HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU YANG MERANTAU DI KOTA MALANG ERINA NUR ANGGRAINI Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kemandirian dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yang merantau di kota Malang. Subjek penelitian yaitu 100 mahasiswa baru yang merantau di kota Malang yang diperoleh dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan skala kemandirian dari Steinberg dan skala penyesuaian diri Runyon dan Haber. Analisis data menggunakan teknik statistik korelasi product moment-pearson. Hasil penelitian dengan analisis statistik menunjukkan bahwa kemandirian dan penyesuaian diri memiliki korelasi yang kuat, artinya terdapat hubungan positif antar kedua variabel, sehingga semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang.
Kata Kunci: Kemandirian, Penyesuaian diri, Mahasiswa Perantau
ABSTRACT This study aims to determine the correlation between independency with self adjustment in college students wandering in Malang. Subjects in this study were 100 college students wandering in Malang.Tthis study uses purposive sampling techniques and correlation analysis method. The instrument uses for this study is independency scale from Steinberg and self-adjustment scale from Runyon and Haber. Analysis data were techniques statistic correlation product moment-pearson. The study found that there is a positive correlation between variables, which mean the higher independency indicates the higher selfadjustment on a college students that wandering in Malang.
Keywords: independency, self-adjustment, college students wandering
1
LATAR BELAKANG Remaja atau generasi muda berperan sebagai penerus cita-cita bangsa. Remaja dituntut untuk mengembangkan diri secara optimal serta mampu melakukan penguasaan ilmu pengetahuan agar kelak di masa mendatang mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan Negara (Patriana, 2007). Terbentuknya remaja yang berkualitas salah satunya dapat dicapai melalui banyaknya proses belajar yang dijalani, serta kualitas pembelajaran yang pernah ia peroleh dan didukung dengan pola asuh orang tua (Patriana, 2007). Kini pendidikan khususnya pendidikan perguruan tinggi merupakan alasan utama para generasi muda untuk merantau. Perwujudan pendidikan yang lebih baik diinginkan oleh setiap individu yang baru menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Keinginan untuk mendapatkan pendidikan di Universitas terbaik biasanya tidak didapatkan di daerah asal atau kota sendiri. Hal itu mengakibatkan sebagian orang harus merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan berkualitas (Irene, 2013). Berdasarkan definisinya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), merantau adalah pergi atau berpindah dari satu daerah asal ke daerah lain. Menurut Chandra, alasan utama orang merantau adalah untuk meraih kesuksesan, yang membutuhkan keberanian agar lebih percaya diri dan mandiri (Widya, 2012). Menurut Purwono, keberanian merantau perlu dimiliki sehingga dapat membentuk pribadi yang mandiri, siap menghadapi lingkungan baru, dengan banyak tantangan yang harus dihadapi. Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Fenomena ini juga dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan (Santrock, 2002). Pada proses pendewasaan dalam mencapai kesuksesan, mahasiswa perantau dihadapkan pada berbagai perubahan dan perbedaan diberbagai aspek kehidupan yang membutuhkan kepercayaan diri, mandiri serta banyak penyesuaian (Chandra, 2004). Sebagai contoh berdasarkan data distribusi geografis mahasiswa (Kusreni, 2008), data yang telah dihimpun diketahui mahasiswa yang diterima di UNAIR pada program studi ekonomi syari’ah prosentase terbesar mahasiswa berasal dari Jawa Timur selain kota Surabaya dengan jumlah 90%, sedangkan sisanya 5% berasal dari Jawa Tengah dan 5%-nya lagi berasal dari Jawa Barat. Hal ini juga terdapat di ITS. Mahasiswa perantauan yang berasal dari Sumatera Utara sebagian remaja dari kota tersebut memilih untuk merantau ke Surabaya dan perguruan tinggi yang dipilih adalah Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Menurut data distribusi geografis yang diperoleh terdapat kurang lebih 150 mahasiswa perantauan yang berasal dari Sumatera Utara (Irene, 2013). Beberapa alasan mahasiswa merantau adalah untuk mencari pendidikan yang lebih baik, bebas kendali dari orang tua, ingin merasakan sesuatu yang baru di daerah yang baru, mengetahui dan mengenal adat dan budaya daerah lain, ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru serta ingin melatih diri agar lebih mandiri. Seiring
2
dengan kemajuan jaman dan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anakanak, maka orang tua mereka memperbolehkan anak-anaknya untuk merantau agar memiliki kehidupan yang lebih baik dari sekarang (Irene, 2013). Kemandirian merupakan salah satu ciri utama yang dimiliki oleh seseorang yang telah dewasa dan matang (Irene, 2013). Fuhrman menyatakan bahwa kemampuan remaja untuk mengembangkan kemandirian berkaitan dengan pengalaman mereka bersama keluarganya. Hubungan yang baik antara orangtua dan remaja akan mendukung remaja untuk mandiri, sehingga perkembangan kemandirian remaja tidak menghasilkan penolakan atas pengaruh orang tua, justru remaja akan mencari masukan dari orang tua untuk mengambil keputusan (Irene, 2013). Menurut Steinberg (2002), kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasar kehendaknya sendiri. Peningkatan tanggung jawab, kemandirian, dan menurunnya tingkat ketergantungan remaja terhadap orang tua, adalah perkembangan yang harus dipenuhi individu pada periode remaja akhir. Monks (Widiana, 2001) mengatakan bahwa orang yang mandiri akan memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif. Selain itu juga mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktifitasnya, percaya diri, dan mampu menerima realitas. Kebutuhan untuk memiliki kemandirian dipercaya sebagai hal yang penting dalam memperkuat motivasi individu. Menurut pernyataan Ryan dan Deci (Yusuf, 2000) tersebut dapat diketahui bahwa individu yang mandiri mampu memotivasi dirinya untuk bertahan dengan kesulitan yang dihadapi dan dapat menerima kegagalan dengan pikiran yang rasional. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri individu yang memiliki kemandirian tinggi yaitu mampu menghadapi kegagalan dengan sikap yang rasional dengan berupaya mengatasinya secara lebih baik tanpa menyebabkan depresi. Kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain (Patriana, 2007). Namun walaupun begitu seorang mahasiswa yang merantau juga mengalami berbagai macam kendala. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Agustiani (2009), salah satu hal yang berkaitan dengan masa remaja adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri. Wijaya (2007) mengatakan bahwa penyesuaian diri atau adaptasi adalah suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar tercipta hubungan yang lebih sesuai antara kondisi diri dengan kondisi lingkungannya. Transisi dalam kehidupan menghadapkan individu pada perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan sehingga diperlukan adanya penyesuaian diri. Runyon dan Haber (Irene, 2013) mengatakan bahwa setiap orang pasti mengalami masalah dalam mencapai tujuan hidupnya dan penyesuaian diri sebagai keadaan atau sebagai proses. Mereka terus menerus mengubah tujuannya sesuai dengan keadaan lingkungannya. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya. Berdasarkan konsep penyesuaian diri sebagai proses penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dengan mengetahui bagaimana kemampuan individu menghadapi
3
lingkungan yang senantiasa berubah. Hal ini juga terjadi pada diri mahasiswa perantau, mereka yang sebelumnya hidup dengan orang tuanya harus hidup merantau. Transisi mahasiswa yang semula bertempat tinggal dengan orang tua menghadapkan mahasiswa pada perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan baru. Perubahan tersebut adalah lingkungan yang baru dan irama kehidupan yang baru. Sementara tuntutan yang harus dihadapi mahasiswa perantau adalah tuntutan dalam bidang kemandirian, tanggung jawab dan penyesuaian diri dengan lingkungan barunya (Widiastono, 2001). Berdasarkan hal di atas, skripsi ini disusun untuk mengetahui apakah kemandirian individu mempunyai hubungan positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Maka peneliti melakukan penelitian untuk skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kemandirian Dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru yang Merantau Di kota Malang”. HIPOTESA PENELITIAN Terdapat hubungan positif antara kemandirian dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. TINJAUAN PUSTAKA Kemandirian Menurut Steinberg (2002), kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasarkan kehendaknya sendiri. Mandiri merupakan salah satu ciri utama kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang telah dewasa dan matang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri merupakan keadaan seseorang yang telah mampu berdiri sendiri serta tidak bergantung kepada orang lain. Namun, seorang individu tidak dengan mudah begitu saja untuk dapat mencapai sifat kemandirian. Seseorang harus melalui proses-proses tertentu untuk dapat mencapai kemandirian. Menurut Masrun (Patriana, 2007), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu memengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Menurut Steinberg (2002), kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Widiana (2001) menyatakan bahwa kemandirian merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh seseorang dimana tidak bergantung pada orang tua maupun lingkungan luar dan lebih banyak mengandalkan potensi serta kemampuan yang dimiliki. Awal kemandirian individu dimulai pada masa remaja. Pada masa ini, ketergantungan seorang individu terhadap orang tuanya yang merupakan simbol dari masa kanak-kanak mulai terlepas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain.
4
Aspek-aspek kemandirian Menurut (Steinberg, 2002) kemandirian merupakan bagian dari pencapaian otonomi diri pada remaja. Untuk mencapai kemandirian pada remaja melibatkan tiga aspek yaitu: a. Aspek emotional autonomy, yaitu aspek kemandirian yang berkaitandengan perubahan hubungan individu, terutama dengan orangtua. Individu mampu melepaskan ketergantungannya dengan orang tua dan dapat memenuhi kebutuhan kasih sayangnya tanpa adanya andil dari orang tua. b. Aspek behavioral autonomy, yaitu kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri dan menjalankan keputusan tersebut. Individu tersebut mampu menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkah laku pribadinya masing-masing. c. Aspek value autonomy, yaitu memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah, mengenai mana yang penting dan mana yang tidak penting. Individu dapat melakukan hal-hal sesuai dengan pendiriannya dan sesuai dengan penilaiannya tentang perilaku tersebut. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (Wijaya, 2007) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah interaksi individu yang terus-menerus dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar tempat individu hidup. Kartono (2008) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah reaksi individu terhadap tuntutan yang dihadapkan kepada individu tersebut. Sedangkan menurut Gerungan (Amar, 2009) menjelaskan bahwa menyesuaikan diri itu diartikan dalam artian yang luas, dan dapat berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Kartono (2008) menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan emosi negatif yang lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. Maka dari itu penyesuaian diri merupakan proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu agar dari perubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dan lingkungannya. Aspek-aspek Penyesuaian Diri Menurut Runyon dan Haber (Irene, 2013) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima aspek sebagai berikut: a. Persepsi yang akurat terhadap realita Individu tersebut mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan kemudian menginterpretasikannya, sehingga individu mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai. b. Kemampuan untuk mengatasi stress dan kecemasan Mempunyai kemampuan mengatasi stres dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.
5
c.
d.
e.
Self- image positif Penilaian diri yang kita lakukan harus bersifat positif dan negatif. Kita tidak boleh terjebak pada satu penilaian saja terutama penilaian yang tidak diinginkan, kita harus berusaha memodifikasi penilaian positif dan negatif tersebut menjadi suatu perubahan yang lebih luas dan lebih baik. Individu seharusnya mengakui kelemahan dan kelebihannya, jika seseorang mengetahui dan memahami dirinya denga cara yang realistik, dia akan mampu mengembangkan potensi, sumber-sumber dirinya secara penuh. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan Individu mampu mengekspresikan keseluruhan emosi secara realistik dan tetap berada di bawah kontrol. Masalah-masalah dalam pengungkapan perasaan seperti kurang kontrol atau adanya kontrol yang berlebihan. Kontrol yang berlebihan dapat menyebabkan dampak yang negatif, sedangkan kurangnya kontrol akan menyebabkan emosi yang berlebihan. Hubungan interpersonal yang baik Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Sejak kita berada dalam kandungan, kita selalu tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti kebutuhan fisik, sosial dan emosi. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mampu menciptakan suatu hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel independen (bebas) yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah kemandirian, sedangkan variabel dependen (terikat) adalah penyesuaian diri. Subjek penelitian Subjek penelitian terdiri dari 100 mahasiswa baru perantauan jurusan psikologi, komunikasi, sosiologi (FISIP) Universitas Brawijaya. Uji coba penelitian menggunakan 30 mahasiswa baru perantauan jurusan politik (FISIP) Universitas Brawijaya. Alat Ukur 1. Kemandirian Variabel kemandirian dalam penelitian ini diukur dengan skala yang disusun dengan mengacu pada aspek-aspek kemandirian dari Steinberg (2002) yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy, value autonomy. Skala kemandirian terdiri 30 aitem pernyataan dengan skor skala likert yang menyediakan empat alternatif respon jawaban. Pada uji coba penelitian uji reliabilitas skala menggunakan analisis aitem dengan koefisien Cronbach Alpha dan menghasilkan nilai sebesar 0,811 dengan standar aitem gugur sebesar 0,25 dan menghasilkan 16 aitem lolos dan dapat dijadikan sebagai aitem penelitian. Hal tersebut berarti bahwa skala kemandirian layak untuk digunakan dalam penelitian (standar reliabilitas > 0,60).
6
2.
Penyesuaian Diri Variabel penyesuaian diri dalam penelitian ini diukur dengan skala yang disusun dengan mengacu pada aspek-aspek penyesuaian diri dari Runyon dan Haber (Wijaya, 2007) yaitu persepsi yang akurat terhadap realita, kemampuan untuk mengatasi stress dan kecemasan, self-image positif, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, hubungan interpersonal yang baik. Skala penyesuaian diri terdiri 25 aitem pernyataan dengan skor skala likert yang menyediakan empat alternatif respon jawaban. Pada uji coba penelitian uji reliabilitas skala menggunakan analisis aitem dengan koefisien Cronbach Alpha dan menghasilkan nilai sebesar 0,841 dengan standar aitem gugur sebesar 0,25 dan menghasilkan 14 aitem lolos dan dapat dijadikan sebagai aitem penelitian. Hal tersebut berarti bahwa skala penyesuaian diri layak untuk digunakan dalam penelitian (standar reliabilitas > 0,60).
METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adal korelasi Pearson Product Moment. HASIL Hasil uji korelasi dapat diperoleh besarnya korelasi antara variabel kemandirian dan penyesuaian diri diperoleh besarnya korelasi yaitu 0,626 dengan nilai signifikan 0,000, dimana nilai tersebut mempunyai arti semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Nilai signifikan yang diperoleh variabel kemandirian dengan penyesuaian diri sebesar 0,000. Artinya, nilai signifikan lebih kecil dibanding dengan α (sig < 0,05) yang berarti terdapat hubungan signifikan antara kedua variabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel kemandirian dan penyesuaian diri. Hipotesa yang diajukan oleh peneliti yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemandirian dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang dapat diterima. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, diketahui bahwa kemandirian memiliki hubungan positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi penyesuaian diri, maka semakin tinggi pula kemandirian yang dilakukan oleh mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Hal tersebut terjadi dikarenakan hasil penelitian menunjukkan adanya koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,626 dimana nilai korelasi tersebut memiliki nilai yang positif. Nilai signifikansi yang dihasilkan adalah 0,000 yang merupakan nilai tersebut berada di bawah α = 0,05 atau 5% atau dapat dikatakan signifikan. Hasil analisa secara statistik menunjukkan bahwa hipotesa yang diajukan oleh peneliti dapat
7
diterima, karena hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara kemandirian dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Peneliti memberikan beberapa kriteria pada subjeknya yang pertama yaitu mahasiswa baru tingkat 1 yang menempuh pendidikan di FISIP Universitas Brawijaya. Kriteria selanjutnya yaitu mahasiswa yang melakukan perantauan yang berasal dari luar kota malang dan ia tinggal sendiri tidak dengan orang tua ataupun dengan sanak saudara. Subjek penelitian ini berada pada usia remaja akhir, menurut Steinberg (2002) individu pada usia remaja akhir memiliki keinginan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain terutama orangtuanya. Keberadaan mereka sebagai mahasiswa perantauan sekaligus ingin membuktikan bahwa mereka mampu mandiri. Menurut Steinberg (2002) kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasar kehendaknya sendiri. Peningkatan tanggung jawab, kemandirian, dan menurunnya tingkat ketergantungan remaja terhadap orang tua, beberapa hal tersebut adalah perkembangan yang akan dipenuhi individu pada periode remaja akhir. Steinberg (2002) mengatakan bahwa ada tiga kondisi utama dalam perkembangan remaja untuk mencapai kemandirian, yaitu bebas secara emosional, mampu mengambil keputusan sendiri, mampu menetapkan batasanbatasan, nilai-nilai dan moral sendiri. Jika seorang mahasiswa perantau tersebut memiliki kemandirian tinggi ia akan mampu menghadapi kegagalan dengan sikap yang rasional dengan berupaya mengatasinya secara lebih baik tanpa menyebabkan depresi. Seseorang yang mandiri dapat berpikir rasional karena ia memiliki prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah untuk dirinya. Maka dari itu ia dapat menentukan sendiri dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kepribadiannya tanpa bergantung dengan orang lain. Merantau adalah salah satu bentuk dari kemandirian seseorang, namun salah satu kendala yang dialami oleh seseorang yang merantau adalah kemampuannya untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi tuntutan di tempat perantauannya. Menurut Fuhrmann (Wisanti, 2004) remaja akhir memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan kelompok serta lingkungannya. Mahasiswa perantau yang belajar di perguruan tinggi telah berada pada lingkungan yang setahap lebih luas dibandingkan saat duduk di bangku sekolah menengah. Bertemu dengan banyak orang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda di lingkungan tempat ia merantau, ia akan berhadapan dengan harapan dan tuntutan tertentu dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Mahasiswa perantau juga memiliki kebutuhan, harapan, dan tuntutan didalam dirinya yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Hal-hal yang tidak biasa ia lakukan di rumah akan ia lakukan di tempat ia merantau, karena ia harus memenuhi tuntutan perubahan yang berada di sekelilingnya. Runyon dan Haber (Irene, 2013) mengatakan bahwa setiap orang pasti mengalami masalah dalam mencapai tujuan hidupnya dan penyesuaian diri sebagai keadaan atau sebagai proses. Mereka terus menerus mengubah tujuannya sesuai dengan keadaan lingkungannya. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya. Tuntutan mahasiswa 8
yang merantau selain ia diwajibkan untuk mandiri ia juga di tuntut untuk belajar bekerjasama menciptakan hubungan interpersonal yang baik sehingga ia dapat menyelaraskan dirinya dengan masyarakat sekitar dan lingkungan barunya. Sebagai seorang perantau, agar dapat menyerap ilmu dengan baik sebagai mahasiswa di universitas atau perguruan tinggi, diharuskan agar dapat dengan cepat beradaptasi dengan keadaan lingkungan, baik lingkungan kampus maupun lingkungan tempat tinggalnya. Maka dari beberapa paparan di atas, kemandirian dan penyesuaian diri merupakan dua karakter yang sama-sama harus dimiliki oleh seorang mahasiswa yang merantau. Kedua karakter tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain. Oleh sebab itu diharapkan untuk para calon mahasiswa yang akan merantau ataupun yang sedang merantau mempersiapkan mental agar karakter kemandirian dan penyesuaiannya semakin mantap dan siap untuk berjuang menjadi mahasiswa perantau yang sukses. KESIMPULAN Hasil penelitian dengan menggunakan analisa korelasi Product momentPearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antar variabel sehingga semakin tinggi kemandiria maka semakin tinggi penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa baru yang merantau di kota Malang. Hipotesa yang diajukan oleh peneliti yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemandirian dan penyesuaian diri dapat diterima. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi institusi pendidikan (Universitas Brawijaya) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan kurikulum pendidikan atau program pendidikan untuk menunjang akselerasi penyesuaian diri serta membentuk kemandirian pada anak sejak dini. Terutama untuk anak-anak yang melakukan perantauan di Universitas Brawijaya. 2. Bagi orang tua yang memilki anak yang akan merantau dan sedang merantau Penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan untuk orang tua yang memiliki anak yang akan merantau atau sedang merantau tentang hubungan kemandirian dengan penyesuaian diri di lingkungan barunya, agar orang tua dapat memotivasi dan mempersiapkan mental anak-anaknya agar lebih mandiri dalam menentukan sikap, lebih mandiri dalam menentukan keputusan, lebih mandiri dalam bertingkah laku. Orang tua juga dapat mempersiapkan mental anak-anaknya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sebab kedua karakter tersebut yang akan menjadi bekal anak rantauan tersebut dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan menjadi pedoman dalam meraih cita-cita ditempat rantauannya.
9
3.
Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan pada penelitian selanjutnya, peneliti lebih memperjelas aitemaitem yang akan digunakan pada skala penelitian. Aitem harus benar-benar mewakili indikator yang dimaksud supaya tidak menimbulkan persepsi yang salah saat subjek membaca aitem tersebut. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menggunakan subjek dari seluruh fakultas di Universitas Brawijaya karena pada penelitian ini subjek yang digunakan hanya pada lingkup FISIP saja agar hasil penelitiannya dapat digunakan di seluruh fakultas tidak hanya di FISIP saja.
KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Berikut adalah keterbatasan dan kekurangan yang dilakukan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini : 1. Subjek penelitian kurang meluas pada seluruh fakultas di universitas Brawijaya, sehingga hasil penelitiannya hanya bisa digeneralisasikan pada mahasiswa perantau dari FISIP saja. DAFTAR PUSTAKA Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Keluarga. Bandung: PT. Repika Aditama Amar, H.R.L. (2009). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri Siswa Baru di MAN Tempur Sari Ngawi. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negri (UIN). Chandra, P. E. (2004). Trik Bisnis Menuju Sukses. Yogyakarta: Grafika Indah. Irene, L. (2013). Perbedaan Tingkat Kemandirian dan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan Suku Batak Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi. Vol. 01. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Kartono, K. (2008). Bimbingan Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: Rajawali Pers. Kusreni, S., Habiburrochman., Septriarini, D. F., Shofawati, A., Zulaikha, S., Fanani, S., Faiza, S. I., Fauzi, Q., Purwandini, J., Robby, A. T. (2008). Artikel Rangkuman Evaluasi Diri Departemen Ekonomi Syari’ah Fakultas Ekonomi UNAIR. Artikel. [on-line]. www. Google.UniversitasAirlangga.ymig.com. (diunduh tanggal 27 Februari 2014) Patriana, P. (2007). Hubungan Antara Kemandirian Dengan Motivasi Bekerja Sebagai Pengajar Les Privat Pada Mahasiswa Di Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Santrock, J. W. (2002). Life Span Development. Dallas: Brown And Bench Mark Inc.
10
Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth edition. New York: McGraw-Hill. Tim Redaksi Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Widiana, A. (2010). Hubungan Antara Pola Asuh Demokrasi Dengan Kemandirian Pada Remaja. Jurnal penelitian. Solo: Universitas Setia Budi Surakarta. Widiastono, T. D. (2001). Sekolah Berasrama, Ketika Jakarta Tak Lagi Nyaman. Artikel. http://www.kompas.com. Di unduh pada tanggal 6 Juni 2013. Widya. R. (2012). Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau. Jurnal. Medan: Universiatas Sumatera Utara. Wijaya, N. (2007). Hubungan Antara Keyakinan Diri Akademik Dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Wisanti, L. S. W. 2004. Kemandirian Pengambilan Keputusan Pada Remaja Awal Ditinjau dari Persepsi Penerimaan Teman Sebaya. Jurnal psikologi. Semarang: Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata. Yusuf, S. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
11