Hubungan Religiositas dan Atribut Inovasi terhadap Adopsi Brand Kosmetik dengan Label Halal ( Studi Kuantitatif Pengguna Wardah di Jabodetabek) Penulis: Pravitha Lascaria Utami Pembimbing: D. Chandra Kirana, S.sos, M.si Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religiositas dan atribut inovasi terhadap adopsi brand kosmetik dengan label halal. Religiositas dan atribut inovasi ini digunakan untuk dapat mengukur hubungan dengan keputusan adopsi konsumen brand kosmetik dengan label halal. Penelitian menggunakan metode survey dengan instrument kuesioner yang disebarkan di daerah Jabodetabek. Penelitian ini menggunakan regresi berganda. Uji regresi menunjukan adanya hubungan yang positif, searah dan signifikan antara kedua variabel independen dan variabel dependen. Serta terdapat perbedaan kekuatan hubungan antara variabel religiositas dan atribut inovasi terhadap variabel adopsi brand kosmetik dengan label halal. Religiosity and Attributes of Innovation relationship to adoption of Brand Cosmetics with Halal Label ( Quantitative study with Wardah Consumer in Greater Area of Jakarta) This study aimed to examine the relationship between religiosity and brand attributes of innovation to the adoption of cosmetics with halal label. Religiosity and attributes of this innovation is used to measure the relationship with the consumer adoption decision to label halal cosmetics brand. Research 1
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
using survey method with instruments questionnaire distributed in the Greater Jakarta area. This study uses regression. Regression test showed a positive relationship, unidirectional relationship. Also significant correlation between the two independent variables and the dependent variable. And there are differences in the strength of the relationship between religiosity variable with adoption variable with label halal cosmetics brand and attributes of the innovation
adoption
variable
with
label
halal
cosmetics
brand.
Key Words: Religiosity, Attributes of Innovation, Diffusion Innovation, Islamic Branding, Halal Labelling, Cosmetic
Pendahuluan
Religiositas dan Atribut Inovasi dalam Penerimaan Brand dengan Label Halal Bagi Islamic Branding keberadaan label halal menjadi hal yang penting dan mempunyai signifikansi besar (Fatena, et al., 2013), walaupun label halal paling sering ditemukan sebagai standar dalam produk makanan tetapi penggunaannya juga memengaruhi produk selain makanan (Daud, et al., 2012). „Halal‟ dapat diletakkan dalam berbagai aspek, termasuk makanan, minuman, pakaian, kosmetik, pekerjaan
2
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
dan seterusnya (Lada et al, 2009 dalam Kordnaeij, et al., 2013 ). Dengan halal sebagai bagian penting dari Islam, maka label halal dapat membuka pola baru dalam pemasaran (Rajagopal, et al., 2011). Perusahaan kemudian menggunakan label halal sebagai cara untuk menginformasikan kepada target market muslim bahwa produk yang dipilih sesuai dengan hukum syariah (Shahidan and Othman, 2006 dalam Alserhan, 2010). Penggunaan label halal dari lembaga yang memiliki wewenang dan mengkomunikasikannya kepada konsumen dapat dijadikan sebagai ciri khas oleh pemasar, dimana ada nilai tambah yang dirasakan oleh segmen konsumen tertentu (Rajagopal, et al., 2011). Dalam perkembangannya, Islamic Branding tidak didukung dengan penelitian serta literatur yang kurang mempertimbangkan hubungan nilai-nilai kepercayaan pada adopsi sebuah inovasi (Azam, et al., 2011). Tetapi disaat yang bersamaan, bagi pemasar dibutuhkan inovasi baru untuk dapat membuka dan masuk ke dalam pasar dan segmen baru (Jake, 2014). Inovasi sendiri dapat diartikan sebagai sebuah ide, kegiatan atau objek yang dianggap baru oleh seseorang atau unit dari adopsi (Rogers, 1983, p. 12) selain itu sebuah inovasi tidak terbatas pada perkembangan tekonolgi tetapi juga psikologi dan sosial budaya (Daghfous, et al., 1999). Dalam hal ini label halal, bagi pemasar sering dilihat sebagai komponen dari sebuah brand, atau kesadaran bahwa label halal mempunyai potensi untuk menjadi sebuah brand, yang mana keduanya dapat membantu menambah pangsa pasar. Sedangkan bagi muslim, keberadaan label halal tidak hanya sebatas bagian dari sebuah brand, melainkan sebuah bagian dari kepercayaan dan kode moral yang diikuti (Wilson & Liu, 2010). Indonesia sendiri sebagai pasar Islam terbesar dengan total penduduk muslim sebanyak 87,2 persen dari keseluruhan total populasi (DeSilver, 2013). Dengan pangsa pasar sebesar ini maka pada 2006 pemerintah merencanakan peraturan mengenai label halal untuk melindingi konsumen muslim Indonesia. Selain itu perkembangan pasar konsumen muslim, termasuk pemberian label halal pada brand
3
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
kosmetik di Indonesia merupakan jawaban atas berkembangnya nilai modern, melalui pendidikan dan kehidupan sosial ekonomi yang semakin makmur yang menyebabkan keterbukaan yang lebih ekspresif kelas menengah muslim Indonesia (Palupi, 2014). Di peraturan ini terdapat tiga industri yang harus memiliki label halal pada produknya, yaitu makanan dan minuman, kosmetik serta obat-obatan (S. Aritonang and Parlina, 2014). Indonesian Pharmaceutical pada tahun 2014 juga menyatakan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada kategori kosmetik sebesar 6 miliar US Dollar dan untuk brand kosmetik dengan label halal sebesar 1,1 miliar US Dollar dan jumlah ini diprediksi akan meningkat (Sudarmadi, 2014). Dari lima belas brand kosmetik dengan label halal yang telah ada di Indonesia, Wardah menjadi brand kosmetik pertama yang menggunakan label halal dan manjadi bagian dalam komunikasi kampanyenya. Wardah juga merupakan brand kosmetik dengan label halal yang paling dikenal oleh masyarakat dibandingkan dengan brand-brand lain yang juga memiliki label halal (Soelaeman, 2014). Sehingga, penelitian tentang adopsi brand kosmetik dengan label halal penting untuk dilakukan karena dibutuhkan strategi positioning yang tepat untuk dapat masuk ke industri kosmetik yang telah lama ada dan diisi oleh brand-brand kosmetik dengan nama besar yang belum mengadopsi label halal (Daud, et al., 2012). Dengan label halal merupakan salah satu komponen dalam ajaran agama Islam, penelitian ini ingin melihat hubungan faktor religiositas yang diungkapkan oleh Glock dan Stark pada 1965 (Azam, et al., 2011) dan dengan menggunakan model atribut inovasi yang terdapat pada teori Difusi Inovasi (Rogers, 1983) melihat adopsi konsumen terhadap brand kosmetik dengan label halal yang ada. Maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan antara religiositas dan atribut inovasi dengan keputusan adopsi brand kosmetik dengan label halal di daerah Jabodetabek. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan pemasar dapat lebih memahami kebutuhan konsumen dan menciptakan strategi pemasaran yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh konsumen. Paparan Konsep Religiositas Religiositas mengacu pada tingkatan seseorang percaya kepada ide dan nilai dari agama tertentu dan melaksanakannya (Delener, 1990 dalam Razzaque & Chaudhry, 2013). Religiositas sendiri merupakan komponen yang dapat diukur dalam level dimensi kognitif dan perilaku (Rashid & Ibrahim, 2008).
4
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan lima dimensi religiositas yang telah dikembangkan oleh Charles Glock (1962) dan kemudian Glock dan Stark (1965) dimana pendekatan ini berpusat pada institusi kepercayaan dan ekspektasi sosial yang ada (Huber & Huber, 2012). Dimensi dari religiositas yang dikembangkan Glock inilah yang akan digunaka untuk melihat hubungan antara religiositas dengan laju adopsi brand kosmetik dengan label halal. Kelima dimensi tersebut adalah: 1. Ideological dimension Dimensi ini berfokus dalam menjelaskan pemahaman dasar dari sebuah kepercayaan dimana komponen di dalamnya harus dipercayai dan diakui oleh penganut kepercayaan tersebut (Hanzaee, Attar & Alikhan, 2011). 2. Ritualistic dimension Dimensi ini menjelaskan kegiatan tertentu yang dilakukan oleh pemegang kepercayaan (Hanzaee, Attar & Alikhan, 2011). 3. Intellectual dimension Pada dimensi ini terdapat ekspektasi bahwa penganut kepercayaan tertentu memiliki pengetahuan atau ilmu dasar seputar kepercayaan yang ia pilih (Hanzaee, Attar & Alikhan, 2011). 4. Experimental dimension Dimensi ini mencakup semua perasaan, persepsi dan sensasi yang dirasakan terhadap keyakinan dasar dan kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan kepercayaan yang mereka anut (Hassan, 2007). 5. Consequential dimension Dalam artian yang lebih luas, dimensi ini meliputi efek kegiatan sehari-hari, terhadap kepercayaan agama, pengalaman dan pengetahuan seorang individu (Hanzaee, Attar & Alikhan, 2011). Difusi Inovasi Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Everett Rogers pada tahun 1983. Proses sebuah difusi inovasi dapat dijelaskan dalam lima tahapan dasar, seperti knowledge, persuasion, decision, implementation dan confirmation (Rogers, 1983) Pada penelitian ini peneliti menggunakan proses persuasi dimana terdapat karakteristik inovasi yang merupakan variable independent di dalam penelitian ini, kemudian peneliti juga menggunakan proses
5
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
keputusan yang di dalamnya terdapat keputusan untuk mengadopsi sebuah inovasi atau laju adopsi sebagai variable dependent dari penelitian ini.
Karakteristik Inovasi (Persuation Stage)
Mengutip pernyataan Rogers dalam bukunya Diffusion of Innovation: “An innovation is an idea, practice, or project that is perceived as new by an individual or other unit of adoption” (Rogers,1983, p. 11)
Atribut inovasi sendiri merupakan bagian dari cara untuk mengurangi ketidakpastian dalam mengadopsi sebuah inovasi, atribut inovasi juga dapat membantu menentukan laju adopsi sebuah inovasi di masa depan (Rogers, 1983, p. 213). Atribut inovasi juga digunakan untuk memberikan efektivitas dan efisiensi terhadap proses adopsi sebuah teknologi (Kocak, Kaya, & Erol, 2013). Atribut inovasi tersebut adalah: Relative Advantage Latar belakang seorang individu menjadi faktor penentu utama terhadap relative advantage apa yang dianggap penting sebelum melakukan keputusan untuk mengadopsi (Rogers, 1983). Semakin besar keuntungan relatif yang dirasakan dari suatu inovasi, semakin cepat adopsi dimungkinkan (Kocak, Kaya, & Erol, 2013). Compatibility Jika sebuah inovasi memenuhi standar kompatibilitas dengan kebutuhan individu maka hal ini akan mengurangi tingkat ketidakpastian individu dalam mengadosi inovasi tersebut (Sahin, 2006). Complexity Premkumar dan Ramamurthy (1995) mengemukakan bahwa ide baru yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami lebih cepat untuk diadopsi daripada inovasi yang membutuhkan pengembangkan keterampilan dan pemahaman baru (Peslak, Ceccucci, & Sendall, 2012). Trialability Banyaknya kemungkinan sebuah inovasi dapat dicoba sebelum pengadopsian membantu mengurangi ketidakpasstian individu dan mempercepat laju adopsi (Rogers, 1983). Observability
6
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Merupakan takaran dimana sebuah inovasi dengan dampak yang mudah diamati atau dilihat oleh orang lain, dengan dampak inovasi yang mudah dilihat dan diamati juga secara bersamaan mempermudah komunikasi inovasi tersebut dengan kanal komunikasi yang lebih beragam kepada orang lain (Rogers, 1983).
Dari lima karakteristik inovasi tersebut hanya relative advantage dan compatibility yang akan diturunkan menjadi item dalam pertanyaan pernelitian ini, hal ini berdasarkan penelitian terbaru tentang meta analisis yang dilakukan pada 75 artikel penelitian difusi inovasi yang dilakukan oleh Tornatzky dan Klein (1982), menjelaskan bahwa hanya relative advantage, compatibility dan complexity yang secara terus-menerus berhubungan dengan proses adopsi pada banyak konteks penelitian (Jamshidi dan Hussin, 2013). Selain itu Rogers berpendapat bahwa penelitian menggunakan complexity terhadap laju adopsi masih jauh dari kesimpulan (Rogers, 1983, p.231) maka peneliti memutuskan hanya akan menggunakan relative advantage dan compatibility. Rate of Adoption Mengetahui pola adopsi produk baru pada konsumen merupakan sesuatu yang penting bagi pemasar dikarenakan perannya di dalam proses persebaran sebuah produk. Ketepatan mengidentifikasi apa yang membedakan alasan seseorang mengadopsi sebuah produk di awal peluncurannya dengan konsumen lain yang baru memilih mengadopsi setelah produk tersebut masuk ke dalam pasar besar merupakan kunci dari kesuksesan pemasaran produk baru di era teknologi saat ini (Hanzaee, Attar & Alikhan, 2011).
Label Labelling atau label merupakan sebuah bagian dari kegiatan branding dimana tujuan utama dari kegiatan ini adalalah memberikan pembeda pada suatu produk dengan produk lainnya yang terdapat di pasar. Selain itu label memberikan tempat bagi sebuah payung brand untuk memenuhi keinginan konsumen yang lebih luas, tetapi masih di dalam jangkauan pelayanan mereka. Barang-barang dengan label tertentu memberikan kenyamanan dan kepastian bagi pembeli bahwa produk yang mereka pilih memiliki kualitas atau atribut yang dianggap penting bagi pembeli (Tronstad, et al., 2005) Dengan berkembangnya Islamic branding maka kata halal menjadi bentuk label yang dapat ditemui pada brand-brand yang menyasar pasar komunitas muslim (Abdul-Talib & Abd-Razak, 2013). Halal merupakan salah satu kata dalam bahasa Arab yang mempunyai
7
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
pengaruh dalam kepercayaan Islam, secara umum halal dapat diartikan sebagai dibolehkan atau diizinkan (Wilson & Liu, 2010). Wardah Wardah merupakan salah satu produk kosmetik keluaran dari PT. Paragon Technology & Innovation yang berfokus pada produksi produk kosmetik di Indonesia. Brand Wardah sendiri merupakan brand kosmetik dengan rangkaian produk yang terdiri dari skin care hingga make-up decorative. Keberadaan Wardah di pasar kosmetik Indonesia sebenarnya telah ada sejak 7 tahun yang lalu, namun baru pada 2012, brand ini secara gambling masuk ke pasar kosmetik dengan membawa label halal dalam komunikasi produknya. Wardah dapat dikatakan sebagai pionir dalam katagori brand kosmetik dengan label halal dikarenakan Wardah merupakan brand kosmetik pertama yang memiliki label halal dari MUI. Selain itu Wardah merupakan market leader pada katagori brand kosmetik dengan label halal (Sudarmari, 2014). Konsumer Muslim Nazia Hussain, Director of Cultural Strategy, Ogilvy & Mather Global mengatakan bahwa konsumen muslim saat ini merupakan jenis konsumen yang didorong oleh ambisi untuk sukses dimana konsumen muda muslim saat ini sangat tebuka dengan perubahan yang positif dan inovasi sama halnya dengan konsumen lainnya, tetapi yang menjadi perbedaan adalah perubahan dan inovasi yang dibawa harusnya memiliki atau membawa nilai yang mereka percayai sejak awal (Memac Ogilvy, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Center for Middle-Class Consumer Studies yang dilakukan di enam kota besar di Indonesia menyatakan saat ini konsumen komunitas muslim dapat dibagi dalam 4 kategori, kategori-kategori tersebut dijelaskan dalam tingkat nilai-nilai agama yang dianut dan juga penerimaan terhadap ilmu pengetahuan, dan aspek-aspek kehidupan modern lainnya. Keempat kategori tersebut adalah:
Apathist, mereka adalah konsumen muslim yang memiliki keterkaitan rendah terhadap manfaat fungsional dan emosional sebuah produk dan juga memiliki keterkaitan rendah terhadap manfaat spiritual yang diberikan oleh produk
Rationalist, adalah mereka yang memiliki keterkaitan tinggi dengan manfaat fungsional dan emosional pada sebuah produk namun tidak pada manfaat spiritual yang ada
Universalist, merupakan mereka yang sama-sama memiliki keterkaitan tinggi terhadap nilai agama dan manfaat fungional sebuah produk 8
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Conformist, adalah mereka yang memiliki keterkaitan tinggi terhadap nilainilai agama tetapi tidak dengan manfaat fungsional dan emosional yang ditawarkan sebuah produk
Saat ini pasar komunitas muslim diisi oleh ke empat katagori kelompok ini, tetapi dari keempatnya kelompok universalist dengan komposisi 23% merupakan sasaran utama para pemasar saat ini (Masud & Liliyah, 2014). Metodologi Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma positivis dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang nantinya akan menghasilkan data deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan survey. Metode ini sendiri menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden baik dengan daftar pertanyaan tertulis atau yang diajukan secara lisan (Bailey, 1994). Teknik penarikan sampel yang akan digunakan adalah non-probabilita, purposive sampling dimana teknik ini digunakan untuk dapat mengetahui lebih mendalam tentang masalah yang sedang diteliti (Neuman, 2006). Purposive sampling mengacu pada pengambilan sampel berdasarkan keputusan dimana peneliti secara sengaja memilih grup atau individu tertentu yang memiliki hubungan kuat dengan topik yang sedang diteliti (Williamson, et al., 1977). Untuk analisis data peneliti akan menggunakan analisis bivariat untuk melihat hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti. Untuk dapat memenuhi kedalaman data peneliti juga akan menggunakan analisis univariat. Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan dari religiositas dan atribut inovasi dengan adopsi brand kosmetik dengan label halal. Hipotesis penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara religiositas dan adopsi brand kosmetik dengan label halal dan atribut inovasi dengan adopsi brand kosmetik dengan label halal. Setelah dilaksanakan uji statistik pada data, ditemukan kecocokan dengan hipotesis yang telah dijabarkan sebelumnya. Sehingga hipotesis diterima. Bahwa secara bersama-sama religiositas dan atribut inovasi mempunyai hubungan terhadap adopsi brand kosmetik dengan label halal. Adanya pengaruh pada dua variabel independen terhadap satu variabel dependen menandakan adanya hubungan timbal balik diantara variabel independen dan dependen. Dalam artian lain jika ada kenaikan pada variabel independen yaitu religiositas dan atribut inovasi, maka ada peningkatan pada adopsi brand kosmetik dengan label halal. Diluar terbuktinya hipotesis penelitian, peneliti melihat sebuah temuan yang menarik dari hasil uji 9
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
statistik. Melihat besaran koefisien determinasi dengan nilai 50.3%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor independen hanya mampu menjelaskan 50.3% dari fenomena adopsi brand kosmetik dengan label halal. Dapat dilihat angka ini memiliki selisih yang sangat kecil dengan keseluruhan fenomena adopsi brand kosmetik dengan label halal.Adapun sisanya 49.7% dari variabilitas fenomena adopsi brand kosmetik dengan label halal tidak dapat dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian inidan harus dijelaskan dengan faktor-faktor lainnya yang berasal dari luar model regresi ini. Faktor tersebut dapat berupa harga, orang yang berpengaruh atau influencer atau kualitas barang tersebut, namun harus dilakukan penelitian terkait untuk membuktikan pernyataan ini. Jika melihat dari hasil uji statistik yang mendukung hipotesis peneliti, hal ini telah dipaparkan dalam beberapa tulisan akademis yang mengangkat mengenai hubungan religiositas dan atribut inovasi dalam adopsi suatu ide dan produk. Rogers (1983) dalam bukunya Diffusion of Innovation telah menyebutkan adanya faktor yang dapat membuat suatu ide dan produk dapat diterima atau diadopsi oleh individu atau masyarakat. Faktor ini yang kemudian dikenal dengan atribut inovasi. Juga telah disebutkan ada keterkaitan antara sosial dengan kemungkinan adopsi suatu ide dan produk (Rogers, 1983). Secara lebih spesifik religiositas juga memiliki hubungan keterkaitan dalam menentukan keberhasilan adopsi sebuah ide atau produk (Azam, Qiang, Abdullah, & Abbas, 2011). Adanya hubungan keeratan yang cukup ini dikarenakan religiositas dapat mempengaruhi pemahaman dan sikap seorang individu terhadap suatau hal (Mokhlis, 2006). Temuan kedua adalah, berdasarkan Pearson correlation atau ukuran keeratan antara variabel terlihat ada perbedaan yang signifikan antara kedua variabel independent. Walaupun keduanya memiliki hubungan dengan variabel dependen tetapibesar hubungan variabel religiositas tidak sebaik variabel atribut inovasi. Dengan nilai ini dapat disimpulkan bahwa keputusan adopsi brand kosmetik dengan label halal lebih dekat kaitannya dengan atribut dari inovasi itu sendiri dibandingkan dengan religiositas yang dimiliki seseorang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh presepsi yang mungkin terjadi pada calon adopter, karena dijelaskan bahwa religiositas merupakan sebuah teori yang tidak hanya berada pada tahapan perilaku seseorang tetapi juga pada tahap kognisi seseorang (Rashid & Ibrahim, 2008). Dan selain itu, sifat religiositas yang menjelaskan hubungan personal tetapi juga hubungan sosial seseorang memungkinkan terdapat perbedaan persepsi diantara keduanya (Pace, 2014). Perbedaan nilai hubungan yang lebih rendah pada religiositas dapat saja disebabkan pada pandangan responden sebagai kelas menengah yang memandang simbol Islam, dalam 10
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
hal ini label halal sebagai alat yang signifikan untuk mobilitas sosial dan pembentukan definisi kelas menengah yang baru. Sehingga keberadaan kosmetik dengan label halal menjadi lebih dekat hubungannya dengan atribut inovasi dibandingkan dengan religiositas orang tersebut sendiri. Dalam kalangan menengah inilah berkembang perasaan untuk menunjukkan identitas religious dalam bentuk belanja barang dan jasa (Hasan, 2011). Namun kaitan pada hal ini harus diteliti lebih lanjut lagi. Untuk lebih lanjut hubungan antara kedua variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari distribusi jawaban responden. Terdapat kecenderungan dalam pemberian jawaban oleh responden jika membandingkan antara distribusi jawaban pada pertanyaan mengenai religiositas masing-masing responden dengan keputusan mereka untuk mengadopsi brand kosmetik dengan label halal. Pada pertanyaan mengenai religiositas, responden cenderung menjawab pada kolom sangat setuju dan setuju sedangkan pada kolom pertanyaan adopsi responden cederung menjawab setuju dan tidak setuju. Sebaliknya pada distribusi jawaban untuk variabel atribut inovasi dan religiositas ditemukan lebih banyak kesamaan didalamnya. Jika melihat pertanyaan nomor 25 “Keberadaan brand kosmetik dengan label halal mempermudah saya membedakan brand kosmetik antara satu dan yang lain” yang merupakan pertanyaan untuk item relative advantage terdapat 56 orang yang menjawab pada kolom setuju. Membandingkan dengan pertanyaan nomor 36 “Keberadaan label halal pada brand kosmetik mempermudah saya mengambil keputusan untuk membeli brand tersebut” yang merupakan kelanjutan dari pertanyaan nomor 25 terdapat 50 orang yang menjawab pada kolom setuju atau selisih 6 orang. Dari contoh ini terlihat konsistensi jawaban pada variabel atribut inovasi terhadap adopsi dibandingkan dengan jawaban pada variabel religiositas terhadap variabel adopsi. Pada pertanyaan nomor 34 “Sebelum membeli brand kosmetik dengan label halal saya mencoba mencari tahu apa pendapat teman saya yang telah memiliki brand tersebut lebih dulu” terdapat 58 orang yang menjawab pada kolom setuju, artinya lebih dari setengah responden mencari informasi terlebih dahulu mengenai kosmetik dengan label halal sebelum membeli terlepas dari faktor religiositas dan atribut inovasi yang dimiliki oleh kosmetik tersebut. Hal ini telah dipaparkan oleh Rogers (1983) bahwa informasi memainkan peranan penting sebelum seseorang masuk pada tahap adopsi berikutnya. Selain itu memiliki pengetahuan yang cukup terhadap suatu produk mempengaruhi keputusan untuk mengadopsi, pengetahuan yang kurang memadai mengenai suatu produk dapat membatalkan proses adopsi tersebut (Lai, 1991 dalam Rehman & Shahbaz Shabbir, 2010). Kesimpulan 11
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Berikut adalah beberapa poin yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dalam penelitian ini:
Terdapat hubungan yang positif dan linear antara religiositas dengan adopsi brand kosmetik dengan label halal
Terdapat hubungan yang positif dan linear antara atribut inovasi dengan adopsi brand kosmetik dengan label halal
Terdapat hubungan antara variabel religiositas dan atribut inovasi dengan adopsi brand kosmetik dengan label halal. Hal ini menunjukkan semakin kuat religiositas dan atribut inovasi maka semakin besar kemungkinan seseorang mengadopsi brand kosmetik dengan label halal
Dari hasil uji statistik kedua variabel independen hanya mampu menjelaskan 50.3% dari keseluruhan faktor terhadap keputusan adopsi brand kosmetik dengan label halal yang dilakuan oleh individu.
Variabel independen atribut inovasi memiliki keeratan hubungan yang lebih besar dibandingkan dengan variabel independen religiositas.
Saran Saran akademis Dari segi pengembangan topik, hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua faktor independen hanya mampu menjelaskan 50.3% dari fenomena adopsi brand kosmetik dengan label halal. Dari hasil ini peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya melihat faktor-faktor lain diluar religiositas dan atribut inovasi dalam keputusan adopsi brand kosmetik dengan label halal. Pengembangan topik juga dapat dilakukan selanjutnya dengan menggunakan mix method untuk mengetahui karekteristik religiositas dan atribut inovasi dengan lebih dalam lagi yang dapat mempengaruhi adopsi brand kosmetik dengan label halal. Saran Teknis Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan pada penelitian berikutnya karakteristik populasi dibuat lebih beragam sehingga dapat menghasilkan data yang dapat mengambarkan kegiatan adopsi brand kosmetik dengan label halal dengan lebih baik. Saran Praktis Dari hasil penelitian ini penting untuk para praktisi dan pemasar produk kosmetik untuk mempertimbangkan penggunaan label halal pada brand kosmetik milik mereka 12
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
untuk dapat memenuhi seluruh aspek yang dianggap penting pagi konsumen. Selain itu bagi brand kosmetik dengan label halal, penting untuk terus meningkatkan kualitas dan atribut lain diluar keberadaan label halal. Melihat dari kekuatan keterikatan variabel religiositas yang tidak sebagus pada variabel atribut inovasi terhadap keputusan adopsi brand kosmetik dengan label halal.
13
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Bailey, K. D. (1994). Methods of social research (4th ed.). New York: Free Pass. Neuman, W. Lawrence.(2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches – 6th edition. Pearson International Edition Rogers, E. M. (1983). Diffusion of Innovation (3rd ed.). New York: Free Press. Tronstad, R., Lobo, R., Umberger, W., Nakamoto, S. T., Curtis, K. R., Lev, L., . . . Bastian, C. (2005). Certification and Labeling Considerations for Agricultural Producers (1st ed.). Wahington: Western Extension Marketing Committee. Williamson, J. B., Karp, D. A., & Dalphin, J. R. (1977). The Research Craft: An Introdaction to Social Science Method (2nd ed.). Boston: Little, Brown and Company. Sumber Jurnal: Abdul-Talib, A., & Abd-Razak, I. (2013). Cultivating export market oriented behavior in halal marketing: Addressing the issues and challenges in going global. Journal Of Islamic Marketing, 4(2), 187--197. Alserhan, B. A. (2010). Islamic branding: A conceptualization of related terms. Brand Management, 18(1), 34-49. Alserhan, B. A. (2010). On Islamic branding: Islam as good deeds. Journal of Islamic Marketing, 1(2), 101-106. Azam, A., Qiang, f., Abdullah, M. I., & Abbas, S. A. (2011). Impact of 5-D of Religiosity on Diffusion Rate of Innovation. International Journal of Business and Social Science, 2(17), 177-185. Daghfous, N., Petrof, J. V., & Pons, F. (1999). Values and adoption of innovations: A crosscultural study. The Journal of Consumer Marketing, 16(4), 314-331. Daud, M. N., Aziz, H. A., Baharudin, N. H., & Shamsudin, S. F. (2012). Identifying the Determinant Attributes of Halal Cosmetics Product That Influence Its Positioning Strategy in Malaysian Market. Journal of Applied Sciences Research, 8(1), 301-313.
14
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Fatena, M., Bhuiyan, F. A., & Bhuiyan, M. A. (2013). Shari‟a Compliance in Building Identified Islamic Brands . EJBM-Special Issue: Islamic Management and Business, 5(11), 10-16. Hanzaee, K., Attar, M., & Alikhan, F. (2011). Infestigating the Effect of Gender Role Attitude on The Relationship Between Dimention of Religiosity and New Product Adoption. World Applied Sciences Journal, 13(6), 1527-1539. Hasan, N. (2011). Islam in Provincial Indonesia: Middle Class, Lifestyle, and Democracy. AlJami'ah: Journal Of Islamic Studies, 49(1). doi:10.14421/ajis.2011.491.119-157 Hassan, R. (2007). On Being Religious: Patterns of Religious Commitment in Muslim Societies. The Muslim World, 97(3), 437-478. doi:10.1111/j.1478-1913.2007.00190.x Jamshidi, D., & Hussin, N. (2013). Determining a Conceptual Framework for Adoption of Islamic Credit Card in Context of Malaysia. Journal Of Basic And Applied Scientific Research, 3(1), 188-196. Kocak, N. G., Kaya, S., & Erol, E. (2013). Social Media from the Perspective of Diffusion of Innovation . The Macrotheme Review, 2(3), 22-29. Kordnaeij, A., Askaripoor, H., & Postgraduat, A. (2013). Studying Affecting Factors on Customers’ Attitude toward Products with Halal Brand (Case study: Kuala lumpur, Malaysia). International Research Journal Of Applied And Basic Sciences, 4(10), 31383145. Mokhlis, S. (2006). The effect of religiosity on shopping orientation: An exploratory study in malaysia. Journal of American Academy of Business, Cambridge, 9(1), 64-74. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/222845324?accountid=17242 Pace, S. (2014). Effects Of Intrinsic And Extrinsic Religiosity On Attitudes Toward Products: Empirical Evidence Of Value-Expressive And Social-Adjustive Functions. Journal Of Applied Business Research (JABR), 30(4), 1227--1238. Peslak, A., Ceccucci, W., & Sendall, P. (2012). An Empirical Study of Social Networking Behavior Using Diffusion of Innovation Theory. Nashville Tennessee: CONISAR Proceedings.
15
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Rajagopal, S., Ramanan, S., Visvanathan, R., & Satapathy, S. (2011). Halal certification: implication for marketers in UAE. Journal of Islamic Marketing, 2(2), 138-153. Rashid, M., & Ibrahim, S. (2008). The effect of culture and religiosity on business ethics: A cross-cultural comparison. Journal Of Business Ethics, 82(4), 907--917. Razzaque, M., & Chaudhry, S. (2013). Religiosity and Muslim consumers' decision-making process in a non-Muslim society. Journal Of Islamic Marketing, 4(2), 198--217. Rehman, A., & Shahbaz Shabbir, M. (2010). The relationship between religiosity and new product adoption. Journal Of Islamic Marketing, 1(1), 63-69. doi:10.1108/17590831011026231 Sahin, I. (2006). DETAILED REVIEW OF ROGERS‟ DIFFUSION OF INNOVATIONS THEORY AND EDUCATIONAL TECHNOLOGY-RELATED STUDIES BASED ON ROGERS‟ THEORY. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 5(2), 14-23. Shah Alam, S., & Mohamed Sayuti, N. (2011). Applying the Theory of Planned Behavior (TPB) in halal food purchasing. International Journal Of Commerce And Management, 21(1), 8-20. doi:10.1108/10569211111111676 Shah Alam, S., Mohd, R., & Hisham, B. (2011). Is religiosity an important determinant on Muslim consumer behaviour in Malaysia?. Journal Of Islamic Marketing, 2(1), 83-96. doi:10.1108/17590831111115268 Williams, B., Brown, T., & Onsman, A. (2010). Exploratory factor analysis: A five-step guide for novices. Journal Of Emergency Primary He Alth Care (JEPHC), 8(3), 5-10. Retrieved from http://ro.ecu.edu.au/jephc/vol8/iss3/1 Wilson, J., & Liu, J. (2010). Shaping the Halal into a brand. Journal Of Islamic Marketing, 1(2), 107--123. Sumber Majalah: Masud, D., & Liliyah, A. (2014). Memahami Empat Segmen Kelas Menengah Muslim. SWA, pp. 38-40. Palupi, D. (2014). Kiblat Pasar Muslim Dunia. SWA, pp. 26-27. Soelaeman, H. (2014). Wardah: Sang Pioner Kosmetik Berlabel Halal. SWA, pp. 64-65.
16
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014
Sudarmari,. (2014). Gelombang Besar Pasar Kelas Menengah Muslim. SWA, p. 31.
Sumber Internet: DeSilver, D. (2013). World’s Muslim population more widespread than you might think. [online] Pew Research Center. Available at: http://www.pewresearch.org/facttank/2013/06/07/worlds-muslim-population-more-widespread-than-you-might-think/ [Accessed 7 Aug. 2014]. Jake, N. (2014). Innovation Excellence | Four Types of Innovation and the Strategic Choices Each One Represents. [online] Innovationexcellence.com. Available at: http://www.innovationexcellence.com/blog/2014/01/12/four-types-of-innovation-andthe-strategic-choices-each-one-represents/ [Accessed 7 Aug. 2014]. Khan, S. and Janmohamed, S. (2014). Meet the Futurists: The new Muslim consumer | Islamic Branding Consultancy & Marketing for Muslim Consumer Markets - Ogilvy Noor. [online] Ogilvynoor.com. Available at: http://www.ogilvynoor.com/index.php/meet-the-futurists-the-new-muslimconsumer/#.U-L3nWNeBi0 [Accessed 7 Aug. 2014]. Roberts, J. (2010). Young, connected and Muslim | Analysis | Marketing Week. [online] Marketingweek.co.uk. Available at: http://www.marketingweek.co.uk/analysis/essential-reads/young-connected-andmuslim/3014934.article [Accessed 12 Aug. 2014]. S. Aritonang, M. and Parlina, I. (2014). MUI, govt wrangle over halal certification. [online] Thejakartapost.com. Available at: http://www.thejakartapost.com/news/2014/02/28/mui-govt-wrangle-over-halalcertification.html [Accessed 13 Aug. 2014].
17
Universitas Indonesia
Hubungan religiosita..., Pravitha Lascaria Utami, FISIP, 2014