I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan baik secara fisik (tekstur, warna, susut bobot) ataupun secara kimia (kandungan gula, protein, karbohidrat, kadar air dan lain-lainnya). Penurunan kualitas baik secara fisik maupun kimia dalam waktu singkat setelah panen ini merupakan masalah utama dalam penanganan pascapanen komoditas ini. Jenis-jenis kerusakan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kesegaran jagung manis, sedangkan konsumen pada umumnya menginginkan jagung manis dalam keadaan segar. Selain berakibat terhadap penurunan mutu fisik, kerusakan juga menyebabkan penurunan nilai gizi (kimia) seperti berkurangnya rasa manis pada jagung. Hilangnya manis karena konversi gula dengan pati yang paling cepat pada suhu tinggi. Pada 86 °F, 60 persen gula dapat dikonversi menjadi pati dalam 24 jam, padahal pada 32
o
F, kadar gula akan menurun hanya 6 persen. Idealnya,
jagung manis harus didinginkan sampai 32 °F dalam waktu 1 jam setelah panen dan diadakan di 32 °F sampai dikonsumsi (Motes et al, 2013). Untuk menghindari kerusakan-kerusakan tersebut
perlu dilakukan
pencegahan-pencegahan salah satunya dengan cara menggunakan kemasan. Pengemasan merupakan kegiatan untuk melindungi kesegaran produk pertanian saat pengangkutan, pendistribusian dan atau penyimpanan agar mutu produk tetap terpelihara (Anonimous, 20041). Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi
1
2
komoditi dari kerusakan fisik, mekanis, dan mikrobiologis (kontaminasi dari luar produk berupa bakteri); menciptakan daya tarik bagi konsumen, dan memberikan nilai tambah pada produk; serta memperpanjang daya simpan produk (Anonimous, 20042). Akan lebih baik jika proses pengemasan produk segar terutama produk hortikultura dikombinasikan dengan penggunaan suhu dingin. Sesuai dengan pernyataan dari Jackson (1999) mengenai penggunaan suhu dingin dan cara penyimpanan yang tepat sangat penting untuk mempertahankan panas hasil respirasi. Pendinginan pada buah akan menghambat laju respirasi dan mengurangi panas hasil respirasi. Suhu yang dianjurkan untuk buah-buahan umumnya 10-20 oC, karena suhu dibawah itu akan terjadi chiling injury. Kualitas tinggi jagung manis adalah sayuran yang sangat populer. Produksi skala kecil dapat dijual langsung di pertanian atau berdiri di pinggir jalan, pasar petani atau toko-toko lokal. Produksi skala besar membutuhkan investasi yang cukup besar dalam panen peralatan dan pengepakan dan hydrocooling fasilitas untuk menyiapkan pengiriman ke pasar terminal atau pusat distribusi supermarket (Motes et al, 2013). Pengemasan jagung manis segar, di pasar tradisional maupun di supermarket umumnya dikemas dengan menggunakan kantong plastik. Bahkan di pasar modern atau supermarket pengemasan plastik dikombinasikan dengan penggunaan lemari pendingin (suhu dingin). Begitu juga dengan petani atau pedagang jagung manis yang ada di kawasan pantai Sanur cenderung menggunakan plastik untuk mengemas jagung manis yang akan dijual. Akan tetapi petani atau pedagang tersebut pada umumnya tidak mengetahui penggunaan jenis dan ketebalan plastik yang tepat untuk menjaga atau mempertahankan
3
kualitas
jagung
manis
yang
akan diperjualbelikan.
Mereka
cenderung
menggunakan plastik yang harganya murah di pasaran dan yang umum digunakan oleh masyarakat tanpa mempertimbangkan kualitas dari jenis plastik tersebut. Berdasarkan hal tersebutlah menimbulkan rasa ingin tahu apakah dengan penggunaan jenis dan ketebalan plastik dapat mempertahankan kualitas yang dimiliki jagung manis. Selain itu ada beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap pengemasan jagung manis, diantaranya penelitian dari Dalem (1990) tentang kajian identifikasi dan daya simpan jagung muda dengan membandingkan penggunaan kelobot dengan plastik berlubang dimana hasil penelitiannya menunjukkan biji jagung yang disimpan dengan kelobotnya lebih cepat keriput dibandingkan jagung yang disimpan dalam plastik berlubang. Selain itu adapun hasil penelitian dari Sulastrini (1996) tentang laju respirasi dan metabolisme gula pada jagung manis dengan membandingkan penggunaan suhu dan plastik polietilen divakum dan tanpa divakum menunjukkan bahwa penggunaan kemasan plastik polietilen (PE) hanya berpengaruh terhadap laju respirasi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul “Laju Perubahan Konsentrasi O2 Dan Sifat Fisiko Kimia Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt) Pada Beberapa Jenis Kemasan Selama Penyimpanan”.
4
1.2.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : 1. Apakah dengan jenis dan ketebalan plastik yang berbeda, dapat mempengaruhi laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan? 2. Jenis dan ketebalan plastik manakah yang dapat memperlambat penurunan laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan?
1.3.
HIPOTESIS 1. Jenis dan ketebalan plastik yang berbeda, mempengaruhi laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan. 2. Jenis dan ketebalan plastik dapat memperlambat laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan.
1.4.
TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengaruh jenis dan ketebalan plastik yang berbeda terhadap laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan. 2. Untuk
mengetahui
jenis
dan
ketebalan
plastik
yang
dapat
memperlambat laju perubahan konsentrasi O2 dan sifat fisiko kimia jagung manis selama penyimpanan.
5
1.5.
MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan alternatif bagi
petani dan pengusaha jagung manis, tentang penanganan pascapanen jagung manis khususnya mengenai jenis kemasan plastik yang tepat untuk digunakan sebagai bahan pengemas.