BAB I
PENDAHULUAN
Remaja Siap Membangun
1
2
Remaja Siap Membangun
MENYIAPKAN SDM SIAP BEKERJA
Dalam banyak hal, dibandingkan banyak negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang beruntung. Selama tigapuluh tahun ini keadaan relatif aman, tidak ada peperangan yang dahsyat, hanya di beberapa tempat ada gangguan yang segera dapat diselesaikan. Pemerintah dan seluruh masyarakat mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kondisi anak-anak. Orang tua telah dipersenjatai dengan kemampuan mengatur kelahiran dan jumlah anak melalui program kesehatan dan KB dengan pelayanan yang tersedia hampir di seluruh pelosok.
T
ingkat kematian bayi telah dapat diturunkan dengan lebih dari 50 persen. Demikian juga tingkat kematian bayi dan anak-anak juga telah dapat diturunkan lebih dari 50 persen. Dengan jumlah anak yang relatif sedikit, kita bersyukur bahwa pada hari libur orang tua makin bisa membawa anak cucunya mendatangi tempat-tempat hiburan, yang murah meriah, atau yang mahal, tergantung pada kemampuan ekonomi orang tua atau kerabatnya.
Remaja Siap Membangun
3
Pendahuluan
Lebih dari itu kita telah mempunyai Undang-undang Pendidikan Nasional yang baru dan diharapkan mengakomodasikan berbagai semangat dan kepentingan reformasi dengan jiwa penghargaan yang tinggi terhadap manusia, kemanusiaan dan demokrasi. Pengesahan Undang-Undang yang dulu sempat mengundang kontroversi itu segera harus ditindak lanjuti dengan peraturan yang lebih operasional agar pelaksanaannya dapat menjamin pembangunan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang diharapkan. Salah satu masalah pendidikan yang sangat tertinggal adalah pendidikan dini usia (early education) untuk anak-anak dibawah usia lima tahun di rumah, di lingkungan kelompok ibu-ibu di RT, atau di lingkungan lain di desanya. Alhamdulllah, karena upaya ini atau karena desakan kesibukan ibu-ibu di kota dan desa maju, mulai tumbuh lembaga-lembaga pendidikan formal untuk anak-anak balita. Namun, umumnya lembaga pendidikan usia dini itu diselenggarakan oleh lembaga-lembaga swasta dengan sedikit uluran tangan pemerintah atau sama sekali tidak ada campur tangan pemerintah. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan usia dini itu adalah pendidikan luar sekolah. Sebagai akibatnya, seperti pendidikan dan pelatihan luar sekolah lainnya, cakupan yang ditawarkan relatif sangat rendah. Selama sepuluh tahun terakhir, tanpa memperhitungkan anak-anak yang mengikuti pendidikan dini melalui pesantren dan sekolah-sekolah agama, pendidikan dini yang bersifat formal selama tahun 1999 - 2000 hanya mampu membantu sekitar 9,8persen anak-anak usia dini saja. Pada tingkat pendidikan dasar awal, yaitu tingkat pendidikan untuk anak-anak usia 6-12 tahun, kita sudah agak beruntung. Tanpa melihat mutunya, dengan adanya wajib belajar yang digencarkan sejak tahun 1984, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan yang sangat dasar itu telah mencapai hampir 100 persen. Di beberapa daerah angka partisipasi kasar
4
Remaja Siap Membangun
Pendahuluan
itu bahkan mencapai lebih dari 100 persen karena anak-anak umur diatas 12 tahun ikut diperhitungkan juga. Untuk usia SD ini boleh dikatakan bahwa pada waktu ini tidak ada pendidikan luar sekolah. Karena cakupan yang sudah cukup baik, menjadi tugas kita untuk meningkatkan mutu sekolah, guru, perlengkapan dan segala metoda yang dipergunakan untuk pendidikan dasar tersebut. Dengan mutu yang baik sekolah bisa menjadi andalan untuk mengantar anak-anak kita. Lebih-lebih dengan pendekatan Broad Based Education System (BBE), yaitu menyiapkan anak didik untuk siap bekerja, yang dianut sekarang, harus dipikirkan pendidikan luar sekolah untuk anak-anak tersebut. Tanpa partisipasi orang tua dan masyarakat, dalam pendidikan luar sekolah, khususnya dalam bidang-bidang kewirausahaan, hampir pasti ratusan ribu sekolah dan guru SD itu tidak akan mampu memberikan pendidikan dasar yang terbaik untuk anak-anak kita, pemilik masa depan bangsa. Pendidikan luar sekolah itu harus dirancang dengan baik karena untuk para guru mereka tidak begitu saja bisa memberikan pendidikan siap kerja karena anak-anak SD memang belum bisa siap kerja karena usia yang sangat muda. Tetapi barangkali guru-guru harus disiapkan agar anak-anak SD itu siap untuk mengikuti kursus dengan jangka waktu yang lebih panjang, misalnya dua tahun atau lebih, meneruskan ke kursus lanjutan dengan bekal yang lebih baik, dan akhirnya setelah lulus dari berbagai pendidikan dan pelatihan luar sekolah itu mereka menjadi sumber daya yang bermutu dan siap bekerja. Pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas keadaan kita sungguh sangat memprihatinkan. Tingkat partisipasi pada sekolah menengah pertama masih berkisar sekitar angka
Remaja Siap Membangun
5
70 - 72 persen. Pada tingkat yang lebih tinggi, SMU, SMK dan Madrasah Aliyah tingkat partisipasi itu hanya sekitar 39 - 40 persen saja. Ini berati bahwa anak-anak umur 13-18 tahun, yang sedang berada pada jenjang pendidikan menengah jumlah seluruhnya hanya sekitar 55 - 60 persen. Atau, remaja usia sekolah menengah yang tidak sedang sekolah masih sekitar 40 - 45 persen. Ada dua langkah yang harus mendapat perhatian kita bersama, baik didukung oleh Undang-undang Pendidikan atau berdasarkan UUD, yaitu bahwa bangsa ini harus segera membenahi anak-anak dan remajanya. Yang pertama adalah memperluas daya tampung sekolah menengah yang ada, terutama mempercepat pelaksanaan system BBE pada tingkat menengah agar anak didik yang sempat melanjutkan pendidikan pada jenjang tersebut betul-betul disiapkan untuk hidup mandiri. Mereka mendapat bekal ilmu pengetahuan, tehnologi tepat guna, mengenal potensi lingkungannya serta siap bekerja apa saja yang kiranya dapat mendukung hidup mandiri pada saat berdiri mandiri berumah tangga. Untuk memperluas daya tampung tersebut tidak saja dengan memperluas sekolah atau menambah sekolah tetapi juga mendidik orang tua dan masyarakat untuk merelakan anakanaknya memasuki pendidikan setinggi-tingginya untuk bekal masa depan. Pada masa sekarang, pendidikan luar sekolah mempunyai peran yang sangat menentukan. Hampir dapat dipastikan bahwa sistem pendidikan formal yang ada tidak atau belum siap untuk memberikan pembekalan ketramprilan kepada anak-anak SLIP dan SLTA yang harus siap mandiri itu. Karenanya pemerintah, bersama-sama dengan lembaga swasta harus dengan berani menggalang kerjasama dengan lembaga-lembaga industri dan perdagangan untuk menawarkan pendidikan luar sekolah yang praktis dan relevan dengan kebutuhan dunia usaha tersebut. Anak-anak sekolah
6
Remaja Siap Membangun
menengah yang jumlahnya melimpah itu terlalu banyak untuk digarap oleh lembaga pemerintah saja. Pemerintah dapat mengadakan investasi yang tinggi pada SDM anakanak dan remaja tersebut, termasuk dan terutama anak-anak dan remaja yang karena berbagai sebab tidak sempat bersekolah. Dibandingkan dengan anak-anak dan remaja yang sedang sekolah, mereka yang tidak sekolah atau DO, harus mendapat prioritas yang utama agar segera dapat dihantar untuk siap bekerja. Pendekatan yang harus ditempuh adalah dengan memberi dukungan yang kuat terhadap banyak sekali pendidikan luar sekolah yang telah ada dan sekaligus membangun lebih banyak lagi pendidikan luar sekolah untuk menyiapkan anak-anak muda dan remaja agar siap mandiri. Kursus-kursus ketrampilan dengan peralatannya yang sederhana harus dibantu dengan alatalat yang lebih canggih agar anak didik, anak usia remaja, yang sudah siap bekerja mendapat pembekalan yang paling mutakhir. Anak-anak dengan pembekalan yang lengkap ini harus diberjkan sertifikasi yang menjamin bahwa mereka bisa bekerja dengan baik di perusahaan dengan peralatan modern. Mereka dijamin bisa menjadi operator yang canggih dan dengan demikian bisa memperoleh gaji yang memadai, cukup besar untuk mengangkat keluarganya menuju keluarga yang lebih sejahtera. Anggapan bahwa pendidikan luar sekolah terkesan sebagai proyek sambilan pemerintah harus segera dihilangkan. Pembangunan dan pengisian pendidikan formal yang terkesan sangat sulit harus diubah. Tidak ada salahnya pendidikan luar sekolah yang dikelola bersama masyarakat dijadikan proyek unggulan bersama antara Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Perindustrian dan
Remaja Siap Membangun
7
Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kementerian Pemberayaan Perempuan. Kerjasama antar instansi tersebut bisa lebih dilengkapi dengan mengajak pemerintah daerah menjadikan program tersebut sebagai unggulan utama dalam membangun daerah otonomi baru. Bersamaan dengan itu harus pula dikembangkan program pemberdayaan keluarga sehingga setiap keluarga tidak merasa kehilangan kekuatannya karena anak dan remajanya sedang sekolah. Orang tua harus menjamin makan, pakaian dan keperluan lainnya padahal anak-anak remaja belum bisa menyumbang pada pendapatan keluarga. Mereka kelihatan seperti aset yang bisa bekerja tetapi tidak banyak diharapkan oleh keluarganya karena sedang sekolah. Tanpa upaya kompensasi untuk keluarga yang pas-pasan, pasti orang tua akan berusaha memaksa anak-anaknya untuk ikut membantu bekerja “mengisi periuk” yang menganga di rumahnya. Dengan kerjasama tersebut dapat dikembangkan program penyiapan lapangan kerja secara terpadu sehingga setiap kegiatan pelatihan dapat dikaitkan langsung dengan rencana kegiatan ekonomi produktif yang direncanakan di daerah yang bersangkutan. Artinya, semua program pelatihan tidak lain adalah dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia untuk suatu kegiatan yang secara regional sudah jelas perencanaannya. Keterpaduan ini hanya mungkin kalau setiap pemerintah daerah mempunyai suatu master plan, perencanaan pembangunan di daerahnya. Pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat usia pendidikan tinggi di Universitas atau Perguruan Tinggi, keadaan kita jauh dari memuaskan. Hanya kurang dari 15 persen remaja usia perguruan tinggi sedang mengikuti
8
Remaja Siap Membangun
kuliah. Ini berarti lebih dari 85 persen remaja usia perguruan tinggi sedang tidak kuliah. Kebanyakan dari mereka hampir pasti juga belum bekerja. Kalau toh bekerja mereka bekerja dengan basis sekolah tertinggi yang telah mereka ikuti, yaitu sekolah dasar, sekolah menengah pertama atau paling tinggi sekolah menengah atas. Karena itu kemampuan dan produktifitasnya juga terbatas. Untuk menyelesaikan persoalan ini tidak mudah. Tidak semua anak remaja bisa dan mampu mengikuti pendidikan tinggi. Lebih-lebih lagi kalau dilihat tingkat partisipasi sekolah menengah atas yang ada. Dikemudian hari kalau kita berhasil memacu tingkat partisipasi pendidikan menengah alja^ dan tingkat kemiskinan bisa dikurangi secara drastis, barangkali kita bisa memacu peningkatan partisipasi pada pendidikan tinggi itu. Penyelesaian melalui pendidikan atau kursus-kursus di luar sekolah menjadi tumpuan yang sangat menjanjikan. Oleh karena itu usulan peningkatan perhatian dan perluasan pendidikan luar sekolah berlaku juga untuk remaja usia perguruan tinggi tersebut. Anak-anak usia perguruan tinggi dari segi umur sudah lebih siap untuk bekerja dan membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Salah satu lembaga pendidikan luar sekolah yang sangat ideal dan pantas segera mendapat perhatian adalah Gerakan Nasional Pramuka. Gerakan Nasional Pramuka yang anggota utamanya sekarang ini berbasis sekolah harus diperluas untuk menjangkau dan menampung anak-anak muda dan remaja yang tidak sekolah. Basis-basis masyarakat yang bisa disebut gugus berbasis masyarakat dapat segera dirangsang pembentukannya dengan komitmen dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat. Dalam gugus-gugus berbasis masyarakat ini para remaja bukan lagi anak
Remaja Siap Membangun
9
didik, tetapi harus diperlakukan sebagai calon-calon kader pembangunan bangsa yang harus segera diperkenalkan kepada setidak-tidaknya delapan fimgsi keluarga yang utama. Karena itu dalam gugusnya mereka dibekali dengan upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, membangun kepribadian dan jati dirinya, mencintai keluarga dan sesama sahabat dalam jaringan seperjuangan, mempunyai komitmen untuk melestarikan budaya bangsa dengan menjaga kehormatan diri, bangsa dan negaranya, tekun mempelajari reproduksi sejahtera, melanjutkan pengenalan ilmu dan tehnologi, memahami hal-hal yang sangat esensial untuk mengembangkan kemampuan wirausaha serta mencintai lingkungan yang memberikan limpahan bahan baku untuk usaha dan kehidupannya yang sejahtera. Dengan tema semacam itu Gerakan Nasional Pramuka untuk anak muda dan remaja menjadi bagian yang strategis sebagai lembaga pendidikan dan pembangunan yang menempa anak muda menjadi makin tangguh dalam iman, sikap dan tingkah laku serta makin profesional dalam membangun percaya diri untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara penuh, menurat pilihannya, demi keluarga dan tanah airnya. Lembaga Pramuka menjadi ujung tombak yang lengkap dalam pendidikan luar sekolah yang melatih kedalaman dan sekaligus memperkenalkan anak muda kepada kehidupan nyata di masyarakat luas.
D D D
10
Remaja Siap Membangun
BAB II
MEMPERSIAPKAN REMAJA SIAP KERJA
Remaja Siap Membangun
11