7
II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian dalam pengembangan Online Lesson Plan (OLP) matematika berbasis Computer Assisted Instructional (CAI) didasari pada beberapa konsep yang saling berkaitan, serta temuan hasil penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini. Uraian tersebut akan dijelaskan dalam bab ini. 2.1 Keterkaitan Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain terhadap sistem informasi penyusunan lesson plan menunjukkan adanya perbedaan dan keterbatasan area penelitian. Hal ini memungkinkan untuk dikembangkan sesuai kebutuhan wilayah setempat serta penggunaan teknik komputasi tertentu. Penelitian tersebut di antaranya: a. Battle dan Hawkins (1996), melakukan penelitian dengan topik a study of emerging teacher practices in internet-based lesson plan development. Topik ini menjelaskan tentang dua aspek dari project pengembangan lesson plan berbasis internet yaitu Science On-Line (SOL) dan earth and space science for the clasroom. Dari hasil penelitian ini diperoleh 5 implikasi yakni relevansi pengembangan lesson plan pada internet, pengaruh langsung, penyesuaian materi internet bagi setiap guru, metodologi handal untuk partisipasi peneliti, dan konektivitas di dalam kelas. b. Wang dan Lin (2002), melakukan penelitian tentang Missouri-specific web-based lesson planning system. Topik ini menjelaskan bahwa pendekatan tradisional penyusunan lesson plan berbasis kertas sangatlah rumit dan akibatnya merugikan efektifitas dan efisiensi guru. Hasil penelitian ini meningkatkan kualitas guru dengan dua upaya penting yakni pada fase awal dapat mengembangkan, menerapkan dan menguji fungsi pilot project dari sistem dan fase akhir mendukung komunikasi melalui web dalam model lesson plan. c. Wang dan Wedman (2003) dengan penelitian designing and evaluating a webbased lesson planning system yang merupakan penelitian lanjutan dari Wang dan
8
Lin (2002). Hasil studi memberikan informasi penilaian sistem terhadap guru, sistem dapat menyimpan waktu, manfaat supervisi, komunikasi dengan orang tua dan administrasi sekolah serta perhatian dan kemungkinan sistem untuk ditingkatkan. d. He dan Wang (2008) dengan topik penelitian an online lesson planning system using the 5e instructional model. Tujuan penelitian ini berbagi pengalaman praktis dalam merancang sistem lesson plan yang berpusat pada siswa sehingga memberdayakan fakultas untuk mengembangkan, mencari, beradaptasi dan berbagi lesson plan dalam sistem tanpa inefisiensi dan inkonsitensi dalam menyiapkan lesson plan. 5E yang dimaksud yaitu engage, explore, explain, elaborate, dan evaluate. 2.2 Atmosfer Sistem Pendidikan Indonesia Kehidupan di abad 21 menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Bentuk perubahan-perubahan tersebut adalah: (i) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global), (ii) perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis (utamanya dalam pendidikan dan praktek berkewarganegaraan), dan (iii) perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan
kemanusiaan.
UNESCO
(1998)
menjelaskan
bahwa
untuk
melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tersebut, dipakai dua basis landasan berupa: a). empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan ketrampilan menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education) dan ISCO (International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (with others), dan (iv) learning to be, serta b). belajar sepanjang hayat (learning throughout life). Perubahan mendasar pendidikan di Indonesia yang berlangsung saat ini, akan meletakkan kedudukan pendidikan sebagai: (i) lembaga pembelajaran formal dan sumber pengetahuan, (ii) pelaku, sarana dan wahana interaksi antara pendidikan
9
formal dengan perubahan pasaran kerja, (iii) lembaga pendidikan formal sebagai tempat pengembangan budaya dan pembelajaran terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku, sarana dan wahana kerjasama internasional (Balitbang 2003). Namun demikian, sistem pendidikan nasional kita sekarang ini masih mengedepankan pada pencapaian berbasis nilai bukan pada keterampilan (karakter) dan kompetensi. Sistem pendidikan yang baik didukung oleh beberapa unsur yang baik pula, antara lain : (1) organisasi yang sehat; (2) pengelolaan yang transparan dan akuntabel; (3) ketersediaan lesson plan dalam bentuk dokumen kurikulum yang jelas dan sesuai kebutuhan pasar kerja; (4) kemampuan dan ketrampilan sumberdaya manusia di bidang akademik dan non akademik yang handal dan profesional; (5) ketersediaan sarana-prasarana dan fasilitas belajar yang memadai, serta lingkungan akademik yang kondusif (Ahmadi 1997). Dengan didukung kelima unsur tersebut, maka pendidikan akan dapat mengembangkan iklim akademik yang sehat, serta mengarah pada ketercapaian masyarakat akademik yang professional. Dalam upaya mendukung sistem pendidikan nasional tersebut, penulis berupaya membangun satu teknologi komputer pendidikan dengan mengedepankan azas manfaat bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia. Upaya ini dibutuhkan banyak tenaga dan ide agar teknologi dan sistem informasi penyusunan lesson plan matematika dapat terwujud. 2.3 Keberadaan Lesson Plan dalam Sistem Pendidikan Indonesia Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, karena kurikulum digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Perubahan kurikulum di Indonesia dari waktu ke waktu senantiasa mengalami revisi yang bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang ideal dan optimal dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta memberikan guideline atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Dalam menunjang kesinambungan pendidikan yang berkualitas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang dibuat sebagai pedoman dan acuan yang diciptakan bagi peran praktisi pendidikan terutama
10
guru agar lebih profesional dalam pendidikan dan pengajaran. Hal ini mengacu pada landasan dan acuan penyusunan dan pengembangan KTSP dengan berprinsip pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), PP nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan PP nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Untuk menciptakan guru yang profesional, mereka dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian,
kompetensi
sosial
dan
kompetensi
profesional
(Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru). Peningkatan profesionalitas guru harus didukung oleh stakeholders seperti kepala sekolah dan pengawas/penilik sekolah (praktisi pendidikan), akademisi pendidikan (LPTK/FKIP di PTN/PTS), instansi pendidikan (Dinas Pendidikan, LPMP, MPD) dan masyarakat umum (komite sekolah) serta pemerintah. Pihak yang terlibat sebagai stakeholders mempunyai peran dan tangung jawab masing-masing, sehingga keterikatan satu sama lain saling berelasi dan berinteraksi dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Pada
pengelolaan
bertanggungjawab
untuk
pendidikan menghasilkan
sekolah,
stakeholder
pendidikan
yang
berperan
dan
berkualitas
dan
berkesinambungan, sehingga mekanisme yang dilakukan sesuai dengan kontribusi yang diberikan seperti aspek pendanaan, prasarana dan sarana, pengelolaan dan standardisasi, serta perawatan. Aspek ini penulis namakan dengan aspek 4P, dimana keluaran dari aspek ini terciptanya pendidikan dengan dua objek utama yaitu proses (berkenaan dengan efektifitas dan efisiensi) dan produk (berkenaan dengan kualitas dan kuantitas). Apabila kontribusi ini didukung dan diberikan dengan maksimal, maka akan berdampak positif terutama meningkatnya profesionalitas guru. Seluruh rangkaian dari peran stakeholder pendidikan dalam pengelolaan pendidikan, digambarkan penulis sebagai arsitektur model konseptual pengelolaan pendidikan sekolah (Gambar 2).
11
Proses (Efektif & Efisien)
PENDIDIKAN
Pengelolaan & Standarisasi
Ins ti t u (LP si Pe nd M P /M idik PD an )
Produk (kualitas & Kuantitas)
Perawatan
Pendanaan
) h ola kat Sek syara te m i Ma Ko Tua/ g an
(Or
O tah ) (PG rgani rin epag e RI/ sasi em /D ISP Ke i P ikan s I/K gur u tit ndid OB ua s n e I AR n P s - GB a n ) (Di Sarana & Prasarana
Akademisi Pendidikan (LPTK/FKIP)
Perangkat Sekolah (Kepsek, Guru, Siswa, Staf Adm.)
Gambar 2 Arsitektur model konseptual pengelolaan pendidikan sekolah. Perubahan dalam pola pendidikan dan pengajaran harus diawali dari guru sebagai agent of change. Perubahan yang dimaksud adalah kinerja guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran yang bersifat integratif menggunakan teknologi informasi dan tidak kaku dengan mengikuti aturan normatif yang bersifat konvensional. Penekanan dalam hal ini lebih terfokus yaitu pada proses penyusunan lesson plan matematika di sekolah. Lesson plan merupakan suatu arah dan tujuan (landasan) guru dalam mengajar sesuai dengan undang-undang (PP nomor 19 tahun 2005 tentang SNP, Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Selama ini, hasil uji kompetensi guru secara nasional tidak terungkap secara detail di media, hanya saja data kompetensi siswa yang dipublikasikan secara nasional. Sejumlah daerah di beberapa provinsi banyak mengungkap kelemahan dari kompetensi guru yang secara update dapat diperoleh di dinas pendidikan setempat. Berdasarkan paparan tersebut, maka sangat dibutuhkan suatu sistem yang membantu guru terutama dalam penyusunan lesson plan matematika, sehingga akan bermanfaat untuk meningkatkan peran dan kinerja guru dalam pembelajaran.
12
2.4 Lesson Plan (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa lesson plan dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun lesson plan secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Lesson plan adalah suatu rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu KD yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup lesson plan paling luas mencakup satu KD yang terdiri atas satu indikator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Lesson plan merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui lesson plan yang baik, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Lesson plan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, sekolah, mata pelajaran. Perlunya lesson plan dimaksudkan untuk mencapai perbaikan pembelajaran yang dilakukan dengan asumsi sebagai berikut (Uno 2008): a) untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan lesson plan yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran, b) untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem (konvensional atau komputerisasi), c) lesson plan mengacu pada bagaimana siswa belajar dengan mandiri,
13
d) lesson plan harus mengacu pada tujuan dan diarahkan dengan kemudahan belajar e) lesson plan melibatkan variabel pembelajaran yakni variabel kondisi, variabel metode dan variabel hasil pembelajaran. Lesson plan disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih (Gambar 3). Guru merancang penggalan lesson plan untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen lesson plan terdiri atas tujuan pembelajaran, materi ajar, metode dan model pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Beberapa kriteria ini masih dibuat secara tradisional (manual letter) dengan mengisi format baku yang telah ditentukan oleh sebuah institusi. Oleh karenanya, perlu dirancang dalam bentuk sistem komputasi untuk mengoptimalkan kinerja seorang pengajar dalam menyusun lesson plan. Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar
Silabus
Lesson Plan
Gambar 3 Hirarki lesson plan. Pendekatan sistem yang sangat dipengaruhi pada penyusunan lesson plan yakni dengan sistem perancangan berbasis lingkungan pendidikan, dimana diperlukan suatu aplikasi pendidikan (educational application) dalam format elektronik melalui CD ROM atau internet untuk menunjang kebutuhan pengajar secara optimal. Pembuatan aplikasi penyusunan lesson plan secara elektronik memberikan kesempatan yang luas kepada pengajar dalam meningkatkan inovasi dan kreatifitas pembelajaran (Mai and Neo, 1998).
14
Ketentuan format (template) baku penyusunan lesson plan matematika telah dicantumkan dalam berbagai penjelasan KTSP. Namun format baku terkadang tidak bersifat umum, karena setiap guru hanya berpegang pada Buku Pegangan Guru (BPG) dari setiap penerbit buku ajar matematika. Berikut ini format baku lesson plan matematika yang penulis ambil dalam penjelasan KTSP (Gambar 4).
Gambar 4 Format baku lesson plan. 2.4.1 Lesson Plan terhadap Kompetensi Guru Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru perlu dikembangkan
15
sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi guru merupakan tingkat kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban
dan
tanggungjawab
dalam
proses
pembelajaran.
Kompetensi guru merupakan salah satu aspek penilaian terhadap kinerja guru, sehingga dapat terampil dan profesional dalam bekerja. Klasifikasi keterampilan tersebut dapat berupa keterampilan membuat lesson plan, melaksanakan dan menilai pembelajaran. Pembuatan lesson plan oleh guru, tidak hanya sekedar merencanakan aktivitas pembelajaran saja. Namun lesson plan harus dapat mengakomodir secara lengkap dan sistematis pembelajaran, di antaranya baik interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi
untuk
berpartisipasi
aktif,
kreatif,
mandiri
dan
berkesinambungan. Dengan demikian, pembuatan lesson plan sangat erat kaitannya dengan tingkat kompetensi guru. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut Lefrancois (1995) kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaan yang kompleks dari sebelumnya, maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi. Jadi secara lengkap kompetensi diartikan sebagai satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu (Yuhetty & Miarso 2008).
16
Menurut Danielson (1996), standar kompetensi guru ditentukan dalam tiga fase yang merupakan suatu kontinum dalam praktek pembelajaran. Secara lengkap ketiga fase tersebut dikemukakan dalam Tabel 1. Fase tersebut bukan merupakan sesuatu yang dinamik dan bukan merupakan suatu bentuk penjenjangan atau lama waktu bertugas. Misalnya seorang guru yang baru bertugas, mampu menunjukkan kompetensinya dalam bebarapa indikator dalam setiap fase. Berdasarkan hal itu guru tersebut dapat menentukan sendiri kompetensi apa yang belum dikuasai, baik pada fase pertama, kedua maupun ketiga, dan kemudian berusaha untuk dapat melaksanakan kompetensi dengan berbagai cara yang dimungkinkan. Kerangka standar kompetensi guru di berbagai negara telah diatur sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan negara tersebut, sehingga akhirnya lisensi yang dikeluarkan berhak untuk diberikan kepada guru dan dievaluasi setiap waktunya (Danielson 1996). Berikut ini gambaran kerangka standar kompetensi guru secara global berdasarkan konsultasi komprehensif dengan berbagai pihak termasuk guru, organisasi profesi, lembaga pendidikan tinggi dan para pemangku kepentingan lain. Tabel 1 Standar global kompetensi guru menurut Danielson (1996) Fase
Fase pertama
Fase kedua
Fase ketiga
Standar Kompetensi Guru 1. Melibatkan siswa dalam pengalaman belajar yang bertujuan dan bermakna, 2. Memonitor, menilai, merekam dan melaporkan hasil belajar siswa, 3. Melakukan refleksi kritis dari pengalaman profesionalnya agar dapat meningkatkan efektivitas profesi, 4. Berpartisi dalam kebijakan kurikulum dan program kerjasama, 5. Membangun kemitraan dengan siswa, sejawat, orangtua, dan pihak lain yang membantu. 1. Memperhatikan gaya belajar dan kebutuhan siswa yang beragam dengan menerapkan berbagai bentuk strategi pembelajaran, 2. Menerapkan sistem penilaian dan pelaporan yang komprehensif mengenai pencapaian hasil belajar siswa, 3. Membantu berkembangnya masyarakat belajar, 4. Memberikan dukungan dalam kebijakan kurikulum dan program kerjasama, 5. Membantu belajar siswa melalui kemitraan dan kerjasama dengan dengan warga sekolah. 1. Menggunakan strategi dan teknik pembelajaran sesuai kebutuhan individual siswa maupun kelompok secara responsif dan inklusif,
17
Fase
Standar Kompetensi Guru 2. Menggunakan strategi penilaian dan pelaporan dengan konsisten secara responsif dan inklusif, 3. Melibatkan diri dalam berbagai kegiatan belajar profesional yang mendukung berkembangnya masyarakat belajar, 4. Menunjukkan kepemimpinan dalam berbagai proses pengembangan sekolah termasuk perencanaan dan kebijakan kurikulum, 5. Membangun kerjasama dalam lingkungan komunitas sekolah.
2.4.2
Model Pembelajaran dalam Lesson Plan Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dengan
siswa, baik interaksi langsung seperti kegiatan tatap muka, maupun interaksi tidak langsung seperti menggunakan berbagai media. Berdasarkan hasil penelitian para ahli mengungkapkan bahwa proses interaksi antara guru dengan siswa dikaitkan dalam pembelajaran merupakan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk lesson plan dalam jangka panjang, merancang dan membimbing pembelajaran di dalam kelas (Rusman 2010). Model pembelajaran matematika didefinisikan sebagai suatu bentuk pola aktifitas yang merupakan dasar pijakan guru mengorganisir kegiatan belajar mengajar (KBM) matematika. Model juga dikatakan sebagai konsep dasar pengembangan KBM karena model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuntun guru menetapkan prosedur dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis, petunjuk mengorganisir KBM, meramu komponen-komponen pembelajaran yang dapat mengantarkan aktifitas siswa aktif terlibat secara optimal. Model merupakan caracara mengoperasikan suatu kegiatan pembelajaran. Dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dikenal beberapa macam model pembelajaran yang menjadi salah satu komponen dalam lesson plan. Model-model pembelajaran dalam matematika dapat dilihat pada Gambar 5.
18
Model-model Pembelajaran Matematika SMA
1. STAD Model
16. Drills Model
21. CTL Model
36. APOS Model
2. Jigsaw Model
a. CAI Model
22. PBI Model
37. RME Model
3. Group Investigation Model
b. ICAI Model
23. Model Pembelajaran Tematik
38. Quantum Learning Model
4. TGT Model
c. CAL Model
24. Direct Instruction Model
39. Role Playing Model
5. TPS Model
d. CAPA Model
25. Conceptual Change Model
40. Problem Posing Model
6. NHT Model
e. ITS Model
26. SAVI Model
41. Open Ended Model
27. Reciprocal Learning Model
42. Cycle Learning Model
28. Mind Mapping Model
43. Group Processes Model
29. Two Stay Two Stray (TS-TS) Model
44. Discovery Model
10. Picture and Picture Model
30. Think Talk Write (TTW) Model
45. Spiral Model
11. CRH Model
31. Team Assisted Individualy Model
46. Theorem Proving Model
32. IMPROVE Model
47. Problem Solving Model
13. Snowball Throwing Model
33. CORE Model
48. Laboratory Model
14. Partner Switch Model
34. Time Token Model
49. Van Hiele Model
15. Word Square Model
35. Scramble Model
50. Student Facilitator and Explaining Model
7. CIRC Model
17. Tutorial Model
18. Simulation Model
8. Take and Give Model
19. Instructional games Model
9. Example non Example Model
20. Computer Augmented Model
Computer base Instructional Model
12. Talking Stick Model
Cooperative Learning Model
18
Gambar 5 Model pembelajaran matematika sebagai salah satu komponen lesson plan.
19
2.4.3
Metode Pembelajaran dalam Lesson Plan Inti dari lesson plan adalah menetapkan strategi pembelajaran yang optimal
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Fokus utama lesson plan adalah pada pemilihan, penetapan, dan pengembangan variabel pembelajaran. Pemilihan strategi seperti metode pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi pembelajarannya, dan apa hasil pembelajaran yang diharapkan. Setelah itu, barulah menetapkan dan mengembangkan metode pembelajaran yang diambil dari setelah perancangan pembelajaran mempunyai informasi. Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kedudukan metode pembelajaran dalam lesson plan diantaranya (Rohayati 2008): a. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik b. Metode sebagai strategi pengajaran c. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan Dalam memilih metode pembelajaran, syarat-syarat utama yang harus diperhatikan diantaranya: a. Metode mengajar yang digunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar peserta didik. b. Metode yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian anak didik. c. Metode mengajar digunakan harus dapat memberikan kesempatan untuk mewujudkan hasil karya. d. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan anak didik untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi. e. Metode
mengajar
yang
dipergunakan
harus
dapat
menanamkan
dan
mengembangkan nilai-nilai dan sikap utama dalam kehidupan sehari-hari (Ahmadi 1997).
20
Model pembelajaran mencakup: strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran Ini dapat dilihat berdasarkan hirarki model pembelajaran (Gambar 6) dan kedudukan model pembelajaran (Gambar 7). Keseluruhan bagian ini merupakan cakupan dalam metodologi mengajar. Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri atas pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Model Pembelajaran Pendekatan Pembelajaran (student or teacher centered)
Strategi Pembelajaran (exposition-discovery learning or group-individual learning)
Metode Pembelajaran (ceramah, diskusi, simulasi, dsb)
Teknik dan Taktik Pembelajaran (spesifik, individual, unik) Model Pembelajaran
Gambar 6 Hirarki model pembelajaran.
Model
Strategi
Pendekatan Metode
Teknik
Gambar 7 Kedudukan model pembelajaran matematika di sekolah (Rohayati 2008).
21
2.4.4
Lesson Plan Matematika Materi ajar matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin serta pengembangan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskret. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, pada bagian lampiran disebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran matematika pada sekolah menengah adalah:
Menggunakan bilangan, hubungan di antara bilangan, berbagai sistem bilangan dan teori bilangan.
Menggunakan pengukuran dan penaksiran.
Menggunakan logika matematika.
Menggunakan konsep-konsep geometri.
Menggunakan konsep-konsep statistika dan peluang.
Menggunakan pola dan fungsi.
Menggunakan konsep-konsep aljabar.
Menggunakan konsep-konsep kalkulus dan geometri analitik.
Menggunakan konsep dan proses matematika diskrit.
Menggunakan trigonometri.
Menggunakan vektor dan matriks.
Menjelaskan sejarah dan filsafat matematika.
Mampu menggunakan alat peraga, alat ukur, alat hitung, piranti lunak komputer, model matematika, dan model statistika. Matematika merupakan sarana komunikasi sains tentang pola-pola yang
berguna untuk melatih cara berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, hampir semua negara menempatkan Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang penting bagi pencapaian kemajuan negara bersangkutan. Di samping itu, mata
22
pelajaran
Matematika
membekali
peserta
didik
kemampuan
bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika diterapkan dalam teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik. Dalam mengelola suatu kegiatan belajarmengajar, berbagai materi ajar matematika di sekolah khususnya tingkat menengah disajikan pada Gambar 8.
23
Materi Ajar Matematika (MAM) SMA
Aljabar & Aritmatika Pangkat, Akar dan Logaritma (I/1) Fungsi, Fungsi Kuadrat, Persamaan & Pertidaksamaan Kuadrat (I/1)
Logika
Pernyataan Majemuk & Pernyataan Berkuantor (I/2)
Kalkulus
Konsep Limit Fungsi & Turunan Fungsi (II/2)
Geometri Kedudukan, Jarak, Besar Sudut dalam Ruang Dimensi Tiga (I/2)
Trigonometri
Perbandingan, Fungsi, Persamaan & Identitas Trigonometri (I/1)
Konsep Integral (III/1) Rumus Trigonometri & Penggunaannya (II/1)
Persamaan Linear & Pertidaksamaan Satu Variabel (I/1) Persamaan Lingkaran & Garis Singgung (II/1) Aturan Suku Banyak (II/2) Komposisi dua Fungsi & Invers suatu Fungsi (II/2) Masalah Program Linear (III/1) Konsep Matriks, Vektor & Transformasi (III/1) Konsep Barisan dan Deret (III/2) Fungsi Eksponen & Logaritma (III/2)
23
Gambar 8 Materi matematika di SMA sebagai salah satu komponen lesson plan.
Statistik & Peluang Aturan Statistika, kaidah Pencacahan, Sifat2 Peluang (II/1)
24
2.5 Computer Assisted Instructional 2.5.1 Pengembangan CAI Computer Assisted Instructional (CAI) sebagai suatu teknologi terapan dengan kecerdasan buatan untuk bidang pendidikan. Pada beberapa dekade terakhir penetrasi komputer pada dasarnya mempengaruhi arsitektur dari pembelajaran cerdas melalui sebuah sistem. Hal ini dimodifikasi untuk menandai sistem perangkat lunak yang canggih dengan berbagai atribut. CAI dalam upaya menciptakan pengajar komputerisasi yang membentuk teknik pengajaran yang sesuai untuk pola pembelajaran guru/siswa (individual maupun klasikal) merupakan generasi lanjutan Intelligent Computer Aided Instruction (ICAI) (Prentzas et al. 2002) dan telah banyak diimplementasikan serta di kembangkan melalui web (Turban et al 2005). CAI atau pengajaran berbantuan komputer (PBK) didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi komputasi multimedia yang diterapkan pada bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya (virtual school) dan serangkaian kegiatan pendidikan dan pembelajaran menggunakan media komputer. Beberapa nama lain CAI seperti web based learning, online learning, computer-based training/learning, distance learning, dan e-learning. Di sisi lain, CAI disebut sebagai courseware yang merupakan perangkat lunak komputer yang dirancang untuk menciptakan lingkungan pengajaran yang bertujuan untuk mempermudah proses belajar (Jonassen 1988). Sistem CAI yang terkenal di Amerika Serikat diantaranya adalah PLATO yang dikembangkan pada tahun 1960 di Universitas Illinois dan TICCIT (Time-shared Interactive Computer Controlled Information Television) tahun 1971 oleh perusahaan MITRE (Budiarjo 1991). Pada perkembangannya, CAI tampaknya lebih banyak digunakan di dunia bisnis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lewis (2002) diketahui bahwa sekitar 42% dari 671 perusahaan di dunia telah menerapkan program pembelajaran elektronik dan sekitar 12% lainnya berada pada tahap persiapan/perencanaan. Di samping itu, Lewis (2002) mengatakan sekitar 90% kampus perguruan tinggi nasional di Amerika mengandalkan berbagai bentuk pembelajaran elektronik, baik untuk mengajarkan para mahasiswanya maupun untuk kepentingan komunikasi
25
antara sesama dosen. Kemajuan yang demikian ini sangat ditentukan oleh sikap positif masyarakat pada umumnya, dan khususnya perguruan tinggi (akademisi), peserta didik (siswa), dan tenaga kependidikan (guru) terhadap penggunaan teknologi komputer dan internet. Sikap positif masyarakat yang telah berkembang terhadap teknologi komputer dan internet tampak dari semakin banyaknya jumlah pengguna dan penyedia jasa internet. Penelitian
ekperimen
lainnya
tentang
CAI
telah
dilakukan
untuk
mengevaluasi efektifitas berbagai program CAI. Berbagai hasil penelitian cenderung menyimpulkan bahwa belajar dengan menggunakan CAI akan lebih meningkatkan prestasi belajar dibanding dengan model pengajaran lainnya (Hwang 1989; Chuang 1991; Nejad 1992). Dan jika dibandingkan dengan pendekatan pengajaran tradisional, CAI relatif lebih efektif dan efisien (Bright 1983) karena pengguna akan belajar lebih cepat dalam menguasai materi pelajaran dan mengingat lebih banyak dari apa yang telah dipelajari. Kulik et al. (1990) dalam studi meta-analisisnya terhadap pengkajian efektifitas CAI selama 25 tahun mengungkapkan bahwa terdapat nilai positif dan manfaat yang besar dari penggunaan dengan model CAI bagi peserta didik. Begitu juga yang dilakukan oleh Surjono (1994, 1999) dalam pemanfaatan program CAI pada bidang elektronika. 2.5.2
Konsep Dasar CAI Komputer di bidang pendidikan pada dasarnya dibedakan menjadi dua hal,
yakni pengajaran tentang komputer dan pengajaran dengan komputer. Pengajaran tentang komputer merupakan pengajaran terbatas (local learning) meliputi software, hardware, dataware, netware, courseware dan brainware, sedangkan pengajaran dengan komputer merupakan alat pembelajaran dengan ruang lingkup yang sangat luas (global learning) seperti CAI dan ITS. Umumnya istilah CAI terfokus pada software pendidikan yang dapat diakses melalui komputer dimana pengguna dapat berinteraksi dengannya. Sistem komputer menyajikan serangkaian program pengajaran kepada pengguna baik berupa informasi maupun latihan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep dasar CAI terhadap
26
materi pembelajaran yang disajikan melalui berbagai metode di antaranya: drill and practice, tutorial, simulasi, permainan, dan problem solving (Heinich et al 1993). Agar metode yang diberikan mencapai hasil maksimal, maka selanjutnya diberikan beberapa aspek penguatan seperti: umpan balik, percabangan, penilaian, monitoring kemajuan, petunjuk, dan tampilan (Simonson & Thompson 1994). Dalam aktivitasnya, CAI harus meliputi beberapa tahapan, di antaranya (Gagne et al. 1981): informasi (materi pelajaran) harus diberikan atau ketrampilan (skill) diberikan model, (2) anak didik harus diarahkan, (3) anak didik diberi latihan-latihan, dan (4) pencapaian belajar anak didik harus dinilai. 2.5.3 Peran CAI Umumnya komputer digunakan sebagai alat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam hal ini, CAI memiliki peran yang lebih luas yang diklasifikasikan dalam bidang pendidikan sebagai pengajar (tutor), alat (tool), dan pelajar (tutee) (Taylor, 1990). Pemahaman tentang peran komputer dalam pendidikan dapat dijelaskan berikut: a. Komputer sebagai pengajar. Hal ini dimaksudkan bahwa peran komputer secara umum digunakan dalam menyampaikan program pendidikan dan pembelajaran (lesson plan) secara online ataupun offline. Penyampaian bersifat tutorial dimana tingkat perkembangan interaksi antara pengguna dengan sistem dapat dikondisikan dengan pengaturan yang optimal. b. Komputer sebagai alat. Komputer berperan membantu pengguna untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas dalam setiap kegiatan pembelajaran, dengan tingkat akurasi kinerja secara cepat, efektif dan efisien. Komputer sebagai alat didukung oleh komponen database dan pengolahan data yang maksimum. Saat ini komputer yang digunakan sebagai alat aplikasi administratif di antaranya sistem penyusunan lesson plan, sistem modul pakar, sistem modul evaluasi dan sistem informasi aplikasi pendidikan (SIAP) online.
27
c. Komputer sebagai pengajar. Peran ini bertujuan untuk mengedalikan komputer dalam setiap menerima instruksi atau perintah dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sangat didukung dengan fasilitas bahasa pemograman yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi. 2.6
Model Pengembangan Sistem Penggunaan sistem bagi perusahaan memiliki peranan yang penting antara
lain menunjang kegiatan bisnis operasional, menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan, dan menunjang keunggulan strategi kompetitif organisasi (O‟Brien & Marakas 2009). Karakteristik utama penggunaan sistem didukung oleh suatu model pengembangan sistem dimana model merupakan representasi atau abstraksi sederhana dari realitas. Model ini digunakan dalam rangka mengembangkan deskripsi yang lebih presisi terhadap aktivitas-aktivitas dalam siklus hidup sistem. Model
pengembangan
sistem
yang
efektif
menyediakan
petunjuk
pengembangan sistem berkualitas yang efisien. Model pengembangan ini menangkap dan memberikan praktek-praktek terbaik dari yang telah ada. Konsekuensinya, model pengembangan tersebut mereduksi resiko dan meningkatkan kemampuan untuk memprediksi proyek pengembangan sehingga mampu untuk berevolusi (Hariyanto 2004). Terdapat beragam model pengembangan sistem yang telah banyak diusulkan oleh beberapa pakar dan ada di antaranya sangat banyak digunakan. Menurut Sommerville (2006) ada empat model pengembangan sistem seperti: model pengembangan waterfall, prototyping (evolusioner), formal dan perakitan komponenkomponen guna ulang (reusable components). Di sisi lain Pressman (2001) memberikan tujuh model pengembangan sistem yakni: linear sequential model, prototyping model, rapid application development model, evolutionary software process model, components based development, formal method model, dan 4th generation technique paradigm.
28
Model-model tersebut merupakan model pengembangan dasar yang dapat diadaptasi untuk digunakan spesifik pada proyek pengembangan perangkat lunak yang dilakukan. Biasanya model pengembangan ini adalah kombinasi dari modelmodel tersebut, namun bisa saja menjadi suatu model baru seperti rational unified development process, three amigos, dan catalyst. Model pengembangan ini bukanlah suatu harga mati, bahkan kita harus menyesuaikan model pengembangan sesuai yang kita perlukan. Salah satu kunci konsep pengembangan sistem adalah siklus hidup pengembangan sistem (System Development Life Cycle - SDLC). SDLC adalah keseluruhan proses membangun, menyebarkan, menggunakan dan memperbaharui sistem atau diistilahkan sebagai penyediaan kerangka kerja (framework) untuk mengelola keseluruhan proses pengembangan sistem. (Satzinger et al. 2007). Ada dua pendekatan utama dalam SDLC yaitu (Gambar 9) : pertama pendekatan prediktif (predictive approach) yaitu pendekatan SDLC yang mengasumsikan proyek pembangunan dapat direncanakan dan diatur di awal dan kemudian sistem baru dapat dikembangkan sesuai dengan rencana, dan kedua pendekatan adaptiv (adaptive approach) yaitu suatu pendekatan SDLC yang lebih fleksibel, dengan asumsi bahwa proyek tidak dapat direncanakan keluar sepenuhnya di awal tetapi harus diubah seperti yang kondisi berlangsung.
Pilihan SDLC bervariasi tergantung pada proyek Predictive SDLC
Persyaratan dipahami dengan baik dan didefinisikan dengan baik, risiko teknis rendah.
Adaptive SDLC
Persyaratan dan kebutuhan tidak pasti, risiko teknis tinggi
Gambar 9 Perbedaan pilihan SDLC (Satzinger et al. 2007). Berdasarkan Gambar 10, pendekatan SDLC yang terjauh ke kiri untuk skala prediktif disebut metode waterfall. Metode waterfall merupakan pendekatan SDLC yang mengasumsikan berbagai tahapan pekerjaan yang dapat diselesaikan secara berurutan, dimana satu tahap membawa (turun) ke tahap berikutnya. Pendekatan
29
SDLC yang terjauh ke kanan untuk skala adaptif disebut metode spiral. Metode spiral adalah suatu pendekatan SDLC yang adaptif dengan siklus yang berulangulang melalui kegiatan pengembangan hingga proyek sempurna diselesaikan (Gambar 10). Kedua metode ini banyak diadopsi oleh berbagai pakar dengan memodifikasi tahapan dan tergantung pada kebutuhan, seperti SDLC model Pressman (2001), model O‟Brien (2005), model Sommerville (2006), dan model Satzinger et al. (2007). Berikut model pengembangan SDLC pada kedua metode yakni waterfall dan spiral.
Gambar 10 Pendekatan SDLC dengan metode spiral (Satzinger et al. 2007).
Gambar 11 Pendekatan SDLC dengan metode waterfall (Satzinger et al. 2007).
30
Pada metode waterfall (Gambar 11), tahapan SDLC untuk setiap aktivitasnya dapat diuraikan secara detail mulai dari tahap perencanaan, analisis, rancangan, implementasi, dan dukungan. a. Tahap Perencanaan (project planning) Tujuan utama dari tahap perencanaan ini adalah mengidentifikasi lingkup sistem baru dengan memastikan bahwa pekerjaan ini layak, mengalokasikan waktu kerja, merencanakan sumber daya, dan menentukan jumlah staf kerja serta biaya yang diperlukan. Tahap ini menjadi prioritas utama untuk memutuskan perlu atau tidaknya pembangunan dan pengembangan sistem informasi. Kegiatan yang paling penting dari tahap perencanaan adalah dapat mendefinisikan secara tepat solusi masalah bisnis dan ruang lingkup yang dibutuhkan. Pada tahapan ini, dapat diketahui semua fungsi atau proses yang akan termasuk dalam sistem. Namun sangatlah penting untuk mengidentifikasi penggunaan utama dan mengatasi masalah bisnis dari sistem baru tersebut. Studi kelayakan dilakukan sebagai evaluasi alternatif sistem dan kemudian ditawarkan untuk dilanjutkan pada proses selanjutnya. Studi kelayakan sistem dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu kelayakan organisasi, kelayakan ekonomis, kelayakan teknis dan waktu serta kelayakan operasional. b. Tahap Analisis (analysis) Tujuan utama dari tahap analisis adalah memahami dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan menentukan pemrosesan sistem baru. Analisis pada dasarnya merupakan proses penemuan. Kata kunci yang mendorong kegiatan selama analisis adalah penemuan dan pemahaman. Enam kegiatan utama yang dianggap sebagai bagian dari fase ini di antaranya: mengumpulkan informasi, menentukan kebutuhan sistem, membangun prototipe dari penemuan berdasarkan kebutuhan, analisis sistem requirement (input, output, proses, storage, dan kontrol). c. Tahap Rancangan (design) Tujuan utama dari tahap desain untuk merancang sistem solusi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dan pengambilan keputusan yang dibuat selama analisis. Tujuh kegiatan utama yang harus dilengkapi pada tahap desain: merancang dan
31
mengintegrasikan jaringan, merancang arsitektur aplikasi, merancang antar muka pengguna, merancang antar muka sistem, merancang dan mengintegrasikan database, merancang prototipe, merancang dan mengintegrasikan sistem kontrol. d. Tahap Implementasi (implementation) Tujuan dari tahap ini tidak hanya dapat menghasilkan suatu sistem handal yang berfungsi penuh, tetapi juga memastikan bahwa pengguna telah mampu menggunakan sistem sesuai dengan kebutuhan. Aktivitas dalam kegitan ini di antaranya: membangun komponen perangkat lunak, memverifikasi dan menguji, mengonversi data, melatih pengguna dan dokumen sistem, dan menginstall sistem. e. Tahap Dukungan (support) Tujuan pada tahap ini adalah untuk menjaga sistem berjalan produktif selama masa waktu hidup sistem. Dukungan ini dapat dilakukan dengan pemeliharaan sistem dalam hal memperbaiki kesalahan yang tidak terdeteksi dalam pengujian sistem, menjaga kemutakhiran sistem, dan meningkatkan sistem sebagai saran yang nantinya diteruskan kepada spesialis informasi untuk memodifikasi sistem. 2.6.1
Pendekatan Struktural Pendekatan tradisional yang mencakup banyak variasi berdasarkan teknik
yang digunakan dengan mengembangkan sistem pada pemrograman terstruktur dan modular. Pendekatan ini sering disebut sebagai pengembangan sistem terstruktur. Sebuah perbaikan dengan pengembangan terstruktur disebut rekayasa informasi sebagai variasi yang sangat populer. Konsep pendekatan terstruktur bukan merupakan konsep yang baru. Teknik perakitan di perusahaan dan perancangan sirkuit untuk alat-alat elektronik adalah dua contoh dari konsep ini yang banyak digunakan di industri-industri. Konsep ini memang relatif masih baru digunakan dalam mengembangkan sistem informasi untuk dihasilkan produk sistem yang memuaskan pemakainya. Melalui pendekatan terstruktur,
permasalahan-permasalahan
yang
komplek
di
organisasi
dapat
dipecahkan dan hasil dari sistem akan mudah untuk dipelihara, fleksibel, lebih memuaskan pemakainya, mempunyai dokumentasi yang baik, tepat pada waktunya,
32
sesuai dengan anggaran biaya pengembangannya, dapat meningkatkan produktivitas dan kualitasnya akan lebih baik (bebas kesalahan). Salah satu tools dan teknik dalam pengembangan sistem terstruktur adalah menggunakan DFD (Data Flow Diagram). 2.6.2 Context Diagram Model context diagram menjabarkan tentang aktor-aktor yang terlibat dalam konteks dan dinamika informasi yang terjadi antar aktor-aktor tersebut. Pada model ini tergambar organisasi yang saling terkait, dan dengan siapa saja organisasi ini berhubungan secara sistem. Kemudian hubungan itu dirinci dalam soal apa saja informasi dan sifat informasinya. Model ini kemudian menjadi peta tentang alur informasi di seputar organisasi tersebut, karena pihak-pihak yang digambarkan adalah pihak luar organisasi maka pada tahap pertama yang dihasilkan adalah analisis eksternal. Namun demikian, dari yang eksternal dapat dibangun model yang sama untuk versi internal. Context diagram dapat dibuat berjenjang mulai dari yang paling umum sampai yang paling terperinci. Salah satu bentuk turunan diagram yang lebih terperinci dari context diagram, adalah DFD. 2.6.3 Data Flow Diagram (DFD) DFD adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu sama lain dengan alur data, baik secara manual maupun komputerisasi. DFD ini sering disebut juga dengan nama Bubble chart, Bubble diagram, model proses, diagram alur kerja, atau model fungsi. Menurut Yourdan dan DeMarco serta Gene dan Serson, DFD terdiri atas empat komponen yaitu: terminator, proses, data store, dan alur data (data flow). Komponen terminator mewakili entitas eksternal yang berkomunikasi dengan sistem yang sedang dikembangkan. Terdapat dua jenis terminator yaitu: terminator sumber (source) yang merupakan terminator yang menjadi sumber, dan terminator tujuan (sink) yang merupakan terminator yang menjadi tujuan data/informasi sistem. Komponen proses menggambarkan bagian dari sistem yang mentransformasikan input menjadi output. Ada empat kemungkinan
33
yang dapat terjadi dalam proses sehubungan dengan input dan output yaitu: model one to one, model one to many, model many to one, dan model many to many. Komponen data store digunakan untuk membuat model sekumpulan paket data dan diberi nama dengan kata benda jamak, misalnya “mahasiswa”. Suatu data store dihubungkan dengan alur data hanya pada komponen proses, tidak dengan komponen DFD lainnya. Selanjutnya untuk alur data (data flow) digambarkan dengan anak panah, yang menunjukkan arah menuju ke dan keluar dari suatu proses. Alur data ini digunakan untuk menerangkan perpindahan data atau paket data/informasi dari satu bagian sistem ke bagian lainnya. Alur data juga dapat merepresentasikan data/informasi yang tidak berkaitan dengan komputer. Ada empat konsep yang perlu diperhatikan dalam penggambaran alur data, yaitu : a) konsep paket data (packets of data), b) konsep alur data menyebar (diverging data flow), c) konsep alur data mengumpul (converging data flow), dan d) konsep sumber atau tujuan alur data. 2.6.4
Entity Relational Diagram (ERD) ERD merupakan model jaringan yang menggunakan susunan data yang
disimpan dalam sistem secara abstrak. ERD berupa model data konseptual, yang merepresentasikan data dalam suatu organisasi. ERD menekankan pada struktur dan relationship data, berbeda dengan DFD yang merupakan model jaringan fungsi yang akan dilaksanakan sistem. Komponen dalam ERD terdiri atas: entitas, relasi, atribut kardinalitas, dan modalitas. 2.6.5
Database Database didefinisikan sebagai himpunan atau kumpulan kelompok data yang
saling berhubungan (berelasi) yang disimpan dalam media penyimpanan elektronik (Elmasri et al. 2001). Data merupakan fakta mengenai objek, orang, dan lain-lain, yang dinyatakan dengan nilai (angka, deretan karakter, atau simbol). Database bertujuan untuk mengatur data sehingga diperoleh kemudahan, ketepatan, dan kecepatan dalam pengambilan kembali. Untuk mencapai tujuan, syarat sebuah database yang baik adalah: a) adanya redundansi dan inkonsistensi data, b) kesulitan pengaksesan data, dan c) multiple user. Beberapa manfaat dalam database di
34
antaranya: kecepatan dan kemudahan (speed), kebersamaan pemakai, pemusatan control data, efesiensi ruang penyimpanan (space), keakuratan (accuracy), ketersediaan (availability), keamanan (security), kemudahan dalam pembuatan program aplikasi baru, pemakaian secara langsung, kebebasan data (data independence), dan user view (Connoly et al. 2001). 2.6.6 Pengujian Pengujian merupakan proses pemeriksaan atau evaluasi sistem atau komponen sistem secara manual atau otomatis untuk memverifikasi apakah sistem memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dispesifikasikan atau mengidentifikasi perbedaanperbedaan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang terjadi (Haryanto 2004). Pengujian meliputi tiga konsep berikut yakni: a. Demontrasi validitas software pada masing-masing tahap di siklus pengembangan sistem. b. Penentuan validitas sistem akhir dikaitkan dengan kebutuhan pemakai. c. Pemeriksaan perilaku sistem dengan mengeksekusi sistem pada data sample pengujian. Pada pengujian terdapat berbagai macam kesalahan yang dapat berupa: kesalahan fungsionalitas (dimana program berbeda dibandingkan dengan yang dikehendaki), kesalahan kehilangan (dimana fungsionalitas yang diperlukan tidak ada), atau kesalahan yang memanifestasi dengan penghentian program. Sasaran pengujian sebagai penemuan semaksimum mungkin kesalahan dengan usaha yang dapat dikelola pada rentang waktu realistik. Terdapat dua teknik pengujian berdasarkan ketersediaan logika sistem yaitu: black box testing dan white box testing. Namun strategi pengujian lainnya dapat berupa arah pengujian yakni pengujian top down dan pengujian bottom down (Connoly et al. 2001). Konsep black box digunakan untuk merepresentasikan sistem dengan cara kerja di dalamnya tidak tersedia untuk diinspeksi. Dalam black box, item-item yang diuji dianggap “gelap” karena logiknya tidak diketahui, yang diketahui apa yang masuk dan apa yang keluar dari black box. Teknik pengujian konvensional yang termasuk pada black box testing adalah sebagai berikut: graph
35
based testing, equivalence partitioning, comparison testing, dan orthogonal array testing. Black box testing berfokus pada persyaratan fungsional software, sehingga black box testing memungkinkan perekayasa software mendapatkan serangkaian input yang sepenuhnya menggunakan persyaratan fungsional untuk suatu program. Pressman (2001) telah berusaha menemukan kesalahan dengan black box testing di antaranya: a. Fungsi-fungsi yang tidak benar atau hilang, b. Kesalahan interface, c. Kesalahan dalam struktur data atau akses database eksternal, d. Kesalahan kinerja, a. Inisialisasi dan kesalahan terminasi.