9
II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Deny Utomo (2013) dengan judul Strategi Pendekatan Supply Chain Management pada Proses Produksi dan Saluran Distribusi terhadap Agroindustri Mangga (Mangifera indica) di Kabupaten Probolinggo. Metode penelitian ini menggunakan empat metode, antara lain Structural Equation Model (SEM), Interpretative Structural Model (ISM), model analisis harga jual optimal dan model transportasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor keberhasilan
supply chain management
(pembinaan SDM, sarana prasarana, teknologi, kelembagaan dan sistem informasi) pada proses produksi dan saluran distribusi berpengaruh positif dan signifikan terhadap agroindustri mangga Arumanis di Kabupaten Probolinggo. Faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap agroindustri mangga Arumanis di Kabupaten Probolinggo adalah variabel faktor keberhasilan supply chain management dengan indikator paling dominan kelembagaan, proses produksi dengan indikator paling dominan harga dan saluran distribusi dengan indikator paling dominan trasportasi. Implikasi kebijakan model strategi supply chain management pada proses produksi dan saluran distribusi terhadap agroindustri mangga Arumanis di Kabupaten Probolinggo, ada dua yaitu lebih difokuskan pada perbaikan dan peningkatan kuantitas, kualitas, penanganan panen, penanganan pasca panen, dan harga jual mangga Arumanis serta lebih difokuskan pada perbaikan dan peningkatan layanan pengambilan resiko, penyimpanan, pemilihan pengangkutan/ transportasi, pelayanan sesudah pembelian, pendanaan dan pembayaran mangga Arumanis Imtiyaz dan Soni (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis Supply Chain Jambu Biji Segar (Studi Kasus). Penelitian ini difokuskan pada analisis rantai pasokan jambu segar dalam rangka untuk mengevaluasi pemasaran rantai pasokan yang ada (SC1: Produsen - Konsumen, SC2: Produsen Pengecer - Konsumen, SC3: Produsen – Komisi Agen - Pengecer - Konsumen, SC4: Produsen - Komisi agen - Wholesaler - Pengecer - Konsumen). Studi ini 9
10
mengkaji empat rantai pasokan pemasaran untuk jambu segar dari segi harga pemasaran bersih produser, laba bersih produsen, biaya pemasaran, loss pemasaran, efisiensi pemasaran dan saham produsen dalam harga konsumen untuk
mengidentifikasi
para
kendala
utama
dan
peluang
untuk
mengembangkan kerangka konseptual dan strategi untuk pemasaran sistem rantai pasokan yang efisien untuk jambu segar. Penelitian ini menyimpulkan harga kotor pemasaran, harga bersih pemasaran dan laba bersih produsen yang secara signifikan lebih tinggi untuk rantai pasokan pemasaran SC1, diikuti oleh SC2, SC3 dan SC4 untuk jambu biji segar. Harga konsumen untuk jambu segar secara signifikan lebih rendah dalam rantai pasokan pemasaran SC1 dibandingkan dengan SC2, SC3 dan SC4. Biaya pemasaran total, total kerugian pemasaran dan Total marjin pemasaran bersih jambu segar secara signifikan lebih tinggi untuk rantai pasokan pemasaran SC4 diikuti oleh SC3, SC2 dan SC1. Biaya komisi dan biaya transportasi adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi biaya pemasaran. Efisiensi pemasaran dan saham produsen dalam harga konsumen untuk jambu segar secara signifikan lebih tinggi dalam pasokan pemasaran rantai SC1 diikuti oleh SC2, SC3 dan SC4. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa laba bersih produser, efisiensi pemasaran dan produsen saham di harga konsumen menurun secara signifikan serta biaya pemasaran total, jumlah pemasaran kerugian dan jumlah pemasaran bersih marjin meningkat secara signifikan dengan peningkatan jumlah perantara dalam rantai pasokan pemasaran. Tarigan et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul Manajemen Rantai Nilai Jeruk Madu di desa Berus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola rantai nilai komoditas buah jeruk di daerah penelitian, untuk mengetahui share keuntungan yang diperoleh masing-masing rantai nilai, dan untuk menganalisis manajemen yang diterapkan sepanjang rantai nilai. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik petani, ilmu usaha tani, pendapatan petani, struktur rantai nilai, konsep pemasaran, saluran pemasaran dan
11
subsistem agribisnis hulu. Data dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan metode deskriptif correlations dengan dibantu oleh SPSS. Metode deskriptif correlations digunakan untuk mengukur variable konsep pemasaran dan saluran pemasaran. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat tiga pola rantai nilai komoditas buah jeruk madu di daerah penelitian yaitu saluran 1 (Petani Pedagang pengumpul Pasar Konsumen), saluran 2 (Petani Pasar Pedagang pengecer Konsumen) dan saluran 3 (Petani Pedagang pengumpul Pedagang pengecer Luar kota). Share keuntungan di tiap-tiap saluran berbeda-beda. Semakin panjang pelaku pemasaran semakin banyak juga biaya-biaya yang bertambah di rantai pemasaran. Manajemen rantai nilai di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik. Gunawan
et
al.
(2014)
melakukan
penelitian
dengan
judul
Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sensitivitas harga jual terhadap permintaan pisang Mas. Penelitian ini juga bertujuan untuk merancang model rantai pasok pisang Mas dengan cara menggabungkan dua model rantai pasok pisang Mas sebelumnya menjadi model baru. Model yang dirancang pada penelitian ini merupakan penggabungan jalur rantai pasok pisang Mas di Lumajang dan Malang serta penambahan APP Seroja sebagai distributor. Parameter pengukuran kinerja rantai pasok yaitu pendapatan penjualan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Hasil analisis menunjukan bahwa pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan perkebunan terserap seluruhnya oleh pasar. Hasil pengujian sensitivitas perubahan harga jual terhadap permintaan yaitu permintaan akan berubah seiring peningkatan atau penurunan harga jual. Peningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model yang paling optimal ditentukan oleh kepentingan dari setiap pelaku bisnis. Astuti et al. (2015) melakukan penelitian tentang Kebutuhan dan Struktur Kelembagaan Rantai Pasok Buah Manggis Studi Kasus Rantai Pasok di Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan struktur kelembagaan pada rantai pasok buah manggis yang
12
baru terbentuk di Kabupaten Bogor pada tahun 2007. Hasil analisis menunjukan bahwa ketersediaan modal dan ketersediaan teknologi akan saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia yang berkualitas dalam rantai pasok yang baru terbentuk di Kabupaten Bogor. Ketersediaan modal, ketersediaan teknologi, dan sumberdaya manusia yang berkualitas mempunyai daya gerak yang besar untuk memenuhi kebutuhan lain dalam rantai pasok tersebut. Hasil analisis struktural kelembagaan menunjukan KBU Al-Ihsan dan ASPUMA akan menggerakan petani, kelompok tani, pengumpul, industri, pengolah, pedagang, perusahaan transportasi dan supplier bibit dengan dukungan dari eksportir, lembaga keuangan, lembaga penelitian, LSM, pemerintah dan investor. Pembentukan rantai pasok dapat meningkatkan keunggulan bersaing buah manggis dari Kabupaten Bogor untuk pasar eksportir karena proses bisnisnya dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan proses bisnisnya, seluruh lembaga yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang baru terbentuk di Kabupaten Bogor akan saling terkait satu dengan yang lain. B. Tinjauan Pustaka 1. Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk., yang dikenal dengan nama nangka adalah tanaman yang berupa pohon yang bercabang banyak, tingginya sampai 25m. Daunnya agak kaku semacam kulit, berbentuk lonjong. Permukaan atasnya lebih licin dan berwarna lebih terang dari pada permukaan bawahnya. Bunganya tersusun dalam tandan jantan dan betina yang terdapat pada satu pohon, mengandung madu yang harum baunya. Bau tersebut mengundang sejenis lalat dan kumbang yang diduga merupakan serangga penyerbuk. Buahnya bulat sampai lonjong berukuran besar, permukaanya kasar, berduri. Buah nangka sangat beranekaragam. Di Jawa dikenal sekurang-kurangnya 20 nama daerah yang digunakan untuk pelbagai macam, antara lain seperti nangka bubur, nangka salak, nangka pandan, nangka sukun, nangka kunir dll (Sastrapradja, 1980).
13
Buah nangka untuk disayur biasanya dipanen sewaktu masih muda. Namun, bila buah akan dimakan segar, sebaiknya dipanen setelah matang pohon. Hasil buah dapat mencapai 200buah/pohon per tahun. Berat buah antara 10—50kg per buah , tergantung varietas dan kesuburan lahan. Pasaran angka yang masih muda (sering disebut gori) di dalam negeri cukup bagus karena biasa dibuat gudeg. Buah nangka yang matang di ekspor ke luar negeri (Sunarjono, 2010). Ditinjau dari segi kegunaanya, sejak masih pentil sampai masak, buah nagka dapat digunakan untuk berbagai keperluan: sebagai bahan sayuran sekaligus sebagai buah segar. Buah nangka muda atau di Jawa lazim dinamakan gori dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan aneka makanan. Gudeg, salah satu jenis masakan yang sangat terkenal dari Yogyakarta, bahan dasarnya adalah nangka muda. Berdasarkan tujuan penggunaanya, buah nangka dapat dipetik pada umur yang berbeda. Untuk konsumsi sayur, biasanya nangka dipetik pada saat berumur 2-3 bulan sesudah bunga muncul. Tidak ada tanda khusus lainnya yang digunakan sebagai patokan umur dipetik nangka sayur (Widyastuti, 1995). Buah nangka besar mencapai bobot 40 sampai 50 kg, tapi kalau dirataratakan cuma sekitar 15 kg/buah. Berbuah lebah pada musim hujan (September-Desember), namun dalam jumlah yang terbatas terus berbuah sepanjang tahun. Jumlah buah /batang antara 5 sampai 50 tergantung pada musim, umur pohon dan kesuburan tanah. Buahnya membutuhkan waktu 6 sampai 8 bulan dari putik hingga panen. Buah yang maksimal biasanya diperoleh setelah berumur 10 tahun, mulai berbuah biasanya 6 sampai 8 tahun. Nangka muda laris terjual di pasar-pasar sayuran, boleh dikata telah merakyar diseantero tanah air. Di Jawa biasanya dicacah untuk diecer dikios sayur atau dijajakan oleh penjual sampai lorong-lorong perkotaan. Sayur nangka muda ini di Jawa lebih dikenal sebagai ―Gori‖ atau ―Ketewel‖ (Daud, 1991).
14
2. Supply Chain Management (SCM) Menurut Christopher (1992) dalam Mentzer et all. (2001) Supply chain adalah the network of organizations that are involved, through upstream and downstream linkages, in the different processes and activities that produce value in the form of products and services delivered to the ultimate consumer. In other words, a supply chain consists of multiple firms, both upstream (i.e., supply) and downstream (i.e., distribution), and the ultimate consumer. Supply Chain management is aimed at examining and managing Supply Chain networks. The rationale for this concept is the opportunity (alternative) for cost savings and better customer service. An important objective is to improve a corporate’s competitiveness in the global marketplace in spite of hard competitive forces and promptly changing customer needs (Langley et all. (2008) dalam James, 2012). Manajemen Rantai Pasok merupakan pengelolaan terhadap aliran material dan aliran informasi serta modal yang mengikutinya dari awal sampai akhir mata rantai bisnis untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan setiap entitas di dalam rantai pasok. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam rantai tidak dapat berdiri sendiri karena saling berkaitan satu dengan lainnya, seperti pengadaan material, pengubahan material menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, distribusi serta penyimpanan apabila diperlukan (Widodo et al., 2011). Menurut Indrajit, R.E dan Djokopranoto 2002 dalam Parwati dan Andrianto (2009) Supply Chain Management adalah pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga menjadi produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman kepada konsumen melalui sistim distribusi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pembelian secar tradisional dan berbagai kegiatan penting lainnya yang berhubungan dengan supplier dan distributor. Oleh karena itu Supply Chain Management antara lain meliputi penetapan: pengangkutan, pembayaran secara tunai atau kredit (proses transfer), supplier , distributor dan pihak yang membantu transaksi seperti Bank, hutang maupun piutang, pergudangan, pemenuhan pemesanan, informasi mengenai ramalan permintaan, produksi maupun pengendalian persediaan. Secara umum Supply Chain Management
15
merupakan suatu sistem tempat perusahaan menyalurkan barang hasil produksi dan jasanya pada pelangan. Rantai ini jugu merupakan jaringan dari berbagai bagian yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran produk. Manajemen rantai pasokan adalah bisnis yang luas meliputi proses perencanaan, pelaksanaan dan mengendalikan kegiatan rantai pasokan yang bertujuan menyediakan barang-barang dan komoditas yang diinginkan konsumen. Manajemen rantai pasokan meliputi gerakan dan penyimpanan bahan baku, persediaan barang jadi dari produsen ke konsumen. Manajemen rantai pasokan dapat dijelaskan sebagai aliran rencana, bahan dan jasa dari supplier untuk konsumen termasuk kerjasama yang erat antara berbagai entitas dalam rantai pasokan. Sebuah manajemen rantai pasokan yang efisien memberikan kontribusi untuk meningkatkan efisiensi dalam produksi, nilai penambahan, penyimpanan, transportasi dan pemasaran yang pada
gilirannya
memaksimalkan
profitabilitas
mitra
rantai
dan
meminimalkan biaya untuk konsumen (Imtiyaz dan Soni, 2013). Tujuan dasar Supply Chain Management adalah untuk mengendalikan persediaan dengan manajemen material. Persediaan adalah jumlah material dari supplier yang digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan atau mendukung proses produksi barang dan jasa. Sasaran dan tujuan dari Supply Chain Management adalah menyediakan barang dan jasa dengan tingkat ketersediaan yang tinggi sehingga memenuhi permintaan dari konsumen (Talumewo et al., 2014). Konsep SCM menekankan pada penekannya lebih pada bagaimana perusahaan memenuhi
permintaan konsumen tidak hanya sekedar
menyediakan barang. SCM merupakan proses penciptaan nilai tambah barang dan jasa yang berfokus pada efisiensi dan efektifitas dari persediaan, aliran kas dan aliran informasi. Aliran informasi merupakan aliran terpenting dalam pengelolaan rantai pasokan karena dengan adanya informasi maka pihak supplier dapat menjamin tersedianya material lebih tepat waktu, memenuhi permintaan konsumen lebih cepat dengan kuantitas
16
yang tepat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan secara keseluruhan (Anatan dan Elitan, 2008). Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga, aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Terdapat tiga (3) konsep dasar manajemen supplier yang dikatakan supply chain manajemen rantai supplier (SCM), Supply Chain Management (SCM) adalah pengawasan bahan, informasi dan keuangan sebagai pergerakan dalam suatu proses dari supplier ke produsen ke grosir ke pengecer ke konsumen. Supply Chain Management melibatkan koordinasi dan mengintegrasikan arus baik di dalam dan di antara perusahaan. Hal ini mengatakan bahwa tujuan akhir dari sistem manajemen rantai pasokan yang efektif adalah untuk mengurangi persediaan (dengan asumsi bahwa produk tersedia jika diperlukan) (Tampubolon, 2014). Proses aktivitas dalam SCM memiliki 5 (lima) aliran aktivitas utama yang harus dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna yaitu : 1. Aliran produk; 2. Aliran Informasi; 3. Aliran Dana; 4. Aliran Pelayanan (service); dan 5. Aliran Kegiatan atau aktivitas. Aliran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Aliran produk. Aliran produk merupakan gambaran aliran produk bersifat searah yang diawali dari produsen dengan melewati beberapa mata rantai yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna (end user) / konsumen. 2. Aliran Informasi. Aliran informasi merupakan gambaran aliran informasi yang dibutuhkan atau tersedia pada SCM. Terdapat dua jenis aliran informasi yaitu aliran informasi bersifat searah yaitu dari pedagang pengumpul besar (grosir) ke pedagang pengumpul antar pulau / kabupaten, pencari dan produsen (petani), dan aliran informasi dua arah yaitu antara konsumen, pengecer,
17
catering, supermarket, toko buah, pedagang pengecertradisional maupun pedagang pengumpul besar (grosir). 3. Aliran Dana. Aliran dana (funds) adalah gambaran aliran uang atau modal yang berawal dari konsemen sebagai pembeli yang selanjutnya mengalir pada tiap mata rantai yang pada akhirnya akan sampai pada produsen untuk digunakan sebagai biaya produksi. Aliran dana ini bersifat searah artinya dana dihasilkan dari pertukaran dengan produk yang dibeli konsumen dengan melewati beberapa mata rantai, lalu akhirnya akan diterima oleh produsen sebagai penukar dari produk yang dihasilkannya. Namun sifat dari aliran dana ini ada beberapa macam yaitu sebagai dana tunai, konsinyasi, pinjaman atau pengikat. 4. Aliran Pelayanan. Aliran pelayanan merupakan gambaran aliran layanan yang dilakukan tiap mata rantai pasokan atau SCM, aliran ini bersifat searah yang diawali dari produsen yang melakukan pelayanan baik dana, penyediaan sarana produksi, alat atau perlengkapan kerja maupun bantuan konsultasi kepada mata rantai selanjutnya. 5. Aliran kegiatan atau Aktivitas. Aliran aktivitas merupakan gambaran aktivitas yang dilakukan oleh tiap mata rantai yang dilakukan terhadap produk. Aliran aktivitas ini juga bersifat searah yang diawali dari produsen dengan kegiatan yang dilakukan pada produk yang dihasilkannya yang kemudian dilanjutkan pada pencari tingkat desa, pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul kabupaten atau antar pulau dilakukan peningkatan nilai tambah seperti pemilahan dan pemilihan
sesuai standar, serta
pengemasan sehingga meningkatkan nilai jual produk yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna akhir (end user) /konsumen dalam bentuk mutu. Lalu dengan melewati beberapa mata rantai (pencari, pengumpul), grosir dan pengecer yang pada akhirnya akan diterima oleh
18
pengguna (end user) dalam hal ini konsumen yang melakukan transaksi pembelian. (Direktur Budidaya Tanaman Buah Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012). Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material atau produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti ditunjukkan pada Gambar. Sebuah rantai pasokan sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut channel yang terdiri dari supplier, manufaktur, distribution center, wholesaler dan retailer yang semuanya bekerja memenuhi konsumen akhir. Sebuah rantai pasokan bisa saja melibatkan sejumlah industry manufaktur dalam suatu rantai hulu ke hilir. Sebuah rantai pasokan tidak selamanya merupakan rantai lurus.
Supplier
Manufakatur
Distribution Center
Wholesaler
Retailer
End Customer
Aliran produk Aliran biaya Aliran Informasi Gambar 1. Struktur Rantai Pasokan Beberapa dimensi dalam area cakupan manjemen rantai pasokan dan contoh praktik integratifnya adalah sebagai berikut: 1) Dimensi pergerakan barang, meliputi packaging customization, common containers, vendor management inventory, 2) Dimensi perencanaan dan control, meliputi joint activity atau planning, multilevel supply control, 3) Dimensi organisasi, meliputi partnership, quasi firm, virtual firm and just in time, 4) Dimensi pergerakan infomasi meliputi sharing production plan, Electronic Data Interchange (EDI), Internet (Anatan dan Elitan, 2008).
19
Tabel 5. Area Cakupan Manajemen Rantai Pasokan Bagian Pengembangan Produk
Pengadaan
Perencanaan dan Pengendalian
Operasi dan Produksi Pengiriman/Distribusi
Cakupan Kegiatan Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitoring resiko supplier, membina dan memelihara hubungan dengan supplier Perencanaan permintaan, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan Eksekusi produksi dan pengendalian kualitas Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan, pengiriman, mencari dan memilhara hubungan dengan perusahaan, jasa pengiriman, memonitor tingkat pelayanan pada tiap pusat distribusi
Sumber: Pujawan (2005) Integrasi
rantai pasokan, menghubungkan
perusahaan dengan
konsumen, supplier dan anggota saluran distribusi lain melalui integrasi hubungan, aktivitas, fungsi, proses dan lokasi. Berdasarkan literature manajemen rantai pasokan yang ada, integrasi berkaitan erat dengan aktivitas dalam berbagai area dengan intensitas aktivitas pada masingmasing area tersebut. Aktivitas integratif dapat dikembangkan ke berbagai area yang berbeda seperti pergerakan barang, perencanaan dan control, organisasi dan pergerakan informasi (Donk and Van Der Vanet, 2005). Semua perusahaan berpartisipasi dalam rantai pasokan, dari bahanbahan baku untuk konsumen akhir. Berapa banyak dari supply chain ini yang perlu dikelola tergantung pada beberapa faktor termasuk kompleksitas produk, jumlah supplier yang tersedia, dan ketersediaan bahan baku. Dimensi yang perlu dipertimbangkan termasuk panjang rantai suplai dan jumlah supplier dan pelanggan di setiap tingkat. Ini akan menjadi langkah bagi perusahaan untuk berpartisipasi dalam hanya satu rantai pasokan.
20
Untuk sebagian besar produsen, pasokan rantai kurang lebih terlihat seperti pipa atau rantai dari satu akar pohon serabut, di mana cabang-cabang dan akar adalah jaringan luas dari pelanggan dan supplier. Pertanyaannya adalah bagaimana banyak cabang-cabang dan akar perlu dikelola. Kedekatan hubungan di berbagai titik di rantai pasokan akan berbeda. Manajemen perlu memilih tingkat kemitraan tertentu yang tepat untuk link rantai pasokan. Tidak semua link di seluruh rantai pasokan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan erat. Hubungan yang paling tepat adalah salah satu set keadaan tertentu yang paling sesuai. Menentukan bagian mana dari manajemen rantai pasokan yang memperlukan perhatian layak harus ditimbang terhadap kemampuan perusahaan dan hal yang penting bagi perusahaan. Kerangka konseptual yang saling terkait menekankan sifat SCM dan kebutuhan untuk melanjutkan melalui beberapa langkah-langkah untuk merancang dan berhasil mengelola rantai pasokan. Kerangka SCM terdiri dari tiga elemen yang saling terkait erat: struktur jaringan rantai pasokan, proses bisnis rantai pasokan, dan komponen manajemen rantai pasokan (Gambar). Struktur jaringan rantai pasokan terdiri dari anggota perusahaan dan hubungan antara perusahaan-perusahaan ini. Proses bisnis adalah kegiatan yang menghasilkan nilai output spesifik kepada pelanggan. Komponen manajemen adalah variabel manajerial dimana proses bisnis yang terintegrasi dan dikelola di seluruh rantai pasokan. Masing-masing dari tiga unsur yang saling terkait yang merupakan kerangka konseptual SCM yang saat ini dijelaskan.
21
Gambar 2. Kerangka Supply Chain Management: Elemen dan keputusan keputusan kunci (Lambert dan Cooper, 2000). Bailey et al., 2002 dalam Astuti et al. (2013) menyatakan rantai pasokan umumnya didefinisikan sebagai sistem konsumen-driven, tapi rantai pasokan komoditas pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produsen-konsumen-driven. Pasokan dan peramalan permintaan memiliki kepentingan yang sama dalam rantai pasokan komoditas pertanian, tetapi anggota
rantai
pasokan
memiliki
kemampuan
terbatas
untuk
mengendalikannya. Rantai pasokan komoditas pertanian juga cukup khas karena karakteristik komoditas pertanian sangat sensitif terhadap waktu. Oleh karena itu, manajemen persediaan, transportasi, dan komponen rantai pasokan lainnya harus dirancang dengan mempertimbangkan karakteristik tersebut. Menurut Vorst (2000), rantai pasokan komoditas pertanian secara umum dibedakan menjadi 2 jenis utama: (1) rantai suplai untuk produk pertanian segar (seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan dan komoditas lainnya yang tidak memerlukan pengolahan khusus atau Proses transformasi kimia). Proses utama adalah penanganan, penyimpanan, pengepakan,
22
transportasi, dan perdagangan komoditas tersebut. Secara umum, Supply Chain dapat terdiri dari petani, lelang, grosir, importir dan eksportir, pengecer dan toko-toko khusus dan (2) Supply chain untuk produk pertanian olahan (seperti makanan ringan, makanan penutup, produk makanan kaleng). Dalam
rantai pasokan ini, produk pertanian yang digunakan
sebagai bahan baku untuk memproduksi produk konsumen dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Sebuah produk pertanian olahan memerlukan proses transformasi atau perubahan bentuk kimia. Dalam kebanyakan kasus, proses konservasi dan pendingin memperpanjang umur simpan produk pertanian. Rantai pasokan untuk produk pertanian olahan melibatkan beberapa pemain, petani yaitu, produsen, distributor, dan pengecer (retail). Menurut Austin (1992) dan Brown (1994) dalam Marimin dan maghfiroh (2010) Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani. Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. Selain lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Keberadaan tengkulak sebagai perantara bisa dipandang sebagai sebuah kemudahan ataupun sebuah kerugian untuk petani. Para tengkulak akan mendatangi petani dan membeli hasil panennya, dengan begitu petani tidak perlu susah-susah memasarkan produknya. Hal ini biasa terjadi bagi para petani kecil yang hasil panennya tidak terlalu besar. Namun para tengkulak sering
23
menetapkan harga sendiri sesuai keinginan mereka yang biasanya jauh dibawah harga standar. Mekanisme rantai pasok seperti ini membuat petani berada dalam posisi yang lemah karena tengkulak akan mengambil margin yang besar sehingga untung yang diterima petani kecil, apalagi jika dilihat karakteristik produk pertanian mudah rusak dan bersifat musiman (Marimin dan maghfiroh, 2010). 3. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada Bab I Pasal 1 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah: : a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)). Pada Bab V Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), kriteria dari UMKM adalah:
24
a. Kriteria Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). b. Kriteria Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). c. Kriteria Usaha Menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). (Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)). Secara garis besar jenis usaha UMKM dikelompokkan menjadi: a. Usaha Perdagangan Keagenan: agen Koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain; Pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain; Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; sektor Informal: pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain. b. Usaha Pertanian Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayursayuran, dan lain-lain; Peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi, dan Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain. c. Usaha Industri Industri makanan/minuman; Pertambangan; Pengrajin; Konveksi dan lain-lain.
25
d. Usaha Jasa Jasa Konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa Transportasi, Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan, dan lain-lain. (Respatiningsih, 2011). Menurut Hubeis (2009: 4-6) dalam Anggraini dan Nasution (2013) permasalan umum yang biasanya terjadi pada UMKM yaitu : a. Kesulitan pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMK. Dari hasil studi yang dilakukan oleh james dan akrasanee (1988) di sejumlah negara ASEAN, menyimpulkan UMKM tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek yang terkait dengan pemasaran seperti peningkatan kualitas produk dan kegiatan promosi, sulit sekali bagi UMK untuk dapat turut berpartisipasi dalam era perdagangan bebas. b. Keterbatasan Finansial Terdapat dua masalah utama dalam kegiatan UMK di Indonesia, yakni dalam aspek finansial (mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber-sumber informal, namu sumber-sumber permodalan ini sering tidak memadai dalam bentuk kegiatan produksi maupun investasi. Walaupun begitu banyak skim-skim kredit dari perbankan dan bantuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan UMK. c. Keterbatasan SDM Salah satu kendala serius bagi banyak UMK di Indonesia adalah keterbatasan SDM terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan
26
untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar barang. d. Masalah Bahan Baku Keterbatasanbahan baku serta kesulitan dalam memeperolehnya dapat menjadi salah satu kendala yang serius bagi banyak UMK di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan harga yang relatif mahal. Banyak pengusaha yang terpaksa berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya akibat masalah keterbatasan bahan baku. e. Keterbatasan Teknologi UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi kurang maksimal, dan kualitas produk relatif rendah. f. Kemampuan Manajemen Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya, membuat pengelolaan usaha menjadi terbatas. g. Kemitraan Kemitraan mengacu pada pengertian berkerja sama antara pengusaha dengan tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti walaupun tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang setara (sebagai mitra kerja). Diakui, bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di Negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di Negaranegara maju (NM). Di Negara Maju, UMKM sangat penting, tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya di Negara sedang berkembang , tetapi juga kontribusinyaterhadap pembentukan atau pertumbuhan produk
27
domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari Usaha besar. Di Negara sedang berkembang khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi pedesaan (Tambunan, 2012). 4. Gudeg Gudeg
adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang
terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjamjam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek. Ada berbagai varian gudeg, antara lain: Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang. Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih (Wikipedia, 2015). Menurut Triwitono (1993) dalam Putra et al. (2001), ada 2 (dua) macam gudeg yang dikenal yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah mempunyai kadar air yang cukup tinggi (basah), sedangkan gudeg kering kadar airnya relative rendah, sebab dalam proses pengolahannya dilakukan penggorengan (goring-tumis) lebih lanjut sampai cukup kering. Adanya tambahan waktu proses penggorengan dalam pembuatan gudeg kering ini mengakibatkan adanya perubahan sifat-sifat gudeg seperti cita rasa, kenamapakan dan daya tahan. Akibat adanya perubahan sifat tersebut menyebabkan penanganan terhadap produk gudeg tersebut juga mengalami perubahan misalnya adalah cara mengemasnya. Selain itu penambahan waktu penggorengan juga mempengaruhi jumlah sumberdaya yang digunakan sehingga menyebabkan perbedaan harga jual gudeg. Hal-hal tersebut menimbulkan perbedaan atribut pada gudeg kering dan gudeg basah.
28
Kondang di seluruh nusantara sebagai ikon kota Jogja-kreasi dapur Jawa ini umumnya disebut sebagai Gudeg Jogja. Resminya, gudeg disajikan bersama sambal goring krecek, opor ayam dan telur. Gudeg disiram dengan santan areh (Tobing dan Hadibroto, 2015). Makanan tradisional gudeg saat ini menjadi lambang atau ikon kuliner dari kota Yogyakarta. Bahkan untuk mengembangkannya, kemasan gudeg sekarang sudah dipermodern dengan dimasukkan dalam kaleng. Proses pengalengan sudah dikerjakan secara modern. Gudeg kemasan kaleng dipelopori oleh Gudeg Bu Lis dan Gudeg Bu Tjitra di Yogyakarta (Sunjata dkk, 2014). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Produksi nangka muda di Kota Yogyakarta selama lima tahun terakhir mengalam fluktuatif. Produksi yang demikian akan berpengaruh terhadap kebutuhan nangka muda di pasar. Disisi lain, nangka sebagai tanaman buah tahunan produksinya tidak selalu tersedia dengan jumlah yang tinggi setiap saat. Ketersediaan nangka muda yang rendah akan menyebabkan rendahnya konsumsi terhadap komoditas tersebut. Konsumen nangka muda di Yogyakarta terdiri dari konsumen secara umum (masyarakat) dan pengusaha gudeg. Beberapa tahun terakhir nangka menjadi salah satu penyebab terjadinya inflasi dan menyumbang sebesar 0,01 % inflasi yang terjadi di Kota Yogyakarta. Produksi nangka yang berfluktuatif mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap perubahan harga nangka itu sendiri. Aliran produk nangka dari petani sampai dipasar perlu dilakukan pengawasan terkait kuantitas, kualitas maupun harga sehingga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Upaya yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen nangka muda khususnya pengusaha gudeg pada keadaan produksi nangka muda yang rendah adalah dengan manajemen rantai pasokan nangka muda. Manajemen Rantai Pasokan (SCM) mengamankan bahan baku nangka muda sehingga produk gudeg tetap sampai ditangan konsumen secara efektif dan efisien. Supply Chain Management (SCM) atau manajemen rantai pasokan merupakan serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan petani, supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara
29
efisien, sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen dapat tepat secara kualitas, kuantitas, lokasi dan waktu guna meminimalkan biaya tetapi dengan memuaskan kebutuhan konsumen. Bagan alur Supply Chain Management nangka muda di UMKM gudeg Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 3.
30 Produksi Nangka Muda
Petani nangka muda Jumlah dan mutu nangka yang diminta Harga nangka atau hasil penjualan nangka Jenis nangka dan waktu panen Cara penjualan dan cara pembayaran Wilayah : Kebumen, Magelang, Sumatera, Klaten dan Boyolali
Pedagang pengecer
Konsumen akhir
Pedagang pengumpul / Pedagang besar Jumlah dan mutu nangka yang dibeli Harga pembelian dan harga penjualan Asal atau sumber nangka Proses transaksi pembelian Proses transaksi penjualan
Wilayah : Kebumen, Magelang, Klaten, Boyolali dan Yogyakarta
Pedagang pengecer Jumlah dan mutu nangka yang dibeli Harga pembelian dan harga penjualan Asal atau sumber nangka Proses transaksi pembelian Proses transaksi penjualan
Wilayah : Kota Yogyakarta
Pengusaha gudeg Jumlah dan mutu produk yang dibeli Harga pembelian Jenis dan biaya transportasi Ketersediaan pasokan Jumlah mitra pedagang dan hubungan dengan mitra pedagang Pengolahan bahan baku menjadi produk baru Penjualan produk baru Wilayah : Kota Yogyakarta
Model Supply Chain Management (SCM) nangka muda di UMKM gudeg di Kota Yogyakarta: Aliran Material Aliran Biaya / Dana Aliran Informasi
Tidak diamati
Gambar 3. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah
jnzsyus
Konsumen gudeg
31
D. Asumsi Asumsi pada penelitian ini antara lain: 1. Ketersediaan bahan baku nangka muda di UMKM gudeg terbatas karena distribusi bahan baku yang tidak efektif. 2. Pengambilan keputusan dalam Manajemen rantai pasok nangka muda dipengaruhi oleh Model SCM. E. Pembatasan Masalah Penelitian ini mempunyai batasan-batasan permasalahan sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta dengan melakukan penelitian pada UMKM gudeg di Kota Yogyakarta yang tercatat dan terklasifikasi dalam Dinas Perindustri, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta. 2. Komoditas yang diteliti adalah nangka muda yang diolah menjadi gudeg. 3. Penentuan pedagang pengecer, pedagang besar, pedagang pengumpul dan petani nangka yang dijadikan responden diperoleh dari key informan. 4. Penelitian dilakukan pada bulan Maret tahun 2016. F. Definisi Operasional Definisi Operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasok) nangka muda merupakan pengelolaan terhadap aliran material dan aliran informasi serta modal yang mengikuti produk nangka muda dari awal sampai akhir mata rantai bisnis untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan setiap entitas di dalam rantai pasok. Kajian yang dilakukan pada supply chain management (manajemen rantai pasok) nangka muda meliputi: a. Analisis sistem yaitu analisis yang dilakukan untuk memetakan data yang sudah diidentifikasi dalam tahapan input (masukan), process (proses) dan output (luaran). b. Peranan stakeholder yaitu peran petani nangka muda, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan pengusaha gudeg pada rantai pasok nangka muda.
32
c. Atribut produk nangka muda yaitu unsur-unsur produk yang dianggap penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. d. Solusi dari permasalahan supply chain management yaitu upaya pemecahan
masalah
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengatasi
permasalahan supply chain management yang terjadi. 2. Aliran material melibatkan arus produk fisik dari petani nangka muda sampai konsumen nangka muda (pengusaha gudeg) melalui rantai, yaitu meliputi: a. Kuantitas atau jumlah produk nangka muda yang dibutuhkan (kg-ton) b. Kualitas nangka muda yang baik untuk bahan baku gudeg memiliki karakteristik warna kulit buah nangka kehijauan, nangka masih muda, bentuk buah tidak terlalu lonjong, daging buah tebal, dan tidak banyak mengandung air (tidak lembek). c. Sumber atau asal nangka yaitu lokasi petani nangka muda yang melakukan budidaya merujuk wilayah Kabupaten / Kota d. Ketersediaan pasokan nangka muda yang berada pada pedagang dan pengusaha gudeg (kg-ton) 3. Aliran biaya atau dana meliputi harga nangka, hasil penjualan nangka, pendapatan, proses transaksi pembelian dan pembayaran. 4. Aliran informasi meliputi ramalan permintaan, jenis nangka dan waktu panen, jumlah mitra pedagang dan hubungan dengan mitra pedagang. 5. Manajemen pembelian yaitu pembelian yang mempertimbangkan berbagai faktor, seperti biaya persediaan dan transportasi, ketersediaan pasokan, kinerja pengiriman dan mutu supplier. 6. Wilayah adalah lokasi stakeholder (petani, pedagang, pengusaha gudeg) berada yang merujuk wilayah Kabupaten atau Kota. 7. Nangka muda adalah buah nangka yang masih muda dan digunakan sebagai sayur. 8. Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan.
33
9. UMKM gudeg adalah usaha berskala mikro kecil dan menengah yang mengolah nangka muda menjadi gudeg. 10. Petani nangka muda adalah seseorang yang membudidayakan nangka muda. 11. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang menjual nangka muda ke pedagang besar sampai dengan konsumen (pengusaha gudeg). 12. Pedagang besar adalah pedagang nangka muda antar daerah yang menjual nangka muda kepada pedagang pengecer yang tersebar di D.I Yogyakarta. 13. Pedagang pengecer adalah pedagang nangka muda di pasar tradisional yang tersebar di Kota Yogyakarta. 14. Pengusaha gudeg adalah pemilik UMKM gudeg yang berada di Kota Yogyakarta yang tercatat dalam Disperindagkop dan UKM Kota Yogyakarta. 15. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar dari bentuk barang). 16. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. 17. Distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. 18. Proses transaksi adalah cara pembelian atau penjualan baik secara tunai, konsinyasi maupun pinjaman yang dilakukan oleh para stakeholder (petani, pedagang, pengusaha gudeg).