http://www.mb.ipb.ac.id
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang P,asang surut industri pergulaan di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, telah
membuat jumlah pabrik gula di IndonLsia cenderung terus berfluktuasi.
Fluktuasi
tersebut teqadi liarena ditutupnya beberapa pabrik yang diangpp sudah tidak ekonomis lagi dan dibangunnya pabrik gula barn khususnya di luar Jawa (CIC, 1998). Tabel 1 menpjikan jumlah pabrik gula dan penyebaran serta kapasitasnya.
Tabel 1. Penyebaran Jumlah Pabrik Gula dan Kapasitasnya, 1998
Jawa Barat Jawa Ten& Jawa Timur Sub Total LUAR JAWA
8 16 36 60
16 876 35 985 89 018 141 879
1 096,4 2 479,4 6 308,3 9 884,l
7,9 17,9 45,6 71,4
Sumber :Berbagai sumber oleh Indocommerc~al,1998 (Diolah) Jumlah pabrik yang berlokasi di luar Jawa memasuki tahun 1995 sebanyak 12 unit, dengan total kapasitas giling tebu pabrik di luar Jawa sebesar 645 ribu ton per hari. Hal ini berarti pabrik tebu di luar Jawa telah memberikan konttibusi sekitar 28,6 persen
terhadap kapasitas produksi gula nasional. Di lain pihak, wilayah Jawa Timur yang merupakan sentra produksi tebu di Indonesia memberikan kontribusi sebesar 42,72 persen
total kapaitas produksi
http://www.mb.ipb.ac.id
nasional. Jumlah pabrik gula yang dimiliki propinsi tersebut adalah 36 unit pabrik yang memiliki kapasitas giling tebu sekitar 89,O ribu ton per hari. Di J m a Tengah telah beropemi sekitar 16 pabrik gula yang menempati posisi kedua setelah Jawa Timur, dengan kapasitas giling tebu sekitar 36,O ribu ton per hari dan klpasitas produksi gula sekitar 2,5 ribu ton per hari. Dengan demikian, konmbusinya sekitar 17,3 persen dari total kapasitas giling nasional dan sekitar 17,9 persen dari kapasitas produksi nasional. Saat ini tercatat sekitar 15 perusahaan yang bertindak sehagai produsen gula pasir di Indonesia, yang mengopemikan 69 unit pabrik dengan kapasitas giling tebu sekitar 208.4 ribu ton /hari dan kapasitas produksi gula lebih dari 13.8 ribu ton/hari. Terdapatnya berbagai kendala dalarn perkembangan indusm gula tebu akhirakhir ini telah menyebabkan produksinya cenderung menurun, seperti diiajikan pada Tabel 2. J i pada tahun 1993 produksi tebu mencapai 32,8 juta ton dengm produksi hablur sebesar 2,5 juta ton, maka pada tahun 1997 telah turun menjadi 27,9 juta ton dengan ~roduksihablur sebesar 2 2 juta ton (CIC, 1998).
Tabel 2. Perkembangan Produksi Tebu, Gula dan Tingkat Rendemen 1993-1998 Tahun
Produksi Tebu Produksi Gula (ton) (ton) 1993 32.833.845,8 2.470.307,8 10.264.959,2 1994 2.435.635,O 30.083.264,5 1995 2.096,054,4 28.502.325,8 1996 2.091.754,9 27.983.012,7 1997 2,191.985,9 1998" 16.350.494,7 925.584,O Perkembangan rata-rata Keterangan *) : Sampai dengan 30 September Sumber :P3GI (1998), diolah
Perkembangan ("h) --
-1,40 -1394 -0,21 4,79
--
Rendemen ('Yo)
7,52 8,05 6,97 7,34 7,83 5,66
-269
Secara urnum produksi gula hablur selarna periode 1993-1997 telah menurun sebesar 569 persen per tahun. Hal ini didukung pula oleh tingkat rendemennya yang
http://www.mb.ipb.ac.id
setlantiasa berfluktuasi. Pada tahun 1993 tingkat rendemen tebu adalah 7,52 persen yang kemudian meningkat menjadi 8,05 persen pada tahun 1994. Pada tahun 1995 turun menjadi 6,97 persen dan pada d u n 1996 kembali meningkat menjadi 7,34 persen serta pada tahun 1997 kernbali mengal'mi peningkatan rnenjadi 7,83 persen. Di lain pihak, rendemen pada tahun 1998 hanya mencapai 5,66 petsen akibat curah hujan yang besar pada tahun tersebut. Kemunduran industri gola dalam negeri yang ditunjukkan oleh produksinya yang cenderung menurun selama tahun-tahun terakhir ini telah mendorong impor gula terus Impor gula Indonesia yang pada tahun 1993 baru sebesar 226 271 ton
meningkat
dengan nilai US $ 71 203 ribu telah meningkat rnenjadi 1 176 498 ton dengan nilai US 96 426.155 ribu pada tahun 1997 atau rata-rata setiap tahunnya naik 100 persen (CIC, 1998).
Hal ini disebabkan oleh kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat sementara pasokan dalam negeri justru cenderung menurun. Apabila hal ini tidak segera diantisipasi maka diperkirakan impor gula akan terus rneningkat pada tahun-tahun mendatang seiring dengan arus globalisasi. Secara lebih rinci, perkernbangan impor gula Indonesia disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Perkembangan lmpor Gula Indonesia, 1993-1998
1 1
1997 1 176 498 . 1998' 278 849 Perkembangan rata=Rata Keterangan *) :Januari-Juni Sumber :BPS (1998 ) (diolah)
.
7,02 -.
104,85
426 155 105 794
-8,08
-126,96
http://www.mb.ipb.ac.id
Ams globalismi dalam perdagangan gula dunia, secara bertahap melanda Indonesia dan arus globaliiasi perdagmgan tersebut secara menyolok tejadi pada tahun 1998 bersamaan dengan tejadinya krisis moneter. Sesuai dengan kesepakatvl yang ditandatangani a n m a pemerintah Indonesia dengan IMF sistem perdagangan gula Indonesia pada tanggal 5 Januari 1998 telah dilepaskan dari sistem rnonopoli oleh BULOG. Lepasnya sistem monopoli yang kemudian diikuti oleh pembuk,?ran kran inpor untuk importir umum ditandai dengan penghapusan Rea Masuknya. Dengan hapusnya sistem monopoli perdagangan gula d u i BULOG sekdigus membuka persaingan yang bebm antara industri gula dalam negeri dengan impor.
PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX)adalah salah satu perusahaan gula negara yang bergerak di bidang perkebunan tebu dan pabrik gula putih (pasir). Memasuki era pasar bebas, PTPN IX menghadapi persaingan yang semakin tajam, khususnya dari pengusaha luar negeri (gula impor).
Untuk itu, pemsahaan perlu
memanfaatkan teknologi yang ada seoptimal mungkin dengan mengelola komponen teknologi yang terdiri dari perangkat teknologi (technowme), perangkat manusia (htimanwm)),perangkat informasi (infowared)m perangkat organisasi (orgaware) melalui manajemen teknologi yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diperlukan oleh perusahaan agar dapat m e n g h a s h proses atau produk yang kompetitif. Persaingan yang semakin ketat dalam e n globalisasi menuntut PTPN IX untuk mengetahui sampai sejauh mana teknologi yang dirnWnya berperan dalam meningkatkan produkdvitas perusahaan. Struktur industri juga memiliki pengatuh yang , ,
sangat besar &lam menentukan aturan persaingan dan strategi biinis yang potensial bag^ perusahaan.
Analisis struktur industri dapat digunakan sebagai salah satu -or
penunjang yang menentukan posisi relatif dan strategi generik pemsahaan yang akan mendukung penetapan stcategi bisnis dan stcategi teknologi suatu pemsahaan untuk
http://www.mb.ipb.ac.id
mecapai keunggulan bersaing, dalam upaya mencapai tujuan pen~sahaan. Dengan demikian, perusahaan akan dapat menentukan strategi pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemsahaan dalam mengantisipasi tuntutan pasar dan strategi bisnisnya.
B. Perurnusan Masalah Berdasarkan kondisi yang sedang dihadapi pemsahaan tersebut, maka tesis ini difoLuskan pada kajian sebagai berikut: "Bapmana kemampuan teknologi yang dimiliki PTPN IXd
b menentub
strategi teknologi d m strategi bisnis yang dapat meningk1kzn daya saing perusahaan".
C. Tujuan Penelitian Meningkatkan pemahaman tentang praktek-prakek bisnis yang diterapkan di pemsahaan khususnya yang berhubungan dengan manajemen teknologi yang meliputk 1.
Mengkaji penerapan manajemen teknologi proses pengokhan gula tebu.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor SWOT yang mempengaruhi keberhasilan proses produksi gula di PTPN IX
3.
Memmuskan beberapa altematif pengembangan strategi teknologi clan strategi bisnis yang dapat diterapkan di pemsahaan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukln kepada pihak manajemen PTPN IX dalam menentukan strategi teknologi dan strategi pengembangan bisnisnya secara efektif.
http://www.mb.ipb.ac.id
E. Ruang Lingkup Penelitian. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut 1.
Pengkajian penerapan manajemen teknologi pada proses pengnlahan gula tebu dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempeng;lruhi penerapan manajemen teknologi di PTPN I S dalam upaya meningkatkan daya saing perusahaan diem globalisasi.
2.
ini hanya menc;lkup pemberian alternatifstntegi teknologi dan strategi bisnis di perusahaan, sedangkan implementasinya diserahkan kepada pihak manajemen
PrPN IX.