BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu jaringan yang mendukung mobilitas, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah handover, yaitu proses perpindahan dari sebuah sel base station (BS) ke base station lainnya dengan menjamin adanya keberlangsungan komunikasi. Walaupun handover bertujuan untuk menjaga keberlangsungan komunikasi, namun mekanisme tersebut menimbulkan handoff latency (delay yang ditimbulkan akibat penentuan base station tujuan handover) yang dapat mengganggu kualitas layanan. Handover terjadi karena sinyal yang diberikan oleh Serving base station (SBS), base station yang memberikan layanan kepada mobile station (MS) mengalami penurunan hingga di bawah ambang batas yang ditentukan oleh sistem. Salah satu penyebab turunnya kualitas sinyal tersebut adalah adanya dukungan mobilitas yang diberikan sehingga mobile station dapat melewati jangkauan sinyal maksimal dari sebuah base station. Salah satu teknologi jaringan wireless yang mendukung mobilitas adalah WiMAX. WiMAX merupakan singkatan dari Worldwide interoperability Microwave Access. Umumnya jangkauan sebuah sel base station WiMAX mencapai radius 6 mil (dalam teori bisa mencapai radius 30 km hingga 50 km) namun dalam pengembangannya, baru diimplementasikan dalam jangkauan 1 km hingga 30 km (Kumar, 2012). Mekanisme handover pada standardWiMAX yang mendukung mobilitas, IEEE 802.16m diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu Hard handover (HHO) dan soft handover (SHO). HHO merupakan mekanisme default yang dimiliki oleh protokol IEEE 802.16m, sedangkan SHO merupakan mekanisme opsional dengan biaya dan kompleksitas yang lebih besar (Ahmadi, 2011). Selain itu perbedaan yang signifikan antara HHO dan SHO terletak pada proses scanning neighbor base station (NBS) untuk menentukan target base station (TBS). Target base
1
2
station merupakan neighbor base station yang memenuhi kriteria dari mobile station untuk melakukan handover atau yang memiliki peluang sebagai serving base station berikutnya. Pada mekanisme HHO, koneksi antara mobile station dengan serving base station akan terputus selama proses scanning, hal ini disebut dengan proses Break Before Make (BBM). Sedangkan pada mekanisme SHO proses yang terjadi adalah Make Before Break (MBB), yaitu koneksi mobile station dengan serving base station masih berlangsung pada proses scanning neighbor base station dan terputus ketika mobile station sudah berpindah dan diterima oleh serving base station berikutnya (Kumar, 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut mekanisme HHO akan memiliki peluang yang lebih besar dalam mencapai kegagalan dalam proses handover. Untuk mengurangi handoff latency dan meningkatkan keberhasilan dari skema HHO konvensional, Zhang et al. (2010) melakukan pengembangan skema handover pada standar protokol WiMAX IEEE 802.16e dengan menambahkan mobility pattern. Perbedaannya terletak pada proses scanning, yaitu dalam penentuan target base station yang akan digunakan sebagai kandidat serving base station berikutnya. Pada mekanisme handover yang menggunakan metode mobility pattern, tidak semua target base station mengalami proses scanning dan ranging, proses tersebut hanya di lakukan pada target base station yang memiliki prioritas tertinggi. Jika target base station dengan prioritas tertinggi tidak dapat menerima mobile station yang mengalami handover, maka proses scanning diulang kembali pada target base station dengan prioritas lebih rendah. Begitu seterusnya hingga menemukan target base station yang tepat. Berbeda dengan hal tersebut, mekanisme handover dengan metode konvensional melakukan proses scanning untuk semua target base station, sehingga waktu yang diperlukan lebih lama daripada skema handover dengan mobility pattern. Keunggulan skema handover dengan mobility pattern diperkuat dengan penelitian Khan et al. (2013), yang membandingkan lima metode untuk mengurangi handoff latency. Khan et al. (2013) menyatakan bahwa mobility pattern merupakan metode terbaik untuk mengurangi handoff latency hingga 50% dibandingkan dengan empat metode lainnya. Meskipun demikian, dalam
3
kenyataannya mobility pattern sangat tidak efektif jika semua target base station yang memiliki prioritas tinggi tidak dapat menerima permintaan handoff dari mobile station, baik karena requirement dan resource mobile station. Jika target base station tidak menerima permintaan handoff dari mobile station, maka proses scanning akan dilakukan kembali pada target base station dengan prioritas yang lebih rendah dari target base station sebelumnya. Terdapat kemungkinan bahwa seluruh target base station menolak permintaan handoff dari mobile station sehingga mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan handover sangat panjang. Aspek-aspek probabilitas tersebut tidak ditunjukkan dalam penelitian Zhang et al. (2010). Selain itu Zhang et al. (2010) sendiri juga menyebutkan bahwa sangat memungkinkan skema mobility pattern memberikan prediksi yang tidak akurat atau mengandung kesalahan. Kesalahan yang terjadi dalam skema handover dengan mobility pattern untuk memprediksi target base station mungkin berada pada perancangan atau pemodelannya. Ini didasari atas analisis handoff latency pada penelitian Zhang et al. (2010) yang dilakukan dengan simulasi. Simulasi tidak dapat menunjukkan suatu kesalahan atau darimana error sistem berasal. Ditambahkan dengan kemungkinan mobile station mengalami penolakan tidak diperhatikan. Masalah yang tidak dapat diungkapkan dalam analisis simulasi bisa dilakukan dengan metode formal, yaitu dengan pemodelan yang menjadi kontribusi penulis dalam penelitian ini. Metode formal merupakan suatu teknik yang berpotensi untuk mengintegrasikan verifikasi dalam tahap perancangan sistem. Menurut hasil investigasi oleh Federal Aviation Authority (FAA) dan National Aeronautics and Space Administration (NASA) dalam Baier and Katoen (2008) tentang penggunaan metode formal menyimpulkan bahwa metode formal harus menjadi bagian dari edukasi untuk semua ilmuan komputer dan software engineer, sama seperti cabang dari matematika terapan yang dibutuhkan sebagai bagian dari pendidikan semua engineer lainnya. Metode formal memimpin pengembangan teknik verifikasi yang sangat menjanjikan dengan memberikan pendeteksian dini. Selain itu Baier and Katoen (2008), menyatakan bahwa Probabilistic model checking varian dari model checking adalah sebuah prosedur otomatis untuk suatu
4
kemunculan jika suatu properti yang diinginkan berada pada sebuah model sistem probabilistik. Keuntungan dari teknik ini terletak pada analisis yang lebih mendalam dan hasil yang didapatkan dalam bentuk numerik yang tepat untuk menjawab pertanyaan temporal logic. Berbeda dengan metode analisis perkiraan seperti simulasi. Probabilistic model checking diperkenalkan dengan logika Probabilistic Computational Tree Logic (PCTL) untuk model Discrete Time Markov Chain (DTMC) dan Continuous Stochastic Logic (CSL) untuk model Continuous Time Markov Chain (CTMC). Penelitian yang menggunakan metode formal untuk melakukan analisis skema handover sudah banyak dilakukan. Chowdhurry et al. (2012) menyatakan, perilaku proses handover mengalami perubahan dalam domain waktu yang kontinyu terhadap kemunculan suatu kejadian (seperti arrival dan layanan panggilan dengan prioritas). Untuk model jaringan dengan perubahan yang terjadi dalam domain kontinyu, analisis performa secara akurat hanya mungkin dilakukan jika sistem dimodelkan dengan CTMC. Penelitian yang dilakukan adalah membuat sebuah algoritma untuk meminimalkan konsumsi energi dan memodelkan skema handover tersebut dengan CTMC, namun penelitian tersebut tidak memperhatikan handoff latency. Ma et al. (2006) melakukan evaluasi performa dari proses soff handoff dari jaringan seluler CDMA menggunakan pemodelan proses birth-death yang merupakan varian dari CTMC. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kirsal and Gemikonakli (2009) telah menunjukkan bahwa proses birth-death bisa digunakan untuk memodelkan proses Hard handover dari protokol jaringan seluler wireless untuk mengevaluasi performa dengan memperhatikan blocking probability dan dropping probability. Berdasarkan uraian diatas, diusulkan suatu penelitian untuk memodelkan dan mengevaluasi pengaruh mobility pattern terhadap handoff latency pada jaringan WiMAX.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
5
1. Bagaimana membangun model skema handover dengan mobility pattern pada jaringan WiMAX? 2. Bagaimana melakukan verifikasi dan evaluasi skema handover dengan mobility pattern untuk mengetahui pengaruh handoff latency pada jaringan WiMAX?
1.3 Batasan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini memiliki ruang lingkup yang cukup luas, sehingga diberikan beberapa batasan antara lain: 1. Penelitian ini berfokus pada mekanisme Hard handover (HHO). 2. Base station dan mobile station pada penelitian ini diasumsikan memiliki teknologi dan spesifikasi yang sama. 3. Sebuah mobile station diasumsikan menggunakan sebuah channel ketika melakukan panggilan pada sebuah base station. 4. Model CTMC yang dibangun hanya memperhatikan proses handover pada sebuah target base station. 5. Verifikasi yang dilakukan berfokus pada properti kualitatif. 6. Tool model checker yang digunakan adalah PRISM.
1.4 Keaslian Penelitian Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, penulis dapat menyatakan bahwa penelitian yang membahas tentang pemodelan dan evaluasi pengaruh mobility pattern terhadap handoff latency pada jaringan WiMAX belum pernah dilakukan. Namun telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai evaluasi performa dengan menggunakan CTMC, pemodelan dan verifikasi untuk konsumsi energy pada jaringan WiMAX yang akan dipaparkan pada tinjauan pustaka.
1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Membangun model skema handover yang menggunakan mobility pattern pada jaringan WiMAX dalam bentuk CTMC.
6
2. Mengetahui hasil perbandingan handoff latency dari skema handover mobility pattern dengan skema handover konvensional pada jaringan WiMAX.
1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji pendekatan pemodelan dan evalusi pengaruh skema handover dengan mobility pattern terhadap handoff latency pada jaringan WiMAX. 2. Pada bidang jaringan, diharapkan penelitian ini memberikan solusi untuk mengurangi handoff latency pada jaringan WiMAX. 3. Dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut, baik yang akan meneliti handover pada jaringan WiMAX atau metode formal.
1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan melakukan analisa terhadap sumber tertulis seperti buku, jurnal, e-book, karya ilmiah dan tugas akhir yang bersangkutan dengan topik penelitian. Referensi yang diperlukan adalah pemodelan skema handover protokol jaringan WiMAX dengan CTMC 2. Analisis Pada tahap ini dilakukan analisis perilaku handover dari protokol WiMAX. Analisis ini digunakan untuk menyusun pemodelan yang akan dilakukan terhadap protokol jaringan WiMAX. 3. Desain Pada tahap ini dilakukan perancangan pemodelan yaitu dengan membuat abstraksi proses handover pada protokol mobile WiMAX. 4. Pemodelan Pada tahap ini dilakukan pemodelan protokol berdasarkan abstraksi yang telah dibuat. Proses-proses yang terdapat dalam abstraksi tersebut akan
7
diterjemahkan ke sebuah model Continuous Time Markov Chain untuk memodelkan aspek waktu, probabilistik dan nondeterminisme-nya. Setelah itu, akan dilakukan penerjemahan CTMC ke dalam bahasa PRISM. 5. Formulasi Spesifikasi Properti Pada tahap ini dilakukan analisa dan formulasi definisi formal dari spesifikasi properti kualitatif pada jaringan WiMAX. 6. Verifikasi dan Evaluasi Verifikasi dilakukan dengan memasukkan property reachability dari model handover jaringan WiMAX dengan bahasa PRISM ke dalam verifier. Verifikasi dilakukan oleh verifier dengan cara memeriksa sifat reachability dari suatu state yang memenuhi properti di dalam model protokol jaringan WiMAX yang telah dibangun menggunakan pemodelan CTMC. Hasil dari verifier dapat berupa M ⊨ ϕ, yaitu model memenuhi properti, atau 𝑀 ⊭ 𝜙 , yaitu model tidak memenuhi properti. Apabila model tidak memenuhi properti maka akan diberikan counterexample, yaitu sebuah keadaan dimana pada location tersebut properti tidak mampu dipenuhi. Counterexample tersebut kemudian dibandingkan dengan spesifikasi
dari
protokol
dan
berdasarkan
spesifikasi
apabila
counterexample tersebut seharusnya tidak ada maka kemudian model model dievaluasi lalu dilakukan verifikasi ulang. Sedangkan evaluasi dilakukan terhadap pemilihan metode handover dan keberhasilan yang dicapai dari metode handover yang dilakukan. 7. Pengambilan kesimpulan Proses pengambilan kesimpulan dilakukan dengan melihat kemampuan protokol dalam memenuhi properti reachability dan evaluasi yang dilakukan. 8. Penulisan laporan Untuk masing-masing tahapan didalam penelitian, dilakukan pencatatan dan penyusunan tulisan dalam bentuk laporan. Penyusunan laporan sudah dimulai ketika dilakukan pengajuan proposal kemudian terus berlanjut pada setiap tahap penelitian sampai pada akhir penelitian, yaitu
8
menuliskan hasil dan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan.
1.8 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 7 bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, analisis dan perancangan sistem, implementasi sistem, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. 1. BAB I PENDAHULUAN yang menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA yang menjelaskan penelitian yang telah dilakukan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 3. BAB III LANDASAN TEORI menjelaskan tentang berbagai materi yang berhubungan serta diperlukan dalam penelitian, sehingga dapat memahami dalam proses pencapaian hasil penelitian. 4. BAB IV ANALISIS DAN RANCANGAN SISTEM menjelaskan tentang analisa dan desain model protokol serta pendefinisian dengan sintaks atas bentuk logika dari property yang diverifikasi. 5. BAB V IMPLEMENTASI menjelaskan tentang penerapan terhadap model yang dibangun pada tool model checker PRISM. 6. BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang metode penelitian,
hasil
yang
diperoleh dari
penelitian,
pengujian dan
pembahasan. 7. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan melihat keterkaitan antara hasil penelitian terhadap permasalahan dan tujuan penelitian serta saran berupa penelitian yang dapat dilakukan selanjutnya.