I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor pengecapan, dan turut menentukan persepsi rasa melalui interaksinya dengan stimulus sensoris. Persepsi rasa ditentukan oleh laju aliran saliva, elektrolit, serta protein yang terkandung dalam saliva (Ligtenberg dan Enno, 2014). Dalam membantu menentukan persepsi rasa, saliva berperan sebagai pelarut makanan sehingga molekul makanan dapat diterima oleh reseptor perasa yang terdapat pada taste bud lidah (Nanci, 2008). Saliva disekresi oleh glandula saliva kira-kira sebanyak 1,5 liter per hari. Komposisi saliva terdiri dari 99,4% air dan 0,6% komponen organik serta inorganik (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014). Hiposalivasi saliva terjadi ketika laju aliran saliva tidak terstimulasi ≤ 0,1 ml/menit dan saat terstimulasi ≤ 0,7 ml/menit (Pedersen, 2007; Alves dkk., 2010). Menurunnya sekresi saliva dapat menyebabkan terjadinya sindroma mulut terbakar, disfagia, serta gangguan fungsi pengecapan (Calhoun dan David, 2006). Medikasi menjadi penyebab utama terjadinya hiposalivasi (Scully, 2003). Beberapa negara berkembang mendefinisikan lanjut usia (lansia) adalah individu dengan umur kronologis lebih dari 65 tahun (WHO, 2014). Lansia mengalami perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Perubahan farmakokinetik berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal dan hati serta peningkatan volume distribusi obat larut lemak (perpanjangan waktu paruh eliminasi), sedangkan perubahan farmakodinamik berkaitan dengan perubahan sensitivitas tubuh terhadap
beberapa kelas obat-obatan seperti antikoagulan, kardiovaskular, dan psikotropika. Lansia juga akan mengalami penurunan fungsi anatomis dan fisiologis yang mengakibatkan penurunan pertahanan homeostasis dan peningkatan kerentanan pada tubuhnya (Mangoni dan Jackson, 2003). Salah satu penurunan fungsi yang terjadi di rongga mulut dibuktikan pada penelitian Llena-Puy (2006) bahwa lansia mengalami penurunan sekresi saliva dari glandula submandibular dan sublingual, sedangkan pada glandula parotid tidak. Penelitian Fenoll-Palomares dkk. (2004) didapatkan bahwa lansia mengalami penurunan laju aliran saliva tidak terstimulasi. Penelitian Pedersen (2007) didapatkan kira-kira 30% dari orang dengan usia 65 tahun keatas menderita mulut kering (xerostomia). Xerostomia muncul jika terjadi penurunan laju aliran saliva tidak terstimulasi sebesar 50% dari normal. Prevalensi menurunnya laju aliran saliva akan meningkat seiring bertambahnya usia yang disebabkan karena tingginya insidensi penyakit sistemik dan medikasi yang diterima lansia. Zinc merupakan partikel mineral yang memiliki peran paling penting dalam tubuh setelah besi. Kadar zinc dalam tubuh berkisar antara 1,5 – 2,5 g. Orang dewasa membutuhkan asupan zinc 12,5 mg per hari untuk menjaga keseimbangannya dalam tubuh (Yamada, 2009). Zinc berperan dalam fungsi pengecapan. Defisiensi zinc dapat menyebabkan menurunnya kepekaan terhadap rasa. Kadar zinc dapat dipengaruhi oleh asupan makanan, penyakit, serta medikasi (Stucker, 2009). Sebagian besar lansia akan mengalami defisiensi zinc yang ditandai dengan menurunnya jumlah total zinc dalam tubuh (Seiler dan Stahelin, 1999). Terjadinya defisiensi zinc pada lansia disebabkan karena rendahnya asupan
zinc serta menurunnya kemampuan absorpsi zinc dalam tubuh (Caballero dkk, 2005). Beberapa perubahan pada usus yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia adalah perubahan bentuk vili, meningkatnya kolagen, perubahan mitokondria, dan pemanjangan kripta akan berdampak pada terganggunya proses absorpsi beberapa substansi penting bagi tubuh. Perubahan sel mukosa saluran pencernaan dan menurunnya sekresi beberapa enzim juga akan menganggu proses pencernaan (Timiras, 2007). Penyakit pada lansia umumnya merupakan penyakit degeneratif. Penyakit yang banyak dilaporkan adalah hipertensi (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Hipertensi pada lansia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST) yang berhubungan dengan komplikasi kardiovaskular dan gagal jantung (Mohler dan Townsend, 2006). Hipertensi memiliki rentang tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan penanganan serius karena menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan dapat menyebabkan arterosklerosis. Hipertensi juga meningkatkan faktor risiko terjadinya penyakit jantung, congestive heart failure, penyakit ginjal, kebutaan, dan stroke. Penurunan tingkat stres serta modifikasi diet dan gaya hidup sangat penting untuk mengendalikan hipertensi (Roach, 2007). Penggunaan obat secara tunggal maupun kombinasi dengan obat lain dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan penurunan laju aliran saliva, diantaranya penggunaan obat hipertensi, arthritis, diabetes, dan sembelit (Subashree dan Suresh, 2013). Aldelaimi (2006) mengatakan bahwa penderita hipertensi
mengalami penurunan laju aliran saliva dan mengalami peningkatan kadar kalium, protein, dan fosfat dalam saliva. Antihipertensi merupakan terapi farmakologis untuk perawatan hipertensi. Obat antihipertensi digolongkan menjadi beberapa macam yaitu diuretik, angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, calcium channel blocker, vasodilator, angiotensin II receptor antagonist, serta symphatolytic (Brunton dkk, 2006; Roach, 2007). Enalapril, lisinopril, dan captopril merupakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor (Rosenfeld dan David, 2007). Penelitian Setiawardani (2007) menunjukkan bahwa dari 90 pasien yang mendapatkan terapi obat antihipertensi didapatkan 71 pasien (78,89%) menggunakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor. Cara kerja ACE inhibitor adalah dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Gugus sulfhydryl pada captopril dan gugus carboxyalkyl dipeptide pada enalapril menyebabkan terikatnya zinc pada gugus tersebut sehingga penggunaan captopril dan enalapril dapat menyebabkan defisiensi zinc dalam tubuh (Stargrove dan Lori, 2008). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan, yaitu apakah penggunaan obat antihipertensi ACE inhibitor (captopril) mempengaruhi laju aliran saliva tidak terstimulasi, laju aliran saliva terstimulasi, dan kadar zinc dalam saliva pada lansia? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh penggunaan antihipertensi ACE inhibitor (captopril) terhadap laju aliran saliva dan kadar zinc saliva pernah dilakukan oleh
Zaidan dkk. (2009). Hasil penelitian tersebut didapat bahwa lansia sehat, perokok, penderita diabetes, pasien hemodialisis, serta orang dewasa pengguna obat antihipertensi captopril mengalami penurunan laju aliran saliva, kadar zinc saliva, dan kadar zinc serum. Penurunan laju aliran saliva dan kadar zinc tersebut merupakan indikasi terjadinya penurunan ketajaman pengecapan (Zaidan, 2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini peneliti melihat pengaruh obat antihipertensi captopril pada lansia sehingga subjek pada penelitian ini adalah lansia pengguna obat antihipertensi captopril. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan obat antihipertensi ACE inhibitor (captopril) terhadap laju aliran saliva tidak terstimulasi, laju aliran saliva terstimulasi, dan kadar zinc dalam saliva pada lansia. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi ilmiah mengenai laju aliran saliva dan kadar zinc di dalamnya pada lansia pengguna obat antihipertensi captopril. 2. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian perawatan pada lansia yang menggunakan obat antihipertensi captopril. 3. Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.