HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN STRESS AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG MERANTAU DI SALATIGA OLEH VEDORA KUSUMANDA HERDY PUTRI 802010125
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang betanda tangan di bawah ini : Nama : Vedora Kusumanda Herdy Putri Nim : 802010125 Pogram studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul: HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN STRESS AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG MERANTAU DISALATIGA Dengan hahak bebas royalty non eksklusif dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap nama saya sebagai penulis/penciptanya. Demikian surat pernyataan ini saya dengan sebenarnya. Dibuat di : Salatiga Pada tanggal : 17 September 2015 Yang menyatakan,
Vedora Kusumanda Herdy Putri
Pembimbing Utama
Berta E. A Prasetya., MA
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang betanda tangan dibawah ini : Nama
: Vedora Kusumanda Herdy Putri
Nim
: 802010125
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul : HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN STRESS AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG MERANTAU DISALATIGA Yang dibimbing oleh : Berta E A Prasetya.,MA
Adalah benar-benar hasil karya saya. Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga,17 september 2015 Yang memberi pernyataan
Vedora Kusumanda H.P
LEMBAR PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN STRESS AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG MERANTAU DISALATIGA Oleh Vedora Kusumanda Herdy Putri 802010125 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 29 September 2015 Oleh : Pembimbing Utama
Berta E.A Prasetya.,MA Diketahui oleh , Kaprogdi
disahkan oleh,. Dekan
Dr.Chr Hari Soetjiningsih, MS.
Prof.Dr.Sutarto Wijono. MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN STRESS AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG MERANTAU DI SALATIGA
Vedora Kusumanda Herdy Putri Berta E. A. Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa yang merantau di Kota Salatiga. Penelitian ini dilakukan pada 100 orang mahasiswa yang merantau di Kota Salatiga dan berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Kemandirian yang dikembangkan berdasarkan simpulan aspekaspek Kemandirian menurut Soetjiningsih (1993) dan Skala Stress Akademik menurut Lin dan Chen (2009) dikembangkan berdasarkan 7 faktor dalam stress akademik yaitu teacher stress, result stress, test stress, studying in groups stress, peer stress, time management stress and self-inflicted stress. Pengujian hipotesis menggunakan uji korelasi dengan teknik pearson correlation dan diperoleh hasil skor pearson correlation sebesar -0,041 dengan signifikansi 0,342 atau p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif signifikan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa yang merantau di Kota Salatiga. Kata Kunci :
Kemandirian, Stress Akademik, Mahasiswa, Perantauan, Salatiga
i
Abstract
This study aims to determine the relationship between Independence and academic stress on wardered students in Salatiga City. This study was conducted on 100 students who go abroad in Salatiga and enrolled at the Satya Wacana Christian University Salatiga. The sampling is done by using purposive sampling technique. Data collected by using the Scale Independence were developed based conclusions aspects of Independence by Soetjiningsih (1993) and the Scale Stress Academic according to Lin and Chen (2009) developed based on seven factors in the stress academic that teacher stress, the result of stress, stress test, studying in groups stress, peer stress, time management stress and self-inflicted stress. Hypothesis testing using correlation with Pearson correlation technique and the results of Pearson correlation score of -0.041 with a significance of 0.342 or p> 0.05 so that it can be concluded that there is no significant positive relationship between the independence of the academic stress on wardered students in Salatiga City.
Keywords: Independence, Academic Stress, Student, Wardered, Salatiga
ii
1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Perguruan tinggi menjadi tempat bagi individu dalam mengembangkan kemampuan dan mempersiapkan diri menjadi tenaga-tenaga professional yang akan mengarahkan mereka menjadi sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya. Sebagai kelanjutan dari pendidikan menengah pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian (DepDikNas, 2000). Di Indonesia perbandingan kualitas perguruan tinggi berbeda di setiap daerahnya.Secara umum data yang tercatat hingga tahun 2015 menunjukan bahwa sebagian besar perguruan tinggi dengan kualitas terbaik berada di wilayah Indonesia bagian tengah, terkhususnya di pulau Jawa. Perguruan tinggi tersebut tersebar di beberapa kota seperti Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya (economiholic.com). Perbedaan kualitas perguruan tinggi antar daerah di Indonesia tersebut membuat kebanyakan mahasiswa memilih untuk merantau ke luar daerah untuk menempuh pendidikan tinggi mereka. Dengan tujuan mendapatkan pendidikan yang berkualitas para calon mahasiswa mengusahakan berbagai cara dan sampai pada keputusan akhir menempuh pendidikan tinggi di luar daerah asal. Berbagai tantangan dan resiko serta biaya yang tidak murah mereka pertimbangan demi masa depan yang lebih baik. Seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan akademik di perguruan tinggi
2
tidak hanya sekedar hadir di kampus dan menghadiri kelas akan tetapi banyak aktivitas lain pula yang harus mereka lakukan seperti, bersosialisasi, mengerjakan tugas rumah, dan mencari uang tambahan melalui bekerja (Govaerst & Gregoire, 2004). Sebagai
pendatang
para
mahasiswa
perantauan
diharuskan
mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dimana mereka berada. Interaksi akan berjalan baik bila mampu beradaptasi mengurangi gesekan nilai dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang telah lama tinggal di daerah itu, yaitu dengan cara berinteraksi, cepat bergaul, bersikap sopan santun, ramah, berkomunikasi memahami dan menghargai nilai dan kebiasaan yang dianut masyarakat setempat. Tidak hanya berlaku di lingkungan masyrakat, kondisi tersebut juga berlaku di lingkungan akademik mereka. Proses adaptasi yang mereka lakukan membuat proses akademik yang mereka jalani menjadi semakin kompleks. Beberapa fenomena menunjukan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam proses akademik karena ketidakmampuan beradaptasi dengan situasi tersebut (Sari, 2012). Kondisi dan situasi yang penuh tuntutan tersebut seringkali menjadi stressor yang cukup berpengaruh pada performa akademik mereka. Stress yang dialami individu merupakan reaksi individu terhadap hal-hal yang dirasa sulit dihadapi atau diluar dari kemampuan mereka. Stress yang dihadapi individu membuat mereka berpikir untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagai bentuk reaksi atau respon mereka untuk bertahan (Potter & Perry, 2005). Stress merupakan interaksi antara tuntutan lingkungan dengan keterampilan individu (Spielberger, 1979). Govaerst & Gregoire (2004) menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa yang mengalami stress meningkat setiap semesternya. Stress yang paling umum dialami
3
oleh mahasiswa adalah terkait dengan dunia akademik yang dijalani. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa stress akademik merupakan sebuah situasi dimana individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi. Hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 Juli 2015 terhadap 6 orang mahasiswa perantauan dari luar Pulau Jawa menemukan bahwa kesulitan utama yang mereka rasakan adalah terkait dengan pola komunikasi dan relasi sosial. Mereka mengakui bahwa kendala bahasa dan perbedaan budaya menyulitkan mereka untuk membangun relasi dengan mahasiswa dari daerah lain. Ditambahkan pula, ketika mereka dihadapkan pada situasi sosial dalam lingkungan perkuliahan mereka cenderung merasakan ketidaknyamanan akibat dari perbedaanperbedaan situasi tersebut.Selain itu, mereka mengalami kesulitan dalam meregulasi diri saat berada jauh dari keluarga. Kesulitan muncul ketika mereka harus menyelesaikan segala tugas dan tanggun jawab sendiri.Sebagai contoh beberapa mahasiswa perantauan yang terbiasa melakukan aktivitas sendiri tidak mengalami kesulitan ketika berkuliah terpisah dengan orang tua dan keluarga. Namun beberapa mahasiswa perantauan aktivitasnya ada campur tangan dari keluarga dan orang sekitar sebelum mereka merantau untuk belajar di luar daerah asal terkadang mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitasnya sendiri karena sudah terbiasa mendapat bantuan orang lain. Hal tersebut menunjukan kondisi mahasiswa perantauan sangatlah rentan terhadap berbagai macam tekanan dan kondisi stressyang berakibat pada performa akademik mereka. Agolla & Ongori (2009) menjelaskan bahwa stress akademik dipengaruhi beberapa faktor seperti manajemen waktu, tuntutan akademik, dan lingkungan
4
akademik. Davidson (2001) menambahkan stress akademik yang dirasakan individu bersumber dari situasi yang monoton, kebisingan, orang-orang, tugas yang terlalu banyak, harapan yang mengada-ada,kurangnya konrol, keadaan tidak dihargai, kurangnya dukungan, kehilangan kesempatan, tuntutan yang saling bertentangan, dan deadline tugas perkuliahan. Individu yang mampu meregulasi diri dan mempunyai kemandirian diri yang cukup baik cenderung mampu mengurangi stress yang dirasakan. Pada dasarnya stress pada individu dapat dikurangi. Salah satunya dengan meningkatkan kemadirian individu. Elkind (2011) mengemukakan bahwa individu yang mandiri cenderung resisten terhadap stressor yang muncul. Situasi transisi mahasiswa perantau yang semula bertempat tinggal dengan orang tua menghadapkan mahasiswa pada perubahan-perubahan dan tuntutantuntutan baru. Perubahan tersebut adalah lingkungan yang baru dan irama kehidupan yang baru. Sementara tuntutan yang harus dihadapi mahasiswa perantau adalah tuntutan dalam bidang kemandirian, tanggung jawab dan penyesuaian diri dengan lingkungan barunya(Widiastono, 2001). Hasil penelitian yang dilakukan Petrof (2008) menunjukan bahwa kedekatan dengan lingkungan keluarga dan relasi mengurangi kecemasan dan perasaan stress yang dialami oleh individu. Hal tersebut menunjukan bahwa peran lingkungan dan orang lain di sekitar individu mempengaruhi munculnya perasaan stres yang dirasakan oleh individu tersebut. Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai hubungan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa perantauan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Akademik 1. Pengertian Stress Akademik Stres adalah suatu kondisi dimana transaksi antara individu dan lingkungannya mengarahkan individu mempersepsikan adanya kesenjangan antara tuntutan fisik atau psikologi dari suatu situasi tertentu dengan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu (Lazarus dkk, dalam Sarafino, 2002). Lazarus (dalam Ogden, 2000) menyatakan stres melibatkan stresor dan respon individu terhadap stresor (strain). Lin dan Chen (2009) menambahkan bahwa stress akademik bersumber dari interaksi antara guru dengan siswa, kecemasan terkait hasil belajar yang diperoleh, ujian atau tes yang akan dihadapi, proses belajar dalam kelompok, pengaruh teman sebaya dalam proses akademik, kemampuan dalam memanajemen waktu, serta persepsi individu terkait kemampuan belajarnya yang mempengaruhi kinerja akademik yang ditampilkan. American Accreditation Health Care Commission (2005) mendefinisikan stress sebagai suatu respon terhadap situasi atau faktor yang menimbulkan emosinegatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi. Beberapa jenis stres cukup membantu karena menimbulkan motivasi bagiindividu yang bersangkutan. Akan tetapi, stres yang berlebihan dapat mengganggu kehidupan, aktivitas dan kesehatan dari individu. Stress akademik berkaitan dengan segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupan akademik. Stress akademik diartikan sebagai kondisi atau keadaan individu yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa
6
tentang stressor akademik. Lebih lanjut Govaerst & Gregoire (2004) menjelaskan bahwa stress akademik erat kaitannya dengan kehidupan akademik yang dialami pelajar tergantung situasi dan keadaan dimana individu mencari ilmu pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stress akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami pelajar karena adanya kesenjangan antara tuntutan akademik di lingkungan belajar dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan respon dalam diri pelajar baik secara fisik maupun secara psikologis.
2. Sumber Stress Akademik Lin dan Chen (2009) menjelaskan bahwa stress akademik berkaitan dengan beberapa hal antara lain: 1. Teacher stress Teacher stress berkaitan dengan stressor yang muncul akibat dari interaksi antara pelajar dengan guru serta kebijakan-kebijakan yang dibuat guru terkait proses akademik yang berlangsung. 2. Result Stress Result Stress merupakan kondisi situasi stress yang dirasakan individu berkaitan dengan tuntutan terhadap hasil belajarnya dan hasil belajar yang dicapainya. 3. Test Stress Perasaan cemas terkait tes-tes akademik yang dihadapi individu dalam proses akademiknya.
7
4. Studying stress in group Merupakan kondisi stress yang dirasakan individu berkaitan dengan proses dalam setting belajar kelompok. 5. Peer stress Peer stress muncul akibat interaksi antara individu dengan lingkungan belajar dan individu lainnya. Situasi tersebut menunjukan pengaruh individu dan kelompok yang mempengaruhi performa akademik si pelajar. 6. Time management Berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengelola dan memanajemen waktu belajarnya sehingga mampu menunjukan performa akademik yang maksimal. 7. Self-inflidted stress Berkaitan dengan persepsi individu terhadap kemampuannya dalam menjalankan proses akademik yang mana persepsinya tersebut akan mempengaruhi performa akademik yang ditunjukan.
3. Faktor yang mempengaruhi stress akademik Menurut Davidson dan Coper (dalam Kusuma, 2008) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi stress akademik antara lain: 1. Faktor Internal. Faktor internal yang mempengaruhi stress akademik bersumber dari diri atau pribadi individu seperti kepribadian, locus of control, dan efikasi diri.
8
2. Faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya stress akademik pada individu seperti faktor lingkungan rumah, lingkungan belajar dan lingkungan masyarakat). Selanjutnya Ross dkk (1999) menambahkan mengenai sumber stres yang dialami oleh siswa dengan menggunakan alat Student Stress Survey (SSS) mencakup empat kategori sumber stres, yaitu : Masalah interpersonal, intrapersonal, akademik, lingkungan, frustrasi, konflik, tekanan, perubahanperubahan, dan keinginan diri (Self –imposed). Para peneliti (dalam Elkind, 2001) mengatakan, setidaknya ada lima hal yang mempengaruhi kondisi stress pada individu antara lain: 1) Kompetensi Sosial (Social Competence) Individu yang kebal-stres memiliki kompetensi sosial yang baik. Mereka mudah bersahabat dengan teman sebaya ataupun
orang
dewasa, dan mampu membuat orang lain merasa nyaman bersama mereka. 2) Manajemen Impresi (Impression Management) Individu yang kebal-stres mampu menampilkan diri mereka sebagai karakter yang menawan dan menarik. Mereka kelihatan sangat menyukai orang dewasa, karena merasa mereka dapat belajar banyak dari orangdewasa. Hal itu mengakibatkan orang dewasa mau menerima mereka dan menjadi mentor mereka. 3) Kepercayaan Diri (Self Confident) Individu yang kebal-stres meyakini kemampuan yang mereka miliki dalam mengatasi situasi stres.Mereka melihat masalah mereka
9
sebagai
tantangan
untuk
diselesaikan
daripada
sebagai
bukti
ketidakmampuan mereka. 4) Kemandirian (Independence) Individu yang kebal-stres adalah individu yang mandiri, dan tidak tergoyahkan oleh bujuk rayu apapun. Mereka berpikir untuk diri mereka sendiri dan tidak bisa dihalangi oleh kekuatan atau otoritas apapun. Mereka mampu menemukan tempat untuk mereka sendiri, dimana mereka dapat menemukan ketenangan, kerahasiaan dan kesempatan menciptakan situasi yang mereka butuhkan. 5) Prestasi (Achievement) Individu yang kebal-stres adalah individu yang produktif. Mereka mendapatnilai yang bagus, dan memiliki hobi (menulis puisi, seni ukir, seni lukis,seni pahat, dsb). Sebagian dari talenta dan kekuatan yang mereka miliki diarahkan untuk tugas yang paling penting, yakni untuk bertahan hidup (survival).
B. Kemandirian 1. Definisi Kemandirian Dalam bahasa Inggris kemandirian mempunyai dua istilah penyebuatan yaitu independence dan autonomy. Steinberg mengatakan autonomy mempunyai arti berpikir, merasa dan membuat keputusan yang dibuat oleh diri sendiri, bukan dari kepercayaan orang lain (Russell & Bakken, 2002). Independence (kemandirian) menurut Otto Rank adalah pembebasan kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari
10
lingkungannya (misalnya dari orangtua) yang selama ini mendominasi, pemilahan kepribadian antara kehendak dan kontrak-kehendak, dan integrasi antara kehendak dan kontrak-kehendak menjadi pribadi yang harmonis (Sarwono, 2007). Perkembangan autonomy tidak berakhir setelah masa remaja. Sepanjang masa dewasa, autonomy terus berkembang setiap kali seseorang tertantang untuk bertindak dengan tingkatan baru dari kemandirian. Autonomy memiliki arti khusus selama tahun-tahun pra-remaja dan remaja karena menandakan bahwa remaja adalah orang independen yang unik dan mampu yang tidak terlalu tergantung pada orangtua dan orang dewasa lainnya (Ruseell & Bakken, 2002). Dari beberapa pendapat para ahli, Soetjiningsih (1993) menyimpulkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya aktivitas sendiri, kepercayaan diri, inisiatif, dan tanggung jawab. Menurut Wijayanti (2011), kemandirian di artikan sebagai kepercayaan kepada diri sendiri ataupun perasaan otonomi pada diri sendiri. Sedangkan, Bhatia (1977) mengemukakan bahwa independency merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan oleh diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, dan bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain (dalam Soetjiningsih, 1993). Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya aktivitas sendiri, kepercayaan diri, inisiatif, dan tanggung jawab (Soetjiningsih, 1993). Kemandirian seorang individu dapat dilihat dari sisi berikut ini (Barnadib dalam Rini, 2004):
11
a. Mampu mengambil keputusan b. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya c. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya
2. Aspek-Aspek Kemandirian Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh, Soetjiningsih (1993) membagi empat aspek tentang kemandirian, yaitu : a. Aktivitas sendiri Aspek ini ditunjukkan dari tindakan yang dilakukan atas dorongan diri sendiri, bukan karena dorongan atau tergantung orang lain. Di samping itu, mampu mengendalikan tindakan-tindakannya sendiri dan mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapi. b. Kepercayaan diri Aspek ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, penerimaan diri, dan memperoleh kepuasan dari usaha yang telah dilakukan. c. Inisiatif Aspek ini mencakup adanya kemampuan untuk bertindak secara orisinil, kreatif, eksploratif, penuh gagasan, dan mampu mengembangkan sikap kritis. d. Tanggung jawab Aspek ini ditunjukkan dari adanya keinginan untuk maju, adanya usaha mengejar prestasi dan tujuan secara bersungguh-sungguh, ulet, penuh
12
ketekunan, dan berani menanggung resiko atas tindakan-tindakan yang telah diambil. Disisi lain Steinberg (Russell & Bakken,2002) menjelaskan tiga tipe autonomy, sebagai berikut : a. Emotional Autonomy Emotional Autonomy berkaitan denganemosi, perasaan pribadi dan bagaimana kita berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Selama awal masa remaja, remaja menjadi lebih terlibat dalam hubungan dengan teman-teman. Pada masa remaja akhir, remaja lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang tua atau teman sebaya. b. Behavioral Autonomy Behavioral autonomy berhubungan dengan perilaku. Hal ini mengacu pada kemampuan untuk membuat keputusan secara independen dan untuk menindaklanjuti keputusan tersebut dengan tindakan. Sebagai anak muda, gaya berpikir mereka juga tumbuh dan berubah. Mereka menyadari ada banyak cara untuk melihat situasi apa pun, mulai mencari nasihat dari orang lain dan mampu membandingkan satu pilihan dengan pilihan yang lain. Mereka belajar bahwa setiap orang memiliki bias mereka sendiri, dan mereka mulai merasa lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk mengambil keputusan. c. Value Autonomy Value autonomy berarti memiliki sikap independen dan keyakinan tentang spiritualitas, politik, dan moral. Kemampuan remaja untuk berpikir secara abstrak membantu mereka melihat perbedaan antara situasi umum dan
13
khusus, dan untuk membuat penilaian menggunakan pemikiran tingkat tinggi. Pengembangan otonomi nilai berarti remaja meluangkan waktu untuk mempertimbangkan tata nilai pribadinya. Dengan cara ini, remaja mencapai kesimpulan independen merekasendiri tentang nilai-nilai teori, bukan hanya menerima nilai-nilai teori dari teman atau nilai-nilai yang ditanam untuk mengikuti. Dalam
penelitian
ini
penulis
akan
menggunakan
aspek-aspek
kemandirian berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Soetjiningsih (1993) untuk mengukur kemandirian mahasiswa yang merantau di Salatiga, yaitu aspek aktivitas sendiri, kepercayaan diri, inisiatif, dan tanggung jawab.
C. Mahasiswa Menurut PP RI No. 30 Tahun 1990 mahasiswa diartika sebagai peserta didik yang terdaftar menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya Sarwono menjelaskankan mahasiswa sebagai individu yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia 16-30 tahun (Dilihatya.com). Penjelasan mengenai mahasiswa rantau dijelaskan oleh Winata (2014) sebagai mahasiswa yang bukan berasal dari daerah dimana perguruan tinggi tersebut
berada
dengan
tujuan
pembelajaran
dan
pengembangan
kompetensi.mahasiswa rantau adalah mahasiswa yang bukan berasal dari daerah tersebut yang tujuan adalah kuliah, dan segera lulus.
14
D. Hubungan kemandirian dengan stress akademik Proses akademik yang berlangsung di lembaga pembelajaran menuntut individu agar mampu meregulasi diri serta resisten terhadap segala macam situasi-situasi yang menekan sehingga nantinya mereka dapat menikmati proses pembelajaran tersebut dengan maksimal. Tuntutan dan tekanan di lingkungan akademik sering kali membuat mahasiswa kurang nyaman dan kurang mampu menikmati setiap proses di dalamnya. Hal tersebut berimplikasi pada performansi akademik yang di tunjukan. Tuntutan dan tanggung jawab mahasiswa berkaitan dengan proses akademiknya bervariasi tidak terbatas pada pengembangan kemampuan akademik semata namun kemampuan social dan pengembangan diri juga menjadi tanggung jawab tersendiri bagi mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Agolla & Ongori (2009) menunjukan bahwa hal yang sering menjadi sumber stress bagi mahasiswa adalah terkait dengan management waktu, tuntutan, dan tekanan di lingkungan akademik. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa sumber-sumber stress tersebut mengarah pada aktivitas-aktivitas seperti tugas perkuliahan, ketidakadekuatan peran akademik, jadwal perkuliahan, sosialisasi antar mahasiswa, serta kecemasan tidak mendapatkan pekerjaan setelah selesai berkuliah. Seorang individu di katakan mandiri apabila mampu bertindak sendiri tanpa bantuan orang lain atau sedikit bantuan dari orang lain (Yusuf, 2001). Individu pada umumnya memerlukan relasi social dengan orang lain, namun tidak harus selamanya membutuhkan bantuan dalam semua hal karena hal tersebut dapat berdampak buruk bagi perkembangan diri dan pengembangan kemampuan individu tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Widjono (2006) menemukan bahwa stress akan muncul apabila tuntutan dan tekanan yang didapat oleh individu melebihi kapasitas
15
kemampuan penyesuaian dirinya. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan individu dalam beradaptasi dengan situasi dan lingkungan dimana ia berada. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Cristiyanti, dkk (2010) yang menjelaskan bahwa kemampuan beradaptasi dengan situasi penuh tuntutan dan tekanan mempengaruhi kondisi stress yang dialami individu. Stress yang dihadapi individu membuat mereka berpikir untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagai sebagai bentuk reaksi atau respon mereka untuk bertahan (Potter & Perry, 2005). Govaerst & Gregoire (2004) menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa yang mengalami stress meningkat setiap semesternya. Stress yang paling umum dialami oleh mahasiswa adalah terkait dengan dunia akademik yang dijalani. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa stress akademik merupakan sebuah situasi dimana individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi. Kemadirian berkaitan dengan kemampuan individu menyesuaikan diri dengan segala kondisi dimana ia harus bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang diambil dan segala aktivitas yang dilakukan. Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang dengan lebih mantap.Diharapkan remaja memiliki kemandirian.Karena dengan demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh para remaja tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikit secara objektif (Mu’tadin, 2002).Menurut Steinberg (2002), kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasar kehendaknya sendiri.
16
Mahasiswa yang mandiri dan cenderung dapat menyesuaikan diri lebih resisten terhadap sumber stress yang ditemuinya. Hasil penelitian yang dilakukan Purwati (2012) menjelaskan bahwa kebanyakan individu yang mandiri tidak begitu memikirkan sumber stress apa yang akan ia temui dan cenderung mampu meregulasi diri dengan baik ketika mengalami stress.
E. Hipotesis Berdasarkan urian di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: terdapat hubungan negatif signifikan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa perantau di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
17
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti oleh peneliti yaitu: Variabel Bebas
: Kemandirian
Variabel Terikat : Stress Akademik
1. Skala Kemandirian Dalam penelitian ini pengukuran terhadap Kemandirian dilakukan dengan menggunakan skala Kemandirian yang tersusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang sudah disimpulkan oleh Soetjiningsih (1993), yaitu : a. Aktivitas sendiri. b. Kepercayaan diri c. Inisiatif 2. Skala Stres Akademik Skala stress akademik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala stress akademik yang dikembangkan oleh Lin dan Chen (2009). Stress akademik inventory menurut Lin dan Chen (2009) dikembangkan berdasarkan 7 faktor dalam stress akademik yaitu teacher stress, result stress, test stress, studying in groups stress, peer stress, time management stress and self-inflicted stress.
18
A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah semua variabel yang mempunyai masalah yang akan diteliti (Nursalam, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantau di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan beberapa kriteria seperti: 1. Mahasiswa perantau dari luar pulau Jawa 2. Mahasiswa tahun kedua (semester 4-7). 3. Mahasiswa yang tinggal dihunia kos. 4. Jumlah sampel 100 mahasiswa papua.
B. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif, yaitu data yang merepresentasikan realitas yang disimbolkan secara numerik, hal ini sesuai dengan pernyataan Simamora (dalam Azwar, 2012). Dalam pengumpulkan data, penulis menggunakan alat ukur skala ukur psikologi. Skala Kemandirian dan Skala Stress Akademik dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis item pernyataan yaitu favorable dan unfavorable. Pemberian skor dalam skala ini menggunakan skala Likert yaitu ada empat pilihan jawaban : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala mempunyai jenjang nilai dari 1 sampai 4. Untuk penilaian item favorable, subjek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS); skor 3 untuk jawaban Sesuai (S); skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS); skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pada penilaian item unfavorable, subyek akan memperoleh skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS); skor 3 untuk
19
jawaban Tidak Sesuai (TS); skor 2 untuk jawaban Sesuai (S); skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS). Berikut ini adalah tabel skor yang diberikan pada setiap alternative jawaban. Tabel 3.1 Skor Alternatif Jawaban Skala Kemandirian dan Stres Akademik Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable Sangat Sesuai 4 1 Sesuai 3 2 Tidak Sesuai 2 3 Sangat Tidak Sesuai 1 4
Nilai yang diperoleh pada setiap item pernyataan akan menggambarkan stress akademik dan kemandirian yang dialami. Semakin tinggi nilai menunjukkan semakin tinggi juga stress akdemik dan kemandirian mahasiswa yang merantau di Salatiga. Sebaliknya, semakin rendah nilainya maka semakin rendah juga stress akademik dan kemandirian mahasiswa. Berikut ini adalah blueprint dari skala kemandirian pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Blueprint Skala Kemandirian Item Aspek Favorable Unfavorable Aktivitas Sendiri 5 4 Kepercayaan Diri 6 5 Inisiatif 6 5 Tanggung Jawab 7 2 Total 24 16
Jumlah 9 11 11 9 40
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas Skala kemandirian yang terdiri dari 40 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 16 item, sisa item yang tidak gugur sebanyak 24 item setelah pengujian sebanyak 2 kali. Koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,301-0,597. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha
20
Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala stress akademik sebesar 0,864. Melihat data tersebut maka dapat dikatakan bahwa skala stress akademik memiliki reliabilitas yang baik (Azwar, 1997). Selanjutnya merupakan blue print skala stress akademik yang dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3 Blueprint Skala Stress Akademik Aspek
Item
Teacher Stress
1,2,3,4,5,6,7,8,9
Result Stress Tests Stress Studying in groups stress Peer stress Time management Self-inflicted stress Total
10,11,12,13,14 15,16,17,18,19 20,21,22,23 24,25,26,27 28,29,30 31,32,33,34 34
Jumlah 9 5 5 4 4 3 4 34
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas Skala stress akademik yang berjumlah 34 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 9 item, sisa item yang tidak gugur sebanyak 25 item
setelah pengujian sebanyak 2 kali
pengujian. Koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,492-0,728. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala stress akademik sebesar 0,943. Melihat data tersebut maka dapat dikatakan bahwa skala stress akademik memiliki reliabilitas yang baik (Azwar, 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Deskriptif Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, standar deviasi dan interval (menurut Hadi, 2000) dari kemandirian pada mahasiswa yang merantau di Salatiga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
21
Tabel 4.1 Kemandirian Interval Kategori F % 81,6 ≤ x ≤ 96 Sangat Tinggi 26 26% 67,2 ≤ x < 81,6 Tinggi 59 59% 52,8 ≤ x < 67,2 Sedang 15 15% 38,4 ≤ x < 52,8 Rendah 0 0% 24 ≤ x < 38,4 Sangat Rendah 0 0% Jumlah 100 100% Maximum = 93 Minimum = 59
Mean
SD
75,49
8,19028
Dari tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki kemandirian yang berada pada kategori tinggi yaitu 59 mahasiswa atau sebesar 59%. Kemudian juga mahasiswa yang memiliki kemandirian pada kelompok yang sangat tinggi yaitu 26 mahasiswa atau sebesar 26%. Lalu pada mahasiswa dengan tingkat kemandirian yang sedang yaitu 15 mahasiswa atau sebesar 15%. Kemudian di tingkat kemandirian yang rendah pada mahasiswa sebesar 0 mahasiswa atau sebesar 0 %. Dan yang terakhir dalam kelompok yang sangat rendah pada kemandirian pada mahasiswa sebanyak 0 mahasiswa atau sebesar 0%. Skor paling rendah adalah 59, skor paling tinggi adalah 93, dan rata-ratanya sebesar 75,49 dengan standar deviasi 8,19028.
Interval 85 ≤ x ≤ 100 70 ≤ x < 85 55 ≤ x < 70 40 ≤ x < 55 25 ≤ x < 40 Jumlah Maximum = 88 Minimum = 25
Tabel 4.2 Kategori Stress Akademik Kategori F % Mean Sangat Tinggi 13 13% Tinggi 58 58% 54,8600 Sedang 29 29% Rendah 0 0% Sangat Rendah 0 0% 100 100%
SD
12,32263
Dari tabel 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki Stress Akademik yang berada pada kategori tinggi yaitu 58 mahasiswa atau sebesar 58%.
22
Kemudian juga mahasiswa yang memiliki Stress Akademik pada kelompok yang sangat tinggi yaitu 13 mahasiswa atau sebesar 13%. Lalu pada mahasiswa dengan tingkat Stress Akademik yang sedang yaitu 29 mahasiswa atau sebesar 29%. Kemudian di tingkat Stress Akademik yang rendah pada mahasiswa sebesar 0 mahasiswa atau sebesar 0 %. Dan yang terakhir dalam kelompok yang sangat rendah pada Stress Akademik pada mahasiswa sebanyak 0 mahasiswa atau sebesar 0%. Skor paling rendah adalah 25, skor paling tinggi adalah 88, dan rata-ratanya sebesar 54,8600dengan standar deviasi 12,32263.
Uji Asumsi Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji lineaitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel Skala 4.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kemandirian N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
100 75.4900 8.19028 .099 .099 -.040 .994 .276
Stress 100 54.8600 12.93263 .090 .090 -.076 .904 .387
Pada Tabel Skala 4.3 pada kelompok Kemandirian diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,994 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,276 (p>0,05). Kelompok
23
Stress Akademik nilai K-S-Z sebesar 0,904 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,387. Dengan demikian kedua kelompok berdistribusi normal. Sedangkan data hasil uji linearitas menunjukan skor Fbeda sebesar 0,707 dengan signifikansi 0,855 (p> 0,0) sehingga dapat dikatakan variabel kemandirian dan stress akademik memiliki hubungan yang linear.
Korelasi antara kemandirian dengan stress akademik Korelasi antara kemandirian dengan stress akademik dapat dilihat pada tabel di beawah ini: Tabel Skala 4.4 Uji Korelasi Correlations Kemandirian Kemandirian Pearson Correlation
1
Sig. (1-tailed) Stress
N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
Stress -.041 .342
100
100
-.041
1
.342 100
100
Pada tabel 4.4 di atas dapat di definisikan bahwa korelasi antara kemandirian dengan stress akademik adalah -0,041 dan tingkat signifikan antara keduanya adalah 0,342 pada populasi 100. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa perantauan di Salatiga. Jadi, hipotesis yang mengatakan ada hubungan negatif signifikan antara kemandirian dengan stress akademik ditolak.
24
Pembahasan Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai Hubungan Antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa perantauan di Kota Salatiga diperoleh skor korelasi antara Kemandirian dengan Stress Akademik di peroleh hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar -0,041 dengan signifikansi sebesar 0,342 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa perantauan di Kota Salatiga. Tidak adanya korelasi diantara Kemandirian dan Stress Akademik mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut. Ada kemungkinan sebagian individu yang mandiri cenderung melakukan aktivitasnya sendiri. Keyakinan individu dalam melakukan aktivitas sendiri terkadang membawa pengaruh negatif dan memunculkan situasi stress. Hal tersebut dikarenakan sikap mereka yang merasa mampu untuk menyelesaikan pekerjaan sendiri walaupun hal tersebut sesungguhnya harus dikerjakan secara berkelompok. Beban kerja yang berlebihan membuat mereka berada dalam situasi penuh tekanan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Davidson (2001) yang menemukan bahwa tugas yang terlalu banyak, tuntutan yang berlebihan, serta deadline tugas dapat menjadi sumber stress bagi pelajar. Tidak signifikannya hubungan antara kemandirian dengan stress akademik juga bisa dipengaruhi faktor lingkungan seperti keadaan lingkungan belajar dan orang-orang yang berada di sekitar indiviu. Pada penelitian Armacort (dalam Rice, 1993) tentang stressor pada 1301 pelajar di daerah pinggir kota di Wisconsin. Armacort menemukan bahwa stres yang dialami oleh pelajar disana adalah karena merasa takut, aktivitas sekolah, tekanan teman sebaya, dan kecocokan dengan lingkungan sekolah. Sumber
25
utama stres di sekolah adalah adanya harapan agar siswa sukses di bidang akademik, kompetisi antar siswa yang terlihat lebih cerdas. Hal tersebut menunjukan fenomena munculnya stress yang dialami individu lebih mengarah kepada persepsi individu terhadap proses akademik yang berlangsung. Bagi individu yang mendapat dukungan sosial lingkungan dalam proses penyelesaian tugas kondisi-kondisi menekan tidaklah menjadikan mereka berada pada situasi stress yang berlebihan dikarenakan beban yang mereka rasakan dapat dibagi kepada anggota kelompok lain. Scarfi (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan sosial yang diberikan lingkungan membantu dalam mengurangi perasaan cemas, takut, dan stress yang dialami individu. Melihat data kataegori kemandirian yang dimiliki mahasiswa perantauan di kota Salatiga terlihat bahwa para mahasiswa perantau umumnya memiliki tingkat kemandirian yang berada pada kategori sedang, namun hal tersebut tidak menjamin mereka terhindar dari situasi stress karena stres dapat muncul dari berbagai macam faktor. Data lain yang bisa dilihat adalah kategori stress akademik mahasiswa perantauan yang tergolong tinggi pula.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif signifikan antara kemandirian dengan stress akademik pada mahasiswa yang merantau di Kota Salatiga. Sebagian besar mahasiswa yang merantau di Kota Salatiga memiliki Kemandirian yang tinggi namun juga memiliki Stress Akademik yang tinggi tergolong tinggi pula.
27
DAFTAR PUSTAKA
Agolla, J & Ongori, H. (2009). An Assesment of Academid Stress Among Undergraduate Student: The Case of University of Bostwana. Educational Research and Review. Vol. 4 (2) pp. 063-070 Azwar, S. (2012).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka pelajar American Accreditation HealthCare Comission. (2005). What is stress? [online] : http://www.healthscout.com/ency/1/002059.html. (14 Juli 2015) Christiyanti, D., Mustami’ah, D & Sulistiana. (2010). Hubungan antara Penyesuaian Diri terhadap TuntutanAkademik dengan Kecenderungan Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. INSAN Vol. 12 No. 03, Desember 2010 Davidson, J. (2001). Manajemen Waktu. Yogyakarta: Andi DepDikNas.(2003). Undang-undang sistem pendidikan nasional. Jakarta. Depdiknas. (2000). KepMenDikNas RI No 232/U/2000 tentang Pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi. Jakarta. Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya Dilihatya.com. Informasi online. http://dilihatya.com/1951/pengertian-mahasiswamenurut-para-ahli. Diakses tanggal 28 Juli 2015 Economiholic.com_media pendidikan dan bisni. Tersedia di :http://www.ekonomiholic.com/2015/01/daftar-peringkat-universitas-terbaik.html diakses pada tanggal 28 Juli 2015 Elkind, D. (2001). The Hurried Child : Growing Up Too Fast Too Soon. United States of America: Da Capo Press Kusuma, P.P.& Uly G. (2008). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial Dengan Stres Pada Siswa Akselerasi. Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas. 02.01. Februari. 20-30 Lin, M. Y., & Chen, F. S. (2009). Academic stress inventory of students at universities and colleges of technology. World Transactions on Engineering and Technology Education Vol.7, No.2. Taiwan: WIETE Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Remaja.http://www.e-psikologi.com.5/1/05
Kebutuhan
Ogden, J. (2000). Health Psychology. Buckingham: Open University Petra. (2001-2002). Gaya belajar.www.petra.ac.id.
Psikologis
pada
28
Petrof, L. L. (2008). Stress, Adult Attachment, and Academic Success among Community College Students. Open Access Theses and Dissertations from the College of Education and Human Sciences. Paper 27. http://digitalcommons.unl.edu/cehsdiss/27 Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing: Concept, process & practice. (Asih, Y. et. All. Penerjemah) Jakarta: EGC Purwati. (2012). Tingkat Stress Akademik Pada Mahasiswa Reguler Angkatan 2010 Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: UI Rini.(2004). Pola Asuh Orangtua dalam Menumbuhkan Sikap Mandiri pada Anak balita. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Bandung: UPI Ross, dkk.(1999). Sources of stress among college students.http://web.ebscohost.com Russell, S & Bakken, R.J. (2002). Development of autonomy in adolescence. NebGuide. United State: Institute of Agriculture and Natural University of Nebraska-Lincoln Extension. Diperoleh dari www.ianrpubs.unl.edu/epublic/archive/g1449/build/g1449.pdf (diakses pada 29 April 2013, 17.17). Sarafino, E. P. (2002).Health Psychology Biopsychological Interaction.2nded. New John Wiley and Sons Inc. Sarwono, S.W. (2007). Psikologi remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Scarfi, F. (2014). Pengaruh Self Efficacy dan Dukungan Sosial Terhadap Tingkat Stress pada Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Andalas dalam Menyelesaikan Skripsi. Naskah Publikasi. Padang: Universitas Andalas. Soetjiningsih, C.H. (1993). Kemandirian remaja suku jawa dan cina ditinjau dari tahapan perkembangannya dari tingkat pendidikan ibu. Laporan Penelitian. Salatiga: Pusat Bimbingan dan Konseling UKSW. Spielberger, (1979). Examination stress and Test Anxiety. New York: Willey & Son Steinberg, L. (2002). Adolescence.Sixth edition. New York: McGraw-Hill. Sugiyono.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: ALFABETA Taylor,S.E. (1995). Health Psychology.3rd Edition. New York: Mc Graw Hill International Yusuf, S. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Wijono, S. (2006). Pengaruh kepribadian type A dan peran terhadap stres kerja manajer madya. INSAN Media Psikologi 2006, Vol. 8, No. 03, 188-197. Winata, A. (2014). Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai Prestasi Akademik (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Angkatan 2008 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu Di Kelurahan
29
Kandang Limun Kota Bengkulu). Skripsi. Bengkulu: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu Wijayanti, A. (2011). Perbedaan pengaruh gaya mengajar dan kemandirian terhadap hasil belajar passing bawah bola voli siswa putra kelas VII MtsNegeri Plupuh Sragen. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS.Diperolehdarihttp://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=23044 (diakses pada 24 April 2013, 16.40).