Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
HUBUNGAN UMUR KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSI SULTAN HADLIRIN JEPARA Asmawahyunita, Ita Rahmawati, Sri Sundarsih Pasni INTISARI AKB di Indonesia masih cukup tinggi, sementara di Kabupaten Jepara pada tahun 2010 mengalami peninggkatan yaitu dari 77 bayi menjadi 178 bayi yang mana sebagian besar disebabkan karena asfiksia neonatorum. Penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya adalah faktor ibu (kehamilan lewat waktu), tali pusat, dan bayi (bayi prematur). Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Case control (retrospektif). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RSI Sultan Hadlirin Jepara pada bulan Maret-Mei 2012. Sampel penelitian berjumlah 703 ibu bersalin yang diperolah dengan total sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data tentang umur kehamilan ibu bersalin dan kejadian asfiksia. Data diolah secara editing, coding, tabulating, dan entry, serta dianalisis secara univariat dengan distribusi frekuensi dan secara bivariat menggunakan Uji Exact-fisher. Berdasarkan hasil analisa bivariat, sebagian besar ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm yaitu sebanyak 641 orang (91,2%), bayi tidak mengalami asfiksia yaitu sebanyak 630 orang (92,3%). Uji Exact Fisher pada α = 0,05 daidapatkan hasil pvalue (0,000) < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara umur kehamilan dengan kejadian asfiksia. Penulis menyarankan kepada dinas kesehatan untuk melakukan tindakan preventif seperti dengan memberi motivasi kepada ibu hamil untuk ANC secara rutin sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu maupun janinnya. Sedangkan bagi institusi pendidikan, peneliti dan masyarakat dapat dijadikan bahan informasi untuk menambah wawasan tentang umur kehamilan yang mempengaruhi kejadian asfiksia. Kata kunci: umur kehamilan, kejadian asfiksia PENDAHULUAN Angka kematian maternal (maternal mortality rate) ialah jumlah kematian maternal diperhitungkan terhadap 100.000 kelahiran hidup. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam dua golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dam sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker dan sebagainya (associated causes). Sedang angka kematian bayi (infant mortality rate), yakni angka kematian bayi sampai umur 1 tahun terhadap 1000 kelahiran. Di negara-negara maju kematian perinatal ini mencapai angka dibawah 25 per 1000. (Wiknjosastro. 2007; h. 78) Berdasarkan pengamatan WHO, angka kematian ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa tiap tahunnya. Kejadian kematian ibu dan bayi sebagian besar terdapat di negara berkembang yaitu sekitar 98% sampai 99%. Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trias klasik (perdarahan, infeksi, gestosis). Sedangkan penyebab kematian perinatal adalah asfiksia neonatorum, trauma persalinan, prematuritas, atau berat bayi lahir rendah (BBLR), dan infeksi neonatorum. (Manuaba, 2010; h. 152) Hasil Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia SDKI 2002/2003 Angka Kematian Ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Demikian pula Angka Kematian Bayi masih berada pada kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Target yang Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
1
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
diharapkan dapat tercapai pada tahun 2010 adalah AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi Baru Lahir menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu dan perinatal yaitu menjadi komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu (Pujiyatini, 2009; h. 126). Berdasarkan Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia tahun 2007 sejumlah 34 per 1000 kelahiran hidup, Sedangkan berdasarkan laporan rutin AKB Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 10,8 per 1.000 kelahiran hidup. Masalah utama bayi baru lahir adalah masalah yang sangat spesifik, yang terjadi pada masa perinatal serta dapat menyebabkan kematian, kesakitan, dan kecacatan. Di Kabupaten Jepara jumlah kematian bayi meningkat dari 77 bayi pada tahun 2009 meningkat menjadi 178 bayi pada tahun 2010 (Kesga DKK Jepara, 2011). Perkiraan kelahiran di Indonesia sebesar 5.000.000 orang per tahun dapat diperhitungkan bahwa kematian bayi adalah 56/1000, menjadi sekitar 280.000 per tahun atau sekitar 2,2-2,6 menit sekali. Penyebabnya adalah asfiksia 49-60%, infeksi 24-34%, BBLR 1520%, trauma persalinan 2-7%, dan cacat bawaan 1-3%. (Manuaba, 2001; h. 69-70) Keadaan umum bayi dinilai 1 menit setelah lahir dengan penggunaan Nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai ialah frekuansi jantung (heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour), dan reaksi terhadap rangsangan (response to stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter kelubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan (Wiknjosastro. 2007; h. 248). Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteri plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir. Penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, faktor tali pusat, dan faktor bayi. (JNPK-KR/POGI, 2008; h. 107) Prematuritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Asfiksia pada bayi baru lahir. Usia bayi pada persalinan preterm menyebabkan fungsi organ-organ bayi belum terbentuk secara sempurna termasuk juga organ pernapasan sehingga dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan nafas segera setelah lahir. Salah satu karakteristik bayi preterm ialah pernafasan tak teratur dan dapat terjadi gagal nafas. Pada kehamilan lewat bulan terjadi penurunan fungsi plasenta, yang berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3x. (Winkjosastro, 2007; h. 318) Studi pendahuluan di RSI Sultan Hadlirin Jepara didapatkan hasil bahwa jumlah kelahiran pada tahun 2011 adalah sebanyak 527. Dari jumlah kelahiran tersebut 26 termasuk persalinan prematur dan 15 termasuk persalinan serotinus. Dan jumlah bayi yang mengalami asfiksia sebesar 38 bayi. Pengalaman pada saat praktek selama 4 minggu di dapatkan ibu bersalin sebanyak 30 dan 5 bayi yang mengalami asfiksia, dimana 3 bayi dengan umur kehamilan preterm, 1 bayi dengan umur kehamilan aterm, dan 1 bayi dengan umur kehamilan posterm. Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan Umur Kehamilan Dengan Kejadian Asfiksia Di RSI Sultan Hadlirin Jepara”.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Case control (retrospektif study yang dimaksudkan untuk mengkaji hubungan antara efek dapat berupa penyakit atau kondisi kesehatan) dengan faktor resiko tertentu. Penelitian ini menggunakan total sampling yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
2
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
sampel sebanyak 703. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Analisa data menggunakan Chi-squre. HASIL PENELITIAN Umur Kehamilan Tabel 1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur kehamilan semua bu bersalin di RSI Sultan Hadlirin Jepara pada bulan Januari Tahun 2010 – Mei Tahun 2011 Kategori umur kehamilan Preterm 28-36 minggu Aterm 37-42 minggu Posterm >42 minggu Total
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
38
5,4 %
641
91,2 %
24
3,4 %
703
100%
Kejadian Asfiksia Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara, pada bulan Januari Tahun 2010 – Mei Tahun 2011 Kategori Kejadian Asfiksia Mengalami Tidak mengalami Total
Frekuensi 54
Persen 7,7%
649
92,3%
703
100%
Hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia Tabel 3 Hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara pada Bulan Januari 2010 – Mei Tahun 2011
Umur kehamilan Preterm Aterm Posterm Jumlah
Kejadian Asfiksia Tidak Mengalami mengalami 31 (81,5%) 7 (18,5%) 11 (1,7%) 630 (98,3%) 12 (50%) 12 (50%) 54 (7,7%) 649 (92,3%)
Jumlah 38 (100%) 641 (100%) 24 (100%) 703 (100%)
Penelitian ini menggunakan uji Chi-Square (X2) tetapi tidak terpenuhi karena terdapat nilai Expected Count < 5 pada 33,2% sel. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan penggabungan sel, setelah dilakukan penggabungan sel dilakukan lagi uji Chi-Square namun tidak memenuhi syarat uji Chi-Square karena terdapat nilai Expected Count < 5 pada 33,2% sel. Sehingga digunakan alternatif uji Exact Fisher kerena setelah dilakukan penggabungan sel jumlah sel menjadi 2 X 2. Nilai hasil uji Exact Fisher pada α= 0,05 menunjukan Exact Sig(2-sided) = 0,000 (pvalue < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara dengan keeratan hubungan sedang karena koefisien kontingestinya 0,553. Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
3
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
BAHASAN 1. Umur kehamilan Lamanya kehamilan normal di hitung dari hari pertama haid terakhir. Kadangkadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. (Sastrawianta, 2005; h. 1) Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. (Wiknjosastro, 2007; h. 180) Persalinan prematuritas merupakan masalah besar karena alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna, sehingga mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.(Manuaba, 2009; h. 99) Faktor resiko yang mungkin berperan dalam terjadinya persalinan prematur adalah: kehamilan usia muda (usia ibu kurang dari 18 tahun), pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur, golongan sosial-ekonomi rendah, keadaan gizi yang kurang, dan penyalahgunaan obat. Sedangkan masalah pada ibu biasanya berupa: riwayat persalinan prematur pada kehamilan sebelumnya, kadar alfa-fetoprotein tinggi pada trimester kedua yang penyebabnya tidak diketahui, penyakit atau infeksi yang tidak diobati (misalnya infeksi saluran kemih atau infeksi selaput ketuban), kelainan pada rahim atau leher rahim, ketuban pecah sebelum waktunya, plasenta previa, pre-eklamsi (suatu keadaan yang bisa terjadi pada trimester kedua kehamilan, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, adanya protein dalam air kemih dan pembengkakan tungkai), diabetes mellitus, dan penyakit jantung. (Sartono, 2011). Kejadian persalinan prematur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Djaja dkk (2003) menunjukkan bahwa pola penyakit penyebab kematian pada bayi neonatal dini (0-7 hari) lebih banyak oleh masalah prematuritas dan berat badan lahir rendah (35%) serta asfiksia lahir (33,6%). (Kurniasih, 2010) Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 37 sampai 42 minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap disebut sebagai posterm atau kehamilan lewat waktu. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu ialah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali dibandingkan kehamilan aterm. (Wiknjosastro, 2007; h. 317) Penyebab kehamilan serotinus, merupakan kombinasi dari faktor ibu dan anak. Kehamilan serotinus lebih sering terjadi pada primigravida muda dan primigravida tua atau pada grandemultiparitas. (Sastrawinata, 2005; h.12) Komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin berkurang, kematian janin, asfiksia neonatorum dan kelainan letak. (Evi, 2010) Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ibu bersalin dengan umur kehamilan preterm sebanyak 38 orang (5,4%), ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm sebanyak 641 orang (91,2%) dan ibu bersalin dengan umur kehamilan posterm sebanyak 24 orang (3,4%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm (37-42 minggu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya umur kehamilan pada ibu bersalin di RSI Sultan Hadlirin jepara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kehamilan usia muda (usia ibu kurang dari 18 tahun), ketuban pecah sebelum waktunya, plasenta previa, preeklamsi, dan jumlah paritas. 2. Kejadian Asfiksia Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
4
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
Asfiksia, hipotermia dan prematuritas merupakan masalah perinatal yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir, dimana dapat menyebabkan 40% kematian pada masa bayi baru lahir. (Maryunani, 2008; h. 153) Saat dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada frekuensi 120 sampai 140 per menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar. Bayi-bayi ini dapat mengalami apnu atau menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. (Saifuddin, 2008; h. 347). Secara fisiologis, pengembangan paru pada bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahirannya, setelah itu diikuti dengan pernafasan teratur. Asfiksia janin/ bayi baru lahir terjadi apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau transport oksigen dari ibu ke janin. Gangguan transport oksigen tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir (Maryunani, 2008; h. 154) . Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro, 2007; h. 709). Untuk menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat perlu pengalaman dan observasi klinik yang cukup. Tes Apgar biasa digunakan untuk menilai tingkat berat-ringannya asfiksia. Tes Apgar adalah serangkaian pemeriksaan untuk menilai kemampuan bayi baru lahir beradaptasi terhadap kehidupan diluar rahim ibu (Maryunani, 2008;h. 156). Segera setelah lahir bayi dinilai dengan menggunakan penilaian Apgar: (0-3, asfiksia berat [asfiksia pallida]; 4-6, asfiksia ringan-sedang [asfiksia livida]; 7-10 bayi sehat [normal]). (Manuaba, 2010; h. 422) Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu: preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), dan kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu). Faktor tali pusat: lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat. Faktor bayi: bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan (kongenital), dan air ketuban bercampur mekonium. (NJPK-KR/POGI. 2008; h. 108), faktor ibu (kehamilan lewat waktu/ sesudah 42 minggu), tali pusat dan bayi (bayi prematur/ sebelum 37 minggu kehamilan. (JNPK-KR/POGI.2008;h. 108) Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 54 orang (7,7%) dan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 649 orang (92,3%). Angka diatas menunjukkan bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami asfiksia yaitu dengan nilai Apgar 7-10. Dan bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar mempunyai nilai Apgar 4-6 (asfiksia ringan-sedang). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara disebabkan karena preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu), lilitan tali pusat, bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,) dan air ketuban bercampur mekonium. 3. Hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia Persalinan preterm adalah persalinan dengan berat bayi kurang dari 2500 gram, dengan alat vital belum sempurna sehingga mudah terjadi gangguan pernafasan, gangguan pencernaan makanan, dan mudah terjadi infeksi (Manuaba, 2001; h. 59). Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
5
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, ia mengalami banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek usia kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematiannya. Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan seperti gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan perkembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung. (Wiknjosastro, 2007; h. 775-776) Dari hasil penelitian Rina Puspita Amri (2008) distribusi frekuensi persalinan preterm di RSUD Pariaman tahun 2008 sebanyak 53 kasus. Distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di RSUD Pariaman tahun 2008 sebanyak 36 kasus (67,9 %). Distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di RSUD Pariaman tahun 2008 sebanyak 36 kasus (67,9 %). Dan dapat disimpulkan bahwa Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara persalinan preterm dengan kejadian asfiksia neonatorum yaitu X2 hitung (25,9)> X2tabel (3,841) Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali dibandingkan kehamilan aterm. Fungsi placenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan placental lactogen. Rendahnya fungsi placenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali akibat dari proses penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan oksigen menurun(Winkjosastro, 2007; h. 317-318). Pada kehamilan berusia 20 minggu, indeks plasenta adalah 0,30; 28 minggu 0,25; 38 minggu 0,15. Jadi makin tua kehamilan makin rendah indeks plasenta, artinya plasenta makin kurang mampu memberikan nutrisi kepada janinya (Manuaba, 2010; h. 99). Berdasarkan hasil uji Exact Fisher pada α= 0,05 didapatkan hasil Exact Sig(2sided) = 0,000 (pvalue < α). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara dengan keeratan hubungan sedang karena koefisien kontingestinya 0,553. Hal ini disebabkan karena ibu bersalin dengan umur kehamilan preterm bayinya mengalami asfiksia sebanyak 31 orang (4,4%), ibu bersalin dengan umur kehamilan posterm bayinya mengalami asfksia 12 orang (1,7%), dan ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm sebagian kecil bayinya mengalami asfiksia yaitu sebanyak 11 orang (1,6%). Jadi ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm resiko untuk melahirkan bayi asfiksia lebih kecil. Sebagian besa bayi yang mengalami asfiksia mempunyai nilai Apgar 4-6 (asfiksia ringan-sedang). Begitu juga dengan hasil penelitian Manova (2009) menunjukkan bahwa kasus asfiksia pada tahun 2009 di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 115 kasus dari keseluruhan jumlah kelahiran. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur kehamilan dengan kelahiran bayi yang mengalami asfikisa. Ibuibu yang umur kehamilannya beresiko baik preterm maupun serotinus berpeluang melahirkan bayi asfiksia sebesar 7 kali. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Margarets (2008), bahwa ada hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Berdasarkan teori mengatakan umur kehamilan preterm dan posterm resiko untuk melahirkan bayi asfiksia lebih tinggi dari pada umur kehamilan aterm. Hal ini sudah sesuai dengan yang penulis lakukan karena ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm sebagian besar bayinya tidak mengalami asfiksia. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian asfiksia dipengaruhi oleh umur kehamilan. Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
6
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
Kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara selain disebabkan oleh hal tersebut, juga karena preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal, partus lama atau partus macet, kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu), lilitan tali pusat, bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,) dan air ketuban bercampur mekonium. KESIMPULAN 1. Sebagian besar ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm yaitu sebanyak 641 orang (91,2%) 2. Sebagian besar bayi tidak mengalami asfiksia yaitu sebanyak 649 orang (92,3%) 3. Ibu bersalin dengan umur kehamilan preterm sebagian besar bayinya mengalami asfiksia yaitu sebanyak 31 orang (4,4%), ibu bersalin dengan umur kehamilan posterm bayinya mengalami asfksia 12 orang (1,7%), dan ibu bersalin dengan umur kehamilan aterm sebagian kecil bayinya mengalami asfiksia yaitu sebanyak 11 orang (1,6%) 4. ada hubungan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia di RSI Sultan Hadlirin Jepara dengan keeratan hubungan sedang karena koefisien kontingestinya 0,553. SARAN Bagi Dinas Kesehatan diharapkan dapat melakukan tindakan preventif dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi wanita khususnya pada ibu hamil dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang kehamilan dan memberikan motivasi pada ibu hamil untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya tentang faktor faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia dan diharapkan institusi dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih komprehensif dan kompeten di dalam melakukan penelitian sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu memberikan asuhan kebidanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bagi Masyarakat diharapkan ibu hamil mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada saat persalinan baik bagi ibu maupun bayinya sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dengan cara meningkatkan dan menjaga kesehatan selama hamil, seperti dengan cara mengatur pola hidup sehat dan melakukan periksa hamil secara rutin. DAFTAR PUSTAKA Evi. Persalinan Serotinus. 2010 2010 [Diakses tanggal 25 Juli 2011]. Didapat dari: http://bidanevi.com JNPK-KR / POGI. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik; 2008. h. 107-108; 110; 113. Kesga DKK Jepara, 2011 Kurniasih, Shinta. Persalinan Prematur. Pada 28 Oktober 2010 [Diakses tanggal 25 Juli 2011]. Didapat dari: Info Kebidanan dan Penyakit Kandungan http://www.facebook.com Manova (2009) Manuaba, IA, Manuaba IBGF, Manuaba IB.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; 2010. h. 40; 75; 99; 107; 152; 421-422. Pujiyatini, dkk. Asuhan Patologi Kebidanan Plus Contoh Asuhan Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2009. h. 126.Rina Puspita Amri (2008) Saifudin, Abdul Bari. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008.h. 213. Sartono. kelahiran Prematur atau Prematuritas 12 Mei 2011. [Diakses tanggal 25 April 2011]. Didapat dari: http http://sobatpc.com Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
7
Volume 3 No.2,September 2012
ISSN:1907-1396
Sastrawinata, Sulaiman. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC; 2005. h. 1; 12 Wiknjosastro, Hanifah. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2007. h. 7-8; 125; 180; 248-249; 317-318; 709-710; 771.
Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH
8