I GUSTI AYU MADE SRINADI DESAK PUTU EKA NILAKUSMAWATI
JURUSAN ILKOM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2014
PENGANTAR Bahan ajar
yang berjudul Aljabar Linear Elementer ini, dirasakan penyusun
sangat memberikan manfaat untuk menambah bahan pustaka di Jurusan Matematika dan Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas MIPA Universitas Udayana, serta merupakan salah satu buku pegangan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Aljabar Linear Elementer. Materi-materi yang disajikan dalam bahan ajar meliputi: Sistem Persamaan Linear, Determinan, Vektor pada R2 dan R3, Ruang Vektor Euclidean, Ruang-ruang Vektor Umum, Hasil Kali Dalam, dan Nilai Eigen & Vektor Eigen. Dalam setiap Bab menguraikan teori-teori, disertai dengan pembuktian-pembuktian teorema. Penyajian contoh-contoh latihan soal diuraikan secara jelas dan bertahap sehingga diharapkan dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi materi. Pada akhir setiap Bab disajikan Soal-soal latihan, yang dapat dimanfaatkan oleh dosen pengampu sebagai tugas terstruktur, untuk mengetahui daya serap mahasiswa terhadap isi materi. Pengalaman, pengetahuan dan materi kepustakaan yang terbatas, merupakan kendala dalam penyusunan bahan ajar ini, sehingga jauh dari sempurna. Kritik dan saran dari berbagai pihak, untuk ikut menyempurnakan bahan ajar ini akan diterima dengan senang hati. Akhir kata, semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, Februari 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR …………………………………..…………………………………………...
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
ii
BAB I. SISTEM PERSAMAAN LINEAR ……………………………………………... 1.1. Sistem Persamaan Linear ………………………………………………… 1.2. Eliminasi Gauss, Eliminasi Gauss Jordan ………………………………. 1.3. Matriks dan Operasi Matriks …………………………………………….. 1.4. Invers dan Kaidah Aritmatika Matriks …………………………………. 1.5. Hasi-hasil Selanjutnya Mengenai Sistem Persamaan & Keterbalikan ....
1 1 6 7 11 16
BAB II. DETERMINAN ………………………………………………………………….. 2.1. Fungsi Determinan ………………………………………………………... 2.2. Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris ……………………… 2.3. Sifat-sifat Determinan …………………………………………………….. 2.4. Perluasan Kofaktor ………………………………………………………... 2.5. Aturan Cramer ……………………………………………………………..
24 24 25 30 36 39
BAB III. VEKTOR PADA R2 DAN R3 ………………………………………………….. 3.1. Vektor ………………………………………………………………………. 3.2. Norm Vektor dan Aritmatika Vektor …………………………………… 3.3. Hasil Kali Silang …………………………………………………………... 3.4. Dot Product (Hasil kali Titik/Skalar) …………………………………… 3.5. Vektor-vektor Ortogonal …………………………………………………. 3.6. Proyeksi Ortogonal ……………………………………………………….. 3.7. Jarak Antara Titik dan Garis ……………………………………………... 3.8. Hasil kali Silang (Cross Product) …………………………………………. 3.9. Vektor pada Garis dan Bidang dalam Ruang Tiga Dimensi ………….
45 45 47 51 53 55 56 58 59 60
BAB IV. RUANG VEKTOR EUCLIDEAN ……………………………………………... 4.1. Ruang Berdimensi-n Euclidean ………………………………………….. 4.2. Ortogonalitas (Ketegaklurusan) …………………………………………. 4.3. Transformasi Linear dari Rn ke Rm ……………………………………… 4.4. Geometri Transformasi Linear …………………………………………... 4.5. Sifat-sifat Transformasi Linear dari Rn ke Rm ……………………………
63 63 67 70 73 75
BAB V. RUANG-RUANG VEKTOR UMUM …………………………………………. 5.1. Aksioma Ruang Vektor …………………………………………………... 5.2. Subruang (Subspace) ……………………………………………………… 5.3. Kombinasi Linear ………………………………………………………… 5.4. Rentang …………………………………………………………………….. 5.5. Bebas Linear ……………………………………………………………….. 5.6. Basis dan Dimensi …………………………………………………………
78 78 80 81 82 84 85
BAB VI. HASIL KALI DALAM …………………………………………………………. 6.1. Hasil Kali Dalam ………………………………………………………….. 6.2. Sudut dan Keortogonalan dalam Ruang Hasil Kali Dalam …………...
90 90 93
ii
6.3. 6.4. 6.5. 6.6.
Komplemen-komplemen Ortogonal ……………………………………. Basis Ortogonal …………………………………………………………… Koordinat-koordinat Relatif Terhadap Basis-basis Ortonormal ……... Proses Gram-Schmidt untuk Membentuk Basis-basis Ortogonal/Ortonormal …………………………………………………... 6.7. Dimensi ……………………………………………………………………. 6.8. Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Kosong ……………………….
94 97 101
BAB VII. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN …………………………………….. 7.1. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ……………………………………………. 7.2. Diagonalisasi ………………………………………………………………. 7.3. Diagonalisasi Ortogonal …………………………………………………..
116 116 124 128
DAFTAR PUSTAKA
145
102 107 109
iii
1
BAB I SISTEM PERSAMAAN LINEAR 1. 1 Sistem Persamaan Linear 1.1.1 Persamaan Linear Persamaan linear adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya berpangkat satu, (tidak memuat
bentuk trigonometri, eksponen, logaritma), tidak ada perkalian atau
pembagian dengan variabel lain/dirinya sendiri. Misal : a1x + a2y = b Sebuah persamaan jenis ini disebut sebuah Persamaan Linear dalam variabel/ peubah x dan y. Secara
umum kita mendefinisikan suatu persamaan linear dalam n peubah
x1,x2,…,xn sebagai suatu persamaan yang bisa disajikan dalam bentuk : a1x1+a2x2+…+anxn = b Dengan a1,a2,…,an dan b konstanta real. Peubah-peubah dalam suatu persamaan linear kadang-kadang disebut yang tak diketahui.
Contoh-contoh Persamaan yang Bukan Persamaan Linear 1. 2x + y = 3 (persamaan Linear) 2. x + 3y2 = 7 (bukan persamaan Linear karena y berpangkat 2) Solusi dari persamaan linear a1x1 + a2x2+ … + anxn = b adalah deret dari n bilangan s1, s2, …,sn, sehingga persamaan tersebut akan tepat bila x1 = s1, x2 = s2, …, xn = sn. Solusi tersebut yaitu {s1, s2, …, sn} disebut himpunan jawab (solution set) atau solusi umum (general solution) dari persamaan linear. Contoh : Himpunan jawab dari 2 x + y = 1 adalah : x = t, y=1-2t atau x = 1/2 (1-t), y=t
Sistem Persamaan Linear merupakan sejumlah persamaan yang mengandung n variable dengan himpunan jawab s1, s2, …, sn jika dan hanya jika x1=s1, x2=s2,
…,
xn= sn
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
2 Tidak semua sistem persamaan mempunyai penyelesaian. Misalnya jika kita mengalikan persamaan kedua dalam sistem berikut : x+y =4 2x + 2y = 6 dengan ½, akan terbukti bahwa tidak ada penyelesaian karena terjadi ketakkonsistenan: x +y = 4 x+y=3
Sebuah sistem persamaan yang tidak mempunyai penyelesaian disebut sebagai sistem yang tak konsisten; jika paling tidak ada satu penyelesaian, maka sistem itu disebut konsisten.
Persamaan-persamaan linear dalam dua variabel/peubah tersebut dapat dibuat dalam suatu grafik yang berbentuk garis lurus, karena suatu titik (x,y) terletak dalam suatu garis jika dan hanya jika angka x dan y memenuhi persamaan garis tersebut, penyelesaian sistem persamaan tersebut berpadanan dengan titik-titik potong g1 dan g2,sehingga terdapat 3 kemungkinan : Garis g1 dan g2 mungkin sejajar, dimana tidak ada perpotongan dan akibatnya tidak ada penyelesaian terhadap sistem tersebut. Garis g1 dan g2 mungkin berpotongan hanya di satu titik,dimana sistem tersebut tepat mempunyai satu persamaan. Garis g1 dan g2 mungkin berimpitan,dimana ada tak terhingga titik potong dan akibatnya ada banyak penyelesaian untuk sistem tersebut.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
3 Secara umum dapat diringkaskan mengenai Sistem Persamaan Linear sebagai berikut:
Sistem Persamaan Linear (SPL) Dengan m persamaan, n variable : a11 x1 a12 x 2 ... a1n x n b1 a 21 x1 a 22 x 2 ... a 2 n x n b2 ... ... ...
a m1 x1
am 2 x2
..
a mn x n
SPL HOMOGEN b1 = b2 = … = bm = 0 KONSISTEN (mempunyai solusi)
Solusi Trivial x1=x2 = …=xn=0
1.1.2
Solusi Non Trivial Ada xi ≠0, i=1,2,…,n
bm
SPL TAK HOMOGEN Tidak semua bi = 0, bi 0 Satu Solusi bi =0 TAK KONSISTEN Tak ada titik potong
KONSISTEN
Satu Solusi
Banyak Solusi
Metode Eliminasi Ada 3 Operasi dasar yang dapat dilakukan pada sistem persamaan linear tanpa
mengubah jawaban sistem persamaan tersebut. 1. mengubah urutan persamaan pada sistem tersebut. 2. mengalikan sebuah persamaan dari sistem dengan bilangan tak nol. 3. untuk sembarang bilangan real, c ≠ 0.
1.1.3 Matriks Yang Diperluas Untuk menyusun matriks-matriks yang diperbanyak peubah-peubah harus ditulis dalam urutan yang sama dalam setiap persamaan dan konstanta harus berada disebelah kanan.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
4 Untuk menyederhanakan penulisan SPL di atas, dapat dituliskan dalam bentuk matriks gandengan/matriks
diperluas/matriks
diperbesar
(Augmented
Matrices)
dengan
menuliskan koefisien-koefisien persamaan dan konstanta nilai persamaan dalam satu matriks sbb : a11 a 21 : a m1
a12 a 22
... a1n ... a 2 n
:
: : ... a mn
am2
b1 b2 : bm
1.1.4 Operasi Baris Elementer Ada tiga operasi yang dapat dilakukan pada suatu sistem persamaan linear tanpa mengubah jawabannya. Ketiga operasi tersebut, yaitu :
Menukar letak dari dua baris matriks tersebut
Mengalikan suatu baris dengan konstanta tak nol
Mengganti suatu baris dengan hasil penjumlahan baris tersebut dan kelipatan baris lain Ketiga operasi ini dapat dijalankan pada matriks lengkapnya dan disebut operasi
baris elementer. Adapun notasi ketiga baris tersebut adalah : 1. Menukar baris ke-i dan ke j
: Bij atau Bi Bj
2. Mengalikan baris ke-i dengan bilangan c, c ≠ 0 : Bi (c) atau c Bi Bi 3. Mengalikan baris ke-i dengan c, ditambahkan pada baris ke-j : Bji (c) atau Bj + c Bi Bj
Contoh 1 :
1 3 5 1 3 5 2 9 7 B B 4 6 8 3 2 4 6 8 2 9 7 Contoh 2 :
1 3 5 1 3 5 2 9 7 B (3) 6 27 21 2 4 6 8 4 6 8
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
5
Contoh 3:
5 1 3 5 1 3 2 9 7 B (2) 2 9 7 32 4 6 8 0 12 6
1.1.5 Eselon Baris Bentuk Eselon-baris, matriks dapat dikatakan Eselon-baris apabila memenuhi persyaratan berikut : 1. Jika suatu baris tidak nol, maka angka pertama yang tidak nol pada baris tersebut harus bernilai 1 (leading 1). 2. Jika ada baris yang semua elemennya nol, maka harus dikelompokkan pada barisbaris bawah dari matriks. 3. Jika ada dua baris tidak nol, maka posisi leading 1 pada baris di bawahnya, harus berada lebih kanan dari leading 1 baris di atasnya. 4. Masing-masing kolom yang memiliki leading 1, elemen-elemen lain pada kolom tersebut bernilai nol. Contoh :
Suatu proses eliminasi sampai memperoleh bentuk Eselon Baris Tereduksi (memenuhi sifat 1 s/d 4) disebut Eliminasi Gauss Jordan
Sedangkan proses eliminasi hingga memperoleh bentuk Eselon Baris (memenuhi sifat 1 s/d 3, sifat 4 tidak terpenuhi) disebut Eliminasi Gauss
Contoh matriks eselon baris tereduksi :
0 1 2 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 ; 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Contoh matriks eselon baris tapi bukan eselon baris tereduksi : 0 1 2 6 0 1 1 0 1 4 3 7 0 1 6 2 ; 0 1 0 ; 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0
1 0 0 4 0 1 0 3 ; 0 0 1 8
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
6 1. 2
Eliminasi Gauss, Eliminasi Gauss Jordan Eliminasi
Gauss
dan
Eliminasi
Gauss
Jordan
adalah
suatu
prosedur
mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana. Caranya adalah dengan melakukan operasi baris sehingga matriks tersebut menjadi matriks yang Eselon-baris. Ini dapat digunakan sebagai salah satu metode penyelesaian persamaan linear dengan menggunakan matriks. Contoh : Diketahui persamaan linear x + 2y + z = 6 x + 3y + 2z = 9 2x + y + 2z = 12 Tentukan Nilai x, y dan z! Jawab: Bentuk persamaan tersebut ke dalam matriks: 1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 1 3 2 9 B (1) 0 1 1 3 B (2) 0 1 1 3 B (3) 0 1 1 3 B ( 1 ) 0 1 1 3 21 31 32 3 3 2 1 2 12 2 1 2 12 0 3 0 0 0 0 3 9 0 0 1 3
Maka mendapatkan 3 persamaan linier baru yaitu x + 2y + z = 6 y+z=3 z=3 Kemudian lakukan substitusi balik maka didapatkan: y+z=3
x + 2y + z = 6
y+3=3
x+0+3=6
y=0
x=3
Jadi nilai dari x = 3 , y = 0 ,dan z = 3
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
7 1. 3
Matriks dan Operasi Matriks Matriks adalah susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan atau unsur-unsur
(elemen-elemen) yang teratur dalam baris dan kolom. Matriks juga bisa didefinisikan sebagai suatu susunan bilangan yang berbentuk segiempat. Bilangan-bilangan dalam susunan itu disebut elemen(unsur) dari matriks tersebut. Secara umum matriks bisa di ditulis sebagai berikut : 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 . . . ] A=[ . . . . . 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 Ukuran (ordo) dari matriks dinyatakan dengan m x n, dimana m menyatakan banyaknya baris, dan n menyatakan banyaknya kolom dari matriks tersebut. Elemen matriks dapat ditulis dengan tanda kurung siku “[ ]” atau dalam tanda kurung besar “( )”. Notasi matriks dinyatakan dengan huruf capital , sedangkan elemen-elemennya dengan huruf kecil. Maka matriks A di atas dapat dinotasikan dengan : [𝑎𝑖𝑗 ] m x n atau [𝑎𝑖𝑗 ] atau elemen baris ke-i dan kolom ke-j matriks A dinotasikan dengan (𝐴)𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 Matriks yang mempunyai satu baris saja disebut matriks baris dan sebaliknya. Secara umum matriks baris atau matriks kolom lebih sering dinyatakan dengan huruf kecil 𝑏1 𝑏2 dicetak tebal, misal : a = [𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 ] ; b = . . [𝑏𝑚 ] Contoh : 2 −3 𝐴=[ ] 7 0 Kita mempunyai (𝐴)11 = 2, (𝐴)12 = −3, (𝐴)21 = 7, (𝐴)22 = 0 1.3.1 Ukuran dan Operasi pada Matriks Ukuran matriks diberikan oleh jumlah baris dan kolom yang dikandungnya. Misalkan, matriks
B = [
−1 3 4 ], mempunyai 2 baris dan 3 kolom, sehingga 6 −9 2
ukurannya adalah 2x3. Dua ukuran matriks didefinisikan sama jika mempunyai ukuran yang sama dan elemen-elemen yang berpadanan/bersesuaian
sama. Jika 2 matriks
berukuran sama, maka jumlah dari kedua matriks tersebut adalah menjumlahkan elemenelemen yang sepadan dari kedua matriks. Matriks yang mempunyai ukuran yang berbeda ALJABAR LINEAR ELEMENTER
8 tidak bisa untuk dijumlahkan atau dikurangkan. Jika matriks A = m x r dan meatriks B = r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n. Untuk mencari elemen-elemen dalam baris i dan kolom j dari AB, pilih baris i dari matriks A dan kolom j dan matriks B. Kalikan elemen-elemen yang berpadanan dari baris dan kolom secara bersama-sama dan kemudian jumlahkan hasil kalinya. Definisi – definisi yang terdapat dalam operasi – operasi matriks: 1. Dua matriks didefinisikan sama jika keduanya mempunyai ukuran yang sama dan anggota – anggotanya yang berpadanan sama Contoh: Tinjau matriks – matriks berikut: 𝐴=[
2 1 ] 3 𝑥
𝐵=[
2 1 2 1 0 ] 𝐶=[ ] 3 5 3 4 0
Jika 𝑥 = 5 maka 𝐴 = 𝐵 tetapi untuk semua nilai 𝑥 lainnya matriks 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵 tidak sama, karena tidak semua anggota – anggotanya yang berpadanan sama. Tidak ada nilai 𝑥 yang membuat 𝐴 = 𝐶 karena 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐶 mempunyai ukuran yang berbeda. 2. Jika A dan B adalah matriks – matriks berukuran sama, maka jumlah 𝐴 + 𝐵 adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan anggota – anggota B dengan anggota – anggota A yang berpadanan, dan selisih 𝐴 − 𝐵 adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan anggota – anggota A dengan anggota – anggota B yang berpadanan. Matriks – matriks berukuran berbeda tidak bisa ditambahkan atau dikurangkan. (𝐴 + 𝐵)𝑖𝑗 = (𝐴)𝑖𝑗 + (𝐵)𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 (𝐴 − 𝐵)𝑖𝑗 = (𝐴)𝑖𝑗 − (𝐵)𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 − 𝑏𝑖𝑗 Contoh: Tinjau matriks – matriks 1 0 −2
0 2 7
3 4] 0
2 1 𝐴 + 𝐵 = [−1 0 4 −2
0 2 7
3 −4 4] + [ 2 0 3
2 𝐴 = [−1 4
−4 3 5 1 1 𝐵 = [ 2 2 0 −1] 𝐶 = [ 2 3 2 −4 5
1 ] 2
Maka, 3 5 −2 4 5 4 1 2 0 −1] = [ 1 2 2 3] 7 0 3 5 2 −4 5
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
9 2 1 𝐴 − 𝐵 = [−1 0 4 −2
0 2 7
3 −4 4] − [ 2 0 3
3 5 6 −2 −5 2 1 2 0 −1] = [−3 −2 2 5] 2 −4 5 1 −4 11 −5
3. Jika 𝐴 adalah sebarang matriks dan 𝑐 adalah sebarang skalar, maka hasil kali 𝑐𝐴 adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan setiap anggota 𝐴 dengan 𝑐. Dalam notasi matriks, jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ], maka (𝑐𝐴)𝑖𝑗 = 𝑐(𝐴)𝑖𝑗 = 𝑐𝑎𝑖𝑗 Contoh: Untuk matriks – matriks 2 3 4 0 2 7 𝐴=[ ] 𝐵=[ ] 1 3 1 −1 3 −5
9 𝐶=[ 3
−6 3 ] 0 12
Maka kita akan mendapatkan: 2 3 4 4 6 8 ]=[ ] 1 3 1 2 6 2 0 −2 −7 [ ] 1 −3 5 1 1 9 −6 3 3 −2 1 𝐶= [ ]=[ ] 3 0 1 0 4 12 3 3
(−1)𝐵 = −1 [ 0 2 7 ] = −1 3 −5
2𝐴 = 2 [
4. Jika 𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 matriks dengan ukuran sama 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 skalar, maka bentuk 𝑐1 𝐴1 + 𝑐2 𝐴2 + ⋯ + 𝑐𝑛 𝐴𝑛 disebut sebagai kombinasi linier dari 𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 dengan koefisien 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 . Contoh: 2 3 4 0 2 7 Jika 𝐴 = [ ] 𝐵=[ ] 1 3 1 −1 3 −5 1 1 4 2𝐴 − 𝐵 + 𝐶 = 2𝐴 + (−𝐵) + 𝐶 = [ 2 3 3 7 2 =[ 4 3
9 𝐶=[ 3
−6 3 ] maka, 0 12
6 8 0 −2 −7 3 −2 1 ]+[ ]+[ ] 6 2 1 −3 5 1 0 4 2 ] 11
5. Jika 𝐴 matriks berukuran 𝑚 𝑥 𝑛 dan 𝐵 matriks berukuran 𝑛 𝑥 𝑟, maka hasil kali 𝐴𝐵 adalah suatu matriks berukuran 𝑚 𝑥 𝑟 dengan unsur – unsur sebagai berikut: (𝐴𝐵)𝑖𝑗 = ∑ ∑ 𝑎𝑖 𝑏𝑗 = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑗 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑛𝑗 𝑖
𝑗
Contoh: 4 1 2 4 𝐴=[ ] 𝐵 = [0 2 6 0 2
1 4 3 −1 3 1] 7 5 2 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
10 Karena 𝐴 adalah matriks 2 𝑥 3 dan 𝐵 adalah matriks 3 𝑥 4 , maka hasil kali 𝐴𝐵 adalh sebuah matriks 2 𝑥 4. Maka, 1 𝐴𝐵 = [ 2
1 4 2 4 4 ] [0 −1 3 6 0 2 7 5
3 12 1] = [ 8 2
27 30 −4 26
13 ] 12
1.3.2 Partisi Matriks Sebuah matriks dapat dipartisi ke dalam matriks yang lebih kecil dengan menyisipkan garis horizontal atau vertikal diantara baris atau kolom yang ditentukan. Misalkan matriks A berukuran m x n dapat dipartisi menjadi : 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 . . . ] = [𝐴11 𝐴11 ] A=[ . 𝐴21 𝐴22 . . . . 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 𝑟1 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑟2 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 . . . ]= . A=[ . . . . . . 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 [𝑟𝑚 ] 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 . . . ] = [𝑐1 , 𝑐, … , 𝑐𝑛 ] A=[ . . . . . 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 Contoh:
2 1 1 2 1 Jika A = dan B 1 1 maka : 3 2 1 6 8 1 1 2 1 11 a. Matriks Kolom kedua dari AB = 1 3 2 1 8 9 2 1 b. Matriks Baris pertama dari AB = 1 2 1 1 1 2 11 6 8
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
11 1. 4
Invers dan Kaidah Aritmatika Matriks Diasumsikan bahwa matriks memenuhi sehinga operasi aritmatik matriks tersebut
valid, meliputi : a. A + B = B + A b. A +(B+C) = (A+B)+ C c. A(BC) = (AB) C d. A(B+C) = AB + AC e. (B+C)A = BA + CA f. A(B-C) = AB-AC g. (B-C)A = BA-BC h. a(B+C) = aB+aC i. (a+b)C = aC+bC j. (a+b)C = aC-bC k. a(bC) = abC l. a(BC) =(aB)C = B(aC)
1.4.1 Invers Matriks Jika A sebuah matriks segi (bujur sangkar), dan matriks B berukuran sama didapatkan sedemikian hingga AB = BA = I, maka A disebut bisa dibalik (invertible) dan B adalah invers dari A. Contoh : B=[
2 −5 3 5 ] adalah invers dari A = [ ] 1 2 −1 3
Teorema : 𝑑
𝑎 Misal A = [ 𝑐
1 𝑏 𝑑 ] maka inversnya adalah 𝐴−1 = 𝑎𝑑−𝑏𝑐 [ 𝑑 −𝑐
−𝑏 ] = [ 𝑎𝑑−𝑏𝑐 𝑐 𝑎 −
𝑎𝑑−𝑏𝑐
−
𝑏 𝑎𝑑−𝑏𝑐 ] 𝑎
𝑎𝑑−𝑏𝑐
Contoh: 1. Tentukan invers dari matriks [
1 4 ] 2 7
Penyelesaian: Kita beri nama mtriks diatas dengan matriks 𝐴, sehingga: 1 4 𝐴=[ ] 2 7 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
12 Sedangkan matriks identitasnya: 𝐼=[
1 0 ] 0 1
Kemudian kita gandengkan matriks A dengan matriks I, sehingga menjadi: ⋮ [𝐴 ⋮ 𝐼] = [1 4 1 0] 2 7 ⋮ 0 1
(matriks gandengan ini kita beri nama matriks 𝑌)
Kita lakukan operasi baris dasar sampai matriks 𝐴 menjadi matriks I 𝑌=[
1 4 ⋮ 2 7 ⋮ 1 4 [ 0 1
1 0 ⋮ ⋮
−7 Maka 𝐴−1 = [ 2
0 1 4 ] ~𝐵21(−2) [ 1 0 −1 1 1 0 ] ~𝐵12(−4) [ 0 2 −1
⋮ ⋮ 0 1
1 4 ⋮ 1 0 1 0 ] ~𝐵2(−1) [ ] 0 1 ⋮ 2 −1 −2 1 ⋮ −7 4 ] ⋮ 2 −1
4 ] −1
1.4.2 Sifat-Sifat Invers 1. Invers suatu matriks bersifat unik. Jika B dan C keduanya merupakan invers dari A maka B = C. 2. Suatu hasil kali berapapun banyaknya matriks yang bisa dibalik adalah matriks yang bisa dibalik, dan invers dari hasil kali tersebut adalah hasil kali invers – inversnya dalam ukuran terbalik. Jika A dan B matriks-matriks berukuran sama dan dapat dibalik, maka: a. AB dapat dibalik b. (𝐴𝐵)−1 = 𝐵 −1 𝐴−1 c. Jika 𝐴𝑛 𝑥 𝑛 𝐴0 = I ; 𝐴𝑛 = A. A. A. . . A (n faktor, n >0). Jika A bisa dibalik, maka : 𝐴−𝑛 = (𝐴−1 )𝑛 = 𝐴−1 𝐴−1 … 𝐴−1 (n faktor). 𝐴𝑟 𝐴𝑠 = 𝐴𝑟+𝑠 ; (𝐴𝑟 )𝑠 = 𝐴𝑟𝑠
1.4.3 Jenis–Jenis Matriks Matriks dapat dibedakan menurut jenisnya, antara lain: 1. Matriks Nol Suatu matriks dikatakan sebagai matriks nol, jika semua elemennya sama dengan nol. Misalnya,
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
13
0 0 0 0 0 0 0 , 0 0 0 0 0 0 2. Matriks Baris Suatu matriks dikatakan sebagai matriks baris, jika matriks tersebut hanya terdiri atas satu baris, misalnya
1 7, 5
3 2 6
3. Matriks kolom Suatu matriks dikatakan sebagai matriks kolom, jika matriks tersebut hanya
3 2 terdiri dari satu kolom. Misalnya, , 5 5 7 4. Matriks persegi dan matriks bujur sangkar Suatu matriks dikatakan sebagai matriks persegi atau matriks bujur sangkar, jika banyak baris pada matriks tersebut sama dengan banyak kolomnya. Misalnya,
7 5 3 2 3 4 1 , 6 3 1 1 8 2 Pada suatu matriks persegi ada yang dinamakan sebagai diagonal utama dan diagonal sekunder. Perhatikan matriks berikut.
a11 a12 a 21 a 22 a31 a32
a13 a 23 a33
Elemen-elemen yang terletak pada diagonal utama pada matriks tersebut adalah a11, a22 dan a33 (sesuai dengan arsiran yang berasal dari kiri atas ke kanan bawah). Sebaliknya, elemen-elemen yang terletak pada diagonal sekunder sesuai dengan arsiran yang berasal dari kiri bawah ke kanan atas, dalam hal ini: a11, a22, a33. 5. Matriks segitiga Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks segitiga jika elemen-elemen yang ada di bawah atau di atas diagonal utamanya (salah satu, tidak keduaALJABAR LINEAR ELEMENTER
14 duanya) bernilai nol. Jika elemen-elemen yangada di bawah diagonal utama bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga atas. Sebaliknya, jika elemenelemen yang ada di atas diagonal utamanya bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga bawah. Misalnya,
5 1 2 0 4 3 0 4 0
0 0 7 5 1 0 4 2 3
Matriks segitiga bawah
Matriks segitiga atas
6. Matriks Diagonal Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks diagonal jika elemenelemen yang ada di bawah dan di atas diagonal utamanya bernilai nol, atau dengan kata lain elemen-elemen selain diagonal utamanya bernilai nol. Misalnya,
4 0 0 1 0 0 4 0 2 0 0 0 1 7. Matriks Skalar Suatu matriks diagonal dikatakan sebagai matriks skalar jika semua elemenelemen yang terletak pada diagonal utamanya memiliki nilai yang sama, misalnya,
5 0 0 9 0 0 9 0 5 0 0 0 5 8. Matriks Identitas dan matriks satuan Suatu matriks skalar dikatakan sebagai matriks identitas jika semua elemen yang terletak pada diagonal utamanya bernilai satu, sehingga matriks identitas disebut juga matriks satuan. Misalnya,
1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
15 Metode untuk mencari matriks kebalikan adalah melalui operasi baris dasar matriks gandengan antara 𝐴 dan 𝐼 [𝐴 ⋮ 𝐼]~𝑜𝑏𝑒[𝐼 ⋮ 𝐴−1 ] Selain itu ada satu cara menentukan solusi SPL apabila matriks 𝐴 invertible, maka: 𝐴𝑥 = 𝑏 punya solusi tunggal yaitu 𝑥 = 𝐴−1 𝑏
Contoh: Tentukan solusi SPL berikut: 𝑦1 + 6𝑦2 + 4𝑦3 = 1 2𝑦1 + 4𝑦2 − 𝑦3 = 2 −𝑦1 + 2𝑦2 + 5𝑦3 = 3 Penyelesaian: Kita ubah Sistem Persamaan Linier di atas ke dalam bentuk matriks dan kita beri nama 𝐸: 1 2 3 𝐸 = [2 5 3 ] 1 0 8 Sedangkan matriks identitasnya: 1 𝐼 = [0 0
0 0 1 0] 0 1
Kemudian gandengkan matriks 𝐸 dengan matriks 𝐼 dan kita beri nama matriks tersebut dengan K [𝐸 ⋮ 𝐼] 1 2 𝐾 = [2 5 1 0 1 2 [0 1 0 −2 1 2 [0 1 0 0
3 ⋮ 1 3 ⋮ 0 8 ⋮ 0
0 0 1 1 0 ] ~𝐵21(−2) 𝐵31(−1) [0 0 1 0
3 ⋮ 1 0 0 1 −3 ⋮ −2 1 0 ] ~𝐵32(2) [0 5 ⋮ −1 0 1 0 3 ⋮ 1 0 0 1 2 −3 ⋮ −2 1 0 ] ~𝐵3(−1) [0 1 −1 ⋮ −5 2 1 0 0
2 3 ⋮ 1 0 0 1 −3 ⋮ −2 1 0 ] −2 5 ⋮ −1 0 1
2 3 ⋮ 1 0 1 −3 ⋮ −2 1 0 −1 ⋮ −5 2
0 0] 1
3 ⋮ 1 0 0 −3 ⋮ −2 1 0 ] 1 ⋮ 5 −2 −1
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
16 1 2 [0 1 0 0
3 ⋮ 1 0 0 1 −3 ⋮ −2 1 0 ] ~𝐵23(3) 𝐵13(−3) [0 1 ⋮ 5 −2 −1 0 1 2 [0 1 0 0
0 ⋮ −14 0 ⋮ 13 1 ⋮ 5
−40 Sehingga 𝐸 −1 = [ 13 5
Maka 𝑥 = 𝐸
−1
−40 𝑏 = [ 13 5
2 0 ⋮ −14 6 3 1 0 ⋮ 13 −5 −3 ] 0 1 ⋮ 5 −2 −1
6 3 1 0 −5 −3 ] ~𝐵12(−2) [0 1 −2 −1 0 0
0 ⋮ −40 0 ⋮ 13 1 ⋮ 5
16 9 −5 −3 ] −2 −1
16 9 −5 −3] −2 −1 16 9 1 19 −5 −3] [2] = [−6] −2 −1 3 −2
Jadi solusi untuk Sistem Persamaan Linier diatas adalah: 𝑦1 = 19 𝑦2 = −6 𝑦3 = −2 1.5 Hasil-hasil Selanjutnya Mengenai Sistem Persamaan dan Keterbalikan Teorema: Setiap sistem persamaan linier bisa tidak mempunyai penyelesaian, tepat satu penyelesaian, atau tak hingga banyaknya penyelesaian Teorema: Jika 𝐴 adalah suatu matriks 𝑛 × 𝑛 yang bisa dibalik , maka untuk setiap matriks b, 𝑛 × 1, sistem persamaan 𝐴𝑥 = 𝑏 tepat mempunyai satu penyelesaian yaitu 𝑥 = 𝐴−1 𝑏 Contoh: 𝑒1 + 6𝑒2 + 4𝑒3 = 1 2𝑒1 + 4𝑒2 − 𝑒3 = 2 −𝑒1 + 2𝑒2 + 5𝑒3 = 3 Jika sitem persamaan linier ini diubah ke dalam bentuk matriks maka: 𝑒1 1 2 3 1 𝑒 𝑌 = [2 5 3] 𝑒 = [ 2] 𝑏 = [2] 𝑒3 1 0 8 3 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
17 Sedangkan matriks identitasnya: 1 𝐼 = [0 0
0 0 1 0] 0 1
Kemudian kita akan mencari invers dari matriks 𝑌 dengan menggandengkan matriks tersebut dengan matriks identitasnya, kita beri nama matriks tersebut dengan matriks 𝐷. [𝐸 ⋮ 𝐼] 2 3 ⋮ 1 0 0 1 5 3 ⋮ 0 1 0 ] ~𝐵21(−2) 𝐵31(−1) [0 0 8 ⋮ 0 0 1 0
1 𝐷 = [2 1 1 [0 0
2 3 ⋮ 1 0 1 −3 ⋮ −2 1 −2 5 ⋮ −1 0
1 2 [0 1 0 0
0 1 0 ] ~𝐵32(2) [0 1 0
2 3 ⋮ 1 0 1 −3 ⋮ −2 1 −2 5 ⋮ −1 0
2 3 ⋮ 1 1 −3 ⋮ −2 0 −1 ⋮ −5
3 ⋮ 1 0 0 1 2 ] ~𝐵 [ −3 ⋮ −2 1 0 3(−1) 0 1 −1 ⋮ −5 2 1 0 0
0 0] 1
0 0 1 0] 2 1
3 ⋮ 1 0 0 −3 ⋮ −2 1 0 ] 1 ⋮ 5 −2 −1
1 [0 0
2 3 ⋮ 1 0 1 −3 ⋮ −2 1 0 1 ⋮ 5 −2
0 1 2 0 ⋮ −14 6 3 0 ] ~𝐵23(3) 𝐵13(−3) [0 1 0 ⋮ 13 −5 −3 ] −1 0 0 1 ⋮ 5 −2 −1
1 [0 0
2 0 ⋮ −14 6 3 1 0 ] ~𝐵 [ ⋮ 1 0 13 −5 −3 12(−2) 0 1 0 1 ⋮ 5 −2 −1 0 0
0 ⋮ −40 0 ⋮ 13 1 ⋮ 5
16 9 −5 −3 ] −2 −1
−40 16 9 Sehingga 𝑌 = [ 13 −5 −3] 5 −2 −1 −40 16 9 1 19 Maka 𝑒 = 𝑌 −1 𝑏 = [ 13 −5 −3] [2] = [−6] 5 −2 −1 3 −2 −1
Jadi solusi untuk Sistem Persamaan Linier diatas adalah: 𝑒1 = 19 𝑒2 = −6 𝑒3 = −2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
18 Latihan Soal – Soal 1. 𝑦1 + 6𝑦2 + 4𝑦3 = 1 2𝑦1 + 4𝑦2 − 𝑎𝑦3 = 2 −𝑦1 + 2𝑦2 + 5𝑦3 = 𝑏 Pada sistem persamaan linier di atas tentukan nilai 𝑎 dan 𝑏 sehingga sistem persamaan linier memiliki: a. Solusi tunggal b. Banyak solusi c. Tidak ada solusi ( tidak konsisten ) 2. Selesaikan sistem berikut ini dengan menggunakan eliminasi Gauss Jordan 𝑥1 + 𝑥2 + 2𝑥3 = 8 −𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 1 3𝑥1 − 7𝑥2 + 4𝑥3 = 10 3. Bila 𝐸 = [
8 6 ] 4 2
Tentukan 𝑝(𝐸) jika: a. 𝑝(𝑥) = 𝑥 2 + 2𝑥 + 1 4. Diketahui matriks 𝑌 = [
𝑒 𝑔
b. 𝑝(𝑥) = 6𝑥 − 3 𝑓 ] buktikan bahwa ℎ 𝐴2 = (𝑒 + ℎ)𝐴 − (𝑒ℎ − 𝑓𝑔)𝐼2×2
5. Tentukan invers dari matriks 𝐸, untuk 𝐸 = [
cos 𝛾 − sin 𝛾
sin 𝛾 ] cos 𝛾
Penyelesaian 1. 𝑦1 + 6𝑦2 + 4𝑦3 = 1 2𝑦1 + 4𝑦2 − 𝑎𝑦3 = 2 −𝑦1 + 2𝑦2 + 5𝑦3 = 𝑏 Penyelesaian: Kita ubah terlebih dahulu sitem persamaan di atas ke dalam bentuk matriks. Sehingga menjadi: 1 6 4 1 𝐸 = [ 2 4 −𝑎 2] −1 2 5 𝑏 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
19 Kemudian matriks diatas kita reduksi. 1 1 6 4 1 1 6 4 𝐸 = [ 2 4 −𝑎 2] ~𝐵21(−2) 𝐵31(1) [0 −8 −8 − 𝑎 0 ] 𝑏+1 −1 2 5 𝑏 0 8 9 1 1 6 4 1 6 4 1 [0 −8 −8 − 𝑎 0 ] ~𝐵23 [0 8 9 𝑏 + 1] 𝑏+1 0 8 9 0 −8 −8 − 𝑎 0 1 6 4 1 1 6 4 1 [0 8 (𝑏 + 1)⁄8] 9 𝑏 + 1] ~𝐵2(1) [0 1 9⁄8 8 0 −8 −8 − 𝑎 0 0 −8 −8 − 𝑎 0 1 6 4 1 1 0 −22⁄8 (−6𝑏 + 2)⁄8 [0 1 (𝑏 + 1)⁄8] ~𝐵12(−6) 𝐵32(8) [0 1 9⁄8 (𝑏 + 1)⁄8 ] 9⁄8 0 −8 −8 − 𝑎 0 0 0 1−𝑎 𝑏+1 a. Sistem Persamaan Linier tersebut memiliki solusi tunggal jika dan hanya jika 1−𝑎 ≠0
𝑎≠1
b. Sistem Persamaan Linier tersebut memiliki banyak solusi jika dan hanya jika: 1−𝑎 =0
dan
𝑎=1
𝑏+1=0 𝑏 = −1
c. Sistem Persamaan Linier tersebut tidak mempunyai solusi jika dan hanya jika: 1−𝑎 =0
dan
𝑎=1
𝑏+1≠0 𝑏 ≠ −1
2. 𝑥1 + 𝑥2 + 2𝑥3 = 8 −𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 1 3𝑥1 − 7𝑥2 + 4𝑥3 = 10 Penyelesaian: Kita ubah terlebih dahulu sistem persamaan linier di atas ke dalam bentuk matriks 1 1 2 8 1 𝑌 = [−1 −2 3 1 ] ~𝐵21(1) 𝐵31(−3) [0 3 −7 4 10 0 1 1 [0 1 0 −10 1 0 [0 1 0 0
1 2 8 −1 5 9 ] ~𝐵2(−1) −10 −2 −14
2 8 1 −5 −9 ] ~𝐵12(−1) 𝐵32(10) [0 −2 −14 0
7 17 1 0 ] ~𝐵 𝐵 [ −5 −9 13(−7) 23(5) 0 1 1 2 0 0
0 7 17 1 −5 −9 ] ~𝐵3(− 1 ) 52 0 −52 −104 0 3 0 1] 1 2 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
20
8 3. 𝐸 = [ 4
6 ] 2
Menentukan 𝑝(𝐸) dari a. 𝑝(𝑥) = 𝑥 2 + 2𝑥 + 1 b. 𝑝(𝑥) = 6𝑥 − 3 Penyelesaian: a. 𝑝(𝑥) = 𝑥 2 + 2𝑥 + 1
dimana 𝑥 = 𝐸
𝑝(𝐸) = 𝐸 2 + 2𝐸 + 1𝐼 1 0 8 6 8 6 8 6 𝑝(𝐸) = [ ][ ] + 2[ ] + 1[ ] 0 1 4 2 4 2 4 2 88 60 16 12 1 0 𝑝(𝐸) = [ ]+[ ]+[ ] 40 28 8 4 0 1 88 60 17 12 𝑝(𝐸) = [ ]+[ ] 40 28 8 5 105 72 𝑝(𝐸) = [ ] 48 33 b. 𝑝(𝑥) = 6𝑥 − 3
dimana 𝑥 = 𝐸
𝑝(𝐸) = 6𝐸 − 3𝐼 1 0 8 6 𝑝(𝐸) = 6 [ ] − 3[ ] 0 1 4 2 3 0 48 36 𝑝(𝐸) = [ ]−[ ] 0 3 24 12 45 36 𝑝(𝐸) = [ ] 24 9
4. 𝑌 = [
𝑒 𝑔
𝑓 ] ℎ
Kita akan membuktikan bahwa: 𝐴2 = (𝑒 + ℎ)𝐴 − (𝑒ℎ − 𝑓𝑔)𝐼2×2 Penyelesaian: 𝐴2 = (𝑒 + ℎ)𝐴 − (𝑒ℎ − 𝑓𝑔)𝐼2×2
[
𝑒 𝑔
𝑓 𝑒 ][ ℎ 𝑔
𝑓 𝑒 ] = (𝑒 + ℎ) [ ℎ 𝑔
𝑓 1 0 ] − (𝑒ℎ − 𝑓𝑔) [ ] ℎ 0 1
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
21
[
𝑒 2 + 𝑓𝑔 𝑔𝑒 + ℎ𝑔
𝑒𝑓 + 𝑓ℎ 𝑒(𝑒 + ℎ) 2 ] = [𝑔(𝑒 + ℎ) 𝑔𝑓 + ℎ
(𝑒ℎ − 𝑓𝑔) 𝑓(𝑒 + ℎ) ]−[ 0 ℎ(𝑒 + ℎ)
[
𝑒 2 + 𝑓𝑔 𝑔𝑒 + ℎ𝑔
𝑒𝑓 + 𝑓ℎ 𝑒 2 + 𝑒ℎ ] = [ 𝑔𝑓 + ℎ2 𝑔𝑒 + ℎ𝑔
(𝑒ℎ − 𝑓𝑔) 0 𝑓𝑒 + 𝑓ℎ ] 2] − [ 0 (𝑒ℎ − 𝑓𝑔) ℎ𝑒 + ℎ
[
𝑒 2 + 𝑓𝑔 𝑔𝑒 + ℎ𝑔
𝑒𝑓 + 𝑓ℎ 𝑒 2 + 𝑓𝑔 ] = [ 𝑔𝑓 + ℎ2 𝑔𝑒 + ℎ𝑔
𝑒𝑓 + 𝑓ℎ ] 𝑔𝑓 + ℎ2
5. 𝐸 = [
cos 𝛾 − sin 𝛾
0 ] (𝑒ℎ − 𝑓𝑔)
Terbukti.
sin 𝛾 ] cos 𝛾
Invers dari matriks 𝐸 adalah
𝐸 −1 =
𝐸 −1 =
1 cos 𝛾 [ 2 2 𝑐𝑜𝑠 𝛾 − (−𝑠𝑖𝑛 𝛾) sin 𝛾
𝑐𝑜𝑠 2 𝛾
1 cos 𝛾 [ 2 + 𝑠𝑖𝑛 𝛾 sin 𝛾
− sin 𝛾 ] cos 𝛾
1 cos 𝛾 − sin 𝛾 ]= [ cos 𝛾 1 sin 𝛾
− sin 𝛾 cos 𝛾 ]=[ cos 𝛾 sin 𝛾
− sin 𝛾 ] cos 𝛾
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
22
Soal-Soal Latihan : Sistem Persamaan Linear 1.
Reduksilah (lakukan operasi baris dasar) matriks berikut sehingga menjadi matriks eselon baris (bentuk eselon) dan kemudian menjadi matriks eselon baris tereduksi (bentuk kanonik baris) :
1 2 1 2 1 b. 2 4 1 2 3 3 6 3 7 7
1 1 2 a. 2 1 9 1 5 12 0 0 d. 0 0 2.
2 7 6 4 9 10 11 2 4 3 6 9 2 1 2 4 3 5
1 5
1 2 3 3 8 12 0 4 6 2 7 10
Jika ada tentukan solusi SPL-SPL berikut: 3x 2 y 1 a. 4 x 5 y 3 x 3y 2
b.
x 2y 4 2x 4 y 9
x 5y z 2 c. 2 x y 2 z 1 x 7 y 2z 3
3.
1 2 c. 3 1
x 3y 2z 2 d. x y 3 z 3 3x y 8 z 10
x 2 y 4 z 5t 3 g. 3x y 5 z 2t 4 5 x 4 y 6 z 9t 2
x 2y z 2 e. 2 x y 4 z 13 x yz 5
2x y 4z 2 h. 4 x 2 y 6 z 5 6 x 3 y 8z 8
x 2 y 3z 2t 2 f. 2 x 5 y 8 z 6t 5 3x 4 y 5 z 2t 4
x 2 y z 3t 3 i. 2 x 4 y 4 z 3t 9 3x 6 y z 8t 10
Tentukan nilai a dan b agar SPL berikut mempunyai: (i) (ii) (iii)
a.
x 2y 1 ax by 5
satu solusi tak ada solusi banyak solusi
b.
x by 1 ax 2 y 5
c.
x by 1 x ay 3
x 2 y 3z 4 d. 2 x 3 y az 5 3x 4 y 5 z b
4. Perhatikan SPL berikut:
x 2y 1 a. x y az 1 ay 4 z b
x 2 y 2z 1 b. x ay 3 z 3 x 11y az b
x y az 1 c. x ay z 4 ax y z b ALJABAR LINEAR ELEMENTER
23
Untuk setiap a nilai berapakah setiap sistem mempunyai solusi unik, dan untuk pasangan nilai (a, b) berapakah setiap sistem memiliki lebih dari satu solusi? 5. Jika 0 2 , 0 2 , dan 0 maka tentukan nilai , , dari sistem
persamaan tak linear berikut : 2 sin cos 3 tan 3 4 sin 2 cos 2 tan 2 6 sin 3 cos tan 9 6. Tentukan nilai x, y, dan z dari sistem persamaan tak linear berikut:
x2 y2 z2 6 x 2 y 2 2z 2 2 2x 2 y 2 z 2 3 7. Tentukan syarat yang harus dipenuhi b agar SPL konsisten :
x 2 y 5 z b1 4 x 5 y 8z b2 3x 3 y 3z b3 3 1 2 , Tentukan p(A) jika : (i) p( x) x 2 ; (ii) p( x) 2 x x 1 2 1
8. Bila A
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
24
BAB II DETERMINAN 2.1 Fungsi Determinan Fungsi determinan merupakan suatu fungsi bernilai real dari suatu peubah matriks. Fungsi determinan dinyatakan dengan det. Misalnya A adalah suatu matriks bujur sangkar, maka fungsi determinan dari matriks A dapat dinyatakan dengan det(A). Terdapat beberapa konsep-konsep yang perlu dipahami dalam menentukan determinan suatu matriks segi, meliputi :
2.1.1 Permutasi Permutasi dari himpunan bilangan bulat : {1,2,….,n} adalah banyak susunan berbeda dari bilangan-bilangan integer tersebut tanpa adanya penghilangan atau pengulangan. Suatu metode yang mudah untuk mendaftarkan permutasi secara sistem adalah dengan menggunakan suatu pohon permutasi. Misalnya permutasi dari bilangan {1,2,3} dapat disusun : (1,2,3)
(2,1,3)
(3,1,2)
(1,3,2)
(2,3,1)
(3,2,1)
1
2
3
2
3
1
3
1
2
3
2
3
1
2
1
Dari pohon permutasi tersebut didapat bahwa ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan {1,2,3}. Secara umum, himpunan {1,2,3} akan mempunyai n! permutasi yang berbeda (n=banyak elemen). Untuk himpunan {1,2,3}, 3! = 3.2.1 = 6.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
25 Inversi (pasangan negatif) Suatu inversi dikatakan terjadi dalam suatu permutasi (j1 , j2 , … , jn) jika suatu bilangan bulat yang lebih besar mendahului bilangan bulat yang lebih kecil. Total jumlah inversi yang terjadi dalam suatu permutasi bisa didapat sebagai berikut : 1) Cari bilangan bulat yang lebih kecil dari
j1 dan yang mengikuti
j1 dalam
j2 dan yang mengikuti
j2 dalam
permutasi tersebut, 2) Cari bilangan bulat yang lebih kecil dari permutasi tersebut, 3) Teruskan proses menghitung ini untuk j3 , … , jn-1. Total dari jumlah-jumlah tersebut adalah total jumlah inversi dalam permutasi tersebut.
Contoh : Jumlah pembalikan dalam permutasi (2, 4, 1, 3, 5) adalah : 1 + 2 + 0 + 0 = 3. Dari mariks segi A = (ajj)nxn, unsur-unsur aij dan akl dikatakan pasangan negatif jika dan hanya jika k
j atau k>i dan l<j dan dikatakan pasangan positif jika dan hanya jika ki dan l>j. Permutasi dikatakan genap apabila total inversi jumlahnya genap, dan permutasi dikatakan ganjil apabila total inversi jumlahnya ganjil.
Contoh : Dalam permutasi (2, 4, 1, 3, 5) , jumlah pembalikannya adalah 3 jadi permutasi tersebut dikatakan permutasi ganjil.
2.2 Menghitung Determinan Dengan Reduksi Baris Menghitung determinan dengan reduksi baris adalah dengan mereduksi matriks yang diberikan menjadi bentuk segitiga atas melalui operasi baris elementer. Kemudian menghitung determinan dari matriks segitiga atas, kemudian menghubungkan determinan tersebut dengan matriks aslinya. a. Menghitung Determinan Matriks 2 x 2 dan 3 x 3 Matriks 2 x 2 𝑎11 𝐴 = [𝑎
21
𝑎12 𝑎11 ] , maka det(𝐴) = | 𝑎22 𝑎21
𝑎12 𝑎22 | = 𝑎11 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
26 Matriks 3 x 3 𝑎11 𝑎 𝐴 = [ 21 𝑎31
𝑎12 𝑎22 𝑎32
𝑎13 𝑎23 ] , maka : 𝑎33
dengan menggunakan aturan Sarrus 𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎11 𝑎12 det(𝐴) = |𝑎21 𝑎22 𝑎23 | 𝑎21 𝑎22 𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32 = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32 b. Teorema-teorema dasar tentang Determinan Teorema 1 Bila A adalah matriks segi (bujur sangkar) : a. Jika A mempunyai sebuah baris nol atau sebuah kolom nol, maka det(A) = 0 Contoh : 3 1 3 1 𝐴=[ ] → det (𝐴) = | | = 3.0 − 1.0 = 0 0 0 0 0 4 0 −12 4 0 −12 4 0 𝐴 = [7 0 6 ] → det (𝐴) = |7 0 6 |7 0 9 0 −3 9 0 −3 9 0 = (4.0. −3) + (0.6.9) + (−12.7.0)— (12.0.9) − (4.6.0) − (0.7. −3) = 0 b. det(A) = det(AT) Contoh : 3 𝐴=[ 5 3 𝐴𝑇 = [ 1
1 3 1 ] → det (𝐴) = | | = 3.7 − 1.5 = 16 7 5 7 5 3 5 ] → det (𝐴) = | | = 3.7 − 5.1 = 16 7 1 7
Maka terbukti det (A) = det (AT) Teorema 2 Jika A adalah matriks segitiga n x n (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal), maka det(A) adalah hasil kali elemen-elemen diagonal utamanya, yaitu det(A) = a11 a22 ... ann . 𝑎11 𝑎 𝐴 = [𝑎21 31 𝑎41
0 𝑎22 𝑎32 𝑎42
0 0 𝑎33 𝑎43
0 0 ] → det (𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 𝑎44 0 𝑎44 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
27 Contoh : 2 7 −3 8 2 7 0 −3 5 1 𝐴=[ ] → det (𝐴) = |0 −3 0 0 6 7 0 0 0 0 0 9 0 0
−3 5 6 0
8 1 | = (2)(−3)(6)(9) 7 9
= −324
Teorema 3 Bila A adalah suatu matriks n x n : a. Jika B suatu matriks yang diperoleh bila satu baris atau baris atau satu kolom dari A dikalikan dengan skalar k, maka det(B) = k det(A) 1 𝐴 = [5 4
3 2 7 6] 8 2 1 (𝐴) ⇒ det = |5 4 2 ⇒ det (𝐵) = |5 4
2 6 4 → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝐴 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 2 , 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝐵 = [5 7 6] 4 8 2 3 2 1 3 7 6| 5 7 = 14 + 72 + 80 − 56 − 48 − 30 = 32 8 2 4 8 6 4 2 6 7 6| 5 7 = 28 + 144 + 160 − 112 − 96 − 60 = 64 8 2 4 8
⇒ det (𝐵) = 𝑘 det (𝐴) = 2.32 = 64 (𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖)
b. Jika B suatu matriks yang diperoleh bila dua baris atau dua kolom dari A dipertukarkan, maka det(B) = - det(A) 1 3 2 𝐴 = [5 7 6] → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 → 𝐵 4 8 2 5 7 6 = [1 3 2 ] 4 8 2 1 3 2 1 3 ⇒ det (𝐴) = |5 7 6| 5 7 = 14 + 72 + 80 − 56 − 48 − 30 = 32 4 8 2 4 8 5 7 6 5 7 ⇒ det (𝐵) = |1 3 2| 1 3 = 30 + 56 + 48 − 72 − 80 − 14 = −32 4 8 2 4 8 ⇒ det (𝐵) = − det (𝐴) (𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
28
c. Jika B suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan satu baris atau kolom dengan satu konstanta kemudian ditambahkan pada baris atau kolom yang lain, maka det(B)=det(A) 1 𝐴 = [5 4
3 2 7 6] → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 → 𝐵 8 2 11 17 14 =[5 7 6] 4 8 2 1 3 2 1 3 ⇒ det (𝐴) = |5 7 6| 5 7 = 14 + 72 + 80 − 56 − 48 − 30 = 32 4 8 2 4 8 11 17 14 11 17 ⇒ det (𝐵) = | 5 7 6| 5 7 = 154 + 408 + 560 − 392 − 528 − 170 = 4 8 2 4 8 32 ⇒ det (𝐵) = det (𝐴) (𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖)
Teorema 4 Bila Enxn matriks elementer : a. Jika E diperoleh dengan mengalikan satu baris In dengan k, maka det(E) = k 1 𝐸 = [0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
1 0 0] → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 2 → 𝐸 |0 0 0 0 1
0 2 0 0
0 0 1 0
0 0| 0 1
⇒ 𝑚𝑎𝑘𝑎 det (𝐸) = 𝑘 = 2
b. Jika E diperoleh dengan menukarkan dua baris In , maka det(E) = -1 1 𝐸 = [0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0] → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 0 1 0 0 0 1 → 𝐸 |0 1 0 0| 0 0 1 0 1 0 0 0 ⇒ 𝑚𝑎𝑘𝑎 det (𝐸) = −1 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
29 c. Jika E diperoleh dengan menambahkan k kali satu baris In ke baris yang lain,maka det(E) = 1 1 𝐸 = [0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0] → 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 8𝑥 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 0 1 1 0 0 8 → 𝐸 |0 1 0 0| 0 0 1 0 0 0 0 1 ⇒ 𝑚𝑎𝑘𝑎 det (𝐸) = 1
Teorema 5 Jika A adalah sebuah matriks segi dengan dua baris/kolom yang proporsional, maka det(A) = 0. 1 𝐴 = [7 2
2 5 1 16] → 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, 4 10
𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 − 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 1 2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑛𝑜𝑙 → 𝐴 = [7 1 0 0 1 2 5 1 2 ⇒ maka det (𝐴) = 0 → |7 1 16| 7 1 = 0 0 0 0 0 0
5 16] 0 (𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑡𝑖)
Contoh : 0 𝐴 = [3 2
1 5 −6 9] 6 1
Penyelesaian : 0 𝐴 = [3 2
1 5 −6 9] 6 1 Det (A)
0 = [3 2 3 = - [0 2
1 5 −6 9] 6 1 −6 9 1 5] 6 1 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
30 1 = -3 [0 2 1 = -3 [0 0 1 = -3 [0 0
−2 1 6 −2 1 10 −2 1 0 1 = (-3) (-55) [0 0
3 5] 1 3 5] −5 3 5 ] −55 −2 3 1 5] 0 1
Det (A) = (-3) (-55) (1) = 165
c. Menghitung Determinan dengan Operasi Kolom Contoh : 1 𝐸 [2 0 7
0 0 7 0 6 3 3 1
0 7 6 3 0 7 6 3
0 3 0 6 ] 3 0 1 −5 0 0 0 0 ] 3 0 1 −26
3 6] 0 −5
Penyelesaian : Det (A)
Det (A)
1 2 = [ 0 7 1 2 =[ 0 7
= (1) (7) (3) (-26)
2.3 Sifat – sifat Determinan 1. |𝐴𝑇 | = |𝐴| Pembuktian:
1 2 A A 4 6 2 3 4 1 3 AT AT 4 6 2 2 4 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
31 Jadi A AT
2. Bila unsur-unsur salah satu atau kolom dari suatu matriks persegi bernilai nol maka determinan matriks tersebut = 0
Contohnya : 0 1 0 1 A A 0 0 3 0 3
0 0 0 0 B B 0 1 9 1 9 3. Jika salah satu baris atau kolom dikalikan dengan konstanta c, maka determinan matrik baru adalah c kali determinan matriks sebelumnya
A* c A Contohnya : 1 A 3
2 1 A 4 3
2 4
4 6 2
misalkan C 3 3 A* 3
6 3 A* 4 3
6 4
12 18 6
Jadi : A* C A 6 3( 2) 6 6
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
32 4. Jika dua baris atau dua kolom dipertukarkan maka
A* A
Contohnya : 1 2 1 2 A A 4 6 2 3 4 3 4 3 4 3 4 A* A* 64 2 1 2 1 2 Jadi : A* A 2 (2) 22 5. Jika suatu matriks mempunyai dua baris atau kolom yang sama atau sebanding, maka determinannya adalah nol contohnya :
kolom;
baris;
3 A 2
1 2 A 4 8 A
1 2 4 8
88 0
A
3 2
9 6 9 18 18 0 6
6. Bila matriks B diperoleh dari matriks A dengan menambahkan kelipatan suatu baris/kolom pada baris/kolom yang lain, maka
A B
contohnya 1 2 1 2 A A 4 6 2 3 4 3 4 B diperoleh dengan menambahkan 2x baris ke I pada baris ke II pada matriks A
1 B 5
2 1 B 8 5
2 8 10 2 8 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
33
7. E matriks yang dihasilkan dari operasi dasar pada matriks Identitas I n Bila matriks E diperoleh dengan mengalikan satu baris matriks Identitas dengan konstanta k maka Contoh ; E dengan mengalikan K = 7 pada baris ke I
7 0 7 0 E E 7 1 7 0 1 0 1
jadi E K
Bila matriks E diperoleh dengan menambahkan K kali satu baris pada baris yang lain suatu matrik identitas maka
E 1
Contoh ; E diperoleh dengan menambahkan 2X baris ke-I pada baris ke-II dari matrik identitas
1 0 1 0 E E 1 0 1 2 1 2 1
jadi E 1
E 1
Bila matrik E diperoleh dengan menukarkan dua baris matrik identitas maka Contoh ; E diperoleh dari menukarkan baris ke I dengan baris ke II pada matriks identitas
0 1 0 1 E E 0 1 1 1 0 1 0
jadi E 1
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
34 8. Jika A memiliki invers, maka det( A1 )
1 det( A)
contoh; 1 2 1 2 A A 4 6 2 3 4 3 4 1 4 2 4 6 3 1 1 4 2 A1 2 3 1 2 1 2 1 3 1 1 1 A 3 A 3 1 1 1 2 2 2 2 2 2 A1
Jadi A1
1 1 1 A1 A 2 2
9. Bila A adalah matriks (n x n) dan k suatu konstanta, maka det (kA)= det (A) x k berpangkat n contohnya 2 1 2 1 A A 83 5 3 4 3 4 K ....... 2 1 2K K KA K 3 4 3K 4 K 2K K KA 8 K 2 3K 2 K 2 (8 3) K 2 5 3K 4 K Jadi det( KA) K n det( A)
10. Jika A, B dan C matriks berukuran n x n, unsur-unsurnyahanya berbeda pada satu baris (misalnya baris ke-r ), diasumsikan bahwa baris ke-r dari matriks C diperoleh dengan menambahkan baris ke-r matriks A dan baris ke-r matriks B maka det (C)= det (A) + det (B) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
35 contoh 2 A 3 maka
3 2 B 2 1
3 2 C 1 3 1
3 2 1
C A B 2
3
4
3
2
3
3
2
2
3
1
1
6 12 (4 9) (2 3) 6 5 1 6 6 Jadi det(C ) det( A) det( B)
11. Jika A dan B matriks segi dengan ukuran sama, maka det (AB)= det (A) det(B) contoh A, B matiks 2 x 2 1 A 4 maka
3 2 B 2 3
5 2 9 AB 4 8 6
5 12 11 17 20 8 14 28
AB A B 11 17 14
28
1
3 2
5
4
2 3
4
308 238 (2 12)(8 15) 70 70 Jadi det( AB) det( A) det( B)
12. Determinan matriks diagonal, matriks segitiga atas da matriks segitiga bawah adalah hasil kali unsur-unsur diagonal utamanya . contoh 2 A 0 0 3 B 0 0
1 5 0
0 0 A 2.7.4 56 4 1 2 B 3.5.6 90 6
1 C 3 6
0 9 4
0 0 C 1.8.9 72 8
0 7 0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
36 2.4 Perluasan Kofaktor Jika A adalah suatu matrik bujur sangkar, maka minor anggota aij . Dinyatakan oleh Cij dan didefinisikan sebagai determinan submatrik yg masih tersisa setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan dari matrik A. Bilangan (1)i j M ij dinyatakan oleh Cij disebut kofaktor anggota aij . Secara singkat
Cij M ij
Dan untuk menentukan
tanda + atau – gunakan “papan periksa”
C11 C 21 C31 C41 C51 . .
C12
C13
C14
C22 C23 C24 C32 C33 C34 C42 C43 C44 C52 C53 C54 . . . .
.
.
C15 . . C25 . . C35 . . C45 . . C55 . . . . . . . .
. .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Contoh :
3 1 4 A 2 5 6 1 4 8
C11 1 M11 M11 16 11
3 1 4 5 6 M 11 2 5 6 16 4 8 1 4 8
3 1 4 3 4 M 32 2 5 6 26 2 6 1 4 8
C32 1
3 2
M 32 M 32 26
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
37 Perluasan Kofaktor Perluasan kofaktor dari suatu matrik A ialah cara mencari determinan dari matrik A dengan mengalikan anggota- anggota pada suatu kolom/suatu baris dari matrik A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kali yang di dapat. Pemahaman: misalkan matriks A dengan ordo 3x3 berikut :
a11 a12 A a21 a22
a13 a23
a31 a32
a33
A a11a22a33 a12a23a31 a13a21a31 a13a22a31 a12a21a33 a11a23a32 A a11a22a33 a23a32 a12 a23a31 a21a33 a13 a21a32 a22a31 A a11C11 a12C12 a13C13 Contoh soal :
2 4 2 misal matriks ordo 3x3 berikut : A 4 2 4 2 2 4 A a11C11 a21C21 a31C31
A 2
2 4 2 4
4
4 2 2 4
2
4 2 2 4
A a11C11 a12C12 a13C13
A 2
2 4 2 4
4
4 4 2 4
A 2.0 4.12 2.12
A 2.0 4.8 2.4
A 24
A 24
2
4 2 2 2
kita akan mencari determinannya dengan perluasan kofaktor
2.5 Adjoin Suatu Matriks Definisi: jika A adalah sembarang matrik n x n dan C(ij) adalah kofaktor dari a(ij) maka matriks
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
38
C11 C12 C 21 C22 .. .. .. Cn1 Cn 2
.. .. C1n .. .. C2 n .. .. .. Cnn
disebut matrik kofaktor dari A. transpos dari matrik ini disebut adjoin A dan dinyatakan oleh adj (A). Contoh adjoin matriks, misalkan A adalah matrik 3x3 maka adjoin matrik A diperlihatkan dibawah sbg berikut:
1 2 1 C11 1 C12 3 C13 1 A 1 1 2 C21 1 C22 1 C23 3 2 1 1 C31 3 C32 1 C33 1 1 3 1 mk ( A) 1 1 3 3 1 1 1 1 3 adj ( A) [mk ( A)]T 3 1 1 1 3 1
Aplikasi rumus adjoin untuk invers suatu matriks yaitu sebagai berikut
A1
1 adj ( A) det( A)
Contoh : kita ambil nilai adjoin matrik A pada contoh diatas lalu kita cari inversnya
1 A 1 2
2 1 1
1 1 1 3 2 adj ( A) 3 1 1 1 3 1 1
1 1 1 3 4 1 maka( A1 ) 3 1 1 3 4 4 1 3 1 1 4
1 4 1 4 3 4
4 1 4 1 4 3
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
39 2.6 Aturan Cramer Jika Ax=b merupkan suatu sistem n persamaan linier dalamn peubah sedemikian hingga (A) tidak 0, maka sistem tersebut mempunyai suatu penyelesaian unik, yaitu sebagai beriut;
x1
det( An ) det( A1 ) det( A2 ) , x2 ,...........xn det( A) det( A) det( A)
dengan Aj adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan anggota-anggota pada kolom ke-j dari A dengan anggota-anggota pada matriks
Contoh penerapan aturan Cramer
b1 b b 2 .. bn
Selesaikanlah SPL berikut: x+y+z=3 2x + 3y + z = 6 4x +2y +z = 7
Jawab: 1 A 2 4 3 A1 6 7 1 A2 2 4
1 1 3 1 det( A) 5 2 1 1 1 3 1 det( A1 ) 5 2 1 3 1 6 1 det( A2 ) 5 7 1
jadi det( A1 ) 5 1 det( A) 5 det( A2 ) 5 y 1 det( A) 5 det( A3 ) 5 z 1 det( A) 5 x
1 1 3 A3 2 3 6 det( A3 ) 5 4 2 7
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
40 Latihan Soal – Soal 1 2
1. Jika 𝐴 = [0 0
0 0 1 0] 3 0 14
Tentukan 𝐴2 = 𝐴. 𝐴! 𝑎 2. Jika |𝑑 𝑔
𝑏 𝑒 ℎ
𝑐 𝑓 | = −6 𝑖
−3𝑎 Tentukan | 𝑑 𝑔 − 4𝑑
−3𝑏 𝑒 ℎ − 4𝑒
−3𝑐 𝑓 | 𝑖 − 4𝑓
1 3 1 5 3 −2 −7 0 −4 2 0 1 0 1|| 3. Tentukan || 0 0 0 2 1 1 0 0 0 1 1 2 −1 3 4. Jika 𝐴 = [1 2 4] 5 −3 6 Tentukan 𝐴−1 dengan 2 cara: 1
a. 𝐴−1 = |𝐴| 𝑎𝑑𝑗𝑜𝑖𝑛 𝐴 b. [𝐴
⋮ 𝐼 ]~[𝐼
⋮ 𝐴−1 ]
Penyelesaian: 1 2
1. 𝐴 = [0 0
0 0 1 0] 3 0 14
𝐴2 = 𝐴. 𝐴 1 2
2
1 2
0
1 3
0] = [0
1 3
0
0
1 4
1 4
0
0
[0
0 0
0 0
1 2
0
0
0] [0
1 3
0]
0 1 4
1 4
0
0
[0
1 9
0 ] = [0
1 9
0]
0
0
1 16
0 0
0 0
1 4
1 16
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
41
𝑎 2. |𝑑 𝑔
𝑏 𝑒 ℎ
𝑐 𝑓| = −6 𝑖
−3𝑎 Kita akan ubah matriks diatas menjadi bentuk | 𝑑 𝑔 − 4𝑑
−3𝑏 𝑒 ℎ − 4𝑒
−3𝑐 𝑓 | dengan cara 𝑖 − 4𝑓
mereduksi terlebih dahulu: 𝑎 |𝑑 𝑔
𝑏 𝑒 ℎ
𝑐 −3𝑎 𝑓| ~𝐵1(−3) | 𝑑 𝑖 𝑔
−3𝑏 𝑒 ℎ
−3𝑐 −3𝑎 𝑓 | ~𝐵32(−4) | 𝑑 𝑖 𝑔 − 4𝑑
−3𝑏 𝑒 ℎ − 4𝑒
−3𝑐 𝑓 | 𝑖 − 4𝑓
Kemudian 𝐵1(−3) merupakan 𝐸1 dan 𝐵32(−4) merupakan 𝐸2 Sehingga : |𝐸1 ||𝐸2 ||𝐴| = |𝐴∗ | −3. 1 . −6 = |𝐴∗ | 18 = |𝐴∗ | −3𝑎 Jadi | 𝑑 𝑔 − 4𝑑
−3𝑏 𝑒 ℎ − 4𝑒
−3𝑐 𝑓 | = 18 𝑖 − 4𝑓
1 3 1 5 3 −2 −7 0 −4 2 0 1 0 1|| = ⋯ ? 3. || 0 0 0 2 1 1 0 0 0 1 1 Kita reduksi terlebih dahulu menjadi matriks segitiga atas: 1 3 1 5 −2 −7 0 −4 |0 0 1 0 | 0 0 2 1 0 0 0 1 1 3 1 5 0 −1 2 6 |0 0 1 0 | 0 0 0 1 0 0 0 0
1 3 1 5 3 1 3 1 5 3 3 0 −1 2 6 8 0 −1 2 6 8 2 1|| ~𝐵21(2) ||0 0 1 0 1|| ~𝐵43(−2) ||0 0 1 0 1 || ~𝐵54(−1) 0 0 2 1 1 0 0 0 1 −1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 3 8 1 || −1 2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
42 Maka 1 3 1 5 3 0 −1 2 6 8 |0 0 1 0 1 | = 1. −1.1.1.2 = −2 = |𝐴∗ | | | 0 0 0 1 −1 0 0 0 0 2 Karena 𝐵21(2) merupakan 𝐸1 , 𝐵43(−2) merupakan 𝐸2 , 𝐵54(−1) merupakan 𝐸3 Sehingga : |𝐸1 ||𝐸2 ||𝐸3 ||𝐴| = |𝐴∗ | 1 . 1 . 1 . |𝐴| = −2 |𝐴| = −2 1 3 1 5 3 −2 −7 0 −4 2 0 1 0 1|| = −2 Jadi || 0 0 0 2 1 1 0 0 0 1 1
2 4. 𝐴 = [1 5
−1 3 2 4] −3 6 1
a. Dengan metode 𝐴−1 = |𝐴| (𝑎𝑑𝑗𝑜𝑖𝑛 𝐴)𝑇 Kita cari terlebih dahulu determinan A, 2 |1 5
−1 3 2 −1 2 4| 1 2 −3 6 5 −3
24 − 20 − 9 − 30 + 24 + 6 = −5 = |𝐴|
Kemudian kita cari adjoin A dengan cara kofaktor: 2 4 𝛼11 = | | = 12 + 12 = 24 −3 6 1 4 𝛼12 = | | = 6 − 20 = −14 5 6
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
43 1 2 𝛼13 = | | = −3 − 10 = −13 5 −3 −1 3 𝛼21 = | | = −6 + 9 = 3 −3 6 2 3 𝛼22 = | | = 12 − 15 = −3 5 6 2 −1 𝛼23 = | | = −6 + 5 = −1 5 −3 −1 3 𝛼31 = | | = −4 − 6 = −10 2 4 2 3 𝛼32 = | |= 8−3= 5 1 4 2 −1 𝛼33 = | |=4+1=5 1 2 Maka adjoin A: 24 −14 [ 3 −3 −10 5
−13 24 3 −1 ] jika ditranspose maka [−14 −3 5 −13 −1
−10 5 ] 5
Maka 24
−1
𝐴
1 1 24 (𝑎𝑑𝑗𝑜𝑖𝑛 𝐴)𝑇 = = [−14 |𝐴| −5 −13
−5 3 −10 −3 5 ] = [ 14 5 13 −1 5 5
b. Dengan metode [𝐴
⋮ 𝐼 ]~[𝐼
2 −1 3 ⋮ 1 0 [1 2 4 ⋮ 0 1 5 −3 6 ⋮ 0 0 1 2 [0 −5 0 −13
1 [0 0
4 ⋮ 0 −5 ⋮ 1 −14 ⋮ 0
0 4 ⋮ 1 1 ⋮ 0 −14 ⋮
2 5 1 −5
−3
3 5 3 5 1 5
2
−
−1] −1
⋮ 𝐴−1 ]
0 1 2 4 ⋮ 0 1 0 0] ~𝐵21 [2 −1 3 ⋮ 1 0 0] ~𝐵21(−2) 𝐵31(−5) 1 5 −3 6 ⋮ 0 0 1
1 0 1 −2 0] ~𝐵2(−1) [0 5 −5 1 0
1 5
1 0 2 4 ⋮ 0 1 2 1 1 ⋮ −5 5 0] ~𝐵12(−2) 𝐵32(15) −13 −14 ⋮ 0 −5 1 2
1
0 5 1 0 4 ⋮ 5 1 2 2 0 1 1 ⋮ −5 1 0] ~𝐵3(−14 5 ) 5 1 0 0 1 ⋮ 3 −14 1 1 [ 14
0 0 ~𝐵13(−4) 𝐵23(−1) −
1 14
]
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
44
1 0 0 1 0 0 [
0 ⋮ 0 ⋮ 1 ⋮
2 5 1 −5
1 5
0
2 5
0
3 14
−14
1
1 − 14
]
Soal Latihan DETERMINAN 1. Tentukan determinan dan matriks adjoin dari matriks A berikut : 1 2 0 5 2 3 1 2 A 1 2 0 3 3 1 0 2 2. Selesaikan SPL berikut ini dengan aturan Cramer 3y 2x z 1 3x 2 z 8 5 y 3z 1 x 2 y 3. Perhatikan SPL berikut: kx y z 1 x ky z 1 x y kz 1 Dengan menggunakan konsep determinan, tentukan nilai k sehingga SPL memiliki : (i) solusi tunggal (ii) banyak solusi (iii) tak ada solusi
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
45
BAB III VEKTOR PADA R2 DAN R3
3.1 Vektor Vektor adalah suatu besaran yang memiliki panjang dan arah. Secara geometri, vector dinyatakan sebagai ruas garis terarah atau anak panah pada ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3. Sebuah vector dapat ditulis dengan : v
AB , dimana A sebagai titik
awal dari vector v dan B sebagai titik akhir. Vektor adalah suatu besaran yang memiliki besar atau panjang dan arah. Contoh : - kecepatan - gaya Vektor bisa disajikan secara geometris sebagai ruas garis berarah atau panah dalam ruang berdimensi-2 dan berdimensi-3, arah panah menunjukkan arah vektor
Secara Geometri : B titik ujung (terminal point) v= 𝐴𝐵
A titik pangkal (intial point)
Definisi: Penjumlahan 2 Vektor Jika v dan w merupakan 2 vektor sebarang, maka jumlah v+w ditentukan dengan : tempatkan vektor w sedemikian rupa sehingga titik awalnya berimpitan dengan titik akhir v. dapat digambarkan dengan :
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
46
Selisih 2 Vektor. Jika v dan w adalah 2 vektor sebarang, maka selisih u dari v adalah u – v = u - v
Vektor dalam Sistem Koordinat Kita misalkan v adalah vektor sebarang pada suatu bidang. y v
(v1, v2)
ket : v1 dan v2 adalah komponen dari
vector v x Vektor – vektor dikatakan ekuivalen, bila vektor- vektor tersebut memiliki komponen yang sama, dalam arti memiliki panjang dan arah yang sama. y
( v1 + w1, v2 + w2 ) v2 (w1, w2)
v+w
w2
w v
(v1, v2) x
v1
w1
V dan w ekuivalen, jika dan hanya jika v1 = w1 dan v2 = w2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
47
Vektor dalam R2 y
u2
U (u1,u2)
u1
x
inisial point dipusat koordinat O(0,0) dan terminal point di U(u1,u2) U UO
Komponen vektor = (u1,u2) Vektor-vektor ekuivalen ↔ panjang dan arahnya sama.
Dua buah vektor u dan v ekuvalen bila diletakkan sehingga initial pointnya berada pada pusat koordinat atau titik asal (0,0) maka pash terminal poitnya berimpit → u dan v memiliki komponen komponen yang sama.
Dua buah vektor u dan v memiliki panjang dan arah yang sama U= (u1,u2)
v= (v1,v2)
U ekuivalen dengan v ↔ u1=v1 dan u2=v2 Juga memenuhi : U+v = (u1+v1, u2+v2) u-v = (u1-v1, u2-v2) Ku = K(U1,U2)= (ku1,ku2)
3.2 Norm Vektor dan Aritmatika Vektor Sifat-sifat vektor pada R2 dan R3 diuraikan dalam teorema berikut : Jika U, V, dan W adalah vektor-vektor pada R2 atau R3, k dan l adalah scalar, maka memenuhi hubungan- hubungan berikut : a) u + v = v + u b) (u+v) + w = u + (v+w) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
48
c) u + 0 = 0 + u = u d) u + (-u) = 0 e) k(lu) = (kl)u f) k(u+v) = ku + lu g) (k+l)u = ku + kl h) 1u = u Pembuktian : a) u + v = v + u = (v1 + v2 + v3) + (u1 + u2 + u3) = (v1 + u1, v2 + u2, v3 + u3) = (u1 + v1, u2 + v2, u3 + v3) = (u1, u2, u3) + (v1, v2, v3) =u+v b) (u + v) + w = u + ( v + w) = (u1,u2,u3) + [(v1,v2,v3) +(w1,w2,w3)] = (u1,u2,u3) + (v1+w1,v2+w2,v3+w3) = [(u1+v1) + w1, (u2+v2)+w2, (u3+v3)+w3] = (u1+v1, u2+v2,u3+v3) + (w1,w2,w3) = (u+v) + w c) u + 0 = 0 + u = u = (0,0,0) + (u1,u2,u3) = (u1,u2,u3) =u d) u + (-u) = 0 = (u1,u2,u3) + (-u1,-u2,-u3) = (u1-u1, u2-u2, u3-u3) =0 e) (kl)u = k(lu) = k [ l(u1,u2,u3)] = k ( lu1, lu2,lu3) = (klu1, klu2, klu3) = kl ( u1, u2, u3) = kl(u) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
49
f) k(u+v) = ku + kv = k(u1,u2,u3) + k(v1,v2,v3) = (ku1,ku2,ku3) + (kv1,kv2,kv3) = (ku1+kv1, ku2+kv2, ku3+kv3) = k (u1+v1, u2+v2, u3+ v3) = k (u+v) g) (k+l)u = ku + lu = k(u1,u2,u3) + l(u1,u2,u3) = (ku1,ku2,ku3) + (lu1,lu2,lu3) = (ku1 + ku1, ku2 + lu2, ku3 + lu3) = (k+l)u h) 1u = u = 1(u1,u2,u3) = u1,u2,u3 =u Panjang vektor ( Norm Vektor ) u dinotasikan sbg ║u║ y
Jadi, ║u║ = √𝑢12 + 𝑢22
(u1,u2)
║u║
u1
u2
x z ║u║
P(u1,u2,u3)
O Q
S
y
║u║2= (OR)2 + (RP)2 = (OQ)2 + (OS)2 + (RP)2 = u12 + u22 +u32
R
x Jadi, ║u║= √𝑢12 + 𝑢22 + 𝑢32 Suatu vector yang mempunyai panjang 1 disebut vector satuan ( Unit Vektor ) Demikian juga, jika P1(x1,y1) dan P2(x2,y2) adalah titik-titik dalam ruang berdimensi-2, maka jarak antara kedua titik tersebut diberikan oleh:
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
50
z P2(x2,y2,z2)
d=
P1(x1,y1,z1) y x Jarak antara P1 dan P2 adalah norma vektor P1P2 Contoh : a
Bila u = (4,3,5) , ║u║= …. Jawab : ║u║= √16 + 9 + 25 = √50 = 5√2
b
Bila koordinat titik P(2,4) dan Q(6,1) , PQ = ? Jawab :
PQ = (6,-1) – (2,4) = (4,-5) PQ = √16 + 25 = √41
x p(a,b,c)
p1(x1,y1,z1)
c P2(x2,y2,z3)
v b o x
y
a
𝑎 v = OP = (a,b,c) = [𝑏 ] 𝑐
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
51
Sumbu – Sumbu Translasi y Y ’ Y ’ p
x’
k O’(k,l)
x’
O (0,0) x x Sistem koordinat –xy ditranslasi ke system koordinat –x’y’, dimana titik asal O’ pada –xy mempunyai koordinat O’(k,l) titik P € 𝑅 2 memiliki koordinat (x,y)
system koordinat
dan (x’,y’). Untuk melihat hubungan keduanya, diperhatikan vector O’P. → Pada system koordinat –xy, inisial point O’(k,l) dan terminal point P(x,y) sehingga komponen O'P = (x-k, y-l)
→ Pada system koordinat –x’y’, inisial point O’(0,0) dan terminal point P(x’,y’) sehingga komponen OP =(x’,y’)
Diperoleh persamaan translasi : x’= x – k ; x=x’ + k ;
y’=y-l y + y’ + l
3.3 Hasil Kali Silang Jika U = (𝑈1 , 𝑈2 , 𝑈3 ) dan V= (V1 , V2 , V3 ) adalah vektor-vektor dalam ruang berdimensi 3,maka hasil kali silang U×V adalah vector yang didefinisikan sebagai U×V= (𝑈2 𝑉3 − 𝑈3 𝑉2 , 𝑈3 𝑉1 − 𝑈1 𝑉3 , 𝑈1 𝑉2 − 𝑈2 𝑉1 ) Atau dalam notasi determinan
𝑈 × 𝑉 = (|
𝑈2 𝑉2
𝑈3 𝑈 | ,−| 1 𝑉3 𝑉1
𝑈3 𝑈1 | ,| 𝑉3 𝑉1
𝑈2 |) 𝑉2 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
52
Contoh: Cari 𝑈 × 𝑉, di mana 𝑈 = (1,2, −2) dan 𝑉 = (3,0,1)
Penyelesaian: [
1 2 −2 ] 3 0 1 2 −2 1 −2 1 𝑈 × 𝑉 = (| |,−| |,| 0 1 3 1 3
2 |) 0
= (2, −7, −6)
Teorema. Jika U, V dan W adalah vektor-vektor dalam ruang berdimensi 3, maka: a. 𝑈. (𝑈 × 𝑉) = 0
(U×V orthogonal terhadap U)
b. 𝑉. (𝑈 × 𝑉) = 0
(U×V orthogonal terhadap V)
c. ‖𝑈 × 𝑉‖2 = ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 − (𝑈. 𝑉)2
(identitas lagrange)
d. 𝑈 × (𝑉 × 𝑊) = (𝑈. 𝑊)𝑉 − (𝑈. 𝑉)𝑊
(hubungan antara hasil kali silang dan
hasil
kali titik)
e. (𝑈 × 𝑉)𝑊 = (𝑈. 𝑊)𝑉 − (𝑉. 𝑊)𝑈 hasil
(hubungan antara hasil kali silang dan kali titik)
Contoh: Tinjau vektor-vektor 𝑈 = (1,2, −2) dan 𝑉 = (3,0,1) Pada contoh di atas kita telah menunjukan bahwa 𝑈 × 𝑉 = (2, −7, −6) Karena 𝑈. (𝑈 × 𝑉) = (1)(2) + (2)(−7) + (−2)(−6) = 0
Vektor satuan standar Setiap vektor 𝑉 = (𝑉1 , 𝑉2 , 𝑉3 ) dalam ruang berdimensi 3 dapat dinyatakan dalam bentuk I, j dan k karena kia bisa menuliskan 𝑉 = (𝑉1 , 𝑉2 , 𝑉3 ) = 𝑉1 𝑖 + 𝑉2 𝑗 + 𝑉3 𝑘 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
53
Misalnya (2, −3,4) = 2𝑖 − 3𝑗 + 4𝑘
Z (𝟎, 𝟎, 𝟏) k j (𝟎, 𝟏, 𝟎) Y
i (𝟏, 𝟎, 𝟎) X
𝐢×𝐢 =𝐣×𝐣= 𝐤×𝐤= 𝟎 𝐢×𝐣=𝐤
𝐣×𝐤 = 𝐢
𝐤×𝐢 = 𝐣
𝐣 × 𝐢 = −𝐤
𝐤 × 𝐣 = −𝐢
𝐢 × 𝐤 = −𝐣
‖𝑈 × 𝑉‖2 = ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 − (𝑈. 𝑉)2
Identitas lagrange
= ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 − (‖𝑈‖‖𝑉‖ cos 𝜃)2 = ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 − ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 𝐶𝑂𝑆 2𝜃 = ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 (1 − 𝐶𝑂𝑆 2 𝜃) = ‖𝑈‖2 ‖𝑉‖2 𝑆𝐼𝑁 2 𝜃 Karena 0 ≤ 𝜃 ≤ 𝜋, maka 𝜃≥ 0, sehingga ini bias ditulis sebagai ‖𝑈 × 𝑉‖ = ‖𝑈‖‖𝑉‖ sin 𝜃 Luas jajaran genjang A= (𝑎𝑙𝑎𝑠)(𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖) = ‖𝑈‖‖𝑉‖ sin 𝜃 = ‖𝑈 × 𝑉‖
3.4 Dot Product ( Hasil Kali Titik/Skalar) u u θ
u θ
v
●
v
v
u v
θ
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
54
R2, R3 ; diasumsikan bahwa initial point kedua vector berimpit
Bila u dan v
dengan sudut antara kedua vector sebesar θ ; 0≤ θ ≤ 𝜋. Dot poduct atau Euclidean Inner Product 𝒰 ∘ 𝒱 didefinisikan sebagai: ∥ 𝒰 ∥ ∥ 𝒱 ∥ cos θ ; 𝒰 ≠ 0 𝑑𝑎𝑛 𝒱 ≠ 0 𝒰⋅𝒱
= ; 𝒰 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝒱 = 0
0
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑃1 𝑃2 = ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑂𝑃2 − ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑂𝑃1 = 𝒱 − 𝒰
P1 P2 u θ
v
Hukum atau Aturan kosinus: ∥ 𝒱 − 𝒰 ∥2 =∥ 𝒰 ∥2 +∥ 𝒱 ∥2 − 2 ∥ 𝒰 ∥∥ 𝒱 ∥ cos 𝜃 𝒰 𝑑𝑎𝑛 𝒱 ∈ 𝑅 2 dengan 𝒰 = (𝒰1 , 𝒰2 )𝑑𝑎𝑛 𝒱 = (𝒱1 , 𝒱2 ) maka diperoleh: ∥ 𝒰 ∥2 = 𝒰1 2 + 𝒰2 2 ∥ 𝒱 ∥2 = 𝒱1 2 + 𝒱2 2 ∥ 𝒱 − 𝒰 ∥2 =∥ (𝒱1 − 𝒰1 ,𝒱2 − 𝒰2 ) ∥2 = (𝒱1 − 𝒰1 )2 + (𝒱2 − 𝒰2 )2 = 𝒱1 2 − 2𝒱1 𝒰1 + 𝒰1 2 + 𝒱2 2 − 2𝒱2 𝒰2 + 𝒰2 2 ∥ 𝒱 − 𝒰 ∥2 =∥ 𝒰 ∥2 +∥ 𝒱 ∥2 − 2 ∥ 𝒰 ∥∥ 𝒱 ∥ cos 𝜃 ∥ 𝒱 − 𝒰 ∥2 =∥ 𝒰 ∥2 +∥ 𝒱 ∥2 − 2𝒰 ⋅ 𝒱 1 𝒰 ∘ 𝒱 = [‖𝒰‖2 + ‖𝒱‖2 − ‖𝒱 − 𝒰‖2 ] 2 𝒰⋅𝒱 =
1 [𝒰1 2 + 𝒰2 2 + 𝒱1 2 + 𝒱2 2 − (𝒱1 2 + 𝒰1 2 − 2𝒱1 𝒰1 + 𝒱2 2 𝒰2 2 − 2𝒱2 𝒰2 )] 2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
55
=
1 [2𝒰1 𝒱1 + 2𝒰2 𝒱2 ] 2
𝒰 ⋅ 𝒱 = 𝒰1 𝒱1 + 𝒰2 𝒱2 Bila 𝒰, 𝒱 𝜖 𝑅 3 dengan 𝒰 = (𝒰1 , 𝒰2 , 𝒰3 )𝑑𝑎𝑛 𝒱 = (𝒱1 , 𝒱2 , 𝒱3 ), maka: 𝒰 ⋅ 𝒱 = 𝒰1 𝒱1 + 𝒰2 𝒱2 + 𝒰3 𝒱3 𝒰 ⋅ 𝒱 = ‖𝒰‖‖𝒱‖ cos 𝜃 cos 𝜃 =
𝒰⋅𝒱 ‖𝒰‖‖𝒱‖
Teorema Dot Product: 1
a) 𝒱 ⋅ 𝒱 = ‖𝒱‖2 ⟹ ‖𝒱‖=(𝒱 ⋅ 𝒱)2 b) 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝒰 𝑑𝑎𝑛𝒱 vektor - vector tak nol , dan θ sudut antara kedua vector , maka: i.
θ mirip sudut lancip jika dan hanya jika 𝒰 ⋅ 𝒱 > 0
ii.
θ mirip sudut tumpul jika dan hanya jik
iii.
θ=
𝜋 2
= 90°(𝑠𝑖𝑘𝑢 − 𝑠𝑖𝑘𝑢) jika dan hanya jika 𝒰 ⋅ 𝒱 = 0
Teorema Jika 𝒰, 𝒱 𝑑𝑎𝑛 𝒲 adalah vector pada 𝑅 2 atau 𝑅 3 ,𝑘 suatu scalar maka: a. 𝒰 ⋅ 𝒱 = 𝒱 ⋅ 𝒰 b. 𝒰 ⋅ (𝒱 + 𝒲) = 𝒰 ⋅ 𝒱 + 𝒰 ⋅ 𝒲 c. 𝑘(𝒰 ⋅ 𝒱) = (𝑘𝒰) ⋅ 𝒱 = 𝒰 ⋅ (𝑘𝒱) d. 𝒱 ⋅ 𝒱 > 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝒱 ≠ 0 𝑑𝑎𝑛 𝒱 ⋅ 𝒱 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝒱 = 0
3.5 Vektor - Vektor Ortogonal Vektor tegak lurus disebut juga vektor orthogonal. Dua vektor tak nol 𝒰 𝑑𝑎𝑛𝒱 dimana 𝒰 ⊥ 𝒱 jika dan hanya jika 𝒰 ⋅ 𝒱 = 0 y
a P1(x1,y1) P2(x2,y2) x b ax+by+c=0 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
56
Akan dibuktikan 𝑛 ⊥ ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑃1 𝑃2 Dimana P1 dan P2 berada pada garis ax+by+c=0 Vektor n = (a,b)
vector normal garis
Maka : P1(x1,y1)
ax1+by1+c=0…………(1)
P2(x2,y2)
ax2+by2+c=0…………(2)
Persamaan 2 dan1 di eliminasi sehingga memperoleh a(x2-x1)+b(y2-y1)=0………..(3) n = (a,b) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑃1 𝑃2 = (x2-x1, y2-y1) 𝑛 ⋅ ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑃1 𝑃2 = (𝑎, 𝑏) ⋅ (𝑥2 − 𝑥1 , 𝑦2 − 𝑦1 ) = 𝑎(𝑥2 − 𝑥1 ) + 𝑏(𝑦2 − 𝑦1 ) = 0 (terbukti) 3.6 Proyeksi Ortogonal
W2
W2 W2 U
Q U
Q
W1
a
U a
W1
W1
Q
W1+ W2 = W1 +( U- W1) =U W1 // a dan W2
a
W1= proyeksi ortoganal dari U pada a atau komponen vector U sepanjang / sejajar a dinotasikan sebagai ProyaU W1= ProyaU W2= komponen vektor U yang orthogonal terhadap a W2= U- W1=U- ProyaU
Teorema Jika 𝒰 𝑑𝑎𝑛 𝒶 adalah vector - vector dalam ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3 jika 𝒶 ≠ 0 maka:
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
57
𝑃𝑟𝑜𝑦𝒶 𝒰 =
𝒰⋅𝒶 ∙𝒶 ‖𝒶‖2
𝒰 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝒶 𝒰 = 𝒰 −
𝒰⋅𝒶 ∙𝒶 ‖𝒶‖2
Contoh : 𝒰 = (2, −1,3)𝑑𝑎𝑛 𝒶 = (4. −1,2) 8+1+6 ⋅ (4. −1,2) 21 15 20 3 10 = ⋅ (4. −1,2) = ( , − , ) 21 7 7 7 20 3 10 6 2 11 𝒰 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝒶 𝒰 = (2, −1,3) − ( , − , ) = (− , − , ) 7 7 7 7 7 7 𝑃𝑟𝑜𝑦𝒶 𝒰 =
Untuk panjang komponen vektor 𝒰 ∥ 𝒶: 𝒰⋅𝒶 ∙ 𝒶‖ ‖𝒶‖2
‖𝑃𝑟𝑜𝑦𝒶 𝒰‖ = ‖ =| =
𝒰⋅𝒶 | ‖𝒶‖ ‖𝒶‖2
|𝒰 ⋅ 𝒶| ‖𝒶‖ ‖𝒶‖2 =
=
|𝒰 ⋅ 𝒶| ‖𝒶‖
‖𝒰‖‖𝒶‖|cos 𝜃| ‖𝒶‖ = ‖𝒰‖|cos 𝜃|
Jarak dari suatu titik pada bidang ke suatu garis. y D Q(X1,Y1)
Po(Xo,Yo) D=?
ax+by+c=0 x
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
58
jarak D = panjang proyeksi orthogonal dari 𝐷 = ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑄𝑝0 ‖𝑃𝑟𝑜𝑦𝑛 ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑄𝑝0 ‖ = |
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑄𝑝0 ⋅ 𝑛 | ‖𝑛‖
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑄𝑝0 = (𝑥0 − 𝑥1 , 𝑦0 − 𝑦1 ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ 𝑄𝑝0 ⋅ 𝑛 = (𝑎, 𝑏)(𝑥0 − 𝑥1 , 𝑦0 − 𝑦1 ) = 𝑎(𝑥0 − 𝑥1 ) + (𝑦0 − 𝑦1 ) ‖𝑛‖ = √𝑎2 + 𝑏 2 𝐷=|
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ |(𝑥0 − 𝑥1 ) + (𝑦0 − 𝑦1 )| (𝑎𝑥0 − 𝑎𝑥1 + 𝑏𝑥0 − 𝑏𝑦1 ) 𝑄𝑝0 ⋅ 𝑛 |= = ‖𝑛‖ √𝑎2 + 𝑏 2 √𝑎2 + 𝑏 2 𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑄(𝑥1 , 𝑦1 )𝑏𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0
Maka 𝑐 = −𝑎𝑥 − 𝑏𝑦
Diperoleh 𝐷=
|𝑎𝑥0 + 𝑏𝑦0 + 𝑐| √𝑎2 + 𝑏 2
Contoh : Jarak titik (-1,2) ke garis 4x+3y-6=0 𝐷=
|4. −1 + 3.2 − 6| √42 + 32
=
4 5
3.7 Jarak Antara Titik Dan Garis Y Q(x1, y1) D
n = (a, b)
P0(x0, y0) D ax + by + c = 0 X
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
59
Misalkan Q(x1, y1) adalah titik sebarang pada garis dan tempatkan vector n = (a, b) sedemikian rupa sehingga titik awalnya berimpitan dengan Q. Jarak D sebanding dengan panjang dari proyeksi orthogonal
QP
0
D = proj QP
n tetapi
n
0
QP
x x , y y
QP
n ax0 x1 b
0
0
n
ax0 x1 b
a
2
y y 0
1
b
2
pada n, sehingga : projn
QP
0
D=
0
1
0
1
a b 2
2
y y 0
1
sehingga
……………..persamaan 1
Karena titik Q(x1, y1) terletak pada garis tersebut, koordinatnya memenuhi persamaan garis tersebut sehingga : ax1 + by1 + c = 0 atau c = - ax1 – by1, substitusikan pernyataan tersebut ke dalam persamaan 1, maka menghasilkan : D =
a x0 b y c 0
a b 2
2
3.8 Hasilkali Silang (Cross Product) Definisi : jika u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah vector- vector pada ruang berdimensi 3, maka cross product u x v adalah vector yang didefinisikan sebagai : (u2v3 – u3v2, u3v1 – u1v3, u1v2 – u2v1) Atau dalam notasi determinan : u v u 2 v 2
2
u , u u , u u v v v v v 3
1
3
1
3
1
3
1
2
Teorema : Hubungan Hasilkali Silang dengan Hasilkali Titik a) u (u x v) = 0 b) v (u x v) = 0 c)
uv
2
2
u v
2
uv
2
d) u x (v x w) = (u w)v – (u v)w ALJABAR LINEAR ELEMENTER
60
e) (u x v) x w = (u w)v – (v w)u Teorema : Sifat – sifat Hasilkali Silang a) u x v = - (v x u) b) u x (v + w) = (u x v) + (u x w) c) (u + v) x w = (u x w) + (v x w) d) k(u x v) = (ku) x v = u x (kv) e) u x 0 = 0 x u = 0 f) u x u = 0
3.9 Vektor Pada Garis Dan Bidang Dalam Ruang Tiga Dimensi
z P0(x0, y0, z0)
P(x, y, z)
l
V = (a, b, c) y
x
Persamaan dari bidang yang melewati titik P0 (x0, y0, z0) dan memiliki vector taknol n = (a, b, c) sebagai normalnya, dimana bidang tersebut terdiri dari tepat titik P(x, y,
P P adalah orthogonal terhadap n, yaitu : n P P 0 , karena P P ( x x , y y , z z ) , maka persamaan di atas dapat ditulis kembali sebagai a(x
z) dengan vector 0
0
0
0
0
0
- x0) + b(y – y0) + c(z – z0) = 0 (disebut sebagai bentuk normal – titik dari persamaan suatu bidang). l adalah garis pada ruang berdimensi 3 yang melalui P0(x0, y0, z0) dan P(x, y, z), dimana
P
0
P parallel v, maka dapat dinyatakan :
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
61
P
0
P tv , dimana t adalah suatu scalar
(x – x0, y – y0, z – z0) = (ta, tb, tc) x - x0
= ta
y - y0
= tb
z – z0
= tc
persamaan parametric garis
Teorema : Jarak antara Suatu Titik dan Suatu Bidang Jarak D antara titik P0(x0, y0, z0) dan bidang ax + by + cz + d = 0 adalah D=
a x0 b y c z 0 d 0
a b c 2
2
2
contoh 1 : jika v = ( 1,-3,2) dan w =(4,2,1) maka : v+w = (5,-1,3)
2v = (2,-6,4)
jika titik pangkal suatu vektor tidak berada pada titik asal misalkan p1= ( x1, y1, z1) dan titik ujungnya misalkan p2=(x2, y2, z2) maka vektor v = p1 p2 = (x2 - x1, y2 - y1, z2 - z1)
contoh 2 : komponen vektor v = p1 p2 dengan titik pangkal p1 (2,-1,4) dan titik ujung p2 = (7,5,-8) adalah : v = (7 - 2, 5- ( - 1), (- 8) – 4) = ( 5, 6, - 12)
Latihan Bab III 1. Tentukan x dan y yang memenuhi : a. (x, y+1) = (y-2, 6)
b. (4, y) = x(2, 3)
c. x(2,y) = y(1, -2)
2. Tentukan nilai x, y, z dimana (x, y+1,y+z) = (2x+y,4,3z) 3. Nyatakan vektor v = (1, -2, 5) sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor u1 = (1,1,1) ; u2 = (1,2,3); dan u3 = (2,-1,1) sehingga dapat dinyatakan sebagai : v = k1 u1 + k2 u2 + k3 u3 Tentukan nilai ki , i=1,2,3
9 4. Nyatakan vektor v 3 sebagai kombinasi linear dari ui, i = 1,2,3 dengan 16
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
62
2 1 4 u1 3 , u 2 5 dan u 3 2 1 3 3 5. Tentukan nilai k sehingga vektor u dan v saling ortogonal: a. u = (3, k, -2) dan v = (6, -4, -3) b. u = (5, k, -4, 2) dan v = (1, -3, 2, 2k) c. u = (1, 7, k+2, -2) dan v = (3, k,-3, k) 6. Jika diketahui u = 3i – 4j + 2k , v = 2i + 5j – 3k, w = 4i + 7j + 2k Tentukan : a. u x v
b. u x w
c. v x w
d. v x u
e. w x v
7. Tentukan vektor satuan u yang ortogonal terhadap : a. v = (1, 2, 3) dan w = (1, -1, 2) b. v = 3i – j + 2k dan w = 4i – 2j – k 8. Untuk vektor-vektor seperti soal no 6, tunjukkan bahwa : a. (u + v) w = u w + v w
b. w (u + v) = w u + w v
9. Tentukan titik potong bidang 3x – 2y + 2 = 44 dan garis dengan persamaan parametrik x = 3 + 2t, y = 1 – 2y, z = 5 + 4t
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
63
BAB IV RUANG VEKTOR EUCLIDEAN 4.1 Ruang Berdimensi-n Euclidean Beberapa definisi vektor dalam Rn. Dua buah vektor, u=(u1, u2, u3, …, un) dan v=(v1, v2, v3, …, vn) dalam Rn disebut sama jika: u1=v1, u2=v2, u3=v3, …, un=vn Jumlah u+v didefinisikan sebagai: u+v= (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn) Jika k adalah sembarang skalar, perkalian skalar ku didefinisikan sebagai: ku= (ku1, ku2, ku3, …, kun) Jika u= (u1, u2, u3, …, un) adalah sembarang vektor dalam Rn, maka negatif (atau invers aditif) dari u dinyatakan dengan –u dan didefinisikan sebagai: -u = (-u1, -u2, -u3, …, -un) Selisih vektor- vektor dalam Rn v-u= (v1-u1, v2-u2, v3-u3, …, vn-un) Dalam bentuk komponen-komponen: u-v= (u1-v1, u2-v2, u3-v3, …, un+vn) u, v adalah vektor- vektor dalam Rn, hasil kali dalam Eucliden u₀v didefinisikan sebagai: u₀v = u1v1+u2v2+u3v3+…+unvn Jika dua vektor u, v adalah vektor-vektor dalam Rn maka u dan v saling orthogonal bila u₀v = 0 Sifat-sifat operasi vektor dalam ruang Berdimensi-n (Rn) Teorema 4.1 jika u, v, w adalah vektor-vektor dalam Rn ;dan k, l adalah skalar, maka: a. u+v = v+u b. u+(v+w) = (u+v)+w
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
64
c. u+0 = 0+u = u d. u+ (-u) = 0, sehinnga u-u=0 e. k(lu) = kl (u) f. k(u+v) = ku + kv g. (k+l)u =ku + lu h. lu=u; l=1 Teorema 4.2 : jika u, v, w Rn dan k sembarang skalar maka: a. u∙v = v∙u b. (u+v).w = u.w + v.w = w.u + w.v = w. (u+v) c. (ku).v =k(u.v) d. v.v≥0 ; v.v=0 jika hanya jika v=0
Contoh pembuktian : (u+v).w = (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn).(w1, w2, w3, … , wn) = (u1+v1)w1 + (u2+v2)w2 + (u3+v3)w3+ … +(un+vn)wn = [(u1w1 + v1w1), (u2w2 + v2w2), (u3w3 + v3w3), … ,(unwn + vnwn)] = (u1w1, u2w2, u3w3, …, unwn) + (v1w1, v2w2, v3w3, …, vnwn) = u.w + v.w = w.u + w.v Jika u, v, w Rn dan k sembarang skalar maka: a. u∙v = v∙u b. (u+v).w = u.w + v.w = w.u + w.v = w. (u+v) c. (ku).v =k(u.v) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
65 d. v.v≥0 ; v.v=0 jika hanya jika v=0
Contoh pembuktian : (u+v).w = (u1+v1, u2+v2, u3+v3, …, un+vn).(w1, w2, w3, … , wn) = (u1+v1)w1 + (u2+v2)w2 + (u3+v3)w3+ … +(un+vn)wn = [(u1w1 + v1w1), (u2w2 + v2w2), (u3w3 + v3w3), … ,(unwn + vnwn)] = (u1w1, u2w2, u3w3, …, unwn) + (v1w1, v2w2, v3w3, …, vnwn) = u.w + v.w = w.u + w.v
Contoh soal: 1. Anggap u=(1, 2, 3, 4), v=(-3, 2, 3, 4), dan w=( 1, 1, 2, 0), carilah: a.
(3v+w).(2u+v)
b.
2(u-v)
Jawab: 1.a. (3v+w).(2v+w)
=(3v).(2v+w) + (w).(2v+w) =[(3(-3,2,3,4)).(2(-3,2,3,4)+(1,1,2,0)]+ [(1,1,2,0).(2(-3,2,3,4)+(1,1,2,0)]
=[(9,6,9,12).(6,4,6,8)+(1,1,2,0)]+[(1,1,2,0).(6,4,6,8)+(1,1,2,0)] =[(-54,24,54,96)+ (1,1,2,0)]+[(6,4,12,0)+(1,1,2,0)] =(-53,25,56,96)+(7,5,14,0) =(-46,30,70,96) b. 2(u-v) = 2 [(1, 2, 3, 4) - (-3, 2, 3, 4)] = 2(4, 0, 0, 0) = (8, 0, 0, 0)
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
66 Teorema 4.3 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz dalam Rn) Jika u, v, Є-Rn : v = (u1,u2,…un) dan v= (v1,v2,…,vn) adalah vektor-vektor dalam Rn, maka : |u.v| ≤ ║u║║v║ atau dinyatakan dalam bentuk komponen-komponennya |u1v1+u2v2+….+unvn| ≤ (𝑢12 + 𝑢22 + ⋯ + 𝑢𝑛2 )1/2 (𝑣12 +𝑣22 + ⋯ + 𝑣𝑛2 )1/2 Dari rumus tersebut, jika u dan v adalah vektor-vektor tak nol dalam R2 atau R3, maka |u.v| = |║u║║v║cos θ| = ║u║║v║|cosθ| ≤ ║u║║v║ dan Jika u=0 dan v=0, maka kedua ruas dari (3) adalah nol, sehingga ketaksamaan tersebut juga berlaku utuk kasus ini.
Teorema 4.4 Jika U, V € Rn dan k adalah sembarang skalar, maka a) ||U||≥0 b) ||U||=0 jika dan hanya jika u=0 c) ||kU||=|k||U|| d) ||U+V||≤||U||+||V|| (ketaksamaan segitiga)
Dimana kita akan membuktikan teorema 4.4 dengan mencoba salah satunya dengan membuktikan (d)
Bukti (d). ||U+V||2
= (U+V).(U+V)=(U.U)+2(U.V)+(V.V) = ||U||2+2(U.V)+||V||2 ||U||2+2|U.V|+||V||2
sifat nilai mutlak
||U||2+2||U|| ||V||+||V||2
ketaksamaan Cauchy-Schwarz
(||U||+||V||)2
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 (𝑑)𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝑖𝑛𝑖 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑛𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑘𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝑖𝑛𝑖 𝑚𝑒𝑟𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑛𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑒𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 𝐸𝑢𝑐𝑙𝑖𝑑𝑒𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑎ℎ𝑤𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑢𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎𝑛𝑦𝑎
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
67 Dengan gambar: U+V V
U ||U+V|| ||U||+||V||
Teorema 4.5 Jika U, V, dan W adalah vektor-vektor dalam Rn dan k adalah sembarang sekalar, maka: a) d(U,V) 0 b) d(U,V)=0 jika dan hanya jika U=V c) d(U,V)= d(U,V) d) d(U,V) ≤d(U,W)+ d(W,V) (ketaksamaan segitiga)
Dimana kita akan membuktikan teorema 4.5 dengan mencoba salah satunya dengan membuktikan (d)
Bukti (d). d(U,V)=||U-V||=||(U-W)+(W-V)|| ||U-W||+||W-V||= d(U,W)+ d(W,V)
Teorema 4.6 Jika U dan V adalah vektor-vektor dalam Rn dengan hasil kali dalam Euclidean, maka 1 1 U.V= || U V ||2 || U V ||2 4 4
Bukti ||U+V||2=(U+V). (U+V)=||U||2+2(U.V)+||V||2 |U-V||2=(U-V). (U-V)=||U||2-2(U.V)+||V||2
4.2 Ortogonalitas ( Ketegaklurusan ) Definisi: Dua vektor 𝑢 dan 𝑣 dalam 𝑅 𝑛 disebut ortogonal jika 𝑢 . 𝑣 = 0.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
68 Contoh: Dalam ruang Euclidean R4 vektor – vektor u=(-2,3,1,4); v=(1,2,0,-1) adalah orthogonal karena u.v= (-2)(1)+(3)(2)+(1)(0)=0 Bila 𝑢 tegak lurus 𝑣 maka: ‖𝑢 + 𝑣‖2 = ‖𝑢‖2 + ‖𝑣‖2 jika vektor 𝑢 dan 𝑣 dinyatakan dalam matriks 𝑢1 𝑣1 𝑢2 𝑣2 𝑢 = [ ⋮ ];𝑣 = [ ⋮ ] 𝑢𝑛 𝑣𝑛 𝑢. 𝑣 = 𝑣 𝑇 𝑢 𝑢1 𝑢2 𝑣 𝑇 𝑢 = [𝑣1 𝑣2 … 𝑣𝑛 ] [ ⋮ ] = 𝑢1 𝑣1 + 𝑢2 𝑣2 + ⋯ + 𝑢𝑛 𝑣𝑛 𝑢𝑛 Karena 𝑢. 𝑣 = 𝑣. 𝑢 → 𝑣 𝑇 𝑢 = 𝑢𝑇 𝑣 Jika A suatu matriks 𝑛 × 𝑛, maka: 𝐴 𝑢 . 𝑣 = 𝑣 𝑇 (𝐴𝑢) = (𝑣 𝑇 𝐴) 𝑢 = (𝐴𝑇 𝑣) T u = 𝑢. 𝐴𝑇 𝑣 𝑢 . 𝐴 𝑣 = (𝐴𝑣) T u = 𝑣 𝑇 𝐴𝑇 𝑢 = 𝑣 𝑇 (𝐴𝑇 𝑢) = 𝐴𝑇 𝑢 . 𝑣
Contoh: 1 𝐴=[ 2 −1
−2 1 1 0] 1 1
1 𝑢 = [2] 𝑣 3 1 1 𝑢. 𝐴𝑣 = [2] . [ 2 3 −1
1 =[ 0 ] −1 −2 1 1 1 0] [ 0 ] 1 1 −1 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
69 1 0 = [2] . [ 2 ] 3 −2 = 0 + 4 − 6 = −2 1 2 −1 1 1 𝐴 𝑢 . 𝑣 = [−2 1 1 ] [2] . [ 0 ] 1 0 1 3 −1 2 1 = [3] . [ 0 ] 4 −1 𝑇
= 2 + 0 − 4 = −2 ∴ 𝒖. 𝑨𝒗 = 𝑨𝑻 𝒖 . 𝒗
Pandangan hasil kali titik mengenai perkalian matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] 𝑚×𝑟
𝐵 = [𝑏𝑖𝑗 ]
;
𝑖 = 1, … , 𝑚
𝑟×𝑛
𝑗 = 1, … , 𝑟
𝑖 = 1, … , 𝑟
𝑗 = 1, … , 𝑛
(𝐴𝐵)ij = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑗 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑟 𝑏𝑟𝑗
≈ Unsur ke- ij dari AB = [𝑎𝑖1 𝑎𝑖2
𝑏1𝑗 𝑏 … 𝑎𝑖𝑟 ] 2𝑗 ⋮ [𝑏𝑟𝑗 ]
= Baris ke- i matriks A . kolom ke- j matriks B 𝑟1 𝑟2 𝐴=[ ⋮ ] 𝑟𝑚 𝑚×𝑟
;
𝐵 = [𝐶1 𝐶2 … 𝐶𝑛 ]
𝑟×𝑛 𝑟1 . 𝐶1 𝑟 .𝐶 𝐴𝐵 = [ 2 1 ⋮ 𝑟𝑚 . 𝐶1
𝑟1 . 𝐶2 𝑟2 . 𝐶2 ⋮ 𝑟𝑚 . 𝐶2
… 𝑟1 . 𝐶𝑛 … 𝑟2 . 𝐶𝑛 ] ⋮ … 𝑟𝑚 . 𝐶𝑛
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
70 𝑆𝑃𝐿: 𝐴
𝑥
𝑚×𝑛
= 𝑏
𝑛×1
𝑚×1 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 ⋯ 𝑎2𝑛 𝑥𝑛
𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + [ ⋮ 𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + (𝑎11, 𝑎12,… , 𝑎1𝑛 ) . (𝑎21, 𝑎22,… , 𝑎2𝑛 ) . ⋮ [(𝑎𝑚1, 𝑎𝑚2,… , 𝑎𝑚𝑛 ) .
𝑏1 𝑏2 ]= [ ] ⋮ ⋯ 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 𝑏𝑚
(𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛 )
𝑏1 𝑏 (𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛 ) = [ 2 ] ⋮ ⋮ 𝑏 𝑚 (𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛 )]
𝑟1 . 𝑥 𝑏1 𝑟2 . 𝑥 𝑏2 [ ⋮ ]=[ ] ⋮ 𝑟𝑚 . 𝑥 𝑏𝑚 Contoh soal: Berikut ini adalah contoh suatu system linear yang dinyatakan dalam bentuk hasil kali titik: 3x1 – 4x2 + x3 = 1 2x1 – 7x2 – 4x3 =5 x1 + 5x2 – 8x3 = 0 (3, −4,1) (𝑥1 , 𝑥 2 , 𝑥3 ) 1 [(2, −7, −4) (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ) ] = [5] (1,5, −8) (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 ) 0 𝑟1 . 𝑥 𝑏1 [𝑟2 . 𝑥] = [𝑏2 ] 𝑟3 . 𝑥 𝑏3 4.3 Transformasi Linear Dari Rn Ke Rm Fungsi – fungsi dari Rn ke R A
B
A
B f
a
b
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
71 Fungsi adalah suatu aturan f yang menghubungkan setiap unsure dalam A ke satu dan hanya satu unsur dalm B Jika f menghubungkan unsur b dengan unsur a, maka ditulis b = f(a), dikatakan : (-) b adalah bayangan dari a dibawah f (-) f (a) adalah nilai f di a
Himpunan A disebut daerah asal (Dominan) : himpunan unsur yang akan dipetakan
Himpunan B disebut daerah kawan (kodanain) : himpunan unsur yang dipadankan dari unsur – unsur pada A
Daerah hasil (Range) adalah himpunan bagian dari B yang terdiri dari semua nilai yang mungkin untuk f ketika nilai a berubah – ubah dalam A.
Dua buah fungsi dikatakan sama, f1 = f2 jika kedua fungsi memiliki dominant yang sama dan f1 (a) = f2 (a) suatu fungsi f : Rn → R, ditulis sebagai : w = f (x1, x2, …., xn) => f : R → R
Contoh : f(x) = x2 f(x,y) = 2x – 4y
=> f : R2 → R
f (x,y,z) = x + 2y –z
=> f : R3 → R
Transformasi Linear Dari Rn Ke Rm -
Transformasi linear adalah transformasi yang dituliskan sebagai T : Rn → Rm dan didefinisikan oleh persamaan – persamaan linear
-
Jika m = n maka transformasi linear dikatakan sebagai operator linear
-
Definisi transformasi linear T : Rn → Rm dalam SPL : w1 = a11x1 + a12x2 + ……+a1nxn w2 = am1x1 + am2x2 + ……+amnxn dalam notasi matriks : w1 w2
=
wn
a11 a12 … a1n
x1
a21 a22 … a2n
x2
am1 am2 … amn
xn
w = Ax Matriks A = [aij] disebut matriks standar untuk transformasi linear T ALJABAR LINEAR ELEMENTER
72 T disebut perkalian dengan A Contoh T : R3 → R2 yang didefinisikan oleh persamaan w1 = 2x1 – x2 + 3x3 =
w1
w2 = x1 + x2 – x3
w2
=
2
-1
1
1
3
x1
-1
x2 x3
maka bayangan dari titik (1,2,-1) adalah ….. w1 w2
=
2
-1
1
1
3
1
-1
2
-3 =
4
-1 Beberapa maslah notasi : Jika T : Rn → Rm dengan A adalah matriks standar untu T, maka transformasi linear T : Rn → Rm dinyatakan dengan TA : Rn → Rm Ta(x) = Ax : kadang – kadang matriks standar untuk T dinyatakan dengan [T] T(x) = [T]x Kadang kedua penulisan matriks standar dicampur, dengan hubungan : [Ta] = A
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
73 4.4 Geometri Transformasi Linear
T (x) T (x) x x T memetakan titik ke titik
T memetakan vector ke vector
Jika O matriks nol berukuran m x n dan O vektor nol dalam Rn, untuk setiap vektor x dalam Rn berlaku : To9x) = OX = o : To transformasi nol dari rn ke Rm Jika I matriks identitas berukuran n x n, maka untuk setiap vektor x dalam Rn : TI(x) = Ix = x; TI operator identitas pada Rn
Operator Pencerminan z
y
(-x,y)
(x,y,z)
(x,y)
w = T(x)
x
x
y
Pencerminan terhadap sumbu y w 1= -x
x
w2 = y w = -1 0
x
0 1
y
Pencerminan terhadap bidang -x y w 1= -x w2 = y w3 = -z w= 1
0
0
x
0
1
0
y
0
0 -1
z
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
74 Operator Proyeksi y Proyeksi orthogonal pada sumbu –x x,y
w1 = x
x
1 W= 0
w2 = 0
w
x,0
0
x
0
y
x
z Proyeksi orthogonal pada sumbu –xy
(x,y,z)
w1 = x w2 = y
W=
w3= 0
y
1
0 0
x
0
0 0
y
0
0 0
z
(x,y,o)
x
Operator Rotasi Y
x = r cosα y = r sin α
w (w1,w2)
w1 = r cos (α+θ)
r y
θ r α
w2 = r sin (α+θ)
(x,y) x
w1 = r [cosα . cosθ – sinα sinθ] = cosα . cosθ – sinα sinθ w1 = x cos θ – y sin θ w2 = r [sinα cosθ + cosα sinθ] ALJABAR LINEAR ELEMENTER
75 = r sinα cosθ + r cos α sinθ = Y cosθ + x sin θ w1 = x cosθ – y sin θ w2 = x sin θ + y cos θ
W=
cosθ
– sinθ
x
sinθ
cosθ
y
≈ Pelebaran ≈ Penyempitan
w= k
o
x
o
k
w= k
o
o
x
o
k
o
y
o
o
(k) ≥ 1 → Pelebaran
y
k
d ≤ | k | < 1 → Penyempitan
z
4.5 Sifat- sifat transformasi linear dari Rn → Rm Definisi: suatu transformasi linear T : Rn → Rm memetakan vektor-vektor (titik-titik) yang berbeda pada
disebut satu-satu jika T
Rn ke vektor-vektor (titik-titik)
yang berbeda pada Rm. Teorema 4.7 Jika A adalah suatu matrik n x n dan TA : Rn → Rn adalah perkalian dengan A, maka pernyataan berikut equivalen. a. A dapat dibalik b. Daerah hasil dari TA adalah Rn c. TA adalah satu-satu Invers dari sebuah operator linear satu-satu. Jika TA : Rn → Rn adalah suatu operator linear satu-satu maka matriks A dapat dibalik jadi TA : Rn → Rn adalah sebuah operator linear ; disebut invers dari TA TA TA1 x AA 1 x Ix x
TA1 TA x A 1 Ax Ix x
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
76 Secara equivalen TATA1 TAA 1 TI TA1 TA TA1 A TI
Masalah notasi. Jika operator linear satu-satu pada Rn dituliskan sebagai T : Rn → Rn (dan bukannya TA ), maka invers dari operator T dinyatakan dengan T 1 (bukan T A
1
).
T T
1
A1
Sifat-sifat kelinearan Suatu transformasi T : Rn → Rm adalah linear jika dan hanya jika hubungan berikut ini berlaku untuk semua vector u dan v pada Rn dan setiap sekalar c a. T(u+v)=T(u)+T(v) b. T(cu)=cT(u) Bukti: Misalnya T adalah transformasi linear: A matriks standar u/T T(u+v)=A(u+v)=Au+Av=T(u)+T(v) T(cu)=A(cu)=c(Au)=cT(u)
Jika T : Rn → Rm adalah suatu operator linear, maka suatu saklar disebut nilai eigen dari T jika ada suatu x tak nol pada Rn sedemikian sehingga
T x x Vektor-vektor tak nol x memenuhi pesamaan ini disebut vektor eigen dari T yang berpadanan dengan Ringkasan : teorema 4.9 Jika A adalah suatu matriks n x n, dan jika TA : Rn → Rn adalah perkalian dengan A, maka pernyataan-pernyataan berikut ini equivalen a. A bisa dibalik b. Ax=0 hanya mempunyai solusi trivial c. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah I d. A dapat dinyatakan sebagai suatu hasil kali matriks-matriks dasar ALJABAR LINEAR ELEMENTER
77 e. Ax=b konsisten untuk setiap matriks b(n x 1) f. Ax=b tepat punya satu solusi untuk setiap b(n x 1) g. Det(A) 0 h. Daerah hasil TA adalah Rn i. TA adalah satu-satu
Latihan Bab IV 1.
Uraikan bentuk berikut berkaitan dengan ruang Hasilkali dalam: a. 5u1 8u 2 ,6v1 7v2
b. 2u 3v
2
2. Bila ruang hasilkali dalam didefinisikan sebagai u, v u1v1 3u 2 v2 maka untuk u = ( 2, 1) dan v = (1,-1) , tentukan : a. u,v 3.
b. || u||
c. Cosinus sudut antara u dan v
Ingat bahwa suatu transformasi T : V W (V, W suatu ruang vektor) disebut sebagai transformasi linear jika : i. Untuk sembarang vektor v1 dan v2 di V berlaku T(v1 + v2) = T(v1) + T(v2) ii. Untuk sembarang bilangan real k dan v di V berlaku T(kv) = k T(v)
1 1 Bila didefinisikan T(x,y) = A(x,y) dengan A = 0 2 , dengan menggunakan 1 2 sifat-sifat di atas, apakah T merupakan transformasi linear? 4.
Bila u, v, w R4 dengan u=(1,1,-1,1), v=(2,1,1,1), w=(3,1,4,1). Selidiki apakah ketiga vektor tersebut bebas linear atau terpaut linear?.
Jika ketiga vektor
tersebut terpaut linear, tuliskan hubungan diantara ketiga vektor tersebut! 5.
Tentukan matriks standar untuk komposisi operator-operator linear pada R3 : Rotasi berlawanan arah dengan jarum jam 2700 terhadap sumbu-x, diikuti dengan rotasi berlawanan arah dengan jarum jam 900 terhadap sumbu-y, diikuti dengan pencerminan terhadap bidang-xy, kemudian diikuti dengan pelebaran dengan faktor skala k = 2.
6.
Tentukan dua buah unit vektor yang ortogonal terhadap ketiga vektor u = (2,1,4,0), v = (-1,-1,2,2), dan w = (3,2,5,4)
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
78
BAB V RUANG-RUANG VEKTOR UMUM 5.1 Aksioma Ruang Vektor Definisi Anggap V adalah sebarang himpunan tak-kosong dari objek di mana dua operasi didefinisikan yaitu penjumlahan dan perkalian dengan scalar ( bilangan ).Yang kami maksud dengan penjumlahan adalah suatu aturan yang menghubungkan setiap pasangan objek u dan v dalam V dengan suatu objek u + v, yang disebut sebagai jumlah u dan v, yang dimaksud dengan perkalian skalar adalah suatu aturan
yang
menghubungkan setiap scalar k dan setiap objek u dalam V dengan objek ku, yang disebut perkalian skalar dari u dengan k. Jika aksioma berikut ini dipenuhi oleh semua objek u, v, w dalam V dan semua skala k dan l, maka disebut V sebagai ruang vektor dan disebut objek dalam V sebagai vektor. 1) Jika u dan v adalah ojek – objek dalam V, maka u + v berada dalam V. 2) u + v = v + u 3) u + (v + w) = (u + v) + w 4) Ada suatu objek 0 dan V, yang disebut suatu vector nol untuk V, sedemikian sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk semua u dalam V. 5) Untuk setiap u dalam V, ada suatu objek –u daam V, yang disebut negatif dari u, sedemikian sehingga u + (-u) = (-u) + u = 0 6) Jika k adalah sebarang skalar dan u adalah sebarang objek dalam V, maka ku ada dalam V. 7) k(u + v) = ku + kv 8) (k + l)u = ku + lu 9) k(lu) = (kl)u 10) lu = u Ruang – ruang vektor dimana skalarnya berupa bilangan kompleks disebut Ruang Vektor Kompleks, sedang apabila scalar merupakan bilangan real disebut ruang Vektor Real.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
79
Ruang Vektor dapat berupa vektor, matriks, fungsi dan bidang. Contoh : Himpunan semua matriks 2x2 dalam bentuk [ u=[
𝑢1 0
0 𝑣 ]εV;v=[ 1 𝑢2 0
𝑘𝑢 juga dalam V dank u = [ 1 0
0 ]εV 𝑣2
𝑎 0
0 ] adalah ruang vektor ;km: 𝑏 𝑢 + 𝑣1 0 u+v=[ 1 ] 0 𝑢2 + 𝑣2
0 ] ε V. 𝑘𝑢2
Himpunan semua bilangan real positif dengan operasi 𝑥 + 𝑦 = 𝑥𝑦 dan kx = xk adalah suatu ruang vector bila u, v ε V dengan 𝑢 =𝑥+𝑦 𝑣 =𝑥−𝑦 Maka 𝑢 + 𝑣 = (𝑥 + 𝑦)(𝑥 − 𝑦)𝜖 𝑉 𝑘𝑢 = (𝑥 + 𝑦)𝑘 𝜖 𝑉
Himpunan pasangan bilangan real (x , y) dengan operasi (𝑥 , 𝑦) + (𝑥1 , 𝑦1 ) = (𝑥 + 𝑥1 , 𝑦 + 𝑦1 ) dan 𝑘(𝑥 , 𝑦) = (2𝑘𝑥 , 2𝑘𝑦) bukan merupakan ruang vector, karena tidak memenuhi aksioma : 1u = u ; dalam definisi operasi diatas 𝑘(𝑥 , 𝑦) = (2𝑘𝑥 , 2𝑘𝑦) maka 1(𝑥, 𝑦) = (2𝑥, 2𝑦) ≠ 𝑢 juga : 𝑘 (ℓ(x, y)) = 𝑘 (2ℓx, 2ℓy) = (4kℓ𝑥, 4𝑘ℓy) ≠ (kℓ)
Himpunan semua matriks 2x2 berbentuk [
u=[
𝑢1 1
1 ] 𝜖𝑉 𝑢2
𝑣 𝑣= [ 1 1 𝑘𝑢 = [
𝑢+𝑣 = [
𝑎 1
𝑢1 + 𝑣1 2
1 ] bukan suatu ruang vector karena : 𝑏 2 ] 𝑢2 + 𝑣2
1 ] 𝜖𝑉 𝑣2
𝑘𝑢1 𝑘
𝑘 ] 𝑘𝑢2
ε V;𝑘
≠1
Beberapa Sifat Vektor Anggap V adalah suatu ruang vektor u suatu vektor dalam V, dan k suatu skalar; maka: a) 0u = 0 b) K0 = 0 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
80 c) (-1)u = -u d) Jika ku = 0, maka k = 0 atau u = 0 Dapat dibuktikan bagian a) dan c) dan meninggalkan bukti lainnya Bukti : a). Dapat dituliskan 0u + 0u = (0 + 0)u
[Aksioma 8]
= 0u
[siat bilangan 0]
Berdasarkan aksioma 5 vektor 0u mempunyai suatu negatif, -0u. Menjumlahkan negatif ini pada kedua ruas di atas akan menghasilkan [0u + 0u] + (-0u) = 0u + (-0u)
[aksioma 3]
0u + 0 = 0
[aksioma 5]
0u = 0
[aksioma 4]
Bukti c). Untuk menunukkan (-1)u= -u, kita harus menunjukkan bahwa u + (-1)u= 0. Untuk melihat ini, amati bahwa u + (-1)u= lu + (-1)u
[aksioma 10]
= (1 + (-1))u
[aksioma 8]
= 0u
[sifat bilangan]
=0
[Bagian a) di atas]
5.2 Subruang (Subspace) Definisi suatu himpunan bagian w dari suatu ruang vektor V disebut suatu sub-ruang dari V jika W sendiri adalah suatu ruang vector dibawah penjumlahan dan perkalian scalar yang didefinisikan pada V. Teorema Jika W adalah suatu himpunan satu atau lebih vector dari ruang vector V, maka W adalah suatu sub-ruang dari V jika dan hanya jika syarat syarat berikut ini terpenuhi. a) Jika u dan v adalah vector – vector dalam W, maka u + v ada dalam V. b) Jika k adalah sembarang skalar dan u adalah sembarang vektor dalam W, maka ku ada dalam W. Ruang – ruang Penyelesaian untuk system – system Homogen Teorema:
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
81 Jika Ax= 0 Adalah suatu system linear homogen dari m persamaan dalam n peubah, maka himpunan vektor penyelesaiannya adalah suatu sub-ruang dari Rn. Bukti: Anggap W adalah himpunan vektor penyelesaian. Paling tidak ada satu vector dalam W, yaitu 0. Untuk menunjukkan bahwa W tertututp terhadap penjumlahan dan perkalian scalar, kita harus menunjukkan bahwa jika x dan x adalah sebarang vektor – vektor penyelesaian dan k adalah sebarang skalar, maka x + x dan k x juga merupakan vektor – vektor penyelesaian. Tetapi jika x dan x adalah vektor – vektor penyelesaian, maka Ax = 0 dan Ax’=0 Didapatkan bahwa: A(x + x’) = Ax +Ax’ = 0 + 0 = 0 dan A(kx) = kAx = k0 = 0 Yang membuktikan bahwa x + x’ dan kx dan vektor – vektor penyelesaian.
5.3 Kombinasi Linear Definisi Suatu vektor w disebut suatu kombinasi linear dari vector-vektor v1,v2…,v,jika bisa dinyatakan dalam bentuk w=k1v1 + k2v2 + ….+ krvr dengan k1,k2,…,kr adalah skalar. Jika r=1, maka persamaan dalam definisi di atas menjadi w= k1v1; yaitu,w adalah suatu, w adalah suatu kombinasi linear dari suatu vektor tunggal
v1 jika w adalah suatu
pengandaan skala dari v1. Contoh :
w = (a, b, c) ε R3 merupakan kombinasi linear dari i=(1, 0, 0), j=(0, 1, 0), k=(0, 0, 1), w= ai + bj + ck
P1 = 2 + x + 4x2 P2 = 1 – x + 3x2 P3 = 3 + 2x + 5x2
Bila P= 6 +11x + 6x2 dapat dinyatakan sebagai :
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
82 6 2 1 3 [11] = 𝑘1 [1] + 𝑘2 [−1] + 𝑘3 [2]; ki real maka P adalah kombinasi linear 6 4 3 5 dari P1,P2,P3
5.4 Rentang Jika v1,v2…,v, adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vektor V, maka secara umum beberapa vektor dalam V mungkin merupakan kombinasi linear dari v1,v2…,v, dan yang lainnya mungkin tidak. Teorema berikut ini menunjukkan bahwa jika menyusun suatu himpunan W yang terdiri dari suatu vektor-vektor yang dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari v1,v2…,v, itu, maka W membentuk suatu sub-ruang dari V. Teorema Jika v1,v2…,v, adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vector V, maka (a) Himpunan W semua kombinasi linear dari v1,v2…,v, merupakan suatu sub-ruang dari v1,v2…,v,. (b) W adalah sub-ruang terkecil dari V yang berisi v1,v2…,v, dalam pengertian bahwa setiap sub-ruang lain dari V yang berisi v1,v2…,v, pasti mengandung W. Bukti (a). Untuk menentukkan bahwa W adalah suatu sub-ruang dari V, kita harus membuktikan bahwa W tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian scalar paling tidak ada suatu vektor dalam W, yaitu, 0, karena 0= 0v1,0v2…,0vr jika u dan v adalah vectorvektor dalam W maka u= cv1,cv2…,cvr v= k1v1 + k2v2 + ….+ krvr dengan c1,c2,…,cr,k1,k2,…,k2adalah skalar. Oleh karena itu, u + v = (c1 + k1)v1+(c2 + k2)v2 + (cr, + kr)vr. dan untuk sebarang skalar k, ku=(c1k1)v1+(c2k2)v2 + (cr,kr)vr jadi, u + v dank u adlah kombinasi linear dari v1,v2…,vr oleh Karena itu terletak dalam W. Dengan demilian, W tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian skalar. Bukti (b). Setiap vektor vi
adalah suatu kombinasi linear dari v1,v2…,vr karena bisa
dituliskan vi = 0v1+ 0v2+…+ 1vi+…0vr ALJABAR LINEAR ELEMENTER
83 oleh karena itu, sub-ruang W mengandung masing-masing vector v1,v2…,vr angga W’ adalah sebarang sub-ruang lainnya yang mengandung v1,v2…,vr karena W’ tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian scalar, maka W’ pasti mengandung setiap vector dari W.
Merentang Definisi : jika S={v1,v2,....,vr} sejumlah vektor pada ruang vektor V, maka subruang W dari V mengandung semua kombinasi linier vektor-vektor dalam S disebut ruang terentang (ruang yang dibangun) oleh v1,v2,...,vr dan kita katakan bahwa vektorvektor v1,v2,...,vr adalah rentang W. Untuk menunjukkan bahwa W adalah ruang terentang oleh vektor-vektor dalam himpunan S={v1,v2,...,vr} ditulis : W = rent (S) atau W = rent {v1,v2,...,vr} Contoh : Tentukan apakah v1 = (1,1,2), v2 = (1,0,1) dan v3 = (2,1,3) merentang ruang vektor R3. Penyelesaian : Kita harus menentukan apakah sembarang vektor b = (b1,b2,b3) dalam R3 bisa dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dari v1, v2, dan v3 sebagai berikut : b = k1v1+k2v2+k3v3 Dengan menyatakan persamaan ini dalam bentuk komponen-komponen akan didapatkan : (b1,b2,b3) = k1(1,1,2)+k2(1,0,1)+k3(2,1,3) (b1,b2,b3)=(k1+k2+2k3,k1+k3,2k1+k2+3k3)
k1+k2+2k3 = b1 k1+
k3 = b2
2k1+k2+3k3 = b3 1 Dalam matriks : [1 2
1 2 b1 0 1 b2] lalu kita cek apakah v1,v2,v3 merentangkan ruang vektor 1 3 b3
R3 dengan cara 1 1 [1 0 2 1
2 b1 1 1 b2]B31(-2) [1 3 b3 0
1 2 b1 1 1 2 b1 0 1 b2 ] B21(-1) [0 −1 −1 b2 − b1 ] −1 −1 b3 − 2b1 0 −1 −1 b3 − 2b1 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
84 1 B3-B2 [1 0
1 2 b1 −1 −1 b2 − b1 ] 0 0 b3 − b2 − b1
dari hasil di atas kita asumsikan b3 − b2 − b1 ≠ 0 sehingga dari hasil di atas dapat kita lihat bahwa
spl tidak konsisten sehingga v1,v2,v3 tidak merentang R3.
5.5 Bebas Linear Definisi : Jika S={v1,v2,...,vr} adalah himpunan vektor tak nol, maka : k1v1 + k2v2 + ….+ krvr = 0 hanya mempunyai satu solusi yaitu k1 = 0 , k2 = 0, ... , kr = 0 (SPL homogen tersebut memiliki solusi trivial), maka S disebut himpunan yang bebas linear. Bila ada solusi lain, dinamakan himpunan bergantung linear. Contoh : Buktikan jika v1=(2,-1,0,3), v2=(1,2,5,-1), v3=(7,-1,5,8) maka himpunan vektor-vektor S = {v1,v2,v3} tak bebas secara linear karena 3v1+v2-v3=0
Penyelesian 2 −1 1) [ 0 0
:
2 1 7 0 2 −1 2 −1 0 −1 [ ]B42(3) [ 0 5 5 0 0 3 −1 8 0 0
1 7 0 2 −1 0 ]B43(5 5 0 5 5 0
1 7 0 2 −1 0 ]B12(2) 5 5 0 0 0 0
0 −1 [ 0 0
5 2 5 0
5 −1 5 0
0 0 0 −1 ]B31(-1) [ 0 0 0 0
0 −1 [ 0 0
1 0 0 0
1 −3 0 0
0 0 ] 0 0
0 5 5 0 −1 2 −1 0 ]B1(1/5) [ 0 0 0 0 0 0 0 0
1 2 0 0
1 −1 0 0
0 0 ]B21(-2) 0 0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
85 Maka : k2+k3=0 , k2 = - k3 -k1-3k3=0 , -k1=3k3, k1= -3k3 Sehingga : -3k3v1 – k3v2 + k3v3 = 0 (dikali -1/k3) 3v1+v2-v3 = 0 Jadi terbukti, v1=(2,-1,0,3), v2=(1,2,5,-1), v3=(7,-1,5,8) maka himpunan vektor-vektor S = {v1,v2,v3} tak bebas secara linear karena 3v1+v2-v3=0 atau SPL Homogen k1v1 + k2v2 + k3v3 = 0 memiliki solusi tidak trivial. 5.6 Basis dan Dimensi 5.6.1 Basis untuk sebuah ruang vektor Definisi: Jika 𝑉 adalah sembarang ruang vektor dan 𝑆 = {𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 } adalah suatu himpunan vektor – vektor dalam 𝑉, maka 𝑆 disebut suatu basis untuk 𝑉, jika dua syarat berikut ini dipenuhi: 𝑆 bebas secara linier 𝑆 merentang 𝑉 Teorema: Jika 𝑆 = {𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 } adalah suatu basis untuk suatu ruang vektor 𝑉, maka setiap vektor 𝑣 dalam 𝑉 bisa dinyatakan dalam bentuk 𝑣 = 𝑐1 𝑣1 + 𝑐2 𝑣2 + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑣𝑛 dalam tepat satu cara.
5.6.2 Koodinat – Koordinat Relatif Terhadap Sebuah Basis Jika 𝑆 = {𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 } adalah suatu basis untuk suatu ruang vektor 𝑉 dan vektor – vektor 𝑣 dalam 𝑉 dapat dinyatakan dengan 𝑣 = 𝑐1 𝑣1 + 𝑐2 𝑣2 + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑣𝑛 Dimana 𝑣 = 𝑐1 𝑣1 + 𝑐2 𝑣2 + ⋯ + 𝑐𝑛 𝑣𝑛 adalah ekspresi untuk suatu vektor 𝑣 dalam bentuk basis 𝑆, maka skalar 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 disebut koordinat 𝑣 relatif terhadap basis 𝑆. Vektor (𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 ) dalam 𝑅 𝑛 yang tersusun dari koordinat – koordinat ini disebut koordinat vektor 𝑣 relatif terhadap 𝑆 dinyatakan dengan: (𝑣)𝑠 = (𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 ) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
86
5.6.3 Basis Standar Untuk 𝑹𝒏 Contoh: Jika 𝑒1 = (1, 0, 0, … , 0), 𝑒2 = (0, 1, 0, … , 0), … , 𝑒𝑛 = (0, 0, 0, … , 1) maka 𝑆 = {𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 } adalah himpunan yang bebas secara linier dalam 𝑅 𝑛 . Himpunan ini juga merentangkan 𝑅 𝑛 karena sebarang vector 𝑣 = (𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 ) dalam 𝑅 𝑛 bisa dituliskan sebagai: 𝑣 = 𝑣1 𝑒1 + 𝑣2 𝑒2 + ⋯ + 𝑣𝑛 𝑒𝑛 Jadi, 𝑆 adalah basis untuk 𝑅 𝑛 , ini disebut basis standar untuk 𝑅 𝑛 . Dari 𝑣 = 𝑣1 𝑒1 + 𝑣2 𝑒2 + ⋯ + 𝑣𝑛 𝑒𝑛 kita dapatkan bahwa koordinat 𝑣 = (𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 ) relatif terhadap basis standar adalah 𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 sehingga (𝑣)𝑠 = (𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 ) 𝑣 = (𝑣)𝑠 Sehingga suatu vektor 𝑣 dan vektor koordinatnya relative terhadap basis standar untuk 𝑅 𝑛 adalah sama.
Contoh : Anggap 𝑣1 = (1, 2, 1), 𝑣2 = (2, 9, 0), 𝑣3 = (3, 3, 4) tunjukkan bahwa himpunan 𝑆 = {𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 } adalah suatu basis untuk 𝑅 3 . Penyelesaian: Untuk menunjukkan bahwa himpunan 𝑆 merentang 𝑅 3 kita harus menunjukkan bahwa sembarang vektor 𝒃 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) bisa dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier: 𝒃 = 𝑐1 𝑣1 + 𝑐2 𝑣2 + 𝑐3 𝑣3 Dari vektor – vektor dalam 𝑆. Dengan menyatakan persamaan ini dalam bentuk komponen – komponen, kita akan mendapatkan: (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) = 𝑐1 (1, 2, 1) + 𝑐2 (2, 9, 0) + 𝑐3 (3, 3, 4) (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) = (𝑐1 + 2𝑐2 + 3𝑐3 , 2𝑐1 + 9𝑐2 + 3𝑐3 , 𝑐1 + 4𝑐3 ) Atau dengan menyamakan komponen – komponen yang berpadanan 𝑐1 + 2𝑐2 + 3𝑐3 = 𝑏1 2𝑐1 + 9𝑐2 + 3𝑐3 = 𝑏2 𝑐1
+ 4𝑐3 = 𝑏3
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
87 Jadi, untuk menunjukkan bahwa 𝑆 merentang 𝑅 3 , kita harus menunjukkan bahwa sistem persamaan diatas mempunyai suatu penyelesaian untuk semua pilihan 𝒃 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) Jika persamaan diatas kita ubah ke dalam bentuk matriks dan digandengkan dengan hasilnya lalu kita umpamakan dengan nama 𝐸 maka akan menjadi: 3 𝑏1 1 2 3 𝑏1 𝐵21(−2) 1 2 [2 9 3 𝑏2 ] [0 5 −3 −2𝑏1 + 𝑏2 ] 𝐵2(1) 𝐵31(−1) 5 1 0 4 𝑏3 0 −2 1` −𝑏1 + 𝑏3 3 1 2 [0 1 −3⁄5 0 −2 1`
⁄ 𝑏1 𝐵12(−2) 1 0 21 5 −2𝑏1 + 𝑏2 ⁄5] [0 1 −3⁄5 𝐵32(2) 0 0 −1⁄5 −𝑏1 + 𝑏3
9𝑏1 − 2𝑏2 ⁄5 −2𝑏1 + 𝑏2 ⁄5 ] 𝐵3(−5) ⁄ −9𝑏1 + 2𝑏2 + 5𝑏3 5
9𝑏1 − 2𝑏2 ⁄5 𝐵13(−21) 1 0 0 (−21⁄5 )(9𝑏1 − 2𝑏2 − 5𝑏3 ) + 9𝑏1 − 2𝑏2 ⁄5 1 0 21⁄5 5 [0 1 −3⁄5 −2𝑏1 + 𝑏2 ⁄5 ] [0 1 0 3⁄5 (9𝑏1 − 2𝑏2 − 5𝑏3 ) −2𝑏1 + 𝑏2 ⁄5 ] 𝐵23(3) 0 0 0 0 9𝑏1 − 2𝑏2 − 5𝑏3 9𝑏1 − 2𝑏2 − 5𝑏3 1 1 5 dari hasil reduksi matriks di atas kita lihat bahwa sistem persamaan linier tersebut memiliki suatu penyelesaian untuk semua b = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) Untuk membuktikan bahwa 𝑆 bebas secara linier kita harus menunjukkan bahwa satu-satunya penyelesaian dari: 𝑐1 𝑣1 + 𝑐2 𝑣2 + 𝑐3 𝑣3 = 0 adalah 𝑐1 = 𝑐2 = 𝑐3 = 0 jika kita nyatakan dalam bentuk komponen – komponen, pembuktian kebebasan berubah menjadi menunjukkan bahwa sistem homogen. 𝑐1 + 2𝑐2 + 3𝑐3 = 0 2𝑐1 + 9𝑐2 + 3𝑐3 = 0 𝑐1
+ 4𝑐3 = 0
Hanya mempunyai penyelesaian trivial. Untuk membuktikan bahwa S bebas linier dan merentang 𝑅 3 dengan menunjukkan bahwa matriks koefisien 1 𝐴 = [2 1
2 3 9 3] 0 4
mempunyai determinan tak nol. Akan tetapi, setelah kita mencari determinan A hasilnya adalah ALJABAR LINEAR ELEMENTER
88 1 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = |2 1
2 3 9 3| = −1 0 4
Sehingga S adalah suatu basis untuk 𝑅 3
Latihan Bab V 1. Diketahui v1, v2 dan v3 vektor-vektor dalam R3 yang titik pangkalnya di titik asal. Tentukan apakah ketiga vektor berada pada bidang yang sama? v1 = (2, -2, 0) Note : v2 = (6, 1, 4) Ketiga vektor berada pada bidang yang sama jhj : v3 = (2, 0, -4) v1 (v2 x v3) = 0 Ketiga vektor berada pada garis yang sama jhj : (v2 – v1) = k (v3 – v2) 2. Diketahui v1, v2 dan v3 vektor-vektor dalam R3 yang titik pangkalnya di titik asal. Tentukan apakah ketiga vektor terletak pada garis yang sama? a. v1 = (-1, 2, 3), v2 = (2, -4, -6), v3 = (-3, 6, 0) b. v1 = (4, 6, 8), v2 = (2, 3, 4), v3 = (-2, -3, -4) 3. Bila u, v, w R4 dengan u=(1,1,-1,1), v=(2,1,1,1), w=(3,1,4,1). Selidiki apakah ketiga vektor tersebut bebas linear atau terpaut linear?. Jika ketiga vektor tersebut terpaut linear, tuliskan hubungan diantara ketiga vektor tersebut!
4. Tentukan dua buah unit vektor yang ortogonal terhadap ketiga vektor u = (2,1,4,0), v = (-1,-1,2,2), dan w = (3,2,5,4)
5. Bila P2 menyatakan polinomial berorde dua, tentukan apakah himpunan vektorvektor dalam P2 berikut bebas linear? S={1 + 3x + 3x2, x + 4x2, 5 + 6x + 3x2 , 7+ 2x - x2 } 6. Tentukan apakah S={u1, u2, u3} merupakan basis di R3 dengan u1=(3, -1, 2) , u2=(6, -2, 4), dan u3=(5, 3, -1)!
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
89 7. Tentukan koordinat vektor v relatif terhadap basis S = {v1, v2, v3} a. v = (2, -1, 3) , v1=(1, 0, 0), v2 = (2, 2, 0), v3 = (3, 3, 3) b. v = 4 – 3x + x2 , v1 = 1, v2 = x, v3 = x2 Koordinat vektor v relatif terhadap basis S = {v1, v2, v3} adalah (k1, k2, k3) yang memenuhi : v = k1 v1 + k2 v2 + k3 v3
8. Cari suatu basis untuk sub-ruang dari R4 yang terentang oleh vektor-vektor v1=(1, 1, -4,- 3), v2 = (2, 0, 2, -2), v3 = (2, -1, 3, 2) 9. Tentukan basis ruang baris, basis ruang kolom, dan basis ruang kosong dari A,
2 1 1 3 2 0 3 6 0 3 dengan A = 2 3 2 4 4 6 5 3 6 0 2 9 2 4 5 10. Tunjukkan bahwa rank(A) = rank (AT) untuk A berikut :
4 5 6 9 1 3 2 1 4 1 A= 1 0 1 2 1 3 5 7 8 2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
90
BAB VI HASIL KALI DALAM 6.1 Hasil Kali Dalam Hasil kali dalam dua buah vektor u dan v dengan notasi u,v (pada bab IV), dan dalam bab VI ini Hasil Kali Dalam dinotasikan dalam 〈𝑢, 𝑣〉 Definisi I : Suatu hasil kali dalam pada suatu ruang vektor real V adalah suatu fungsi yang menghubungkan suatu bilangan real 〈𝑢, 𝑣〉 dengan setiap pasangan vektor u dan v dalam V sedemikian hingga aksioma-aksioma berikut terpenuhi oleh semua vektor u, v dan w dalam V serta semua skalar k : 1. Aksioma kesimetrisan : 〈𝑢, 𝑣〉 = 〈𝑣, 𝑢〉 2. Aksioma penjumlahan : 〈𝑢 + 𝑣, 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑤〉 + 〈𝑣, 𝑤〉 3. Aksioma kehomogenan : 〈𝑘𝑢, 𝑣〉 = 𝑘〈𝑢, 𝑣〉 4. Aksioma kepositifan : 〈𝑢, 𝑢〉 ≥ 0 dengan 〈𝑢, 𝑢〉 = 0 jika u =0 Suatu ruang vektor real dengan suatu hasil kali dalam disebut suatu ruang hasil kali dalam real.
6.1.1 Ruang Hasil Kali Dalam Euclidean Ruang hasil kali dalam Euclidean terboboti dengan bobot w1,w2,…,wn untuk vektor u dan v
Rn didefinisikan sebagai :
〈𝑢, 𝑣〉 = w1 u1v1 + w2 u2v2 + … + wn unvn Contoh 1 : Data (X)
x1
x2
…
xn
Total = ΣX
Frekuensi
f1
f2
…
fn
Σ fi=m
Rataan : 𝒳 =
∑𝑛 𝑖=1 𝑓𝑖 𝑥𝑖 ∑𝑛 𝑖=1 𝑓𝑖 1
Bila w1= w2=…= wn =𝑚, maka dapat dinyatakan :
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
91 𝒳 = 〈𝑓, 𝑥〉 = w1 f1x1 + w2 f2x2 + … + wn fnxn
6.1.2 Panjang dan Jarak dalam Ruang Hasil Kali Dalam Definisi II : Jika V suatu ruang hasil kali dalam, maka norma (panjang) suatu vektor u dalam V dinyatakan sebagai ‖𝑢‖ dengan definisi : 1
‖𝑢‖ = 〈𝑢, 𝑢〉2 Jarak antar 2 vektor u dan v dinyatakan dengan d〈𝑢, 𝑣〉 dengan definisi : d〈𝑢, 𝑣〉 = ‖𝑣 − 𝑢‖ = ‖𝑢 − 𝑣‖
Sifat-sifat Hasil kali Dalam a. 〈0, 𝑣〉 = 〈𝑣, 0〉 = 0 b. 〈𝑢, 𝑣 + 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑣〉 + 〈𝑢, 𝑤〉 c. 〈𝑘𝑢, 𝑣〉 = 𝑘〈𝑢, 𝑣〉 d. 〈𝑢 − 𝑣, 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑤〉 − 〈𝑣, 𝑤〉 e. 〈𝑢, 𝑣 − 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑣〉 − 〈𝑢, 𝑤〉
Contoh 2 : u =(3,-2), v =(4,5), w=(-1,6) (i) Bila didefinisikan hasil kali dalam 〈𝑢, 𝑣〉 sama dengan hasil kali dalam Euclidean u.v maka : 〈𝑢, 𝑣 + 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑣〉 + 〈𝑢, 𝑤〉 = u.v + u.w = (12-10)+(-3-12) = 2-15 =-13 ‖𝑣‖ = √16 + 25 = √41 (ii) Bila didefinisikan untuk hasil kali dalam Euclidean terboboti sebagai berikut : 〈𝑢, 𝑣〉 = 4u1v1 + 5u2v2 maka : 〈𝑣, 𝑤〉 = 4v1w1+ 5v2w2 = 4(-4) + 5(30) = -16 + 150 = 134 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
92
‖𝑣‖ = √4(16) + 5(25) = √64 + 125 = √189 = √9 × 21 = 3√21
Contoh 3 : 𝑢1 Jika U = [𝑢 3
𝑢2 𝑣1 𝑢4 ] dan V = [𝑣3
𝑣2 𝑣4 ] dan didefinisikan hasil kali dalam pada M22
sebagaimana berikut: 〈𝑈, 𝑉〉 = 𝑢1 𝑣1 + 2 𝑢2 𝑣2 + 3 𝑢3 𝑣3 + 4 𝑢4 𝑣4 3 Hitung nilai 〈𝑈, 𝑉〉 jika U = [ 4
−2 −1 3 ] dan V = [ ] 8 1 1
Penyelesaian : 〈𝑈, 𝑉〉 = 𝑢1 𝑣1 + 2 𝑢2 𝑣2 + 3 𝑢3 𝑣3 + 4 𝑢4 𝑣4 = 3 (-1) + 2 ((-2)3) + 3 (4.1) + 4 (8.1) = -3 – 12 + 12 + 32 = 29
Contoh 4 : Jika p dan q suatu polinomial dan didefinisikan 〈𝑝, 𝑞〉 = 𝑝0 𝑞0 + 𝑝1 𝑞1 + 𝑝2 𝑞2 Tentukan 〈𝑝, 𝑞〉 jika p = -2 + x +3x2 dan q = 4 −7x2 Penyelesaian : 〈𝑝, 𝑞〉 = 𝑝0 𝑞0 + 𝑝1 𝑞1 + 𝑝2 𝑞2 = (-2) 4 + 1(0) +3 (-7) = -8 + 0 – 21 = -29 Bila u dan v suatu vector dalam Rn (u, vє Rn ) dan A adalah matriks berukuran n x n yang invertible, jika u.v adalah hasil kali dalam Euclidean pada Rn maka : 〈𝑈, 𝑉〉 = 𝐴𝑢. 𝐴𝑣 = (𝐴𝑣)𝑇 (𝐴𝑢) = 𝑣 𝑇 𝐴𝑇 𝐴𝑢
Contoh 5 : Tentukan 〈𝑈, 𝑉〉 suatu hasil kali dalam pada R2 yang dibangkitkan oleh matriks A dengan A = [
2 1 ] , 𝑢 = (0, −3) dan 𝑣 = (6,2) −1 3 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
93 Penyelesaian : 〈𝑈, 𝑉〉 = 𝐴𝑢. 𝐴𝑣 = 𝑣 𝑇 𝐴𝑇 𝐴𝑢 2 = (6 2) [ 1 = (14
−1 2 ][ 3 −1 −3 0) ( ) −9
1 0 ]( ) 3 −3
= -52
Sifat-sifat Panjang dan Jarak dalam Ruang Hasil Kali Dalam Jika u dan v suatu vector dalm ruang hasil kali dalam V, dan jika k suatu konstanta, maka : a. ‖𝑢‖ ≥ 0 b. ‖𝑢‖ = 0 jika dan hanya jika u = 0 c. ‖𝑘𝑢‖ = |𝑘| ‖𝑢‖ d. ‖𝑢 + 𝑣‖ ≤ ‖𝑢‖ + ‖𝑣‖ (ketaksamaa segitiga) Jika u, v, dan w suatu vector dalam ruang hasil kali dalam V, dan jika k suatu konstanta, maka : a. d〈𝑢, 𝑣〉 ≥ 0 b. d〈𝑢, 𝑣〉 = 0 jika dan hanya jika u=v c. d〈𝑢, 𝑣〉 = d 〈𝑣, 𝑢〉 d. d〈𝑢, 𝑣〉 = d〈𝑢, 𝑤〉 + d〈𝑤, 𝑣〉 (ketaksamaan segitiga)
6.2 Sudut dan Keortogonalan dalam Ruang Hasil Kali Dalam Definisi III : Jika θ sudut antara u dan v maka : 〈𝑢,𝑣〉
Cos θ = ‖𝑢‖ ‖𝑣‖ (u v) u dan v saling orthogonal jika 〈𝑢, 𝑣〉 = 0
Contoh 6 : Bila u dan v suatu vector dalam R2 dengan definisi 〈𝑢, 𝑣〉 = 𝑢1 𝑣1 + 2𝑢2 𝑣2 , tentukan cosinus sudut yang diapit oleh u dan v, ntuk u = (2,3) dan v = (1,2) Penyelesaian : 〈𝑢, 𝑣〉 = 𝑢1 𝑣1 + 2𝑢2 𝑣2 = 2.1 + 2(3.2) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
94 = 2 + 12 =14 ‖𝑢‖ = √22 + 2(32 ) = √4 + 18 = √22 ‖𝑣‖ = √12 + 2(22 ) = √1 + 8 = √9 = 3 〈𝑢,𝑣〉
14
14
7
Cos θ = ‖𝑢‖ ‖𝑣‖ = 3√22 = 66 √22 = 33 √22
6.3 Komplemen-komplemen Ortogonal Definisi IV : Anggap W adalah suatu sub-ruang dari suatu ruang hasil kali dalam V. Suatu vektor u dalam V disebut ortogonal terhadap W jika u ortogonal terhadap setiap vektor dalam W, dan himpunan semua vektor dalam V yang ortogonal terhadap W disebut komplemen-komplemen ortogonal dari W. Teorema IV.1 Jika W adalah suatu sub-ruang dari suatu ruang hasil kali dalam berdimensi terhingga V, maka : a. 𝑾⊥ adalah sub-ruang dari V b. Satu-satunya vektor dimana W dan 𝑾⊥ sama adalah 0 c. Komplemen ortogonal dari 𝑾⊥ adalah 𝑾 ≡ ((𝑾⊥ )⊥ ) = 𝑾) Bukti : a) Untuk menunjukkan 𝑾⊥ adalah sub-ruang dari V, anggap bahwa u dan v sembarang vektor dalam 𝑾⊥ , dan k suatu skalar. Anggap w sembarang vector dalam W, menurut definisi IV diperoleh 〈𝑢, 𝑤〉 = 0 dan 〈𝑣, 𝑤〉 = 0. Dengan sifat dasar dari hasil kali dalam diperoleh : 〈𝑢 + 𝑣, 𝑤〉 = 〈𝑢, 𝑤〉 + 〈𝑣, 𝑤〉 = 0 + 0 = 0 〈𝑘𝑢, 𝑤〉 = 𝑘〈𝑢, 𝑤〉 = 𝑘(0) = 0
b) Telah ditetapkan bahwa sembarang vektor dalam W dan sembarang vektor dalam 𝑾⊥ saling ortogonal, misalkan vektor yang sama tersebut adalah x, berarti harus terpenuhi 〈𝑥, 𝑥〉 = 0 dan itu hanya dipenuhi oleh x = 0. c) Sudah jelas
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
95 Contoh 6.a Bila p(x) dan q(x) adalah polinom berderajat dua dan didefinisikan : 〈𝑝, 𝑞〉 = 𝒑0 𝒒0 + 𝒑1 𝒒1 + 𝒑3 𝒒3 Tunjukkan bahwa p = 1-x+2x2 dan q = 2x+x2 saling ortogonal. Penyelesaian : Berdasarkan definisi di atas, p dan q saling ortogonal berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean jika dan hanya jika 〈𝑝, 𝑞〉 = 0 〈𝑝, 𝑞〉 = 1.0 + (−1). 2 + 2.1 =0–2+2 =0 Terbukti bahwa p dan q ortogonal. Teorema IV.2 Jika A matriks berukuran m x n, maka : a. Ruang kosong dari A dan ruang baris dari A adalah komplemen-komplemen ortogonal dalam Rn berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean. b. Ruang kosong dari AT dan ruang kolom dari AT adalah komplemen-komplemen ortogonal dalam Rm berkenaan dengan hasil kali dalam Euclidean. Bukti : a) Jika suatu vektor v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris A maka Av=0 dan sebaliknya jika Av=0, maka v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris. Anggap v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris A, atau secara khusus v ortogonal terhadap vektor-vektor r1, r2,
…,rn
dari A, dapat
dinyatakan sebagai : r1 . v = r2 . v = … = rn. v = 0 v merupakan penyelesaian dan terletak pada ruang kosong dari A. Sebaliknya, anggap v suatu vektor dalam ruang kosong A sehingga Av = 0, hingga diperoleh : r1 . v = r2 . v = … = rn . v = 0 Bila r adalah sembarang vektor dalam ruang baris dari A, maka r dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor baris dari A, misalkan : r = c1 r1 + c2 r2 + … + cn rn ALJABAR LINEAR ELEMENTER
96 Sehingga : r.v = (c1 r1 + c2 r2 + … + cn rn) . v = c1 (r1.v) + c2 (r2 .v) + … + cn (rn .v) =0+0+…+0=0 Menunjukkan bahwa v ortogonal terhadap setiap vektor dalam ruang baris dari A.
Contoh 6b: Tentukan suatu basis untuk komplemen ortogonal dari sub-ruang R5 yang terlentang oleh vektor – vektor : v1=(1,4,5,6,9), v2=(3,-21,4,-1),v3=(-1,0,-1,-2,-1),v4=(2,3,5,7,8) Penyelesaian : Basis untuk komplemen ortogonal dari sub-ruang R5 yang terlentang oleh v1,v2,v3 dan v4 merupakan basis ruang kosong dari SPL homogen : Ax = 0, dengan v1, v2, v3 dan v4 merupakan baris-baris dari matriks A. Basis Ruang kosong dari A adalah : 1 4 5 6 9 𝐵 (−3) 21 3 −2 1 4 −1 𝐵 (1) [ ] 31 −1 0 −1 −2 −1 𝐵21 (−2) 2 3 5 7 8 1 0 [ 0 0
4 1 1 1
5 1 1 1
6 1 1 1
9 𝐵 (−4) 1 12 2 𝐵 (−1) 0 ] 32 [ 2 0 𝐵42 (−1) 2 0
4 1 0 0
1 4 0 −14 [ 0 4 0 −5 5 1 0 0
6 1 0 0
5 6 −14 −14 4 4 −5 −5
1
9 𝐵2 (− 14) −28 𝐵 (1) ] 3 4 8 1 −10 𝐵4 (− ) 5
9 2 ] 0 0
Dari bentuk eselon baris tereduksi matriks A diperoleh : X1=-x3 – 2x4 – x5 dan x2= - x3 – x4 – 2x5 −1 −2 −1 −1 −1 −2 𝑥= 1 𝑟+ 0 𝑠+ 0 𝑡 0 1 0 [0] [0] [1] Sehingga basis ruang kosong dari A yang merupakan basis komplementer ortogonal dari A: −1 −2 −1 −1 −1 −2 1 , 0 , 0 0 1 0 { [ 0 ] [ 0 ] [ 1 ]} ALJABAR LINEAR ELEMENTER
97 Teorema IV.3 Jika A suatu matriks n x n, dan jika TA : Rn → Rn adalah perkalian dengan A, maka pernyataan – pernyataan berikut ini ekuivalen : a. A dapat dibalik b. Ax = 0 hanya mempunyai solusi trivial c. Bentuk matriks eselon baris tereduksi dari A adalah In d. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali dari matriks – matriks dasar e. Ax = b konsisten untuk setiap bnx1 f. Ax = b tepat mempunyai satu solusi untuk setiap bnx1 g. Det A ≠ 0 h. Daerah hasil TA adalah Rn i. TA bersifat satu – satu j. Vektor – vektor kolom dari A bebas secara linier k. Vektor – vektor varis dari A bebas secara linier l. Vektor – vektor kolom dari A merentang Rn m. Vektor – vektor varis dari A merentang Rn n. Vektor – vektor kolom dari A membentuk suatu basis untuk Rn o. Vektor – vektor varis dari A membentuk suatu basis Rn p. Rank (A) = n q. A mempunyai kekosongan 0 r. Komplemen ortogonal dari ruang kosong A adalah Rn s. Komplemen ortogonal dari baris A adalah {0}
6.4 Basis orthogonal 1. Suatu himpunan vector dalam suatu ruang hasil kali dalam disebut himpunan orthogonal jika semua pasangan vector-vektor yang berada dalam himpunan tersebut orthogonal. P={𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3 }, dimana 𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3 merupakan vector pada 𝑅 𝑛 . P himpunan orthogonal jika (𝑝1 , 𝑝2 ), (𝑝1 , 𝑝3 ), (𝑝2 , 𝑝3 ) bernilai 0. 2. Suatu himpunan orthogonal jika setiap vector mempunyai norma 1 disebut ortonormal. Himpunan P={𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3} ortonormal pada 𝑅 3 , jika ALJABAR LINEAR ELEMENTER
98 (𝑝1 , 𝑝2)= (𝑝1 , 𝑝3)= (𝑝2 , 𝑝3 )=0 Dan ‖𝑝1 ‖ = ‖𝑝2 ‖ = ‖𝑝3 ‖ = 1 3. Mengubah himpunan orthogonal menjadi ortonormal dengan membagi setiap komponen vector dengan norma vektornya. Contoh soal: 1. 𝑈1 = (
1 √2
,−
1
1
) , 𝑈2 = (
√2
,
1
), S={𝑈1 , 𝑈2 } pada 𝑅 2
√2 √2
Apakah S merupakan himpunan orthogonal? Penyelesaian: Cek apakah (𝑈1 , 𝑈2 ) = 0 1 1 )( , ) = 0 √2 √2 √2 √2 1 1 1 1 ( × +− × )=0 √2 √2 √2 √2 1 1 + (− ) = 0 2 2 (
1
1
,−
Jadi S merupakan himpunan orthogonal. 2. Apakah himpunan S ortonormal, telah diketahui bahwa (𝑈1 , 𝑈2 ) = 0 Penyelesaian: Cek apakah ‖𝑈1 ‖ = 1
‖𝑈2 ‖ = 1 1
1
1
‖𝑈1 ‖ = √ + 2 2
1
√ + = ‖𝑈2 ‖ 2 2
1 =1
1 =1
3. Ubahlah himpunan orthogonal tersebut menjadi ortonormal Penyelesaian: 1
1
1
1
Cari ‖𝑈1 ‖ = √2 + 2 = 1 ‖𝑈2 ‖ = √ + = 1 2 2 Vektor ortonormalnya:
𝑈
1
,−
1
𝑞1 = ‖𝑈1 ‖ = √2 1 √2 = 2
1 √2
,−
1 √2
1 1 , 𝑈2 √2 √2 = 1 , 1 𝑞1 = = ‖𝑈2 ‖ 1 √2 √2
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
99 Sehingga didapat: Teorema 1 U dan V orthogonal jika (U,V)=0 1. Himpunan H disebut orthogonal, 𝐻 = {ℎ1 , ℎ2 , … . , ℎ𝑛 } disebut orthogonal jika untuk setiap pasang vector ℎ𝑖 ortogonal ℎ𝑗 ; i≠j Maksudnya adalah: (ℎ1 , ℎ2 ) = (ℎ1 , ℎ3 ) = ⋯ = (ℎ1 , ℎ𝑛 ) = (ℎ2 , ℎ1 ) = ⋯ = (ℎ2 , ℎ𝑛 ) = ⋯ (ℎ𝑛 , ℎ1 ) = ⋯ = (ℎ𝑛 , ℎ𝑛 ) = 0 2. Himpunan 𝐻 = {ℎ1 , ℎ2 , … . , ℎ𝑛 } disebut ortonormal jika untuk setiap pasang vector ℎ𝑖 ortogonal ℎ𝑗 ; i≠j dan 𝐻𝑖 ‖ℎ𝑖 ‖ = 1 Contoh soal: 2
2 1
2 1
U1= (3 , − 3 , 3)
2
𝑈2 = (3 , 3 , − 3)
1 2 2
𝑈3 = (3 , 3 , 3)
Apakah B merupakan bbasis ortonormal pada 𝑅 3 ? 1. Periksa bebas llinier vector-vektor dalam U 𝑘1 . 𝑈1 + 𝑘2 . 𝑈2 + 𝑘3 . 𝑈3 = 0 (memiliki solusi trivial) 2
2
1
3 2
3 1
3 2
−3 [
3
1
−3
3
2
2
3
3
[0
1 2 −3
1 3
3 2
2
1 [0 0
3
0 0
B21(1)
0 ]
1
2
2
1
0 0 3 3 3 1 1 0 ] B31 (− 2) [0 1 1 0 ] B23 (−1) 2 1 0 0 −1 2 0 3 3
1
1
1 2 0 1 1 2 1 1 0 ] B32 (1) [0 1 1 1 3 −1 2 0 0 0 2
1 1 [0 1 0 0
1
0 1 (−1) ] B [ 12 0 0 0 1 0 0 2
1
0 2 1 0 0 1
0 1 2 0 ] B3 (3) [0 0 0
1
1 2 1 1 0 1
1 0 0 1 ] B (− ) [ 0 1 13 0 2 0 0 0
0 0 ] B23 (−1) 0
0 0 0 0 ] 1 0
𝑘1 = 𝑘2 = 𝑘3 = 0(memiliki solusi trivial)vektor dalam U saling bebas linier. 2. Berikut juga akan ditunjukan bahwa sembarang vector V=(a,b,c) direntang oleh U
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
100 2
2
1
3 2
3 1
3 2
−3 [
1 [0 0
3
1
𝑏
3 2
2
−3
3
𝑎
1
1
2
1
3
3
3
3
𝑎 2
2
2
] 𝐵3 (3) 1 1 𝑎+𝑏 1 1 −1 2 𝑐 + 2 𝑎 + 𝑏
1 1 0 1 [0 0
𝑎
[0 1 1 1 0 −1 2
𝑐 ]
3
2
1
3
2
2
𝑎+𝑏 ] 1 𝑐 − 2𝑎
1
3
2
2
1
1
0
1 1
[0
1 2
0 (𝑎 + 𝑏) − (
3
1 2
3
𝐵13 (− 2 ) 0 1
0
[0 0
1
2𝑐+𝑎+2𝑏
𝑎 − (𝑎 + 𝑏) + ( 2
2
1
]
3
1
3
2
2
2𝑐+𝑎+2𝑏
𝑎 − (𝑎 + 𝑏) + (
3
(𝑎 + 𝑏) − (
1
3 2𝑐+𝑎+2𝑏
(𝑎 + 𝑏) − (
3
1 2(𝑐+ 𝑎+𝑏) 2
[0 0 1
]
3 1
𝐵23 (−1)
) 𝐵12 (−1 ) 0 1 0
2(𝑐+ 𝑎+𝑏)
1 0
1 2
1 1
2(𝑐+ 𝑎+𝑏)
1
𝑎+𝑏 2(𝑐+ 𝑎+𝑏)
0 1
𝑎
𝑎
3 1
) − 3 (𝑐 + 2 𝑎 + 𝑏)
2(𝑐+𝑎+2𝑏) 3
)
1 2
2(𝑐+ 𝑎+𝑏)
]
3
Ini menunjukan U merentang V, karena U bebas linier dan merentang V maka B merupakan basis pada 𝑅 3 . 3. Dilihat apakah (𝑈𝑖 , 𝑈𝑗 ) = 0 untuk i≠j dan apakah ‖𝑈𝑖 ‖ = 1 2
2
3 2
3 1
〈𝑈1 , 𝑈2 〉 = − × 3 [
3
1
〈𝑈2 , 𝑈3 〉 =
1
3 2
3 2
1
3 2
3]
1
3 1
3 2
×
[− 3] 4
4
2
4
2
2
2
4
=9−9+9=0
[3]
2
2
2
2
2
3
2
[− 3]
3]
〈𝑈1 , 𝑈3 〉 = − × 3 [
4
=9−9−9=0
3 2
=9+9−9=0
[3] 1
9
‖𝑈1 ‖ = √ + + = √ = 1 9 9 9 9 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
)
) ]
101 4
1
4
9
1
4
4
9
‖𝑈2 ‖ = √ + + = √ = 1 9 9 9 9 ‖𝑈3 ‖ = √ + + = √ = 1 9 9 9 9 Terlihat bahwa (𝑈𝑖 , 𝑈𝑗 ) = 0untuk i≠j dan ‖𝑈1 ‖ = 1 Maka dapat disimpulkan bahwa U merupakan basisi ortonormal pada 𝑅 3
6.5 Koordinat- Koordinat Relatif terhadap Basis-Basis Ortonormal Teorema 2 Jika S={𝒒𝟏, 𝒒𝟐, … , 𝒒𝒏 } adalah basis ortonormal untuk suatu ruang hasil kali dalam V, dan u adalah sembarang vector dalam v, maka; 𝑢 = 〈𝑢, 𝒒1 〉𝑞1 + 〈𝑢, 𝒒2 〉𝑞2 + ⋯ + 〈𝑢, 𝒒𝑛 〉𝑞𝑛 Bukti: karena S= {𝒒𝟏, 𝒒𝟐, … , 𝒒𝒏 } suatu basis, maka vector u dapat dinyatakan sebagai: 𝑢 = 𝑘1 𝑞1 + 𝑘2 𝑞2 + ⋯ + 𝑘𝑛 𝑞𝑛 Akan ditunjukan bahwa 𝑘𝑖 = 〈𝑢, 𝑞1 〉, 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛 Untuk setiap 𝑞𝑖 dalam S diperoleh: 〈𝑢, 𝑞1 〉 = 〈𝑘1 𝑞1 + 𝑘2 𝑞2 + ⋯ + 𝑘𝑛 𝑞𝑛 , 𝑞𝑖 〉 = 𝑘1 〈𝑞1 , 𝑞𝑖 〉 + 𝑘2 〈𝑞2 , 𝑞𝑖 〉 + ⋯ + 𝑘𝑛 〈𝑞𝑛 , 𝑞𝑖 〉 = 𝑘𝑖 Karena S basis ortonormal maka 〈𝑞𝑖 , 𝑞𝑗 〉 = 0 untuk 𝑖 ≠ 𝑗 dan 〈𝑞𝑖 , 𝑞𝑖 〉 = ‖𝑞𝑖 ‖2 = 1 ∴ 〈𝑢, 𝑞𝑖 〉 = 𝑘𝑖 Teorema 3 Jika S={𝒗𝟏, 𝒗𝟐, … , 𝒗𝒏 } adalah basis ortogonal untuk setiap ruang vektor, maka menormalkan masing-masing dalam S akan menghasilkan basis ortonormal: 𝑣
𝑣
𝑣
𝑆 ∗ = {‖𝑣1 ‖ , ‖𝑣2 ‖ , … , ‖𝑣𝑛 ‖} ; 𝑆 ∗ adalah basis ortonormal 1
2
𝑛
Sembarang vektor u dalam v dapat dinyatakan sebagai: 𝑣1 𝑣1 𝑣2 𝑣2 𝑣𝑛 𝑣𝑛 〉 〉 〉 𝑢 = 〈𝑢, + 〈𝑢, + ⋯ + 〈𝑢, ‖𝑣1 ‖ ‖𝑣1 ‖ ‖𝑣2 ‖ ‖𝑣2 ‖ ‖𝑣𝑛 ‖ ‖𝑣𝑛 ‖
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
102
=
𝑤2
u 𝑤1
〈𝑢, 𝑣1 〉 〈𝑢, 𝑣2 〉 〈𝑢, 𝑣𝑛 〉 𝑣 + 𝑣 + ⋯ + 𝑣 1 2 ‖𝑣1 ‖2 ‖𝑣2 ‖2 ‖𝑣𝑛 ‖2 𝑛 𝑢 = 𝑤1 + 𝑤2
w
Teorema 4 (teorema proyeksi) Jika w adalah suatu subruang berdimensi berhingga suatu ruang hasil kali dalam V, maka setiap vektor u dalam V bisa dinyatakan sebagai: 𝑢 = 𝑤1 + 𝑤2 Dimana 𝑤1 berada dalam w dan 𝑤2 berada dalam 𝑤 Dengan 𝑤1 : proy 𝑤 𝑈 : proyeksi orthogonal u pada w 𝑊2 : 𝑈 − 𝑊1 = 𝑃𝑅𝑂𝑌 𝑢 ∴ 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 𝑢 = 𝑢 − 𝑃𝑅𝑂𝑌 𝑢 ∴ 𝑃𝑅𝑂𝑌 𝑢 = 𝑢 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 𝑢 ∴ 𝑢 = 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 𝑢 + 𝑃𝑅𝑂𝑌 𝑢 Teorema 5 Anggap w adalah suatu subruang berdimensi terhingga suatu ruang hasil kali dalam V, a. Jika {𝒒𝟏, 𝒒𝟐, … , 𝒒𝒏 } adalah basis ortonormal untuk w, dan untuk u sembarang vector dalam v, maka; 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 𝑢 = 〈𝑢, 𝑞1 〉𝑞1 + 〈𝑢, 𝑞2 〉𝑞2 + ⋯ + 〈𝑢, 𝑞𝑛 〉𝑞𝑛 b. Jika {𝒗𝟏, 𝒗𝟐, … , 𝒗𝒏 } adalah basis ortogonal untuk w, dan untuk u sembarang vector dalam v, maka; 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 𝑢 =
〈𝑢, 𝑣1 〉 〈𝑢, 𝑣2 〉 〈𝑢, 𝑣𝑛 〉 𝑣1 + 𝑣2 + ⋯ + 𝑣 2 2 ‖𝑣1 ‖ ‖𝑣2 ‖ ‖𝑣2𝑛 ‖2 𝑛
6.6 Proses Gram-Schmidt untuk membentuk basis-basis Ortogonal/Ortonormal Teorema 6 Setiap ruang hasil kali dalam tak nol berdimensi terhingga mempunyai basis ortonormal.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
103 Bila V adalah sembarang ruang hasil kali dalam tak nol berdimensi terhingga, dan 𝑠 = {𝑢1 , 𝑢2 … 𝑢𝑛 }sembarang basis untuk V. dalam membentuk basis-basis orthogonal {𝑣1 , 𝑣2 … 𝑣𝑛 } untuk V dilakukan langkah berikut: 1. Tetapkan 𝑣1 = 𝑢1 2. 𝑣2 = 𝑢2 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤1 𝑢2 = 𝑢2 − 3.
〈𝑢2 ,𝑣1 〉 ‖𝑣1 ‖2
𝑣1
𝑣3 = 𝑢3 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤2 𝑢3 = 𝑢2 −
〈𝑢3 ,𝑣2 〉 ‖𝑣2 ‖2
(𝑤1 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑙𝑒ℎ𝑣1 )
𝑣2 −
(2𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑙𝑒ℎ𝑣1 , 𝑣2 ) 〈𝑢3 ,𝑣1 〉 ‖𝑣2 ‖2
𝑣1
………………………….dst……………….. n. = 𝑢𝑛 − 𝑃𝑟𝑜𝑦𝑤 (𝑛−1) 𝑢𝑛 = 𝑣2 −
(𝑤𝑛−1 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑣1 , 𝑣2 … 𝑣𝑛−1 )
〈𝑢2 , 𝑣1 〉 〈𝑢𝑛 , 𝑣2 〉 〈𝑛, 𝑣1 〉 𝑣𝑛−1 − ⋯ − 𝑣2 − 𝑣 2 2 ‖𝑣1 ‖ ‖𝑣2 ‖ ‖𝑣1 ‖2 1
Bila {𝑞1 , 𝑞2 … 𝑞𝑛 } basis ortonormalnya untuk V maka: 𝑣
2
𝑣
𝑞1 = ‖𝑣1 ‖ ; 𝑞2 = ‖2‖ ; … ; 𝑞𝑛 = ‖𝑣𝑛‖ ; 1
𝑛
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑚 − 𝑆𝑐ℎ𝑚𝑖𝑑𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑢𝑡:
1. Tetapkan q1 = 2.
q2 =
3.
q3 =
u1 u1
u 2 u 2 , q 1 q1 u 2 u 2 , q 1 q1 u 3 u 3 ,q 2 q 2 u 3 ,q1 q1 u 3 u 3 ,q 2 q 2 u 3 ,q1 q1
…………..dst …………………. n.
qn
u n u n ,qn-1 qn1 ... u n ,q2 q2 u n ,q1 q1 u n u n ,qn-1 qn1 ... u n ,q2 q2 u n ,q1 q1
Contoh 9 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
104 S = {u1, u2, u3} basis pada R3, dengan u1= (1,1,1), u2=(-1,1,0), dan u3 = (1,2,1) Melalui proses Gram-Schmidt ubahlah basis-basis tersebut menjadi basis ortogonal dan ortonormal Misalkan S1 = {v1, v2, …, vn} basis ortogonal pada R3 diperoleh melalui : 1. Misalkan v1 = u1 = (1,1,1) 2. Selanjutnya v2 = u2 -
u 2 , v1 2
v1
v1
1 1 1 0 = 1 1 1 0 3 1 0 3. v3 = u3 - Pr oy w2 u3 = u3 -
u 3 ,v 2 v2
2
v2
u 3 ,v1 v1
2
v1
1 1 1 1 4 = 2 1 1 1 2 0 3 1
5 1 1 6 6 1 11 1 1 1 = 2 6 6 6 1 2 8 2 6 6 1 1 1 1 Jadi basis ortogonal dari S pada R = 1, 1 , 1 1 0 6 2 3
Untuk menentukan basis ortonormal setelah diketahui basis ortogonalnya, dapat diperoleh dengan dua cara yaitu : (i) Membagi basis-basis ortogonal tersebut dengan normanya sehingga diperoleh: q1 =
v1 (1,1,1) 1 1 1 , , ; = v1 3 3 3 3
q2 =
v2 (1,1,0) 1 1 , ,0 = v2 2 2 2 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
105 1 (1,1,2) v3 1 1 2 6 q3 = = , , 1 v3 6 6 6 6 6
(ii) Secara langsung melalui proses Gram-Schmidt dengan langkah-langkah :
u1 (1,1,1) 1 1 1 = , , u1 3 3 3 3 u2 u 2 , q1 q1
1. Tetapkan q1 = 2. q2 =
3.
u2 u 2 , q1 q1
1 1 1 (1,1,0) 0. , , 3 3 3 1,1,0 1 1 = , ,0 2 2 2 1 1 1 (1,1,0) 0. , , 3 3 3 u 3 u 3 ,q 2 q 2 u 3 ,q1 q1 q3 = u 3 u 3 ,q 2 q 2 u 3 ,q1 q1 1 1 1 , ,0 2 2 2 = 1 1 1 (1,2,1) , ,0 2 2 2 1 (1,1,2) 1 1 2 6 , , = 1 6 6 6 6 6 (1,2,1)
4 3 4 3
1 1 1 2 , , 6 6 6 3 3 3 1 1 2 1 1 1 , , , , 6 6 6 3 3 3 1
,
1
,
Dekomposisi – QR Jika A matriks berukuran m x n dengan vektor-vektor kolom yang bebas linear, maka A bisa difaktorkan sebagai : A = QR Dengan : A = [ u1:u2: …:un] Q = [ q1:q2: …:qn] : basis ortonormal dari A u1 , q1 u 2 , q1 0 u 2 , q 2 R = matriks segitiga atas = 0 0
u n , q1 u n , q 2 u n , q n ALJABAR LINEAR ELEMENTER
106
Contoh10 : 1 1 Dekomposisi –QR dari matriks A = 1 1 1 1 1. Menentukan matriks Q yang kolom-kolomnya basis ortonormal dari A 1 - 1 1 3 1 1 u1 q1 = = = u1 3 3 1 3 1 2 1 3 3 1 1 3 4 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 2 u 2 u 2 , q 1 q1 3 = 3 = 3 q2 = = u 2 u 2 , q 1 q1 u 2 u 2 , q 1 q1 u 2 u 2 , q 1 q1 2 3 4 3 2 3 2 2 3 3 4 4 1 1 3 3 1 2 2 6 3 6 3 3 2 1 2 = , jadi Q = 1 2 3 6 24 6 6 1 1 1 3 3 6 3 6 1 3 u , q u 2 , q 1 3 2. Menentukan matriks R = 1 1 = 4 u 2 , q 2 0 0 6
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
107 1 1 1 3 1 Jadi 1 1 = 3 1 1 1 3
1 6 2 6 1 6
3 0
1 3 4 6
6.7 Dimensi Definisi : Suatu ruang vektor tak nol 𝑉 disebut berdimensi terhingga jika 𝑉 berisi suatu himpunan vektor terhingga {𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 } yang membentuk suatu basis. Jika tidak ada himpunan yang seperti itu, maka 𝑉 disebut berdimensi tak-hingga. Disamping itu, kita akan menganggap ruang vector nol sebagai berdimensi terhingga.
Teorema: Jika 𝑉 adalah suatu ruang vektor berdimensi terhingga dan {𝑣1 , 𝑣2 , … , 𝑣𝑛 } adalah sebarang basis, maka: 1. Setiap himpunan dengan lebih dari n vektor adalah tak bebas secara linier 2. Tidak ada himpunan dengan vektor yang kurang dari n yang merentang 𝑉 Teorema: Semua basis untuk suatu ruang vector berdimensi terhingga mempunyai jumlah vektor yang sama. Teorema: Jika 𝑉 adalah suatu ruang vektor berdimensi 𝑛, dan jika 𝑆 adalah himpunan dalam 𝑉 dengan tepat n vektor , maka 𝑆 adalah suatu basis untuk 𝑉 jika 𝑆 merentang 𝑉 atau 𝑆 bebas linier.
Teorema: a. Jika 𝑆 merentang 𝑉 tetapi bukan merupakan basis untuk 𝑉, maka 𝑆 bisa direduksi menjadi suatu basis untuk 𝑉 dengan menghilangkan vektor yang tepat dari 𝑆. ALJABAR LINEAR ELEMENTER
108 b. Jika 𝑆 adalah suatu himpunan yang bebas linier tetapi belum menjadi basis untuk , maka 𝑆 bisa diperbesar menjadi basis untuk 𝑉 dengan menyelipkan vektor – vektor yang tepat ke dalam 𝑆.
Contoh: 2𝑥1 + 2𝑥2 − 𝑥3
+ 𝑥5 = 0
−𝑥1 − 𝑥2 + 2𝑥3 − 3𝑥4 + 𝑥5 = 0 𝑥1 + 𝑥2 − 2𝑥3
− 𝑥5 = 0 𝑥3 + 𝑥4 + 𝑥5 = 0
Tentukan basis dan dimensinya! Penyelesaian: Jika diubah ke dalam bentuk matriks dan kita umpamakan Y maka akan menjadi: 2 2 −1 −1 𝑌=[ 1 1 0 0 1 1 −2 0 0 0 0 3 [ 0 0 3 0 0 0 1 1 1 0 [ 0 0
1 0 0 0
−2 0 1 1
−1 2 −2 1 −1 0 3 1
1 0 0 1 1 −3 1 0 ]𝐵 𝐵 [ 0 −1 0 13 2(−1) 2 1 1 0 0 0 1 1 −2 0 0 0 0 ] 𝐵2(1) 𝐵3(1) [ 0 1 3 3 0 0 0 0 0 1
0 −1 0 1 0 1 0 0 ] 𝐵13(2) 𝐵43(−1) [ 0 0 1 0 0 1 0 0
1 0 0 0
1 1 2 0 0 1 0 1
0 0 1 0
0 1 0 0
−2 −2 −1 1 −1 0 1 1 1 0 1 0
0 −1 0 3 −1 0 ]𝐵 𝐵 0 1 0 21(−1) 31(−2) 1 1 0 0 1 1 −2 0 −1 0 0 0 0 1 0 0 0 ] 𝐵42(−1) [ ] 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 ] 0 0
Dari hasil reduksi matriks di atas kita dapatkan 𝑥1 = −𝑠 − 𝑡 , 𝑥2 = 𝑠 , 𝑥3 = −𝑡, 𝑥4 = 0, 𝑥5 = 𝑡 𝑥1 −𝑠 −1 −𝑠 − 𝑡 −𝑡 −1 𝑥2 𝑠 0 𝑠 0 1 𝑥3 = −𝑡 = 0 + −𝑡 = 𝑠 0 + 𝑡 −1` 𝑥4 0 0 0 0 0 [ ] [ ] [ [𝑥5 ] [0] [ 1 ] 0 𝑡 𝑡 ] yang menunjukkan bahwa vektor – vektor
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
109 −1 0 𝑑𝑎𝑛 𝒗𝟐 = −1` 0 [ 1 ] merentangkan ruang penyelesaian. Karena vektor – vektor ini juga bebas secara linier, −1 1 𝒗𝟏 = 0 0 [0]
maka {𝒗1 , 𝒗2 } adalah suatu basis dan ruang penyelesaiannya berdimensi dua. 6.8 Ruang Baris, ruang Kolom dan ruang Kosong Definisi : Jika A ( m x n ) maka sub ruang dari Rn yang terentang oleh vektor – vektor barisdari A disebut ruang baris dari A, dan vektor – vektor kolom dari A disebut ruang kolom dari A. Ruang penyelesaian dari SPL Homogen Ax = 0 yang merupakan sub ruang dari Rn disebut ruang kosong dari A. 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 A(mxn)= [ ] ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 C1 C2
Cn
m
Є Rn
: vektor – vektor baris dari A
c1, c2, …, cn Є Rm
: vektor – vektor kolom dari A 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎 𝑎22 … 𝑎2𝑛 A ( m x n ) = [ 21 ] ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛 C1
C2
Cn
𝑏1 𝑏 X( n x 1) = [ 2 ] ⋮ 𝑏𝑚 Ax=b X1C1 + X2C2 + … + XnCn = b b merupakan kombinasi linear dari c,i, i=1,…,n SPL A x = b konsisten jika dan hanya jika b berada dalam ruang kolom A. Jika X0 adalah sembarang penyelesaian tunggal dari suatu SPL A x = b, dan jika V1, V2,…, Vk membentuk basis untuk ruang kosong A (ruang penyelesaian SPL homogen A x =0), maka setiap penyelesaian dari A x = b bisa dinyatakan dalam bentuk : ALJABAR LINEAR ELEMENTER
110 X = X0 + C1V1 + C2V2 + … + CK VK Dan sebaliknya, untuk semua pilihan skalar C1, C2, … ,
CK, vector X merupakan suatu
penyelesaian dari A x = b. X0 : penyelesaian dari A x = b A x =0
A x0 = b ,
Ax=b
A x - A x0 = 0 A (X - X0) = 0 X - X0 merupakan penyelesaian SPL homogen A x =0 X - X0 = C1V1 + C2V2 + … + CK VK X = X0 + C1V1 + C2V2 + … + CK VK A x = A ( X0 + C1V1 + C2V2 + … + CK VK ) = A x0 + C1(AV1) + C2 (AV2) + … + CK (AVK) X0
penyelesaian khusus dari A x = b
X0 + C1V1 + … + CK VK
penyelesaian umum dari A x = b
C1V1 + C2V2 + … + CK VK
penyelesaian umum dari A x = 0
Penyelesaian Umum = penyelesaian khusus + penyelesaian umum dari A x = b
dari A x = b
Ax=0
Bila diketahui penyelesaian SPL tak homogen A x = b sebagai berikut : 𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥4 𝑥5 [𝑥6]
−3𝑟 − 4𝑠 − 2𝑡 𝑟 −2𝑠 𝑠 𝑡
= [
1 3
]
0 −4 −3 −2 0 1 0 0 0 0 −2 0 = 0 + r + s + t 0 1 0 0 0 0 𝑡 1 [ ] [ ] [ ] 0 0 0 [3]
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
111 0 0 0 Maka 𝑥0 = 0 0 1
[3] −4 −3 −2 1 0 0 0 −2 0 X= r + s + t 0 1 0 0 0 𝑡 [0] [0] [0] Mencari Basis Dari Suatu Ruang Basis dari ruang yang dibangun oleh vektor-vektor. Misal : {𝑣1, 𝑣2 , 𝑣3 , 𝑣4 } Langkah – langkah : 1. Susun vektor ke dalam matriks 𝑣1, 𝑣2 A = [𝑣 , ] 3 𝑣4 2. Lakukan operasi baris dasar (OBE) untuk mendapatkan bentuk eselon baris dari A. 3. Baris tak nol dari bentuk selon baris A akan membentuk baris dari ruang yang dibangun oleh {𝑣1, 𝑣2 , 𝑣3 , 𝑣4 }. Contoh : tentukan basis dari ruang yang dibangun oleh vektor – vektor berikut : 𝑣1, = ( 1, -2, 0, 0, 3 ) 𝑣2 = ( 2, -5, -3, -2, 6 ) 𝑣3 = ( 0, 5, 15 10, 0 ) 𝑣4 = ( 2, 6 18, 8, 6 ) 1. Susun vektor ke dalam matriks : 1 A = [2 0 2
−2 0 0 3 −5 −3 −2 6] 5 15 10 0 6 18 8 6
2. Lakukan OBE :
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
112 1 −2 0 0 2 −5 −3 −2 [ 0 5 15 10 2 6 18 8
3 1 −2 0 0 3 6] 𝐵21(−2) 𝐵41(−2) [ 0 −1 −3 −2 0] 0 0 5 15 10 0 6 0 10 18 8 0 1 −2 0 0 3 𝐵32(5)𝐵42(10) [ 0 −1 −3 −2 0] 0 5 15 10 0 0 10 18 8 0
Ruang Kosong/ Ruang Nul (Null Space) Definisi Ruang Nul Misalkan kita anggap A adalah sebuah matriks, maka Ruang nul (A) adalah ruang solusi dari system persamaan linier yang homogen Ax = 0, yang merupakan sub ruang dari Rn. dapat dinyatakan dengan : S = ruang nul = {x|Ax = 0} x1, x2 ϵ S, maka : Ax1 = 0 Ax2 = 0 A(x1 + x2) = 0 x1, x2 ϵ S, maka x1 + x2 ϵ S untuk k skalar, x1 ϵ S, maka : A(k x1) = k (A x1) = k . 0 = 0 k x1 ϵ S Dimensi ruang nul dari A disebut sebagai nulitas (nulity) dari A dan dinyatakan sebagai nulitas(A). Sebagai contoh :
Tentukan nulitas dari matriks berikut : B =
1 2 0 4 5 3 3 7 2 0 1 4 2 5 2 4 6 1 4 9 2 4 4 7
Penyelesaian : Bentuk eselon baris tereduksi dari B adalah
1 0 0 0
0 4 28 3713 1 2 12 16 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
113 Untuk menetukan nulitas dari matriks A, tentukan terlebih dahulu dimensi dari ruang solusi system linier Ax = 0, system ini dapat diselesaikan dengan mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi. System persamaan yang didapat adalah : x1 - 4x3 - 28x4 - 37x5 + 13x6 = 0 x2 – 2x3 – 12x4 -16x5 + 5x6 = 0 mencari solusi umum dari variable - variabel utama : x1 = 4x3 - 28x4 – 37x5 + 13x6 x2 = 2x3 + 12x4 +16x5 – 5x6 jadi,
x1 = 4r – 28s + 37t + 13u x2 = 2r + 12s + 16t – 5u x3 = r x4 = s x5 = t x6 = u
secara ekuivalen :
x1 4 28 37 13 2 5 x2 12 16 x 0 0 0 3 r 1 s t u 0 x4 0 1 0 0 0 0 1 x 5 0 0 0 1 x 6 Keempat vektor pada ruas kanan membentuk basis untuk ruang solusi, sehingga nulitas(A) = 4
Hubungan Antara Rank dan Nulitas Jika A adalah suatu matriks m x n, maka : rank(A) + nulitas(A) = n Bukti : A memiliki n kolom, maka system linier homogeny Ax = 0 memiliki n variable. Variable ini terbagi menjadi 2, yaitu variable utama dan bebas. Maka,
banyaknya banyaknya var iabel var iabel n utama bebas
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
114
Banyaknya variable utama = banyaknya 1 utama di dalam bentuk eselon baris
banyaknya tereduksi dari A, jadi : rank ( A) var iabel n bebas
Banyaknya variable bebas = nulitas(A) = banyaknya parameter pada solusi umum dari Ax = 0
Nilai Maksimum untuk Rank Jika A adalah matriks m x n, maka vector barisnya terletak pada Rn dan vector kolomnya terletak pada Rm. Ruang baris dan ruang kolom memiliki rank dari A yang sama, oleh karena itu jika m≠n, rank dari A yang terbanyak adalah nilai yang lebih kecil antara nilai m dan n, dapat dinotasikan dengan : rank(A) ≤ min(m,n)
Sistem Linier yang Terdiri dari m Persamaan dengan n Faktor yang Tidak Diketahui Dalam sistem linier ini, m dan n tidak perlu sama. 1. Teorema Konsistensi, dimana menyataan system linier ini dipastikan selalu konsisten dengan syarat pernyataan yang ekuivalen, yaitu : a. Ax = b adalah konsisten b. b berada pada ruang kolom dari A c. matriks koefisien A dan matriks [A|b] memiliki rang yang sama 2. jika Ax=b adalah system linier yang terdiri dari m persamaan dengan n factor yang tidak diketahui, maka pernyataan- pernyataan berikut ini adalah ekuivalen, untuk: a. Ax=b (konsisten untuk setiap matriks b, m x 1) b. Vektor- vektor kolom dari A merentang Rm c. Rank(A)= m 3. Jika Ax = b adalah suatu system linier konsisten yang terdiri dari m persamaan dengan n faktor yang tidak diketahui dan jika A memiliki rank r, maka penyelesaian umum dari system linier tersebut terdiri dari n-r parameter 4. Jika A adalah suatu matriks m x n, maka pernyataan berikut adalah ekuivalen, untuk : a. Ax = 0 (hanya memiliki solusi trivial) b. Vektor- vektor kolom A adalah bebas linier ALJABAR LINEAR ELEMENTER
115 c. Ax = b memiliki paling banyak 1 solusi untuk setiap matriks b, m x 1. 5. Teorema dari seluruh topik utama yang sudah dipelajari sebagai berikut : Jika A adalah matriks n x n, dan jika TA : Rn
Rn adalah perkalian dengan A,
maka pernyataan- pernyataan berikut ini adalah ekuivalen a. A dapat balik (punya invers) b. Ax = 0 ( hanya memiliki solusi trivial) c. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In d. A dapat dinyatakan sebagai suatu hasilkali dari matriks- matriks elementer e. Ax = b konsisten untuk setiap matriksb, n x 1 f. Ax = b memiliki tepat 1 solusi untuk setiap matriks b, n x 1 g. Det (A) ≠ 0 h. Range dari TA adalah Rn i. TA adalah satu ke satu j. Vektor- vektor kolom dari A adalah bebas linier k. Vektor- vektor baris dari A adalah bebas linier l. Vektor- vektor kolom dari A adalah merentang Rn m. Vektor- vektor baris dari A adalah merentang Rn n. Vektor- vektor kolom dari A adalah membentuk basis untuk Rn o. Vektor- vektor baris dari A adalah membentuk basis untuk Rn p. A memiliki rank n q. A memiliki nulitas 0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
116
BAB VII NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
7.1 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Jika A adalah suatu matriks n x n, maka vektor tak-nol x pada Rn disebut suatu vektor eigen dari A jika Ax adalah suatu penggandaan skalar dari x; yaitu: Ax = λx Untuk suatu skalar λ. Skalar λ disebut nilai eigen dari A, dan x disebut suatu vektor eigen dari a yang berpadanan dengan λ. Pada R2 dan R3 perkalian dengan A memetakan setiap vector eigen x dari A (jika ada) ke garis yang melalui titik asal yang sama dengan x. tergantung pada tanda dan besarnya nilai eigen λ yang berpadanan dengan x, operator linear Ax= λx memanfaatkan atau meregang x dengan factor λ, dengan suatu pembalikan arah dalam kasus di mana λ negatif. λx
x λx
x
x λx
0≤ λ≤1
x
λx
λ ≥1
-1≤ λ≤0 λ≤-1 1 Contoh 1 : vektor [ ] adalh suatu vektor – eigen dari 2 3 0 A=[ ] 8 −1
Yang berpadanan dengan nilai – eigen λ=3,karena 3 Ax=[ 8
0 1 3 ] [ ]=[ ]=3x −1 2 6
untuk mencari nilai-eigen dari suatu matriks A pada n x n kita tuliskan ulang Ax= λx sebagai Ax= λ/x Atau ekuivalen dengan (λI-A)x=0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
117
Agar λ menjadi suatu nilai-eigen, harus ada suatu penyelesaian tak-nol dari persamaan ini. Persamaan ini akan mempunyai suatu penyelesaian tak-nol jika dan hanya jika Det(λI-A)=0 Ini disebut persamaan karakteristik dari A; skalar - skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai-eigen dari A. jika diperluas, determinan (λI-A) adalah suatu polinom dalam λ yang disebut polinom karakteristik dari A. Teorema 7.1.1. Jika A adalahsuatu matriks segitiga n xn ( segitiga atas, segitiga bawah atau diagonal), maka nilai-eigen dari A adalah anggota-anggota diagonal utama A. Contoh 2: cari nilai-eigen dari matriks segitiga atas a11 𝑎12 𝑎13 0 𝑎22 𝑎23 A=[ 𝑎33 0 0 0 0 0
𝑎14 𝑎24 𝑎34 ] 𝑎44
Penyelesaian: dengan mengingat bahwa determinan matriks segitiga adalah hasil kali anggotaanggota diagonal utamanya, maka kita dapatkan: 𝜆 − 𝑎11 0 Det (λI-A)=det[ 0 0
−𝑎12 𝜆−𝑎22 0 0
−𝑎13 −𝑎23 𝜆−𝑎33 0
−𝑎14 −𝑎24 −𝑎34 ] 𝜆−𝑎44
=(λ - a11 )(λ - a22 )(λ – a33)(λ – a44 )=0 Jadi, persamaan karakteristiknya adalah (λ - a11 )(λ - a22 )(λ – a33)(λ – a44 )=0 Dan nilai-eigennya adalah λ = a11,
λ = a22,
λ = a33,
λ = a44
yang tepat merupakan anggota-anggota diagonal A. Teorema 7.1.2. jika A adalah suatu matriks n x n dari λ adalah suatu bilangan real, maka pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen. a. λ adalah suatu nilai-eigen dari A. b. system persamaan (λI-A)x=0 mempunyai penyelesaian tak-trivial. c. Ada suatu vector tak-nol x pada Rn sedemikian sehingga Ax=λx. d. Λmerupakan suatu penyelesaian dari persamaan karakteristik (λI-A)=0. ALJABAR LINEAR ELEMENTER
118 Contoh3: dengan mencongak, nilai – eigen dari matriks segitiga bawah 1
0
2
2
A= −1 [5 1
2
3
0 0 1
−8 − 4]
1
Adalah λ = 2, λ = 3, dan λ = − 4 Pada masalah-masalah praktis, matriks A seringkali begitu besar sehingga menghitung persamaan kerakteristiknya adalah tidaklah praktis. Akibatnya, berbagai metode hampiran digunakan untuk memperoleh nilai-eigen.
Persamaan karakteristik suatu matriks dengan anggota-anggota real mungkin saja mempunyai penyelesaian kompleks. Misalnya, polinom karakteristik dari matriks −2 −1 A=[ ] 5 2 Adalah 𝜆+2 1 det(λI-A)=det[ ]=λ2 +1 −5 𝜆 − 2 sehingga persamaan karakteristiknya adalah λ2 +1 = 0, yang penyelesaiannya adalah bilangan – bilangan imajiner λ = i dan λ = -i. jadi, kita dipaksa meninjau nilai-eigen kompleks, sekalipun untuk matriks-matriks real.
7.1.1 Mencari Basis–Basis Untuk Ruang Eigen Vektor – eigen dari A yang berpadanan dengan suatu nilai eigen λ adalah vektor-vektor tak-nol x yang memenuhi Ax = λx. Secara setara, vektor-eigen yang berpadanan dengan λ adalah vektor-vektor
tak-nol dalam ruang penyelesaian dari (λI-A)x=0. Kita sebut ruang
penyelesaian ini sebagai ruang-eigen dari A yang berpadanan dengan λ. Contoh4: cari basis-basis untuk ruang-eigen dari 0 0 −2 A = [1 2 1 ] 1 0 3
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
119 Penyelesaian: persamaan karakteristik dari A adalah λ3 -5 λ2 + 8 λ – 4 =0, atau dalam bentuk terfaktorkan, (λ - 1)( λ - 2)2 (tunjukkan); jadi, nilai-eigen dari A adalah λ=1 dan λ=2, sehingga ada dua ruang – eigen dari A. Menurut definisi, 𝑥1 X = [𝑥2 ] 𝑥3 Adalah vektor-vektordari A yang berpadanan dengan λ jika dan hanya jika x adalah suatu penyelesaian tak-trivial dari(λI – A)x=0, yaitu, dari 𝑥1 0 𝜆 0 2 𝑥 [−1 𝜆 − 2 −1 ] [ 2 ]=[0] −1 0 𝜆 − 3 𝑥3 0
(3)
jika λ=2, maka (3) menjadi 2 0 2 𝑥1 0 [−1 0 −1] [𝑥2 ] = [0] −1 0 −1 𝑥3 0 Menyelesaikan system ini menghasilkan (tunjukkan) x1 =-s,
x2 =t,
x3 =s
jadi, vektor-eigen dari A yang berpadanan dengan λ = 2 adlah vektor-vektor tak-nol berbentuk −𝑠 −𝑠 0 −1 0 x = [ 𝑡 ]=[ 0 ]+[ 𝑡 ]=s[ 0 ]+t[1] 𝑠 𝑠 0 1 0 Karena, −1 0 [ 0 ] dan [1] 1 0 Bebas secara linear, maka vektor-vektor ini membentuk suatu basis untuk ruang-eigen yang berpadanan dengan λ = 2. Jika λ = 1, maka (3) menjadi 1 0 2 𝑥1 0 [−1 −1 −1] [𝑥2 ] = [0] −1 0 −2 𝑥3 0 Menyelesaikan system ini menghasilkan (tunjukkan) x1 =-2s,
x2 =s,
x3 =s ALJABAR LINEAR ELEMENTER
120 Jadi, vektor-eigen yang berpadanan dengan λ1 adlah vektor-vektor tak-nol yang berbentuk −2𝑠 −2 [ 𝑠 ]= s[ 1 ] 𝑠 1 Sehingga −2 [1] 1 Merupakan suatu basis untuk ruang-eigen yang berpadanan dengan λ=1. Teorema 7.1.3. Jika k adalah suatu bilangan bulat positif, λ adalah suatu nilai-eigen dari suatu matriks A, danx adalah suatu vektor-eigen yang berpadanan, maka λk adalah suatu nilai-eigen dari Ak dan x adalah suatu vector-eigen yang berpadanan.
Contoh: pada contoh 4 kita menunjukkan bahwa nilai-eigen dari 0 0 −2 A = [1 2 1 ] 1 0 3 Adalah λ = 2 dan λ =1,sehingga dari teorema 7.3.1 baik λ=27 = 128 dan λ = 17 =1 adalah nilaieigen dari A7. Kita juga menunjukkan bahwa −1 0 [ 0 ] dan [1] 1 0 Adalah vektor-eigen dari A yang berpadanan dengan nilai –eigen λ=2, sehingga dari teorema 7.1.3 vektor-vektor ini juga merupakan vektor-eigen dari A7 yang berpadanan dengan λ=27 =128. Demikian juga, vector-eigen −2 [1] 1 Dari A yang berpadanan dengan nilai-eigen λ=1 juga merupakan suatu vektor-eigen dari A7 yang berpadanan dengan λ = 17 =1. Teorema ini menetapkan suatu hubungan antara nilai-eigen dan bisa atau tidaknya suatu matriks dibalik. Teorema 7.1.4. suatu matriks bujur sangkar A dapat dibalik jika dan hanya jika λ=0 bukanlah suatu nilai-eigen dari A.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
121
Bukti: anggap A adalah suatu matriks n x n dan pertama amati bahwa λ=0 adalah penyelesaian dari persamaan karakteristik λ n + c1 λn-1 +…+ cn =0 jika dan hanya jika suku konstanta cn adalah nol. jadi, kita cukup membuktikan bahwa A dapat dibalik jika dan hanya jika cn ≠0. Tetapi det(λI-A) =λ n + c1 λn-1 +…+ cn =0 atau dengan menetapkan λ=0, det(-A)=cn atau (-1)n det(A)=cn Dari persamaan terakhir kita dapatkan bahwa det(A)=0 jika dan hanya jika cn =0, dan ini pada gilirannya mengimplikasikan bahwa A dapat dibalik jika dan hanya jika cn ≠0. Teorema 7.1.5. jika a adalah suatu matriks n x n, dan jika TA :Rn Rn adalah perkalian dengan A, maka pernyataan – pernyataan berikut ini ekuivalen. a. A dapat dibalik b. Ax = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial. c. Bentuk baris-eselon tereduksi dari A adalah In . d. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks dasar. e. Ax = b konsisten untuk setiap matriks b, n x 1. f. Ax = b tepat mempunyai satu penyelesaian untuk setiap matriks b, n x 1 g. Det(A)≠0 h. Daerah hasil TA adalah Rn i. TA adalah satu-satu j. Vektor-vektor kolom dari A bebas secara linear k. Vektor-vektor baris dari A bebas secara linear l. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rn m. Vektor-vektor baris dari A merentang Rn n. Vektor-vektor kolom dari A membentuk suatu basis untuk Rn o. Vektor-vektor baris dari A membentuk suatu basis untuk Rn p. A berperingkat n q. A mempunyai kekosongan 0 r. Komplemen ortogonal dari ruang-kosong A adalah Rn s. Komplemen ortogonal dari ruang baris A adalah {0} t. ATA bias dibalik u. λ = 0 bukanlah suatu nilai-eigen dari A.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
122 Contoh: Misalkan terdapat matriks A: 2 2 0 A 2 2 0 0 0 1 Selanjutnya masukkan ke persamaan: |(A − λ I)| = 0 Sehingga diperoleh: 2 2 0 1 0 0 2 2 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1
2 2 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 2 0
0 2 0 0 0 1 2
2 2 1 41 0
2
2
4 1 0
Untuk λ = 0 2 2 0 2 2 0 2 0 0
2 0 x1 0 2 0 x2 0 0 1 x3 0 2 0 2 2 0 B 21(1) 2 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 0 x1 0 0 0 x2 0 0 1 x3 0
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
123
2x 2x 0 1 2 2 x 2 x 1 2 x x 1 2 x 0 3 1 x 1 0 Untuk λ = 1
2 2 0 1 2 0 1 0 0
2 0 x1 0 2 0 x2 0 0 1 x3 0 2 0 1 2 0 B 21(1) 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 2 0 x1 0 3 0 x2 0 0 0 x3 0
x3 2 x3 0 3 x 2 0 x2 0 x1 0 0 x1 0 x3 x3 0 x 0 x3 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
124 Untuk λ = 4
0 x1 0 2 2 2 2 0 x 0 2 0 0 3 x3 0 0 2 2 2 2 0 21(1) 2 2 0 B 0 0 0 0 0 0 3 0 3 2 2 0 x1 0 0 0 0 x 0 2 0 0 3 x3 0
2 x 2 x 0 1 2 x1 2 x2 3x3 0 x3 0 1 x 1 0 7.2 Diagonalisasi Pada pembahasan kali ini adalah mengenai penentuan matriks diagonal D dan matriks pendiagonal P yang berkaitan dengan basis ruang eigen yang telah dipelajari pada bahasan sebelumnya. Jika A matriks bujursangkar berukuran n , dan terdapat matriks diagonal D sedemikian hingga D = P−1AP sehingga dikatakan matriks A dapat didiagonalisasi. P merupakan matriks n x n yang kolom – kolomnya merupakan vektor – vektor kolom dari basis ruang eigen A. P disebut matriks yang mendiagonalisasi A , sedangkan D merupakan matriks diagonal yang elemen diagonalnya merupakan semua nilai eigen dari A.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
125 Tidak semua matriks bujur sangkar dapat didiagonalisasi tergantung dari jumlah basis ruang eigen yang dimiliki. Jika matriks bujur sangkar berukuran n dan basis ruang eigen yang bebas linear berjumlah n juga, maka matriks tersebut dapat didiagonalisai , jika jumlahnya kurang dari n maka tidak dapat didiagonalisasi. Pada saat matriks memiliki nilai eigen sejumlah n, maka basis ruang eigennya juga akan berjumlah n , sedangkan pada saat jumlah nilai eigennya kurang dari n , masih ada dua kemungkinan yaitu jumlah nilai eigennya sama dengan n atau jumlah nilai eigennya kurang dari n . Jadi pada saat jumlah nilai eigen sama dengan n maka matriks dapat didiagonalisasi, sedangkan pada saat jumlah nilai eigen kurang dari n belum bisa ditentukan apakah matriks bisa didiagonalisasi atau tidak . Secara umum untuk menentukan matriks pendiagonal P dan matriks diagonal D adalah sebagai berikut : Misal A matriks bujur sangkar n x n memiliki n buah basis ruang eigen yang bebas linear 𝑥1 𝑥 ̅̅̅, ̅̅̅, 𝑥𝑛 2 … , ̅̅̅
yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 , 𝜆2 , … , 𝜆𝑛 (𝜆𝑖 tidak harus berbeda
dengan𝜆𝑗 ) , maka matriks pendigonal P bisa diambil sebagai , 𝑃 = [𝑥 ̅̅̅1 ̅̅̅ 𝑥2 ̅̅̅] 𝑥𝑛 dengan matriks diagonalnya adalah : 𝜆1 0 0 𝜆2 𝐷=[ ⋮ ⋮ 0 0
0 0 0 0 ] ⋮ ⋮ 0 𝜆𝑛
7.2.1 Masalah Diagonalisasi Matriks Masalah Vektor eigen. Diketahui suatu matriks A pada n x n, adakah suatu basis untuk Rn yang terdiri dari vektor-eigen dari A. Masalah Diagonalisasi (Bentuk Matriks). Diketahui suatu matriks A pada n x n, adakah suatu matriks P yang dapat dibalik sedemikian sehingga P-1 AP adalah suatu matriks diagonal? Masalah kedua mengemukakan terminology berikut ini: Definisi: suatu matriks
segi Anxn dikatakan dapat didiagonalisasikan jika terdapat sebuah
matriks P yang invertible sehingga P-1 AP merupakan matriks diagonal. Matriks P dikatakan mengdiagonalisasikan A. Jika Anxn ,maka hal-hal berikut adalah ekuivalen: a. A dapat didiagonalisasikan b. A memiliki n vektor-vektor eigen yang saling bebas ALJABAR LINEAR ELEMENTER
126 Buktikan! Langkah-langkah untuk Diagonalisasi Matriks: 1. Menentukan vektor eigen A, misalkan P1 ,P2,…,Pn 2. Tentukan matriks P yang memiliki P1 ,P2,…,Pn sebagai vektor kolomnya 3. Matriks P-1 AP adalah matriks diagonal dengan λ1 , λ2
,….,
λn unsure diagonal utama
dimana λ1 adalah nilai eigen yang bersesuaian dengan Pi, i=1,2,…,n 3/4 1 3 ] dan P2 = [ ] atau [ ] −1 4 1 1 4 −3 3 ] maka P-1 = [ ] 7 1 4 1 −3 1 3 1 3 ][ ][ ] 1 4 2 −1 4 1 −14 0 −3 −2 15 ][ ] = 7[ ] 0 5 1 2 20
Dari contoh di atas P1 =[ 1 Maka P = [ −1 1 4 P-1 AP = 7 [ 1 1 4 = 7[ 1
Contoh lain : Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari A, tentukan pula matriks P yang kolom-kolomnya 3 1 adalah vektor eigen dari A yang mampu mendiagonalisasi A = ! 1 3 Nilai eigen dari A adalah penyelesaian A - I = 0
3 1 0 1 3 (3-)2 – 1 = 0 9 - 6+2 – 1 = 0 2 - 6 + 8 = 0 ( - 2)(-4) = 0; = 2 atau = 4 Vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 2 adalah solusi dari 1 1 1 1 0 B 211 1 1 0 1 1 x = 0 ; 1 1 0 0 0 0 ; x1 = -x2
1 x x Maka x = 1 = 2 = x2 . 1 x2 x2 1 Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 2 adalah 1
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
127
1 1 0 B 211 1 1 0 Untuk = 4 maka 0 0 0 ; x1 = x2 1 1 0 1 x x Maka x = 1 = 2 = x2 . 1 x2 x2 1 Jadi nilai eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen = 4 adalah 1 1 1 2 2 1 1 -1 Matriks P = dan P = 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 0 1 1 3 1 2 2 2 2 = PAP-1 = = 1 1 1 3 1 1 4 4 1 1 0 4 2 2 2 2
Solusi Alternatif Jika
kita
hanya
tertarik
untuk
mengetahui
apakah
sebuah
matriks
dapat
didiagonalisasikan atau tidak, tanpa harus menentukan matriks P, maka tidak perlu mencari basis-basis ruang eigen, cukup dengan menentukan dimensi dari ruang eigen Teorema : Jika v1,v2,....,vk adalah vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen λ1, λ2,....,λk maka { v1,v2,....,vk} gugus yang bebas linear. Teorema: Jika sebuah matriks Anxn memiliki n nilai eigen yang berbeda, maka A dapat didiagonalisasikan. Teorema: Nilai-nilai eigen dari matriks segitiga adalah unsure-unsur diagonal utamanya. Suatu matriks segitiga yang unsure-unsur diagonal utamanya berbeda, dapat didiagonalisasikan. Jika Anxn dan P invertible maka: (P-1AP)k = (P-1AP). (P-1AP)…. (P-1AP) ALJABAR LINEAR ELEMENTER
128 = P-1 Ak P Jika a dapat didiagonalisasikan, dan P-1AP = D, maka (P-1AP)k =Dk P-1 Ak P = Dk maka Ak = P Dk P-1 −2 0 Contoh di atas D = P-1AP = [ ] 0 5 A3 = PD-3 P-1 1 [ 4
0 1 4 −3 3 1 3 −8 ]= [ ][ ] [ ] 2 −1 4 0 125 7 1 1 1 1 1 343 3 −32 24 = [ ][ ] = [ 7 −1 4 125 7 532 125
399 ] 476
7.3 Diagonalisasi Ortogonal Sebelum membahas lebih lanjut mengenai diagonalisasi orthogonal akan didefinisikan tentang matriks orthogonal. Matriks bujur sangkar P disebut matriks orthogonal bila berlaku P t = P−1. Matriks A dapat didiagonalisasi secara orthogonal jika terdapat P orthogonal sehingga P−1 A P = D dengan D adalah matriks diagonal.
Berbeda dengan masalah diagonalisasi sebelumnya , maka pada pembahasan kali ini ada sedikit perbedaan tentang matriks yang bisa didiagonalisasi ataukah tidak , yaitu : P-1 A P = D P D P-1 = A P D Pt = A ( dari sifat Pt = P-1) ……………………………………….( 1 ) (P D Pt)t = At ( kedua ruas ditransposekan ) P D Pt = At ……………………………………………………………. ( 2 ) Dari persamaan 1 dan 2 didapatkan agar A bisa didiagonalisasi secara orthogonal maka matriks A harus memenuhi sifat A = At ( A harus matriks simetri ).
Menentukan matriks P yang mendiagonalisasi secara orthogonal Cara menentukan matriks P pada diagonalisasi orthogonal ini sebenarnya hampir sama dengan penentuan P pada diagonalisasi sebelumnya yaitu didasarkan pada basis ruang eigen yang telah diperoleh sebelumnya. Misalkan ̅̅̅, 𝑥1 𝑥 ̅̅̅, 𝑥𝑛 merupakan basis ruang eigen yang 2 … , ̅̅̅ ALJABAR LINEAR ELEMENTER
129 bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 , 𝜆2 , … , 𝜆𝑛 kemudian ̅̅̅, 𝑢1 ̅̅̅, 𝑢2 … , ̅̅̅ 𝑢𝑛 merupakan himpunan orthonormal hasil transformasi dari ̅̅̅, 𝑥1 ̅̅̅, 𝑥2 … , ̅̅̅ 𝑥𝑛 dengan hasil kali dalam Euclides , maka matriks yang mendiagonalisasi secara orthogonal adalah P = [𝑢 ̅̅̅1 ̅̅̅ 𝑢2 ̅̅̅ 𝑢𝑛 ] sedangkan matriks diagonal D sama dengan matriks diagonal D pada bahasan diagonalisasi sebelumnya : 𝜆1 0 0 𝜆2 𝐷=[ ⋮ ⋮ 0 0
0 0 0 0 ] ⋮ ⋮ 0 𝜆𝑛
Bila A simetris, menentukan matriks P yang mendiagonalisasi A secara ortogonal melalui langkah-langkah berikut: 1. Menemukan basis untuk masing-masing ruang eigen dari A 2. Menerapkan proses Gram-Schmidt untuk masing-masing basis ruang eigen agar diperoleh basis ortonormal 3. Menentukan matriks P dimana kolom-kolomnya adalah basis ortonormal yang diperoleh pada langkah (2). Matriks P yang terbentuk mendiagonalisasi A secara ortogonal. Contoh : Tentukan matriks P yang orthogonal dan mendiagonalisasi A secara orthogonal!
4 2 2 A 2 4 2 2 2 4 Jawab : Pemecahan. Persamaan karakteristik dari A adalah
2 4 2 det(I A) det 2 4 2 ( 4) 2 ( 8) 8 2 4 Jadi, nilai-nilai eigen dari A adalah λ=2 dan λ=8. Langkah selanjutnya adalah dengan mensubtitusi nilai-nilai eigen ke persamaan (I A) x 0 . Untuk λ=2
2 2 2 2 2 2 x 0 2 2 ALJABAR LINEAR ELEMENTER
130
2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 ~ 1 1 1 ~ 0 0 0 2 2 1 1 1 0 0 0 x1+x2+x3=0 x2=s x3=t x1=-s-t −𝑠 − 𝑡 −1 −1 Ruang eigen : 𝑥̅ = [ 𝑠 ] = [ 1 ] 𝑠 + [ 0 ] 𝑡 𝑡 0 1 Jadi basis ruang eigennya
1 1 v1 1 dan v2 0 0 1 Dengan proses Gram-Schmidt menghasilkan vector-vektor eigen yang orthonormal yaitu −1 −1 [1] [1] 𝑣1 ̅̅̅ 𝑤 ̅̅̅1̅ = = 0 = 0 = −1 |𝑣 ̅̅̅| 1 √2 |[ 1 ]| 0
𝑤2 = ̅̅̅̅
̅̅̅2 − 〈𝑣 𝑣 ̅̅̅, ̅̅̅1̅〉𝑤 ̅̅̅1̅ 2 𝑤 = |𝑣 ̅̅̅2 − 〈𝑣 ̅̅̅, ̅̅̅1̅〉𝑤 ̅̅̅1̅| 2 𝑤
1 2 1 2 0
1 2 −1 1 1 [ 0 ]− √2 2 1 0 1 2 | | −1 1 1 [ 0 ]− √2 2 | 1 0 |
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
131
1 2 −1 1 [ 0 ] + 2 1 0
1 2 1 2 1
1 2 1 2 1
1 1 1 − √6 1 1 𝑤2 = ̅̅̅̅ = = = = − |6| √6 1 1 √1 + 1 + 1| | 2 2 | | 2 | 4 4 | −1 1 1 [ √6 ] [ 0 ] + 2 | | 2 | | 1 0 1 Untuk λ=8
4 2 2 2 4 2 x 0 2 4 1 1 1 1 2 1 1 2 4 2 2 2 1 1 1 2 4 2 ~ 1 2 1 ~ 1 2 1 ~ 0 3 3 ~ 0 3 3 2 2 4 1 1 2 2 1 1 0 3 5 0 0 2 1 1 2 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 ~ 0 1 1 ~ 0 1 1 ~ 0 1 0 ~ 0 1 0 ~ 0 1 0 0 0 2 0 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 1 x1=1 x2=1 x3=1 1 Jadi basis Ruang eigennya : 𝑣3 = [1] 1 Dengan proses Gram-Schmid vector eigen yang dihasilkan adalah
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
132
𝑤2 = ̅̅̅̅
̅̅̅3 − 〈𝑣 𝑣 ̅̅̅, ̅̅̅1̅〉𝑤 ̅̅̅1̅ − 〈𝑣 ̅̅̅, 𝑤2 ̅̅̅̅2 3 𝑤 3 ̅̅̅̅〉𝑤 = |𝑣 ̅̅̅3 − 〈𝑣 ̅̅̅, ̅̅̅1̅〉𝑤 ̅̅̅1̅ − 〈𝑣 ̅̅̅, 𝑤2 ̅̅̅̅| 3 𝑤 3 ̅̅̅̅〉𝑤 2
1 1 6 2 1 1 − 0 1 [1] − 0 2 6 1 2 0 6
1 2 | 1 1 [1] − 0 2 |1 0
1 1 1 √3 [1] [1 ] 1 = 1 = 1 = 1 √3 √3 1 |[ 1]| 1 6| 1 [√3] 1 − 0 6 2 | 6
Jadi matriks P yang orthogonal dan mendiagonalisasi A secara orthogonal adalah 1 2 1 P 2 0
1 6 1 6 2 6
1 3 1 3 1 3
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
133
Soal Latihan 1.
Tentukan persamaan karakteristik, nilai eigen dan vektor eigen (basis-basis ruang eigen) untuk matriks berikut :
5 0 1 a. A = 1 1 0 7 1 0
b.
0 1 B = 0 0
0 0 1 2 0 0 0 1 0 0
2 1
2. Suatu matriks Anxn dapat didiagonalkan jika terdapat matriks P yang invertible sedemikian sehingga P-1A P suatu matriks diagonal. Tentukan apakah matriks berikut dapat didiagonalisasi, jika dapat maka tentukan matriks P yang mendiagonalisasi A dan tentukan P-1A P!
(i)
2 3 A= 1 1
0 0 0 b. A = 0 0 0 3 0 1
3. Tentukan apakah terdapat matriks C yang dapat mendiagonalisasi A secara orthogonal untuk matriks A berikut :
2 0 0 36 3 0 . Jika ya, tentukan juga A5! A = 0 36 0 23
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
134
PUSTAKA 1. Anton, H. and Rorres, C. 1994. Elementary Linear Algebra, 7th Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York 2. Anton, H. and Rorres, C. 2000. Dasar-dasar Aljabar Linear, Edisi 7 (Terjemahan) Jilid 1. Interaksara. Batam 3. Anton, H. and Rorres, C. 2000. Dasar-dasar Aljabar Linear, Edisi 7 (Terjemahan) Jilid 2. Interaksara. Batam 4. Goldberg, J.L. 1991. Matric Theory With Applications. McGraw-Hill, Inc. Maynard. 5. Lipschutz, S and Lipson, M. 2001. Aljabar Linear, Edisi 3 (Terjemahan): Schaum’s Outlines. Erlangga. ____ 6. Sernesi, E. 1993. Linear Algebra : A Geometric Approach. Chapman and Hall. London,UK. 7. Strang, G. 1993. Introduction to Linear Algebra. Wellesley Cambridge. Massachussetts, USA. 8. Setya, B.W. 1995. Aljabar Linear. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
ALJABAR LINEAR ELEMENTER