HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO DI SMA RAGUNAN JAKARTA
M. AZIZUL HAKIM IMADUDDIN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT M. AZIZUL HAKIM IMADUDDIN. Relationship Between The Characteristics of Athletes, Adequacy of Nutrition, and Nutritional Status with Level of Fitness Taekwondo Athletes in Jakarta Ragunan Senior High School. Under the guidance of HADI RIYADI Nutrition is a factor to consider for the achievements of athletes to guidance in the training game until the game. For athletes, nutrient intakes associated with the sport had significance in addition to maintain fitness as well to increase the achievements in sport athlete who participated. In this study had been studied about anthropometry, sufficient levels of nutritional status, fitness level of athletes from the Senior High School Ragunan in South Jakarta. The objective of this study was to analyze the characteristics of the athletes, the consumption, level of nutritional adequacy, nutrition status, and fitness level of taekwondo's athletes. Design of the experiments was cross sectional study. The data used were primary and secondary data in the form of characteristic examples, data knowledge of nutrition, anthropometry (weight and height), food consumption, level of fitness results of balke test (VO2 max values), and an overview of the school which is study site. Analyses were performed by data entry, and then processed by a computer program Microsoft Excel 2007 and Statistical Program Social Sciences (SPSS) version 19.0, then the correlation between variables was tested using Pearson and Spearman Correlation test. The results of this study showed most of the taekwondo athletes had normal nutritional status. However, consumption of athletes still do not fulfill the nutrition needs of the athletes, most of the athletes have a lack of sufficient levels of energy. The average value of VO2 max that male athlete were 45.49 ± 4.74 ml/kg/min, while the average value of VO2 max female were below compare to male sex, amounting to 42.03 ± 3.13 ml/kg/min. The relationship between weight loss fitness level had a significant negative correlation (p = 0.028, r = -0.448) and the result of the independent T test between VO2max male and female were highly significant (p<0.05) Key words:
Taekwondo, nutritional status, fitness.
RINGKASAN M. AZIZUL HAKIM IMADUDDIN. Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo di SMA Ragunan Jakarta. Di bawah bimbingan HADI RIYADI Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik atlet, konsumsi, tingkat kecukupan gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran atlet taekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan. Tujuan khususnya adalah: 1) menganalisis karakteristik sosiofisik atlet taekwondo SMA Ragunan; 2) menganalisis pengetahuan gizi atlet taekwondo SMA Ragunan; 3) menganalisis status gizi atlet taekwondo SMA Ragunan; 4) menganalisis tingkat kecukupan gizi atlet taekwondo SMA Ragunan; 5) menganalisis tingkat kebugaran atlet taekwondo SMA Ragunan; dan 6) menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, konsumsi makanan, tingkat kecukupan energi, dan status gizi dengan tingkat kebugaran (VO2 max) atlet taekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2011 di SMA Ragunan Jakarta Selatan dengan pemilihan tempat dilakukan secara purposive. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pembagian kuisioner serta dengan melakukan test kebugaran. Tahapan pengolahan dan analisis data meliputi: 1) pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data; 2) pemasukan data (entry); 3) pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemasukan data; dan 4) data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 19.0. Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa rata-rata usia contoh laki-laki yaitu 15.6 ± 0.64 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.6 ± 0.89 tahun. Sebanyak 41.67% penghasilan orang tua contoh berkisar antara Rp. 1.500.000 - Rp. 3.000.000. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh masing-masing 55.4 ± 10.5 dan 162.4 ± 5.2 Tingkat pengetahuan gizi contoh laki laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori sedang. Sebagian besar contoh laki-laki (100%) dan contoh perempuan (93.8%) memiliki status gizi normal. Sebanyak 95.83% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap hari dan sebagian besar (58.33 %) mengonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya. Sebanyak 37.50% contoh mengonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding dan 75 % Contoh memiliki pantangan terhadap makanan atau minuman saat sebelum pertandingan. Contoh mengonsumsi makanan/minuman selama pertandingan berupa sport drink (50.00%). Sebagian besar contoh (91.67%) mengonsumsi makanan dan minuman setelah bertanding berupa sari buah (25.00%), air dingin (33.33%), dan air mineral (33.33%). Sebagian besar contoh (58.33%) memiliki kebiasaan mengonsumsi suplemen, dan keseluruhan contoh tidak memiliki kebiasaan merokok. Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara keseluruhan yaitu 2399 kkal dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu sebesar 2370 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 1515 kkal. Secara garis besar Tingkat kecukupan energi contoh baik laki-laki maupun perempuan sebagian besar adalah defisit atau kurang dari yang dianjurkan Rata-rata nilai VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki adalah 45.49 ± 4.74 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO2 max perempuan
berada di bawah nilai rata-rata VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 42.03 ± 3.13 ml/kg/menit. Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran memiliki hubungan negatif yang signifikan. Hasil uji korelasi Pearson tinggi badan dengan tingkat kebugaran dan hasil uji antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan. Hasil uji korelasi Spearman status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan. Hasil uji beda Independent T test antara nilai VO2 max atlet laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO DI SMA RAGUNAN JAKARTA
M. AZIZUL HAKIM IMADUDDIN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul : Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Status Gizi Dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo di SMA Ragunan Jakarta Nama : M. Azizul Hakim Imaduddin NIM
: I14070099
Disetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 19610615 198603 1 004
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP.19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1990 di Kota Medan. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yoharmus Syamsu dan Ibu Tetty Chaidamsari. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan II Bogor dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Bogor. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bogor pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Bulan Juli tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) dengan Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi himpunan profesi HIMAGIZI periode 2008/2009 dan periode 2009/2010 di divisi Keprofesian, penulis juga aktif dalam Lembaga Dakwah Fakultas FORSIA periode 2008/2009. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, Fakultas Ekologi Manusia, dan Departemen Gizi Masyarakat baik skala kampus maupun skala nasional. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Kalong Sawah, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Intership Dietetic di RSUD Ciawi Kota Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, rasa syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Status Gizi Dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo di SMA Ragunan Jakarta”. Banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak mulai dari pengusulan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing
dan
memberikan
dorongan
kepada
penulis
untuk
melaksanakan penelitian ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan segala masukan yang membangun. 3. Bapak, Ibu, Kakak (M. Fauzanul Hakim Abdurrahim) dan Adik (M. Hafizul Hakim Muttaqien) serta seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan doa dan dukungan. 4. Kepala Sekolah, dewan guru, pelatih taekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan (Sabam Tommy, Potu, Rivai, dan Bowo), beserta siswa-siswi Kelas X, XI, dan XII SMA Ragunan Jakarta Selatan yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengambilan data. 5. Teman-teman seperjuangan (Gilang, Dana, Dida, Zahra, Caca, Riza, Yudhis dan Desi) atas semangat, doa, nasehat, saran, dan bantuannya. 6. Rekan satu bimbingan (Dede, Becky, Tami, Imam, Hanum) sebagai teman diskusi selama penelitian. 7. Yaasiinta Ayyuhani Cariens yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dari awal hingga akhir penelitian. Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih besar. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran yang membangun sangat penulis harapkan. dan semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Mei 2012
M. Azizul Hakim Imaduddin
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 Hipotesis .......................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Remaja ............................................................................................................. 4 Olahraga .......................................................................................................... 5 pengetahuan gizi .............................................................................................. 6 Pengukuran Pengetahuan Gizi ......................................................................... 7 Pegukuran Status Gizi Antropometri ................................................................. 8 Konsumsi Pangan ............................................................................................ 9 Kebiasaan Makan ........................................................................................... 10 Sikap Gizi ....................................................................................................... 12 Survey Konsumsi Pangan .............................................................................. 13 Kecukupan Gizi Atlet ...................................................................................... 14 Status Gizi dan Pengukurannya ..................................................................... 19 Kebugaran ...................................................................................................... 20 Denyut Jantung .............................................................................................. 24 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 26 METODE PENELITIAN...................................................................................... 29 Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ........................................................... 29 Cara Pengambilan Sampel ............................................................................. 29 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................ 29 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 30 Definisi Operasional ....................................................................................... 34 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 35 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 35 Karakteristik Sampel....................................................................................... 36 Jenis Kelamin ................................................................................................. 37 Usia ................................................................................................................ 38 Suku ............................................................................................................... 38 Keadaan Sosial Ekonomi................................................................................ 39 Karakteristik Antropometri .............................................................................. 39
ii
Berat Badan ................................................................................................... 40 Tinggi Badan .................................................................................................. 41 Pengetahuan Gizi ........................................................................................... 41 Status Gizi ...................................................................................................... 43 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 44 Frekuensi Makan ............................................................................................ 45 Kebiasaan Makan ........................................................................................... 45 Kebiasaan Minum ........................................................................................... 47 Kebiasaan Makan Sebelum Bertanding .......................................................... 48 Kebiasaan Makan Selama Bertanding ............................................................ 48 Kebiasaan Makan Setelah Bertanding ............................................................ 50 Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Suplemen................................................ 51 Tingkat Kecukupan Gizi .................................................................................. 52 Tingkat Kebugaran ......................................................................................... 63 Uji Korelasi antar Variabel .............................................................................. 65 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 68 Kesimpulan..................................................................................................... 68 Saran.............................................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 71
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Cut off point Pengetahuan Gizi ........................................................................ 8 2. Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U ....... 9 3. Normatif nilai VO2maximum atlet dan non atlet .............................................. 23 4. Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ................................................. 30 5. Kategori status gizi menuru IMT/U ................................................................. 31 6. Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga .................. 36 7. Sebaran atlet taekwondo menurut usia .......................................................... 38 8. Sebaran atlet taekwondo menurut suku bangsa ............................................ 38 9. Atlet taekwondo menurut pendapatan orang tua ............................................ 39 10. Sebaran atlet taekwondo menurut berat badan............................................ 40 11. Sebaran atlet taekwondo menurut tinggi badan ........................................... 41 12. Persentase soal yang paling sedikit dan paling banyak dijawab benar ........ 42 13. Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan..................................... 45 14. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan ................................... 46 15. Sebaran taekwondo menurut kebiasaan minum .......................................... 47 16. Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding .............................. 48 17. Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding ................................ 49 18. Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding ................................ 50 19. Kebiasaan merokok dan konsumsi suplemen .............................................. 52 20. Nilai VO2max atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ............................ 64 21. Nilai VO2 max atlet taekwondo berdasarkan umur ....................................... 64 22. VO2 max beberapa cabang atlet di SMA Ragunan....................................... 65 23. Hasil uji korelasi antar variabel .................................................................... 65
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan kerangka pemikiran penelitian ............................................................ 28 2. Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin ............................................ 37 3. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat pngetahuan gizi ............................ 42 4. Sebaran atlet taekwondo menurut status gizi ................................................. 44 5. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi ......................... 53 6. Persentase sumbangan energi dari zat gizi makro ......................................... 54 7. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein ........................ 55 8. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak.......................... 56 9. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat ................. 58 10. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A................... 59 11. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C .................. 60 12. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin B1................. 61 13. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat ............... 62 14. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat ............... 63
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner Penelitian ....................................................................................... 77 2. Hasil Uji Statistik ............................................................................................ 87 3. Hasil Pengetahuan Gizi Atlet ......................................................................... 90
1
PENDAHULUAN Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia tercantum dalam UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 yaitu tercapainya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan penduduk. Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) 2015 merupakan cita-cita mulia yang didasari kenyataan bahwa pembangunan yang hakiki adalah pembangunan manusia yang mencakup semua komponen pembangunan dengan tujuan akhirnya yaitu kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Olahraga sebagai kegiatan fisik (jasmani) memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kebugaran jasmani seseorang, juga merupakan upaya untuk membina kesehatan yang bersifat aktif. Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh yang mempunyai dampak positif terhadap derajat kesehatan, sehingga olahraga dianjurkan untuk dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. Olahraga yang dilakukan secara teratur dan sistematis akan mengoptimalkan fungsi alat-alat tubuh yang bekerja secara normal seperti kerja jantung, paru-paru, dan peredaran darah (Griwijoyo 2006). Kualitas sumberdaya manusia khususnya para atlet yang baik dapat menciptakan prestasi yang baik pula. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pemenuhan zat gizi yang seimbang sesuai kebutuhan para atlet. Hal ini dapat dicapai apabila semua yang terkait yaitu para atlet sendiri dan penyedia makanan telah sadar gizi. Derajat kesehatan yang baik akan mampu menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan menjadi sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut Primana (2000), untuk menunjang hal tersebut diperlukan asupan zat gizi yang cukup dan seimbang untuk mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang karena digunakan untuk aktivitas olahraga. Selain itu , keseimbangan energi, cairan tubuh dan gizi merupakan komponen yang penting untuk menjaga kondisi tubuh secara maksimal dan mengurangi kelelahan yang diakibatkan aktivitas olahraga tersebut. Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting, karena kekurangan atau kelebihan zat gizi berpengaruh pada
2
kondisi kesehatan dan status gizi. Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting oleh karena kekurangan atau kelebihan zat gizi berpengaruh pada kondisi kesehatan dan status gizi atlet tersebut. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan juga harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta aktivitas fisiknya (Giam 2002). Kebutuhan jenis dan jumlah zat gizi akan berbeda dibandingkan kelompok bukan atlet. Hal ini disebabkan kegiatan fisik dan psikis seorang atlet akan berbeda dengan bukan atlet. Pengaturan makanan seorang atlet harus bersifat individual, karena pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta jenis olahraganya. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan sejak saat pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan. Bagi atlet, asupan gizi yang terkait dengan olahraga mempunyai arti penting selain untuk mempertahankan kebugaran juga untuk meningkatkan prestasi atlet tesebut dalam cabang olahraga yang diikutinya. Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan mempunyai cadangan tenaga untuk beristirahat. Tanda-tanda tubuh tidak bugar adalah merasa lelah sepanjang waktu, tidak mampu mengimbangi teman seusia dalam melakuka aktivitas yang sama, dan menghindari kegiatan fisik karena merasa cepat lelah. Tingkat kebugaran setiap atlet dapat diukur salah satunya dengan menggunakan VO2 max yang merupakan salah satu indikator yang paling umum digunakan. Data Spot Development Index (SDI) tahun 2006 menunjukkan kondisi kebugaran masyarakat Indonesia yaitu sebagian besar masih dalam kategori kurang dan kurang sekali (42,90% dan 37,40%) dan yang berada dalam kategori baik sekali (1.08%) baik (4,07%), dan sedang (13,55%). Taekwondo adalah suatu cabang olahraga yang berasal dari korea. Olahraga ini bersangkutan dengan kebugaran tubuh. taekwondo adalah ilmu beladiri yang mempergunakan kakinya untuk menyerang dan tangannya untuk menangkis atau bertahan. Sekolah Menengah Atas (SMA) Ragunan di Jakarta Selatan merupakan salah satu institusi atau tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga termasuk taekwondo. Selain ada pembinaan dan pelatihan
3
atlet, sekolah ini juga mengadakan penyelenggaraan makanan bagi atlet. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti antropometri, tingkat kecukupan gizi, status gizi,dan tingkat kebugaranatletSekolah Menengah Atas (SMA) Ragunan di Jakarta Selatan. Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik atlet, konsumsi, tingkat kecukupan gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran atlet taekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis karakteristik sosiofisik atlet taekwondo SMA Ragunan. 2. Menganalisis pengetahuan gizi atlet taekwondo SMA Ragunan. 3. Menganalisis status gizi atlet taekwondo SMA Ragunan. 4. Menganalisis tngkat kecukupan gizi atlet taekwondo SMA Ragunan. 5. Menganalisis tingkat kebugaran atlet taekwondo SMA Ragunan. 6. Menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, konsumsi makanan, tingkat kecukupan energi, dan status gizi dengan tingkat kebugaran (VO 2 max) atlettaekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1.
Terdapat hubungan antara karakteristik atlet dan kebugaran atlet taekwondo.
2.
Tedapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan gizi atlet.
3.
Terdapat hubungan antara karakteristik atlet, tingkat kecukupan energi, status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo SMA Ragunan Jakarta Selatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescare” (kata bendanya = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Desmita 2005). Lebih lanjut, Desmita menyebutkan bahwa batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) mengungkapkan bahwa pada masa ini terdapat beberapa fase, yaitu fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia14-18 tahun), fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut banyak ahli jiwa, fase remaja akhir berkisar pada umur 17-19 tahun atau 17-21 tahun (Kartono 1990). Hurlock (2000) menyebutkan bahwa masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi oleh pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis secara bervariasi. Terdapat perubahan psikologis yang sama dan bersifat universal, yaitu : 1. Meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung paada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Meningginya emosi lebih menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja. 2. Perubahan tubuh, minat dan peran diharapkan oleh kelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru pada tahap ini. 3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah; dan 4. Sebagian besar remaja meninginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi pertanggungjawaban tersebut. Selanjutnya Hurlock (2000) menjalaskan bahwa remaja dianggap sebagai suatu saat terjadinya ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Namun meningginya emosi terutama disebabkan oleh kondisi sosial dan kondisi baru yang membutuhkan penyesuaian. Papalia et al (2008) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus risiko. Selain itu, masa remaja merupakan masa yang menarik perhatian, karena sifatsifat khasnya dan karena peranannya yang menetukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Ahmadi dan Sholeh 2005). Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia remaja berada pada vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuan nalarnya tinggi. Atkinson et al. (1993) mengemukakan bahwa tugas penting yang dihadapi remaja ialah
5
mengembangkan persepsi identitas diri. Mencari identitas diri termasuk dalam hal memutuskan apa yang penting dan patut serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal ini mencangkup juga perasaan harga diri daan kompetensi diri. Papalia et al (2008) mengungkapkan bahwa identitas diri muncul ketika anak muda memilih nilai, bukan sekedar mengikuti pilihan orangtuanya. Olahraga Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya ia memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai (Santosadan Komariah 2007). Aktifitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktifitas aerobik, anaerobik, dan kombinasi antara aktifitas aerobik dan anaerobik. Aktifitias aerobik merupakan aktifitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobic yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang. Olahraga anaerobik ("tanpa oksigen") adalah kebalikan dari olahraga aerobik ("dengan oksigen"). Keduanya, aerobik dan anaerobik, lebih menggunakan energi selama melakukan aktivitas fisik. Olahraga anaerobik membakar lebih banyak kalori, membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel dalam membakar lemak. Contoh olahraga anaerobic yaitu angkat besi, sprint 100m (Riyadi 2007). Tipe atlet dalam olahraga dapat dibedakan menjadi atlet endurance (daya tahan, atlet strength (kekuatan), dan atlet beregu. Atlet daya tahan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang aktifitasnya berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Adapun contoh olahraganya yaitu, renang, lari, bersepeda, dsb. Atlet kekuatan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang keberhasilan dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot. Adapun contoh olahraganya yaitu, angkat berat, gulat, senam dsb. Atlet beregu merupakan atlet yang terdiri dari 2
6
orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama yang terkadang dipengaruhi oleh kemampuan fisik seperti daya tahan tubuh. Adapun contoh olahraganya yaitu bola basket, sepak bola, bola voli dsb (Riyadi H 2007). Pengetahuan Gizi Karyadi (1997) menjelaskan bahwa pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di sekolah. Dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang ketat untuk tingkat usia sasarannya. Sementara pendidikan informal tidak terorganisasi secara struktural dan tidak mengenal tingkatan kronologi menurut usia, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia (Hayati 2000). Pendidikan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan. Remaja yang memiliki pendidikan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sepenunya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan (Nasution & Khomsan 1995). Pengetahuan
gizi
merupakan
prasyarat
penting
untuk
terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu perimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih baik mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan (Sediaoetama 1996). Mariani (2002) menyatakan bahwa ketidaktahuan akan gizi dapat mengakibatkan sesorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya, seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya akan mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Notoadmodjo (1993) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertetu. Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan mengenai obyek tertentu.
7
Selain pendapatan, peningkatan pendidikan, serta pengetahuan tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Penetahuan didefinisikan sebagai ingatan terhadap materi atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya yang mencakup semua hal dari fakta-fakta yang sangat khusus sampai semua teori yang sangat kompleks. Pengetahuan merupakan hasil belajar yang rendah tingkatannya (Bloom 1956 diacu dalam Pranadji 1988).Riyadi (1995) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai, dan keadaan kesehatan seseorang. Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Jadi masalah gizi yang timbul apakah gizi kurang atau gizi lebih sebenarnya disebabkan oleh perilaku yang salah, yakni adanya ketidak seimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizinya (Karyadi, 1997). Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrument dalam bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument, diperlukan alternatif jawaban yang benar yang disebut sebagai “jawaban”, sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut distracter. Multiple choice tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu, bentuk tes ini sangat baik untuk mengetahui pengetahuan gizi individu (Khomsan 2000). Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang (di Tabel 1). Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu.
8
Tabel 1Cut off point Pengetahuan Gizi Kategori pengetahuan gizi
Skor
Baik Sedang
>80% 60%-80%
Kurang Sumber: Khomsan 2000
<60%
Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004). Metode
antropometri
merupakan
pengukuran
ukuran
tubuh
dan
komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal. Metode
antropometri
juga
menggunakan
pengukuran-pengukuran
dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lipatan kulit
9
(biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Kategori remaja metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja, nilai titik batas disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U Status gizi Kurus Normal At risk Gemuk Obese Sumber: Depkes 1996
Kategori -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Z-score ≥ +3 SD
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Tujuan mengonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta factor sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu. Survei diet atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang
disebabkan
oleh
beberapa
faktor
seperti
ketidaksesuaian
dalam
menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga.
10
Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa, Bakri, Fajar 2002). Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode yang biasa digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik tingkat individu, keluarga maupun masyarakat antara lain metode penimbangan (weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Kebiasaan Makan Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makan seseorang (Suhardjo, 1989). Kebiasaan makan berasal dari kata kebiasaan dan makan. Kebiasaan adalah perilaku yang diperoleh dari pola praktek. Kebiasaan makan merupakan tindakan manusia (what people do, practise) terhadap makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan (what people thing) dan perasaan atau apa yang dirasakan (what people feel) serta persepsi (what people perceive) (Khumaidi, 1989). Kebiasaan makan dapat diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya (Hardinsyah, Suhardjo & Riyadi, 1988). Kebiasaan terbentuk dalam diri seseorang akibat proses sosialisasi yang diperoleh dari lingkungannya (Pranadji, 1988).
11
Sarapan pagi Salah satu kebiasaan makan yang sangat penting adalah kebiasaan makan pagi atau sarapan. Sarapan adalah makanan terpenting sepanjang hari. Para atlet harus benar-benar memperhatikan kebiasaan sarapan karena menyebabkan atlet lebih produktif dan berenergi tinggi. Bila tidak dibiasakan sarapan, kemampuan untuk berkonsentrasi akan hilang dan berkerja kurang efisien (Sumosardjuno1992). Demikian pula menurut Clark (1996), bila melupakan sarapan pagi menyebabkan tidak mampu berkonsentrasi pada pagi berikutnya, kerja dan belajar kurang cermat, cepat marah dan kurang bisa mengontrol diri atau kekurangan tenaga untuk latihan sore. Melupakan sarapan untuk menghemat kalori adalah pendekatan yang tidak sukses untuk mengurangi berat badan. Makanan cemilan Makanan cemilan mengandung jumlah kalori dan lemak tinggi disamping juga menggunakan bahan pengawet, MSG, garam atau gula berlebih. Tetapi tidak semua makanan cemilan demikian. Ada banyak makanan cemilan yang baik bagi tubuh seperti buah-buahan dan sayuran. Clark (1996) mengungkapkan kebiasaan memakan makanan kecil (cemilan) sebenarnya baik bila dipergunakan dengan bijaksana yaitu memilih cemilan yang banyak mengandung zat gizi. Ada tiga kunci dalam memilih makanan kecil (cemilan) yaitu jenis, tidak berlebihan, dan kemanfaatan. Suplemen Suplemen adalah makanan tambahan yang berisi vitamin atau mineral. Clark (1996) menyatakan bahwa olahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin. Karena olahraga tidak membakar vitamin. Bila selalu mendapatkan makanan seimbang tidak diperlukan suplementasi. Kebutuhan vitamin B meningkat selama aktivitas yang berat, tetapi kebutuhan ini akan dipengaruhi dengan ditingkatkannya masukan kalori selama olahraga berat. Vitamin jika dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan toksik. Misalnya, vitamin B6 yang dikonsumsi lebih dari 1,0 gram per hari dalam jangka berbulan-bulan dapat berakibat hilangnya koordinasi otot dan paralysis (Husaini, 2000). Suplemen zat gizi yang berupa obat, makanan atau minuman yang banyak beredar dipasaran dengan berbagai merk hanya diperuntukkan bagi atlet pada kondisi tertentu. Hati-hati dalam
mengonsumsi suplemen secara
berlebihan, lebih baik konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu.
12
Sikap Gizi Menurut Azwar (2004) sikap merupakan suatu bentuk respon evaluatif. Respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Sikap seseorang dapat diketahui dan kecenderungan seseorang tersebut dalam bertingkah laku terhadap suatu objek tertentu. Sikap tersebut karena ada faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agam, serta pengaruh faktor emosional (Azwar 2004). Menurut Notoatmodjo (2003) sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan [erilaku secara langsung. Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya sikap negatif akan mrnumbuhkan perilaku yang negatif saja, seperti menolak, menjauhi, meninggalkan, bahkan sampai hal-hal merusak. Di dalam sikap ada tiga komponen yaitu : 1. Komponen kognitif, yang menyangkut pengertian, kepercayaan, motif, dan sebagainya. 2. Komponen efektif, yang memrikan proses internal yang berkembang sebagai bagian dari emosi dan perasaan. 3. Komponen perilaku yang membentuk kecenderungan tertentu dan mengarahkannya pada suatu tindakan tertentu. Sikap bersifat relatif tetap, stabil, dan terus menerus. Suatu sikap yang sudah tumbuh dalam psikis seseorang tidak mudah akan berubah. Secara umum diketahu bahwa sikap itu terbentuk melalui pengetahuan (akal) dan pengalaman. Bahkan untuk membentuk sikap diperlukan penguatan-penguatan yang sebgaja dilakukan.
Sikap
mengandung
komponen
efektif,
sikap
terbentuk
dari
pengalaman seseorang, bertambah dan berkembang dalam psikis yang lain, merupakan proses internal, melibatkan keseluruhan pribadi dalam menanggapi objek pada suatu situasi. Sikap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan. Sikap gizi
13
sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Mereka yang berpengetahuan gizi baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula. Sikap gizi dikategorikan ke dalam kalsifikasi kurang (<60), sedang (60-79), dan baik (≥80). Sikap gizi akan sangat berperan untuk mengubah praktik atau perilaku gizi. Hanya saja perilkau konsumsi pangan seseorang sering kali dipengaruhi oleh faktor yang lebih kompleks (khomsan et al. 2009). Survei Konsumsi Makanan Food Recall 24 jam Metode food Recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling mudah digunakan (Arisman, 2004). Hal yang perlu diketahui bahwa dengan menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dan teliti dengan menggunakan alat ukur rumah tangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain (Superiasa et al. 2002). Metode recall ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau
14
ketika mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari(Arisman 2004). Kecukupan Gizi Atlet Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al 2009). Kecukupan zat gizi seseorang yang berprofesi sebagai atlet dengan bukan atlet akan berbeda karena orang yang berprofesi sebagai atlet akan memiliki tingkat aktivitas atau latihan yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang bukan berprofesi sebagai atlet. Jenis aktivitas fisik misalnya adalah berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga, menari, dan juga mencuci mobil juga termasuk ke dalam aktivitas fisik (Hoeger & Hoeger 2005). Menurut Almatsier (2001) aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktivitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktivitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa. Kecukupan Energi Aktivitas fisik membutuhkan energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Energi yang tersedia serta siap dipakai untuk kontraksi otot berupa Adenosine Triphospate (ATP) terdapat di dalam otot. Untuk terjadinya kontraksi otot memerlukan energi yang diperoleh dari energi yang dibebaskan pada reaksi kimia terutama reaksi kimia ATP menjadi ADP. ATP + H2O
ADP + H + Pi
-31 kJ per mol ATP
15
Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan Adenosine Triphospate (ATP). Proses metabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen yang diperoleh melalui proses pernafasan. Pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis Phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen (Irawan, 2007). Kebutuhan Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama dam memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot langsung digunakan oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993). Kebutuhan Lemak Lemak atau disebut trigliserida yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang bukan berprofesi sebagai atlet sebaiknya mengonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30% (Almatsier 2004), sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan. Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi utama pada olahraga dengan intensitas sedang dalam waktu lama misalnya olahraga bukan endurans. Pada olahraga endurans, lemak yang digunakan dipecah terlebih dahulu menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan lain dan dipergunakan sebagai sumber energi. Pembentukan energi dari asam lemak membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan karbohidrat sehingga tidak dapat diharapkan pada olahraga berat dalam waktu singkat (Depkes 1993).
16
Kebutuhan Protein Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang tidak bermakna selama berolahraga karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan berasal dari protein (Depkes 1993). Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot, serta berperan dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmiter, dan antibodi. Atlet
sebaiknya
mengonsumsi
pangan
yang
bervariasi
untuk
meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protei yang berlebih akan diubah menjadi lemak badan. Selain itu menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993). Kebutuhan Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim, dan kofaktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan aktivitas fisik seperti vitamin A, B, C, D, E, dan K (Nurcahyo 2008). Sedangkan menurut Clark (1996) menyatakan bahwa
bila
selalu
mendapatkan
makanan
seimbang
tidak
diperlukan
suplementasi. Siswa remaja memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk pembakaran karbohidrat yang menghasilkan energi terutama pada saat beraktivitas. Untuk mengangkut oksigen (O2) ke otot diperlukan Hemoglobin (Hb) atau sel darah merah yang cukup. Untuk membentuk Hb yang cukup tubuh memerlukan zat besi (Fe) yang bersumber dari daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Oleh karena itu, siswa remaja tidak boleh menderita anemia, agar dapat berprestasi. Siswa yang masih remaja memerlukan kalsium yang relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Sumber kalsium bisa didapatkan dari susu (rendah lemak). Oleh karena itu, siswa-siswi yang masih remaja sangat dianjurkan untuk mengonsumsi susu setiap hari agar mencapai tinggi badan optimal. Ikan juga merupakan sumber kalsium terutama ikan yang dikonsumsi dengan tulangnya (contoh: ikan teri). Kebutuhan kalsium pada remaja usia 15 tahun adalah 1200 mg dan pada remaja dengan usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (Rumawas 2000).
17
Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). VitaminA selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intik vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan. Vitamin B1 Vitamin B1 atau yang lebih biasa dikenal dengan nama Tiamin merupakan vitamin yang berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam
18
metabolisme energi dari karbohidrat. Tiamin dalam betuk koenzim dikenal sebagai Tiamin Pirofisfat (TPP) atau Trifosfat (TTP). Timain terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat caringan cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Angka kecukupan tiamin sehari-hari pada remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari menurut WKNPG tahun 2004. Sumber utama tiamin di dalam makanan adalah serealia, kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur (Almatsier 2004). Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg. Kalsium Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.
19
Status Gizi dan Pengukurannya Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2001). Menurut Harper, Deaton & Driskel (1996) status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Demikian pula menurut Riyadi (1995) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang
yang
diakibatkan
oleh
konsumsi,
penyerapan
dan
penggunaan zat gizi. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokomia, dan klinis. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri ini berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai parameter atau jenis ukuran tubuh yang digunakan sebagai indikator status gizi seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan
antara
asupan
protein
dan
energi.
Gangguan
ketidakseimbangan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al. 2002). Tujuan dari pengukuran antropometri adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1) penapisan status gizi, 2) survei status gizi, dan 3) pemantauan status gizi (Arisman 2004). Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktor-faktor yang berkaitan. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Atas dasar ini ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang. Hal ini sangat penting karena cara penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal. Pada orang dewasa, status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (Riyadi 1995). Namun demikian, menurut Damayanti (2000) Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibuat untuk populasi umum,
20
tidak cocok digunakan pada remaja, Siswa remaja dengan lean body mass yang meningkat mungkin mempunyai kadar lemak yang rendah, namun IMTnya melebihi batas yang dianjurkan. IMT masih dapat digunakan untuk perkiraan pertama tentang interval berat badan yang diinginkan, atau pada siswa wanita yang mengharapkan berat badan yang tidak realistik misalnya. Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. Kebugaran jasmani adalah kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan terhdap lingkungan yang harus diatasi dengan cara efisien tanpa kelelahan yang berlebihan dan tetap pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok hari (Griwijoyo 2006). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran
yang
berkaitan
dengan
kesehatan
meliputi
kebugaran
kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney et al 2008). Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).Menurut Moxnes dan
21
Hausken (2008), dengan berolahraga secara rutin, seseorang dapat mencapai tingkat kebugaran setara dengan orang yang tidak aktif yang usianya 10-20 tahun lebih muda. Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktifitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (health relatedphysical
fitness)
dan kelompok yang
berhubungan dengan ketrampilan (skill related physical fitness) (Nurcahyo 2008). Menurut Wahjoedi (2001), kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (skill related fitness), meliputi tujuh komponen, antara lain: 1. Kecepatan (speed), yaitu kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 2.
Kecepatan reaksi (reaction speed), yaitu waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus.
3. Daya ledak (power), yaitu kemampuan tubuh yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk bekerja secara cepat. 4. Kelincahan (agility), yaitu kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara cepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan. 5. Keseimbangan (balance) adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi atau sikap tubuh secara tepat pada saat melakukan gerakan. 6. Ketepatan (accuracy), yaitu kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk mengarahkan sesuatu sesuai dengan sasaran yang dikehendaki. 7. Koordinasi (coordination), yaitu kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan secara tepat, cermat dan efisien. Koordinasi menyatakan hubungan berbagai unsur yang terjadi pada setiap gerakan. 8. Daya tahan (endurance), yaitu kemampuan untuk bertahan terhadap pengeluaran energi dan kegiatan jasmani yang berat sebagai cerminan dari cadangan kardiopulmoner yang baik. VO2 Max (VO2 maximum) Menurut Depkes (1997) VO2 max (VO2 maximum) yaitu kemampuan maksimum tubuh untuk mengambil oksigen. Semakin keras berlatih maka akan semakin cepat siswa bernafas yang menjadikan masukan oksigen meningkat sehingga memungkinkan pembentukan energi secara aerob. Selain itu, VO2 max
22
juga didefinisikan sebagai laju tertinggi dari konsumsi oksigen yang dapat dicapai selama latihan yang maksimal. Peningkatan intensitas latihan dapat membuat konsumsi oksigen juga meningkat (Mackenzie 1997). Mereka yang mempunyai VO2 max yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai VO2 max yang rendah (Nurcahyo 2008). Laju maksimal metabolik dapat diartikan kapasitas maksimal dari aerobik atau kemampuan aerobik maksimal atau VO2 max. Laju maksimal metabolik tergantung dari sistem fisiologi, pernafasan, kardiovaskular, sistem metabolik dari otot serta aktivitas dalam melakukan pekerjaan. Untuk membandingkan berbagai macam ukuran yang berbeda dari tiap individu, VO2 max bisa disajikan dalam bentuk per kilogram berat badan (ml/kg/min) atau (liter/menit). Pada atlet, beberapa perubahan dalam aktivitas menyebabkan perbaikan dalam
performanya.
Pemanasan
sebelum
berolahraga
bertujuan
untuk
mendapatkan kapasitas maksimal. VO2 max memiliki ambang batas. Data tahun 1960 menyebutkan bahwa puncak dari VO2 max mendekati 85ml/kg/min. Data terkini juga menunjukkan hal yang sama. Tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhinya
tidak
hanya
bentuk
latihan
dari
siswa
tetapi
juga
perlengkapan yang digunakan serta faktor-faktor lainnya seperti ambang batas anaerobik serta faktor ekonomi (MacMurray & Ondrak 2008). Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat
dikonsumsi
selama
berolahraga
pada
kapasitas
maksimum.Nilai
VO2maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin.Nilai VO2max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot
23
Tabel 3 Normatif nilai VO2maximum atlet dan non atlet Non Atlet Umur
Laki-laki
Perempuan
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69
47-56 43-52 39-48 36-44 34-41 31-38
38-46 33-42 30-38 26-35 24-33 22-30
70-79
28-35
20-27
Atlet Jenis Olahraga Bolabasket Bersepeda Senam Sepakbola Skating Berenang Atletik Atletik Bola voli Angkat berat Gulat
Umur 18-30 18-26 18-22 22-28 18-24 10-25 18-39 40-75 18-22 20-30 20-30
Laki-laki 40-60 62-74 52-58 54-64 56-73 50-70 60-85 40-60
Perempuan 43-60 47-57 35-50 50-60 44-55 40-60 50-75 35-60 40-56
38-52 52-65
Sumber: Mackenzie 1997 Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter / menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter / menit (Mackenzie 1997) Tes Balke Tes
Balke
merupakan
salah
satu
metode
untuk
mengukur
VO2maksimumatau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2maksimum atlet tersebut maka
24
digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh atlet tersebut. Total VO2maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji Balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa
besar
pengaruh
latihan
seorang
atlet
untuk
meningkatkan
VO2maksimum atlet tersebut (Mackenzie 1997). Hasil pengukuran Tes Balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban 2. Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes dan emosi atlet 3. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet 4. Waktu pelaksanaan tes (sebaiknya dilakukan sebelum jam 11 siang) 5. Asupan kafein atlet 6. Waktu makan terakhir atlet 7. Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym) 8. Pengetahuan atlet 9. Akurasi pengukuran 10. Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes 11. Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji. (Mackenzie 1997) Denyut Jantung Denyut jantung adalah jumlah jantung berdetak setiap satu menit. Denyut akan meningkat pada saat orang berolahraga dan menurun pada saat orang istirahat. Denyut jantung adalah gerak yang tidak sadar dan orang tidak dapat mengontrolnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung antara lain umur, jenis kelamin, makanan yang dikonsumsi, emosi, suhu tubuh, faktor lingkungan dan kebiasaan merokok. Denyut jantung orang dewasa saat istirahat berkisar antara 40 sampai 80 kali per menit. Orang dengan jantung yang bugar akan memompa lebih banyak darah tiap denyutnya sehingga jumlah denyut menjadi di bawah normal. Orang yang tidak bugar dan memulai program latihan, denyut jantung istirahat akan menurun sekitar 10 sampai 15 kali per menit. Kebutuhan oksigen saat latihan intensif membuat jantung bekerja lebih keras sehingga akan mempercepat denyut jantung. Denyut jantung maksimum
25
setiap orang berbeda-beda dan akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Denyut jantung maksimum dapat diperkirakan dengan mengurangi umur dari 220. Contohnya, seseorang yang berusia 20 tahun memiliki denyut jantung maksimum sebesar 200 kali per menit (220-20=200). Orang yang terlatih akan memiliki denyut jantung yang lebih rendah daripada orang biasa pada tingkat aktivitas yang sama. Denyut jantung yang lebih rendah mengakibatkan nilai VO2 max pada orang terlatih menjadi lebih tinggi. Denyut jantung akan mengalami penurunan setelah melakukan latihan fisik selama waktu tertentu. Hal ini adalah kompensasi tubuh terhadap latihan fisik. Target denyut jantung adalah cara untuk menentukan intensitas latihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketahanan jantung dan manfaat kesehatan lainnya dari latihan aerobik. Para ahli mengatakan bahwa tiga sampai lima sesi latihan setiap minggu sangat penting untuk kesehatan tubuh (Macmillan 1993).
26
KERANGKA PEMIKIRAN Prestasi terbaik seorang atlet selain ditentukan oleh faktor yang ada dalam diri atlet tersebut, yaitu kemampuan fisik, segi mental, bakat, juga ditentukan oleh ketepatan program latihan, pemeliharaan kesehatan, serta pengaturan konsumsi makanan dan gizi, seperti di SMA Ragunan Jakarta Selatan. Atlet taekwondo di SMA Ragunana Jakarta Selatan, membutuhkan energi yang sesuai dengan cabang olahraganya untuk melakukan aktivitas pada saat latihan maupun bertanding. Untuk mendapatkan kebutuhan gizi yang
cukup
maka para atlet diberikan pengaturan dan penyelenggaraan makanan yang baik dari sekolah maupun dari luar sekolah. Tujuan pengaturan makanan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro maupun mikro yang sesuai dengan ukuran tubuh, aktivitas, program latihan dari tiap jenis olahraga. Dengan pengaturan makanan yang baik maka atlet mampu mendapatkan gizi secara optimal sehngga mampu menjaga stamina saat berolahraga serta dapat mempertahankan status gizi yang baik. Pengaturan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan zat gizi yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran dan aktivitas siswa. Seorang siswa dengan pengaturan makanan yang baik akan mampu mendapatkan gizi secara optimal dan mempertahankan status gizinya. Pendidikan gizi bagi siswa penting untuk memberikan pengetahuan dalam hal memilih makanan yang akan dikonsumsi untuk status gizi optimal. Status gizi siswa dapat dilihat dari ukuran tubuh (antropometri) dan hal ini dipengaruhi oleh tingkat kecukupan zat gizi siswa. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi (Riyadi 1995). Penilaian status gizi pada orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yakni dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa semakin kurus seseorang, semakin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Status gizi sangat mempengaruhi prestasi olahraga. Berbagai parameter atau jenis ukuran tubuh yang digunakan sebagai indikator status gizi seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.
27
Stamina yang baik dari seorang atlet dapat dilihat dari tingkat kebugarannya. Kecukupan zat gizi atlet yang baik menunjukkan terpenuhinya kebutuhan zat gizi atlet dengan optimal. Kesehatan fisik juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan dan kebugaran tubuh atlet. Kesehatan dan kebugaran tubuh erat kaitannya satu sama lain. Tingkat kebugaran dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran VO2 max. VO2 maximum adalah kemampuan tubuh mengonsumsi oksigen pada saat berolahraga atau beraktivitas. Faktor VO2 max ini mengindikasikan bagaimana kedayagunaan tubuh menggunakan oksigen pada saat melakukan pekerjaan. Sewaktu beraktivitas, otot harus menghasilkan energi, yakni suatu proses di mana oksigen memegang peranan penting (Nurcahyo 2008).
28
Manajemen Penyedian Makanan
Pengetahuan Gizi
Makanan Luar Asrama
Makanan Asrama
Kebiasaan Makan Konsumsi Suplemen
Konsumsi Pangan
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Status Gizi
Tingkat Kebugaran
Prestasi
Gambar 1 Kerangka berpikir
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
Karakteristik Sampel
Kesehatan
29
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2011 di SMA Ragunan Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMA Ragunan merupakan sekolah pembinaan atlet yang memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan. Cara Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar di SMA Ragunan Jakarta Selatan. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan siswa SMA Ragunan Jakarta Selatan. Contoh merupakan siswa yang menerima pendidikan dan pembinaan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) dan juga dari Pemerintah DKI Jakarta di cabang taekwondo. Selain itu contoh tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah contoh adalah 24 atlet taekwondo dari keseluruhan jumlah 33 atlet taekwondo dan semua contoh digunakan dalam penelitian ini.sembilan orang atlet drop out karena tidak memenuhi kriteria.Empat orang atlet bukan merupakan siswa SMA Ragunan, dan lima orang atlet tidak melakukan latihan secara rutin dan tidak melakukan tes kebugaran yang seharusnya dilakukan. Oleh karena itu dari 33 populasi yang ada, terpilih 24 orang yang dijadikan sebagai contoh. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan menyebarkan kuesioner, serta melalui hasil test kebugaran (balke) yang dilakukan. Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri (berat badan dan tinggi badan), konsumsi pangan, dan tingkat kebugaran yang berupa hasil test balke (lihat Tabel 4). Data sekunder yang dibutuhkan meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian yaitu SMA Ragunan Jakarta Selatan, jumlah siswa untuk atlet taekwondo di SMA Ragunan Jakarta Selatan.
30
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1
Jenis data Karakteristik contoh
Antropometri contoh dan status gizi
Variabel Jenis kelamin Usia Suku Keadaan sosial ekonomi keluarga Berat Badan
Tinggi badan
IMT/U
2
Pengetahuan gizi
3
Konsumsi pangan
Pertanyaan mengenai gizi dan gizi olahraga Kebiasaan makan
4
Tingkat kebugaran
Konsumsi makan Nilai VO2 max
Cara pengumpulan data Wawancara langsung dengan contoh
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007 Wawancara langsung dengan contoh Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 2x 24 jam Hasil Tes Balke
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian olah secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (claening), dan analisis data. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Kemudian data dimasukkan ke dalam tabel yang sudah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 19.0. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh. Data antropometri contoh yang diukur berupa data tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur data status gizi dengan menggunakan IMT/U. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung
31
dengan menggunakan timbangan injak Bathroom Scale. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori status gizi menuru IMT/U Status gizi Kurus Normal At risk Gemuk Obese
Kategori -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Z-score ≥ +3 SD
Sumber: Depkes 1996
Data pengetahuan gizi contoh yang diperoleh dengan memberikan keusioner sebanyak 25 pertanyaan tentang pangan dan gizi dinilai dengan cara jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0 sehingga total nilai sebesar 25. Persentase hasil dari nilai pengetahuan gizi contoh dibandingkan dengan persentase skor berdasarkan Khomsan (2000) yaitu rendah jika kurang dari 60% (<60%), sedang jika 60-80%, dan tinggi jka lebih dari 80% (>80%). Data konsumsi pangan yang diperoleh dari hasilwawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 2x 24 jamkemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan software nutrisurvey dan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).
Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj
= Berat makanan –j yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j
32
Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan standar (kg)
AKG
= Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya
Nasioanal Pangan dan Gizi (WKNPG 2004). Kecukupan energi contoh diacu berdasarkan formula dari WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah & Tambunan 2004). Data konsumsi pangan yang dieroleh dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yang terdiri dari energi, protein, karbohidrat, lemak, kalsium, zatbesi (Fe), vitamin A, dan Vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Data tingkat kebugaran didapatkan dari pengukuran VO2 max, tingkat intensitas olahraga (skala borg), dan denyut jantung maksimum Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 AKE
= Angka kecukupan energi (kkal)
U
= Usia (tahun)
B
= Berat badan (kg)
33
Akf
= Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki laki 1.42 dan wanita 1.31
TB
= Tinggi badan (m) Data tingkat kebugaran diperoleh dari pengukuran nilai VO2max. Data
nilai VO2max yang diperoleh merupakan data primer yang dengan menggunakan data hasil Tes Balke contoh. Tes Balke dilakukan dengan cara contoh berlari terus menerus tanpa henti selama selang waktu 15 menit. Setelahselesai melakukan tes dihitung jarak yang telah ditempuh oleh contoh selama berlari 15 menit. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software perhitungan Tes Balke (Balke VO2 max calculator). Hasilperhitungan jarak yang telah ditempuh contoh juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut. %VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3 Uji Statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain 1. Hubungan antara pengetahuan gizi contoh dengan tingkat kecukupan energy diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson 2. Hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson 3. Hubungan antara tinggi badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson 4. Hubungan antara berat badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson 5. Uji beda antara Nilai VO2 Max atlet laki-laki dengan atlet perempuan diuji dengan uji beda Independent Sample test 6. Hubungan antara status energi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman 7. Hubungan antara tingkat kecukupan gizi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
34
Definisi Operasional Contoh adalah siswa SMA Ragunan Jakarta Selatan kelas I, II, III, yang merupakan atlet taekwondo. Atlet adalah siswa yang memiliki keahlian di bidang olahraga taekwondo dan memiliki prestasi di bidang olahraga taekwondo. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen. Konsumsi gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi tubuh setelah mengonsumsi pangan. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dikonsumsi oleh contoh. Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, absorbs, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Kurus= -3SD≤Z-score≤-2SD, Normal= -2SD≤Z-score≤+1SD, At Risk= +1SD≤Z-score≤+2SD, Gemuk= +2SD≤Z-score≤+3SD, Obesitas= Z-score >+3SD. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani atau kebugaran fisik. Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan mengenai gizi secara umum dan pertanyaan mengenai gizi atlet. Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-haritanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. VO2 max adalah kemampuan tubuh mengonsumsi oksigen.
35
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMA Negeri Ragunan Jakarta merupakan sekolah khusus yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan atlet remaja dari berbagai cabang olahraga. SMA Negeri Ragunan didirikan pada tanggal 15 Januari 1977 yang berlokasi di Jalan HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Atlet remaja yang berbakat dalam bidang olahraga tertentu serta mempunyai prestasi olahraga di tingkat daerah maupun di tingkat nasional di SMA ini dididik dan dibina. Pembinaan atlet ini ditujukan agar nantinya atlet-atlet tersebut dapat memberikan prestasi yang membanggakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Persyaratan untuk masuk SMA Negeri Ragunan Jakarta tidak jauh berbeda dari persyaratan masuk SMA lainnya, namun di SMA Negeri Ragunan Jakarta ada persyaratan khusus untuk berbagai cabang olahraga. Serangkaian tes harus dilakukan oleh calon siswa yang akan masuk ke SMA Negeri Ragunan Jakarta seperti tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan cabang olahraga. Selain itu terdapat persyaratan khusus untuk tiap cabang olahraga seperti usia, tinggi badan (untuk beberapa cabang olahraga), dan sudah pernah mengikuti kejuaraan junior/tingkat provinsi/nasional. Calon siswa yang mempunyai prestasi dalam bidang olahraga tertentu baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional akan menjadi pertimbangan dan mempunyai nilai lebih untuk masuk ke SMA Negeri Ragunan Jakarta. SMA Negeri Ragunan Jakarta Selatan mempunyai asrama dimana para siswa yang tercatat sebagai siswa SMA Ragunan diwajibkan untuk tinggal di asrama, baik asrama putra maupun asrama putri. Fasilitas yang ada di SMA Negeri Ragunan ini selain asrama antara lain ruang makan atlet atau biasa disebut menza, ruang fitness, dan sarana penunjang olahraga lainnya seperti kolam renang, lapangan volli, bola basket, senam, tenis lapang, panahan, bulu tangkis, lapangan sepak bola dan lapangan olahraga lainnya. Fasilitas lain yang berada di komplek SMA Ragunan antara lain gedung serbaguna, rumah guru, rumah pelatih dan pembina olahraga, poliklinik, mesjid, gedung sekolah, aula, kantin, wisma tamu, asrama atlet dari institusi lain, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.
36
SMA Ragunan memiliki cabang olahraga yang berbeda-beda dengan jumlah
atlet
yang
berbeda-beda
setiap
cabangnya
baik
dari
institusi
KEMENPORA maupun dari PUSDIKLAT DKI. Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga Cabang olahraga
Jumlah atlet
Sepak bola
45
Sepak takraw
9
Bola voli
43
Senam artistik
19
Senam ritmik
1
Angkat besi
10
Pencak silat
19
Bola basket
25
Judo
10
Bulu tangkis
30
Tae kwon do
33
Renang
20
Gulat
17
Tenis meja
23
Atletik
31
Loncat indah
6
Panahan
19
Tenis lapangan
10
Selama pendidikan dan pembinaan, setiap atlet dari berbagai cabang olahraga wajib untuk tinggal di asrma yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Asrama putra dan asrama putri terpisah. Asrama putri memiliki lima gedung yang terpisah, sedangkan asrama putra terdiri dari gedung bertingkat. Setiap kamar dihuni oleh siswa dengan cabang olahraga yang sama. Siswa akan menempati kamar sesuai dengan cabang olahraga yang dijalaninya dengan tujuan untuk saling lebih mengenal karakter dan lebih akrab untuk kepentingan tim olahraga tertentu seperti taekwondo. Karakteristik Sampel Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian.
37
Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, suku bangsa, serta keadaan sosial ekonomi keluarga. Jenis Kelamin Contoh adalah atlet taekwondo secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti program pelatihan khusus di SMA Ragunan Jakarta Selatan. Atlet taekwondo di SMA Ragunan berjumlah sebanyak 33 orang, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan tetapi, sembilan orang atlet drop out karena tidak memenuhi kriteria. Empat orang atlet bukan merupakan siswa SMA Ragunan, dan lima orang atlet tidak melakukan latihan secara rutin dan tidak melakukan tes kebugaran yang seharusnya dilakukan. Oleh karena itu dari 33 populasi yang ada, terpilih 24 orang yang dijadikan sebagai contoh. 66.67 70.00 60.00 50.00 33.33 Laki-laki
40.00
perempuan
30.00 20.00 10.00 0.00 Laki-laki
perempuan
Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin Sebagian besar contoh yang mengikuti program pelatihan khusus atlet di SMA Ragunan Jakarta Selatan berjenis kelamin perempuan dengan persentase 66.67% dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33.33% (Gambar 2). Tingginya persentase atlet yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki tidak berpengaruh dalam program latihankarena atlet-atlet yang dipilih untuk masuk ke SMA Ragunan adalah atletatlet yang berprestasi dan direkomendasikan untuk mengikuti program latihan khusus di SMA Ragunan.
38
Usia Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner, dapat diketahui bahwa contoh memiliki rentang usia yang cukup beragam. Sebaran rentang usia contoh disajikan pada Tabel 7 Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut usia Usia (tahun) 14 15 16 17 Total Rata-rata
Laki -laki n (%) 0 0.00 2 25.00 5 62.50 1 12.50 8 100 15.6 ± 0.64
Perempuan n (%) 2 12.50 5 31.25 7 43.75 2 12.50 16 100 15.6 ± 0.89
Total n 2 7 12 3 24 15.7 ± 0.8
(%) 8.33 29.17 50.00 12.50 100
Berdasarkan hasil wawancara dengan contoh diketahui bahwa rata-rata usia contoh laki-laki yaitu 15.6 ± 0.64 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.6 ± 0.89 tahun. Menurut Hardinsyah & Tambunan 2004, berdasarkan usia tersebut dapat diketahui bahwa contoh tergolong ke dalam usia remaja. Atlet yang masuk ke SMA Ragunan adalah atlet- atlet berprestasi yang tidak memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di SMA Ragunan. Suku Atlet yang masuk di SMA Ragunan Jakarta Selatan tidak hanya berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya,
namun dari berbagai daerah di
Indonesia.SMA Ragunan merupakan sekolah yang sekaligus dijadikan tempat pembinaan atlet-atlet dari berbagai cabang olahraga yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di salah satu cabang olahraga. Tabel 8 Sebaran atlet taekwondo menurut suku bangsa Jumlah
Suku n 1
4.2
Jawa
4
16.7
Betawi
12
50.0
Sunda
5
20.8
padang
2
8.3
Total
24
100
makassar
(%)
Suku contoh yang paling banyak adalah suku betawi yaitu sebanyak 12 atlet (50.0%). Suku atlet terbanyak kedua yaitu suku sunda sebanyak lima orang atlet (20.8%), suku berikutnya yang terbanyak yaitu suku jawa sebanyak empat
39
orang atlet (16.7%), selain itu terdapat atlet yang berasal dari suku padang sebanyak dua orang (8.3%) dan suku makassar sebanyak satu orang (4.2%). Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pihak sekolah yang didasarkan oleh Keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga dan oleh pihak Pendidikan dan Latihan Daerah Khusus Ibukota (PUSDIKLAT DKI). Pemilihan atlet di SMA Ragunan ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari contoh. Keadaan Sosial Ekonomi Berdasarkan hasil wawancara denan menggunakan kuisioner, dapat diketahui bahwa keadaan sosial ekonomi orang tua dari contoh cukup beragam. Sebaran penghasilan perbulan orang tua contoh disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran atlet taekwondo menurut pendapatan orang tua Pendapatan perbulan
Sebaran n
%
< Rp. 1.500.000
2
8.33
Rp. 1.500.000 - Rp. 3.000.000
10
41.67
Rp. 3.000.000 - Rp. 5.000.000
7
29.17
> Rp. 5.000.000
5 24
100.00
Total
20.83
Sebanyak 41.67% penghasilan orang tua contoh berkisar antara Rp. 1.500.000 - Rp. 3.000.000, persentase terbanyak berikutnya berkisar antara Rp. 3.000.000 - Rp. 5.000.000, yaitu sebanyak 29.17%, Sisanya sebanyak 20.83% orang tua contoh memiliki penghasilan di atas Rp. 5.000.000 dan di bawah Rp.1.500.000 sebanyak 8.33%. Dilihat dari riwayat pendidikan orang tua contoh diketahui bahwa keseluruhan dari orang tua contoh memiliki tingkat pendidikan terakhir minimal tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karakterisitik Antropometri Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Metode antropometri menggunakan pengukuran dimensi-dimensi fisik dan komposisi tubuh secara kasar. Antropometri sangat penting pada masa remaja, hal ini karena dengan antropometri dapat dimonitor dan dievaluasi perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor selama periode
40
remaja ini. Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh adalah pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran antropometri ini bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Menurut Riyadi (2003), antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Oleh karena itu, teknik pengukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lebih sulit dan lebih mahal. Berat Badan Pengukuran
antropometri
yang
dilakukan
pada
contoh
meliputi
pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Berat badan contoh dihitung dengan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise. Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut berat badan Berat Badan (kg) 40-50 51-60 61-70 >70 Total Rata-rata
laki - laki n % 2 25.0 5 62.5 1 12.5 0 0 8 100.0 52.4 ± 6.1
perempuan n % 5 31.3 6 37.5 4 25.0 1 6.3 16 100.0 56.9 ± 12.0
Jumlah n (%) 7 29.2 11 45.8 5 20.8 1 4.2 24 100.0 55.4 ± 10.5
Contoh sebagian besar memiliki kisaran berat badan antara 51-60 kg yaitu sebanyak sebelas orang dengan persentase 45.8%. Contoh yang memiliki berat badan antara 40-50 kg yaitu berjumlah tujuh orang dengan persentase 29.2%. Sedangkan contoh yang memiliki kisaran berat badan antara 61-70 kg berjumlah lima orang dengan persentase 20.8%, sisanya yang memiliki berat badan lebih dari 70 kg berjumlah satu orang dengan persentase 4.2%. Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 52.4 ± 6.1kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 56.9 ± 12.0kg. Rata-rata keseluruhan berat badan contoh adalah 55.4 ± 10.5.Rata-rata berat badan contoh tersebut sudah memenuhi rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).
41
Tinggi Badan Tinggi badan atau panjang badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal (rangka). Menurut Riyadi (2003), tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur dalam keadaan normal. Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm yang ditempelkan ke dinding. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan (Arisman 2004). Sebagian besar contoh memiliki tinggi ratarata yaitu diantara 161-165 cm sebanyak sepuluh orang (41.7%), 166-170 cm sebanyak enam orang (25.0 %), 150-155 dan 156-160 cm masing masing sebanyak empat orang contoh dengan persentase sebesar 16.7%. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut tinggi badan Tinggi Badan
Laki-laki
perempuan
Jumlah
(cm)
n
%
n
%
n
(%)
150-155 156-160 161-165 166-170
0 0 5 3
0 0 62.5 37.5
4 4 5 3
25.0 25.0 31.3 18.8
4 4 10 6
16.7 16.7 41.7 25.0
Total
8
100.0
16
100.0
24
100
Rata-rata
165.4 ± 2.7
160.9 ± 5.6
162,4 ± 5,2
Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 165.4 ± 2.7 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160.9 ± 5.6 cm. Seorang atlet taekwondo diharapkan memiliki tinggi badan yang besar, karena dalam beladiri taekwondosemakin tinggi badan, semakin panjang juga jangkauan serangan yang dilakukan, dan membantu memudahkan atlet melakukan serangan yang dilakukan dengan kaki. Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan contoh terhadap gizi. Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan sebanyak 25 soal dengan yang berhubungan dengan gizi secara umum dan gizi olahraga secara khusus. Jawaban dari soal diberi nilai dengan menggunakan sistem angka yang kemudian
dipersentasekan
dengan
skor
jawaban
total.
Persentase
ini
dibandingkan dengan persentase skor tingkat pengetahuan gizi yaitu rendah jika
42
pengetahuan gizi kurang dari 60%, sedang jika 60-80%, dan baik jika lebih dari 80% (Khomsan 2000).
100
81.25 62.5
80 60
laki-laki
37.5
40 20
6.25
0
12.50
perempuan
0 Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 3 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat pngetahuan gizi Pengetahuan gizi contoh laki laki sebagian besar berada dalam kategori sedang (62.5%) dan pengetahuan gizi contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori sedang (81.25%). Soal pengetahuan gizi yang memiliki persentase dijawab dengan benar yang paling sedikit adalah mengenai jenis elektrolit yang hilang saat berolahraga dan pengertian ergogenics aids, sedangkan sebagian besar contoh menjawab benar pada pertanyaan yang bersifat umum seperti pengertian makanan sehat, contoh minuman isotonik alami, dan akibat kekurangan cairan bagi tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memahami pengetahuan gizi secara umum. Tabel 12 Persentase soal yang paling sedikit dan paling banyak dijawab benar. No. soal
Pertanyaan
% jawaban benar 100.0
1
Pengertian makanan sehat
3
Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kebugaran atlet
91.67
5
Macam-macam zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
100.0
17
Akibat kekurangan cairan selama latihan
100.0
19
Minuman isotonik alami
100.0
4
Jenis pangan sumber protein
45.83
11
Pengertian ergogenic aids
29.17
15
Jenis elektrolit yang hilang melalui keringat saat berolahraga
8.33
21
Jenis aktivitas yang dilakukan saat melakukan olahraga taekwondo
37.50
23
Waktu yang tepat untuk mengkonsumsi makanan sebelum bertanding
37.50
43
Pengetahuan gizi mengenai pengaturan makanan sangat bermanfaat antara
lain
memberikan
pengetahuan
tentang
makanan
yang
dapat
mempertahankan kondisi tubuh selama beraktivitas, dan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik. Oleh sebab itu, siswa sebaiknya memiliki pengetahuan gizi yang baik
untuk
mengetahui
pentingnya
gizi
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Pengetahuan gizi juga dibutuhkan untuk mencapai gizi yang optimal. Pengetahuan tentang gizi sangat bermanfaat bagi atlet karena dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya dengan gizi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan prima seorang atlet pada saat bertanding. Selain itu pemberian gizi yang tepat juga dibutuhkan pula pada kerja biologik tubuh, untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang atlet melakukan berbagai aktivitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan, baik setelah latihan maupun setelah bertanding. Gizi yang optimal juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak. Status Gizi Status sekelompok
gizi orang
merupakan yang
keadaan
diakibatkan
kesehatan
oleh
tubuh
konsumsi,
individu
atau
penyerapan,
dan
penggunaan zat gizi (Riyadi 2003). Pengukuran status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri dengan cara mengukur berat badan, tinggi badan, lalu menentukan IMT contoh. Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/Umur yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).
44
100 100
93.75
90 80 70 60 50
laki-laki
40
perempuan
30 20 10
6.25 0 0.00
0 0.00
0
0 0.00
0 Kurus
Normal
At Risk
Gemuk
Obesitas
Gambar 4 Sebaran atlet taekwondo menurut status gizi Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh laki-laki dan contoh perempuan sebagian besar memiliki status gizi normal. Menurut Williams (1983) status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat meningkatkan kemampuan dan performa atlet. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengonsumsi pangan dari aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Penilaian konsumsi pangan dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi individu atau kelompok. Metode Food Recall 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan penilaian konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi pada tiap kelompok,
45
rumah tangga, dan individu serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan pencatatan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Pengukuran konsumsi energi dan zat gizi lainnya dilakukan berdasarkan recall dua hari (2x24 jam) yaitu satu hari saat siswa sekolah dan hari libur (Arisman 2004). Frekuensi makan Frekuensi makan bisa menjadi kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar (Khomsan 2002). Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Frekuensi makan contoh diukur dalam satuan kali per hari, kali perminggu, dan kali per bulan. Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 13. Tabel 13 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan Frekuensi makan (kali/hari)
Laki - laki
Perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
3
8
100
15
93.75
23
95.83
>3
0
0
1
6.25
1
4.17
Total
8
100
16
100
24
100
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 95.83% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya, sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan sebanyak lebih dari tiga kali yaitu sebesar 4.17%. Keseluruhan contoh laki-laki memiliki kebiasaan makan tiga kali setiap harinya dan hanya satu orang contoh perempuan yang memiliki kebiasaan makan lebih dari tiga kali sehari. Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan tiga kali sehari pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi. Kebiasaan makan Atlet dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani latihan yang intensif, untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan gizi yang optimal dan akan menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan yang baik akan menghasilkan gizi yang optimal untuk atlet.Kebiasaan makan contoh diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall dan disajikan pada Tabel 14.
46
Tabel 14 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan Laki-laki
Kebiasan makan
perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
7
87.50
13
81.25
20
83.33
Kebiasaan Sarapan Selalu Kadang-kadang
1
12.50
3
18.75
4
16.67
Jarang
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Tidak pernah
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Nasi+lauk pauk
8
100.0
15
93.75
23
95.83
Roti
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Mie
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Lainnya
0
0.00
1
6.25
1
4.17
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
7
87.50
15
93.75
22
91.67
Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
1
12.50
0
0.00
1
4.17
Nasi, lauk hewani
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Lainnya
0
0.00
1
6.25
1
4.17
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
7
87.50
9
56.25
16
66.67
Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
1
12.50
6
37.50
7
29.17
Nasi, lauk hewani
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Lainnya Konsumsi fastfood
0
0.00
1
6.25
1
4.17
Selalu
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Kadang-kadang
2
25.00
11
68.75
13
54.17
Jarang
5
62.50
5
31.25
10
41.67
Tidak pernah
1
12.50
0
0.00
1
4.17
Menu sarapan
Susunan menu siang hari
Susunan menu malam hari
Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan bahwa sebagian besar dari keseluruhan contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan dengan menu berupa nasi dan lauk pauk (95.83%). Sebagian besar contoh laki-laki (87.5%) dan perempuan (81.25%) memiliki kebiasaan sarapan. Makan siang dan malam contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah (91.67). Untuk konsumsi makanan cepat saji (fast food) sebanyak 54.17% dari keseluruhan contoh menyatakan jarang mengonsumsi fast food, sebanyak 41.67% menyatakan kadang-kadang dan sisanya menyatakan tidak pernah mengonsumsi fast food (4.17%). Berdasarkan persentase contoh laki-laki lebih jarang yang mengonsumsi fast food daripada contoh perempuan. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya
yaitu,
konsumsi
pangan,
preferensi
(kesukaan atau
47
ketidaksukaan) makan, ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Kebiasaan minum Konsumsi cairan sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh. Bagi seorang atlet, pemberian cairan bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan. Hasil recall mengenai kebiasaan minum contoh menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (58.33 %) mengonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya, sebanyak 29.17% contoh mengonsumsi air putih sebanyak 7 gelas setiap harinya, dan sisanya sebanyak 12.50% mengonsumsi air putih 5 gelas setiap harinya. Seluruh contoh tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Untuk konsumsi sport drink, diketahui bahwa sebanyak 62.50% contoh mengonsumsi sport drink. Tabel 15 Sebaran taekwondo menurut kebiasaan minum Kebiasaan minum
Laki-laki
perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
≥ 8 gelas
5
62.50
9
56.25
14
58.33
7 gelas
1
12.50
6
37.50
7
29.17
5 gelas
2
25.00
1
6.25
3
12.50
< 5 gelas
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Konsumsi air putih
Konsumsi minuman beralkohol
0.00
Ya
0
0.00
0
0.00
0
0.00
Tidak Konsumsi sport drink
8
100.00
16
100.00
24
100.00
Ya
8
100.00
7
43.75
15
62.50
Tidak
0
0.00
9
56.25
9
37.50
0.00
Persentase contoh laki-laki (62.5%) yang mengonsumsi air lebih dari delapan gelas per hari lebih besar dari persentase jumlah contoh perempuan ( 56.25%). Kesuluruhan contoh laki-laki mengonsumsi sport drink, sedangkan sebagian besar contoh perempuan (56.25) tidak mengonsumsi sport drink.Sport drink penting bagi penggantian elektrolit dan rehidrasi selama berolahraga, teruatama olahraga yang memiliki waktu yang panjang seperti marathon, tenis, atau olahraga kompetitif lainnya (Williams 1989).Bagi atlet,sport drink merupakan salah satu produk pangan yang ditujukan yang mengandung gula dan elektrolit
48
dan berguna untuk mencegah dehidrasi, mengganti cairan tubuh yang hilang, hidrasi sebelum berolahraga, dan rehidrasi setelah berolahraga. Kebiasaan makan sebelum pertandingan Semua contoh sebelum pertandingan mengonsumsi makanan lengkap namun dengan rentang yang bervariasi. Sebanyak 37.50% contoh mengonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 25.00% contoh mengonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding, 33.33% contoh mengonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding dan sisanya mengonsumsi makanan lengkap 4-5 jam sebelum bertanding. Tabel 16 Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding Laki-laki
perempuan
n
%
n
%
n
%
1-2 jam
4
50.00
5
31.25
9
37.50
2-3 jam
1
12.50
5
31.25
6
25.00
3-4 jam
3
37.50
5
31.25
8
33.33
4-5 jam Makanan dan minuman yang dihindari
0
0.00
1
6.25
1
4.17
Ada
6
75.00
12
75
18
75.00
Tidak
2
25.00
4
25
6
25.00
Kebiasaan makan sebelum bertanding
Total
Rentang waktu konsumsi makanan lengkap
Tabel 15 menunjukkan bahwa 75 % contoh laki-laki dan 75% contoh perempuan memiliki pantangan terhadap makanan atau minuman saat sebelum pertandingan. Makanan dan minuman yang dihindari atau dijadikan sebagai pantangan oleh contoh sebelum bertanding yaitu makanan pedas, susu, dan minuman bersoda. Sebagian besar contoh (50%) laki-laki memiliki kebiasaan makan 1-2 jam sebelum bertanding. Sedangkan rata-rata contoh perempuan mengonsumsi makanan lengkap 1-4 jam sebelum pertandingan, atlet disarankan untuk mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat 2-4 jam sebelum bertanding untuk meningkatkan cadangan glikogen atlet, konsumsi cukup cairan dan elektrolit untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan menghindari konsumsi makanan yang tinggi serat untuk menghindari terjadinya masalah pencernaan selama pada saat pertandingan (Brouns 1993). Kebiasaan makan selama bertanding Mengonsumsi makanan dan minuman selama bertanding bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat
49
gizi agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Selama pertandingan contoh memiliki makanan dan minuman yang sering dikonsumsi selama bertanding seperti minuman olahraga (sport drink), air putih, dan gorengan. Contoh juga memiliki pantangan atau makanan yang dihindari selama periode pertandingan. Tabel 17 Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding Kebiasaan bertanding
makan
selama
Laki-laki
perempuan
Total
n
%
n
%
%
n
3
37.5
9
56.25
12
50.00
air putih
3
37.5
2
12.5
5
20.83
Gorengan
1
12.5
2
12.5
3
12.50
1
12.5
3
18.75
4
16.67
6
75
13
81.25
19
79.17
2
25
3
18.75
5
20.83
Konsumsi makanan/minuman Ya (sport drink, air putih, dan gorengan) Sport drink Tidak
Makanan dihindari Ada
dan
minuman
yang
Tidak
Keseluruhan
contoh
mengonsumsi
makanan/minuman
selama
pertandingan berupa sport drink (50.00%), air putih (20.83%), dan gorengan (12.50%). Persentase contoh perempuan yang mengonsumsi soft drink selama bertanding (56.25%) lebih besar daripada persentase contoh laki-laki (37.5%), akan tetapi persentase contoh laki-laki yang mengonsumsi air putih (37.5%) lebih besar daripada contoh perempuan (12.5%). Selama pertandingan sebagian besar dari keseluruhan contoh (79.17%) menyatakan mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan seperti minuman bersoda dan makanan pedas. Persentase contoh perempuan yang menyatakan mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan (81.25%) daripada contoh laki-laki (75%). Konsumsi makanan atlet pada saat bertanding sebaiknya mengandung karbohidrat yang mencukupi untuk menjaga kadar gula darah dan oksidasi karbohidrat,
mengandung
cukup
cairan
dan
elektrolit
guna
menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tidak menyebabkan gangguan pencernaan dan memiliki citarasa yang menarik (Brouns 1993). Menurut jika durasi pertandingan semakin lama maka atlet disarankan mengonsumsi karbohidrat sebanyak 30-60 gram setiap jamnya dan mengonsumsi cairan
50
sebanyak 600-1500 ml untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada saat bertanding (Irawan 2007). Kebiasaaan makan setelah bertanding Energi di dalam tubuh akan berkurang dengan cepat setelah atlet melakukan pertandingan, dan tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat karena aktivitas yang dilakukan selama pertandingan. Konsumsi makanan dan minuman setelah pertandingan sangat penting karena tubuh membutuhkan asupan zat gizi untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen, mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh. Tabel 18 Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding Laki-laki
perempuan
n
%
n
%
n
%
sari buah
1
12.5
5
31.25
6
25.00
Air dingin Air mineral Tidak
6 0 1
75 0 12.5
2 8 1
12.5 50 6.25
8 8 2
33.33 33.33 8.33
Ada
3
37.5
3
18.75
6
25.00
Tidak
5
62.5
13
81.25
18
75.00
1-2 jam
4
50
6
37.5
10
41.67
2-3 jam
1
12.5
7
43.75
8
33.33
3-4 jam
1
12.5
1
6.25
2
8.33
2
25
2
12.5
4
16.67
Kebiasaan makan setelah bertanding
Total
Konsumsi makanan/minuman Ya (air dingin, air mineral,sari buah)
Makanan dan minuman yang dihindari
Rentang waktu konsumsi makanan lengkap
4-5 jam
Sebagian besar dari keseluruhan contoh (91.67%) mengonsumsi makanan/minuman setelah bertanding. Contoh mengonsumsi makanan/minuman segera setelah bertanding berupa sari buah (25.00%), air dingin (33.33%), dan air mineral (33.33%). Sebagian besar contoh perempuan mengonsumsi sari buah (31.25%), sedangkan sebagian besar contoh laki-laki mengonsumsi air dingin (75%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah bertanding adalah karena pada saat pertandingan terjadi peningkatan pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 5-100C untuk mengatasi kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu, pemberian sari buah ditujukan untuk mengembalikan kadar glikogen atlet segera setelah bertanding. Hal ini karena
51
sari buah mengandung karbohidrat yang tinggi yang mampu mengembalikan kadar gula darah tubuh. Pemberian cairan setelah bertanding bertujuan untuk mengembalikan air dan elektrolit yang hilang dari tubuh selama pertandingan. Setelah bertanding, sebagian besar dari keseluruhan contoh (75.00%) menyatakan bahwa tidak ada pantangan terhadap makanan atau minuman yang dikonsumsi, sisanya menyatakan memiliki pantangan terhadap makanan yang akan dikonsumsi yaitu berupa makanan pedas. Contoh mengonsumsi makanan lengkap setelah bertanding dengan rentang yang bervariasi, sebanyak 41.67% contoh menyatakan mengonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding, 33.33% contoh mengonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah bertanding, 8.33% contoh mengonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah bertanding, dan sisanya mengonsumsi makanan lengkap 4-5 jam setelah bertanding. Atlet setelah bertanding sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sesegera mungkin untuk mengembalikan glikogen tubuh. Atlet disarankan untuk mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dua jam setelah bertanding (browns 1993). Makanan sumber karbohidrat yang disarankan adalah makanan yang mempunyai indeks glikemik sedang hingga tinggi, hal ini dikarenakan kondisi atlet yang sedang kekurangan glikogen pada tubuh. Menambahkan konsumsi protein pada saat mengonsumsi karbohidrat untuk meningkatkan stimulasi pengembalian glikogen,serta mengonsumsi elektrolit untuk mengganti elektrolit yang hilang selama bertanding. Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Suplemen Suplemen adalah makanan tambahan yang berisi vitamin atau mineral. Suplemen merupakan zat tambahan bukan sebagai zat pengganti. Suplemen mengandung satu jenis atau lebih zat gizi yang mempunyai fungsi sebagai obat (Gunawan 1999). Merokok dapat mempengaruhi tingkat kebugaran atlet. Menurut Riyadi (2007) kebugaran tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor gizi, faktor genetik, faktor intensitas latihan individu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok individu.
52
Tabel 19 Kebiasaan merokok dan konsumsi suplemenatlet taekwondo Kebiasaan merokok dan konsumsi suplemen
Laki-laki
perempuan
Total
n
%
n
%
n
%
Konsumsi suplemen Ya
2 x 1 hari
0
0
10
62.5
10
41.67
Tidak
1 x 1 hari
4
50.0
0
0.0
4
16.66
4
50.0
6
37.5
10
41.67
Ya
0
0.0
0
0.0
0
00.00
Tidak
8
100.0
16
100.0
24
100.00
Kebiasaan merokok
Sebagian besar dari keseluruhan contoh (58.33%) memiliki kebiasaan mengonsumsi suplemen.Sebagian besar contoh perempuan (62.5%) memiliki kebiasaan mengonsumsi suplemen sebanyak dua kali sehari, sedangkan sebagian contoh laki-laki mengonsumsi suplemen sebanyak satu kali sehari dan sebagian lagi tidak mengonsumsi suplemen. Berdasarkan hasil wawancara contoh mengonsumsi suplemen hanya ketika sedang latihan rutin dan tidak mengonsumsi suplemen pada hari libur. Keseluruhan contoh baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan hasil wawancara sebagian contoh mengonsumsi suplemen jika mereka akan memulai latihan dan tidak mengonsumi ketika hari libur. Clark (1996) menyatakan bahwa olahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin. Karena olahraga tidak membakar vitamin. Bila selalu mendapatkan makanan seimbang tidak diperlukan suplementasi. Tingkat Kecukupan Gizi Energi Pada saat berolahraga zat-zat gizi di dalam tubuh berkurang akibat aktivitas yang dilakukan. Kehilangan zat gizi pada tubuh harus ditanggulangi dengan konsumsi yang baik. Pemenuhan gizi yang cukup bagi atlet dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, protein. Lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air sangat dibutuhkan untuk mengganti kehilangan zat gizi. Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 2 x 24 jam yaitu satu hari recall hari libur dan satu hari recall hari sekolah. Tujuan dari metode recall 2x24 jam ini adalah untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal pada saat berada di asrama dan diluar asrama. Hal ini dikarenakan pada saat di hari libur, konsumsi contoh sebagian besar tidak ditentukan oleh penyelenggara makanan di asrama. Dari hasil recall
53
kemudian diperoleh data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh dari WKNPG 2004, dimana hal ini sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang indonesia. Faktor aktivitas yang digunakan adalah faktor aktivitas sangat aktif, dimana aktivitas yang dilakukan oleh contoh sangat aktif dari pagi hingga malam hari terutama pada saat latihan intensif. 70
62.5
60
50
50 37.5
40
laki-laki
30 20
12.5
12.5
6.25
perempuan
12.5 6.25
10
0 0
0 Defisit Tingkat Berat
Defisit Tingkat Sedang
Defisit Tingkat Ringan
Normal
Kelebihan
Gambar 5 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara keseluruhan yaitu 2399 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu sebesar 2370kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 1515 kkal. Rata-rata konsumsi energi contoh laki- laki adalah 2025 kkal, dan rata-rata konsumsi energi contoh perempuan adalah 1772 kkal. Lebih besarnya tingkat konsumsi energi contoh laki-laki daripada perempuan disebabkan oleh rata-rata kebutuhan energi contoh laki-laki lebih besar dari contoh perempuan dan berdasarkan hasil wawancara dengan contoh, contoh laki-laki tidak memilih-milih makanan dibandingkan dengan contoh perempuan yang mengonsumsi makanan jika sesuai selera. Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh baik laki-laki maupun perempuan sebagian besar adalah defisit atau kurang dari yang dianjurkan. Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit tingkat sedang, yaitu masingmasing sebanyak 62.50% dan 50.00%.
54
Perempuan
Laki-laki 12.27 20.21
Lemak
67.56
13.5
Protein
Protein 25.2
61.3
Karbohidrat
Lemak Karbohidrat
Gambar 6 persentase sumbangan energi dari zat gizi makro Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar sumbangan energi didapat dari karbohidrat, Pada contoh laki-laki rata-rata sumbangan energi dari karbohidrat adalah 67.56% dari total energi yang dikonsumsi dan perempuan 61.30%dari total energi yang dikonsumsi. Rata-rata sumbangan energi dari lemak pada perempuan (25.2%) lebih besar dari laki-laki (20.21%). Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan, laki-laki mengonsumsi lemak lebih banyak daripada perempuan, akan tetapi, persentase konsumsi lemak terhadap keseluruhan konsumsi energi contoh perempuan lebih besar dari contoh laki-laki. Sumbangan energi paling sedikit didapatkan dari protein. Rata-rata sumbangan energi dari protein pada perempuan yaitu sebesar 13.5% dari total konsumsi energi dan laki-laki sebesar 20.21% dari total energi yang dikonsumsi. Komposisi menu seimbang yang dianjurkan bagi remaja harus mengandung sekitar 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan lemak 20-25% dari total kebutuhan energi (Depkes 2002). Perbandingan rata-rata komposisi menu bagi laki-laki maupun perempuan
sudah
sesuai
dengan komposisi
menu
seimbang
menurut
Departemen Kesehatan, akan tetapi masih belum mencukupi dari segi kuantitas.Hasil uji korelasi Pearson antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.326, r= 0.209). Hal ini menunjukkan dengan semakin baiknya tingkat pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan penurunan tingkat kecukupan energinya. Protein Menurut Irawan (2007) Protein merupakan salah satu jenis zat gizi yang mempunyai fungsi penting sebagai bahan dasar bagi pembentukan jaringan tubuh atau bahan dasar untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak. Selain dari kedua fungsi tersebut, protein juga mempunyai fungsi sebagai bahan pembentuk hormon dan pembentukan enzim yang kemudian juga akan terlibat di dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan protein atlet lebih tinggi dari
55
kebutuhan protein non-atlet, kebutuhan protein atlet berada pada rentang 1.2-1.6 gr/kg berat badan per-harinya, sedangkan kebutuhan protein bagi non-atlet yaitu sebesar 0.6-0.8 gr/kg berat badan. (Irawan 2007). Bagi atlet remaja Protein dibutuhkan bagi dalam menunjang pertumbuhan dan pembentukan tubuh mencapai bentuk tubuh yang proporsional. Sumber protein dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging (dianjurkan yang tidak berlemak), unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati yang dianjurkan berasal dari taju, tempe, kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein contoh secara keseluruhan adalah 60.71 gram dengan konsumsi paling tinggi sebanyak 83 gram dan paling rendah senilai 39.12 gram. Rata-rata konsumsi protein contoh laki- laki adalah 61.88 gram, dan rata-rata konsumsi protein perempuan adalah 60.13 gram. Tingkat kecukupan protein disajikan pada Gambar 8. 75
80 70
56.25
60 50 40 30
37.5
laki-laki
25
perempuan
20
6.25
10
0
0 kurang
cukup
lebih
Gambar 7 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein Sebagian besar contoh laki-laki (75.00%) dan perempuan (56.25%) memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori cukup. Atlet memiliki risiko untuk
mengalami
latihan/pertandingan
kerusakan olahraga
jaringan yang
otot
berat,
terutama dan
pada
saat
menjalani
olahraga
yang
mengandalkan stamina dan daya tahan tubuh (endurance) dalam durasi panjang, sebagian kecil asam amino dari protein akan digunakan sebagai sumber energi terutama saat simpanan glikogen sudah semakin berkurang. Oleh karena hal-hal tersebut diatas maka kebutuhan konsumsi protein seorang atlet
56
dalam kesehariannya akan relatif lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan non-atlet. Lemak Bila dibandingkan dengan karbohidrat, lemak menghasilkan energi yang jauh lebih besar, besarnya energi dari lemak lebih dari dua kali energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein. Akan tetapi konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan bagi seorang atlet. Karena dalam olahraga kompetitif dengan intensitas tinggi, tubuh mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot. Pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat, Hal inilah yang menyebabkan tubuh terasa lelah. Pengosongan lambung menjadi lambat akibat mengonsumsi lemak yang berlebihan sehingga perut terasa penuh. Selain itu konsumsi lemak yang berlebihan dapat mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000). Atlet disarankan mengonsumsi karbohidrat yang adekwat agar supaya penggantian glikogen otot dan hati berlangsung dengan baik.
70.0 60.0
62.5 50.0
50.0
50.0 40.0
laki-laki
25.0
30.0
perempuan
20.0
12.5
10.0
0.0
0.0 kurang
cukup
lebih
Gambar 8 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak
57
Sebagian contoh laki-laki memiliki tingkat kecukupan lemak dalam kategori kurang (50.00%) dan sebagian lainnya (50.00%) berada pada kategori cukup sedangkan contoh perempuan sebagian besar memilikitingkat kecukupan lemak dalam kategori cukup (62.5%). Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 47.33 gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 87. gram dan konsumsi paling rendah sebanyak 26.2 gram. Rata-rata konsumsi lemak laki- laki adalah 42.50 gram, dan rata-rata konsumsi lemak contoh perempuan adalah 50 gram. Berdasarkan WKNPG 2004 Angka kecukupan lemak atlet adalah sebanyak 20-25% dari total kebutuhan energi. Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi utama. Karbohidrat berfungsi untuk mendukung aktivitas fisik seperti berolahraga dan karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Karbohidrat di dalam tubuh tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Hasil recall menunjukkan bahwa hampir keseluruhan contoh perempuan memilki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori kurang (87.50%) dan sebagian besar (50.00%) contoh laki-laki memiliki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori cukup. Berdasarkan angka kecukupan gizi dari WKNPG 2004, angka kecukupan gizi untuk karbohidrat yaitu 60-70% dari total kebutuhan energi. Rata-rata konsumsi karbohidrat contoh adalah 327.04 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 207 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 558. gram. Rata-rata konsumsi karbohidrat contoh laki- laki adalah 406 gram, dan rata-rata konsumsi
karbohidrat
contoh
perempuan
adalah
288
gram.
Konsumsi
karbohidrat yang kurang pada contoh perempuan dikarenakan contoh kurang mengonsumsi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, umbi, kentang dan cenderung lebih suka mengonsumsimakanan sumber protein dan lemak dibandingkan dengan karbohidrat.
58
87.5 90 80 70 60
50
50
laki-laki
40 30
25
perempuan
25 12.5
20 10
0
0 kurang
cukup
lebih
Gambar 9 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat Menurut Irawan (2007) atlet seharusnya mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Hal ini dikarenakan jika atlet mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang besar dalam sehari-hari akan memilki simpanan glikogen yang relatif lebih besar jika dibandingan dengan atlet yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang kecil. Dengan simpanan glikogen yang rendah, seorang atlet dalam menjalankan latihan/pertandingannya akan cepat merasa lelah sehingga kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas dan performa olahraga. Hal ini berbeda dengan seorang atlet yang akan memiliki performa dan ketahanan yang lebih baik apabila memiliki simpanan glikogen yang besar. Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak. Vitamin A mempunyai fungsi paling utama dalam penglihatan, vitamin A juga berperan dalam sintesis protein dalam pertumbuhan sel dan berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur 15-16 tahun adalah 600 μgRE. Ratarata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 1107.4 μgRE, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 2694 μgRE dan konsumsi terendah sebanyak 84.4 μgRE.
59
87.5 90 80 62.5
70 60 50
37.5
laki-laki
40
perempuan
30
12.5
20 10 0 <77%
>77%
Gambar 10 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A Sebagian besar contoh baik laki-laki (62.50%) maupun perempuan (87.50%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori normal karena sudah mengonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka kecukupan vitamin A. Ratarata konsumsi vitamin A contoh laki- laki adalah 986.7 μgRE, dan rata-rata konsumsi vitamin A contoh perempuan adalah 1167.8 μgRE. Bagi atlet yang berada dalam usia remaja, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab ituintik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang mempunyai banyak fungsi dalam tubuh, seperti sebagai koenzim atau kofaktor, sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh, mereduksi besi feri menjadi fero di dalam usus sehingga lebih mudah diabsorpsi, dan stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000) Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang berumur 15-16 tahun adalah 60 mg menurut WKNPG 2004.Rata-rata konsumsi vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 175.6 mg dengan konsumsi tertinggi yaitu sebanyak 760.5 mg dan konsumsi terendah sebanyak 10.9 mg. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh laki- laki adalah 177.3 μgRE, dan rata-rata konsumsi vitamin C contoh
60
perempuan adalah 174.8 μgRE.Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 10. 87.5 90 68.75
80 70 60
laki-laki
50 31.25
40 30
perempuan
12.5
20 10 0 <77%
>77%
Gambar 11 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C Sebagian besar contoh baik laki-laki (87.50%) maupun perempuan (68.75%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C dalam kategori normal karena sudah mengonsumsi vitamin C lebih dari 77% angka kecukupan vitamin C. Bahan pangan sumber vitamin C yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buahbuahan seperti jeruk, melon, semangka, dan pisang. Vitamin B1 Vitamin B1 atau tiamin di dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam metabolisme enrgi dari karbohidrat. Peningkatan konsumsi tiamin bagi seorang atlet sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan tiamin dapat membantu metabolisme energi dari karbohidrat yang dapat meningkatkan kinerja atlet dan juga berperan dalam transportasi oksigen dalam darah yang penting dalam olahraga yang memerlukan intensitas dan durasi yang cukup lama. Konsumsi tiamin yang cukup dapat membantu mencapai performa optimal atlet. Berdasarkan WKNPG 2004, asupan tiamin yang dianjurkan bagi remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari. Konsumsi rata-rata tiamin contoh secara keseluruhan yaitu 1.8 mg dengan konsumsi terendah sebanyak 0.2 mg dan konsumsi tertinggi sebanyak 8.5 mg. Rata-rata konsumsi vitamin B1 contoh laki- laki adalah 1.9 μgRE, dan rata-rata konsumsi vitamin B1 contoh perempuan adalah 1.7 μgRE.
61
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
50
50
laki-laki perempuan
0
<77%
>77%
Gambar 12 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin B1 Keseluruhan contoh laki-laki (100.00%) memiliki tingkat kecukupan tiamin dalam kategori cukup, sedangkan sebagian contoh perempuan (50.00%) memiliki tingkat kecukupan tiamin dalam kategori cukup dan sebagain lainnya (50.00%) memiliki tingkat kecukupan tiamin dalam kategori kurang (Gambar 11). Kalsium Kalsium di dalam tubuh adalah memiliki peran dalam pembentukan tulang dan gigi. Kini banyak disorot bahwa kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Hal ini disebabkan karena tubuh yang kekurangan asupan kalsium akan mengambil kalsium dari tubuh. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium remaja yang berumur 16-18 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Seluruh contoh baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kecukupan kalisum yang kurang (Gambar 12). Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 507.9 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 1054.3 mg dan konsumsi terendah sebanyak 130.3 mg.. Rata-rata konsumsi alsium contoh laki- laki adalah 483.2 mg, dan rata-rata konsumsi kalsium contoh perempuan adalah 520.3 mg
62
90
81.25 75
80 70 60 laki-laki
50 40
perempuan
25
30
18.75
20 10 0 <77%
>77%
Gambar 13 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium Sebagian besar contoh baik laki-laki (75.00%) maupun perempuan (81.25%) memiliki tingkat kecukupan kalsium dalam kategori kurang dari angka kecukupan. Hal ini disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan sumber kalsium seperti susu oleh atlet. Kekurangan kalsium pada masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2004). Zat Besi Zat besi merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Zat besi berperan dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat menyebabkan kurangnya hemoglobin yang dapat menyebabkan anemia gizi besi,penurunan nafsu makan juga menurunkan kemampuan fisik, hambatan perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif.
63
87.5
87.5 90 80 70 60 50
laki-laki
40
perempuan
30
12.5
12.5
20 10 0
<77%
>77%
Gambar 14 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 14.5 mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 26.5 mg dan konsumsi terendah sebanyak 7.3 mg. Rata-rata konsumsi zat besi contoh laki- laki adalah 15.5 mg, dan ratarata konsumsi zat besi contoh perempuan adalah 14.4 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori cukup (87.50%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (87.50%). Kurangnya konsumsi zat besi pada atlet perempuan disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber zat besi, sedangkan kebutuhan zat besi pada atlet perempuan lebih besar dari atlet laki-laki. Selain zat besi, atlet juga membutuhkan mineral lain seperti seng, selenium, magnesium, fosfor, iodium, mangan, dan fluor. Semua mineral tersebut diperlukan
oleh
atlet
dalam
pertumbuhan,
perkembangan
dan
proses
metabolisme tubuh. Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat dilihat dari VO2 maksimum yang diperoleh dari Tes Balke.
64
VO2 Maksimum Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat mengonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2 max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat (Mackenzie 1997). Atlet taekwondo mempunyai nilai VO2 max yang berbeda-beda, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet. Tabel 20 Nilai VO2 max atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Jumlah (atlet)
Laki-laki Perempuan
8 16
Nilai VO2 max (ml/kg/menit) 45.49 ± 4.74 42.03 ± 3.13
Jenis kelamin atlet dapat mempengaruhi nilai VO2 max atlet taekwondo. Selain jenis kelamin nilai VO2 max juga dipengaruhi oleh kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot (Mackenzie 1997). Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki adalah 45.49 ± 4.74 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO2 max perempuan berada di bawah nilai rata-rata VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 42.03 ± 3.13 ml/kg/menit. Nilai tersebut sudah tergolong baik untuk laki-laki dan superior untuk perempuan dalam kategori usia 13-19 tahun (The Physical Fitness Spesialist Certification Manual, The Cooper Institue for Aerobics Reseaerch, Dallas TX 1997). Hasil uji beda Independent Sample Test antara nilai VO2 max atlet laki-laki dan nilai VO2 max atlet perempuan menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). Selain jenis kelamin, nilai VO2 maximum juga dapat berbeda-beda antara setiap individu karena dipengaruhi oleh faktor umur. Tabel 21 Nilai VO2 max atlet taekwondo berdasarkan umur Umur 14 15 16 17
Jumlah (atlet) Laki-laki
perempuan
Total
Nilai VO2 max (ml/kg/menit)
0 2 5 1
2 5 7 2
2 7 12 3
42.82 44.75 42.66 42.34
65
Berdasarkan tabel 21 dapat diketahui bahwa nilai VO2 max pada setiap rentang usia memiliki hasil yang cukup beragam. Rata-rata nilai VO2 max yang paling besar berada pada rata-rata usia 15 tahun, yaitu sebesar 44.75 ml/kg/menit, dan rata-rata nilai VO2 max yang paling kecil berada pada rata-rata usia 17 tahun, yaitu sebesar 42.34 ml/kg/menit. Selain atlet taekwondo, penelitian tentang kebugaran juga dilakukan pada cabang olahraga yang lain yang dilakukan oleh Ferdiansyah (2009), Hanum (2011), dan Andhini (2011).
Nilai VO2 max beberapa cabang atlet di SMA
Ragunan disajikan pada tabel 22. Tabel 22 Nilai VO2 max beberapa cabang atlet di SMA Ragunan Rata – rata VO2 max L P 49.90 ± 2.90 45.12 ± 1.52 41.95 ± 1.61 50.36 ± 2.12 42.45 ± 4.74 44.23 ± 2.78 48.79 ± 4.11 -
Jumlah atlet L P 22 9 12 6 7 12 8 -
Cabang olahraga Sepak bola Basket Atletik Bulu tangkis gulat
Tahun tes 2009 2011 2011 2011 2011
Berdasarkan tabel 22, nilai VO2 max atlet basket laki-laki hampir sama dengan nilai VO2 max atlet taekwondo laki-laki yang sebesar 45.49 ± 4.74 ml/kg/menit, dan nilai VO2 max atlet cabang olahraga atletik perempuan hampir sama dengan nilai VO2 max atlet taekwondo laki-laki yang sebesar 42.03 ± 3.13 ml/kg/menit. Hasil dari nilai VO2 max ini diperoleh dari hasil Tes Balke yang dilakukan oleh atlet. Banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil Tes Balke diantaranya suhu,
tingkat
kebisingan
dan
kelembaban,
waktu
tidur
atlet
sebelum
melaksanakan tes, emosi atlet, obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet, waktu pelaksanaan tes, asupan kafein atlet, waktu makan terakhir atlet, lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym), pengetahuan atlet, akurasi pengukuran, apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes, kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji (Mackenzie 1997). Uji Korelasi Antar Variabel Uji
statistik
yang
dilakukan
untuk
mengetahui
hubungan
antar
variabledalam penelitian ini terdiri dari uji korelasi Pearson dan Spearman. Hubungan antar variabel yang diuji yaitu hubungan antar karakteristik atlet dengan tingkat kebugaran, hubungan status gizi dengan tingkat kebugaran, dan
66
hubungan antara tingkat kecukupan energi degan tingkat kebugaran. Hasil uji statistik antar variabel disajikan pada Tabel 21. Tabel 23 Hasil uji korelasi antar variabel Variable Karakteristik Usia Berat badan Tinggi badan Status gizi Tingkat kecukupan gizi
Tingkat Kebugaran Signifikansi
Koefisiensi korelasi
0.843 0.028 0.237 0.097 0.320
0.043 -0.448 0.251 -0.347 0.212
Karakteristik atlet dengan tingkat kebugaran Usia dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.843, r= 0.043). Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya usia atlet maka tidak ada hubungan dengan peningkatan kebugaran atlet, begitupun sebaliknya. Nilai VO2 max individu akan turun secara normal sejalan dengan bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh dan gaya hidup orang dewasa yang tidak aktif (Macmurray dan Ondrak 2008). Berat badan dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan atlet dengan tingkat kebugaran (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p=0.028, r= -0.448). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan berat badan atlet berpengaruh terhadap menurunnya tingkat kebugaran atlet. Atlet taekwondo yang memiliki berat badan yang tinggi memiliki tingkat kebugaran yang rendah, begitupun sebaliknya. Tingkat kebugaran (VO2 max) tidak hanya dipengaruhi oleh berat badan, namun juga dipengaruhi oleh massa otot, dan massa lemak. (Macmurray dan Ondrak 2008) Tinggi badan dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yangtidak signifikan (p=0.237, r=0.251). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi seorang atlet tidak ada hubungan dengan peningkatankebugaran atlet. Menurut Karim (2002) Tinggi badan tidak berpengaruhi terhadap tingkat kebugaran, yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah usia, jenis kelamin, keturunan, dan komposisi tubuh.
67
Status gizi dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.097, r= 0.347). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan tingkat kebugaran, begitupun sebaliknya. Atlet taekwondo yang memiliki status gizi yang kurus, belum tentu memiliki tingkat kebugaran yang tinggi, begitupun sebaliknya. Menurut Riyadi (2007) kebugaran tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh faktor gizi, namun juga dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor intensitas latihan individu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok individu . Menurut Kusumaningrum (2009) status gizi bergantung kepada Indeks Massa Tubuh (IMT) yang akan menentukan komposisi tubuh individu. Komposisi tubuh menggambarkan perbandingan bagian tubuh yang secara metabolisme aktif terutama otot dibandingkan dengan bagian yang kurang aktif terutama lemak. Baik otot maupun lemak mempunyai berat/massa, yang jika dibandingkan dengan tinggi badan akan menggambarkan komposisi tubuh secara tidak langsung. Komposisi tubuh erat kaitannya dengan daya tahan kardiorespirasi. Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi dengan tingkan kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.320, r=0.212). Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin terpenuhitingkat kecukupan energi belum tentu mempunyai tingkat kebugaran (VO2 max) yang baik, begitupun sebaliknya. Konsumsi zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan aktivitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga yang maksimal. Menurut Kartika (2006) salah satu upaya untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik diperlukan tingkat konsumsi yang cukup.
68
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh terdiri dari laki-laki (33.33%) dan perempuan (66.67%). Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 15.6 ± 0.64 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.6 ± 0.89 tahun. Suku bangsa contoh terdiri dari suku Betawi (50.0%), Sunda (20.8%), Jawa (16.7%), suku Padang (8.3%), dan suku Makassar(4.2%). Sebagian besar contoh berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke atas dengan pendidikan minimal orang tua yaitu SMA. Rata-rata berat badan contoh laki laki 52.4 ± 6.1 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 56.9 ± 12.0 kg. Rata-rata tinggi badan contoh contoh laki-laki yaitu 165.4 ± 2.7 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160.9 ± 5.6 cm. Sebagian besar pengetahuan gizi contoh laki-laki (62.50%) dan perempuan (81.25%) berada dalam kategori sedang. Status gizi contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh laki-laki (66.67%) dan perempuan (50.00%) berada dalam kategori defisit sedang.tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori cukup (75.00%) dan contoh perempuan sebagian besar juga dalam kategori cukup (56.25%). Tingkat kecukupan lemak contoh laki-laki sebagian berada dalam kategori normal (50.00%) dan sebagian lagi (50.00%) berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal (62.50%). Tingkat kecukupan karbohidrat contoh laki-laki sebagian besar (50.00%) berada dalam kategori cukup dan contoh perempuan sebagian besar (87.50%) berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal (>77%). Tingkat kecukupan vitamin B1 keseluruhan contoh lakilaki berada dalam kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin contoh perempuan sebagian (50%) berada dalam kategori normal dan sebagian lagi (50%) berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan kalsium contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori cukup, dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang.
69
Contoh memiliki kebiasaan mengonsumsimakanan lengkap tiga kali dalam sehari (95.83%). Sebagian besar contoh mengonsumsi air putih lebih dari delapan gelas sehari (58.33%) dan mengonsumsi minuman sport drink (62.50%). Seluruh contoh tidak mengonsumsi alkohol. Kebiasaan makan periode pertandingan
sebelum
bertanding
sebagian
besar
(37.50%)
contoh
mengonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding dan menghindari makanan berupa makanan pedas, minuman dingin dengan es batu, dan minuman bersoda. Selama bertanding sebagian besar contoh (83.33%) mengonsumsi sport drink, air putih, dan gorengan. Setelah bertanding sebagian besar contoh mengonsumsi air dingin, sari buah, dan air mineral. Sebagian besar contoh (41.67%) mengonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding. Rata-rata nilai VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki adalah 45.49 ± 4.74 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO2 max perempuan berada di bawah nilai rata-rata VO2 max atlet taekwondo yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 42.03 ± 3.13 ml/kg/menit. Hasil uji beda antara tingkat kebugaran atlet laki-laki dan atlet perempuan menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). Hubungan usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.843, r= 0.043). Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p=0.028, r=0.448). Hubungan tinggi badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.237, r=0.251). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.097, r=-0.347). Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.320, r=0.212). Saran Secara keseluruhan pola konsumsi atlet masih perlu ditingkatkan, karena belum memenuhi tingkat kecukupan energi bagi atlet. Atlet sebaiknya mengonsumsi makanan yang telah disediakan oleh pihak Sekolah dan tidak memilih-milih dalam mengonsumsi makanan. Asuhan gizi yang tepat sangat diperlukan bagi atlet dalam usaha untuk mencapai pengaturan diet yang optimal. Gizi yang optimal akan sangat mempengaruhi performa dan kebugaran atlet dalam olahraga. Intensitas latihan dan riwayat kesehatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Oleh sebab itu perlu penelitian lanjutan
70
tentang riwayat kesehatan terhadap kebugaran seorang atlet taekwondo dan juga pengaruhnya terhadap prestasi atlet. Perlunya ahli gizi khusus yang mengatur kebutuhan gizi atlet dapat membantu atlet dalam memenuhi gizinya menjadi lebih baik.
71
DAFTAR PUSTAKA [Depkes] Departemen Kesehatan. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Siswa Jakarta: Departemen Kesehatan. ----------.1996. Pedoman Praktik Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes _______. 1997. Gizi Olahraga Untuk Prestasi. Jakarta: Departemen Kesehatan. Ahmadi A, Sholeh M. 2005. Psokilogi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta Ahmadi A, Supriyono W. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Anonim. 2008. Prestasi Belajar. http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prstasibelajar/ [26 Mei 2011]. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. Andhini RA. 2011. Hubungan Antara Asupan Makan Dan Komposisi Tubuh Terhadap Peningkatan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet Di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Atkinson, RL. Atkinson, SC, Richard ER. 1993. Pengantar Psikologi I. Edisi kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga Azwar A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Di dalam : Soekirman et al., editor Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi. 1291311 Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd. Clark N. 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olahraga. Jakarta: Rajagrafindo. Hal: 3-68. Damayanti D. 2000. Pengaturan Berat Badan (BB) Siswa. Di dalam : Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta . Pro Kontra “Carbohydrate Loading”. Di dalam : Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.. Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung : PT remaja Rosdakarya
72
Ferdiansyah A. 2009. Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, Dan Status Gizi Dengan Tingkat Kebugaran Atlet Sepakbola Di Sma Ragunan Jakarta Selatan. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Giam CK, Teh KC. 2002. Sport Medicine Exercise and Fitness Singapore : PG Publishing Pte Ltd. Gibney J, Margetts B, Kearney J, Arab L. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC: Jakarta. Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press. Griwijoyo S. 2006. Ilmu Kesehatan Olahraga (Sport Medicine). Bandung: FPOK Uiversitas Pendidikan Indonesia. Giriwijoyo S, Ali M. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Gunawan A. 1999. Food Combaining: Kombinasi Makanan Serasi Pola Makan untuk Langsing dan Sehat. Jakarta: Gramedia. Hanum FN. 2011. Hubungan Antara Karakteristik, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, Dan Tingkat Kecukupan Gizi Dengan Tingkat Kebugaran Atlet Bola Basket Di Smp/Sma Ragunan Jakarta Selatan. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.Kantor Menpora. _______, Briawan D. 1994. Perencanaan dan Penilaian Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Harper, L.J., B. J. Deaton, & J.A. Driskel. 1996. Pangan, Gizi dan Pertanian. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor. Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan; Suatu pendejatan sepanjang Rentang Kehidupan; edisi kelima. Jakarta: Erlangga Hoeger W, Hoeger S. 2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness A Personalyzed Program. USA: Thomson, Wadsworth. Husaini MA. 2000. Kebutuhan Protein untuk Berprestasi Optimal. Di dalam : Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.
73
Irawan A. 2007. Nutrisi, Energi dan Performa Olahraga. www.pssplab.com [21 Desember 2011] Kartono, K. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV Mandar Maju Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Karyadi E. 1997. Tiga Belas Pesan Pengganti 4 Sehat 5 Sempurna. www.indomedia.com [20 Februari 2008]. Khomsan A. 2000. Teknik pengukuran pengetahuan gizi [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. __________. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A et al. 2009. Aspek Sosio-budaya Gizi dan Sistem Pangan Suku Baduy di Indonesia. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor-Neys-Van Hoogsraten Foundation. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. PAU, IPB. Kusharto CM, Sa’adiyyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Kusumaningrum R. 2009. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Ambilan Oksigen Maksimal pada Orang Sehat [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Mackenzie B. 1997. Borg Scale and VO2 max. www.brianmac.co.uk [20Februari 2011]. Macmillan S, Schuster. 1993. Nutrition and Fitness. New York: Macmillan Library Reference. Mariani. 2002. Hubungan pola asuh makan, konsumsi pangan dan status gizi anak balita [tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. McMurray, R.G., Ondrak, K.S.. 2008. Energy Expenditure of Athletes. Di dalam: Wolinsky I, Driskell JA, editor. Sport Nutrition Energy Metabolism and Exercise. Boca Raton: CRC Press hlm. 147-172. Moelek D. 1995. Pengaruh Makanan Tradisional pada Status Gizi dan Prestasi Olahraga, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Jakarta. Moxnes J, Hausken K. 2008. The dynamics of athletic performance, fitness and fatigue. Mathematical and Computer Modelling of Dynamical Systems Vol. 14, 515–533.
74
Napu A. 2005. Pengaturan Berat Badan dalam Menunjang Kemampuan Fisik Siswa. www.gizi.net/download/Artikel-Arifasno.pdf [27 November 2008]. Nasution A & Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Makalah disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor, 8-9 Oktober. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Nurcahyo H. 2008. Ilmu Kesehatan Jilid II. Jakarta: Depdiknas. Papalia ED, Old SW, dan Feldma RD. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Belajar dan Mengajar). [diktat]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Primana DA. 2000. Penggunaan Lemak dalam Olahraga. Di dalam : Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.. Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______.2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor _______. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor: Institut Pertanian Bogor Roedjito D. 1988. Penilaian dan metode Survey Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rumawas JSP. 2000. Penggunaan Kalsium Pada Siswa Amenore. Jakarta: Departemen Kesehatan. Sandjaja et al. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Santosa G, Komariyah L. 2007. Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan. www.wordpress.com [11 Januari 2011]. Sediaoetama AD. 1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
75
Suhardjo, Hardinsyah, H Riyadi. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. .1989. Sosio Bidaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, PAU, IPB. Sulaeman A, Muhilal. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Sumosardjuno, S. 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Wahjoedi 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Wijaya N. 2010. Karakteristik, Tingkat Kecukupan Gizi, Status Gizi, Dan Tingkat Kebugaran Atlet Bulutangkis Di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williams M. 1989. Nutrition for Fitness & Sport. USA: WM. C. Brown Communication, Inc. Wolinsky I, Driskell J. 2006. Sports Nutritions Vitamins and Trace Minerals. New York: CRC Press. ________, Hickson JF. Nutrition in Exercise and Sport. CRC Press, London 1994: 1 – 29
76
LAMPIRAN
77
Kode:
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN SATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO DI SMA RAGUNAN JAKARTA
Nama Responden
:
Enumerator
: Azizul (085925006705)
Tanggal Wawancara :
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
78
Lampiran 1Kuisioner Penelitian
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN SATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO DI SMA RAGUNAN JAKARTA
A. Karakteristik Responden 1. Nama Lengkap
:
2. Tempat Tanggal Lahir
:
3. Umur
:
4. Kelas
:
5. Suku Bangsa
:
6. No.Telp/Hp
:
7. Berat Badan
:
8. Tinggi Badan
:
9. Jenis kelamin
:
Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga 10. Umur orang tua a. Ayah : b. Ibu : 11. Pendidikan Orang tua a. Ayah : b. Ibu : 12. Pekerjaan orang tua a. Ayah : b. Ibu : 13. Pendapatan keluarga per bulan Rp. 1.500.000,-
Rp.3.000.000,- – Rp. 5.000.000,-
1.500.000,- – Rp. 3.000.000,-
> Rp. 5.000.000,-
Rp.
79
B. Pengetahuan Gizi 1. Makanan yang sehat adalah makanan yang a. Mengandung zat gizi yang cukup dan higienis b. Mengenyangkan c. Enak rasanya d. Mudah didapat dan praktis 2. Makanan sumber karbohidrat yaitu a. Beras, jagung, gandum, umbi-umbian b. Ayam, ikan, buah-buahan c. Daging, susu, sayur-sayuran d. Ayam, daging, susu, telur, dan ikan 3. Derajat kesehatan dan kebugaran seorang atlet dipengaruhi oleh a. Makanan b. Istirahat c. Olahraga d. Semua benar 4. Jenis makanan yang mengandung protein yang baik bagi atlet yaitu a. Tempe c. Tahu b. Kacang tanah d. Ayam 5. Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh antara lain a. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air b. Karbohidrat, protein dan lemak c. Karbohidrat dan protein d. Vitamin dan mineral 6. Vitamin yang termasuk jenis vitamin larut air adalah a. Vitamin C c. Vitamin D a. Vitamin A d. Vitamin E 7. Di bawah ini yang termasuk pangan tinggi lemak antara lain a. Roti, nasi, daging b. Keju, mentega, minyak goreng c. Nasi, roti, serealia d. Daging, ikan, telur 8. Protein bagi atlet berfungsi sebagai a. Sumber energi utama b. Perkembangan dan perbaikan jaringan c. Mengatur keseimbangan suhu tubuh d. Mengatur gula darah 9. Tujuan pemberian karbohidrat bagi atlet yaitu a. Mempunayai cadangn glikogen b. Mencegah terjadinya penyakit c. Mencegah terjadinya dehidrasi d. Mencegah terjadinya osteoporosis 10. Lemak yang digunakan oleh otot terutama dalam bentuk a. Asam lemak tak jenuh c. Asam lemak jenuh b. Asam lemak bebas d. Asam lemak tak bebas
80
11. Dalam istilah olahraga, semua bahan atau zat yang meningkatkan atau diperkirakan dapat meningkatkan penampilan fisik atlet disebut a. Alat bantu ergogenik (ergogenic aids) b. Suplemen c. Dopping d. Multivitamin 12. Tujuan pengaturan makan bagi atlet yaitu a. Mencegah terjadinya cidera b. Mencegah terjadinya penyakit c. Memperoleh gizi yang optimal d. Mengurangi pengeluaran keuangan 13. Makanan yang cocok untuk mengembalikan glikogen tubuh sehabis berolahraga adalah makanan yang mengandung a. Glikogen tinggi c. Protein tinggi b. Glikogen rendah d. Protein rendah 14. Kebugaran atlet dapat dipengaruhi oleh a. Gizi c. Kondisi fisik b. Intensitas latihan d. Semua benar 15. Jenis elektrolit yang banyak hilang pada melalui keringat saat berolahraga yaitu a. Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) b. Natrium (Na) dan Kalium (K) c. Natrium (Na) dan Klorida (Cl) d. Magnesium (Mg) dan Klorida (Cl) 16. Pemberian cairan bagi atlet bertujuan untuk a. Menambah cadangan glikogen b. Memperbaiki jaringan yang rusak c. Mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan tubuh d. Mencegah kerusakan otot 17. Kekurangan cairan selama latihan dapat menyebabkan a. Dehidrasi c. Anemia b. Osteoporosis d. Avitaminosis 18. Konsumsi cairan bagi atlet sebaikanya dilakukan pada saat a. Sebelum pertandingan b. Selama pertandingan c. Sesudah pertandingan d. Sebelum, selama, dan sesudah pertandingan 19. Minuman isotonik alami yang dapat dikonsumsi setelah atlet berolahraga yaitu a. Air putih c. Es krim b. Air kelapa d. Air jeruk 20. Sumber energi yang paling banyak digunakan untuk olahraga endurance (daya tahan) yaitu a. Karbohidrat c. Protein b. Lemak d. Air
81
21. Aktivitas dalam olahraga taekwondo termasuk aktivitas a. Aerobik (membutuhkan oksigen) b. Anaerobik (tidak membutuhkan oksigen) c. Aerobik dan Anaerobik d. Semua salah 22. Tujuan pengaturan makanan sebelum pertandingan adalah a. Mencegah rasa lapar dan lemah b. Menjamin status hidrasi c. Alat pencernaan tidak terbebani selama bertanding d. Semua benar 23. Makanan utama (nasi, sayur, lauk-pauk, buah) sebaiknya dikonsumsi a. 3-4 jam sebelum pertandingan b. 1-2 jam sebelum prtandingan c. Sewaktu akan bertanding d. Semua benar 24. Dalam proses pemeliharaan status gizi bagi atlet, konsumsi energi harus cukup terutama dalam bentuk a. Lemak b. Protein c. Karbohidrat kompleks d. Semua salah 25. Makanan setelah bertanding sebaiknya mengandung a. Cukup energi dan banyak cairan b. Tinggi karbohidrat, vitamin dan mineral c. Cukup protein dan rendah lemak d. Semua benar
C. KONSUMSI PANGAN Kualitatif 1. Berapa kali kamu makan dalam sehari? a. 1 kali c. 3 kali b. 2 kali d. >3 kali 2. Apakah kamu sarapan pagi? a. Selalu b. Kadang-kadang
c. Jarang d. Tidak pernah
3. Apa yang biasa kamu makan saat sarapan? a. Mie c. Nasi+lauk pauk b. Roti d. Lainnya, sebutkan 4. Bagaimana susunan menu makan siang kamu? a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani d. Lainnya, sebutkan…
82
5. Bagaimana susunan menu makan malam kamu? a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani d. Lainnya, sebutkan… 6. Berapa gelas kamu minum air putih dalam sehari? a. 5 gelas c. 7 gelas b. <5 gelas d. ≥ 8 gelas 7. Apakah kamu suka mengkonsumsi fastfood ? a. Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak pernah 8. Apakah kamu mengkonsumsi minuman olahraga (sport drink) a. Ya, sebutkan merk dan kemasan b. Tidak 9. Berapa banyak kamu mengkonsumsi sport drink setiap hari a. …………….(gelas/botol/sachet/kaleng) b. Tidak pernah 10. Apakah kamu mengkonsumsi alkohol a. Ya b. Tidak Kebiasaan merokok dan konsumsi suplemen 1. Apakah kamu merokok? a. Ya, alasan… b. Tidak 2. Apakah kamu mengonsumsi suplemen secara rutin? a. Ya, Sebanyak……...X dalam …………(sehari/seminggu/sebulan) b. Tidak 3. Apa bentuk suplemen yang kamu konsumsi (tulis merk disamping jawaban)? a. sirup
c. minuman berenergi
b. tablet
d. lainya, sebutkan…
Sebelum Pertandingan 12. Kapan kamu mengkonsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan a. 1-2 jam
c. 3-4 jam
b. 2-3 jam
d. 4-5 jam
83
13. Apakah ada makanan.minuman yang dihindari sebelum pertandingan a. Ada, sebutkan ………………… b. Tidak ada Selama Pertandingan 14. Apakah ada minuman/makanan yang dikonsumsi selama pertandingan a. Ada, sebutkan……………. b. Tidak pernah 15. Apakah ada makanan/minuman yang dihindari selama pertandingan a. Ada, sebutkan……………….. b. Tidak ada Setelah Pertandingan 16. Apakah kamu konsumsi segera setelah pertandingan.. a. Air dingin
c. tidak ada
b. Sari buah
d. lainnya, sebutkan…….
17. Kapan kamu mengkonsumsi makanan lengkap setelah pertandingan a. 1-2 jam
c. 3-4 jam
b. 2-3 jam
d. 4-5 jam
18. Adakah makanan/minuman yang dihindari setelah pertandingan a. Ada, sebutkan………….. b. Tidak ada
84
D. RECALL KONSUMSI PANGAN 1. Hari Sekolah Waktu Nama makanan
Pagi (06:0009:00)
Selingan (09:0012:00)
Siang (12:0014:00)
Selingan (14:0018:00)
Malam (18:0021:00)
Selingan (21:00)
Bahan pangan
URT (ukuran rumah tangga)
Berat
Keterangan
85
2. Hari libur Waktu Nama makanan
Pagi (06:0009:00)
Selingan (09:0012:00)
Siang (12:0014:00)
Selingan (14:0018:00)
Malam (18:0021:00)
Selingan (21:00)
Bahan pangan
URT ukuran rumah tangga)
Berat
Keterangan
86
E. KEBUGARAN TUBUH Test Balke Jarak yang ditempuh dalam waktu 15 menit: (berlari) VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3
meter
87
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik Hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi
Correlations Pengiz Pengiz
Pearson Correlation
TKE 1
-.209
Sig. (2-tailed)
.326
N TKE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
24
24
-.209
1
.326
N
24
24
Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations Jk Spearman's rho
Jk
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
VO2max
Correlation Coefficient
VO2max -.511
.
.011
24
24
*
1.000
.011
.
24
24
-.511
Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan antara usia dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations VO2max VO2max
Pearson Correlation
usia 1
Sig. (2-tailed) N usia
.043 .843
24
24
Pearson Correlation
.043
1
Sig. (2-tailed)
.843
N
24
24
*
1.000
88
Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations VO2max VO2max
Pearson Correlation
BB 1
-.448
Sig. (2-tailed)
.028
N BB
*
Pearson Correlation
24
24
*
1
-.448
Sig. (2-tailed)
.028
N
24
24
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations VO2max VO2max
Pearson Correlation
TB 1
Sig. (2-tailed)
.237
N TB
.251
24
24
Pearson Correlation
.251
1
Sig. (2-tailed)
.237
N
24
24
Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations VO2max Spearman's rho
VO2max
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
StatGiz
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
StatGiz
1.000
-.347
.
.097
24
24
-.347
1.000
.097
.
24
24
89
Hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran (VO2max) Correlations VO2max VO2max
Pearson Correlation
TKE 1
.212
Sig. (2-tailed)
.320
N TKE
24
24
Pearson Correlation
.212
1
Sig. (2-tailed)
.320
N
24
24
Hasil uji beda Independent T test antara nilai VO2 max atlet Laki-laki dan perempuan
Group Statistics Jk VO2max
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
8
45.8975
4.08975
1.44594
2
16
40.4544
3.53935
.88484
Independent Samples Test Levene's Test for
t-test for Equality of Means
Equality of Variances
95% Confidence Interval of the
Sig. (2F VO2max Equal variances
.021
Sig.
t
.885 3.376
df
Mean
Std. Error
Difference
tailed) Difference Difference Lower
Upper
22
.003
5.44312
1.61224 2.09954 8.78671
3.211 12.412
.007
5.44312
1.69520 1.76316 9.12309
assumed Equal variances not assumed
90
Lampiran 3 Hasil Pengetahuan Gizi Atlet No
Pertanyaan
Persentase (%) Jawaban Benar L
P
TOTAL
1
Pengertian makanan sehat
100.0
100
100.0
2
pangan sumber karbohidrat
87.5
93.75
91.67
3
Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kebugaran atlet
100.0
93.75
95.83
4
Jenis pangan sumber protein
50.0
43.75
45.83
5
Macam-macam zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
100.0
100
100.0
6
Contoh vitamin larut air
75.0
93.75
87.50
7
Jenis pangan tinggi lemak
75.0
81.25
79.17
8
Fungsi Protein bagi atlet
75.0
68.75
70.83
9
Tujuan pemberian karbohidrat bagi atlet
62.5
81.25
70.83
10
Bentuk Asam lemak dalam otot
62.5
56.25
58.33
11
Pengertian ergogenic aids
37.5
31.25
29.17
12
Tujuan pengaturan makan bagi atlet
75.0
93.75
87.50
13
Makanan yang berfungsi dalam pengembalian glikogen tubuh setelah berolahraga
37.5
62.5
54.17
14
Faktor yang mempengaruhi kebugaran atlet
62.5
100
87.50
15
Jenis elektrolit yang hilang melalui keringat saat berolahraga
12.5
12.5
8.33
16
Tujuan pemberian cairan bagi atlet
87.5
93.75
91.67
17
Akibat kekurangan cairan selama latihan
100.0
100
100.0
18
Waktu yang tepat untuk mengkonsumsi cairan
62.5
100
87.50
19
Minuman isotonik alami
100.0
100
100.0
20
Sumber energi untuk olahraga endurance
25.0
68.75
54.17
21
Jenis aktivitas yang dilakukan saat melakukan olahraga taekwondo
75.0
25
37.50
22
Tujuan pengaturan makanan sebelum pertandingan
62.5
75
66.67
23
Waktu yang tepat untuk mengkonsumsi makanan sebelum bertanding
25.0
43.75
37.50
24
Zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi utama
12.5
62.5
45.83
25
Makanan setelah bertanding yang baik
62.5
50
54.17