155
VII.
HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1
Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif
7.1.1
Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai
sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun 2010–2025 yang dihasilkan oleh GAMS dilihat pada Tabel 23. Secara umum pada skenario untuk kuota irigasi, makin berkurang penggunaan air untuk irigasi atau makin banyak penggunaan air untuk nonirigasi makin tinggi nilai fungsi objektif manfaat sosial bersihnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen pada setiap skenario perencana sosial, air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, atau 60 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya mengalami peningkatan. Pada tingkat diskonto 5 persen baik untuk tingkat pertumbuan 5 persen maupun 10 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya paling baik. Bahkan, pada skenario pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya lebing tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Lebih spesifik, fungsi obyektif manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen
yang dibuat
dengan skenario perencana sosial yaitu sebesar Rp 8.82 triliun dibandingkan fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya sebesar Rp 5.27 triliun. Manfaat sosial bersih dari hasil fungsi obyektif optimal perencana sosial akan dipakai
156
sebagai ceiling atau batas atas karena dianggap sebagai the best solution yang tidak mungkin dapat dicapai (Syaukat, 2000). Skenario status quo atau kuota irigasi 85 persen akan dipakai sebagai dasar pembanding skenario yang lain. Secara persentasi, apabila dilihat dari sisi skenario status quo, pada kuota air untuk irigasi 60 persen, fungsi obyektif manfaat sosial bersih
sebesar 130
persen─148 persen. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 70 persen yaitu sebesar 126 persen─138 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 80 persen yaitu sebesar 113 persen─134 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario perencana sosial di atas skenario lainnya yaitu sebesar 187 persen─212 persen di atas skenario status quo (Tabel 18.). Tabel 18. Nilai Sekarang Total Manfaat Sosial Bersih Fungsi Obyektif Setiap Skenario Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 10% Skenario
*)
*)
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5%
10%
5%
15%*)
10%*)
5%*)
569 740
1 237 400
4 725 700
421 900
813 630
2 637 500
1 168 400
2 423 100
8 827 600
894 650
1 703 000
5 273 800
2) Irigasi 80%
723 360
1 488 100
5 348 100
564 650
1 040 800
3 187 900
3) Irigasi 70%
753 710
1 709 500
6 912 700
539 310
1 021 500
3 466 700
4) Irigasi 60%
832 840
1 720 300
6 138 600
625 090
1 185 700
3 690 900
15%
*)
Total Manfaat Bersih Optimum (Rp juta) 1. Status Quo (Irigasi 85%) 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial
% Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%)
569 740
1 237 400
4 725 700
421 900
813 630
2 637 500
1) Perencana Sosial
205%
196%
187%
212%
209%
200%
2) Irigasi 80%
127%
120%
113%
134%
128%
121%
3) Irigasi 70%
132%
138%
146%
128%
126%
131%
4) Irigasi 60%
146%
139%
130%
148%
146%
140%
2. Skenario Kuota Air
*) Tingkat Diskonto
157
Hasil dari model ASDIJ diantaranya adalah manfaat sosial bersih (Net Social Benefit) optimal yaitu jumlah dari manfaat sosial bersih sesuai dengan yang direncanakan yaitu selama 16 tahun 2010 ─2025. M anfaat sosial bersih adalah selisih antara total benefit dikurangi dengan total biaya untuk setiap sektor dihitung berdasarkan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, 60 persen dan perencana sosial untuk setiap sektor. Yang dimaksud dengan skenario perencana sosial adalah perhitungannya tidak dengan kuota, tetapi diserahkan kepada sistem dari ASDIJ. Hasil manfaat sosial bersih dari perencana sosial dipakai sebagai ‘ceiling solution’ atau batas atas skenario yang lain dan dianggap sebagai ‘the best solution’. Sedangkan batas bawah (base line) diambil dari manfaat sosial bersih berdasarkan skenario yang dianggap mendekati keadaan sekarang yaitu kuota air untuk irigasi sebesar 85 persen. Hasil (output) dari model ASDIJ adalah sebagai berikut: 1)
Tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 6.14 triliun, Rp 6.91 triliun, Rp 5.35 triliun, Rp Rp 4.73 triliun, dan Rp 8.83 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario
perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih
paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85
158
persen
atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya.
(Tabel 18.) 2)
Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 3.69 triliun, Rp 3.47 triliun, Rp 3.19 triliun, Rp Rp 2.64 triliun, dan Rp 5.27 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario
perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih
paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen
atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya.
(Tabel 18) Manfaat sosial bersih dari 1) tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen lebih besar dari pada 2) tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen untuk semua sknario dan tingkat diskonto. Dan semua tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat diskonto manfaat sosial bersih optimal mengalami pertumbuhan dari setiap skenario. Apabila dilihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, batas bawah adalah kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo, dan batas atasnya adalah hasil sknario perencana sosial,
159
yang memenuhi syarat sementara ini adalah kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, atau 60 persen. 3)
Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen masing-masing
berturut-turut
mengalami
apabila dilihat dari status quo
kenaikan
menjadi
antara
130
persen─146 persen, 132 persen─146 persen, 113 persen─127 persen,
187
persen─206 persen. 4)
Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen masing-masing
berturut-turut
mengalami
persen─148 persen, 126 persen ─131
apabila dilihat dari status quo
kenaikan
menjadi
antara
140
persen, 113 persen─127 persen,
187
persen─206 persen, 121 persen ─ 134 persen, 200 persen─212 persen. Dari keempat skenario tersebut dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen dilihat dari sisi status quo semua memberikan manfaat sosial bersih diatas 100 persen. Disini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar persentasenya dibandingkan skenario lainnya, tetapi di atas skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo. Semua skenario manfaat sosial bersih meningkat di atas
160
skenario status quo dan paling atas manfaat sosial bersih scenario perencana sosial (Tabel 18). 7.1.2
Efisiensi Ekonomi Hasil hitungan manfaat sosial bersih status quo digunakan sebagai ‘based
line‘ atau batas bawah, terlihat dari Tabel 19 yang pertama yaitu status quo akan digunakan untuk menganalisis skenario-skenario kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial. Tabel 19. Persentase Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Skenario
Pertumbuhan Ekonomi 10% *) 15%*) 10%*) 5%
Pertumbuhan Ekonomi 5% *) *) *) 15% 10% 5%
% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%)
569 740
1 237 400
4 725 700
421 900
813 630
2 637 500
1) Perencana Sosial
105%
96%
87%
112%
109%
100%
2) Irigasi 80%
27%
20%
13%
34%
28%
21%
3) Irigasi 70%
32%
38%
46%
28%
26%
31%
4) Irigasi 60%
46%
39%
30%
48%
46%
40%
2. Skenario Kuota Air
% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Diskonto 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%)
-88%
-74%
4 725 700
-83%
-69%
2 637 500
1) Perencana Sosial
-75%
-49%
8 827 600
-90%
-35%
5 273 800
2) Irigasi 80%
-85%
-69%
5 348 100
-88%
-61%
3 187 900
3) Irigasi 70%
-84%
-64%
6 912 700
-100%
-61%
3 466 700
4) Irigasi 60%
-82%
-64%
6 138 600
-92%
-55%
3 690 900
2. Skenario Kuota Air
% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%)
35%
52%
79%
421 900
813 630
2 637 500
1) Perencana Sosial
31%
198%
235%
894 650
1 703 000
5 273 800
2) Irigasi 80%
28%
83%
103%
564 650
1 040 800
3 187 900
3) Irigasi 70%
40%
110%
162%
539 310
1 021 500
3 466 700
4) Irigasi 60%
33%
111%
133%
625 090
1 185 700
3 690 900
2. Skenario Kuota Air
*) Tingkat Diskonto
161
Dilihat dari sisi efisiensi ekonomi persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen─46 pe rsen, 32 persen─46 persen, 13 persen─27 persen, 87 persen─105 persen. 1)
Persentase tentang kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami ketidakefisienan sebesar antara 40 persen─48 persen, 26 persen─31 persen, 21 persen─34 persen, 100 persen─112 persen apabila dilihat dari sisi staus quo. Persentase kenaikan manfaat sosial bersih yang paling besar adalah skenario perencana sosial yaitu yang menunjukkan tidak efisien antara 100 persen sampai dengan 112 persen. Ini berarti semua skenario yang menggunakan kuota diatas status quo tetapi dibawah perencana sosial. 2)
Persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan
perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing
162
berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen─46 persen , 32 persen─46 persen, 13 persen─27 persen, 87 persen─105 persen. 3)
Persentase manfaat sosial bersih bila dilihat dari manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen Pertama, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen.
skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 49 persen─88 persen. Kedua, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 35 persen─100 persen. Dilihat secara keseluruhan bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen manfaat sosial bersihnya lebih rendah dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen. Pada tingkat diskonto rendah akan memberikan manfaat sosial bersih lebih tinggi, sebaliknya tingkat diskonto semakin tinggi manfaat sosial bersih makin rendah. 4)
Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan
perencana sosial, dari hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen akan memberikan manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen antara 28 persen─235 persen. Kenaikan dari teringgi ke yang terendah adalah pada diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen.
163
7.1.3
Benefit/Cost Ratio Metode perhitungan dalam analisis ekonomi diantaranya menggunakan
Net present value(NPV) dan Benefit Cost Ratio(B/C Ratio) dan Net benefit(B-C). Komponnen cost dan komponen benefit dihitung present value nya berdasarkan kepada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Perbandingan antara benefit dan cost yang dihitung dengan membagi nilai present value komponen benefit dengan present value komponen cost dikatakan
ekonomis
apabila B/C ratio lebih besar dari 1.0 (Sjarief et al, 2003). Menurut perhitungan ASDIJ bahwa pada tingkat petumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen, B/C ratio hasil perhitungan menurut skenario kuota air untuk irigasi 80 persen antara 1.39 ─ 1.61, dan B/C ratio untuk skenario untuk kuota irigasi 85 persen antara 1.62 ─ 4.52 lebih besar daari pada skenario untuk kuota irigasi 80 persen. Untuk skenario air untuk irigasi berdasarkan perencana sosial B/C ratio, 11 tahun pertama stabil di atas 1.0 tetapi tetap dibawah B/C ratio skenario untuk kuota irigasi 85 persen dan 80 persen. Pada 4 tahun terakhir B/C rasio perencana sosial menjadi antara 0.59 ─ 0.20 lebih kecil dari 1.0 sehingga tidak layak digunakan (Gambar 14.). 7.2
Alokasi Air Optimum Jumlah air untuk irigasi selama 16 tahun (2010-2025) bahwa menurut
skenario kuota air untuk irigasi 85 persen (status quo), 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial dengan jumlah air berturut-turut sebesar 76.2 miliar m3, 71.79 miliar m3, 62.74 miliar m3, 53.77 miliar m3 dan 63.40 miliar m3 (Tabel 20). Jumlah air untuk irigasi skenario perencana sosial, dengan jumlah air untuk
164
irigasi sebesar 63.40 miliar m3 didekati oleh skenario kuota air untuk irigasi 70 persen dengan jumlah air sebesar 62.74 miliar m3. Sedangkan air untuk irigasi dengan skenario air untuk irigasi 60 persen dengan jumlah air sebesar 53.77 miliar m3 dibawah skenario perencana sosial jumlah air sebesar 63.40 miliar m3 yang dianggap tidak mencukupi penggunan air untuk irigasi guna mempertahankan swasembada pangan. Jadi skenario air untuk irigasi 80 persen di atas skenario status quo atau skenario air untuk irigasi 85 persen yang memenuhi syarat kebijakan yang diusulkan. Tabel 20. Jumlah Air selama 16 tahun (2010-2025) per Sektor Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor (juta m3) Skenario
Listrik
Irigasi
Jumlah
PDAM K/K Industri
PAM DKI Non Listrik
Status Quo (Irigasi 85%)
89 622
76 179
1 450
3 652
8 342
89 622
Perencana Sosial
91 998
63 397
8 552
9 617
10 431
91 998
Irigasi 80%
90 527
71 698
4 805
4 387
8 732
89 622
Irigasi 70%
90 527
62 735
6 572
8 490
11 825
89 622
Irigasi 60%
90 527
53 773
10 766
11 789
13 294
89 622
Jumlah alokai air selama 16 tahun (2010-2025) tiga skenario yaitu status quo, perencana sosial dan skenario untuk kuota irigasi 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat dilihat pada Tabel 21. Jumlah air untuk pengguna menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen dibawah kuota air untuk irigasi 80 persen dan perencana sosial. Paling banyak menggunakan volume air adalah skenario perencana sosial. Dari jumlah air selama 16 tahun untuk semua skenario alokasi air untuk irigasi semakin berkurang, karena areal sawah semakin berkurang berubah fungsi menjadi daerah urban dan industri.
165
Gambar 14. B/C Ratio menurut Kuota Air untuk Irigasi 85 Persen, 80 Persen dan Perencana Sosial padTingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen
166
Pada skenario
kuota air untuk irigasi 80 persen volume air untuk irigasi
dialokasikan sebesar 71.7 miliar m3 atau 80 persen, tetapi pada skenario perencana sosial air untuk irigasi dialokasikan hanya sebesar 63.4 miliar m3 atau 69 persennya, selebihnya yaitu 31 persen dialokasikan untuk non irigasi. Sesuai perkembangan penduduk dan pertumbuhan industri di Daerah Irigasi Jatiluhur maka skenario perencana sosial memberi porsi untuk industri dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota (PDAM K/K) diberi alokasi kuota yang paling besar, sehingga alokasi kuota untuk irigasi berkurang. Berdasarkan kuota yang paling layak seperti yang telah diuraikan di 7.1.1 dan mempunyai B/C ratio paling baik adalah kuota untuk irgasi sebesar 80 persen. Dengan kuota air untuk irigasi 80 persen, semua alokasi air untuk setiap sektor dapat terpenuhi, masih menghasilkan nilai air yang dapat menguntungkan pengguna maupun pengelola, dan memberikan manfaat sosial bersih optimal kepada pengelolanya. Menurut perencana sosial, alokasi untuk irigasi pada awalnya alokasi optimum sebesar 4 680 juta m3 yang dapat mengairi sawah seluas 292.5 ribu hektar (asumsi per hektar memerlukaan air 8 000 m3 dan 1 tahun 2 kali tanam), tetapi pada tahun 2025 alokasi air untuk irigasi tinggal 3.2 juta m3 atau hanya mampu mengairi sawah seluas 201.2 ribu hektar sawah. Hal ini diperkirakan bahwa semula untuk irigasi perlahan-lahan air beralih fungsi untuk nonpertanian, karena pertumbuhan urban dan industri yang membutuhkan bahan baku air lebih banyak.
167
Tabel 21.
Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen
Sektor 2010 2011 1. Status Quo (Irigasi 85 Persen) Listrik 6 529 6 405 Irigasi 5 549 5 444 PDAM K/K 146 138 Industri 285 277 PAM DKI 549 546 Jumlah 6 529 6 405 2. Perencana Sosial Listrik 6 668 6 546 Irigasi 4 680 4 588 PDAM K/K 640 625 Industri 646 639 PAM DKI 702 694 Jumlah 6 668 6 546 3. Irigasi 80 Persen Listrik 6 595 6 470 Irigasi 5 223 5 124 PDAM K/K 486 468 Industri 431 417 PAM DKI 389 396 Jumlah 6 529 6 405 Keterangan: Jumlah untuk non listrik
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025 Jumlah
6 281 5 339 129 270 542 6 281
6 158 5 234 121 263 539 6 158
6 034 5 129 113 256 536 6 034
5 911 5 024 104 249 533 5 910
5 787 4 919 96 242 530 5 787
5 663 4 814 89 234 526 5 663
5 540 4 709 83 226 522 5 540
5 416 4 604 76 218 519 5 416
5 292 4 498 69 209 515 5 292
5 169 4 393 63 201 511 5 169
5 045 4 288 58 192 507 5 045
4 921 4 183 55 181 502 4 921
4 798 4 078 55 173 492 4 798
4 674 89 622 3 973 76 179 55 1 450 173 3 652 473 8 342 4 674 89 622
6 423 4 495 610 632 687 6 423
6 301 4 401 595 625 679 6 301
6 178 4 307 581 619 672 6 178
6 056 4 211 566 613 666 6 056
5 934 4 115 552 607 659 5 934
5 811 4 019 539 601 653 5 811
5 689 3 921 525 596 647 5 689
5 566 3 823 512 591 641 5 566
5 444 3 724 499 586 635 5 444
5 321 3 625 486 581 630 5 321
5 199 3 524 474 577 624 5 199
5 077 3 423 462 572 619 5 077
4 954 3 322 450 568 615 4 954
4 832 3 219 438 565 610 4 832
6 345 5 025 448 402 406 6 281
6 220 4 926 428 386 418 6 158
6 095 4 827 406 368 432 6 034
5 970 4 728 383 350 450 5 910
5 845 4 629 359 329 470 5 787
5 720 4 531 332 307 493 5 663
5 596 4 432 305 283 521 5 540
5 471 4 333 275 257 552 5 416
5 346 4 234 243 228 587 5 292
5 221 4 135 210 198 626 5 169
5 096 4 036 174 165 670 5 045
4 971 3 937 136 129 719 4 921
4 846 3 838 96 91 773 4 798
4 721 90 527 3 739 71 698 55 4 805 47 4 387 832 8 732 4 674 89 622
91 998 63 397 8 552 9 617 10 431 91 998
168
Menurut skenario perencana sosial, pada awalnya alokasi air optimum untuk nonpertanian hanya 1 985 juta m3 atau 29.8 persen, tetapi pada tahun 2025 kebutuhan air untuk non pertanian menjadi 1 613 juta m3 atau 33 persen air dari air tersedia pada tahun 2025 sebesar 4 832 juta m3 (Tabel 21). Para pakar di bidang sumberdaya air mengemukakan bahwa inefisiensi terjadi pada sektor pertanian, karena pasokan air disamping petani tidak memberikan kontribusi ke pengelola demikian juga pemberian air ke sawah tidak dapat diukur dengan baik. Berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II sampai saat ini pemanfaatan air sekitar diatas 12 000 m3/hektar/tanam. Menurut Balai Klimat Sukamandi kebutuhan air per hektar sebesar 8 000 m3/hektar/tanam. Jadi di sektor pertanian terjadi inefisiensi penggunaan air cukup besar. Di bidang non pertanian pemakaian air cukup efisien, karena disamping pemakaiannya demikian juga penggunaannya dapat terukur dengan baik, demikian juga pengguna mau membayar dengan tarif air yang ditetapkan pemerintah yang nilainya cukup besar. Dari hasil perencana sosial ini menunjukkan bahwa tidak mungkin alokasi air optimum untuk irigasi dapat diterapkan, karena air untuk irigasi sangat penting untuk ketahanan pangan. Jadi yang dapat diterapkan adalah alokasi air untuk kuota air irigasi 80 persen dimana pada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Air untuk irigasi pada tahun 2025 tersedia 3 739 juta m3 setara areal sawah 233.7 ribu hektar. Dengan alokasi air untuk irigasi dengan kuota 80 persen telah memberikan manfaat sosial bersih, alokasi dan nilai air optimal bagi pengguna dan pengelolanya untuk perkembangan kebutuhan air dari Waduk Juannda sampai dengan tahun 2025.
169
7.3
Nilai Air Berdasarkan Manfaat Marjinal
7.3.1
Nilai Air Irigasi Model yang digunakan untuk menghitung kewajiban pelayanan umum
menggunakan model Alokasi Sumberdaya Air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial telah menghitung nilai air optimum untuk irigasi. Rata-rata selama 16 tahun nilai air di Tarum Timur sebesar Rp 42.21/m3, nilai air di Tarum Utara sebesar Rp 43.86/m3 dan nilai air di Tarum Barat Rp 41.27/m3. Secara keseluruhan nilai air untuk irigasi rata-rata sebesar Rp 42.24/m3 (Tabel 22). Menurut Undang-Uundang tentang Sumberdaya Air Tahun 2004, tidak dibayar oleh penggunanya. Sehingga ada kewajiban Pemerintah untuk menggantinya. Bila air untuk irigasi selama tahun 2010─2025 rata-rata sebesar 3.96 miliar m3/tahun, maka nilai air sebesar Rp 167 miliar/tahun harus digantikan oleh pemerintah. Jadi masih ada kekurangan biaya untuk operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp 167.4 miliar/tahun. Hal ini menyebabkan
kualitas operasi dan
pemeliharaan untuk saluran irigasi semakin berkurang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan untuk perbaikan
irigasi
Daerah Irigasi Jatiluhur pada tahun 2010 sebesar Rp 100 miliar..
7.3.2
Nilai Air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota Model yang digunakan untuk menghitung nilai air perusahaan daerah air
minum kabupaten/kota, industri dan listrik adalah model alokasi sumberdaya air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial menghitung nilai air optimum untuk semua pengguna. Nilai air optimum perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industry dan listrik terlihat pada Tabel 22.
170
Rata-rata nilai air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur sebesar Rp 154.9/m3, di Tarum Utara sebesar Rp 157.11/m3,
di
Tarum Barat sebesar Rp 220.17/m3. Rata-rata nlai air optimum Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat sebesar Rp 177.36/m3 lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota mulai tahun 2010 sebesar Rp 45/m3. Selisihnya, sebesar Rp 132.36/m3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air ke perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota rata-rata sebesar 535 juta m3/tahun, maka total penerimaan dari perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 94.8 miliar/tahun, sedangkan penerimaan dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 24.1 miliar, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 70.6 miliar yang harus ditanggung pemerintah. 7.3.3
Nilai Air Industri Rata-rata nilai air untuk industri di Tarum Timur sebesar Rp 263.49/m3,
di Tarum Utara sebesar Rp 278.0/m3, di Tarum Barat sebesar Rp 283.4/m3 (Tabel 22). Rata-rata nilai air optimum untuk industri di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar Rp 274.9/m3 lebih besar dari tarif air untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50/m3. Dengan rata-rata nilai air sebesar Rp 274.9/m3 diharapkan pengelola dapat memenuhi kebutuhan air intuk industri dengan baik, mengingat pertumbuhan industri di wilayah ini semakin pesat, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara nasionl semakin baik.
171
Tabel 22. Nilai Air Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Tahun (Rp/m3)
Rata-rata
Sektor Wilayah
Rata-Rata
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
Listrik-Juanda
20.60
22.00
23.50
25.09
26.80
28.62
30.57
32.65
34.87
37.24
39.77
42.48
45.37
48.46
51.75
55.27
35.32
Irigasi TT
25.84
27.45
29.15
30.97
32.89
34.93
37.11
39.41
41.86
44.46
47.23
50.16
53.28
56.59
60.11
63.84
42.21
Irigasi TU
27.28
28.92
30.66
32.51
34.47
36.55
38.75
41.08
43.56
46.18
48.96
51.91
55.04
58.35
61.87
65.60
43.86
Irigasi TB
25.92
27.45
29.07
30.79
32.60
34.53
36.57
38.73
41.02
43.44
46.01
48.73
51.60
54.65
57.88
61.30
41.27
PDAM K/K TT
84.89
91.30
98.20 105.61 113.58 122.15 131.36 141.27 151.92 163.37 175.67 188.90 203.12 218.41 234.84 252.50 154.82
PDAM K/K TU
84.92
91.48
98.54 106.15 114.34 123.16 132.66 142.89 153.91 165.77 178.54 192.29 207.10 223.04 240.21 258.69 157.11
PDAM K/K TB
115.62 124.94 135.01 145.89 157.65 170.35 184.08 198.91 214.93 232.23 250.93 271.13 292.95 316.53 342.00 369.51 220.17
Industri TT
140.73 151.93 164.00 176.99 190.96 206.00 222.18 239.59 258.31 278.45 300.10 323.38 348.40 375.30 404.22 435.29 263.49
Industri TU
143.99 156.07 169.10 183.16 198.33 214.69 232.33 251.35 271.85 293.95 317.76 343.42 371.06 400.82 432.88 467.40 278.01
Industri TB
141.54 154.04 167.58 182.25 198.13 215.33 233.95 254.10 275.90 299.48 324.99 352.58 382.41 414.66 449.52 487.20 283.35
PAM DKI
170.25 183.72 198.24 213.92 230.84 249.09 268.78 290.04 312.97 337.71 364.41 393.22 424.31 457.85 494.04 533.1
per sektor
320.16
35.32
42.44
177.36
274.95
320.16
172
Selisihnya, nilai air sebesar Rp 224.9/m3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air baku untuk industri di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk industri rata-rata sebesar 601 juta m3/tahun maka total penerimaan dari industri sebesar Rp 165.2 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 30.0 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 135.2 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah. 7.3.4
Nilai Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rata-rata nilai air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp
320.16/m3, lebih besar dari tarif air yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 122/m3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 198.1/m3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di Tarum Barat. Apabila air yang digunakan sebesar 632 juta m3/tahun, maka total penerimaan dari PAM DKI sebesar Rp 208.7 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 79.5 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 129.2 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. 7.3.5
Nilai Air Pembangkit Listrik Tenaga Air Rata-rata nilai air untuk listrik pembangkit listrik tenaga air sebesar Rp
35.3/m3, lebih besar dari tariff air yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 28.1/m3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 7.2/m3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat
173
memasok listrik ke PLN. Apabila air yang digunakan untuk listrik sebesar 5.75 miliar m3/tahun maka total penerimaan dari listrik sebesar Rp 203.1 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 161.6 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 41.4 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai air di atas maka dapat dikatakan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan yang masih harus ditanggung pemerintah rata-rata untuk irigasi seluruhnya sebesar Rp
99.5 miliar/tahun,
perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 85.6 miliar/tahun, industri sebesar Rp 164.8 miliar/tahun, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 129.2 miliar/tahun dan listrik sebesar Rp 41.5 miliar (Tabel 23.). Total kekurangan semua sektor pengguna sebesar Rp 520.6 miliar/per tahun. Pada tahun 2010 Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN
yang disalurkan melalui
Kementerian Pekerjaan Umum untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar Rp 100 miliar pada tahun 2011, sehingga masih kekurangan Rp 420.6 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. Kekurangan ini mengakibatkan layanan operasi dan pemeliharaan pasokan air untuk para penggunanya menjadi kurang optimal. Tabel 23. Penerimaan menurut Perencana Sosial dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II
Sektor Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI
Nilai Air (Rp/m3) Rata-rata Tarif Vol Air/Th Perencana th 2010 (juta m3) Sosial 5 750 3 962 535 601 652 Jumlah
35.32 42.24 177.36 274.95 320.16
28.10 0.00 45.00 50.00 122.00
Penerimaan (Rp juta) Selisih Perencana Tarif Nilai air Penerimaan Sosial th 2010 (Rp/m3) (Rp juta) 161 572 7.22 41 485 203 058 0 42.24 167 369 167 369 24 054 132.36 70 750 94 803 30 052 224.95 135 206 165 259 79 540 198.16 129 194 208 734 839 222 295 218 544 004
174
7.4
Biaya Marjinal
Dalam pengelolaan sumber daya air yang bersifat
intertemporal
mengakibatkan pengelola melakukan pengelolaan sampai pada horizon waktu sehingga air sebagai sumber daya alam menjadi berkelanjutan. Pengelola menghadapi kurva penawaran dengan fungsi biaya total (biaya produksi) yang digunakan untuk menyalurkan atau memasok air kepada para penggunanya. Dalam konteks dinamik, nilai air akan maksimum pada saat nilai air sama dengan biaya marjinal ditambah dengan user cost marjinal dan tingkat diskonto sumber daya air tidak nol.
Dalam pembahasan biaya marjinal rata-rata dilihat dari sisi perencana sosial pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen (Tabel 24.) adalah sebagai berikut: biaya rata-rata listrik sebesar Rp 21.21/m3; irigasi pertanian biaya rata-rata sebesar Rp 25.14/m3; biaya rata-rata perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 155.63/m3. Biaya rata-rata untuk industri sebesar Rp 253.18/m3, dan biaya rata-rata Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 195.65/m3. 7.5 Biaya Marjinal Pengguna Alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini karena air bukan saja merupakan modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namum juga menyangkut dimasa mendatang serta resiko dan ketidakpastian dan alokasi sumberdaya air itu sendiri, maka keputusan intertemporal juga menyangkut biaya pengguna (user cost). Biaya pengguna menggambarkan surplus yang dapat
175
Tabel 24.
Biaya Marjinal Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Tahun (Rp/m3)
Sektor Wilayah
Rata-Rata
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
per sektor
Listrik-Juanda
15.86
16.48
17.11
17.77
18.44
19.14
19.85
20.59
21.35
22.13
22.94
23.77
24.62
25.50
26.41
27.34
21.21
Irigasi TT
22.36
22.81
23.25
23.66
24.06
24.43
24.78
25.10
25.39
25.65
25.86
26.04
26.18
26.27
26.31
26.30
24.90
Irigasi TU
22.96
23.43
23.88
24.32
24.73
25.13
25.49
25.83
26.14
26.41
26.64
26.83
26.98
27.09
27.14
27.13
25.63
Irigasi TB
22.60
23.04
23.45
23.85
24.22
24.56
24.88
25.16
25.41
25.62
25.78
25.90
25.97
25.98
25.94
25.84
24.89
PDAM K/K TT
81.90
86.90
92.23
97.92 103.98 110.45 117.36 124.74 132.63 141.05 150.06 159.69 169.99 181.02 192.82 205.47
134.26
PDAM K/K TU
81.82
86.94
92.41
98.26 104.51 111.19 118.34 125.99 134.18 142.96 152.35 162.43 173.22 184.80 197.22 210.55
136.07
PDAM K/K TB
111.55 119.31 127.66 136.63 146.28 156.66 167.83 179.85 192.79 206.72 221.73 237.91 255.34 274.13 294.38 316.23
196.56
Industri TT
135.14 145.22 156.08 167.80 180.43 194.06 208.77 224.64 241.76 260.25 280.21 301.76 325.03 350.16 377.30 406.62
247.20
Industri TU
136.09 146.58 157.93 170.19 183.45 197.78 213.28 230.04 248.17 267.78 288.99 311.95 336.79 363.68 392.77 424.27
254.36
Industri TB
135.76 146.49 158.10 170.68 184.30 199.06 215.05 232.38 251.16 271.51 293.57 317.49 343.42 371.53 402.02 435.09
257.98
PAM DKI
112.05 119.73 127.98 136.85 146.36 156.59 167.58 179.40 192.11 205.78 220.48 236.31 253.35 271.70 291.45 312.74
195.65
Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota
Rata-rata
21.21
25.14
155.63
253.18
195.65
176
diperoleh di masa mendatang jika pemilik atau pengelola sumberdaya memutuskan untuk ekstrasi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi dengan model ASDIJ dengan dasar dan skenario kuota. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna listrik sebesar Rp 14.11/m3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk irigasi Rp 17.30/m3. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 21.73/m3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk industri Rp 21.77/m3. biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rp 124.50/m3 (Tabel 25). Biaya yang ditanggung pengguna air dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta paling besar yaitu 39 persen dari nilai airnya dan pengguna air untuk industri menanggung biaya pengguna air sebesar 8 persen-nya. Komponen biaya marjinal pengguna yang dibebankan kepada pengguna. Semakin banyak pengguna memerlukan sumberdaya air semakin banyak terjadi eksternalitas yang mempengaruhi kelestarian infrastruktur. Hal ini karena murahnya tarif air yang ditetapkan pemerintah kepada sektor pengguna. Oleh karena itu perlu dilakukan internalisasi pengaruh kepada infrastruktur, sehingga pemanfaatan air dapat ditekan menjadi tidak berlebihan. Pajak
juga
dapat
membantu
mengurangi
dimakasudkan agar dapat mengurangi ekternalitas.
eksternalitas
hal
ini
177
Tabel 25.
Biaya Marjinal Pengguna Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Tahun (Rp/m3)
Sektor Wilayah
Rata-Rata
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
per sektor
Listrik-Juanda
4.73
5.52
6.38
7.33
8.36
9.49
10.72
12.06
13.52
15.11
16.84
18.71
20.75
22.95
25.34
27.93
14.11
Irigasi TT
3.48
4.64
5.91
7.30
8.83
10.50
12.32
14.31
16.47
18.82
21.36
24.12
27.10
30.32
33.80
37.55
17.30
Irigasi TU
4.32
5.49
6.78
8.19
9.74
11.42
13.25
15.25
17.42
19.77
22.32
25.08
28.06
31.27
34.73
38.47
18.22
Irigasi TB
3.31
4.41
5.62
6.94
8.39
9.97
11.69
13.57
15.61
17.83
20.23
22.83
25.64
28.67
31.94
35.47
16.38
PDAM K/K TT
2.99
4.40
5.96
7.69
9.60
11.69
14.00
16.52
19.29
22.31
25.62
29.21
33.13
37.39
42.02
47.04
20.55
PDAM K/K TU
3.10
4.54
6.13
7.89
9.83
11.97
14.32
16.90
19.72
22.81
26.19
29.87
33.88
38.24
42.98
48.13
21.03
PDAM K/K TB
4.07
5.63
7.35
9.26
11.37
13.70
16.25
19.06
22.14
25.51
29.20
33.22
37.62
42.40
47.61
53.28
23.60
Industri TT
5.58
6.72
7.92
9.19
10.53
11.94
13.42
14.95
16.55
18.19
19.89
21.62
23.37
25.14
26.91
28.67
16.29
Industri TU
7.91
9.48
11.17
12.97
14.88
16.91
19.05
21.31
23.69
26.17
28.77
31.47
34.26
37.15
40.10
43.13
23.65
Industri TB
5.77
7.55
9.48
11.57
13.83
16.27
18.90
21.72
24.74
27.98
31.42
35.10
39.00
43.13
47.50
52.11
25.38
PAM DKI
58.20
63.98
70.26
77.08
84.47
92.50 101.20 110.64 120.86 131.93 143.93 156.91 170.96 186.15 202.59 220.36
124.50
Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota
Rata-rata
14.11
17.30
21.73
21.77
124.50