HumanCapital n
No. 29 n Tahun III n 15 November - 15 Desember 2013
n
Rp. 30.000,-
Journal
Achieving Human Capital Excellence
w.huma
apitalj
HC Journal Digital
na our l.c
nc
ww om
COVER STORY
Strategic Business Partner Model
Masihkah Relevan? Ary Ginanjar Agustian
Berharap Sufi Korporat di Indonesia Bertambah Peran Sebagai Strategic Business Partner
One Heart
Creating and Delivering Value
Foreword
HumanCapital Achieving Human Capital Excellence
Journal
Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Dasmito Syah, Andedes Cipta, Kristiadi Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Gama Horas, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Purwanti Siti Insaroh Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840 Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected] [email protected] Website : www.humancapitaljournal.com www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/mengganda kan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Hukum Baru untuk Naik Kelas
D
unia HR sungguh sangat dinamis dan menyenangkan. Ilmunya pun terus berkembang. Berbagai konsep, teknik, dan metodo logi baru muncul bagaikan jamur di musim hujan. Semuanya memperkuat ilmu, temuan-temuan, dan pemaham an yang sudah berkembang di masa lalu. Salah satunya adalah konsep Strategic Business Partner (SBP) yang dikembangkan oleh mahaguru HR dan organisasi terkemuka di dunia Prof. Dave Ulrich pada tahun 1997. Dalam bukunya HR Champions, Ulrich menga takan bahwa profesional HR harus bertrans formasi menjadi SBP agar peran strategisnya lebih terlihat dan bisa dirasakan oleh organisasi. Untuk bisa mencapai posisi SBP, maka seorang profesional HR harus mampu melewati fase pertama HR Administration Expert, yakni fokus kepada optimalisasi pelayanan admin istrasi dan operasional karyawan; fase kedua sebagai Performance Consultant atau Employee Champion, menjadi mitra karyawan dan unit kerja untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan; fase ketiga sebagai Change Agent, menjadi agen perubahan untuk memajukan perusahaan. Setelah ketiga fase tersebut mampu dijalankan dengan baik, maka barulah masuk fase keempat, yakni sebagai SBP. Artinya, profesional HR sulit meng klaim telah menjalankan peran SBP kalau aspek administrasi dan opera sional HR saja masih kedodoran. Begitu pula, jago dalam aspek administrasi HR, tetapi belum piawai meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan,
maka status SBP masih belum layak untuk disandang. Tata urutan transformasi peran profesional HR di atas menjelaskan peta jalan bagaimana profesional HR meningkatkan perannya dalam rangka penciptaan nilai bagi perusahaan. Se telah 15 tahun model SBP diluncurkan, muncul banyak kritik dan pertanyaan tentang kesahihannya mengacu kepada berbagai survey yang menunjukkan bahwa transformasi yang diuraikan da lam model tersebut tidak mulus terjadi di lapangan. Dalam edisi kali ini, Prof. Dave Ulrich memapar kan pemikirannya tentang model SBP dan mendefinisikan kembali tentang 6 kompetensi profe sional HR yang diperlukan untuk meng hadapi tantangan masa kini dan masa datang. Tampaknya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan para profesional HR untuk bisa “naik kelas” – menjadi mitra strategis bisnis organisasi. Tetapi, harus diakui berkat model SBP, profesional HR terbantu memahami peta jalan untuk “naik kelas” tersebut sekaligus mampu me ningkatkan kompetensi dan kontribu sinya dalam menjalankan peran sebagai profesional HR. Masih banyak artikel menarik lainnya yang bisa Anda baca dalam edisi kali ini. Salah satunya wawancara khusus dengan Ary Ginandjar Agus tian, pendiri ESQ yang sangat sukses. Dia berharap jumlah sufi korporat di Indonesia terus bermunculan. Untuk versi digital, Anda bisa mengklik portal Human Capital Journal di www.humancapitaljournal.com Selamat membaca… l
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 3
From Chief Editor
Business Acumen
S
eiring dengan kian populernya konsep HR sebagai Strategic Business Partner (SBP), maka kompetensi para profesional HR perlu dikembangkan untuk bisa memainkan peran tersebut secara efektif. Di luar kompetensi di bidang manajemen HR, kompetensi utama yang perlu dikuasai oleh profesional HR adalah pema haman terhadap bisnis untuk bisa membuat keputusan strategis da lam perspektif HR (Understanding the Business). Ada 3 keahlian yang perlu dikuasai oleh profesional HR terkait dengan pemahaman bisnis tersebut. Pertama adalah penguasaan terhadap bahasa bisnis atau sering disebut dengan Business Acumen. Ini mencakup penguasaan tentang visi, misi, strategi perusa haan, inisiatif strategis perusahaan, kompetensi inti perusahaan, key success factor, proses bisnis perusahaan, analisis pasar dan persaingan, infor masi tentang dinamika industri dan pelanggan perusahaan, dan memahami fundamental keuan gan perusahaan. Pada umumnya, pengemban gan kompetensi Business Acumen ini lebih baik diberikan oleh jajaran manajemen perusahaan ketimbang fasilitator/konsultan dari luar karena informasi tentang materi ini akan lebih fokus terkait dengan perusahaan sehingga bersifat khas dan rahasia. Tetapi, untuk memperkaya perspek tif bisnis para peserta, bisa saja pelatihan tentang Business Acumen ini melibatkan juga pihak luar yang berpengalaman dan berwawasan lebih luas. Kedua adalah kefasihan dalam memahami as pek finansial (Financial Literacy). Selain mampu membaca laporan keuangan perusahaan, juga ada kemampuan menghitung berbagai ratio dan ukuran finansial, seperti Return on Investment, tingkat efisiensi, produktifitas, dan sebagainya. Kemudian menerapkan kefasihan finansial ini dalam lingkup HR, misalnya menghitung ROTI
4 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
(Return on Training Investment), dampak kepada bisnis dari program training, mengukur HR Financial Metrics, mengidentifikasi manfaat kuantitatif dari berbagai inisiatif di bidang HR, dan menjalankan proses yang dipersyaratkan perusahaan dalam melakukan investasi di bidang HR. Ada beberapa program pelatihan yang bisa diambil oleh profesional HR terkait dengan kefasihan finansial ini. Misalnya program train ing Finance for Non-finance Executive di mana seluruh orang HR dan di luar fungsi keuangan serta akuntansi dibekali dengan ilmu keuangan yang cukup praktis. Contoh lain adalah, training untuk melakukan evaluasi training (Training Evaluation). Ketiga adalah kompetensi melakukan analisis berdasarkan matriks kinerja atau sejumlah Key Performance Indicator (HR Analytics). Kemam puan analitik belakangan ini menjadi trend besar dalam dunia korporasi sebagai jawaban atas kebu tuhan pengambilan keputusan yang didasarkan kepada data-data kinerja yang akurat. Siapapun yang berada di jajaran manajemen organisasi perlu untuk memahami analitik ini. Dalam praktiknya, perusahaan menggunakan aplikasi analitik berbasis teknologi informasi yang mampu memberikan insight kepada manajemen untuk membuat keputusan bisnis yang jitu. Aplikasi Business Intelligence yang dikembangkan perusa haan teknologi informasi terkemuka merupakan pendukung dari kompetensi analitik tersebut. Termasuk dalam kompetensi analitik ini adalah menetapkan matriks kinerja atau Key Performance Indicator yang bersifat strategis dari sisi HR namun selaras dengan sasaran strategis organisasi. Untuk bisa melakukannya, profesional HR harus memahami Strategic Planning, Balanced Scorecard, dan pengukuran kinerja. Singkatnya, profesional HR perlu mengem bangkan diri untuk “naik kelas” menjadi SBP. Kalau tidak, posisi tersebut akan selalu diisi oleh orang-orang dari unit bisnis seperti yang masih banyak terjadi saat ini. l
15 November - 15 Desember 2013
Syahmuharnis
Contents Human Capital Journal Edisi 29/Tahun III 15 November - 15 Desember 2013
3 FOreword Hukum Baru untuk Naik Kelas
8 HC News The 4th PPM Regional Business Case Competition
4 From Chief Editor Business Acumen
9 HC News Angka Pengangguran Terbuka Naik Menjadi 6,25 persen
6 HC News Norton Symantec Jaminan Keamanan Online 7
HC News Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
27 PRofile Ary Ginanjar Agustian Berharap Sufi Korporat di Indonesia Bertambah
Foto sampul : Koleksi Pribadi AGA
31 Periscope The “A” Team Oleh Husen Suprawinata 33 Photo Gallery Human Capital Forum 34 Mekanisme Penghitungan Pajak Penghasilan Atas Warga Negara Asing
12 Cover story Strategic Business Partner Model, Masihkah Relevan? Sejak diluncurkan pertama kali tahun 1997, Strategic Business Partner Model telah menjadi acuan bagi para profesional HR (Human Resources) dalam menjalankan perannya dan mengembangkan kompetensi mereka. Setelah lebih dari 10 tahun, masihkah model ini relevan? 18 Peran Sebagai Strategic Business Partner 20 Enam Kompetensi HR Menghadapi Masa Depan 22 Apa Kata Mereka, M. Ridjal: HR Dilibatkan dalam Setiap Keputusan 23 Apa Kata Mereka, Bambang Sugeng : Kapabilitas dalam menjawab Tatangan Bisnis 24 Apa Kata Mereka, Satyo Fatwan : Perusahaan Jadi Lebih Lincah 25 Apa Kata Mereka, Evita M. Tagor : Diperlukan Kapabilitas untuk Memahami Bisnis 26 Transformasi Fungsi : Dari Administrasi Menjadi Strategi
Oleh Ranti Wulandari
34 Column: Business Management Drs. Eddie Priyono One Heart 36 Column : Industrial Relation Drs.Budiyanto, SH Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) 38
Column: Managerial & Leadership Brata Taruna Hardjosubroto The Basic Philosophy of Motivating Others (Filosofi Dasar dalam Membangun Motivasi Diri dan Orang Lain)
40 column : Success Motivation Gani Gunawan Djong Creating and Delivering Value
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 5
HC News
Norton Symantec
Jaminan Keamanan Online
A
ncaman keamanan dunia maya makin mengkhawatirkan, konsumen semakin mencari solusi keamanan online untuk mengatasi ancaman keamanan hari ini dan provisi lan skap keamanan yang berubah di masa depan. Norton Symantec berkomitmen memberikan solusi-solusi keamanan kelas dunia dalam memerangi ancaman keamanan di dunia maya. ECS Indo Jaya perusahaan penye dia produk dan layanan Information and Communications Technology (ICT) mendapat kepercayaan sebagai dis tributor dari produk Norton Symantec di Indonesia. Adapun produk-produk Norton Symantec tersebut adalah Norton Antivirus, Norton Internet Security, Norton 360 Multi-Device, dan Norton Mobile Security. ECS yang memiliki banyak penga laman dalam jaringan distribusi chan-
nel dan jaringan reseller ini diharap kan mampu meningkatkan kekuatan Symantec dalam hal pemasaran serta pendistribusian dan dapat memberikan solusi keamanan online untuk kon sumen di Indonesia. “Konsumen di Indonesia semakin mencari solusi keamanan yang akan membantu mereka mengatasi ancaman keamanan hari ini dan provisi untuk lanskap keamanan yang berubah di masa depan. Sebagai pemimpin untuk
6 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
keamanan online, Symantec berkomit men untuk memastikan akses tanpa hambatan ke solusi-solusi keamanan kelas dunia dalam memerangi ancaman di dunia maya,” ujar Rita Nurtika, Consumer Sales Manager Symantec untuk Indonesia kepada wartawan. Produk-produk keamanan core Norton versi terbaru Symantec yang memenangkan penghargaan menjaga konsumen aman dari ancaman online. Lima keunggulan yang diberikan dari produk Norton versi terbaru ini, kelima unggulan tersebut adalah sebagai berikut: Perlindungan Berbasis File, berperan dalam perlindungan untuk inovasi baru dalam heuristics file statis; Perlindungan Berbasis Network, dapat mendeteksi ketika kerentanan yang dikenal dan tak dikenal digunakan untuk masuk ke sistem pengguna; Perlindungan Berbasis Perilaku, melihat perilaku dinamis dari kegiatan berba haya serta karakteristik statis; Perlin dungan Berbasis Perlindungan, meneliti informasi meta dari sebuah file – usia, asal, bagaimana jalanannya, dimana keberadaannya, dan lainlain; Remediation adalah satu set teknologi yang dapat membantu membersihkan sistem yang terinfeksi. “ECS merasa terhormat dan bangga bisa bekerjasa ma dengan Norton Symantec dalam hal pendistribusian produk Norton Symantec ini. Dengan jaringan 4.000 reseller secara nasional yang kami miliki, kami percaya akan meningkatkan kekuatan kami di Indone sia dengan Symantec,” ujar Husin Tjandera, Consumer Director PT ECS Indo Jaya. Dengan hadirnya produk Norton Symantec terbaru ini semoga dapat memberi kan solusi bagi konsumen dari ancaman keamanan online. l Kris
HC News
Gerard Hand, (kiri) President IOSH dan John Lasey Vice President IOSH
dan IOSH cabang Hong Kong, Andy Lo membawakan topik Pentingnya Manajemen Desain Konstruksi (CDM). “Ancaman kecelakaan di tempat kerja di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi – kita harus bekerja bersama untuk mengurangi tingkat kecelakaan, gangguan kesehatan, dan kematian akibat kerja, khususnya di industri-industri berisiko tinggi seperti konstruksi dan manufaktur,” ujar Gerard Hand, President IOSH kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta beberapa waktu lalu. Gerard menambahkan, “Pengeta huan serta kecakapan para majikan sa ngat penting untuk memastikan kesehat an dan keselamatan para pekerjanya, adalah hal yang pa ling utama dan tidak dapat ditawar-tawar, ini tidak saja me nyelamatkan nyawa manusia, tetapi juga menjadikan bisnis lebih efisien.” Melalui konferensi ini, para profesional di bidang kesehatan dan keselamatan kerja dari seluruh dunia dapat bertukar pengalaman, ide, serta pengetahuan dengan tujuan membuat semua pekerja terjaga kesehatan dan keselamatan di tempatnya bekerja. “Peran kepemimpinan dalam hal keselamatan kerja mempunyai dampak yang sangat positif menjaga standar keselamatan kerja dalam organisasinya, dan hal ini perlu ditekankan kepada semua pihak yang bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja di Asia Pasifik,” lanjut Gerard Hand. IOSH berharap dapat bekerjasa ma dengan berbagai organisasi kesela matan dan kesehatan kerja di berbagai negara untuk memperbaiki standard keselamatan dan kesehatan kerja di ka wasan Asia Pasifik. Melalui kegiatan ini pula diharapkan dapat dicapai berbagai kemajuan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya di Indone sia dan pada umumnya di kawasan Asia Pasifik. l Ratri Suyani
Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
A
sia Pacific Occupational Safety and Health Organization (APOSHO) 28th Conference Seminar and K3 EXPO 2013 telah digelar. APOSHO yang diselenggarakan di JIEXPO Kemayoran pada 9-12 Oktober 2013 ini mengundang banyak per hatian publik. Adalah IOSH (Institution of Occupational Safety and Health), yang merupakan organisasi profesional dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja terbesar di dunia. IOSH sangat mendukung konferensi ini serta berbagai upaya yang dilakukan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), yang secara aktif berusaha menekan tingkat kecelakaan, gangguan kesehatan, dan kematian yang diakibatkan pekerjaan. Para ahli keselamatan dan keseha tan kerja dari berbagai negara sangat terkesan dengan upaya lembaga-lem baga yang bertanggungjawab terhadap masalah keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Ini terbukti dari be berapa anggota manajemen senior dari Institution of Occupational Safety and Health (IOSH), yang merupakan organi sasi profesional dalam bidang kesehatan
dan keselamatan kerja terbesar di dunia, hadir di konferensi ini. Pada konferensi ini, wakil-wakil dari IOSH membawakan beberapa topik bagi para delegasi lainnya. President IOSH, Gerard Hand membawakan topik mengenai Kesinambungan Bisnis (Sustainability), Vice President IOSH, John Lacey berbicara mengenai Kepemimpin an Dalam Bidang Keselamatan Kerja
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 7
HC News
The 4th PPM Regional Business Case Competition
S
ekolah Tinggi Manajemen PPM menggelar PPM Regional Business Case Competition (RBCC) yang merupakan kegiatan kompetisi kasus bisnis yang diadakan setiap tahun dan diikuti oleh Mahasiswa Program Magister Manajemen (MM) yang berasal dari Universitas terkemuka yang berasal dari seluruh Indonesia, Asia Tenggara dan China. Kali ini, PT Ci paganti Citra Graha, Tbk dijadikan Business Case dalam ajang “The 4th PPM Regional Business Case Competition”. Pengalaman Cipaganti yang teren tang panjang hingga 27 tahun, bermula dari bisnis penyewaan mobil dan terus melebarkan sayap bisnisnya hingga merambah pada sektor industri pertam bangan dengan menyediakan alat berat, dan kini juga telah membangun bebe rapa hotel, membuat Cipaganti menjadi kasus yang tepat, dan menjadi saran pembelajaran yang efektif bagi para pe serta, tentang bagaimana bisnis seharus nya dikembangkan. Menurut Andianto Setiabudi, Direktur Utama PT Cipaganti Citra Graha, Tbk., keterlibatan Cipaganti
dalam ajang “The 4th PPM Regional Business Case Competition” adalah ben tuk kontribusi Cipaganti terhadap dunia pendidikan. “Juga menjadi wadah yang tepat bagi kami untuk melihat bagaima na sebenarnya masyarakat memandang Cipaganti. Kami juga merasa sangat beruntung karena dengan diangkatnya Cipaganti sebagai Business Case, kami secara langsung mendapatkan insight dan masukan tentang apa yang mungkin belum kami terapkan, dan mungkin juga membenahi bisnis kami jika terdapat kekurangan,” tutur Andianto. Sementara Martinus Sulistio Rusli, Ph.D., Dean of PPM School of Manage ment mengatakan bahwa dalam kegiatan ini para peserta secara aktif menggu nakan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman mereka untuk berkompetisi dalam hal kualitas analisis, sintesis dan presentasi kasus bisnis. Selain berman faat bagi para peserta, PPM Regional Business Case Competition juga meru pakan wadah bagi para praktisi untuk mendapatkan berbagai gagasan inovatif dan original dari lingkungan akademik.
8 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
Tahun ini 52 tim masuk dalam Babak Final The 4th PPM Regional Business Case Competition, mereka adalah perwakilan dari PPM School of Management, Universitas Bengkulu, Universitas Esa Unggul, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, IM Telkom Bandung, Universitas Surabaya, Prasetiya Mulya Business School, Binus Business School, Universitas Parahyang an, UPH Surabaya, ITB, Universitas Tarumanagara, STIE Perbanas Suraba ya, University of The Philippines Baguio, Universiti Putra Malaysia, University of The Philippines Los Banos, Universiti Teknologi MARA-Malaysia, Asian Insti tute of Management-Philippines, Hohai University, Hankuk University of Foreign Studies, Saint Louis University of The Philippines, dan Chulalongkorn Univer sity, Thailand. Setelah melalui tahapan kompetisi yang cukup panjang, mulai dari pre sentasi masing-masing tim, menjawab pertanyaan Dewan Juri hingga ajang debat dengan sesama tim peserta akhir nya keluar sebagai Juara I dalam ajang ini adalah Tim dari University of The Phillipines Los Banos dengan nilai akhir 84,12, disusul kemudian oleh Tim dari Institut Teknologi Bandung dengan nilai 82,45, dan sebagai Juara III diraih oleh Tim dari PPM School of Management dengan nilai 81,06. l Ratri Suyani
HC News
Angka Pengangguran Terbuka Naik Menjadi 6,25 persen
B
adan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran pada Agustus 2013 mengalami peningkatan sebanyak 150.000 orang dari 7,24 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 7,39 juta orang pada Agustus 2013. Selain itu, BPS juga mencatat adanya peningkatan angkatan kerja di Indonesia dari 118,05 juta pada Agustus 2012 menjadi 118,09 juta orang. Dari jumlah tersebut, penduduk yang bekerja pada Agustus 2013 menurun sebesar 10.000 dari 110,81 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 110,8 juta orang.
Sementara itu, dari struktur lapangan pekerjaan, penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor perdagangan, transportasi, pergudangan dan komunikasi, keuangan, dan jasa ke masyarakatan. “Dalam setahun terakhir, pertanian turun dari 38,9 juta menjadi 38,1 juta orang, industri turun dari 24 juta orang menjadi 22,8 juta orang, dan jasa-jasa naik dari 47,9 juta orang menjadi 49,9 juta orang,” jelasnya kembali. l
Ratri Suyani
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, ada perlam batan pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan terjadinya perlambatan penyerapan tenaga kerja. “Sedangkan suplai tenaga kerja baik yang bukan angkatan kerja maupun yang sebelum nya belum masuk dalam angkatan kerja menjadi angkatan kerja meningkat lebih besar,” ujar Suryamin. Ia menambah kan, saat ini tingkat partisipasi angkatan kerja pada Agustus 2013 sebesar 66,9% menurun dari Agustus 2012 sebesar 67,88%. Sedangkan tingkat pengang guran terbuka meningkat dari 6,14% menjadi 6,25%.
Angkatan Kerja Bekerja dan Penganggur (juta orang) Jenis Kegiatan Utama 1. Angkatan Kerja Bekerja
2012 Februari Agustus 120,41 118,05 112,80 110,81
2013 Februari Agustus 121,19 118,19 114,02 110,80
Penganggur
7,61
7,24
7,17
7,39
2
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
69,66
67,88
69,21
66,90
3
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
6,32
6,14
5,92
6,25
4
Pekerja Tidak Penuh
35,55
34,29
35,71
36’81
Setengah Penganggur
14,87
12,77
13,56
10,89
Paruh Waktu
20,68
21,52
22,15
25,92
Sumber : BPS Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 9
ADVERTORIAL
MKI Corporate University
HC News
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRP Certified Human Resources Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program
G
Moduls: Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators: Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners: Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Management
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Manage ment yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Professional (CHRP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global.
Tujuan dan Sasaran Program CHRP Program CHRP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM.
Peserta CHRP Peserta Program CHRP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 3 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Program CHRP dikembangkan mengacu kepada Body of Know ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRP Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan pengalaman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S-2 di dalam dan luar negeri, di samping S-1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan
Modul Program CHRP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRP Sertifikat CHRP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRP Biaya program CHRP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email:
[email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
10 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
(021)
HC News
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 11
Cover Story
Strategic Business Masihkah Relevan?
12 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
Cover Story
Partner Model, Sejak diluncurkan pertama kali tahun 1997, Strategic Business Partner Model telah menjadi acuan bagi para profesional HR (Human Resources) dalam menjalankan perannya dan mengembangkan kompetensi mereka. Setelah lebih dari 10 tahun, masihkah model ini relevan?
D
alam dekade terakhir, istilah Strategic Business Partner (SBP) agaknya telah menjadi pembica raan paling hot di kalangan praktisi HR. Mayoritas profesional HR sangat fasih membicarakan istilah SBP. Bahkan, SBP seperti kata-kata mantra untuk keberhasilan fungsi HR menjalankan perannya. Akan tetapi, mantra ini rupanya masih sebatas konsep atau buah bibir, sebab pada kenyataannya, implemen tasinya masih jauh panggang dari api. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di level internasional. Beberapa riset menyebutkan baru seki tar 20% profesional HR yang benar-be nar sudah memiliki pola pikir (mindset) dan mempraktikkan SBP. Sisanya, seki tar 60% masih berjuang untuk memiliki pola pikir dan mempraktikkan konsep SBP. Sebanyak 20% lagi sama sekali tidak mampu memahami – apalagi me nerapkan – konsep SBP tersebut dalam pekerjaan mereka masing-masing. Riset ini dilakukan dengan mewawancarai jajaran manajemen puncak organisasi tentang seberapa berkualitas profesional
HR mereka. Hasil riset ini menimbulkan kritik tentang kebenaran model SBP. Seba gai konseptor utama konsep SBP, yang dicetuskan melalui bukunya yang sangat populer – Human Resources Champions - Prof. Dave Ulrich adalah orang yang paling mendapatkan hujan pertanya an dan kritik tentang kesahihan dan relevansi model SBP tersebut. Profesor pada Ross School of Business, University of Michigan, ini bergeming dengan men gatakan bahwa banyak sekali pelajaran relevan dari model SBP dalam dekade terakhir. Pelajaran tersebut, antara lain: - Seluruh fungsi pendukung (function support) berada pada perahu yang sama. Menurut Ulrich, model SBP bukan lah unik untuk unit HR semata, tetapi seluruh staf fungsi pendukung terus berusaha mencari cara me ningkatkan nilai, baik dalam bentuk pertumbuhan usaha maupun profit abilitas perusahaan. Kebutuhan untuk meningkatkan kinerja bisnis menyebabkan seluruh fungsi pendu kung juga dimonitor dengan ketat. Bilamana mereka tidak menghasil kan nilai yang jelas dan berkelanjut an, manajemen mendapat mandat
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 13
Cover Story
untuk mengubahnya, menghapus kannya atau mengalihdayakannya. Seluruh fungsi pendukung macam IT, keuangan, hukum, pemasaran, R&D, dan HR berada dalam tekanan untuk menciptakan nilai yang lebih besar bagi organisasi. Hal ini sangat terasa bagi fungsi yang banyak men jalankan peran transaksional dan pekerjaan administratif. - Tujuan dari model Tujuan dari model SBP, tutur Ulrich, untuk membantu profesional HR terintegrasi ke dalam proses bisnis dan untuk menyelaraskan pekerjaan mereka sehari-hari dengan outcome dari bisnis. Topik ini dikupas dari beberapa perspektif. Sebagai contoh, profesional HR harus lebih fokus kepada deliverables (apa yang dibutuhkan perusahaan untuk me nang) ketimbang do-ables (aktifitasaktifitas HR yang terjadi). Daripada mengukur proses (misalnya, berapa banyak pemimpin yang mendapat kan pelatihan 40 jam per tahun), SBP didorong untuk mengukur hasil
HR, Embedded HR, HR Specialist, dan HR Service Center. Profesional Corporate HR bertanggung jawab dalam menyusun inisiatif level kor porat, mewakili perusahaan dalam berhubungan dengan pemangku ke pentingan eksternal, dan memenuhi kebutuhan unik dari pemimpin senior.
(contohnya, dampak dari pelatihan terhadap kinerja bisnis). Pendekatan ini fokus kepada peran HR dalam menciptakan dan memelihara kapabilitas organisasi yang harus dimiliki dalam menciptakan nilai bagi pelanggan, pemegang saham, karyawan, dan komunitas. - Peran utama pada 4 level HR Menjadi SBP bisa diraih dalam beberapa peran HR. Secara umum, Ulrich mengatakan, profesional HR terdiri dari 4 kategori: Corporate
14 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
Profesional Embedded HR bekerja sebagai HR Generalist dalam unit perusahaan (bisnis, fungsi atau geografis). Mereka berkolaborasi dengan pemimpin unit memastikan organisasi mereka memberikan nilai bagi pemangku kepentingan dengan menetapkan dan menerap kan strategi bersaing. Mereka membantu menyusun strategi bisnis, melaksanakan diagnosa organisasi untuk mengetahui kompetensi apa saja yang dianggap sangat penting, mendesain dan menerapkan praktik HR untuk mendukung strategi, melakukan coach kepada pemimpin bisnis untuk berperilaku selaras de ngan strategi, dan mengelola proses
Cover Story
pengembangan strategi.
HR Specialist bekerja sebagai pusat keahlian, di mana mereka memberi kan insight teknis terhadap isu-isu HR seperti staffing, pengembangan kepemimpinan, sistem reward dan manfaat, komunikasi, pengembang an organisasi, dan sebagainya. Mereka memberikan nilai bilamana praktik HR yang direkomendasikan sangat mumpuni dan bilamana me reka menciptakan praktik baru yang menciptakan nilai lebih ketimbang perusahaan pesaing. Profesional HR yang bekerja pada service centre menambahkan nilai melalui pembangunan dan pengelo laan sistem e-HR yang memung kinkan karyawan mengelola hubung annya dengan perusahaan. Mereka mengendalikan aktifitas macam pemrosesan klaim manfaat, pengga jian, dan menjawab permintaan atau pertanyaan pegawai. Orang-orang ini bisa bekerja di dalam maupun di luar perusahaan. Mereka mencip takan nilai bagi seluruh pemangku kepentingan dengan menekan biaya pemrosesan informasi pegawai dan
dengan memberikan jasa yang akurat serta tepat waktu. Kadangkadang peran unik ini disebut juga dengan HR Business Partner bila mereka menjadi mitra bagi unit bisnis. - Kapabilitas talent dan orga nisasi Bisnis saat ini sangat tergantung dengan aspek kapabilitas talent dan organisasi. Profesional HR terlibat penuh dalam menyediakan orang yang tepat dengan keahlian yang tepat pada jabatan yang tepat secara tepat waktu. Perang memperebutkan talent akan terus terjadi dan akan semakin menjadi-jadi sejalan dengan kian berkembangnya ekonomi berba sis pengetahuan. Profesional HR juga bermitra dengan para manajer lini untuk mengidentifikasi dan mencip takan kapabilitas macam kecepatan peluncuran produk/jasa ke pasar, inovasi, kepemimpinan, kolaborasi, manajemen perubahan, dan manaje men budaya. Beberapa aktifitas bis nis yang kurang tangible ini semakin
berdampak kepada nilai saham dan menjadi pikiran utama jajaran manajemen. Profesional HR yang efektif tidak hanya bekerja de ngan pemimpin bisnis dalam mengonsep strategi, tetapi mereka juga fokus dan berkolaborasi untuk memastikan strategi terse but mewujud. Isu-isu terkait talent dan organisasi menjadi mekanisme terbaik terkait strategi. - Proses pengembangan intelektualitas dan kepemimpinan Sejalan dengan meningkatnya relevansi isu talent dan organi sasi terhadap bisnis, profesional HR menjawabnya dengan menjadi arsitek, desainer, dan fasilitator. General Manager adalah yang paling bertanggung jawab terhadap isu-isu talent dan organisasi. Untuk mendu kung pengembangan intelektualitas para pegawai, profesional HR harus menyediakan proses pengembangan intelektual dan kepemimpinan bagi kepentingan organisasi. Inilah yang menjadi peran SBP. - Beberapa profesional HR tidak pernah menjadi SBP Beberapa profesional HR tidak mampu menjadi SBP dan tidak bisa mengaitkan pekerjaan harian nya dengan hasil bisnis. Riset yang dilakukan Ulrich dan teman-teman menyimpulkan, profesional HR yang berkinerja tinggi memiliki pengeta huan bisnis yang lebih baik ketim bang mereka yang berkinerja rendah. Bukti empiris juga menunjukkan tidak semua orang mampu men jalankan peran SBP. Hal ini men dukung kebenaran dari model SBP. Pada setiap perubahan, umumnya berlaku rumus 20-60-20. Sebanyak 20% individu telah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perubahan yang diinginkan. Sebanyak 20%
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 15
Cover Story
paling bawah tidak akan pernah menjadi SBP. Mereka hanya memiliki kapabilitas di bidang administrasi. Sementara 60% sisanya bisa menjadi SBP setelah melalui proses coaching, training, dan mendapatkan dukung an yang sesuai.
Bagi 20% individu terbaik, mereka ini sudah mendapatkan “kursi” da lam rapat manajemen bisnis peru sahaan. Karena ada dalam ruangan, profesional HR SBP memahami betul bahasa bisnis yang dikaitkan dengan bahasa HR. Sebagai contoh, selama ini profesional HR menggunakan istilah “customer” terhadap “internal customer”. Pada level strategis, apa yang disebut dengan “customer” ada lah pelanggan eksternal. Jadi, tatkala profesional HR ada dalam ruangan, pertanyaan “apa yang perlu kita lakukan untuk membuat pelanggan senang?” bermakna berbeda diban dingkan dengan makna tradisional.
- Terkoneksi langsung dengan bisnis Sebagai SBP, profesional butuh pengetahuan dan keahlian baru. Secara tradisional, profesional HR cenderung berfokus pada negosiasi dan mengelola perjanjian kerja dan transaksi administrasi. Maka, keah lian yang dibutuhkan terfokus pada isu administrasi seperti pembuatan dan administrasi kebijakan, ne gosiasi dengan SP, dan mengelola karyawan. Saat ini, sebagai SBP, pro fesional HR juga terkoneksi langsung dengan bisnis. Riset yang dilakukan Ulrich menyimpulkan, profesional HR yang mengembangkan pengeta huan dan keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi SBP, mereka memberi tambahan nilai yang signifikan ter hadap pelanggan maupun finansial perusahaan. - Alasan untuk gagal Kegagalan dalam menerapkan
Prof. Dave Ulrich
model SBP mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, ujar Ulrich. Seperti diindikasikan di atas, 20% profe sional HR tidak akan pernah menjadi SBP. Meminta mereka yang fokus kepada kebijakan dan transaksi un tuk melaksanakan audit talent dan organisasi serta membuat perubahan besar mungkin terlalu berat buat mereka. Beberapa tidak bisa bergeser menjadi SBP karena kepentingan pribadi yang menghambat mereka untuk terlibat dalam peran SBP. Minat dan kemampuan mereka lebih fokus kepada detail administrasi ketimbang mengambil peran yang lebih besar dalam perspektif bisnis.
Beberapa praktisi HR mungkin ingin menjadi SBP tetapi tidak tahu bagaimana mewu judkannya. Orang semacam ini perlu memahami kerangka, logika, pengetahuan, dan keahlian yang dibutuhkan untuk bisa mengemban peran SBP. Ber bagai bukti empiris
16 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
menunjukkan bahwa profesional HR yang disediakan informasi seperti itu bisa dengan cepat menambah nilai bagi bisnis. Pada usaha monopoli, perusahaan mungkin tidak tergan tung kepada kemampuan pegawai dan organisasi, sehingga peran SBP di sini tidak begitu penting. Ada juga hambatan menjadi SBP akibat manajemen puncak dan lini kesulitan untuk menerima penting nya kapabilitas talent dan organisasi atau menerima profesional HR seba gai kontributor penting bagi agenda bisnis perusahaan. Hal ini mungkin karena pemahaman yang terbatas terhadap perubahan kondisi alamiah bisnis atau akibat pengalaman buruk di masa lalu. Berbagai riset yang dilakukan perusahaan konsultansi, lanjut Ulrich, menyimpulkan para manajemen senior lebih fokus kepada eksekusi strategi, kepemimpinan, talent, dan manajemen perubahan – seluruhnya merupakan agenda HR. Itu sebabnya, manajemen membu tuhkan profesional HR yang efektif untuk membantu mereka menjalan kan agenda tersebut.
- Adakah alternatif? Ulrich menantang para pengkritik model SBP untuk mengusulkan model alternatif, namun sayangnya hal itu tidak pernah bisa dilakukan. Penyebabnya ada 2, yaitu pertama, beberapa profesional HR tidak tahu tentang bisnis secara baik agar bisa berperan sebagai SBP; kedua, bebe rapa profesional HR terlalu terbenam pada aspek adminis trasi dan transaksion al sehingga menyulit kan dirinya berperan sebagai SBP.
Evolusi Fungsi HR
Dalam sebuah tulisan eksklusif yang
Cover Story
HR Evolution
diterbitkan oleh majalah Personnel Today, Prof. Dave Ulrich menjelaskan berbagai gelombang perubahan yang ter jadi pada bidang HR. Dalam perjalanan sejarahnya, profesi HR telah melewati 3 gelombang dan sedang menghadapi gelombang keempat (lihat Gambar 1). Setiap gelombang tersebut berjalan mengikuti kurva waktu. Gelombang pertama adalah HR Administration, di mana administrasi personalia ada lah fokus pekerjaan profesional HR. Misalnya, persyaratan kerja pegawai, hak dan kewajiban pegawai, pelayanan HR, dan kepatuhan terhadap peraturan. Ringkasnya, profesional HR di gelombang ini hanya memainkan peran administrasi dan tran saksional. Gelombang pertama cenderung diisi oleh orang-orang yang bagus dalam adminis trasi. Pekerjaan adminis tratif dan transaksional dari HR masih berlanjut hingga sekarang, akan tetapi hal itu dilaksana kan dengan cara berbeda – melalui alih daya dan solusi teknologi. Gelombang kedua adalah HR Practice, menekankan kepada desain praktik HR yang inovatif dalam rekrutmen, compensation & benefit, pembelajaran, komunikasi, dan seterusnya. Inovasi terjadi dalam sistem imbalan, komunikasi, training, rekrutmen, perencanaan suksesi, dan area praktik HR lainnya. Gelombang 3 disebut HR Strategy. Sekitar 15-20 tahun terakhir, HR bekerja dengan menghubungkan pekerjaan mereka dengan strategi bisnis atau tujuan dari bisnis. Pada gelombang ini, pekerjaan HR diperluas dari tadinya fokus kepada talent untuk kemudian memasukkan kontribusi terhadap bu daya dan kepemimpinan. Berdasarkan strategi bisnis, profesional HR bertugas
untuk mengases dan meningkatkan talent, budaya, dan kepemimpinan untuk menunjang strategi. Dalam gelombang ini, profesional HR mengubah strategi menjadi prioritas HR untuk mencapai sasaran strategis perusahaan. Krisis ekonomi dunia, globalisasi, in ovasi teknologi, dan berbagai perubahan beberapa tahun terakhir telah mening katkan tantangan bagi masa depan HR. Beberapa pemimpin HR ingin menoleh ke belakang dan mendorong pekerjaan administrasi HR dengan ekselen dan beberapa ingin fokus kepada praktik HR tertentu. Ulrich sendiri memilih untuk
tantangan profesional HR di masa depan tidak akan bisa dijawab dengan baik. Seyogyanya profesional HR melihat aspek luar dari organisasi, seperti pe langgan, investor, dan komunitas untuk mendefinisikan keberhasilan fungsi HR. Ringkasnya, untuk bisa berhasil menjalankan perannya, HR tidak lagi hanya fokus pada internal customer tetapi juga external customer dan pihakpihak eksternal lainnya. Fungsi HR mengelola talent, kapabilitas organisasi, dan kepemimpinan untuk mendukung keberhasilan memuaskan para pelang gan dan pemangku kepentingan ekster Wave 4 HR outside in
Wave 3 HR strategy
Wave 2 HR practices
Wave 1 HR administration
Time berpikir ke depan, yang menghasilkan pemikiran tentang Gelombang 4 – HR Outside In. Yakni menggunakan praktik HR untuk merespons kondisi bisnis eksternal. Konsep outside-in HR melangkah jauh melampaui strategi penyelarasan pekerjaan HR sesuai dengan konteks bisnis dan pemangku kepentingan. Tiga gelombang sebelumnya mencerminkan pekerjaan HR harus dilaksanakan dengan baik: administrasi HR harus akurat; praktik HR harus inovatif dan terintegrasi; dan HR harus mengubah aspirasi strategis menjadi tindakan HR. Tetapi, hanya mengandalkan ketiganya,
nal lainnya. Secara spesifik, konsep HR OutsideIn dikupas tuntas Dave Ulrich, John Younger, Wayne Brockbank, dan Mike Ulrich dalam buku terbarunya berjudul HR, From the Outside In. Kalau strategi dan praktik HR berujung kepada peningkatan keterikat an pelanggan (customer engagement), misalnya, maka bisa dikatakan fungsi HR telah berhasil menjalankan peran nya. Tetapi, kalau keterikatan pelang gan tidak meningkat, boleh jadi fungsi HR ikut berperan terhadap kegagalan peningkatkan kinerja tersebut. l SYH
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 17
Cover Story
Peran Sebagai Strategic Business Partner Istilah Strategic Business Partner (SBP) merupakan hasil riset berjangka panjang dari banyak pakar. Lantas, bagaimana perusahaan bisa mendorong tumbuh dan berkembangnya profesional HR dengan peran SBP?
P
ersaingan bisnis yang semakin sengit dan kian mengglobal telah memberikan tekanan kepada organisasi untuk terus meningkatkan daya saingnya. Hal ini, mau tidak mau, juga menyentuh kepada fungsi HR – yang selama ini seringkali tidak bisa dijelaskan kontribusinya kepada kinerja finansial perusahaan. Dewasa ini, semakin sering dipertanya kan apakah fungsi HR telah menambah nilai dan memberikan layanan bernilai strategis bagi keberhasilan organisasi. Sebagai salah satu fungsi penting dalam organisasi, tekanan persaingan tersebut juga berimplikasi kepada HR, baik dalam aspek strategis maupun aspek operasional. Sebagai jawabannya, para pa kar merekomendasikan konsep SBP,
dimulai oleh Prof. Dave Ulrich tahun 1997 (HR Champions), dilanjutkan oleh Ulrich dan Brockbank 2005 (The HR Value Proposition), Robinson & Robin son 2005 (Strategic Business Partner: A Critical Role for Human Resource Professionals), Boudreau & Ramstad 2007 (Beyond HR: The New Science of Human Capital), Ulrich, Brockbank, Johnson, Sanholz & Younger 2008 (HR Competency Mastery), dan sebagainya. Sebuah riset tahun 2005, yang kemudian disajikan dalam sebuah ma jalah dengan judul Why WE Hate HR – ditulis oleh Hammonds – menjelaskan bahwa sebagian besar profesional HR masih jauh dari peran SBP. “Mereka belum mendapat ‘kursi’ dalam ruang konferensi bersama dengan manajemen perusahaan. Kalaupun sudah diberi
18 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
‘kursi’, mereka belum diberi kunci un tuk masuk,” tukasnya.
Peran Sebagai SBP
SBP bisa dikembangkan dan diposisikan untuk mendukung bisnis dengan perspektif dan keahlian yang membantu efektifitas organisasi, ter masuk mengatasi permasalahan terkait HR yang dihadapi para pemimpin senior, seperti: - Berhubungan dengan karyawan atau pemimpin yang tidak tepat menduduki sebuah jabatan atau tidak memiliki kapabilitas yang tepat - Mengidentifikasi dari mana pemimpin masa depan diperoleh - Membantu sebuah team ketika tidak berkinerja tinggi - Membuat unit sales bekerja se cara efektif dengan R&D atau unit produksi - Mengarahkan dan mendapatkan konsensus dari sesi-sesi perenca naan strategis
Cover Story
- Mendesain dan membangun kapabi litas organisasi untuk mengeksekusi strategi - Memecahkan masalah yang muncul dalam kaitan dengan teknologi, manusia, dan kinerja - Meningkatkan inovasi atau kecepat an dalam seluruh proses organisasi Menurut David W. Jamieson, Sue Eklund, dan Bob Meekin dalam tulisan berjudul Strategic Business Partner Role: Definition, Knowledge, Skills & Operating Tension (The Encyclopedia of Human Resources Management Vol. III, 2012), organisasi yang merencana kan transisi dari pola pikir organisasi HR tradisional menjadi sesuatu yang baru, termasuk peran SBP, menghadapi sejumlah isu yang bisa menghambat transisi tersebut sehingga perlu diatasi dengan baik: - Membuat keputusan bahwa isu-isu human capital saat ini sangat pen ting dan perlu diatasi dalam kaitan
-
-
-
-
dengan pertimbangan strategisbisnis lainnya Pindah dari HR dengan peran otoritatif, peran transaksional atau peran pelayanan pelanggan internal menjadi peran kemitraan di mana SBP bekerja sama dengan pemimpin lainnya secara setara Bergerak dari pola pikir berorien tasi kepada masa lalu menjadi lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih inovatif menghadapi tantangan global yang tidak terduga maupun pergeseran teknologi, pasar, dan ekonomi yang cepat Menemukan dan mengembang an profesional HR menjadi SBP yang memahami bisnis organisasi, apa yang dibutuhkan pemimpin fungsional, unit, dan korporat dari perspektif human capital untuk mengeksekusi strategi Memerlukan pengetahuan dan keahlian baru yang berbeda dengan
pekerjaan HR selama ini (misalnya, manajemen perubahan, desain organisasi, inovasi, kreatifitas dan pemecahan masalah) - Memikirkan bisnis dan strategi organisasi terkait implikasinya ter hadap talent, pelanggan utama dan pesaing kunci tanpa benchmarking, keseragaman, konsistensi atau satu solusi untuk semua - Menciptakan kembali reputasi dan kredibilitas baru untuk memberikan nilai dan membantu pemimpin or ganisasi lainnya untuk berhubungan dengan SBP dengan cara baru
Pergeseran Pola Pikir yang Penting
Menciptakan peran SBP bukan hanya mengubah nama jabatan atau memberikan training keahlian baru. Pada dasarnya, SBP membutuhkan pergeseran paradigma yang signifikan untuk menjadi acuan dalam melaksa
Tabel 1.
Empat Area Kompetensi Dengan Pengetahuan dan Keahlian Kunci SBP Foundational OD
Strategic HR
Understanding the Business Partnership
Whole systems change
Talent Management: Selection/recruiting
Company –products, R&D, history, “business of business” Future direction and strategy Environmental trends: society, competitors, customers Value chain
Organization design Strategy development Leadership development
Performance Management Succession management and workforce planning
Group dynamics and team Employee development development Total Rewards Consultative process Technology – cost reduction, Organization assessment improving process, communication, learning Coaching Diversity and inclusion Dynamics of culture domestic and global Conflict management Employee engagement Metrics and analytics
Project management Supply chain and outsourced partners Social and community responsibility Globalization impact Financial – understand profit and growthPerformance metrics
Relationship building (honest, integrity, trust, authentic, transparent) Discovery and articulating value Influence and influencing Ability to articulate a point of view; prepared, studied and sometimes courageous Open, two-way communication (speaker and listener) Seeker and giver of helpful feedback Engage with each other and the work Coach each other on effectiveness Collaborate
Sumber: David W. Jamieson, Sue Eklund, dan Bob Meekin, Strategic Business Partner Role: Definition, Knowledge, Skills & Operating Tension
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 19
Cover Story
nakan pekerjaan maupun berperilaku. • Dari fokus terhadap masa lalu menjadi fokus untuk masa depan. Banyak sekali dari permasala han yang dihadapi saat ini tidak bisa dijawab berdasarkan pengalaman masa lalu karena isu tersebut belum muncul di masa lalu. • Dari fokus terhadap disiplin fungsional menjadi berspektif organisasi. SBP perlu mempela jari kebutuhan strategis organisasi dan menggunakan banyak inovasi, kreatifitas, dan pemecahan masalah untuk menemukan solusi yang unik. Berpikir dari disiplin HR atau Pengembangan Organisasi (OD) saja hanya membantu meraih praktik terbaik dari apa yang pernah kita kerjakan • Dari otoritatif menjadi konsultatif. SBP bekerja secara kemitraan dan setara dengan pemimpin bisnis
D
lainnya sehingga lebih banyak menggunakan praktik konsultatif dan metode mempengaruhi agar mereka memahami perspektif HR dalam kaitan dengan isu bisnis yang sedang dibahas. • Dari pemberi layanan kepada pelanggan internal menjadi mitra untuk pemimpin lainnya. Pergeseran peran ini mem butuhkan pemahaman bagaimana bertindak setara dan bermitra dengan pemimpin fungsi lainnya. • Dari profesional HR/OD dari bisnis menjadi seorang pebisnis dengan perspektif HR/OD. Banyak profesional HR fokus kepada disiplin HR/OD dan menciptakan program, kebijakan, dan proses yang memakan waktu dan tidak menambah nilai. Mereka sering terpengaruh oleh pengeta huan tentang disiplin keilmuan.
Perusahaan membutuhkan orang HR yang memahami isu bisnis dan kemudian bisa menciptakan solusi dengan dampak besar. Profesional HR macam ini lebih didorong oleh kebutuhan strategis dan per syaratan yang dibutuhkan mitra pemimpin lainnya serta mengguna kan berbagai perspektif HR untuk menciptakan solusi yang cespleng. • Dari fokus pada pengukuran aktifitas menjadi hasil berbasis akuntabilitas. Hasil bisa diukur dalam ukuran nilai bisnis, sedangkan HR lebih banyak diukur kepada apa yang sudah dikerjakan, jumlah pegawai yang sudah dipros es, dan sebagainya. Pengembangan ukuran kinerja HR harus bisa menjelaskan hubungan outcome HR dengan matriks bisnis yang dipergu nakan di seluruh organisasi. l SYH
Enam Kompetensi HR Menghadapi Masa Depan
alam buku terbarunya, HR – From Outside In, Six Competencies for the Future of Human Resources, Prof. Dave Ulrich, John Younger, Wayne Brockbank, dan Mike Ulrich, mendefinisikan 6 kompetensi utama HR dalam mengha dapi tantangan masa depan. Keenam kompetensi tersebut diperoleh dari hasil riset terhadap 20.000 responden di selu ruh dunia. Para responden (profesional HR dan pejabat terkait) menyelesaikan asesmen kompetensi HR yang mencakup 140 jenis perilaku dan pengetahuan. Keenam kompetensi tersebut tersaji dalam Gambar 2.
Gambar 2. Enam Kompetensi HR Masa Depan 20 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
Cover Story
Credible Activist
Profesional HR dalam fungsi perusahaan berkinerja tinggi ada lah aktivis yang kredibel. Mereka mengerjakan apa yang mereka ucap kan. Hasil berbasis integritas terse but menjadi fondasi dari kepercayaan pribadi yang menjelma menjadi kredi bilitas profesional. Mereka memiliki keahlian interpersonal yang efektif. Mereka fleksibel dalam mengem bangkan hubungan positif dengan pemangku kepentingan kunci. Mereka bisa menerjemahkan hubungan positif tersebut menjadi pengaruh yang berkon tribusi kepada hasil bisnis. Mereka juga mengambil posisi yang kuat tentang isu bisnis yang ditopang oleh data yang solid dan pendapat yang berkualitas.
Strategic Positioner
Profesional HR berkinerja tinggi memahami konteks bisnis global – trend sosial, politikal, ekonomi, lingkungan, teknologi, dan demografi yang berkaitan dengan bisnis – dan menerjemahkan trend ini menjadi implikasi bisnis. Mereka memahami struktur dan logika industri dan dinamika persaingan dari pasar yang mereka layani, termasuk trend pelanggan, pesaing, dan pemasok. Mereka kemudian mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam mengem bangkan visi pribadi bagi masa depan perusahaan. Mereka berpartisipasi dalam mengembangkan strategi bisnis berfokus kepada pelanggan dan dalam menerjemahkan strategi bisnis menjadi rencana dan tujuan bisnis tahunan.
Capability Builder
Di level organisasi, profesional HR yang efektif menciptakan, mengaudit, dan mengorkestrasikan organisasi yang efektif dan kuat dengan membantu mendefinisikan dan membangun kapa bilitas organisasi. Kapabilitas mencer minkan kekuatan sebenarnya dari perusahaan untuk dikenali orang lain. Kapabilitas ini menentukan perilaku atau kinerja dari setiap manajer atau
Human Resources Innovator dan Integrator
sistem yang diterapkan. Ka pabilitas tersebut, di antaranya, inovasi, kecepatan, fokus terhadap pelanggan, efisiensi, dan penciptaan makna serta tujuan di tempat kerja. Profesional HR bisa membantu manajer lini mencip takan makna sehingga kapabilitas organisasi merefleksikan nilai-nilai inti dari karyawan.
Change Champion
Profesional HR yang efektif mengembangkan kapasitas organisasi untuk berubah dan menerjemahkan kapasitas tersebut menjadi proses dan struktur proses perubahan yang efektif. Mereka menjamin adanya integrasi tanpa kambuh (seamless) dari proses perubahan yang menghasilkan keung gulan kompetitif secara berkelanjutan. Mereka membangun kasus untuk diubah berdasarkan realitas pasar dan bisnis, dan mengatasi resistensi untuk berubah dengan melibatkan pemangku kepen tingan kunci dalam keputusan kunci dan membangun komitmen penuh untuk implementasi. Mereka mempertah ankan perubahan dengan menjamin ketersediaan dari sumberdaya yang diperlukan, termasuk waktu, manusia, modal, informasi, dan dengan mengam bil pelajaran dari kesuksesan dan kega galan selama ini.
Pada level organisasi, kompetensi utama dari profesional HR yang efek tif adalah kemampuan untuk berino vasi dan mengintegrasikan praktik HR pada isu-isu bisnis yang paling penting. Profesional HR yang berkinerja tinggi menjamin hasil bisnis yang diinginkan diprioritas kan dengan jelas, bahwa kapabili tas organisasi yang diperlukan dikonsepkan dan dioperasion alkan dengan baik, dan bahwa praktik, proses, struktur, dan prosedur HR diselaraskan untuk menciptakan dan mempertahankan kapabilitas organisasi. Inovasi dan integ rasi praktik, proses, dan struktur HR mengarahkan HR untuk benar-benar memberi dampak kepada hasil bisnis.
Technology Proponent
Selama beberapa tahun, profesional HR telah menerapkan teknologi untuk pekerjaan dasar HR. HRIS telah diter apkan untuk meningkatkan efisiensi proses HR. Belakangan ini terjadi perubahan dramatis dampak teknologi terhadap profesional HR. Pada level organisasi, profesional HR berkinerja tinggi terlibat dalam 2 kategori tambah an dari penerapan teknologi. Pertama, profesional HR menggunakan teknologi media sosial untuk membantu karyawan terhubung satu sama lain. Mereka mem bantu keterhubungan pegawai dalam perusahaan maupun keterhubungan karyawan dengan pelanggan. Kedua, dalam perusahaan berkinerja tinggi, profesional HR semakin memiliki peran dalam sistem informasi manajemen. Ini termasuk mengidentifikasi informasi yang perlu menjadi fokus, mengemas informasi menjadi pengetahuan yang berguna, memanfaatkan pengetahuan tersebut menjadi keputusan kunci, dan menjamin keputusan tersebut sudah dikomunikasikan dan diterapkan secara jelas. l SYH
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 21
Cover Story
Apa Kata Mereka? M. Ridjal,
Assistant GA & Human Capital Director Krakatau Steel
HR Dilibatkan dalam Setiap Keputusan
M
elakukan adaptasi atau perubahan terhadap profil kompetensi sesuai tuntutan dan kinerja personil di fungsi HR yang diukur dengan scorecard yang dikaitkan dengan business value merupakan konsekuensi yang dihadapi Krakatau Steel ketika me nerapkan fungsi HR sebagai Strategic Business Partner (SBP). HR tidak lagi hanya ber fungsi administratif menan gani data kepersonaliaan, atau sekadar pemberian jasa layanan ketenagakerjaan. Tapi, seharusnya menem patkan fokusnya kepada fungsi strategis sebagai mitra bisnis dan konsultan internal dalam memberikan solusi mengenai permasalahan yang terkait dengan SDM di sebuah perusahaan. “Fungsi SDM dikatakan sudah diang gap sebagai SBP jika telah dan selalu dilibatkan dan berkontribusi dalam aktifitas korporasi sejak penetapan visi, misi dan strategi korpo rasi sehingga memunculkan human capital strategy yang akan di-deploy ke dalam Human Capital Process. Tidak hanya sebagai supporting function atau administratif, ,” ujar M. Ridjal, Assistant GA & Human Capital Director Krakatau Steel menjawab pertanyaan seputar sejauhma na fungsi HR perusahaan bisa dikategorikan sebagai SBP. Ridjal menjelaskan, secara umum ada dua sisi strategi untuk menjadikan fungsi HR menjadi SBP yaitu sisi internal dan sisi eksternal. Sisi internal adalah meny iapkan personil SDM (khususnya pada level menengah ke atas) yang memiliki wawasan mengenai bisnis dan manajemen yang memadai, tidak hanya paham mengenai masalah SDM semata. “Sedangkan sisi eksternal adalah 22 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
mem-promote isu SDM menjadi isu korpo rasi sehingga mendapatkan porsi yang setara dengan isu-isu korporasi lainnya, misalnya seperti Production, Marketing dan Finance,” Ridjal menjelaskan hal ini. Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh fungsi HR perusahaan untuk menjadi SBP. Tahapan pertama adalah fungsi HR lebih dari sekadar menjalankan fungsi admin istratif. Tahapan kedua, fungsi HR juga mengelola talent. Tahapan ketiga adalah mengembangkan keterampilan yang terkait dengan strategi bisnis dan tahapan tera khir adalah menjadi partner strategis bagi CEO. Jika se mua tahapan sudah tercapai, maka perusahaan tersebut baru bisa dikategorikan telah menjalankan fungsi HR sebagai SBP. “Indikator yang paling jelas ketika sebuah perusahaan telah menjalank an fungsi HR sebagai SBP adalah ketika fungsi HR se lalu dilibatkan dalam setiap keputusan strategis korpo rasi. Selain itu, isu-isu HR dianggap paling penting dan selalu mendapatkan porsi serta dibahas secara khusus dalam setiap executive meeting,” paparnya kembali. Ridjal mengingatkan, ada beberapa syarat agar fungsi HR sebuah perusahaan bisa dianggap sebagai SBP yaitu harus merekonstruksi fungsi SDM dengan memisahkan tugas-tugas administratif dari aktifitas yang memiliki nilai strategis, memiliki standard skill dan kompetensi personil SDM yg jelas yang diper syaratkan sebagai SBP, dan memiliki pola kaderisasi yang dapat menjamin ketersediaan SBP personnel. Jika semua syarat telah dilakukan, maka konsekuensi yang akan diterima perusahaan adalah perusahaan akan melakukan adaptasi (perubahan) terhadap profil kompetensi sesuai tuntutan sebagai SBP dan kinerja personil di fungsi SDM diukur dengan scorecard yang dikaitkan dengan business value. l RS
15 November - 15 Desember 2013
Cover Story
Apa Kata Mereka? dan manajemen proyek secara dini. Human Capital & GA Director Semen Indonesia Menjalankan fungsi HR sebagai SBP bukan perkara mudah. Diakui Bambang, ada beberapa tahapan trategic Business Partner (SBP) merupakan sebuah yang harus dilakukan HR di SI. Langkah pertama adalah konsep pergeseran paradigma dimana tugas dan dengan melakukan penguatan di HR Architecture (Arsitek fungsi HR di sebuah perusahaan mengalami Sistem Manajemen SDM). “Langkah kedua yaitu pengua pergeseran. Dahulu, HR identik dengan bagian perso tan kompetensi HR Proffesional, terutama di level HR nalia. Namun sekarang fungsi HR berkembang tidak Manager atau HR Executive,” jelas Bambang. Berikutnya hanya sebagai personalia adalah dengan membentuk tetapi juga sebagai part Direktorat SDM dalam ner bisnis. Demikian susunan Direksi dan juga dengan fungsi HR di terakhir adalah dengan Semen Indonesia (SI) yang melibatkan fungsi SDM kini telah bergeser menjadi dalam rapat-rapat pengam SBP. “Dengan ditetapkan bilan keputusan strategis. nya posisi Direktur SDM “Yang terpenting, syarat pada susunan Board of nya harus terpenuhi. HR Directors sejak tahun 2010, harus memiliki kapabilitas maka fungsi SDM ham dalam menjawab tantan pir selalu terlibat dalam gan bisnis dari persepektif keputusan-keputusan SDM, dengan menyiapkan strategis perusahaan,” ujar Human Capital Readiness Bambang Sugeng, Human yang tinggi serta sistem Capital & GA Director Se manajemen SDM yang men Indonesia. Fungsi HR selaras pada setiap inisiatif di SI disebut sebagai SBP strategis perusahaan,” sekarang ini berada pada tukasnya. tingkat 4 skala 5. Dikatakan lebih lanjut, Strategi yang ditetap fungsi HR sebagai SBP HR harus memiliki kapabilitas dakan fungsi HR di SI yaitu baru bisa dinilai berhasil dengan melibatkan diri lam menjawab tantangan bisnis dari jika beberapa indika dalam proses perumusan persepektif SDM, dengan menyiap- tor terpenuhi yaitu ada business plan dan business atau tidaknya Direktur kan Human Capital Readiness yang SDM, dalam rapat-rapat strategy serta menyusun HR strategy yang selaras tinggi. strategis Departemen HR dengan Business Strategy. dilibatkan dan selalu ada Sebagai contoh, HR di SI memberikan inisiatif strategis strategi fungsional SDM di samping business strategy. ekspansi regional diterjemahkan dalam penyiapan SDM Ketika disinggung konsekuensi dari status SBP terha dengan peningkatan kompetensi merger & acquisition, dap kompetensi dan kinerja pegawai pada fungsi HR, pengembangan kemampuan berbahasa dan penyiapan Bambang menegaskan bahwa konsekuensinya adalah paket kompensasi yang kompetitif pada pasar regional. perusahaan harus memiliki kompetensi HR Proffessional Selain itu, HR juga memberikan inisiatif strategis pe yang tinggi, agar dapat secara proaktif menjawab tantang ngembangan kapasitas diterjemahkan dalam penyiap an an strategi bisnis dengan inisiatif manajemen SDM yang SDM dengan perencanaan dan rekrutmen yang antisipatif selaras. l RS dan meningkatkan kompetensi teknis rancang bangun
Bambang Sugeng,
Terlibat dalam Perumusan Business Plan dan Business Strategy
S
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 23
Cover Story
Satyo Fatwan
Managing Partner Dunamis Organization Services
Perusahaan Jadi Lebih Lincah
C
ap Strategic Business Partner (SBP) bagi sebuah perusahaan untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut lebih prestise adalah hal yang lumrah. Hal ini ditegaskan oleh Satyo Fatwan, Managing Partner Du namis Organization Services. “Perusahaan yang fungsi HC nya sudah menjalankan fungsi SBP, maka akan dikenal se bagai perusahaan yang kuat dan perusahaan menjadi lebih lincah karena siap menghadapi perubahan,” ujar Satyo. Sayangnya, menjalankan SBP bukan perkara yang gampang. Dibutuhkan seorang HC yang bukan hanya handal di sisi HC practice, tetapi juga mengerti tentang what business are we in dan mampu memberikan solusi beru pa insiatif HC yang mampu menjawab kebutuhan organisasi dalam mencapai cita-citanya. “Ciri-cirinya bisa terlihat, jika orang HC selalu dilibatkan dalam membahas hal-hal yang bersifat strategis dengan jajaran direksi, atau menjadi inisiator dalam melaku kan perubahan baik untuk people dan organisasi yang akan mensukseskan kinerja organisasi,” jelasnya. Bagaimana cara untuk men jadi SBP? Menurut Satyo seharus nya langkah pertama yang harus dilakukan adalah para pemimpin yang ada di organisasi ma sing-masing harus berkumpul duduk untuk memetakan diri dalam konteks organisasi. Hal ini dilakukan untuk memahami kebutuhan key stakeholder, tren bisnis ke depan, serta menetapkan visi, misi dan inisiatif HC. Dengan begitu, keterlibat an HC akan memberikan nilai tambah dan dirasakan oleh penentu keputusan di organisasi tersebut. “Ban yak organisasi ingin terlihat seksi dengan adanya SBP, tapi pekerjaan yang basic-nya tidak 24 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
terurus, misalnya menggaji karyawan masih banyak yang salah, ada absensi salah catat, atau karyawan yang sudah 15 tahun bekerja tidak jelas pengembangan karirnya. Pada lah syarat mutlak untuk menjadi SBP adalah basic HC-nya harus excellence alias administrative expert,” ujarnya. Kemudian, HC tidak hanya diam di tempat tapi juga harus menjemput bola. Artinya, orang HC secara proaktif menanyakan aspirasi-aspirasi di fungsi-fungsi yang lain, dan memberikan solusi dari permasalahan yang muncul ke pada pimpinan perusahaan sebagai masukan untuk strategi pengembangan organisasi. “Misalnya jika organisasi ingin membuka cabang sebanyak-banyaknya, maka orang HC harus secara proaktif memberikan masukan kepada presi den direktur tentang siapa saja orang dalam yang siap memimpin cabang tersebut, berapa formasi yang dibutuh kan oleh cabang tersebut, memberikan analisa alternatif termasuk dampaknya bagi perusahaan, contohnya seperti prediksi biaya SDM dibandingkan profit yang akan diperoleh,” paparnya kembali. Risiko yang seringkali muncul saat terjadi pe rubahan terutama dalam hal teknologi. Dimana orang HC harus menjadi agen perubahan, berperan serta menjadi arsitektur perubahan dan membuat sistem yang membuat orang di dalamnya menjadi orang pembelajar yang selalu bisa meng hadapi dan berpartisipasi dalam se tiap perubahan, orang-orang yang sudah terbiasa dengan teknologi lama dialihkan ke teknologi baru. “Di industri telekomunikasi, banyak sekali yang masih ber sifat tekstrial, mereka masih menggunakan kabel dan lainlain. Bukan salah mereka jika kehebatan mereka ini tidak akan banyak yang dipakai di masa mendatang,” tukasnya. Ada semacam kewajiban dari HC untuk memberitahu dan melatih orang-orang mer eka ke teknologi yang baru. “Kalau HC sudah seperti itu, artinya HC sudah bisa menja di SBP. Sayangnya, kebanyakan belum seperti itu karena fungsi HC masih berstatus menunggu. Jadi setelah diputuskan, HC baru lakukan ini itu,” kata Satyo.
15 November - 15 Desember 2013
lRatri Suyani
Cover Story
Apa Kata Mereka? Evita M. Tagor
Direktur SDM Pertamina
Diperlukan Kapabilitas untuk Pahami Bisnis
T
ransformasi secara besar-besaran yang dilakukan Pertamina membuat direktorat Human Resources (HR) Pertamina menghadapi sekelumit tantan gan yang semakin komplek baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terkait dengan visi Pertamina untuk menjadi Asian Energy Champion sehingga HR harus berperan sebagai Strategic Business Partner (SBP). “Pertamina sudah melakukan restrukturisasi besar-besa ran sejak 4 tahun lalu untuk menjadi world class company sehingga kami menyiapkan semuanya,” ujar Evita M. Tagor, Direktur SDM Pertamina ketika dijumpai Human Capital Journal di kantornya. Pertama adalah dengan membagi organisasi menjadi dua bagian yaitu operational type dan strategic type. Operational type bersifat day today work. Sedang kan strategic type bertugas memikirkan bagaimana pengembangan perusahaan dan karyawan serta bagaimana mengatur HR menjadi business partner yang baik. Menurut Evita, dalam pembagian menjadi dua fungsi besar tersebut, tercipta HR Business Partner yang bertugas sebagai liason ke Bussiness Partner sehingga ia dan tim mulai menyiapkan karakteristik orangorang HR yang sesuai dengan kebutuhan. “Misalnya untuk HR Operation, beberapa keahlian seorang HR Operation harus segera dimiliki seperti sistem informasi, kemampuan mengolah data dan lain-lain,” tutur Evita. Begitu pula dengan fungsi HR lain nya seperti mengerti tentang hukum dan undang-undang ketenagakerjaan, memahami bisnis proses perusahaan dan bersertifikasi. Diakuinya, tidak mudah menjalankan fungsi HR sebagai SBP bagi perusahaan. Pertama, orang HR sendiri harus punya kapabilitas untuk mengerti dan memahami bisnis itu sendiri. “Pandangan saya, menyesuaikan antara kebutuhan bisnis dengan kebutuhan SDM seringkali tidak selalu sejalan. Bisnis itu kalau bisa hari ini dia minta, hari ini juga dia akan jalankan karena bisnis bermain dengan opportunity,” Evita menjelaskan hal ini. Sedangkan HR seperti halnya dengan supporting lainnya, harus bermain
dengan aturan. Namun HR juga harus mengerti tentang business accumen dan harus bisa berstrategi. Selain itu, HR harus bisa memberikan solusi atau alternatif serta bisa menjadi motivasi atau inspirasi bagi bisnis dan team supporting lainnya. “Alternatif-alternatif ini dulu tidak pernah diberikan HR,” imbuhnya. Selain harus menyiapkan SDM-nya, HR juga harus punya succession planning yang jelas. “Iya harus kami akui bahwa BUMN itu memang unik, tapi suksesor tetap harus ada, minimal harus ada 3 suksesor untuk satu posisi dan pemilihannya dengan melalui assessment independen,” akunya. Jika berdasarkan kamus kompetensi yang ada di Pertamina masih terdapat gap kompetensi, maka akan diberikan individual development program untuk mengisi
kompetensi yang diperlukan. Tantangan yang dihadapi HR ketika mulai men jalankan fungsinya sebagai BSP diakui Evita cukup berat. Tantangan pertama adalah ketika bisnis mempunyai rencana berbeda dengan rencana HR sehingga HR harus bisa memberikan pemahaman kepada orang-orang bisnis. Teknologi seperti system informasi adalah sebuah keharu san yang harus dimengerti HR. “Yang terberat adalah kemampuan dari HR business partner untuk memahami dan memberikan informasi kepada perusahaan bahwa yang dia lakukan itu lazim atau tidak lazim, best practice atau non best practice,” kata Evita sambil menegaskan bahwa sebuah organisasi sudah dibilang sukses menerap kan fungsi SBP jika pendapat HR menjadi salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. l Ratri Suyani Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 25
Cover Story
Transformasi Fungsi :
Dari Administrasi menjadi Strategi
E
ra globalisasi yang sedang ber cost center) yaitu lebih banyak mengelu langsung saat ini memberikan arkan dari pada menghasilkan. Namun pengaruh yang cukup signifikan di era perkembangan bisnis yang sangat terhadap iklim perekonomian cepat ini, menyebabkan HR dituntut yang berdampak pada perkembangan untuk merubah perspektif administrasi dunia bisnis yang tersebut menjadi HR semakin hari perge yang berfungsi sebagai rakannya semakin Strategic Business cepat dan kompleks. Partner (HR SBP). Perkembangan bisnis HR Strategic ini menuntut semua Business Partner pada bagian dari organ dasarnya merupakan isasi untuk bergerak salah satu dari empat cepat dan masingperan baru HR yang masing memberikan harus dipraktekkan kontribusi sesuai oleh HR dan para Oleh dengan tujuan yang praktisinya, dengan Ranti Wulandari telah ditetapkan tujuan keberadaan HR HR practitioner oleh perusahaan. di dalam perusahaan Tidak terlepas dari dapat memberikan peran serta Human hasil dan mencipta Resource di perusahaan yang juga tun kan keuntungan (Ulrich, 2005 dalam tutannya semakin tinggi untuk menjadi bukunya The HR Value Proposition). HR mitra bisnis strategi/Strategic Business sebagai Strategic Business Partner ini Partner (Stone, J : 1998). Dengan kondisi sendiri dapat diartikan sebagai proses ini, peran HR yang semula hanya bersifat dimana HR bekerja sama dengan para tradisional (adminstratif) dituntut untuk pemimpin bisnis atau manager lini untuk bertransformasi menjadi HR dengan mencapai tujuan organisasi bersama, fungsi strategik. dengan ikut terlibatnya HR dalam Seperti yang kita ketahui bahwa HR pengambilan keputusan-keputusan yang yang bersifat tradisional ini disebabkan bersifat strategis di perusahaan dan men oleh jenis pekerjaannya yang lebih ba jadikan strategi tersebut sebagai bagian nyak mengurusi administrasi personalia dari strategi perusahaan untuk mewujud seperti administrasi perekrutan, pemba kan visi perusahaan. Sehingga HR dapat yaran upah, penghitungan cuti, absensi, menjadi bagian yang tidak hanya sebagai penggantian biaya kesehatan, pembuat cost tetapi juga mampu melakukan fungsi an peraturan perusahaan, membentuk kontrol biaya dan sekaligus memberikan kerjasama dengan Departemen Ketena nilai tambah (Ulrich, 2005). gakerjaan, menyelesaikan perselisihan Untuk menjalankan fungsinya sebagai antara perusahaan dengan karyawan Strategic Business Partner maka HR dan atau serikat pekerja dan berbagai jenis para praktisinya dituntut untuk memi pekerjaan administrasi lainnya. Dengan liki kemampuan-kemampuan sebagai fungsi-fungsi tersebut sehingga memun berikut: culkan pandangan bahwa HR merupakan 1. Memunculkan inisiatif-inisiatif pusat biaya administratif (administrative program yang sejalan & mendukung 26 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
pencapaian tujuan perusahaan. 2. Dapat berperan sebagai fasilitator dalam perumusan strategi perusa haan dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan. 3. Mampu menerjemahkan strategi bis nis yang telah ditentukan oleh peru sahaan dan dapat mempraktekannya kedalam tindakan nyata di lapangan. 4. Mampu memberikan masukan kepa da pelaku bisnis yang dapat menjadi nilai tambah bagi tim departemen bisnis tersebut. Jika ditarik kesimpulan dari ke mampuan yang diharapkan dimiliki oleh Strategic Business Partner tersebut maka pada dasarnya HR dituntut untuk dapat ikut serta dalam mencapai visi perusa haan dengan menerjemahkan strategi bisnis dan mengimplementasi sistem manajemen tersebut sesuai dengan tujuan perusahaan. Implementasi tersebut dapat berupa pembuatan Balanced Scorecard, dimana HR dapat menggambarkan peta strategi perusahaan dengan jelas. Mulai dari sasaran di setiap level perusahaan yang kemudian dapat diturunkan sampai level paling bawah (staf/operator), dengan menentukan KPI (Key Performance Indicator) masing-masing posisi/bagian. Sehingga dengan beralihnya fungsi HR yang semula sebagai administrasi men jadi HR dengan fungsi sebagai Strategic Business Partner menjadikan Karyawan (people) sebagai penggerak utama roda organisasi dan sistem organisasi berperan menjadikan tindakan yang dilakukan oleh karyawan lebih efektif di dalam organisasi. l
Firstasia Consultants. Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
Profile
P
amor pria kelahiran Bandung 24 Maret 1965 ini melam bung setelah program pelatihannya berti tel ESQ (Emotional Spriritual Quetient) menjadi booming di mana-mana. Namun, tetap saja ada satu hal yang masih meng ganjal hatinya. “Saya ingin mimpi saya yaitu Indonesia Emas 2020 terwujud,” tukas pemi lik nama lengkap Ary Ginanjar Agustian. Apa maksudnya?
Ary Ginanjar Agustian
Berharap Sufi Korporat di Indonesia Bertambah yang dipelajari, serta perenungannya, ia menulis sebuah buku yang sangat fenomenal “ESQ: Rahasia Sukses Mem bangun Kecerdasan Emosi & Spiritual”. Di dalam buku tersebut ia menyam paikan gagasan bahwa kecerdasan Human Capital No. 29 n Tahun III
Foto : Santhi Serad
Ayah enam anak ini adalah seorang motivator Indonesia dan juga seorang tokoh pembangunan karakter yang telah berkecimpung di dunia bisnis selama lebih dari 25 tahun. Melalui pengalaman nyata dalam dunia bisnis, buku-buku
n
15 November - 15 Desember 2013 27
Profile
intelektual (IQ) saja tidak cukup. “Dulu orang berfokus pada IQ sehingga orang dengan intelektual yang tinggi diang gap berhasil. Tapi setelah tahun 2000, orang yang sukses banyak mengalami ‘kekeringan jiwa’, mereka tidak bahagia dan memerlukan pencerahan,” tutur Ary yang pernah mengajar selama 7 tahun di Politeknik Universitas Udayana Bali. Kemudian muncul kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) sehingga seolah-olah dunia terpecah menjadi tiga bagian. ESQ mencoba menggabungkan tiga konsep tersebut menjadi satu karena menu rutnya mereka yang kaya belum tentu bisa bahagia atau yang miskin adalah sengsara.. “Buat saya, untuk menjadi seseorang yang berhasil tidak hanya dibutuhkan IQ, tapi diperlukan juga EQ yang akan memberikan keterampilan dalam bersosialiasi dan berhubungan dengan orang lain, serta SQ yang akan memberikan jawaban atas eksistensi diri,” paparnya antusias. Untuk meng gabungkan ketiga kecerdasan tersebut, dirancanglah sebuah konsep yang dis ebutnya The ESQWay165, yaitu sebuah konsep pembangunan karakter yang komprehensif dan integratif berdasarkan 1 nilai universal, 6 prinsip pembanguan mental, dan 5 langkah aksi. Sebuah terobosan tidak akan bisa bergaung jika tidak diiringi doa dan usaha yang keras. Diakui Ary, pertolong an Tuhan dan menghadapi tantangan dengan sabar merupakan hal yang utama sehingga ESQ bisa tetap ber tahan. “Memang bukan perkara mudah. Tidak saja dengan usaha saja, semua karena Allah SWT juga. Saya bersyukur, hasil kerja keras melakukan training ESQ ke berbagai tempat akhirnya mem buahkan hasil yang manis. ESQ dikenal dimana-mana dan kini sudah ada di beberapa Negara termasuk Singapura dan Malaysia,” imbuh peraih The Most Powerful People and Ideas in Business oleh majalah SWA tahun 2004 lalu. Selama satu dekade pertama, yaitu 2001 sampai 2011, ESQ hanya single
product yaitu training spiritualitas ESQ 165. Itu yang terus dilakukan selama kurang lebih 6000 angkatan. Kemudian di dekade kedua, tuntutan masyarakat berubah yaitu dari single product dan single training menjadi multi product dan multi training. Selain itu, kini ESQ bersifat customer oriented, tidak lagi product oriented dan tetap melalui tiga pendekatan yaitu IQ, EQ, dan SQ. “Dulu ESQ product driven (membuat produk baru memikirkan bagaimana menjual nya). Sekarang tak bisa lagi karena kom petitor sudah banyak, jadi harus market driven (produk perlu dirancang dengan berfokus pada minat dan kebutuhan pasar). Artinya kita harus bisa me menuhi keinginan masyarakat. Itu yang membuat ESQ bisa berubah,” tegasnya. Ary mengakui, untuk mengubah konsep tersebut tidaklah mudah. Perta ma image masyarakat setiap kali menilai ESQ langsung ingat nangis atau tobat. Padahal ESQ harus menjelaskan bahwa ESQ tidak lagi seperti itu. ESQ bisa membantu korporasi dengan mengukur dan membangun budaya perusahaan, meningkatkan service excellent dan sebagainya, tapi tetap berbasis spiritu alitas. Kemudian tiba di era pancaroba yang dihadapi selama tiga tahun terakhir yaitu di mana terjadi penurunan dari sisi pendapatan. Sejalan dengan berkembangnya ESQ, Presiden Direktur PT Arga Bangun Bangsa mendirikan gedung Menara 165 yang unik, yaitu di atapnya terda pat tulisan Allah. Hal ini dilakukan karena ia ingin memberi kesan kepada semua orang bahwa di atas hal yang berhubungan dengan intelektual dan emosional adalah Tuhan. “Artinya apa? Saya ingin mengatakan bahwa semua itu harus tetap kembali pada Tuhan, apalagi setelah melihat permasalahan sosial di mana-mana, semua akhirnya kembali ke Tuhan. Anda lihat sendiri, banyaknya masalah hukum, masalah politik, korupsi, ketidakadilan, dan lain-lain. Dari situ kelihatan bahwa ada sebuah kecerdasaran spiritual yang ditinggal
28 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
“Itu adalah obsesi saya. Saya ingin Indonesia yang berkarakter, yaitu Indonesia yang jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli. Ketika 7 Budi Utama itu dilaksanakan, maka akan lahir polisi yang jujur, pegawai negeri yang jujur, jaksa yang amanah, anggota DPR yang jujur, pelajar yang jujur,” kan. Dengan adanya Menara 165 ini saya berharap munculnya kebenaran hakiki, runtuhnya segala kepentingan, lahirnya kecerdasan spiritual secara universal. Harapan saya generasi yang akan datang sadar dan menempatkan Allah di atas segala-galanya meskipun mereka sedang sibuk mengurus bisnis,” papar Ary seraya menambahkan bahwa selama ini banyak gedung yang menempatkan masjid/mushola di basement. Krisis moral masih menjadi perso alan serius dan menjadi tantangan berat bagi semua pihak. “Masalah ini muncul karena mindset bangsa Indonesia yang membagi antara bisnis dengan religi. Artinya, kalau ingin focus di agama,
Profile
mereka harus tinggalkan bisnis. Begitu juga sebaliknya sehingga banyak pula mereka yang dikategorikan sebagai ke lompok bisnis cenderung meninggalkan Tuhan dan akhirnya mereka meninggal kan kode etik dan malah bersikap tidak jujur dan tidak adil,” tukas lulusan STP Bandung, Universitas Udayana Bali dan Tafe College Adelaide, Australia. Di satu sisi, orang spiritual menjadi terpasung sehingga tidak bisa ikut dalam dunia bisnis. Karena itu, dibutuhkan sufi korporat yang bisa bertahan di dunia bisnis namun tetap mengedepankan Tuhan dan ajaran-Nya. “Saya bilang sufi korporat karena hatinya sufi tapi hidup di dunia bisnis. Sufi korporat
mampu menegakkan kejujuran di tengah tawaran bisnis yang menggiurkan dan membuatnya bisa berbuat kesalahan. Mereka bisa bertahan dengan kejujuran di tengah pertarungan bisnis,” tambah mantan juara karate tingkat nasional dan peraih medali perunggu di Interna tional Tournament Samurai Toyama Na kamura Ryu di Yokohama, Jepang, serta menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan sabuk hitam Samurai Nakamura Ryu. Training ESQ menu rutnya bersifat membantu agar para pebisnis bisa bertahan di dunia bisnis dengan kejujuran. Ia memang sengaja tidak menggunakan simbol-simbol keagamaan agar bisa diterima secara
universal. Harapannya, visi Indonesia Emas 2020 bisa terwujud. “Itu adalah ob sesi saya. Saya ingin Indonesia yang berkarakter, yaitu Indonesia yang jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, ker jasama, adil dan peduli. Ketika 7 Budi Utama itu dilaksanakan, maka akan lahir polisi yang jujur, pegawai negeri yang jujur, jaksa yang amanah, anggota DPR yang jujur, pelajar yang jujur,” ujar peraih gelar Doctor Honoris Causa di bidang pendidikan karakter oleh Univer sitas Negeri Yogyakarta sebagai peng hargaan atas konsep The ESQWay165 sebagai metode pembangunan karakter. l Ratri Suyani
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
Ratri Suyani
foto-foto : Dok. ESQ
15 November - 15 Desember 2013 29
30 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
Periscope
The
“A”Team
(Bagian 2 dari 2 tulisan)
APPROACH
Continuous Inprovement
Transformation
Strategic Purpose Top-line Revenue
1. Keselarasan
Growth
Innovation
Productivity
Re-engineering
FOCUS Bottom-line Profit
tersebut sebagai dasar akan bisa disusun langkah-langkah strategis untuk menda patkan tim kerja yang efektif dengan mencoba mengidentifikasikan faktorfaktor penting yang mendorong efektivi tas tim sebagai berikut:
Strategi Pengembangan Tim untuk peningkatan Kinerja
M
atriks Pengembangan Strategis di atas dikem bangkan oleh Leadership Management International. Berbeda dengan pemikiran dan pandangan pada umumnya dimana 4 bagian matriks tersebut memiliki tahapan masing-masing, perusahaan justeru perlu memperhatikan 4 bagian dari matriks tersebut secara bersamaan. Artinya bahwa perusahaan diharapkan tidak hanya fokus pada salah satu bidang strategi pertumbuhan misalnya tanpa mempertimbangkan strategi untuk peningkatan efisiensi dan/atau produk tivitas. Keseimbangan selalu diperlukan agar tidak ada satu bidang pun yang dilewat kan dalam pengembangan strategi. Bila kita melihat pada matriks tersebut, ada 2 pendekatan dan 2 fokus dalam strategi pengembangan kinerja perusahaan. Pendekatan pertama adalah melalui pe
Dalam upaya untuk mendapatkan kinerja optimal, setiap anggota tim se lain perlu memiliki pemahaman tentang sasaran-sasaran dalam tim dimana mereka ada, juga diperlukan pemaham an tentang bagaimana kinerja mereka dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Misal nya saja tim penjualan dan pemasaran dalam mengupayakan pertumbuhan penjualan melalui pertambahan luasan geografis perlu bekerjasama dengan baik dengan tim dari kepersonaliaan dalam hal rekrutmen dan pelatihan. Mungkin saja perlu dilakukan perubahan sistem yang akan melibatkan tim-tim lain dalam perusahaan. Jadi sangat diperlu kan keselarasan antara sasaran-sasaran tim dengan sasaran-sasaran perusahaan secara keseluruhan.
2. Perspektif
Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach
ningkatan berkesinambungan atau continuous improvement. Pendekatan kedua adalah melalui transformasi. Sedangkan fokus memang selalu pada top-line yaitu penjualan dan pada bottom-line yaitu profit. Dengan mempergunakan matriks
Seringkali hanya faktor kompetensi, keterampilan dan keahlian yang menjadi pokok bahasan dalam pengembangan tim padahal sangat diperlukan pem bahasan dari berbagai perspektif lain. Perkembangan pasar yang demikian dinamis dan cepat membutuhkan para pemimpin yang memiliki perspektif luas, mencari informasi-informasi dari luar yang akan menambah wawasan, dan tentunya para pemimpin yang mau mendengarkan masukan maupun kritik yang konstruktif.
3. Sumber Daya
Motivasi, ambisi dan inisiatif sangat diperlukan agar perusahaan mampu
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 31
Periscope
berkembang mengikuti dan/atau men dahului perkembangan pasar. Berbagai upaya-upaya inovasi seringkali kandas bukan karena faktor teknis pelaksanaan akan tetapi karena banyak perusahaan justeru “kehabisan nafas” dalam me masarkan hasil inovasi mereka. Peren canaan yang baik dalam pengelolaan sumber daya akan sangat menentukan kesuksesan perusahaan. Dunia usaha merupakan sebuah arena perlombaan setiap waktu namun seperti pada dunia olahraga sepakbola misalnya sebuah cedera bahu mungkin berpengaruh pada kemampuan atlit tersebut namun cedera pada lutut bisa mengakhiri karir sebagai pemain sepakbola. Sehingga sebagai pemimpin, anda mesti mampu meng atur penggunaan sumber daya secara optimal, bukan maksimal.
4. Efisiensi dan Produktivitas
Peningkatan penjualan signifikan yang tidak diikuti oleh upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi tidak akan menghasilkan profitabili tas yang diharapkan. Faktor ini sangat berkaitan erat dengan langkah-langkah dalam penggunaan sumber daya. Fokus yang berlebihan dalam efisiensi dan produktivitas mungkin dapat memberikan hasil sangat baik da lam jangka pendek namun bisa beraki bat fatal untuk jangka menengah dan panjang. Apalagi bila upaya-upaya untuk mencapai efisiensi dan produktivitas tersebut tidak dilandasi oleh sarana dan prasarana yang memadai.
5. Daya tahan
Selalu diperlukan penyusunan ren cana B atau bahkan rencana C bahkan hampir semua perusahaan besar memi liki rencana Darurat sebab keadaan baik internal maupun eksternal dapat berubah dengan cepat. Konsistensi dan disiplin dalam pelaksanaan tugas sangat mempengaruhi daya tahan / kelenturan perusahaan dalam menghadapi tekanantekanan dan situasi-situasi sulit yang selalu bisa muncul dalam perjalanan
waktu. Sebuah rencana, sebaik apapun telah disusun, akan membutuhkan konsistensi dan disiplin dalam pelaksa naannya.
6. Dinamika tim
Hubungan yang terbuka serta kesediaan untuk menerima ide-ide akan memungkinkan sebuah tim menjadi lebih menyatu dengan lingkungan di luar tim dan bahkan luar perusahaan. Inovasi akan tumbuh subur apabila ada iklim keterbukaan dalam perusahaan. Langkah pertama yang perlu di lakukan oleh seorang pemimpin adalah melakukan telaah atas ke 6 faktor terse but untuk dapat melihat apakah terdapat situasi-situasi dimana ada penggunaan yang berlebih atau kurang. Sebuah tim yang berkinerja kurang baik dalam hal efisiensi misalnya, seringkali hanya karena terjebak dalam diskusi tiada akhir tanpa membuat keputusan atas langkah-langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan efisiensi. Sangat sering pula didapati dalam perusahaan-perusahaan misalnya tentang perbedaan pendapat mengenai waktu pemeliharaan yang memang dibutuhkan oleh mesin-mesin agar efisiensi dan produktivitas tetap terjaga untuk jangka waktu panjang. Demikian pula dengan faktor manusia yang juga memerlukan pemeliharaan lebih sering lagi terlupakan. Perusahaan juga perlu menghindar kan tindakan yang reaktif dan pada saat yang bersamaan juga tidak berupaya untuk mengembangkan faktor-faktor tersebut secara terkotak-kotak. Tugas-tugas utama dari seorang pemimpin dari waktu ke waktu adalah menetapkan faktor-faktor mana yang mendapatkan prioritas utama tanpa mengesampingkan faktor-faktor lainnya. Misalnya dalam sebuah upaya pe nyelamatan perusahaan, sering terjadi yang dilakukan adalah reposisi padahal seluruh tim yang ada dalam perusahaan perlu lebih memprioritaskan faktor daya tahan, efisiensi, dan keselarasan. Tetap
32 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
juga diperlukan tindakan-tindakan efek tif dalam mempergunakan sumberdaya dalam mengatasi pertumbuhan negatif. Sedangkan dalam fase-fase pertum buhan yang sangat baik, para pemimpin perlu dapat mengakuisi sumber daya dengan tetap memperhatikan faktor keselarasan agar arah dan momentum dapat terus dipertahankan. Kelemahan-kelemahan berupa inefisiensi dan terhambatnya komu nikasi paling banyak ditemukan karena inkonsistensi kebijakan perusahaan. Pembuatan keputusan-keputusan terlalu didasari pada analisa kinerja masa lalu, ide-ide brilian namun tidak memper timbangkan sumber daya yang ada, dan kurangnya melibatkan anggota-anggota tim dalam penyusunan strategi dan perencanaan sehingga mengakibatkan banyak terjadi kebingungan dan salah interpretasi. Semua upaya dalam memperguna kan faktor-faktor penunjang pencapaian kinerja tim yang optimal tersebut di atas tentu memerlukan seorang pemimpin yang mampu menggerakan tim dan salah satu cara paling efektif yang paling sering dilupakan oleh para pemimpin dan/atau orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi yaitu untuk menda patkan umpan balik. Seorang pemimpin atau sekelompok pemimpin yang memiliki mentalitas superhero yang hanya fokus pada bidang mereka masing-masing akan sangat sulit membangun tim yang berkinerja tinggi. Untuk dapat membangun sebuah tim yang berkinerja tinggi diperlu kan seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi lewat penjabaran visi dan sasaran-sasaran perusahaan secara jelas, menjadi atasan yang mampu dan mau mendelegasikan dan sekaligus sebagai mentor karena seperti halnya pada permainan olahraga manapun, sebagai pemimpin anda berada cukup dekat namun tetap di luar batas lapang an pertandingan sehingga strategi dan pembinaan para pemain adalah penentu kemenangan tim. l
Photo Gallery
Human Capital Forum
Measuring, Mapping, and Improving Corporate & Employee Productivity
F
orum yang berlangsung pada hari Selasa 29 Oktober 2013, di Gedung Menara Kadin Indonesia Lantai 29, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta, dengan pembicara Ir. Syahmuharnis, MBA., Director PT Menara Kadin Indo nesia (MKI) membahas topik Measuring & Mapping Company Productivity Against Competitors. Sementara Husen Suprawinata, SE, MM. Sc.Hk, Executive Partner MKI & Mantan CEO ICI Paints, American Standard & Catur Perdana Adisantosa, membawakan topik: How to Improve Employee Productivity Effectively. Acara ini dihadiri oleh praktisi HR, jajaran manajemen, dan pihakpihak yang terkait dengan peningkatan produktifitas dari berbagai perusahaan di Jakarta.
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013 33
Column: Business Management
One H
D
alam satu Weekly Board Meeting, terjadi perdebatan panjang. Direktur Penjualan meminta dengan sangat, agar acara Family Gathering yaitu acara bertamasya bersama yang dii kuti seluruh karyawan korporasi, ditiadakan atau ditunda. Turunnya volume penjualan yang berimplikasi turunnya sales margin, menjadi alasan utama De partemen Sales agar supaya korporasi berhemat dalam membelanjakan budget tahunan, yang mungkin akan diperlukan untuk profit protection seandainya diperlukan pada saat tutup ta hun, untuk menutupi kekurangan sales margin. CEO beserta Direktur HR bersikeras untuk tetap melaksanakan event gathering ini, karena ber manfaat untuk merefresh seluruh karyawan, seka ligus mempersatukan mereka yang setiap harinya bergelut dibidang masing masing. Dan hari minggu event tersebut dilaksanakan, seluruh karyawan dan keluarganya bergembira, dipadukan dengan acara acara kebersamaan baik games antar departemen, maupun silaturahmi antar personel, yang selama ini terkadang hanya sebatas tahu nama dan tidak pernah berinterak si. Acara berlangsung sukses, dalam arti sesama karyawan lebih saling mengenal, suasana keluarga yang juga lebih nyaman, mendapatkan tambahan welfare dan perhatian korporasi, walaupun hal ini tidak bisa diukur dengan money value. Da lam evaluasi mingguan berikutnya, CEO bertanya apakah ada dampak positif yang sudah terjadi, terutama dalam hubungan antar karyawan di se luruh jajaran korporasi. Direktur Penjualan yang sebelumnya berpikir negatif memberikan informasi yang positif, bahwa para sales supervisor, sekarang tidak merasa send irian berjuang di luar sana. Mereka bisa secara pribadi menghubungi rekan-rekannya di departe men lain, untuk berbagi dan menceritakan kesuli tan di pasar, ide serta bantuan apa yang bisa mer eka berikan, baik dari bagian logistik, produksi, finance bahkan masukan untuk product develop 34 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
ment sesuai keinginan. CEO pun tetap mengi ngatkan, hubungan baik per orang sangat penting dalam interaksi, tetapi jalur komunikasi resmi melalui pimpinan departemen, tetap harus di lakukan dengan mengikuti aturan main, tidak ada shortcut yang bisa menghambat dan memicu ter jadinya miskomunikasi. Saluran saling informasi terbuka tetap dijaga, perasaan saling membantu tetap dikembangkan, dan para manager bisa lebih detail, dalam membuat analisa internal bersama manajer dibagian lain, untuk korporasi.
Make Quality Of Every Employee
Robert Slater dalam bukunya Jack Welch and the GE Way, mengatakan bahwa dalam me ningkatkan kwalitas bisnis proses, diperlukan 4 tahapan yang harus dilalui, yaitu : > Measurement, mengidentifikasi key internal process, yang menyangkut langsung ke pada critical of crisis. > Analysis, brainstorming, dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan mengidentifikasi kunci-kunci yang menyebabkan defect. > Improve, mengkonfirmasi kunci variable dan membuat modifikasi agar proses tetap di dalam koridor. > Control, memastikan proses improvement berada dalam checklist yang disepakati dalam analisis. Memang apa yang disampaikan Slater adalah bagaimana kwalitas dari produk atau jasa yang di hasilkan korporasi bisa memenangkan persaingan melawan kompetitor. Tetapi dalam bisnis yang su dah semakin maju, korporasi tidak hanya meng inginkan kemenangan dalam persaingan pasar saja, tetapi juga bersatunya kwalitas seluruh SDM. Tingginya level kepercayaan, kepuasan, kebersa maan dan saling menghargai diantara SDM ada lah impian korporasi, untuk menata para talents, menghasilkan bukan hanya loyalitas, tetapi juga kebanggaan SDM terhadap korporasi tempat me reka mengkontribusikan profesionalismenya. HR adalah satu institusi yang paling memegang
15 November - 15 Desember 2013
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
Heart
peran untuk ini, dengan mempersiapkan program yang kontinyu, bukan hanya menyenangkan dan membuat hubungan antar SDM lebih mempunyai value, tetapi juga bangga sebagai motor penggerak korporasi hingga mencapai misi, visi dan values. Prestasi korporasi hendaknya sejajar dengan prestasi individu SDM, yang berarti kepuasan total akan terjadi. Ini bukanlah hanya peran manager ataupun superior di atasnya sang SDM, tetapi juga peran HR yang memfasilitasi tempat berkarya, iklim yang kondusif, hubungan internal yang harmonis dipadu dengan skill dan dipraktek kan masing-masing jajaran, di dalam korporasi.
One Heart
Tidak mudah untuk menyusun suatu peren canaan jangka panjang, menata internal environment, yang membuat SDM menyatu dalam langkah dan pikiran, bangga berada dalam satu korporasi yang berkwalitas, materi, moral dan mental. HR harus benar tahu “teori kelompok” perilaku mereka, dan bagaimana mengarahkan kelompok-kelompok ini ke dalam satu master plan yang dimengerti, diyakini dan dilaksanakan ber sama di dalam kinerja korporasi. HR juga harus
memahami teori kepemimpinan, untuk mengajak pemimpin kelompok, mengajak anggota anggota nya, menyatu dalam satu hati, bersama berjuang di korporasi. Bukan rahasia, banyaknya klik, sesama alum ni, faktor non teknis, etnis dan lain-lain sebagai acuan kelompok, dan mempunyai pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal. HR memang harus bisa masuk ke semua kelompok, individu, dan semua aspek kehidupan yang ada di dalam bisnis proses suatu korporasi. Dan itu bukanlah hal yang mudah, bahkan sulit diukur, namun dampaknya bisa dirasakan bersama, sebagai ke berhasilan seorang HR expert dalam menyatukan sumber daya manusia yang luar biasa besar, ter lebih di satu korporasi yang memang beroperasi di level dunia. Semuanya serba mungkin, dengan pendekatan measurement, analysis, improve dan control, dalam skala yang flexible. Acara family gathering di atas hanyalah satu contoh kecil, bagaimana HR terus berusaha me nyatukan tekad, persepsi, skill, saling menghargai dalam kebanggaan bersama. Hanya ada satu kata untuk itu. One Heart . Semoga.
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
15 November - 15 Desember 2013 35
Column: INDUSTRIAL RELATIONS
Perjanjian Kerja Wa
U
ndang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN sudah berjalan 10 tahun lebih. Per jalanan Undang-Undang ini pada hakekatnya sesuai dengan teori fungsi hukum manifes yang bertujuan sematamata untuk kemaslahatan orang banyak, dalam hal ini adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Namun dilihat dari teori fungsi hukum Laten Undang-Undang ini ada sebagian pasalnya yang tidak sesuai dengan tujuan dari terbentuknya Undang-Undang tersebut. Artinya ada sebagian pasalnya bertentangan dengan pembuat hukum tersebut karena masih bisa diplesetkan demi ke pentingan segelintir “oknum” sehingga tujuan ter bentuknya produk hukum tersebut lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Seperti misalnya bunyi di dalam Pasal 59 Un dang-Undang No. 13 Tahun 2003 sbb: (1) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menu rut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu; a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang se mentara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaian nya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan (2) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap (3) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dapat diper panjang atau diperbaharui; (4) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang didasar kan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling 36 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
lama 1 tahun; (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut pa ling lama 7 hari sebelum Perjajian Kerja Waktu Tertentu telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja yang bersang kutan (6) Pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu Ter tentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang lama, pembaharuan Perjanjian Kerja Waktu Ter tentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama 2 tahun (7) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), maka demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (8) Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan men teri. Adapun penjelasan dari pasal 59 UU No. 13 ta hun 2003 tentang Ketenagakerjaan; (1) Perjanjian Kerja dalam ayat dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (2) Yang dimaksud dengan Pekerjaan yang bersi fat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu peru sahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah peker jaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu meru pakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan terse but merupakan pekerjaan musiman yang tidak
15 November - 15 Desember 2013
Oleh : Drs.Budiyanto, SH
aktu Tertentu (Pkwt) termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat men jadi obyek Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Sesuai dengan bunyi Pasal 59 tersebut di atas, praktek di lapangan masih banyak pengusaha menerapkan perjanjian kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk posisi, jenis dan sifat pekerjaan apa saja, apakah bersifat tetap atau sementara. Padahal seharusnya pengusaha bisa membedakan antara jenis dan sifat pekerjaan yang dikerjakan karena tidak terus menerus bisa menggunakan PKWT, sedangkan bila jenis dan sifat pekerjaan tersebut dikerjakan secara terus menerus bisa menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Percuma dengan terbentuknya Keputusan Presiden No. 21 Tahun 2010 juncto Kepmenaker trans No. 10 Tahun 2012 juncto Permenakertrans No.02/MEN/I/2011 tentang Komite Pengawasan Ketenagakerjaan bahwa Pejabat Depnakertrans diberikan wewenang untuk mengadakan penga wasan langsung terhadap pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-un dangan ketenagakerjaan sehingga dengan pene kanan pada pengawasan langsung terhadap pe ngusaha, maka kecurangan dan pelanggaran dapat diminimalisasikan. Lagi-lagi prakteknya pelanggaran PKWT masih saja disalahgunakan oleh ”oknum” pengusaha karena tindakan tegas oleh ”oknum” Depnakertrans tidak berjalan den gan semestinya. Wajar saja bila sampai hari ini Serikat Pekerja masih menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja Depnakertrans dan pihak-pihak terkait (dalam hal ini Pemda & Pengusaha) khususnya perihal penyalahgunaan penerapan PKWT. Hasil penelitian terhadap pengusaha yang menjalankan dan menerapkan PKWT yang tidak sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 ternyata produktivas kerja, disiplin, target perusahan, motivasi karyawan, hubungan industrial dan kinerja perusahaan se cara keseluruhan (comprehensive) berdampak negatif. Artinya produktivitas kerja rendah karena
semangat kerja karyawan yang tidak maksimal karena tidak adanya jaminan kerja (job security). Disiplin karyawan juga rendah karena kar yawan tidak memiliki motivasi kerja, tidak ada iming-iming yang menjanjikan sehingga mem pengaruhi hubungan industrial antara pengu saha dan Pekerja tidak kondusif dan sehat karena sewaktu-waktu baik pengusaha dan pekerja da pat mengakhiri hubungan kerja setiap saat ka rena tidak adanya masa depan yang jelas seorang pekerja PKWT. Perlakuan pengusaha terhadap Pekerja PKWT sangatlah berbeda dengan pekerja PKWTT. Seorang Pekerja PKWT diperlakukan sebagai pekerja kelas dua baik dari sudut kom petensi maupun dari sudut kesejahteraan pekerja, sedangkan Pekerja PKWTT diperlakukan sebagai Pekerja kelas satu dan istimewa baik dari sudut kompetensi maupun dari sudut kesejahteraan pekerja karena Pekerja PKWTT memiliki kepas tian hukum (job security). Untuk mengatasi tindakan “oknum” pengu saha yang keberatan menerapkan PKWTT secara baik dan benar, maka; 1. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebarkan ke publik “Daftar Pengusaha Nakal Dengan Menyebutkan Jenis Kenakalan Tersebut” agar menjerakan “oknum” Pengu saha yang nakal tersebut; 2. Serikat Pekerja terus menyuarakan kepada Pemerintah dan “oknum” pengusaha yang “nakal” khususnya Penerapan PKWT agar di jalankan secara benar dan baik menurut dan sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Un dang No. 13 Tahun 2003. 3. Serikat Pekerjadan/atau Konfederasi Serikat Pekerja memperkarakan masalah PKWT ke Pengadilan Perselisih Hubungan Industrial hal ini sesuai dengan Pasal 56 Undang-Un dang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. l
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
Penulisadalah HR Senior Manager pada PT. Ithaca Resources Jakarta
15 November - 15 Desember 2013 37
Column: Leadership Series
The Basic Philosophy
(Filosofi Dasar dalam Memban
M
otivasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam menen tukan prestasi kerja atau kinerja seseorang dan kinerja tim atau organisasi. Motivasi adalah sum ber energi bagi setiap individu dan kelompok ker ja. Ibarat suatu kendaraan atau mesin, bila tidak memperoleh sumber energi yang diperlukan se perti bahan bakar dan listrik, maka sebaik apap un mesin atau mobil tersebut, tidak akan dapat beroperasi maksimal. Demikian pula dengan se tiap individu, sepandai apapun kompetensi yang dimilikinya, bila tidak memiliki motivasi yang kuat, maka kinerjanya akan rendah. Setiap pemimpin harus mampu memotivasi dirinya dan juga membangun motivasi orang lain, baik di dalam ataupun di luar lingkup kelompok kerjanya. Seperti yang sudah pernah dituliskan pada artikel sebelumnya, bahwa pemahaman ‘Leadership’ ialah merupakan suatu proses atau tindakan. Salah satu tindakan atau proses leadership pada setiap pemimpin ialah memotivasi orang lain. Sehingga merupakan hal yang cukup kritikal bagi jajaran manajemen untuk memiliki leadership yang kuat, antara lain kemampuan un tuk memotivasi. Bila merujuk pada Teori Maslow, dimana ter dapat 5 kebutuhan dasar sebagai pemicu moti vasi, yaitu: 1. Kebutuhan dasar berupa sandang pangan; 2. Kebutuhan untuk dapat secara kon sisten hidup layak; 3. Kebutuhan bersosialisasi; 4. Kebutuhan memperoleh kepuasan kerja; 5. Kebutuhan dikenal atau menjadi termasyur. Perlu dipahami bahwa setiap individu memiliki profil yang berbeda atas kelima kebutuhan tersebut. Sehingga, sangat perlu bagi para pimpinan untuk memahami kondisi dan harapan dari setiap indi vidu secara cukup rinci. Pendekatan dengan teori Maslow adalah se suatu yang sangat realistik dan aplikatif bagi se tiap individu, apapun jabatannya. Namun meng ingat bahwa setiap individu memiliki aspirasi 38 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
15 November - 15 Desember 2013
dan harapan yang berbeda, maka menjadi tidak mudah untuk mengaplikasikan teori Maslow tersebut. Untuk itu, kompetensi komunikasi dan pendekatan individu yang persuasif dalam ma naging people, merupakan kemampuan inti dan mendasar bagi setiap pimpinan. Sebagai filosofi dasar, maka untuk mengap likasikan kebutuhan setiap individu berdasarkan Teori Maslow, terdapat 2 pendekatan yang funda mental. Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara memberikan tekanan secara eksternal, dan pendekatan yang dilakukan dengan membangkit kan inspirasi pada setiap individu untuk terben tuknya motivasi diri sendiri. Kedua pendekatan ini akan memiliki dampak yang sangat berbeda. Gambar di bawah merupakan ilustrasi atas dua pendekatan eksternal dan internal yang di maksud. Pada sisi kiri (Tekanan) ialah motivasi yang berdasarkan pada dorongan atau keterpak saan dalam bekerja. Karyawan bekerja atas dasar keharusan, atau karena adanya potensi yang da pat membahayakan dirinya, atau kekuatiran atas adanya potensi konsekuensi yang merugikan. Tekanan yang ada pada dirinya adalah dapat ber asal karena adanya ‘Dorongan Eksternal’ atau ‘Dorongan Internal’, atau kedua-duanya. Pada kuadrant A, ialah kondisi pekerja yang beraktivitas karena adanya tekanan. Bentuk tekanan dapat terjadi akibat kebutuhan ekonomi atau kebutuhan tertentu. Dan atas kondisi de mikian, maka bentuk motivasi yang terjadi ialah dengan menyatakan bahwa pekerjaan tersebut adalah tugas yang harus dilakukan. Salah satu contoh ialah seseorang yang harus mencari peng hasilan dengan cara apapun, guna memenuhi ke butuhan ekonomi keluarga. Atau seseorang yang terpaksa melakukan olahraga pagi, demi untuk menurunkan kolesterol yang tinggi. Pada kuadrant C, ialah kondisi pekerja yang beraktivitas karena adanya tekanan dari ekster nal. Pekerja memperoleh tekanan secara lang sung baik secara fisik maupun mental. Contoh
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
hy of Motivating Others
ngun Motivasi Diri dan Orang Lain)
ialah tentara yang diterjunkan kemedan perang, dan terpaksa untuk berjuang dengan keras, kare na adanya ancaman dari luar. Tentara tersebut sadar sepenuhnya, bila tidak berjuang dengan baik, maka akan dapat terbunuh atau tertangkap musuh. Pada sisi kanan (Inspirasi) ialah motivasi yang terjalin karena terjadinya kegairahan bekerja yang berasal dari niat individu dan terinspirasi untuk melakukan pekerjaannya. Karyawan bekerja ka rena inisiatif yang timbul dalam dirinya dan rasa suka untuk melakukan pekerjaan tersebut. Rasa suka tersebut timbul karena pengaruh atau ‘do rongan internal’ dan ‘dorongan eksternal’. Pekerja akan melakukan aktivitasnya berdasarkan inisi atif nya. Pada kuadrant B, ialah kondisi dimana peker ja melakukan aktivitasnya berdasarkan niat yang timbul dari dirinya, dan didorong dari kemauan internal karena memperoleh atau merasakan
adanya kenikmatan dalam melakukan pekerjaan yang menjadi pilihannya. Contoh ialah seorang musisi yang me nyelenggarakan acara hiburan musik bagi para pendengar nya. Musisi tersebut beraktivi tas, yang juga sebagai sumber kehidupannya, melakukan pekerjaannya sepenuh hati dengan mengaplikasikan bakat yang ada pada dirinya. Pada kuadrant D, ialah kon disi dimana pekerja melakukan aktifitas yang timbul atas dasar inisiatif dirinya, dan didorong oleh kondisi eksternal yang menyenangkan dirinya. Peker ja tersebut sangat termotivasi karena pengaruh dorongan eksternal yang dapat berwujud dalam berbagai bentuk. Con toh ialah karyawan yang bekerja dengan motivasi tinggi, karena lingkungan atau kondisi kerja yang sangat mendukung. Seorang ‘abdi dalem’ (pekerja di kraton Solo atau Jogya), sangat bersemangat dalam melakukan pekerjaannya, karena merasa sangat senang bekerja dilingkungan dalam kera ton, yang dinilai sangat membanggakan. Merujuk pada terbentuknya keempat jenis motivasi kerja seperti diuraikan di atas, maka setiap pimpinan perusahaan perlu untuk menya dari sepenuhnya bentuk motivasi kerja yang diap likasikan kepada dirinya atau kelompok kerjanya. Maka sangat penting untuk selalu berusaha mem bangkitkan motivasi melalui inspirasi. Proses pembentukan motivasi berdasarkan inspirasi in dividu ini dapat diwujudkan melalui: komunikasi yang inspiring, kredibilitas dan kepercayaan yang dibangun dengan kuat, penempatan sesuai de ngan bakat yang ada, dan aplikasi style leadership yang sesuai. l Human Capital No. 29 n Tahun III
n
Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University.
15 November - 15 Desember 2013 39
Column : Success Motivation
Creating and
B
eberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang rekan yang anaknya baru saja menyelesaikan kuliah S1 di bidang psikologi dan telah bekerja se bagai staf HR di sebuah bank swasta, dan ketika saya tanyakan apa saja tugasnya se lama ini, dia justru menyampaikan keluhan ka lau putrinya berencana untuk mengundurkan diri karena merasa hanya melakukan pekerjaan administrasi kepegawaian saja, dan tidak sesuai dengan job description yang dia harapkan sebagai HR Staf yang menurut dia seharusnya bidang HR dewasa ini telah mengalami perubahan bukan hanya dari sekedar sebagai bidang yang hanya memberikan “administrative support”, namun telah berubah menjadi sebagai “strategic business partner” dalam sebuah organisasi secara keselu ruhan. Begitu juga dengan para staf HR juga ha rus sudah memiliki mindset yang berbeda dalam menjalankan tugas dan peranannya. Memang banyak organisasi yang masih belum mengfungsi kan dengan baik bidang HR dan juga para staf HR nya, sehingga masih hanya sekadar menjalankan fungsi administrasi semata seperti yang dialami oleh anak rekan saya di atas. Pembicaraan dengan rekan saya di atas, ke mudian mengingatkan penulis yang pernah berkarir di sebuah bank swasta selama lebih dari 21 tahun, dan telah mengalami transformasi di dalam organisasi bank tersebut, dan tentu saja menyangkut perubahan fungsi dan peranan bi dang HR dan staf HRnya. Saya masih ingat jika ada beberapa karyawan/staf bermasalah sekitar 20 tahun yang lalu, maka mereka umumnya akan dirotasi sebagai staf HR atau General Affair, na mun ketika penulis terakhir meninggalkan bank tersebut beberapa tahun yang lalu, maka para staf dan bidang HR telah menjadi Strategic Business Partner bagi organisasi secara keseluruhan. Bah kan setiap bidang bisnis di bank tersebut memiliki
40 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
n
HR staf yang menjadi Strategic Business Partner dalam mendukung kebutuhan unit bisnis dalam rangka mencapai objektifnya. Dalam persaingan bisnis yang semakin kom petetif ini, maka ada pertanyaan penting yang harus dijawab adalah : “Apakah sebuah organisasi telah menciptakan dan memberikan nilai (creating and delivering values) yang terbaik bagi pelanggannya? Dan hal ini tentunya juga harus dimengerti oleh bukan saja para staf dari masingmasing unit bisnis, namun juga harus merasuk dalam jiwa setiap HR staf yang menjadi strategic business partnernya. Oleh karena itu ada bebera pa cara yang dapat dilakukan sebagai berikut :
Mengerti dengan Bisnis Organisasi/Perusahaan
Ini merupakan langkah awal bagi para staf HR untuk bisa menciptakan dan memberikan nilai bagi unit bisnis yang dilayaninya, yang pada gilirannya akan membantu organisasi juga mencapai tujuan/objektif secara keseluruhan.
15 November - 15 Desember 2013
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
Delivering Value
Memahami bisnis organisasi perusahaan anda termasuk kekuatan dan juga kelemahan serta tingkat persaingannya, akan memberikan suatu cara pandang baru bagi HR Staf dalam melayani bisnis unitnya.
bisnis yang dilayaninya bisa mencapai target yang telah mereka tetapkan dengan lebih mudah dan lebih cepat. Dan tentunya di mata mereka, anda akan semakin berguna dan bermanfaat, dimana kehadiran anda sangat dinanti-nantikan.
Keluar dari Kerangka Berpikir yang Terkotak
Mendengarkan
HR staf di sini perlu keluar dari kerangka ber pikir yang terkotak-kotak. Karena dengan cara ini justru akan menjadi aset berharga bagi sebuah organisasi di tengah adanya konflik di antara ber bagai unit bisnis. Bidang HR akan menjadi bidang yang “accountable” yang mewakili kepentingan sebuah organisasi/perusahaan secara keselu ruhan.
Menjadi Berguna dalam Kerangka Luas
Seorang HR Staf yang berperanan sebagai strategic business partner akan semakin “ber nilai”, ketika bisa membantu setiap staf di unit
Untuk mencapai ketiga hal tersebut di atas, maka HR Staf harus senantiasa menjadi “pen dengar yang baik” sehingga bisa benar-benar mengerti apa permasalahan dan apa yang benarbenar dibutuhkan oleh unit bisnis yang dilayani nya. Catat setiap informasi dan gunakan dengan sebaik-baiknya. Hanya dengan melakukan ke empat hal terse but di atas anda telah membantu organisasi/peru sahaan anda secara keseluruhan dalam “ mencip takan dan memberikan nilai yang terbaik “ bagi pelanggan anda. Selamat mencoba. l
Human Capital No. 29 n Tahun III
n
Gani Gunawan Djong, Icm, Icc, Lmi/Smi, Senior Director
15 November - 15 Desember 2013 41
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011-2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012-2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes. Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh
(021)
Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi.
42 Human Capital Journal n No. 29 n Tahun III
5790 3840
n
1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected]
15 November - 15 Desember 2013