I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul merupakan kawasan dengan salah satu aktivitas utama masyarakatnya adalah bidang pertanian. Petani di Kecamatan Ngawen saat musim kemarau pada umumnya menanam tanaman monokultur jagung dan kacang tanah (Retnaningrum et al., 2011). Tanaman jagung (Zea mays L.) dan kacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan salah satu komoditas pertanian dengan hasil utama berupa biji dan hijauan daun. Jagung merupakan sumber makanan manusia dan pakan ternak, serta bahan baku industri untuk pembuatan minyak dan gula. Sisa hijauan daun tanaman jagung merupakan sumber pakan ternak, pupuk kompos dan bioetanol. Kacang juga merupakan sumber makanan manusia dan ternak, serta bahan baku industri pembuatan minyak goreng, mentega, sabun. Hijauan daun tanaman kacang juga berguna sebagai pakan ternak, serta kompos. Masyarakat, khususnya petani di Kecamatan Ngawen tidak pernah menaruh perhatian dalam kegiatan budidaya pertanian yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan (Retnaningrum et al., 2011). Masyarakat hanya berpikir bagaimana hasil produksi pertaniannya dapat mencapai hasil yang maksimal. Untuk memaksimalkan produksi pertanian, sebagian besar penduduk di Kecamatan Ngawen tersebut menggunakan pupuk N berupa kotoran sapi dan pupuk kimia berupa urea (CO(NH2)2), tetapi belum memanfaatkan penggunaan
1
2
pupuk hayati penambat nitrogen. Penggantian penggunaan pupuk N atau kotoran sapi dengan pupuk hayati penambat nitrogen secara drastis, sangat tidak dapat diterima oleh petani pada lokasi tersebut. Penggantian secara gradual dengan mengkombinasikan pupuk hayati penambat nitrogen dengan pupuk N yang umum digunakan dan kotoran sapi perlu dilakukan di lokasi tersebut. Kegiatan pertanian melalui penggunaan pupuk, baik urea dan kotoran sapi pada lahan pertanian akan meningkatkan ketersediaan N (NH4+-N dan N O3--N) yang
selanjutnya
meningkatkan
aktivitas
mikrobia
penitrifikasi
dan
pendenitrifikasi dalam menghasilkan gas nitrous oxide (N2O) (Hutchinson dan Davidson, 1993; Thornton dan Valente, 1996). Selain ketersediaan mineral N tanah, faktor kimiawi tanah lainnya yang dapat mempengaruhi emisi gas N2O yaitu pH dan karbon organik tanah (Firestone, 1982; Davidson, 1993; Firestone dan Davidson, 1989). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi emisi gas N2O tersebut yaitu faktor fisikawi tanah yaitu lengas (Davidson dan Swank, 1986), tipe tanah (Stevens dan Laughlin, 1998), dan aktivitas, serta keragaman mikrobia penitrifikasi serta pendenitrifikasi (Cavigelli dan Robertson, 2000; Cavigelli dan Robertson, 2001). Konsentrasi emisi gas N2O di atmosfer dilaporkan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,1 ppb/th dari tahun 2009 sampai tahun 2013 (Anonim, 2013). Peningkatan emisi gas N2O tersebut disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yaitu dari proses industri, pertanian, pembakaran biomasa dan bahan bakar (Anonim, 2007; Bakken dan Dorsch, 2007). Bidang pertanian memberikan
3
sumbangan sebesar 15,8% dari total emisi gas N2O (Anonim, 2007). Gas N2O di atmosfer berpotensi sebagai penyebab pemanasan global dan sekaligus perusak lapisan ozon (Granger dan Ward, 2003; Bothe dan Ferguson, 2007), yang merupakan lapisan pelindung permukaan bumi dari efek radiasi sinar UV (Munch dan Velthof, 2007). Kedua potensi tersebut disebabkan oleh perbedaan sifat gas N2O pada waktu berada di troposfer atau stratosfer. (Munch dan Velthof, 2007; Crutzen dan Oppenheimer, 2008) Pada waktu gas tersebut berada di troposfer, gas N2O tidak mengalami perubahan reaksi (inert), tetapi mampu mengabsorbsi radiasi panas dari sinar matahari dan mengemisikan kembali ke bumi (Pidwirny, 2006). Kemampuan mengabsorbsi dan mengemisikan radiasi panas dari sinar matahari tersebut selanjutnya menyebabkan peristiwa pemanasan global
(Denman, 2007). Gas N2O tersebut dapat tetap berada di
lapisan troposfer selama 114 tahun. Pada waktu mencapai lapisan stratosfer, sebaliknyan gas N2O akan mengalami oksidasi dan bereaksi dengan lapisan ozon sehingga mampu merusak lapisan tersebut (Crutzen dan Oppenheimer, 2008). Menurut Denman (2007), gas N2O relatif lebih lama berada di lapisan stratosfer pada atmosfer daripada metan dan CO2. Gas N2O juga bersifat merusak lapisan ozon, sebaliknya gas metan dan CO2 tidak bersifat merusak lapisan ozon tersebut (Crutzen dan Oppenheimer, 2008). Oleh karena itu kenaikan emisi gas N2O akibat aktivitas manusia akan lebih menimbulkan dampak
merugikan
daripada gas metan dan CO2. Pemanasan global dapat menyebabkan permukaan air laut naik sehingga menimbulkan dampak tenggelamnya wilayah pantai, perubahan pola curah hujan
4
dan iklim secara regional maupun global, serta berpotensi mengubah sistem vegetasi dan pertanian (Pidwirny, 2006). Dampak pemanasan global tersebut merupakan ancaman serius bagi kelestarian kehidupan organisme di dunia (Soemarwoto, 1991; Duxbury & Mosier, 1997). Strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium masing-masing dapat digunakan sebagai pupuk hayati pada lahan tanaman non legum (jagung, padi, gandum) (El-Kholy dan Gomaa, 2000) dan tanaman legum (kacang tanah, kedelai, kacang buncis) serta dapat meningkatkan hasil tanaman tersebut (Lindstrom et al., 2010). Kedua strain bakteri tersebut dapat digunakan sebagai pupuk hayati dengan cara diinokulasikan ke dalam tanaman baik secara kultur tunggal atau kultur campuran. Beberapa peneliti melaporkan pemberian pupuk hayati secara kultur tunggal berupa bakteri genus Azotobacter pada beberapa tanaman yaitu tanaman kapas (Iruthayaraj, 1981), tanaman gandum (Pandey dan Kumar, 1989; Kumar et al., 2001; Milosevik et al., 2012; Kumar et al., 2014) dan tanaman padi (Soliman et al., 1995; Yanni et al., 1997; Hegazi et al., 1998; Yanni dan El-Fattah, 1999). Pemberian kultur tunggal berupa bakteri genus Azotobacter juga dilakukan pada 3 jenis tanaman yaitu gandum, padi, jagung (El-Kholy dan Gomaa, 2000). Semua peneliti tersebut melaporkan pemberian pupuk hayati berupa kultur tunggal bakteri genus Azotobacter pada beberapa tanaman (kapas, gandum, padi dan jagung) meningkatkan hasilnya. Selain menaikkan hasil, beberapa peneliti juga melaporkan pemberian pupuk hayati tersebut menurunkan kebutuhan N berupa urea bagi tanaman gandum sebesar 16 % (Milosevik et al., 2012), 75 % (Kumar
5
et al., 2014) dan menurunkan kebutuhan N berupa urea
bagi tanaman padi
sebesar 25-33 % (Yanni et al., 1997), 50 % (Soliman et al., 1995; Hegazi et al., 1998). Beberapa peneliti lainnya memberikan pupuk hayati berupa kultur tunggal bakteri genus Rhizobium pada beberapa tanaman legum yaitu kedelai, kacang tanah, buncis (Stephen dan Rask, 2000; Jensen dan Hauggaard-Nielsen, 2003; Verma et al., 2010) dan kacang hijau (Zahir et al., 2010). Pemberian kultur tunggal bakteri genus Rhizobium pada beberapa tanaman tersebut juga menaikkan hasil tanamannya. Beberapa peneliti melaporkan peningkatan hasil tanaman akibat pemberian pupuk hayati ke dalam tanaman berupa kultur campuran yang terdiri dari strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Azospirillum pada tanaman jagung (Sudhakar et al., 2000) dan tanaman murbei (Boddey et al., 2001). Beberapa peneliti lainnya memberikan pupuk hayati pada tanaman kedelai dengan kultur campuran strain bakteri anggota spesies Serratia liquefaciens dan Bradyrhizobium japonicum (Pan et al., 2002), strain bakteri anggota genus Bradyrhizobium dan Bacillus (Bai et al., 2003). Kandil et al. (2008) memberikan pupuk hayati pada tanaman kacang tanah dengan kultur campuran strain bakteri anggota genus Bradyrhizobium. dan strain bakteri anggota spesies Bacillus circulans. Semua peneliti tersebut juga melaporkan pemberian pupuk hayati berupa kultur campuran yang terdiri dari strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium pada beberapa tanaman tersebut dapat meningkatkan hasil. Kennedy et al. (2004) juga melaporkan pemberian pupuk hayati penambat N berupa strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium ke dalam lahan pertanian dapat
6
meningkatkan hasil tanaman dan menurunkan kebutuhan pupuk N dalam tanah baik berupa pupuk N kimia maupun pupuk N organik. Beberapa strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium selain mempunyai kemampuan penambat N juga sekaligus mempunyai kemampuan denitrifikasi (Coyne dan Focht, 1987; Zumft, 1997). Kemampuan denitrifikasi dalam strain tersebut berlangsung secara lengkap yaitu reaksi reduksi NO3menjadi NO2-, NO, N2O, dan N2 (Zablotowicz et al., 1978; Yamazaki et al., 1986; Coyne dan Focht, 1987). Kemampuan denitrifikasi secara lengkap pada strain tersebut menyebabkan strain mampu merombak gas N2O yang dihasilkan selama reaksi denitrifikasi menjadi N2 dengan dikatalisis oleh enzim nitrous oxide reductase (Chon et al., 2009). Oleh karena itu pemberian pupuk hayati pada lahan tanaman berupa strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium tersebut baik secara kultur tunggal atau kultur campuran selain dapat meningkatkan hasil tanaman, menurunkan kebutuhan pupuk N, juga berpotensi menurunkan emisi N2O. Biocont dan Legin merupakan pupuk hayati penambat N yang telah diteliti kemampuannya baik di laboratorium maupun di lahan pertanian. Keduanya masing-masing dapat meningkatkan hasil tanaman jagung dan kacang tanah serta mengurangi kebutuhan pupuk N Biocont terdiri dari konsorsium 5 strain bakteri angota genus Azotobacter yaitu Azotobacter 501, Azotobacter 502, Azotobacter 510, Azotobacter 511, dan Azotobacter 522. Legin terdiri dari konsorsium 5 strain bakteri anggota genus Rhizobium yaitu Rhizobium 207,
Rhizobium 209,
Rhizobium 210, Rhizobium 212, dan Rhizobium 222 (Wedhastri, komunikasi
7
pribadi). Dengan demikian pupuk hayati berupa Biocont dan Legin tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta untuk meningkatkan hasil tanaman sekaligus mengurangi kebutuhan pupuk N serta potensinya dalam menurunkan N2O. Pupuk hayati tersebut karena mampu menambat N, sehingga penggunaannya di lahan pertanian dapat diberikan bersamaan dengan pupuk urea atau kotoran sapi dengan dosis yang lebih rendah dari anjuran. Penelitian mengenai pengaruh penggunaan pupuk N berupa urea (CO(NH2)2 ) dan kotoran ternak pada berbagai lahan pertanian terhadap emisi gas N2O telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Hua et al., 1997; Velthof et al., 1997; Chadwick et al., 2000; Vallejo et al., 2006; Dambreville et al., 2008; Jin et al., 2010; Zhang et al., 2012). Beberapa peneliti telah melaporkan kemampuan strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium di dalam pupuk hayati tersebut dalam mengurangi emisi N2O dengan cara merombaknya menjadi gas N2 pada skala laboratorium (Zablotowicz et al., 1978; Yamazaki et al., 1986; Coyne dan Focht, 1987). Akan tetapi sampai sekarang belum ada penelitian yang melaporkan kemampuan mengurangi emisi N2O di lahan pertanian oleh konsorsium 5 strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium yang masing-masing terdapat dalam Biocont dan Legin apabila diberikan ke lahan pertanian tersebut. Oleh karena itu penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk hayati berupa Biocont dan Legin bersamaan dengan urea dan kotoran sapi selama pertumbuhan tanaman monokultur jagung dan kacang tanah di Kecamatan Ngawen perlu dilakukan.
8
Urea dan kotoran sapi yang diberikan selama masa pertumbuhan tanaman tersebut akan mengalami proses mineralisasi, amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi (Follet, 2008). Proses tersebut akan menyebabkan perubahan sifat kimiawi tanah yaitu pH, N tersedia (NO3- -N dan NH4+-N), C organik dan perubahan fisikawi yaitu lengas tanah. Penambahan pupuk hayati berupa Biocont dan Legin juga akan mempengaruhi semua proses tersebut. Perbedaan sifat tersebut akan mempengaruhi emisi gas N2O, keragaman bakteri dan juga mempengaruhi hasil tanamannya. Lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah dengan curah hujan relatif rendah dan musim kering yang tegas. Kondisi tersebut juga akan ikut mempengaruhi sifat fisikawi tanah yaitu lengas tanah. Menurut Davidson (1993), lengas tanah tersebut akan mempengaruhi emisi N2O yaitu melalui pengaturan transport oksigen di dalam partikel tanah dan transport N2O keluar dari partikel tanah. Lengas tanah tersebut juga mempengaruhi aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi penghasil gas N2O (Davidson dan Swank, 1986). Pada skala laboratorium, penentuan lengas yang berbeda tersebut dilakukan dengan mengatur kapasitas lapangan dari tanah yang diteliti. Beberapa peneliti melaporkan berbagai tanah yang berasal dari padang rumput (Ruz-Jerez et al., 1998), tanaman jagung (Mosier et al., 1998) dan hutan (Asbhy et al., 1998) menyebabkan emisi N2O tinggi pada lahan dengan kapasitas lapangan 60-80 %. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian juga mengenai
aktivitas
mikrobia
penitrifikasi
dan
pendenitrifikasi
dalam
menghasilkan N2O pada tanah yang ditanami jagung dan kacang tanah dengan
9
berbagai pemupukan yang terpilih (penghasil emisi N2O tertinggi) dengan pengaturan kapasitas lapangan 65%, 85% dan 100 %.
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh pemberian urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen pada lahan jagung dan kacang tanah terhadap sifat kimiawi tanah (konsentrasi NO3- -N, NH4+-N, C organik , pH) dan sifat fisikawi tanah (lengas tanah). 2. Bagaimana pengaruh waktu terhadap emisi gas N2O pada lahan jagung dan kacang tanah yang diberi urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen. 3. Bagaimana pengaruh pemberian urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen terhadap hasil tanaman pada lahan jagung dan kacang tanah. 4. Bagaimana pengaruh penambahan pupuk hayati penambat nitrogen terhadap keragaman bakteri pada lahan jagung dan kacang tanah yang diberi kotoran sapi. 5. Bagaimana pengaruh kadar lengas 65, 85 dan 100 % kapasitas lapangan terhadap aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi dalam menghasilkan N2O dari lahan tanaman jagung dan kacang tanah yang diberi kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen.
10
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pemberian urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen pada lahan jagung dan kacang tanah terhadap sifat kimiawi tanah (konsentrasi NO3--N, NH4+N, C organik, pH) dan sifat fisikawi tanah (lengas tanah). 2. Mengetahui pengaruh waktu terhadap emisi gas N2O pada lahan jagung dan kacang tanah yang diberi urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen. 3. Mengetahui pengaruh pemberian urea (CO(NH2)2) atau kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen terhadap hasil tanaman pada lahan jagung dan kacang tanah. 4. Menganalisis pengaruh penambahan pupuk hayati penambat nitrogen terhadap keragaman bakteri pada lahan jagung dan kacang tanah yang diberi kotoran sapi. 5. Mempelajari pengaruh kapasitas lapangan 65 %, 85 % dan 100% terhadap aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi dalam menghasilkan N2O dari lahan tanaman jagung dan kacang tanah yang diberi kotoran sapi dengan penambahan pupuk hayati penambat nitrogen.
D.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai peningkatan emisi N2O akibat pemberian berbagai
jenis pupuk N, baik pupuk kimiawi dan organik pada beberapa lahan tanaman
11
telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu pemberian ammonium sulfat dan urea pada lahan padi (Hua et al., 1997), kotoran babi dan kompos pada tanaman kentang (Vallejo et al., 2006), kotoran babi dan amonium nitrat pada lahan jagung (Dambreville et al., 2008), amonium sulfat dan kotoran ayam pada lahan jagung (Zhang et al., 2012), ammonium sulfat dan kotoran ternak pada lahan kenari (Jin et al., 2010) dan kotoran ternak pada lahan rumput (Velthof et al., 1997; Chadwick et al., 2000). Penelitian mengenai pengaruh pemberian residu tanaman ke dalam lahan pertanian terhadap emisi N2O juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Aulakh et al., 1991; McKenney Baggs et al., 2000). Penelitian mengenai pengaruh managemen lahan tanaman yaitu sistem pengolahan lahan secara konvensional, konservatif atau tanpa pengolahan juga telah dilakukan pada beberapa lahan meliputi kedelai dan jagung (Lemke et al., 1999; Gregorich et al., 2005 ) dan jagung (Thornton dan Valente 1996; Venterea et al., 2005) terhadap emisi N2O. Beberapa peneliti juga telah melakukan pengamatan pengaruh managemen lahan tanaman yaitu sistem tanam secara rotasi pada tanaman jagung dan kedelai (Robertson et al. (2000) dan sistem tanam kontinyu pada tanaman jagung (Adviento-Borbe et al., 2007) terhadap emisi N2O. Penelitian mengenai pemberian inhibitor nitrifikasi untuk mengurangi emisi N2O pada beberapa lahan telah dilakukan di berbagai lahan yaitu lahan rumput (Skiba, 1993; De Kelin dan Van Logtestijin, 1994; Dittert et al., 2001, Merino et al., 2002 ), lahan gandum (Delgado dan Mosier, 1996; Shoji et al., 2001) dan
12
lahan jagung (Jumadi et al., 2008). Penelitian mengenai pemberian pupuk hayati penambat N telah banyak dilakukan yaitu dengan menggunakan kultur tunggal bakteri genus Azotobacter pada tanaman jagung (El-Kholy dan Gomaa, 2000) dan kultur tunggal bakteri genus Rhizobium pada tanaman kacang tanah (Stephen dan Rask, 2000; Jensen dan Hauggaard-Nielsen, 2003; Verma et al., 2010). Pemberian pupuk hayati penambat N tersebut dengan menggunakan kultur campuran yaitu terdiri dari strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Azospirillum pada tanaman jagung (Sudhakar et al., 2000) dan strain bakteri anggota spesies Bradyrhizobium sp. dan Bacillus circulans pada tanaman kacang tanah (Kandil et al., 2008) juga telah dilakukan. Pemberian pupuk hayati penambat N tersebut pada lahan tananaman dapat meningkatkan hasil tanaman dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen, baik pupuk kimia ataupun pupuk organik. Strain bakteri anggota genus Azotobacter dan Rhizobium telah diteliti pada skala laboraorium dapat merombak gas N2O menjadi N2 (Zablotowicz et al., 1978; Yamazaki et al., 1986; Coyne dan Focht, 1987) sehingga berpotensi dapat menurukan emisi gas N2O. Biocont dan Legin merupakan pupuk hayati penambat N yang telah diteliti kemampuannya baik di laboratorium maupun di lahan pertanian dapat meningkatkan hasil tanaman jagung dan kacang tanah serta mengurangi kebutuhan pupuk N. Biocont dan Legin masing-masing terdiri dari konsorsium 5 strain bakteri anggota genus Azotobacter dan genus Rhizobium (Wedhastri, komunikasi pribadi). Dengan demikian pupuk hayati berupa Biocont dan Legin
13
tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta untuk meningkatkan hasil tanaman sekaligus mengurangi kebutuhan pupuk N serta potensinya dalam menurunkan N2O. Akan tetapi penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk hayati penambat nitrogen berupa Biocont dan Legin tersebut bersamaan dengan urea dan kotoran sapi pada lahan pertanian terhadap emisi gas N2O belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk hayati penambat nitrogen bersamaan dengan pupuk urea dan kotoran sapi pada lahan pertanian terhadap emisi gas N2O. Penelitian ini diarahkan pada upaya untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk hayati penambat nitrogen bersamaan dengan pupuk urea dan kotoran sapi selama pertumbuhan tanaman jagung dan kacang tanah di lahan kering terhadap emisi gas N2O dan mengetahui sifat fisikawi dan kimawi tanah, serta mengetahui dampak terhadap hasil tanamannya, keragaman bakteri yang mempengaruhi emisi tersebut, aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi dalam menghasilkan N2O. Kajian penelitian ini meliputi analisis emisi N2O, sifat fisikawi dan kimiawi tanah yang mempengaruhi emisi N2O, respon pemberian pupuk terhadap hasil tanaman, analisis keragaman bakteri menggunakan marker gen 16S rDNA dengan metode T-RFLP yang dikombinasikan dengan real time qPCR, serta pengaruh perlakuan kapasitas lapangan terhadap aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi.
14
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya informasi mengenai pengaruh pemberian urea, kotoran sapi, yang diberikan bersamaan dengan pupuk hayati penambat nitrogen terhadap jumlah emisi gas N2O. Disamping itu juga informasi mengenai sifat tanah, hasil tanaman, keragaman bakteri, juga pengaruh kapasitas lapangan tanah terhadap aktivitas mikrobia penitrifikasi dan pendenitrifikasi yang khususnya berasal dari lahan pertanian di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Selanjutnya hasil penelitian pada lahan tersebut dapat dijadikan sebagai model terhadap pertanian lahan kering di kawasan daerah tropis pada umumnya. Diharapkan penelitian ini dapat berkelanjutan sehingga informasi mengenai penelitian dapat digunakan sebagai data yang bermanfaat untuk mengurangi emisi gas N2O penyebab pemanasan global sekaligus
perusak lapisan ozon yang
membahayakan kelestarian kehidupan dan lingkungan serta berdampak secara global.