I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kayu rakyat (smallholder timber plantations) secara umum dapat diartikan sebagai tanaman kayu yang ditanam dalam bentuk kebun atau sistem agroforestry, yang dibangun dan atau dikelola oleh rakyat, baik secara individu maupun berkelompok dan terutama bertujuan untuk memproduksi kayu. Tanaman kayu rakyat di dalam pengertian ini khususnya mencakup Hutan Rakyat atau Hutan Hak menurut Undang-undang (UU) No. 41 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No 3 Tahun 2004; Hutan Tanaman Rakyat (HTR) menurut batasan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2007 atau Permenhut No. 23 Tahun 2007; Hutan Kemasyarakatan (HKm) menurut Permenhut No. P.37/Menhut-II/2007.serta bentuk-bentuk tanaman kayu lainnya yang menempatkan rakyat di tingkat pedesaan sebagai pelaku utama di dalam kegiatan penanaman dan atau pengelolaannya. Tanaman kayu rakyat dapat dibedakan dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) terutama dari aspek pengelolanya dan skala operasionalnya. Dibandingkan dengan HTI, tanaman kayu rakyat dikelola oleh masyarakat pada tingkat rumah tangga dengan skala luasan yang relatif kecil. Tanaman kayu rakyat di Indonesia memiliki peran yang sangat penting di dalam pembangunan kehutanan. Tanaman kayu rakyat berperan sebagai sarana pelaksanaan program rehabilitasi hutan dan lahan, pemasok bahan baku kayu bagi industri perkayuan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pedesaan. Walaupun belum banyak data yang tersedia tentang potensi kayu dari areal tanaman kayu rakyat, hasil sensus tahun 2003 mencatat bahwa potensi produksi kayu yang berasal dari areal hutan rakyat di Indonesia adalah sekitar 68.5 juta pohon atau setara dengan 14 juta1 m3, sementara jumlah cadangan tegakan mencapai lebih dari 226 juta pohon atau setara dengan 45 juta m3 (Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan 2004). Angka-angka tersebut hanya memperhitungkan tujuh jenis tanaman hutan rakyat yang paling dominan ditanam oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, namun belum mencakup berbagai jenis lainnya yang lebih spesifik ditanam di wilayah-wilayah 1
Dengan asumsi bahwa 1 m3 setara dengan 5 pohon yang siap tebang.
2
tertentu di Indonesia. Potensi tersebut relatif sangat besar apabila bila dibandingkan dengan kemampuan pasokan kayu berdasarkan Jatah Penebangan Tahunan (JPT) nasional tahun 2009, yang hanya mencapai 9.1 juta m3 (SK. Dirjen BPK No SK.432/VI-BPHA/2008). Mengingat peranannya yang cukup nyata dalam pembangunan kehutanan, berbagai dukungan kebijakan telah dilakukan pemerintah dalam upaya pengembangan tanaman kayu rakyat di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat luas di dalam upaya penanaman kayu. Diawali dengan Instruksi Presiden (INPRES) No. 8 pada tahun 1976, kegiatan tanaman kayu rakyat telah digalakkan di Indonesia melalui program penghijauan dan reboisasi. Pada tahun 2003 pemerintah bahkan telah menjadikan “perhutanan sosial” (social forestry) sebagai payung dalam pembangunan kehutanan (Rusli 2003) yang pada intinya menempatkan masyarakat sebagai elemen penting di dalam pengelolaan hutan, termasuk dalam kegiatan penanaman kayu. Setelah itu berbagai program pemerintah diluncurkan, seperti Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL dan kemudian menjadi GERHAN), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), hutan desa dan baru-baru ini program One Man One Tree (OMOT) dan One Billion Indonesian Trees (OBIT). Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa luas total areal tanaman kayu rakyat di Indonesia dewasa ini baru mencapai sekitar 3.7 juta ha yang sebagian besar berupa hutan rakyat (3.5 juta ha) dan sisanya merupakan gabungan dari HKm, hutan desa dan HTR (Pusat Humas Kemenhut 2011). Dari jumlah tersebut, sebagian besar tanaman berupa hutan rakyat yang terkonsentrasi di Jawa, di mana ketersediaan lahan sangat terbatas. Sementara itu areal lahan kritis di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kayu rakyat kini telah mencapai sekitar 42 juta ha (Hindra 2006). Nampaknya berbagai dukungan kebijakan yang telah dilakukan pemerintah masih belum cukup efektif untuk meningkatkan motivasi masyarakat luas di dalam usaha penanaman kayu rakyat. Oleh karena itu berbagai upaya masih perlu dilakukan agar kebijakan-kebijakan yang diterapkan lebih tepat sasaran dalam memotivasi masyarakat luas di dalam usaha penanaman kayu.
3
1.2. Perumusan Masalah Pengalaman di berbagai belahan dunia menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan tanaman kayu rakyat. Zhang dan Owiredu (2007) melaporkan bahwa harga jual kayu merupakan faktor pendorong bagi perkembangan tanaman kayu rakyat di Ghana. Permintaan yang tinggi atas kayu serta keterbatasan pasokan kayu dari areal hutan alam telah mendorong perkembangan hutan tanaman, termasuk tanaman kayu jati rakyat di Laos (Midgley et al. 2007). Demikian pula di Filipina, perkembangan tanaman kayu rakyat dipicu oleh permintaan atas kayu yang meningkat serta harga kayu yang menguntungkan (Bertomeu 2006). Intensitas kebijakan pemerintah yang tinggi, khususnya yang mendukung perkembangan hutan tanaman memiliki korelasi yang kuat dengan pertumbuhan hutan tanaman pada skala global (Rudel 2009). Manfaat ekonomis usaha tanaman kayu rakyat dilaporkan secara kontradiktif oleh berbagai penulis. Pada kasus di Costa Rica, Kishor dan Constantino (1993) melaporkan bahwa usaha tanaman kayu rakyat lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha tanaman pertanian lainnya, apabila tingkat suku bunga cukup rendah Akan tetapi beberapa kasus yang lain menunjukkan hasil yang sebaliknya (van Bodegom et al. 2008). Bahkan di negara maju seperti Jepang, agar usaha tanaman kayu rakyat cukup menarik petani, kadang-kadang subsidi pemerintah masih diperlukan (Ota 2001). Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa usaha tanaman kayu rakyat hanya memberikan keuntungan finansial yang marjinal (Race et al. 2009), sementara Siregar et al. (2007) melaporkan kasus tanaman sengon di Kediri yang ditanam dengan berbagai pilihan tanaman pertanian memberikan keuntungan pada tingkat suku bunga yang cukup tinggi (17.53%). Usaha tanaman kayu rakyat pada umumya berperan hanya sebagai usaha sampingan para petani dan belum menjadi sumber pendapatan utama (Darusman dan Hardjanto 2006; Lubis 2010; Sitanggang 2009). Beberapa hal masih menjadi hambatan dalam upaya pengembangan tanamanan kayu rakyat, seperti masa tunggu yang lama, keengganan para petani untuk melakukan penjarangan tegakan dan keterbatasan akses mereka terhadap bibit tanaman yang berkualitas (Midgley et al. 2007). Kebijakan pemerintah yang kurang kondusif, seperti penetapan pajak eksploitasi kayu yang terlalu rendah
4
dapat menyebabkan usaha tanaman kayu rakyat kurang kompetitif dengan harga kayu dari hutan alam (Herbohn 2001). Di Kanada, dimana sebagian besar sumber daya hutan dikuasai negara dan perusahaan besar, kebijakan-kebijakan atas tanaman kayu sering lebih berpihak kepada perusahaan-perusahaan besar tersebut dan menyediakan sedikit ruang bagi tanaman kayu rakyat untuk berkembang (Mitchell-Banks 2001). Berdasarkan uraian di atas, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang
bagaimana
sistem
usaha
tanaman
kayu
rakyat
berlangsung.
Mempertimbangkan bahwa petani kayu merupakan aktor utama di dalam usaha tanaman kayu rakyat tersebut, maka diperlukan pemahaman yang lebih baik terhadap proses pengambilan keputusan oleh petani di dalam usaha tanaman kayu rakyat. Pemahaman tersebut akan sangat bermanfaat dalam perumusan kebijakan yang lebih tepat untuk mendorong perkembangan tanaman kayu rakyat di Indonesia. Armstrong
di
dalam
Clement
(2007)
menyatakan
bahwa
proses
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh persepsi pembuat keputusan tersebut. Persepsi biasanya sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan karena persepsi didasarkan atas informasi yang diperoleh langsung dari subyek yang diamati, dan lebih kuat pengaruhnya daripada informasi yang disampaikan secara tidak
langsung
oleh
pihak
lain.
Persepsi,
menurut
kamus
bahasa
(http://kamusbahasaindonesia.org/persepsi# ixzz1j QA00R3g, diakses tanggal 14 Januari 2012; http://dictionary.reference.com/ browse/ perception, diakses tanggal 12 Januari 2012) dapat diartikan sebagai perolehan pengetahuan melalui indra atau pikiran. Persepsi dibedakan dengan sekedar “tahu” atau “awareness”. Persepsi mengandung pengertian bahwa informasi yang diketahui mempunyai relevansi dengan kebutuhan subyeknya sehingga memberi pengaruh kepada perilaku subyek. Perilaku petani akan berubah apabila awareness dan persepsi berkaitan atau berasosiasi (Oladele dan Fawole 2007). Blaikie dalam Clement (2007) menyatakan bahwa persepsi terhadap suatu realitas (biofisik) tergantung kepada representasi bentuk sosial yang terbentuk dari beberapa tahap. Yang pertama adalah bahwa persepsi berubah melalui pengalaman dan yang kedua melalui proses interpretasi atas fakta-fakta ilmiah.
5
Dalam konteks fakta ilmiah tersebut, Searle dalam Clement (2007) menegaskan perlunya membedakan antara fakta-fakta alamiah (brute facts) dan fakta-fakta kelembagaan (institutional facts). Fakta alamiah relatif bersifat netral karena merupakan penjelasan atau deskripsi dasar atas suatu realitas biofisik, sedangkan fakta kelembagaan sarat dengan nilai dimana nilai-nilai tersebut tidak harus sama di antara kelompok-kelompok sosial yang berinteraksi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pemahaman atas persepsi petani di dalam usaha tanaman kayu perlu dilakukan melalui pengumpulan informasi atas pandangan petani terhadap usaha tersebut, serta dengan menganalisa faktafakta alamiah dan kelembagaan yang dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh petani. Selanjutnya, melalui pengamatan atas fakta-fakta di lapangan, penelitian ini mencoba memahami strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat tersebut pada kondisi realitas kehidupan yang mereka hadapi. Hasil analisa atas persepsi dan strategi petani tersebut selanjutnya digunakan untuk mencari pilihan intervensi kebijakan yang lebih efektif untuk mendorong investasi masyarakat di dalam usaha penanaman kayu rakyat. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menganalisa persepsi dan strategi petani di dalam usaha tanaman kayu rakyat dalam rangka penentuan pilihan-pilihan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengusahaan tanaman kayu rakyat di Indonesia. Pertanyaan pokok penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: a.
Bagaimanakah persepsi petani terhadap usaha tanaman kayu rakyat dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi persepsi petani tersebut?
b.
Bagaimanakan strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat tersebut pada kondisi realitas kehidupam yang mereka alami?
c.
Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh para petani dan peluang-peluang yang tersedia bagi mereka untuk meningkatkan manfaat tanaman kayu rakyat bagi mereka?
6
d. Apakah pilihan-pilihan intervensi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong upaya peningkatan kinerja pengusahaan tanaman kayu rakyat di Indonesia? 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Tanaman kayu rakyat yang dikaji di dalam penelitian ini difokuskan pada hutan rakyat pada lahan-lahan milik petani. Beberapa informasi yang berkaitan dengan bentuk tanaman kayu rakyat lainnya, seperti HKm dan HTR digunakan sebagai pelengkap bahan kajian. Analisa didalam penelitian didasarkan atas kasus-kasus pengusahaan tanaman kayu rakyat yang terdapat di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Analisa atas persepsi dan strategi di dalam pengusahaan tanaman kayu rakyat difokuskan kepada para petani sebagai aktor utama di dalam usaha ini. Persepsi dari para aktor lainnya yang terlibat di dalam sistem ini digunakan dalam konteks untuk menjelaskan persepsi dan strategi petani tersebut. Analisa terhadap persepsi didasarkan atas respon langsung para petani responden atas pertanyaan yang disampaikan melalui wawancara dan atau survey rumah tangga serta dengan mengamati perilaku mereka di dalam tatacara pengusahaan tanaman kayu rakyat. 1.5. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) di dalam sistem pengusahaan tanaman kayu rakyat, terutama kepada: a.
Para pengambil keputusan, khususnya para pengambil kebijakan di tingkat pusat dan kabupaten: Penelitian ini menyajikan informasi yang menjelaskan bagaimana persepsi petani atas usaha tanaman kayu rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal mereka serta mempengaruhi strategi petani di dalam menjalankan usaha tanaman kayu rakyat tersebut. Informasi tersebut sangat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan intervensi kebijakan yang lebih adaptif dengan pola pikir para petani sebagai aktor utama di dalam usaha tanaman kayu rakyat.
b.
Kaum akademisi: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan di dalam penelitian bidang ilmu-ilmu sosial, khususnya bagi penelitian yang
7
akan mendalami perilaku petani di dalam usaha penanaman kayu sebagai respon atas kondisi lingkungan dan berbagai pengaruh lainnya. c.
Agen-agen pembangunan: Hasil penelitian ini memberikan informasi dan pembelajaran dari studi kasus sistem usaha tanaman kayu rakyat di Jawa dan luar Jawa, khusunya tentang hambatan yang dihadapi dan peluang intervensi yang tersedia dalam rangka pengembangan usaha tanaman kayu rakyat tersebut.
d.
Masyarakat, khususnya para petani penanam kayu rakyat: Penelitian memberikan manfaat secara tidak langsung kepada masyarakat melalui adopsi hasil-hasil penelitian oleh para pengambil kebijakan di dalam merumuskan kebijakan yang baru yang lebih kondusif bagi pengembangan usaha tanaman kayu rakyat.
e.
Para pengusaha atau penanam modal, khususnya perusahaan-perusahaan kehutanan: Penelitian ini memberikan informasi dan pembelajaran tentang potensi dan cara-cara untuk menjalin kemitraan yang berkesinambungan dengan para kelompok petani tanaman kayu rakyat.
1. 6. Kebaruan Kebaruan yang dihasilkan dari penelitian ini terletak pada penggunaan kerangka analisa kelembagaan untuk memahami hubungan sebab akibat antara strategi petani di dalam sistem pengusahaan tanaman kayu rakyat dengan persepsi petani atas usaha tersebut serta faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi dan strategi petani tersebut. Pada tataran operasional, penelitian ini juga menghasilkan beberapa pilihan intervensi kebijakan yang dapat dipertimbangkan di dalam upaya pengembangan usaha tanaman kayu rakyat.