunegara (2001) penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja dan perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin, yang berakibat pada frustasi dalam kerja. Robbins (2006) mengatakan bahwa ada tiga katagori potensi stressors, yaitu : 1. Faktor lingkungan Adapun faktor lingkungan yang dapat menciptakan stres pada sebagian besar karyawan adalah ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi. 2
Faktor organisasi Faktor-faktor organisasi ini dibedakan berdasakan enam katagori. Katagori-katagori tersebut yaitu :
a) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang yang mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, keragaman tugas dan tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik. b) Tuntutan peran hubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran yang dimainkan dalam organisasi itu. Misal konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukan atau dipuaskan, kelebihan peran terjadi bila karyawan
diharapkan untuk melakukan lebih dari pada dimungkinkan oleh waktu atau ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang seharusnya dikerjakan. c) Tuntutan antar-pribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Misal, kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antara pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya diantara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial tinggi. d) Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan serta dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partispasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan contoh variabel struktural yang dapat merupakan potensi sumber stres. e) Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial eksekutif senior organisasi. f) Tingkat hidup organisasi menggambarkan organisasi berjalan melalui siklus. Didirikan, tumbuh, menjadi dewasa dan akhirnya merosot. Tahap kehidupan tersebut dapat menciptakan masalah dan tekanan bagi para karyawan. 3. Faktor Individu Faktor ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan seperti urusan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. Sementara itu Gibson, et al. (1996) mengartikan bahwa stressor sebagai kejadian eksternal yang potensial tetapi tidak selalu berarti membahayakan individu. Terdapat empat stressors di tempat kerja, yaitu : 1. Stressor lingkungan kerja Penyebab stres yang bersifat lingkungan fisik sering disebut stressor kerah biru, karena stres ini lebih merupakan masalah di dalam pekerjaan kasar, misalnya mengenai cahaya, udara, suara dan penempatan ruang kerja.
2. Stressor kelompok Koefisien setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok-kelompok. Karakteristik kelompok dapat menjadi stressor yang kuat bagi para individu. Penyebab stres pada tingkat kelompok diantaranya mengenai tingkat kepercayaan dan hubungan yang kurang baik antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya maupun diantara rekan kerja. 3. Stressor individu Penyebab-penyebab stres pada tingkat individu diantaranya mengenai masalah konflik peran, beban kerja yang berlebihan, tanggung jawab dan kondisi kerja. 4. Stressor organisasi Penyebab-penyebab stres pada tingkat organisasional diantaranya adalah tidak adanya kebijakan khusus dari perusahaan, desain dan birokrasi (prosedur) yang buruk serta kurangnya partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan. Konsekuensi Stres Kerja Stres muncul lewat sejumlah cara, misalnya, individu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, gangguan lambung, sulit membuat keputusan rutin, hilangnya selera makan, rawan kecelakaan dan lain-lain. Semua ini dapat dibagi ke dalam tiga katagori umum, yaitu gejala fisiologis, psikologis dan perilaku (Robbins 2006), sebagaimana diuraikan berikut ini : a. Gejala fisiologis terjadi perubahan metabolisme, meningkatnya laju detak jantung dan pernafasan, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan terjadinya serangan jantung. b. Gejala psikologis yaitu timbulnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda. c. Gejala prilaku mencakup perubahan produktifitas, absensi dan tingkat keluar masuknya karyawan, perubahan kebiasaan makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, bicara cepat, gelisah dan ganguan tidur.
Sumber Potensial Faktor Lingkungan - Ketidakpastian ekomomi - Ketidakpastian politik - Ketidakpastian teknologi Faktor Organisasi - Tuntutan tugas - Tuntutan peran - Tuntutan antara pribadi - Struktur organisasi - Kepemimpinan organisasi - Tahap perkembangan organisasi
Konsekuensi Perbedaan Individu - Persepsi - Pengalaman kerja - Dukungan social - Keyakinan terhadap lokus kendali
Stres yang dialami
Faktor Individu - Masalah keluarga - Masalah Ekonomi - Kepribadian
Gejala fisiologis - Sakit kepala - Tekanan darah tinggi - Sakit hati
Gejala Psikologis - Gelisah - Depresi - Penurunan kepuasan kerja
Gejala Perilaku - Produktifitas - Absensi - Keluar kerja
Gambar 1. Model stres (Robbins, 2006) Stres kerja dapat menimbulkan konsekuensi bagi karyawan maupun organisasi. Konsekuensi stres kerja terhadap individu mencakup kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obat yang terlalu banyak atau kurang makan, hubungan antara kepribadian yang jelek dan kemarahan, serta konsekuensi fisik seperti sakit darah tinggi, sakit kepala dan kecelakaan. Sedangkan konsekuensi stres kerja bagi organisasi antara lain merosotnya kuantitas dan kualitas kinerja jabatan, meningkatnya kemangkiran, meningkatnya turn over karyawan dan bertambah banyaknya keluhan (Dessler ,1997). 2.2.5 Cara Mengatasi Stres Menurut Robbins (2006) cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
a. Pendekatan individu Karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individual yang telah terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi, dan perluasan jaringan dukungan sosial, misalnya menemukan sesorang yang mampu menemukan masalahmasalah kita dan memberikan perspektif yang lebih objektif terhadap situasi ini. b. Pendekatan Organisasi Strategi yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen untuk mengurangi tingkat stres yang dialami karyawan antara lain perbaikan personal dan penempatan kerja, penggunaan penetapan sasaran yang realistis, perancangan-ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan penegakan program kesejahteraan korporasi. Siagian (2004) mengklasifikasikan strategi penanganan stres yang dapat ditempuh dalam dua katagori, yaitu pendekatan oleh karyawan itu sendiri dan pendekatan organisasional. Pendekatan individu dapat dilakukan bahwa orang pertama dan yang paling bertanggungjawab dalam menghadapi dan mengatasi stres adalah yang bersangkutan sendiri, strategi yang paling efektif untuk ditempuh meliputi manajemen waktu, olahraga yang teratur, pelatihan rileks dan memperluas jaringan dukungan sosial. Adapun strategi yang dilakukan melalui pendekatan organisasional yang dikendalikan oleh manajemen harus dilakukan langkah-langkah tertentu seperti : 1. Perbaikan proses seleksi dan penempatan 2. Penggunaan prinsip-prinsip penentuan tujuan secara realistik 3. Rancangan bangun ulang pekerjaan 4. Pengambilan keputusan yang pasrtisipatif 5. Proses komunikasi 6. Program kebugaran (kesejahteraan)
Menurut Handoko (2001) cara terbaik untuk mengurangi stres adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh, Departemen Personalia dapat membantu karyawan untuk mengurangi stres dengan memindahkan karyawan ke pekerjaan lain, mengganti penyelia berbeda dan menyediakan lingkungan kerja yang baru. Cara lain untuk mengurangi stres adalah dengan merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab karyawan. Desain pekerjaan juga dapat mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran. Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap
situasi-situasi
stres
dan
program-program
latihan
dapat
diselenggarakan untuk mengembangkan keterampilan dan sikap dalam menangani stres. 2.3. Perbandingan Berpasangan ( Pairwise Comparison) Metode pairwise comparison dapat memberikan judgement dalam memecahkan problem terhadap adanya komponen-komponen yang tak terukur yang mempunyai peran cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan bahwa tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur. Sehingga dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yang tersedia. Pengkajian ini menggunakan nilai skala komparasi dari 1 sampai dengan 1/9 (Tabel 1). Saaty telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 sampai dengan 1/9
adalah yang terbaik, yaitu berdasarkan tingginya
akurasi, yang ditunjukan dengan nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD ( Mean Absolute Deviation) pada berbagai problema (Arkeman, 1999). Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen/faktor lain, membuat perlun dilakukan identifikasi terhadap intensitas, yang sering disebut menyusun prioritas, yang bisa juga berarti melihat faktor-faktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan teknik berbandingan berpasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan
judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujur sangkar (n x n). setelah diperoleh matriks tersebut, perlu dilihat Eigen vector dan Eigen valuenya. Eigen vector menggambarkan prioritas yang dicari, sedangkan Eigen value adalah ukuran konsistensi judgement. Adapun langkah-langkanya sebagai berikut : 1. Menyusun matriks banding berpasangan Matriks
banding
berpasangan
adalah
matriks
yang
mempertimbangkan bobot unsur dalam suatu hirarki berkaitan dengan unsur-unsur dalam hirarki di atasnya. Matriks ini disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi permasalahan sebagai dasar melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya. 2. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan yang diperoleh pada langkah pertama. Setelah matriks perbandingan berpasangan antar elemen dibuat, dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen baris ke-j. Pembandingan antara elemen dilakukan dengan pernyataan seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi, atau diuntungkan oleh fokus Goal, dibandingkan dengan kolom ke-j. Untuk menganalisis matriks berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 1. Angka-angka tersebut menunjukan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks harus dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dan di bawah garis diagonal. Tabel. 1 Nilai Skala Banding Berpasangan Tingkat Kepentingan
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen pentingnya
sama
Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat itu
3
Elemen yang satu sedikit penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya
Tingkat Kepentingan
Definisi
Penjelasan
5
Elemen yang satu sangat penting daripada yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting disbanding yang lainnya
9
Satu elemen mutlak lebih penting disbanding yang lain
2,4,6,8
Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan
Pengalaman dan pertimbangan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlibat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang kuat Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Kebalikan
3. Memasukkan nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (X) dibandingkan dengan Fj, sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan dengan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai kebalikannya. Contoh: bila F12 memiliki nilai 3, maka nilai elemen F21 adalah 1/3. 4. Melaksanakan langkah 1, 2 dan 3 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Matriks perbandingan dalam metode Perbandingan Berpasangan dibedakan menjadi dua, yaitu
Matriks Pendapat Individu (MPI) dan
Matriks Pendapat Gabungan (MPG). Matriks MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu.
MPI memiliki elemen yang
disimbolkan dengan aij yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom kej. Matriks Pendapat Individu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks Pendapat Individu (MPI) X A1 A2 A3 … An
A1 A11 A21 A31 … an1
A2 a21 a22 a32 … an2
Sumber: Saaty, 1993
A3 a31 a32 a33 … an3
… … … … … …
An a1n a2n a3n … ann
MPG adalah susunan matriks baru dengan elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu-individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom sama dari MPI yang baru dengan MPI yang lain. MPG dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks Pendapat Gabungan ( MPG ) X
G1
G2
G3
…
Gn
G1
g11
G21
G31
…
g1n
G2
g21
G22
G32
…
g2n
G3
g31
G32
G33
…
g3n
…
…
…
…
…
…
Gn
gn1
gn2
gn3
…
gnn
Sumber: Saaty, 1993
Rumusan yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik adalah :
m GIj = m (aij) k ....………………………………………………………(1) k 1
Dimana : Gij = Elemen Matriks Pendapat Gabungan baris ke-I, kolom ke-j aijk = Elemen Baris ke i dan Matriks Pedapat Individu baris ke-j m
= Jumlah Matriks Pendapatan Individu yang memenuhi persyaratan
5. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektorvektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari Pengolahan horizontal. a. Pengolahan horizontal bertujuan untuk melihat prioritas terhadap suatu elemen
terhadap tingkat yang berada satu tinggat pada elemen
tersebut, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan vektor prioritas (Eigen Vector), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi.
Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengelolaan horizontal ini adalah :
Perkalian baris (Z) atau Eigen Vector (VE) dengan rumus: n
Zi =
n
aij
(i,j=1,2,...,n).............................................................(2)
k 1
Perhitungan Vector Prioritas (VP) atau rasio Eigen Vector adalah: n
n
VPi =
aij k 1
........................................................................(3)
n
n
aij n
i 1
k 1
VP = (VPi), untuk i = 1,2,3,...,n
Perhitungan nilai Eigen Maks (λmax’s), dengan rumus: VA = (aij) x VP dengan VA = (Vai).............................................(4) VB =
VA VPi
dengan VB = (Vbi)...................................................(5) n
i λ max =
i 1
n
............................................................................(6)
VA = VB ( Vektor Antara) aij = Elemen MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j n
= Jumlah elemen yang diperbandingkan
Perhitungan Consistency Index (CI), dengan rumus : CI =
max n n 1
Perhitungan Consistency Ratio (CR), dengan rumus: CR =
CI ......................................................................................(7) RI
RI = Indeks acak (Random Index) RI = indeks acak (random indeks) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory (Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 sampai dengan 15 yang menggunakan sample yang berukuran 100. Nilai Consistency Ratio (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 10 persen merupakan nilai yang mempunyai tingkat inkonsistensi yang
baik dan dapat dipertanggungjawabkan, karena CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan dalam suatu matriks pendapat. Tabel 4. Nilai Indeks Acak Orde (n) 1 2 3 4 5 6 7
Indeks Acak (RI) 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32
Orde (n) 8 9 10 11 12 13 14
Indeks Acak (RI) 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57
Sumber : Saaty, 1993
6. Mengevaluasi konsistensi Langkah ini dilakukan dengan mengalihkan setiap indeks konsistesi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks acak dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio inkonsistensi ini harus bernilai 10 persen atau kurang, Jika tidak, mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggun akan pertanyaan pada saat pengisiian ulang kuisioner dan dengan lebih mengarahkan responden pada perbandingan berpasangan. 7. Revisi pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.
Hasil Penelitian Terdahulu Henny (2007) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan bagian Customer Care PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Bekasi, diketahui bahwa kondisi stres kerja karyawan rendah sedangkan kondisi kepuasan karyawan tinggi. Hasil ini diketahui dari analisis hubungan antara stres kerja dengan kepuaasan kerja karyawan yang menyatakan bahwa ada hubungan antara stres kerja dan kepuasan kerja karyawan PT. Telkom Tbk Bekasi dengan nilai korelasi negatif yang berarti apabila stres kerja karyawan menurun maka akan diikuti kepuasan kerja karyawan meningkat. Ilmi (2003) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh stres kerja terhadap prestasi kerja dan identifikasi manajemen stres yang digunakan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin, menyimpulkan bahwa tingkat stres kerja yang tinggi cenderung mengarah pada gangguan fisiologis seperti sering mengalami sakit kepala, pusing, tekanan darah meningkat, mengalami ketegangan dalam bekerja, sering mengalami jantung berdebar, bola mata melebar, mulut kering, berkeringan dingin, nyeri leher dan bahu. Stressor pada perawat cukup berfariasi, lima besar stressor sesuai dengan urutannya adalah beban kerja berlebihan sebesar 82,2 persen, pemberian upah yang tidak adil 57,9 persen, kondisi kerja 52,3 persen, beban kerja kurang 48,6 persen, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 44,9 persen. Berdasarkan hasil tersebut stressor yang utama adalah beban kerja yang berlebihan. Stressor penting kedua yaitu pemberian upah yang tidak adil. Manajemen stres yang dilakukan perawat dalam menghadapi stressor di tempat kerja lebih banyak dengan menggunakan teknik refreshing sebesar 95,3 persen karena teknik tersebut dinilai lebih murah dan bisa dilakukan bersama satu keluarga. Penelitian yang dilakukan Noviandari (2007) mengenai analisis pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan di PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000, diketahui bahwa stres kerja yang dialami karyawan rendah dengan tingkat kinerja karyawan tinggi. Sumber stres kerja secara signifikan berpengaruh positif terhadap stres kerja yang ditunjukan
oleh nilai γ = 1,57 dan t-value = 3,13. Kinerja karyawan secara signifikan berpengaruh tidak nyata terhadap sumber stres kerja (stressor) dengan nilai λ = 0,78. Selain itu, gejala psikologis merupakan variabel indikator yang paling berpengaruh terhadap setres kerja dengan nilai λ = 0,87. Sedangkan untuk kinerja karyawan variabel yang memiliki pengaruh terbesar yaitu kuantitas pekerjaan dengan nilai λ = 1,00.