HUBUNGAN PERILAKU DENGAN STATUS KESEHATAN NEONATUS PADA IBU YANG MENGALAMI PREEKLAMPSI DI RUANG BERSALIN RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES KUPANG
(NATALIANSYI SARIAWATI MALEHERE,SST)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian anak. Penyebab kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang timbul dari sewaktu kehamilan yang berpengaruh pada kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardiovaskuler (Saefuddin 2010). Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia perkiraan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 6 – 12 % sangat bervariasi dari masing-masing daerah dan hasil penelitian disetiap rumah sakit (Manuaba, 2007). Pre-eklampsia adalah hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (sistolik > 140mm Hg atau diastolik 90mm Hg) dengan proteinuria yang berkembang setelah kehamilan berusia lebih dari duapuluh minggu. Edema generalisata (anasarka) perlu dipertimbangkan atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.
Terdapat banyak faktor risiko yang mempengaruhi antara lain
genetik, nullipara <20 tahun, riwayat hipertensi, riwayat Diabetes Mellitus, kehamilan ganda, bayi besar, usia > 34 tahun, obesitas (BMI > 35) dan hidramnion, infeksi saluran kemih, kondisi penyakit ginjal, hipertensi kronik, interval kehamilan > 10 tahun, kadar asam urat tinggi, defisiensi kalsium, menurunnya asam lemak tak jenuh, antioksidan (Hanifah, 2009). Pre-eklampsia merupakan penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi dan bertanggung jawab terhadap 30–40% kematian ibu dan 30–50% kematian perinatal. Pre-eklampsia berhubungan dengan sejumlah kasus bayi kecil untuk masa kehamilan dan
kematian perinatal di seluruh dunia.
Pada pre-eklampsia terjadi penurunan perfusi utero
plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Kelainan pembuluh darah plasenta pada ibu preeklampsia dapat menyebabkan hipoksia kronis dan gangguan nutrisi janin sehingga sering terjadi retardasi pertumbuhan janin yang dapat berakhir pada berat badan lahir rendah (Saifuddin, 2010). Berat Badan Lahir Rendah adalah berat badan kurang dari 2500 gram. Tidak semua bayi dengan berat badan lahir rendah bermasalah sebagai prematur tetapi terdapat beberapa kriteria yaitu berat badan lahir rendah sesuai dengan umur kehamilan menurut perhitungan haid terakhir dan berat badan lahir rendah dengan kecil masa kehamilan, sebab terjadinya BBLR SGA (small for gestation age) atau KMK (kecil masa kehamilan) salah satunya adalah gangguan vascular ibu hamil (hipertensi ibu hamil, penyakit ginjal, pre-eklampsia/eklampsia) di mana terjadi gangguan retroplasenter sirkulasi sehingga menimbulkan kekurangan nutrisi, O2, vitamin dan lainnya. Dampak pada bayi dengan pertumbuhan janin terhambat adalah terjadinya respiration distress syndrome yaitu pembentukan surfaktan paru bayi tidak terlalu berhasil sehingga dapat menimbulkan gangguan dilatasi alveolus paru saat pernapasan pertama (Manuaba, 2007). Penyebab kematian ibu terjadi akibat indikasi yang sering muncul, seperti pendarahan, pre-eklampsia, infeksi dan aborsi. Selain itu ada faktor lain yang cukup penting misalnya pendidikan ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam pencapaian akses informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Pengaruh budaya setempat masih sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan ibu dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu, contoh : budaya Indonesia mengutamakan kepala keluarga untuk mendapat makanan bergizi, dan ibu hamil hanya sisanya, empat (4) terlalu dalam melahirkan : terlalu muda (batasan reproduksi sehat 20 – 35 tahun); terlalu tua (kehamilan berisiko pada usia di atas 30 tahun); terlalu sering (jarak ideal untuk melahirkan : 2 tahun); terlalu banyak (jumlah persalinan di atas 4), serta tiga (3) terlambat : terlambat mengambil keputusan, sering dijumpai pada masyarakat kita bahwa pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan penanganan segera.
Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas
pertimbangan faktor sosial budaya dan faktor ekonomi, terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan, terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian banyak yang menyatakan bahwa ada hubungan pre-eklampsia dengan faktor resiko. Wandabwa (2010) di RS Kampala Uganda mengatakan bahwa faktor resiko yang mempengaruhi pre-eklampsia dan eklampsia adalah sosial ekonomi rendah, hipertensi kronik, riwayat keluarga hipertensi dan nulliparitas. Maryam (2011) di Tehran Iran mengatakan bahwa pre- eklampsia terjadi pada ibu dengan infeksi saluran kemih dan riwayat pre- eklampsia sebelumnya. Jasovic (2011) mengatakan rata-rata kejadian pre- eklampsia terjadi pada primigravida pada usia < 20 tahun dan 31–35 tahun. Apri Ramadhani dkk mengatakan ada hubungan antara primigravida dan riwayat hipertensi dengan kejadian pre-eklampsia dan eklampsia yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2012, ada juga Wahyuni Angelo dkk menemukan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian preeklampsia yaitu faktor umur, paritas dan pemeriksaan antenatal care yang dilakukan di RSKD Siti Fatimah Makassar tahun 2012, dan hasil penelitian Rozikhan (2007) di RS Dr. H. Soewondo Kendal mengatakan bahwa resiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah karena adanya riwayat pre-eklampsia, keturunan dan paritas.
1.2 Identifikasi Masalah Masalah – masalah yang dapat di identifikasikan antara lain : 1.2.1
Target MDGs tahun 2015 terkait penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian bayi (AKB) 23 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 32 per 1.000 kelahiran hidup . Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan AKI masih 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup dan AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) dan AKABA dalam 5 tahun terakhir menunjukkan tren penurunan, namun tren AKI diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDGs, Sedangkan hasil SDKI 2012 menunjukkan telah terjadi peningkatan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi
Perdarahan (28%), disusul Hipertensi dalam kehamilan (24%), Infeksi (11%), Partus lama (5%), dan Abortus (5%), komplikasi masa nifas 8%, emboli obstetri 3%, lain-lain 11% ( Depkes, 2010 ). 1.2.2
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas akibat hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi, hal ini disebabkan selain oleh penyebab yang tidak jelas juga oleh perawatan
dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna (Saifuddin, 2010). 1.2.3
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian ibu, meskipun masih banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk menangani masalah ini. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah terutama yang tinggal di pedesaan menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah kodrat wanita yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan dan perawatan), sosial ekonomi dan sosial budaya yang masih rendah.
1.2.4
Pengambilan data awal angka kejadian pre-eklampsia di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang selama periode Januari sampai Juni 2014, terdapat kasus pre-eklampsia sebesar 15% dari seluruh persalinan , dan ibu pre-eklampsia yang melahirkan bayi dengan kondisi berat badan lebih dari 2500 gram sebesar
80%
sedangkan ibu pre-eklampsia yang melahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram sebesar 20% kemudian kasus bayi baru lahir yang mengalami aspiksia dari ibu dengan pre-eklampsia sebesar 30% dari seluruh persalinan ibu pre-eklampsia. 1.2.5
Angka kematian ibu dan bayi secara keseluruhan masih tinggi dari target MDGs yang ditetapkan oleh WHO, di NTT angka kematian ibu secara bertahap dapat diturunkan walaupun belum mencapai target MDGs namun angka kematian bayi masih tinggi sekali dari target MDGs.
1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan yang ada, dapat dibatasi ke dalam 3 permasalahan inti yaitu : 1.3.1
Angka Kematian Bayi (AKB) dan AKABA dalam 5 tahun terakhir menunjukkan tren penurunan, namun tren AKI diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDGs.
1.3.2
Kesadaran masyarakat, tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat tentang kesehatan ibu hamil masih rendah.
1.3.3
Penyebab kematian ibu disebabkan karena Perdarahan, hipertensi dalam kehamilan yang dapat berpotensi terjadinya pre-eklampsia , Infeksi, partus lama, dan abortus, komplikasi masa nifas, emboli obstetri, dan lain-lain.
1.3.4
Berdasarkan beberapa hasil penelitian pre-eklampsia pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin yang menyebabkan bayi lahir aspiksia dan berat badan lahir rendah.
1.4 Rumusan Masalah Pre-eklampsia berhubungan dengan sejumlah kasus bayi kecil untuk masa kehamilan dan kematian perinatal di seluruh dunia. Pada pre-eklampsia terjadi penurunan perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Kelainan pembuluh darah plasenta pada ibu pre-eklampsia dapat menyebabkan hipoksia kronis dan gangguan nutrisi janin sehingga sering terjadi retardasi pertumbuhan janin yang dapat berakhir pada berat badan lahir rendah. Kun Ika (2012) menyatakan ada Hubungan antara Preeklamsia dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Siti Nuri, dkk (2012) menyatakan ada pengaruh faktor risiko usia, paritas, keturunan, riwayat pre-eklampsia, riwayat hipertensi, status gizi, kenaikan berat badan selama hamil, dan ANC terhadap kejadian pre-eklampsia, Lisa, dkk (2012) menyatakan terdapat hubungan antara pre-eklampsia yang diderita ibu selama kehamilan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR), maka diperlukan suatu penelitian deskriptif analitik terhadap hubungan faktor perilaku dan dengan status kesehatan neonatus pada ibu hamil yang mengalami pre-eklampsia .
1.5 Tujuan 1.5.1
Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan faktor perilaku dengan status kesehatan neonatus pada ibu hamil yang mengalami pre-eklampsia di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang.
1.5.2
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi status kesehatan neonatus ibu yang mengalami pre-eklampsia di ruang bersalin RSUD Prof.dr.W.Z.Johannes Kupang 2. Mengidentifikasi faktor perilaku ( predisposisi, pemungkin dan penguat )ibu yang mengalami pre-eklampsia di ruang bersalin RSUD Prof.dr.W.Z.Johannes Kupang 3. Menganalisis hubungan antara faktor perilaku ibu yang mengalami pre-eklampsia dengan status kesehatan neonatus di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang.
1.6 Manfaat penelitian 1.6.1
Manfaat Teoritis
Memberikan informasi ilmiah untuk pengembangan ilmu tentang pre-eklampsia
dengan
kesehatan neonatal di institusi pendidikan.
1.6.2
Manfaat Praktis
1. Sebagai masukan bagi instansi rumah sakit dalam menganalisis angka kejadian Pre-eklampsi yang berkunjung ke rumah sakit 2. Sebagai bahan dalam memberikan pendidikan/ informasi kesehatan kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur untuk deteksi awal resiko tinggi pada kehamilan . 3. Sebagai masukan bagi para peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pre-eklampsia 2.1.1
Definisi
Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan di mana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Pre-eklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Pre-eklampsi merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya
(Rustam,
2008). Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah Umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2008). Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Eklamsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada wanita hamil dan nifas (Sarwono, 2010).
2.1.2
Penyebab Penyebab kematian ibu dibagi menjadi penyebab kematian langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab kematian langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita Pre- eklampsia. Akan
tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grande multigravida, janin besar,kehamilan dengan janin lebih dari satu, obesitas. Kira-kira 85%Pre- eklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Pre-eklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%.
Pre-eklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari Pre-eklampsia
ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).
Menurut Rustam
(2008) etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut“penyakit teori”, namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab Pre-eklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini. Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan: Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada : primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III; Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan Pre-eklampsi dan eklamsi. Menurut Manuaba (2008) dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian Pre- eklamsi dan eklamsi di antaranya : Jumlah primigravida, terutama primigravida muda, distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosam, Penyakit yang menyertai hamil : diabetes mellitus, kegemukan, umur ibu di atas 35 tahun.
Teori iskemia plasenta dianggap dapat menerangkan berbagai gejala pre-
eklampsia dan eklampsia : kenaikan tekanan darah, pengeluaran protein dalam urin, edema kaki, tangan sampai muka. Terjadinya gejala subjektif: sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri pada epigastrium, sesak napas, berkurangnya urin, menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma, terjadi kejang. Pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada Preeklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, rennin dan aldosteron, tetapi dijumpai
edema, hipertensi dan proteinuria (Manuaba, 2008).
Berdasarkan teori iskemia implantasi
plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, rennin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air.
2.1.3
Tanda dan Gejala Pre-eklampsia Biasanya tanda-tanda Pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang
berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada Pre- eklampsia berat didapatkan sakit kepala didaerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntahmuntah. Gejala-gejala ini ditemukan pada Pre-eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah banyak (Manuaba, 2008). Pre-eklampsia ringan ;Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam, Tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan interval pemeriksaan 6jam, kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu, proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualifikasi positif 1 sampai positif 2 pada urin kateter atau urin aliran tengah (Manuaba, 2008). Pre-eklampsia berat; Bila salah satu diantara gejala atau tanda diketemukan pada ibu hamil sudah dapat digolongkan Pre-eklampsia berat : tekanan darah 160/110 mmHg, oliguria, urin kurang dari 400cc/24jamm proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter, keluhan subyek penelitian; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran, Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm. Peningkatan gejala dan tanda Pre-eklampsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia. Pre-eklampsia pada tingkat kejang disebut eklampsia (Manuaba, 2008).
2.1.4
Cara Pencegahan Pre-eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab
yang sama. Oleh karena itu pencegahan dan diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti
dapat menemukan tanda-tanda dini Pre-eklampsia dan dalam hal itu dilakukan penanganan dengan sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Informasi tentang manfaat istirahat dan diet berguna untuk
pencegahan
(Saifuddin, 2002). Untuk mencegah Pre-eklampsia dapat dilakukan dengan : Non Medikal : Restriksi gram : tidak terbukti dapat
mencegah terjadinya Pre-eklampsia, Pengawasan antenatal yang teratur,
Suplementasi diet yang mengandung : Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh misalnya omega-3 PUFA,
Antioksidan : vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQ10,
NAcetylcysteine,asam lipoit, Elemen logam berat : zink, magnesium, kalsium, Tirah baring. Medikal : Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya Pre-eklampsia bahkan memperberat hipovolemia, Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya pre-eklamsi, Kalsium : 15002000 mg/hari, dapat dipakai sebagai suplemenpada resiko tinggi terjadinya pre eklampsi, meskipun belum terbukti bermanfaat mencegah Pre-eklampsia, Zink : 200 mg/hari.
2.1.5
Komplikasi Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita Pre-eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada Pre eklampsia ( Bobak, 2005) : a. Solusio Plasenta : Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Pre-eklampsia b. Hipofibrinogemia. Kadar fibrin dalam darah yang menurun c. Hemolisis. Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah. d. Perdarahan Otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita Pre eklampsia. e. Kelainan Mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu dapat terjadi. f. Edema Paru. Pada kasus Pre eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung. g. Nekrosis Hati. Nekrosis periportal pada Pre eklampsia, eklampsia merupakan akibat vasospasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk Pre-eklampsia.
h. Sindrome Hellp Haemolisis, peningkatan enzim hati dan trombosit rendah Kelainan Ginjal Kelainan berupa endoklorosis glomerulus, yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain,kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. i. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Cozgulation) j. Prematuritas, Dismaturitas dan kematian janin intro uteri.
2.1.6
Faktor Risiko Yang Mungkin Berperan Pada tahun 2009 sebesar 272 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2010 turun menjadi 252
per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2011 mengalami penurunan lagi menjadi 208 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2012 menurun lagi menjadi 172 per 100.000 KH, dan pada tahun 2013 hingga bulan agustus sebanyak 126 per 100.000 KH ((Profil Dinkes NTT, 2013). Hal ini berarti Jumlah kasus kematian ibu di NTT tahun 2009 – 2013) mengalami penurunan. Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan
yang dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia/ eklampsia yang menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat melalui determinan proksi/dekat ( proximate determinants ), determinan antara ( intermediate determinants ), dan determinan kontekstual / jauh (Contextual determinants ). Determinan proksi/dekat : Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi pre-eklampsia berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut. Determinan intermediate. Faktor yang berperan dalam determinan intermediate antara lain: 1) Faktor usia : Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya pre-eklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun
(usia muda kurang dari 20 thn). Studi di RS Neutra di Colombia, Porapakkhan di Bangkok, Efiong di lagos dan wadhawan dan lainnya di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia cukup tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal. Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-eklampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami pre-eklampsia. Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun, insiden hipertensi karena kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan 2,7% ) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25 – 29 tahun. 2) Paritas. Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 – 8 persen pasien pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravida. Faktor yang mempengaruhi preeklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak
risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi pre-eklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%. 3) Kehamilan ganda. Pre-eklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% pre-eklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah distensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan
bahwa 8 (4%) kasus pre-eklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu. 4) Faktor genetika. Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklampsia, Atau mempunyai riwayat pre-eklampsia/ eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari. Kami menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1987). Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit hipertensi yang mendasari. Separuh lebih dari multipara dengan hipertensi juga menderita proteinuria dan karena menderita superimposed pre-eklampsia. Kecenderungan untuk pre-ekalmpsia/eklampsia akan diwariskan.
Chesley dan Cooper
(1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa preeklampsia/eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian, pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin . 5) Riwayat pre-eklampsia. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus pre-eklapmsia mempunyai riwayat preeklapmpsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat. 6) Riwayat hipertensi. Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala pre-eklampsia
atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (Superimposed pre-eklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak. 7) Riwayat penderita diabetes militus. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus pre-eklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan pre-eklampsia) terdapat 9 (5,3%). 8) Status gizi. Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya pre-eklampsia. Selama paruh pertama abad ke 20, pertambahan berat badan yang direkomendasikan selama kehamilan dibatasi sampai di bawah 20 lb (9,1 kg). Saat itu dianggap bahwa restriksi ini dapat mencegah timbulnya hipertensi dalam kehamilan dan makrosomia janin yang menyebabkan harus dilakukannya seksio sesarea. Namun pada tahun 1970an, wanita dianjurkan untuk menambah beratnya paling sedikit
25 lb (11,4 kg) untuk mencegah
kelahiran premature dan gangguan pertumbuhan janin. Pada tahun 1990 Institute of medicine merekomendasikan pertambahan berat 25 sampai 35 lb (11,5 sampai 16 kg ) untuk wanita dengan indeks massa tubuh prahamil normal. 9) Pemeriksaan antenatal. Pre-eklapmpsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melakukan tes proteinuri, mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema. Setelah diketahui diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk kedalam eklampsia. Disamping faktor-faktor yang sudah diakui, baik tidaknya kondisi ditentukan juga baik tidaknya antenatal care. Dari 70% pasien primigravida yang menderita preeklampsia, sebagian besar tidak melaksanakan atenatal care.
10) Penggunaan alat kontrasepsi. Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga
menpunyai kontribusi
cukup besar terhadap
kematian ibu
terkomplikasi, namun perkiraan kontribusi pelayanan KB terhadap kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetri lainnya, antara lain eklampsia yaitu 20%. Faktor yang berperan dalam Determinan jauh a) Tingkat pendidikan. Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak pendidikan yang didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif. Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih menperhatikan kesehatan dirinya. Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 80 kasus preeklampsia berat mempunyai pendidikan kurang dari 12 tahun, dibanding 72 (44,2%) kasus bukan preeklampsia berat berpendidikan kurang dari 12 tahun. b) Faktor sosial ekonomi. Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi berhubungan dengan angka kenaikan pre-eklampsia. Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik akan lebih jarang menderita pre-eklampsia, bahkan setelah faktor ras juga ada . Tanpa mempedulikan hal tersebut, pre-eklampsia yang diderita oleh wanita dari keluarga mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa seperti halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh. Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagai mana mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan medis walupun tersedia. Mereka itulah yang mempunyai risiko untuk mengalami eklampsia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia/ eklampsia. c) Pekerjaan. Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh
dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan seperti pegawai kantor, administrasi perusahaan atau mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklampsia.
2.1.7
Pencegahan kejadian pre-eklampsia dan eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda pre-eklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan masa interval yang tepat. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil, antara lain: Diet makanan. Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan. Pengawasan antenatal . Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian: Uji kemungkinan pre-eklampsia: Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya, Pemeriksaan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan kenaikan berat badan atau
edema, Pemeriksaan protein urin, Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata. Penilainan kondisi janin dalam Rahim : Pemantauan tinggi fundus uteri, Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban, Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
2.2 Konsep Neonatus Neonatus (BBL) adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem ( Cunningham, 1995 ). Kelangsungan hidup bayi tergantung pada cepat dan teraturnya pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara lingkungan barunya dan sirkulasi paru-paru.
Segera setelah lahir
pola
pernapasan bergeser dari satu inspirasi episodic dangkal yang khas pada pernapasan janin, menjadi pola inhalasi lebih dalam dan teratur.
2.2.1
prinsip dasar pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang memperlemah kondisi ibu hamil perlu diprioritaskan seperti gizi yang rendah, jarak antar kehamilan terlalu dekat, dan buruknya hygiene . disamping itu perlu dilakukan pembinaan kesehatan prenatal yang memadai dan penanggulangan faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal yang meliputi ; perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran preterm, aspiksia dan hipotermia. Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan. Manajemen yang baik pada waktu masih dalam kandungan, segera sesudah dilahirkan , dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat. Saat lahir bayi mengalami perubahan-perubahan fisiologi yang banyak dan cepat.
2.2.2
perawatan segera neonatus Pada saat bayi dilahirkan baik pervaginam maupun secara dan seksio sesarea wajah
segera di bersihkan dan mulut serta hidung di sedot. Sebelum dan selama proses kelahiran pertimbangan cermat harus diberikan pada ketentuan tentang kesejahteraan bagi bayi ; status kesehatan ibu, usia kehamilan, lamanya persalinan, lamanya selaput ketuban pecah, pemberian obat-obatan, jenis dan lamanya anastesi dan derajat kesulitan yang ditemukan yang mempengaruhi kelahiran. Kebanyakan bayi normal mengambil nafas dalam beberapa detik setelah lahir dan menangis dalam setengah menit. Kalau pernafasannya tidak spontan pengisapan mulut dan faring diikuti dengan tepukan pada telapak kaki dan usapan pada punggung biasanya menghasilkan rangsangan untuk bernafas. Pemanjangan interval melebihi 1 sampai 2 menit menunjukkan abnormalitas. Penyebab penting kegagalan untuk mempertahankan respirasi efektif mencakup (Cunningham, 1995 ) : hipoksia fetus karena sebab apapun , pemberian obat kepada ibu, imaturitas fetus yang nyata, sumbatan saluran pernafasan bagian atas, pneumotoraks , kelainan paru , aspirasi cairan fluid yang terkontaminasi meconium, cedera system saraf sentral, septicemia
2.2.3
Metoda untuk evaluasi kondisi neonatus Bantuan yang sangat bermanfaat dalam mengevaluasi bayi adalah sistem nilai Apgar
yang diterapkan pada 1 menit dan pada 5 menit setelah lahir . semakin tinggi nilai Apgar maksimum 10 semakin baik kondisi bayi. Nilai apgar 1 menit menentukan perlunya resusitasi segera. Nilai Apgar 7 – 10 tidak memerlukan bantuan selain penyedotan nasofaring yang sederhana. Bayi depresi ringan sampai sedang dengan nilai 4 sampai 6 akan memperlihatkan depresi pernafasan, lemas dan warna pucat sampai biru tetap denyut jantung dan iritabilitas refleksnya baik. Bayi depresi berat mempunyai nilai 0 sampai 3, denyut jantung yang lambat tak terdengar dan respon reflex rendah atau tidak ada ( Cunningham, 2005 ). Selama bertahun-tahun nilai Apgar digunakan untuk menilai kondisi neonatus segera setelah lahir .
Sistem Nilai APGAR Tanda
0
Denyut jantung Tidak ada Usaha bernafas Tidak ada Tonus otot
Lemas
1
2
Lambat (< 100x/m ) Rendah tidak teratur Sedikit
Diatas 100x/m Baik, menangis
fleksi Gerakan aktif
ektremitas Iritabilitas
Tidak memberi Menyeringai
reflex
respon
Warna kulit
Biru, pucat
Badan
Menangis keras merah, Semua merah
ekstremitas biru Cunningham, 2005
2.2.4
Usia Gestasi dan Berat Badan Lahir Teknologi modern dan asuhan keperawatan yang baik secara signifikan telah
mengontribusi peningkatan kesehatan dan semua kelangsungan hidup bayi beresiko akibat usia gestasi atau berat badan lahir. Bayi yang lahir jauh sebelum aterm dan bertahan hidup mengalami kondisi yang secara negative mempengaruhi kualitas kehidupan bayi tersebut.
Kondisi ini
meliputi necrotizing enterocolitis, dysplasia broncopulmoner dan retinopati prematuritas. Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi
adalah
( Bobak, 2005 ) : -
Preterm/premature ; lahir sebelum usia gestasi 37 minggu dengan mengabaikan berat badan Aterm ; lahir antara minggu ke 38 dan akhir gestasi 42 minggu; Pascaterm/postdate ; lahir setelah 42 minggu gestasi; Pascamatur ; lahir setelah 42 minggu gestasi, setelah mengalami efek insufisiensi plasenta yang progresif. Penyebab kelahiran preterm dan pascaterm sebagian besar belum diketahui. Namun insiden kelahiran preterm paling tinggi ialah pada kelompok sosial ekonomi rendah. Hal ini kemungkinan diakibatkan kurangnya pelayanan kesehatan prenatal yang komprehensif. Faktorfaktor lain yang berhubungan dengan kelahiran preterm meliputi pre-eklampsia, kelahiran
kembar, dan adanya masalah pada plasenta. Berat badan lahir bayi memiliki kisaran normal untuk setiap usia gestasi dalam hitungan minggu. Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan berat badan adalah (Bobak,2005) :
Besar untuk Masa Kehamilan (BMK). Berat diatas persentil ke 90(atau dua atau lebih standar deviasi diatas nilai normal ) pada minggu manapun.
Sesuai Masa Kehamilan (SMK). Berat berada diantara persentil ke 10 dan ke 90 untuk usia bayi
Kecil Masa Kehamilan (KMK). Berat badan di bawah persentil ke 10 ( dua atau lebih standar deviasi dibawah nilai normal).
Berat Badan Lahir Rendah . berat bayi 2500 gram atau kurang pada saat lahir. Bayi yang baru lahir ini dianggap mengalami kecepatan pertumbuhan intrauterin kurang dari yang diharapkan atau pemendekan periode gestasi. Kelahiran preterm dan BBLR umumnya terjadi bersamaan. Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan janin yang kecepatan pertumbuhannyatidak normal.
Berat Lahir Sangat Rendah. Berat bayi 1500 gram atau kurang saat lahir.
Penyebab umum bayi baru lahir yang mengalami BMK antara lain intoleransi glukosa selama masa hamil, maternal diabetes mellitus yang sesungguhnya, nutrisi berlebihan dan hereditas. Bayi baru lahir yang mengalami KMK bisa dipengaruhi oleh ibu yang merokok selama hamil, keadaan hipertensi, nutrisi yang buruk, anemia atau nefritis. Selain itu kelahiran bayi baru lahir KMK bisa berhubungan dengan kehamilan multi janin, kehamilan kembar yang berbedaatau anomaly kongenital. Infeksi tinggi, rubella, atau infeksi intrauterine bisa mempredisposisi wanita terhadap kelahiran bayi KMK. Malnutrisi janin, IUGR, dan distress fetal yang kronis adalah proses lain yang bisa mengakibatkan kelahiran bayi KMK.
2.3 Konsep teori Lawrence Green Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Dan menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni: a. Faktor Pendorong (predisposing factors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya, contohnya seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya, tanpa adanya pengetahuanpengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.
b. Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya, contohnya sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, buang air di WC, makan makanan yang bergizi dan sebagainya, tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang airbesar di kali/kebun menggunakan air kali untuk keperluan seharihari, dan sebagainya.
c. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat rumahnya ada Polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
2.4 Keaslian penelitian No
Penulis (tahun)
Tujuan
Desain
Hasil Penelitian
Penelitian 1
Hermanto,
dkk. untuk
metode
(2013). Hubungan mengetahui Indeks Tubuh
observasional- bermakna
Massa hubungan antara analitik Ibu dan indeks
Peningkatan
tubuh (IMT) ibu case-control.
Kehamilan
e-Biomedik
massa ibu
dan
peningkatan berat saat
kehamilan dengan
Pre- kehamilan
eklampsia . Jurnal dengan
antara
analisis badan
berat badan saat chi-square
dengan
1,
indeks
massa dengan desain tubuh
Berat Badan saat dan peningkatan Uji
(eBM),
terdapat hubungan
pre-eklampsia. pre-
eklampsia.
Volume
Nomor
1,
Maret 2013, hlm. 305-311 2
Kun Ika (2012). untuk
jenis
Adanya
Hubungan antara mengetahui
penelitian
eklampsia dapat
Pre-eklampsia
analitik
menyebabkan
hubungan antara
Pre-
dengan
Bayi pre-eklampsia
korelasional
terjadinya
Berat
Lahir dengan bayi
dengan
kejadian
pendekatan
BBLR, hal ini di
cross
akibatkan
Rendah
(BBLR) berat lahir
Jurnal
Ilmiah rendah (BBLR)
Perawatan STIKES
di RSUD Hang Gambiran
oleh
sectional,anali karena sis
data adanya disfungsi
menggunakan
plasenta
Volume 3 Nomor
spearman
uterus
2/April 2012
rank
faktor lain yang
Tuah
Surabaya Kota Kediri.
mempengaruhi
dan
juga adalah kurangnya asupan diet pada ibu yang
pre
-
eklampsia sehingga berkontribusi terjadinya BBLR. 3
Nuryani,
case
dkk. untuk
study,
(2013). Hubungan mengetahui Pola
Makan, hubungan
Sosial Ekonomi, berapa
dan statistik besar square
control Pola makan yang
uji rendah
energi,
chi- protein,
dan
kalsium,
serta
Ante Natal Care faktor risiko pola
pelayanan
dan Karakteristik makan,
status
antenatalcare
Ibu Hamil dengan sosial ekonomi,
berhubungan
Kasus
dengan
Pre- antenatal
care,
kejadian
eklampsia di kota dan karakteristik
pre-eklampsia.
Makassar. Media ibu hamil dengan
Sementara
Gizi Masyarakat kasus
makan
tinggi
Indonesia, Vol.2, eklampsia
lemak,
rendah
No.2,
antioksidan
Agustus
2013 :104-112
pre-
pola
vitamin
C,
vitamin E, seng, status
sosial
ekonomi, karakteristik umur, paritas dan jarak
kehamilan
tidak berhubungan dengan
kejadian
pre-eklampsia. 4
Sitti
Nur untuk
pendekatan
Hasil
Djannah,
Ika mengetahui
kualitatif
ini,
Sukma
Arianti, gambaran
penelitian secara
dengan desain deskriptif
gambaran
epidemiologi
potong
penderita
epidemiologi
pre-
lintang.
eklampsia/eklamp
melakukan
sia ibu hamil di
kejadian
pre- eklampsia/eklam
pre-
eklampsia/eklamp psia di Rumah analisis
Rumah Sakit PKU
sia di RSU PKU Sakit
Muhammadiyah
muhammadiyah
Muhammadiyah
yogyakarta tahun di 2007–2009.
PKU deskriptif berdasarkan
Yogyakarta hasil tabulasi.
dari tahun 2007–
Yogyakarta tahun 2007–2009 kebanyakan
Buletin Penelitian 2009.
karena
Sistem Kesehatan
kurangnya ANC,
– Vol. 13 No. 4
kehamilan
Oktober
primigravida,
2010:
378–385
faktor
pendidikan tingkat SMA,
dan
kelompok
ibu
yang
tidak
bekerja. 5
Ana
setiyorini Untuk
(2009).
Resiko mengetahui
Kelahiran
pengaruh
Preterm pada Ibu eklampsia Hamil
terhadap di
analitik
mengalami
dan dengan
eklampsia/eklamp terjadinya sia
Ibu
pre- observasional
dengan eklampsia
pre-
Penelitian
Rumah kelahiran
square
pre-
eklampsia ringan
case berisiko 3,39 kali
control.uji staistik
yang
lebih besar, dan chi ibu
yang
mengalami
pre-
eklampsia
berat
Sakit Panti Rapih preterm di rumah
berisiko 3,56 kali
Yogyakarta.
lebih besar untuk
sakit panti Rapih
Jurnal Kesehatan Yogyakarta
melahirkan
Vol
2
preterm dibanding
November 2009.
dengan ibu yang
ISSN 1693-4903
tidak
7.
No
mengalami
pre-eklampsia 6
Sriminarti,
dkk Mengetahui
(2013
). hubungan
Hubungan
penambahan
Penambahan
berat
Berat
Penelitian
Ada hubungan
observasional
antara
dengan
penambahan berat
badan pendekatan
Badan dengan kejadian retrospektif,
dengan Kejadian pre-eklampsi Pre-eklampsi
menggunakan
pada ibu hamil di uji chi-square
badan dengan kejadian preeklampsi pada ibu hamil di RSUD
pada Ibu Hamil di RSUD Prof. Dr.
Prof. Dr. Margono
RSUD prof. dr. Margono
Soekarjo
Margono
Soekarjo
Purwokerto Tahun
Soekardjo
Purwokerto
2011 dengan nilai (p = 0,004).
purwokerto tahun Tahun 2011 2011
Jurnal
Ilmiah Kebidanan, Vol. 4 No. 1 Edisi Juni 2013. 7
Fajarwati Martini,
dan untuk
Case
(2012). menganalisis
control Umur dan pola
eengan
Hubungan antara hubungan antara menggunakan Gaya Selama
Hidup umur,
makan berhubungan
pola uji statistic chi dengan
Masa makan
square
kejadian pre-
Kehamilan
dan dan
aktivitas
eklampsia
Kejadian
pre- fisik
terhadap
sedangkan
eklampsia.
The kejadian
Indonesian
eklampsia
pre-
aktivitas fi sik tidak
Journal of Public serta
berhubungan.
Health, Vol. 8, menemukan No.
3
Maret model
2012: 122–125
terbaik
yang menggambarkan hubungan antara umur,
pola
makan, aktivitas fi sik dan kejadian
pre-
eklampsia.
8
Adi Isworo, dkk mengetahui dan penelitian
Dari
(2012).
analitik
penelitian
Hubungan antara hubungan
obsevasional
faktor
Kecemasan
dengan desain pre-eklampsia,
menganalisis kecemasan
hasil ini riwayat
dengan Kejadian dengan kejadian case control, riwayat hipertensi Pre-eklampsia di pre Kabupaten Banyumas Tengah.
eklampsia
pre- menggunakan pendekatan
Jawa pada ibu hamil di accidental Berita Kabupaten
dan
riwayat
keturunan didapatkan
sampling. uji memberikan efek stratifikasi
modifikasi
Masyarakat, Vol. tahun 2010
dan analisis
terhadap variabel
28, No. 1, Maret
multivariat
kecemasan
yang
2012.
untuk
dibuktikan
oleh
mengontrol
beberapa peneliti
confounders
bahwa
Kedokteran
Banyumas
pre-
eklampsia adalah penyakit bertendensi
yang
untuk timbul pada satu
keturunan
(anak perempuan atau
saudara
perempuan). 9
Lisa Kusuma
Untuk
Studi analitik
Terdapat
Wati, dkk,
mengetahui
dengan
hubungan
hubungan antara
hubungan
pendekatan
pre-
pre-
antara
pre- case-control.
eklampsia/eklamp eklampsia/eklam
analisis
antara
eklampsia/eklamp sia yang diderita
dengan bivariat
sia dengan
psia
kejadian berat
kejadian BBLR melalui
badan lahir
di RSUD dr.
hipotesis Chi-
dengan
rendah (BBLR)
Soedarso
Square
berat badan lahir
di
RSUD
Dr. Pontianak
ibu uji selama kehamilan kejadian
rendah (BBLR).
Soedarso Pontianak
tahun
2012 10
Riris Sinaga, dkk.
Untuk
Penelitian
Luaran neonatus
gambaran luaran
mengetahui
deskriptif,
ditemukan
hasil persalinan
karakteristik
consecutive
asfiksia berat,
pada pasien
pasien,
sampling
asfiksia sedang,
Pre-
luaran neonatus
tidak
eklamsia/eklamps
dan
mengalami
ia di RSUD Dr.
maternal pasien
asfiksia,
Soedarso
pre-
meninggal dunia.
luaran
periode 1 januari eklamsia/eklamsi 2011-31
a di
desember 2011 . RSUD Bagian dan
Obstetri Soedarso Ginekologi Pontianak.
dr.
dan
RSUD
dr.
Soedarso Pontianak, Kalimantan BaratDepartemen Parasit, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen - Ibu bersalin preeklampsia
Variabel dependen Status kesehatan neonatus - BBLR - Aspiksia
Jika P ≤ 0,05 artinya ada hubungan Jika p > 0,05 artinya tidak ada hubungan
Faktor perilaku ; - Predisposisi (usia ibu, paritas, usia kehamilan, pendidikan, pendapatan) - Pemungkin (tempat pelayanan, jangkauan pelayanan, transfortasi) - Penguat (status gizi ibu, pemeriksaan ANC, kepemilikan buku KIA, pelayanan kesehatan, riwayat penyakit)
Gambar 2.1
. Kerangka Konsep Penelitian hubungan faktor perilaku dengan status kesehatan neonatus pada ibu pre-eklampsia
2.6 Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat ibu pre-eklampsia dengan
status kesehatan neonatus di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Desain penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan metode penelitian yang digunakan studi potong lintang (cross sectional) yaitu jenis penelitian dimana data yang berhubungan dengan variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2002).
3.2. Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang bersalin RSUD Prof Dr.W.Z Johannes Kupang dengan alasan bahwa kasus pre-eklampsia cukup banyak baik yang datang dari daerah pedesaan maupun perkotaan walaupun pelayanan kesehatan pada tingkat pertama sudah di tingkatkan. Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survey awal, konsultasi judul, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil penelitian serta seminar hasil penelitian diperkirakan selama 8 (delapan) bulan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016.
3.3. Populasi, Sampel dan Sampling 3.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Variabel tersebut bisa berupa orang, kejadian, perilaku, atau sesuatu subyek penelitian. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh Ibu bersalin yang datang ke ruang bersalin RSUD Prof. Dr. WZ. Johannes Kupang yang di diagnosis pre-eklampsia dalam periode Januari - Desember 2014 sebesar 70 kasus .
3.3.2. Sampel dan Sampling Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008).
sampel adalah bagian dari populasi yang akan
diteliti atau sebagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (hidayat A, 2007). Sampel
dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin
yang datang ke ruang bersalin RSUD
Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang dengan pre-eklampsia periode Desember 2014 sampai Pebruari 2015. Besar sample penelitian ini menggunakan sampling jenuh yaitu penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dan dilakukan bila populasi kecil kurang dari 30 orang (Sugiyono, 2008).
Pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling,
dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoadmodjo, 2012).
3.4. Variabel Penelitian Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya ( Sugiyono, 2008 ). variabel dari penelitian ini adalah : 3.4.1. Variabel independen Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen ( Sugiyono, 2008 ). Pada penelitian ini variabel independen adalah usia ibu, paritas, usia kehamilan, pendidikan, pendapatan keluarga, tempat pelayanan, jangkauan pelayanan, transfortasi, status gizi ibu, pemeriksaan ANC, kepemilikan buku KIA, pelayanan kesehatan, riwayat penyakit)
3.4.2. Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas ( Sugiyono, 2008 ). Pada penelitian ini variabel dependen adalah status kesehatan neonatus.
3.5. Definisi Operasional Definisi operasional adalah pendefinisian variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap obyek atau fenomena (Aziz Alimul H, 2007).
Tabel 3.1 . Definisi Operasional Penelitian Variabel
Definisi
Alat ukur
Skala
Skor
Independen 1. Faktor predisposisi
Usia ibu
Kuisioner Ordinal Usia
responden
dihitung
yang
dari
1 = < 20 2 = 20 - 34
tanggal
3 = ≥ 35
kelahiran sesuai kalender sampai
ulang
tahun
Ordinal
terakhir .
1=1x Kuisioner
Paritas Banyaknya
anak
yang
2=2-4x Ordinal
3=>4x
Ordinal
1=28-36 mg
pernah dilahirkan hidup maupun yang meninggal
Kuisioner
Usia kehamilan
Usia kehamilan pada saat
3=>40 mg
ibu berkunjung ke ruang
Ordinal
bersalin
1= SD/SMP Kuisioner
Pendidikan
2=37-40 mg
Jenjang
pendidikan
2= SMA 3= PT
tertinggi yang ditempuh responden
1 = < Rp Kuisioner
Pendapatan keluarga
Jumlah pendapatan yang
2 = Rp 1.150.000
dibutuhkan
untuk
3 = > Rp
mencukupi
kebutuhan
hidup
selama
sebulan
atau setara dengan UMR kota kupang tahun 2014. 2. Faktor
1.150.000
1.150.000
pemungkin
ibu Kuisioner Ordinal
Tempat
Tempat
dimana
pelayanan
memeriksakan kehamilan
2 = PKM Ordinal
Jarak
yang
Jangkauan
responden
pelayanan
tempat
Transfortasi
menuju Kuisioner pemeriksaan
1 = < 1 km Ordinal
digunakan
2= ≥ 1 km 3= ≥ 2 km
yang Kuisioner
kendaraan tempat
3 = RS
ditempuh
kehamilan responden
1 = Rumah
1= jalan kaki 2= Angkot
menuju
3=
pemeriksaan
mobil/motor
kehamilan responden
pribadi
Kondisi kesehatan ibu Kuisioner Ordinal
1=LILA < 23,5
3. Faktor penguat
Status
cm
gizi yang diketahui dengan
ibu
ukuran
lingkar
lengan
2=LILA 23,5 cm Ordinal
atas Kuisioner
Kenaikan
Kenaikan berat badan ibu
berat badan
selama hamil sekarang
3=LILA > 23,5 cm 1=<11,5 kg
Ordinal
2=11,5-16 kg 3=> 16 kg
Pemeriksaan Jumlah ANC
kunjungan
responden
ke
tempat Kuisioner Ordinal
pelayanan
pemeriksaan
1= Tidak pernah 2= 1-3x
kehamilan
3= ≥ 4x Kuisioner
memeriksakan Kepemilikan Selama kehamilan responden buku KIA
Ordinal
2 = ada, tidak
mendapatkan buku KIA dan mengetahui isi dan
1 = tidak Ada dibaca
Ordinal
3= ada, dibaca
kegunaan buku tersebut Kuisioner
1= dukun
Pelayanan
Selama hamil responden
2= bidan
kesehatan
mendapat
3= dokter
pelayanan
kesehatan dari petugas
umum/spesialis
yang berkompeten Kuisioner
yang
1= Tidak ada
Riwayat
Penyakit
pernah
2= Diabetes
penyakit
diderita oleh responden
Mellitus
sebelum
3=Hipertensi
kehamilan
sekarang.
/Pre-eklampsia
Indikator kesehatan neonatus :
Aspiksia
Keadaan bayi yang tidak bernafas
spontan
dan
teratur
segera
setelah
bayi
lahir
dengan
menggunakan
APGAR
skor
Berat Badan Berat badan bayi yang Lahir
dilahirkan
ditimbang
segera setelah lahir Interval 6-8 = tidak normal 9-10 = kurang Dependen
normal 11-12 = normal
Status kesehatan Keadaan bayi baru lahir Checklist
neonatus
yang
dinilai
segera
setelah bayi lahir dengan menggunakan
APGAR
skor dan berat badan lahir
3.4. Tehnik dan alat Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karateristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,2003). Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan lembar Kuisioner dengan tehnik wawancara terstruktur untuk menilai faktor perilaku ibu pre-eklampsia dan lembar observasi checklist untuk menilai status kesehatan neonatus di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang .
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis data 3.5.1
Tabulasi Data
1. Editing Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan penyesuaian data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian.
Hal ini dilakukan dilapangan sehingga apabila terdapat data yang
meragukan ataupun salah, maka dapat ditanyakan lagi kepada responden
2. Coding Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data memberi kode untuk masingmasing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapan.
3. Tabulating Proses penyusunan data kedalam bentuk tabel. Pada tahap ini data dianggap selesai diproses sehingga harus disusun kedalam suatu format yang telah dirancang. Kemudian data ditabulasi dan dibuat tabel distribusi frekuensi kemudian ditulis dalm bentuk narasi dan presentase.
3.5.2
Analisis Data
1. Analisis Univariate Analisis Univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi tiap kategori (n) dan persentase tiap kategori (%) yang disajikan dalam bentuk tabel. 2. Analisis Multivariat Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel dependen, adapun analisis yang dilakukan antara lain : 1) Untuk mengetahui hubungan antar variabel independen dan variabel dependen, analisis menggunakan uji statistik regresi linier berganda. 2) untuk mengetahui hubungan antara faktor usia ibu, paritas, usia kehamilan, pendidikan, pendapatan keluarga, tempat pelayanan, jangkauan pelayanan, transfortasi, status gizi ibu, pemeriksaan ANC, kepemilikan buku KIA, pelayanan kesehatan, riwayat penyakit dengan status kesehatan neonatus, analisis menggunakan uji statistik regresi linier berganda. 3.6. Masalah etika 3.6.1
Anonimity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subjek, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama pasien.
3.6.2
Confidentiality (Kerahasiaan)
Data yang telah dikumpulkan dari rekam medik akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya akan disajikan atau dilaporkan pada beberapa kelompok yang berhubungan dengan penelitian ini. (Nursalam, 2003)
DAFTAR PUSTAKA Ambreen et.al ( 2012). Journal pre eclampsia : systemic Endothelial Damage Leading to increased activation of the blood coagulation cascade. Journal of Biotech research [ISSN :1944-3285] 2012;4:26-43. Attahir, et.al ( 2010). Association maternal sosio ekonomi status, polygamy and risk of pre eclampsia in rural areas of Northern Nigeria. Journal of Family and Reproductive Health vol 4 no 1 March 2010. A. Aziz Alimul Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data. Jakarta : salemba Medika. Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pedekatan Praktik. Ed rev, cet 14 . Jakarta : Rineka Cipta Bobak, 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed .4. EGC : Jakarta Ben-Zion T ( 1994) Kapita Selekta Kedaruratan Onstetri dan Ginekologi,Ed 2, EGC: Jakarta. Cunningham F. Gary. ( 2005 ). “Obstetri Williams“ Edisi 21. EGC Jakarta. Dahlan M.S (2009) Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Ed 4, Salemba Medika: Jakarta. Depkes RI (2010) Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Indikator Menuju Indonesia, Kementrian Kesehatan : Jakarta Demice et.al (2013). Pre eclampsia as a risk faktor for diabetes: A population based cohort study. Plos medicine April 2013 vol 10. Issue 4, e1001425. Emily et.al ( 2012). Risk pregnancy pre eclampsia. Bachelor’s thesis Degree Programe Of Nursing Turku Universitas of Applied Sciences
Eiland, et.al (2012) pre eclampsia 2012. Hindawi Publishing corporation Journal of pregnancy volume 2012 ,article ID 586578 , 7 pages, doi: 10.11 55/2012/586578 Guerries et.al ( 2013). Faktors associated with severe pre eclampsia and eclampsia in Jahun, Nigeria. International Journal of women’s Health 2013:5. 509-513. Hidayat A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Jasovic et.al (2011). Previous pregnancy history parity, maternal age and risk of pregnancy induced hypertension. Clinical study Bratisl Lek Listy 2011 ;112.188-191. James Walker (2000). Severe Pre eclampsia and Eclampsia. Bailliere’s Clinical Obstetri and Ginecology vol 14 no 1 PP 57-71/2000. Jeunifer, et.al (2006) Preeklamsia a and oter pregnancy complication as an adaptive response tu unfamilier semen, Cambarigeunuverstym press, pres. Lowdermilk. Perry. Bobak (1995),
Maternity Nuring ,
Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia. Manuaba, dkk (2008) Pengantar Kuliah Obstetri, EGC: Jakarta Myles (2009) Buku Ajar Bidan,Ed 14, EGC: Jakarta. Maryam, et.al (2011). Risk faktor for pre eclampsia : a study in Tehran, Iran. Archives of Iranian Medicine vol 14.no 6 November 2011. Notoadmodjo ( 2012 ). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed . Rev. rineka Cipta : Jakarta
Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, ed 1, Salemba Medika: Jakarta. Rustam ( 2008) Sinopsis Obstetri: Ostetri Fisiologi dan Patologi, Ed.2, EGC: Jakarta. Ratcharat Khumsat et.al (2008). Incidence and risk faktors of Hellp syndrome in Thai Pregnant woment with severe pre eclampsia : Thai journal of Obstetrics and Ginecology. Oktober 2008 vol. 16. PP 192-198. Saifuddin (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed 1. Cet 2. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta Saefuddin (2010). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Ed 2, Bina Pustaka: Jakarta. Sarwono ( 2010) Ilmu Kebidanan, Ed 4, Bina Pustaka: Jakarta. Saryono ( 2013) Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan, Nuha Medika: Yogyakarta. Stanley. L, David.H (1997) Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Ed 1 Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sugiono (2008) Statistik untuk Penelitian, cet 13, Alfabeta: Bandung. Tin-tin et.al (2012). Promoting Antenatal Care Services for Early Detection of Preeclampsia. Who South-East Asia Journal Health 2012 : 1. 290-298. Wandabwa (2010) Risk Faktor for Severe Preeklampsia and Eklampsia In Mulago Hospital, Kampala Uganda: East African Medical Journal Vol 87, Bulan Oktober 2010 .