2006-2008 HAGI
Rubrik Editorial
Executive Committee
Memasuki tahun 2008 ini HAGI punya tugas cukup berat, salah satunya adalah memperpanjang status akreditasi Jurnal GEOFISIKA yang akan habis menjelang kuartal ke tiga tahun ini. Hal itu merupakan tugas berat karena sampai sejauh ini masalah kelangkaan makalah yang di-submit ke redaksi masih saja minim. Belum lagi proses review dan revisi yang juga sering tersendat ata berkepanjangan.
President Abdul Mutalib Masdar Mobile : +62.815.8051484 +62.888.8469400 Email :
[email protected] [email protected]
Secretary General Martinus Sembiring Mobile : +62.815.9806905 Email :
[email protected] [email protected]
Treasurer Dian Nugrahaningsih Mobile : +62.816.1967701 Email :
[email protected] [email protected] VP. Organization Elan Biantoro Mobile : +62.812.56135 Email :
[email protected] [email protected] VP. PIT & Special Event Yosi Hirosiadi Mobile : +62.812.8171824 Email :
[email protected] [email protected] VP. Science & Technology Dr. Ir. Yusuf Surachman, M. Sc. Mobile : +62.0811.157962 Email :
[email protected] [email protected]
Memang pernah pada suatu kesempatan terlontar ’keluhan’ atau sinyalemen yang menyatakan bahwa menulis di Jurnal GEOFISIKA tampaknya lebih berat dari menulis di jurnal internasional. Kita tidak akan berdebat tentang hal itu, tetapi sinyalemen tersebut jelas tidak benar. Rasanya Dewan Redaksi Jurnal GEOFISIKA tidak ’segegabah’ itu, yaitu menetapkan standar setinggi atau bahkan melebihi jurnal internasional. Kelangkaan paper submission lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain yang sudah sering dibahas sebelumnya. Pada prinsipnya Redaksi akan menerbitkan makalah selama substansinya masih dalam koridor dapat dipertanggungjawabkan dan dengan format yang ’presentable’. Hal itu dapat dicapai setelah melalui proses penelaahan oleh reviewer dan revisi oleh penulis makalah. Dalam hal ini self-editing dan selfevaluation merupakan bagian tak terpisahkan dari proses tersebut. Sebagai alternatif dapat pula dilakukan penilaian rekan sejawat (peer) atau kolega sebelum kita mengirimkan makalah ke suatu jurnal ilmiah. Kita yang dimintai pendapat juga selayaknya memberikan penilaian secara jujur tanpa ada rasa ”tidak enak hati” selama hal itu disampaikan secara santun dan obyektif. Kami merasa budaya semacam ini yang belum terlalu berkembang di lingku ngan kerja kita. Dalam jangka pendek mudah-mudahan kerja berat tersebut dapat dipikul bersama, antara pengurus dan anggota. Sementara itu dalam jangka panjang, marilah kita semua ikut secara aktif menumbuhkembangkan norma-norma positif yang berkaitan dengan aktivitas menulis makalah ilmiah di lingkungan kita masing-masing. Salam HAGI,
VP. Gov., Univ. & Industry Relations Bob Wikan H. Adibrata, Ph. D. Mobile : +62.812.1007791 Email :
[email protected] [email protected]
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Chief Editor Dr. Hendra Grandis Mobile : +62.812.2308775 Email :
[email protected] [email protected]
♦
VP. Certification Dr. Abdul Haris Mobile : +62.815.950848 Email :
[email protected] [email protected]
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Daftar Isi
Dr. Hendra Grandis (Chief Editor HAGI)
Kolom Presiden Luncheon Talk HAGI Workshop Rubrik Profesional Special Event - Sosialisasi di Surabaya - HAGI Peduli Bojonegoro - Pengukuhan Komwil Palu & Kuala Lumpur Kursus Reguler HAGI - Fault Seal Analysis, di Jakarta - How To Get A Better Seismic Data For Shallow and Deep Targets - Data & Knowledge Management: From Assessment, Implementation and Auditing
Penanggungjawab Presiden HAGI; Chief Editor Dr. Hendra Grandis; Editor 1 Dr. Wahyudi; Editor 2 Dr.Adi Susilo; Editor 3 Syaeful Bahri, Creative & Publisher Nova Shinta Uly Marbun, Graphic Designer Roy Baroes
1
>> Kolom Presiden
Campursari dan Konsistensi
M
enjaga konsistensi untuk sebuah penerbitan dengan liputan area yang relatif terbatas dan spesifik merupakan salah satu tantangan kedepan yang cukup berat bagi kawan-kawan HAGI. Untuk sebagian orang, mungkin menuangkan ide-ide brilian menjadi sebuah tulisan yang enak dan mudah dicerna merupakan pekerjaan yang cukup berat, tertatih-tatih dan melelahkan. Namun ada sebagian orang, dengan sangat lancar menuangkan pokok-pokok pikirannya dalam sebuah tulisan yang pas dan mengena untuk semua orang secara cepat. Bahkan kadang tulisan dalam bentuk esai pendek pun sangat menarik dan enak untuk dinikmati. Resonansi sebagai sebuah media komunikasi internal antar anggota HAGI dan pegiat ilmu kebumian Indonesia, diharapkan terus dapat tumbuh dan berkembang menjadi sarana komunikasi anggota yang efektif serta dapat terbit secara konsisten dan kontinyu. Kawan-kawan HAGI terus berusaha untuk meng”capture” segala kegiatan yang dilakukan baik secara internal maupun eksternal kepada seluruh anggota dan non-anggota, agar informasi atau berita seluruh kegiatan HAGI dapat dinikmati disela-sela kesibukan masing-masing. Tulisantulisan ringan mengenai kegiatan HAGI diselingi dengan tulisan ”agak serius” tentang masalah kegeofisikaan merupakan muatan dasar buletin ini.
kita ke dalam sebuah kertas atau komputer. Ataukah kita lebih suka membaca media yang populis dan memuat gosip para artis atau berita politik para wakil rakyat negeri ini ? Atau…..??? Terus apa hubungannya antara konsistensi dan campursari. Ketika bicara campursari, pasti yang teringat adalah sejumlah lagu yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi atau lebih namun lagunya berasal dari pengarang atau pencipta yang berbeda-beda. Konsistensi penyanyi tersebut menyanyikan jenis lagu campur sari seakan menginspirasi banyak orang untuk melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh walau resources lagunya berasal dari tempat yang berbeda-beda, namun tetap harmoni terjaga. Saya jadi teringat ketika HAGI melakukan sosialisasi perihal bencana alam dan identifikasi SDA kepada para guru-guru SMA yang ada di Padang, Jakarta, Makasar dan Surabaya beberapa waktu lalu dengan anggota Tim sosialisasi HAGI yang berasal dari spesialiasi keilmuan dan pengalaman yang berbeda, namun tetap bisa sinergi dan harmoni mengedukasi masyarakat soal ilmu dan teknologi geofisika yang ada.
Pertanyaan sederhana yang menggelitik yang kerap muncul setelah acara sosialisasi dilakukan apakah HAGI Ada satu hal lagi sebetulnya yang tidak kalah penting dan akan konsisten untuk melakukan edukasi kepada masyarakat baik menarik dari Resonansi, yaitu penerbitan jurnal Geofisika. langsung maupun tidak langsung melalui kegiatan-kegiatan sosial Karena jurnal ilmiah merupakan salah satu organ utama sebuah seperti ini ? organisasi profesi, maka mau tidak mau Jurnal Geofisika ini menjadi objek utama yang harus mendapat perhatian ekstra baik Sama halnya seperti ketika HAGI memberikan bantuan beasiswa dari Pengurus HAGI sekarang maupun seluruh anggota HAGI kepada para mahasiswa Geofisika tahun lalu, pertanyaan yang yang ada. Masalah klasik yang kerap muncul adalah kesulitan sama muncul apakah kita dan HAGI terus dapat konsisten mendapatkan tulisan-tulisan saintifik yang layak untuk ditampil- memberikan bantuan seperti ini? Jangan-jangan, langkah-langkah kan pada jurnal geofisika kita. Ini adalah problema mendasar dari yang kita lakukan cuma spot-spot saja atau sesaat saja, sama penerbitan jurnal Geofisika. Belumlah kita bicara soal kualitas, seperti ketika para politisi akan mengikuti pemilu pilkada atau karena bicara soal jumlah paper yang masuk saja masih sangat pemilihan kepala daerah yang muncul hanya diawal-awal saja terbatas. Sehingga tim redaksi kadang seperti kalang kabut untuk setelah itu langsung menghilang ditelan angin. terus dapat mengakslerasi penerbitan jurnal ini. Padahal Jurnal Geofisika sudah terakreditasi dan merupakan salah satu dari 4 Angan-angan sederhana saya mudah-mudahan seluruh program butir kesepakatan antara HAGI dan SEG untuk sebuah kerjasama HAGI bisa dinikmati rakyat banyak seperti mereka menikmati internasional yang telah ditandatangani di San Antonio, USA lagu campursari, less boundary and unlimited time. tahun lalu. Tapi ....jangan-jangan ini hanya mimpi, optimisme dan ilusi atau Apakah fenomena keringnya tulisan atau paper yang disubmit wawancara imaginer saya saja ketika mendengar lagu campursari untuk Jurnal Geofisika menandakan keringnya dunia ”riset” atau yang ada di mobil angkutan umum saat pulang kantor kemarin, penelitan kita atau karena ”sudah lelahnya” kita untuk menulis wallahualam. ide-ide yang sesungguhnya menumpuk di benak kita ?. Atau kita Salam Hangat terlalu sibuk dengan diri kita sendiri, atau karena budaya instan Abdul Mutalib Masdar yang melanda negeri ini, sehingga kita semua enggan untuk Presiden HAGI mengambil pena atau keyboard guna menuangkan pikiran-pikiran HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
2
>> Luncheon Talk HAGI
Potensi Giant Field di Pantai Barat Sumatra
S
ekitar pertengahan Februari 2008 tersiar berita yang cukup menghebohkan dari BPPT. Dari hasil penelitian BPPT yang bekerjasama dengan Bundersanstalt fur Geowissenschaften und Rochstoffe (BGR) Jerman melakukan penelitian dampak pasca gempa-tsunami Aceh 2004, ternyata menemukan potensi migas yang sangat besar. Tidak kurang dari 13 media cetak mengekspos berita tersebut mulai dari media nasional terkemuka (Kompas, Jakarta Post) sampai media lokal seperti Harian Aceh, Radar Lampung turut memuat berita tersebut. Informasi yang diberitakan mass media tersebut sangat tidak akurat dan penggunaan terminologi yang salah dari sisi industri perminyakan. Istilahistilah yang digunakan seperti cadangan migas, penemuan lapangan migas, dan lain-lain dinilai tidak tepat mengingat belum ada pemboran yang membuktikan penemuan tersebut. Muncul banyak reaksi di kalangan industri migas baik melalui mailing list maupun pembicaraan pada saat meeting. Umumnya kalangan industri migas menyesalkan munculnya pemberitaan yang bisa membuat banyak kalangan seperti masyarakat , pemerintah daerah, wakil-wakil rakyat (baca DPR) salah pengertian dan menimbulkan masalah baru. Jumlah cadangan yang dimuat di surat kabar adalah sangat luar biasa besarnya 107,5 sampai 320,79 miliar barel. Jumlah ini melebihi jumlah cadangan terbesar yang ada di Arab Saudi. Untuk mengklarifikasi hal, ini maka tanggal 21 Februari 2008, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengadakan luncheon talk di Hotel Sahid Jaya Jakarta dengan mengundang tiga pembicara yaitu Dr. Ir. Yusuf Surachman MSc (BPPT), Dr. Ir. Andang Bachtiar MSc(ETTI), dan Ir. Awang Harun Satyana (BPMIGAS). Acara dibuka oleh moderator Ir. Elan Biantoro MT (BPMIGAS). Peserta yang hadir lebih kurang 150 orang yang berasal dari berbagai instansi pemerintah (BPPT, Lemigas, Ditjen Migas, BPMIGAS) dan perusahaan migas juga dihadiri dua orang anggota DPR hadir.
mencapai lebih dari 6000 meter dan diperkirakan sangat berpotensi sebagai batuan induk penggenerasi hidrokarbon. Kemudian dilakukan analisa seismik AVO, yang hasilnya memperlihatkan kemungkinan adanya kandungan gas pada tutupan sembulan karbonat tadi. Dengan menghitung luas tutupan sembulan karbonat yang berdimensi panjang lebih dari 10 km dan lebar lebih dari 5 km dan ada lebih dari 14 sembulan karbonat, dengan perkiraan ketebalan net pay sekitar 100 feet, dan porositas batuan 15%, BPPT mengestimasi sembulan-sembulan karbonat tadi bisa mengakomodasi pemerangkapan hidrokarbon setara dengan 107,5 sampai 320,79 miliar barel. Namun Dr. Ir. Yusuf Surachman MSc menegaskan bahwa BPPT tidak pernah melangsir berita bahwa ada penemuan lapangan migas di perairan barat Aceh dengan cadangan migas sebesar seperti tertera di atas, seperti yang telah diberitakan diberbagai mass media. Yang disampaikan oleh BPPT adalah ditemukan adanya indikasi potensi pemerangkapan hidrokarbon dalam jumlah besar di lepas pantai barat Aceh.
Sebagai pembicara pertama, Dr. Ir Yusuf Surachman, MSc (BPPT) memaparkan hasil penelitian BPPT bekerjasama dengan Bundersanstalt fur Geowissenschaften und Rochstoffe (BGR) Jerman di perairan Simeulue Aceh Barat sejak tahun 2006 . Penelitian tersebut antara lain adalah melakukan survei seismik 2D dengan menggunakan kapal BGR dengan panjang streamer 3000-6000 meter. Tujuan survei ini adalah untuk melihat geometri bawah permukaan wilayah yang menjadi penyebab gempa dan tsunami pada tahun 2004. Dan dari data seismik yang diperoleh, memperlihatkan bentuk-bentuk tutupan hidrokarbon yang diduga berupa sembulan karbonat. Batuan karbonat tersebut ditafsirkan berumur Miosen, dan dibawah batuan karbonat terdapat sedimen yang cukup tebal yang ditafsirkan produk sedimen- Dr. Ir. Andang Bachtiar MSc (ETTI), menegaskan bahwa potensi tasi synrift berumur Paleogen. Ketebalan sediment tersebut bisa hidrokarbon di Aceh Barat telah dieksplorasi oleh beberapa HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
3
>> Luncheon Talk HAGI dan Mergui Terrace Andaman.. Pembicara terakhir yaitu Awang Harun Satyana (BPMIGAS), memaparkan pendapat yang cenderung sedikit berseberangan. Bukan berarti tidak sependapat dengan kedua pembicara sebelumnya, melainkan memandang secara lebih hati-hati, mengingat tugas BPMIGAS sehari-hari memang menguji dan meng-eksaminasi usulan-usulan dari KKKS, agar usulan tersebut diyakini sudah melalui pemelajaran dan pertimbangan yang sesuai dengan kaidah ilmiah dan industri migas.
perusahaan minyak dengan beberapa kegiatan antaralain: pemetaan geologi lapangan, survei seismik dan pemboran sumur taruhan, namun terbatas pada wilayah onshore dan perairan dangkal dekat pantai. Terdapat 19 buah sumur yang telah dibor sejak 1968 sampai 1978 oleh Union Oil, beberapa memperlihatkan adanya indikasi gas yang cukup baik. Di beberapa wilayah onshore sekitar pantai barat Aceh juga dijumpai rembesan minyak, namun sampai saat ini belum ada perusahaan minyak yang melakukan eksplorasi di area laut dalam lepas pantai barat Aceh, sehingga adanya informasi potensi migas oleh BPPT dinilai sangat membantu pemerintah dan industri migas untuk melakukan eksplorasi di daerah ini. Lebih jauh, Dr. Ir. Andang Bachtiar MSc mengatakan bahwa memang saat ini posisi tektonik wilayah ini adalah fore arc basin (cekungan busur muka, cekungan sedimen yang terbentuk antara busur vulkanik dan busur penunjaman antar lempeng), dimana sampai saat ini belum ada penemuan hydrocarbon namun terbatas pada wilayah onshore dan perairan dangkal dekat pantai. Terdapat 19 buah sumur yang telah dibor sejak 1968 sampai 1978 oleh Union Oil, beberapa memperlihatkan adanya indikasi gas yang cukup baik. Di beberapa wilayah onshore sekitar pantai barat Aceh juga dijumpai rembesan minyak, namun sampai saat ini belum ada perusahaan minyak yang melakukan eksplorasi di area laut dalam lepas pantai barat Aceh, sehingga adanya informasi potensi migas oleh BPPT dinilai sangat membantu pemerintah dan industri migas untuk melakukan eksplorasi di daerah ini.
Menanggapi berita-berita yang ada di mass media, Awang Harun Satyana menilai sebagai “berita yang ganjil/tidak logis”. Beberapa hal yang dinilai ganjil antara lain penyebutan besarnya cadangan padahal belum ada pemboran pada struktur ini, angka cadangan 320 BBO dinilai fantastis mengingat di Arab Saudi yang cekungannya sangat besar jumlah cadangan di tempat adalah 700 BBO. Dengan mengambil angka 15% yang terge nerasikan secara efektif maka dari pemerangkapan 320 BBO dibutuhkan 2133 BBO hidrokarbon tergenerasikan. Hal ini sangat sulit terjadi mengingat luas Cekungan Sibolga yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan cekungan di Saudi Arabia. Dalam menghitung sumberdaya/cadangan migas perlu banyak faktor yang harus diperhitungkan seperti porositas batuan, gross volume rock, saturasi air, formation volume factor, recovery factor, dan gas expansion factor. Awang menilai angka yang dihitung oleh BPPT masih berupa gross volume rock yang dikalikan dengan porositas batuan, makanya tidak heran jika angka tersebut menjadi sangat besar, dan itu yang ditangkap oleh para wartawan media sebagai angka cadangan. Hal ini dianggap misleading dan menyesatkan bagi masyarakat awam. Awang juga mengatakan bahwa sebelumnya sudah ada geoscientists yang mengemukakan potensi hidrokarbon di lepas pantai barat Aceh. Rüdiger Lutz, Kai Berglar, Christoph Gaedicke dan Dieter Franke dari BGR Hanover Jerman, menulis makalah berjudul “Petroleum Systems Modeling in the Simeulue Fore Arc Basin”, pada AAPG International Conference Bulan Mei 2007 di Netherland. Dalam makalah tersebut dijelaskan hasil survei
Lebih jauh, Dr.Ir. Andang Bachtiar MSc mengatakan bahwa memang saat ini posisi tektonik wilayah ini adalah fore arc basin (cekungan busur muka, cekungan sedimen yang terbentuk antara busur vulkanik dan busur penunjaman antar lempeng), dimana sampai saat ini belum ada penemuan hydrocarbon yang ekonomis di fore arc basin. Namun perlu diperhatikan bahwa pembentukan Paleogene half graben yang dijelaskan oleh Dr. Ir. Yusuf Surachman MSc terjadi dimana posisi tektonik belum berupa fore arc basin, dan kemungkinan masih berupa passive margin yang merupakan tepi barat dari Sunda micro continent. Dikatakan pula paling tidak ada dua lapangan migas yang analog dengan posisi di Aceh Barat ini yaitu yang terdapat di Central Basin Presentasi oleh Bpk. Andang Bachtiar HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
4
>> Luncheon Talk HAGI passive margin menempati prosentase tertinggi (34,66%) diikuti continental rift (30,9%), continental collisional margin (19,73%), collisional marginal related to terrane accretion arc collision and/or shallow subduction (8,10%), strike slip margin (5,70). Sementara subduction margin dimana fore arc basin berada hanya 0,91%. Jadi, dengan angka cadangan yang terpublikasi di mass media, rasanya angka tersebut sangat super fantastis, sehingga Awang berpendapat semua berita yang mucul di media cetak dianggap sebagai berita yang “ganjil/tidak logis” atau istilah yang disebut Awang sebagai “bizarre”. Oleh karena itu, lanjut Awang, dengan tidak mengesampingkan adanya potensi migas yang ada di pantai barat Aceh, sebaiknya para geoscientists perlu menyikapi dengan arif dan bijaksana terhadap berita yang ada di media. Suasana Diskusi
seismik sepanjang 1500 km, survai magnetik, survei gravimetric dan survei multibeam pada tahun 2006 telah mengidentifikasi adanya 25 buah build up reef yang tumbuh secara back stepping pada wilayah perairan barat Aceh dengan kedalaman laut sekitar 1000 meter. Data seismik tadi memperlihatkan adanya bright spot dan didukung dengan adanya indikasi kandungan gas pada analisis AVO. Batuan induk diperkirakan berasal dari sedimen yang ekivalen dengan “Brown Shale” di onshore Sumatra dan batubara-serpih berumur Miosen, dimana ketebalan pada wilayah deposenter bisa mencapai lebih dari 6000meter. Dari sisi penggenerasian batuan induk, Awang menegaskan bahwa umumnya gradient geothermal di fore arc basin adalah rendah, sehingga sulit untuk mematangkan hidrokarbon meskipun mempunyai Total Organik Content (TOC) yang cukup. Secara statistik, Awang memaparkan lapangan-lapangan migas di fore arc basin sangat terbatas, jarang dijumpai giant field di sini. Pengertian giant field itu sendiri bisa dikatagorikan beberapa jenis yaitu Giant Field (cadangan minimal 500 juta barel), Giant Gas Field (min. 3 TCF) menurut Halbouty (2001), Super Giant Field (min. 5 milyar barel), Super Giant Gas Field (min. 30 TCF) menurut Simmons (2007). Menurut Mann dkk (2003), dibandingkan dengan lapangan-lapangan lain di seluruh dunia, posisi
Selanjutnya pertanyaan dan tanggapan datang bertubi-tubi dari para audiens yang hadir melebihi perkiraan (sehingga panitia terpaksa menambah jumlah kursi yang ada di ruangan). Umumnya semua pengunjung berpendapat informasi dari BPPT mengenai adanya potensi migas di Perairan Simeulue Aceh perlu ditanggapi secara positif dan ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan melakukan evaluasi dan penelitian lebih mendalam dengan melibatkan berbagai kalangan seperti Ditjen Migas, BPMIGAS, BPPT, Lemigas, dan perguruan tinggi. Dalam hal pemberitaan media yang tidak akurat, diharapakan adanya sosialisasi ilmu bidang kebumian khususnya yang menyangkut potensi sumber daya alam. Masyarakat umum, politisi (birokrat dan anggota dewan) serta jurnalis perlu di-edukasi mengenai kegiatan eksplorasi dan produksi hidrokarbon. Terutama pengertian dari istilah-istilah seperti cadangan vs sumber daya, prospect vs lead, lapangan migas vs struktur temuan dan lain-lain. HAGI, IAGI dan IATMI sebagai organisasi profesi ilmu kebumian mempunyai komitmen untuk terus menerus melakukan sosialisasi baik di pusat maupun di daerah-daerah. Oleh : Elan Biantoro VP Organisasi HAGI 2006-2008 HAGI elected president 2008-2010
Olimpiade Geofisika 2008
Untuk murid-murid SMA se-Indonesia (Dalam rangka PIT ke-33 HAGI) Contact Person :
Leo Anis (Schlumberger), 0811862170 Surya Nuratmaja (UGM), 081328301986
PERTAMINA Suasana Diskusi
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
5
>> Workshop
Seismo-Electromagnetic Observation Satellite (IWSEOS-2008) & on Space and Lithosphere Environment Changes in Asia (IWSLEC-2008) di JAXA Sagamihara Campus, Japan
Foto para peserta bengkel-kerja IWSEOS-2008 dan IWSLEC-2008 di JAXA Sagamihara Campus, Jepang, pada 29 Februari – 1 Maret 2008. Tampak dua anggota aktif HAGI, Dr. Hery Harjono (Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI) dan Dr. Djedi S. Widarto (Peneliti Utama LIPI) duduk di deretan tengah-depan.
D
ua bengkel-kerja (workshop) internasional, yang pertama tentang observasi fenomena seismo-elektromagnetik menggunakan satelit (IWSEOS-2008) dan, yang kedua tentang perubahan lingkungan antariksa dan litosfer di Asia (IWSLEC-2008) telah diselenggarakan di JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) Sagamihara Campus, Propinsi Kanagawa, Jepang, pada 29 Februari – 1 Maret 2008 lalu. Bengkelkerja ini merupakan forum internasional untuk saling bertukar pengalaman, gagasan dan penyampaian hasil-hasil perkembangan riset mengenai fenomena seismo-elektromagnetik, baik di antariksa maupun di litosfer, dengan metode observasi melalui matra-udara (space-based atau satellite observation) maupun matra-darat (ground-based observation). Bengkel-kerja ini diselenggarakan oleh Science Council of Asia (SCA) sebagai pertemuan tahap awal untuk riset berjudul Space and Lithosphere Environment Changes in Indonesia yang telah disetujui oleh SCA pada Konferensi SCA ke-7 di Okinawa pada Juni 2007 lalu. Proposal riset ini merupakan usulan dari Dr. Kiyohumi Yumoto (SERC, Kyushu University) yang bekerja-sama dengan beberapa peneliti Indonesia, diantaranya Dr. Djedi S. Widarto (LIPI), Dr. Sarmoko Saroso (LAPAN), dan M. Husni (BMG).
Uyeda (EPRC, Tokai Univ), Dr. K. Oyama (NCU, Taiwan) dan Dr. M. Hayakawa (UEC, Japan). Negara lainnya yang hadir dalam bengkel-kerja ini adalah China, India, Rusia, dan Filipina. Sebagian dari para pembicara tersebut pernah hadir pada acara IWSEP2007 di Bandung pada November 2007 lalu.
Dalam dua hari bengkel-kerja tersebut, dua anggota aktif HAGI, yakni Dr. Hery Harjono (Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI) dan Dr. Djedi S. Widarto (Peneliti Utama LIPI, Koordinator Bidang Non-Seismic HAGI 2006-2008), diundang untuk menyampaikan semacam country report atas hasil-hasil riset kebumian, terutama yang terkait dengan masalah kegempaan dan fenomena seismo-elektromagnetik. Selain itu, peserta dari Indonesia lainnya adalah Dr. Sarmoko Saroso (Peneliti Utama LAPAN), Dr. Masturyono (BMG) dan Febty Febriani (Kandidat Peneliti LIPI). Bagi kami, peserta dari Indonesia, bengkel-kerja ini telah membukakan mata bahwa riset-riset kegempaan, sudah sangat mendesak untuk dilakukan secara multi-disiplin (fisika antariksa, solid-state physics, seismologi, geoelektromagnetik, geodesi, geologi gempabumi, dll.) dan multi-dimensi (matra udara – darat). Muara dari semua riset tersebut adalah untuk mencapai apa yang kita harapkan, yakni prediksi gempa jangka Beberapa pakar fisika-antariksa yang hadir dalam bengkel-kerja pendek (short-term earthquake prediction), yang tentu saja tidak ini adalah Dr. Sergey Pulinets (Aerocosmos, Mexico), Dr. V. mudah untuk diterapkan secara praktikal dalam waktu dekat ini. Korepanov (Space Research Institute, Ukraine), Dr. Dimitar Oleh : Djedi S. Widarto, Ph D Ouzounov (NASA), Dr. T. Onishi (CNRS, French), dan Dr. J.Y. Koord. HAGI Bid. Non Seismic Liu (NCU, Taiwan). Sebagai pembicara kunci adalah Dr. Seiya
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
6
>> Rubrik Profesional
DAMPAK KENAIKAN MUKA LAUT:
Sekurang-kurangnya 48 pulau ukuran sedang akan hilang di wilayah Indonesia Pendahuluan Emisi karbon akibat aktifitas manusia yang terus menerus meningkat saat ini telah menyebabkan adanya pemanasan global, efek rumah kaca (greenhouse effect) yang ditimbulkan oleh adanya gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC menyebabkan energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan temperatur udara global. Kenaikan temperatur udara global tersebut diperkirakan akan mencapai 2-3oC pada pertengahan abad ke 21 (sekitar tahun 2050 – Gambar 1).
mengakibatkan terganggunya ketersediaan air. Pada bidang perikanan dan kelautan, meningkatnya temperatur bumi akan menyebabkan perubahan temperatur laut. Hal tersebut akan mengganggu berbagai proses-proses yang ada di lautan seperti pola arus laut dan kemampuan hidup tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada ketersediaan ikan (pengurangan produksi laut) dan keanekaragaman hayati laut. Dalam tulisan ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir. Dampak Kenaikan Muka Laut Global dan Indonesia
3
oC
2 1 0 2000
2020
2040
2060
2080
2100
Tahun
Gambar 1. Proyeksi peningkatan temperatur global (Susandi, 2005)
Dampak Pemanasan Global Pemanasan global (Global Warming) akibat emisi gas rumah kaca akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan. Naiknya temperatur dapat menyebabkan pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb. Berbagai aktivitas sosial-ekonomi masyarakat pun akan terkena dampak dari pemanasan global, yaitu timbulnya gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, terganggunya sarana dan prasarana seperti jaringan jalan, pelabuhan, kereta api dan bandara, terendamnya pemukiman dan lahan-lahan pertanian penduduk yang berada di dekat pantai berakibat pada pengurangan produktivitas lahan pertanian, kemudian meluasnya wabah penyakit.
Salah satu dampak utama dari perubahan iklim adalah kenaikan muka laut, kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : ♦ Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir ♦ Perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, ♦ Meluasnya intrusi air laut, ♦ Ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan ♦ Berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir dapat disebabkan oleh terjadinya perubahan pola hujan yang acak dan perubahan ataupun pergeseran musim, namun kemungkinan lainnya adalah akibat adanya kenaikan muka air laut ke daratan (daerah pemukiman). Pada dekade mendatang, frekuensi dan intensitas banjir diperkirakan akan meningkat sebesar 9 kali lipat, dimana 80% dari peningkatan tersebut terjadi di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil2. Naiknya muka air laut akan menenggelamkan sebagian areal dataran rendah, dan memundurkan garis pantai ke arah daratan yang lebih tinggi. Lapisan es dan gletser pada belahan utara dan selatan bumi yang meleleh akibat pemanasan global akan mengakibatkan naiknya muka air laut di seluruh dunia dan mengancam pemukiman yang berada di daerah pesisir pantai maupun pulau-pulau kecil.
Indonesia juga tidak luput dari dampak perubahan iklim. Selain itu, melelehnya lapisan-lapisan es di negara-negara yang Indonesia yang memiliki garis pantai cukup panjang akan sangat berada di lintang tinggi seperti Rusia dan Kanada juga dapat terpengaruh oleh kenaikan muka laut. Kemungkinan besar akan merusak jaringan infrastruktur (seperti jalan dan jembatan), banyak pulau di Indonesia yang akan terendam air dan tinggal pelelehan gletser dan lapisan es di puncak-puncak gunung akan menjadi gosong-gosong pasir yang tidak bisa ditinggali lagi. HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
7
>> Rubrik Profesional Daerah pesisir pantai di Utara Pulau Jawa, Pantai Timur Berikut ini adalah nama-nama pulau yang akan hilang Sumatera, sebagian Kalimantan dan Pantai Barat Papua yang (tenggelam) pada tahun 2100 : merupakan dataran rendah juga terancam oleh adanya kenaikan muka laut. Tabel 1. Pulau-pulau yang akan terendam akibat kenaikan muka laut pada tahun 2100 Selain itu, kenaikan muka laut di Indonesia akan menyebabkan Pulau yang Terendam perubahan arus laut pada wilayah pesisir, rusaknya ekosistem No Propinsi mangrove, abrasi pantai, meluasnya intrusi air laut serta adanya 1. Sumatera Utara Kepulauan Batu dampak sosial ekonomi masyarakat yang bermukim di daerah Pulau Sipora, Pulau Bagai Utara, Pulau Bagai 2. Sumatera Barat pantai. Selatan Diproyeksikan Indonesia akan mengalami kenaikan muka laut sebesar 1.1 m pada tahun 2100 dan akan kehilangan sekitar 90.260 km2 daerah pesisir dan pulau-pulau kecil (Gambar 2, 3 dan 4).
Gambar 2. Kenaikan Muka Laut Indonesia pada 2010
3.
Kepulauan Riau
Pulau Singkep, Pulau Sebangka, Pulau Lingga, Pulau Abang Besar, Pulau Panuba, Pulau Benuwa, Pulau Tambelan, Pulau Pinangseribu
4.
Bangka Belitung
Pulau Belitung
5.
Kalimantan Barat
Pulau Karimata
6.
Kalimantan Selatan
Pulau Laut, Pulau Sebuku
7.
Jawa Timur
Pulau Madura, Pulau Giliraya, Pulau Giligenteng, Pulau Puteran, Pulau Sapudi, Pulau Raas, Kepulauan Kangean
8.
Bali
Pulau Nusa Penida
9.
NTB
Pulau Giligede, Pulau Sangeang
10.
NTT
Pulau Solor, Pulau Pantar, Pulau Adonara
11.
Sulawesi Selatan
Pulau Selayar, Pulau Tanah Jampea, Pulau Bonerate, Pulau Kaloatoa
12.
Sulawesi Tenggara
Kepulauan Tukang Besi
13.
Sulawesi Tengah
Pulau Banggai
14.
Maluku Utara
Pulau Mangole, Pulau Tubulai, Pulau Obi, Pulau Obilatu, Pulau Damar, Pulau Gebe
15.
Maluku
Kepulauan Watubela, Pulau Wetar, Kepulauan Tanibar, Pulau Babar, Kepulauan Kai
16.
Papua Barat
Pulau Rumberpon, Pulau Gag
Gambar 3. Kenaikan Muka Laut Indonesia pada 2050
Sekitar 48 pulau ukuran sedang dari 16 propinsi di Indonesia akan terendam air laut pada tahun 2100, ada pula daerah-daerah pesisir lain yang garis pantainya semakin mundur akibat naiknya air laut ke daratan, hal tersebut akan berdampak besar pada sektor ekonomi Indonesia. Diperkirakan dampak ekonomi yang akan diderita Indonesia akibat kenaikan muka laut adalah sekitar $ 25.561,63 juta pada tahun 2100 (Tabel 2). Tabel 2. Kerugian Ekonomi Indonesia Akibat Kenaikan Muka Gambar 4. Kenaikan Muka Laut Indonesia pada 2100
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Tahun
GDP/ Capita ($)
Nilai Lahan (106$/km2)
Luas Area yg Hilang (km2)
Kerugian Ekonomi (106$)
2010
1,592.432
0.0737
7,408
545.97
2050
3,453.125
0.1472
30,120
4,433.66
2100
8,018.229
0.2832
90,260
25,561.63
8
>> Rubrik Profesional Saat ini, efek dari kenaikan muka laut sudah banyak muncul di berbagai wilayah di Indonesia. Walaupun tidak sepenuhnya merupakan dampak dari pemanasan global, naiknya air laut ke daratan sudah terlihat di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Untuk daerah Jakarta sendiri, diperkirakan jika terjadi kenaikan muka air laut setinggi 1 meter saja, ditambah dengan menurunnya muka daratan akibat berkurangnya lapisan aquifer air akibat disedot untuk kepentingan manusia, maka sebagian Jakarta sudah akan tergenang air secara permanen. Daerah Sunter, Kemayoran, Pluit, Kelapa Gading, Cempaka Putih dan Rawamangun kemungkinan sudah berada di bawah air. Akibatnya, beberapa infrastruktur di daerah tersebut perlu disesuaikan untuk menghindari dampak negatif dari naiknya air laut ke daratan (jalan-jalan terpaksa ditinggikan, rumah-rumah dan gedung dimodifikasi, dan lain sebagainya). Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis di atas, antisipasi dampak kenaikan muka laut yang bersifat mikro-operasional juga harus dilakukan dengan pengembangan kawasan pesisir yang efisien dan efektif. IPCC (1990) telah memberikan beberapa alternatif dalam pengembangan kawasan budidaya dan kawasan pesisir yaitu : Relokasi, Akomodasi serta Proteksi. Kegiatan relokasi merupakan pengalihan kawasan budidaya dari garis pantai, hal ini dilakukan apabila dampak ekonomi dan lingkungan dari kenaikan muka laut sudah sangat besar. Lalu akomodasi merupakan upaya penyesuaian terhadap dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi dan peninggian bangunan, sedangkan proteksi dilakukan untuk menghindari dampak perubahan alam akibat kenaikan muka laut. Upaya proteksi terbagi menjadi dua yaitu, hardstructure dan sofstructure, contoh hardstructure adalah pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls), sedangkan softstructure adalah revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment).
Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang Oleh : Dr. rer.-nat. Armi Susandi memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka Koord. HAGI bid. Atmosfir dan Oseanografi panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 Referensi dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan 1. Susandi, A., 2005. Bencana Perubahan Iklim Global dan Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia. Program Studi kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai 2. Meteorologi, Institut Teknologi Bandung. IPCC., 1990. The IPCC Response Strategies – Report of Working Group III. pada masa yang akan datang. Island Press, Washington, DC. Secara singkat, Intervensi kebijakan penataan ruang di atas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-tujuan berikut : mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya Susunan Panitia Pertemuan Ilmiah serta mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial Tahunan ke-33 sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir. Steering Committee: Selanjutnya, dalam pengelolaan pembangunan kawasan pesisir ♦ Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso MSc, President of ITB yang efisien dan efektif diperlukan suatu strategi ♦ Dr. Ir. Hery Hardjono, Deputy Chairman for Earth Science,LIPI pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah dan disusun dengan memperhatikan faktor- ♦ Syamsu Alam, PhD, JOB Pertamina-Medco Tomori faktor berikut : keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan ♦ Abdul Mutalib Masdar, JOB PPEJ lintas wilayah dalam konteks pengembangan kawasan pesisir, ♦ Martinus Sembiring, NGC pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat ♦ Elan Biantoro, BPMIGAS (participatory planning process) dalam pelaksanaan ♦ Yosi Hirosiadi, Pertamina EPTC pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable Chairman : Dr. Djedi S. Widarto (Geotech-LIPI) serta kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten Co. Chairman : Dr. Hendra Grandis (FTTM-ITB) maupun kota-kota pantai, antara kawasan perkotaan dengan Secretary : Susanti Alawiyah (FTTM-ITB) perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir), penegakan Dedy Yusmen (Pertamina EP) hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, Treasury : Dr. Darharta Dahrin ( FTTM-ITB) maupun Perda - untuk menghindari kepentingan sepihak dan Leo Anis (Schlumberger) untuk terlaksananya role sharing yang ‘seimbang’ antar unsur- Koordinator Tech : Bob Wikan A PhD (Pertamina EP) unsur stakeholders. HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
9
>> Rubrik Profesional
SISTEM PENERIMA SINYAL RADIO VLF (VERY-LOW FREQUENCY) DI STASIUN BMG LEMBANG: SUATU UPAYA PEMANTAUAN GEMPA DI INDONESIA (Latarbelakang
kapal selam militer. Untuk memancarkan gelombang elektromagnetik (EM) secara efisien, diperlukan sebuah antena dengan dimensi dalam order sama dengan panjang gelombang radiasi, yang mengindikasikan bahwa antenna pemancar VLF berukuran sangat besar, umumnya memiliki panjang beberapa ratus meter, yang terbentang antar dua antena atau lebih dan kadang membentuk seperti sarang laba-laba.
Berbagai macam bencana alam sering terjadi di Indonesia, misalnya kejadian meteorologi abnormal (perubahan iklim abnormal), gempabumi, erupsi gunungapi, banjir, dan sebagainya. Gempabumi merupakan salah satu bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi dan menyebabkan banyak korban manusia. Karena itu, suatu sistem atau teknik baru dalam pemantauan gempa Sebagian energi yang dipancarkan oleh pemancar VLF terjebak secara non-konvensional perlu untuk dilakukan. antara permukaan tanah dengan ionosfer bagian bawah, membenSalah satu metode pemantauan gempa non-konvensional yang tuk apa yang disebut sebagai pandu gelombang Bumi-ionosfer akhir-akhr ini mulai dilakukan di Jepang, Taiwan, India dan (Earth-ionosphere waveguide). Gambar 1 adalah kartun yang Rusia adalah pengukuran perambatan gelombang radio VLF menggambarkan hubungan antara pemancar dan penerima (very-low frequency, 3 ~ 30 kHz). Gelombang radio tersebut gelombang radio VLF yang membentuk pandu gelombang antara dipancarkan oleh stasiun-stasiun pemancar VLF guna keperluan permukaan Bumi dengan lapisan ionosfer bagian bawah. Gambar navigasi dan komunikasi kapal selam militer. Pemantauan teru- 2 dan 3 menunjukkan masing-masing lokasi stasiun pemancar tama dilakukan terhadap munculnya gangguan yang terjadi di NPM yang terletak di Lualualei, Hawaii (21.4 kHz) dan stasiun lapisan sub-ionosfer, pada ketinggian antara 70-90 km, yang pemancar NWC di North West Cape, Australia (19.8 kHz). berasosiasi dengan gempa (mis., Hayakawa, 1999; Hayakawa and Dalam kegiatan pemantauan gelombang radio tersebut, sejumlah Molchanov, 2002). Beberapa kasus munculnya fenomena gang- lima stasiun pemancar VLF digunakan dalam observasi ini, yakni guan sub-ionosfer seperti itu, termasuk pada saat gempabumi Stasiun Pemancar RDL (Rusia, 18.1 kHz), JJI (Jepang, 22.2 Kobe 1995, telah dilaporkan oleh antara lain Hayakawa et al. kHz), NPM (Hawaii, 21.4 kHz), LPZ (Argentina, 23.6 kHz) dan (1996), Molchanov and Hayakawa (1998), Shvets et al. (2004) NWC (Australia, 19.8 kHz). dan Hayakawa et al. (2006). Studi mereka atas fenomena tersebut menghasilkan beberapa karakteristik sebagai berikut; (1) gangguan sering terjadi pada bagian bawah lapisan ionosfer (subionosfer) ketika terjadi gempa dengan kekuatan M>6 pada kedalaman dangkal, serta cukup dekat dengan jalur lingkaran besar (great circle path) antara stasiun pemancar (transmitter) dengan stasiun penerima (receiver), (2) sebagai perbandingan dengan pengaruh lain (mis. aktivitas geomagnetik) pada ionosfer, pengaruh gempa terhadap ionosfer hanya terlihat jika kekuatan gempa sedikitnya lebih dari M>5.5. Hasil penelitian mereka selama sepuluh tahun terakhir menyimpulkan pula bahwa lapisan sub-ionosfer sangat sensitif terhadap pengaruh gempa (mis. dalam Hayakawa dan Molchanov, 2002). Laporan ini hanya menjelaskan sistem penerima sinyal radio VLF yang dipasang di Stasiun Geofisika BMG Lembang. Selain itu, beberapa contoh hasil rekaman sinyal radio yang diterima di Stasiun Lembang dari beberapa stasiun pemancar akan diberikan dalam laporan ini.
Gambar. 1 Gambar skema perambatan gelombang VLF sub-ionosferik. Transmisi VLF merambat dalam bentuk pandu gelombang (waveguide) antara permukaan Bumi dengan bagian bawah ionosfer. Ketinggian lapisan bawah ionosfer (lapisan-D) berkisar antara 70-90 km. Pada malam hari, ketinggiannya ~85 km.
Sinyal gelombang VLF yang dipancarkan tersebut dipantulkan oleh lapisan-D (D-layer), yakni bagian paling bawah lapisan Sistem Pemancar dan Penerima VLF ionosfer, yang boleh jadi merupakan lapisan atmosfer yang paling Sistem Pemancar VLF sedikit dilakukan penelitiannya (Hayakawa, 2007). Ketinggian lapisan-D ini, antara 70-90 km, adalah terlalu jauh bagi balon Saat ini, terdapat sejumlah negara mengoperasikan pemancar pengamat dan terlalu rendah untuk satelit, sehingga sangat jarang radio VLF untuk keperluan navigasi dan komunikasi dengan wilayah tersebut digunakan untuk pengukuran secara in-situ. HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
10
>> Rubrik Profesional Satu-satunya cara untuk mempelajari wilayah lapisan-D ini transmisi VLF karena adanya sumber-sumber gangguan; misaladalah dengan melakukan pengamatan sinyal radio VLF nya (1) ledakan matahari (solar flare), (2) badai geomagnetik (dan presipitasi partikel yang berkaitan), (3) pengaruh langsung subionosferik. dari petir (mis., Rodger dan McCormick, 2006). Sebagai tambahan terhadap pengaruh matahari-bumi terhadap kondisi lapisan-D tersebut, kita dapat menambahkan adanya pengaruh gempa atau kegiatan seismik ke dalam ionosfer bawah. Sistem Penerima VLF Lembang Pada akhir Desember 2007 lalu, sebuah sistem penerima gelombang radio VLF telah dipasang di Stasiun Geofisika BMG yang terletak di Dusun Pencut, Lembang, Kabupaten Bandung. Pemasangan sistem ini merupakan salah satu implementasi dari kerjasama antara Chiba University, Jepang dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sejak Desember 2007 hingga awal Maret 2008, sistem penerima ini masih dalam tahap uji coba dan mengalami beberapa kali perbaikan kecil. Perbaikan besar dilakukan pada pertengahan Maret 2008, dengan mengganti seluruh sistem, yakni pre-Amp dan JAPAL service unit, serta meninggikan antenna penerima yang tadinya setinggi 5 meter dari permukaan tanah, menjadi sekitar 12 meter. Perubahan ketinggian antena ini Gb.2 Stasiun pemancar NPM di Lualualei, Hawaii milik US Navy memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kenaikan dengan menara antena masing-masing setinggi ~460 m. Stasiun ini me- besaran intensitas medan VLF, dalam bentuk amplitudo (hingga mancarkan gelombang radio dengan tenaga sebesar ~500 kW pada fre- 60-70 dB) dan fasa (degree). Sebelum antenna ditinggikan, kuensi 21.4 kHz. intensitas sinyal yang diterima sangat rendah, mencapai kisaran 10 dB. Sistem penerima sinyal VLF yang dipasang di Stasiun BMG Lembang disebut sebagai Sistem JAPAL. Sistem tersebut terdiri dari sejumlah perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras Sistem JAPAL terdiri dari antena GPS, antena VLF yang berfungsi sebagai sensor penerima sinyal medan listrik Ez (komponen tegak), modul pre-amplifier, kabel-kabel penghubung antena GPS dan antena VLF, AbsPAL Service Unit, dan DSP card yang dipasang pada PC untuk akuisisi data. Gambar 4 menunjukkan skema perangkat keras sistem penerima sinyal VLF di Lembang. Bersambung
Gb. 3 Citra satelit lokasi stasiun pemancar VLF di North West Cape (NWC), Australia, milik US Navy, yang dilihat dari ketinggian ~8.8 km. Stasiun ini memancarkan gelombang pada frekuensi 19.8 kHz. Stasiun ini merupakan salah satu stasiun pemancar terkuat di dunia dengan tenaga 1000 kW. Tampak bahwa jaringan antenna pada pemancar menyerupai sarang laba-laba (Sumber citra: GoogleEarth).
Setiap adanya variasi atau perubahan pada lapisan-D ionosfer akan memicu terjadinya perubahan kondisi perambatan gelomOleh :Djedi S. Widarto1, Hendri Subakti2, dan M. Hidayat2 bang VLF yang merambat secara sub-ionosferik. Ini seterusnya 1 Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI, 2 Stasiun Geofisika Bandung, BMG akan mengakibatkan perubahan pula terhadap amplitude dan fasa HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
11
>> Special Event—Kerjasama HAGI—FIPKS
Sosialisasi Ilmu dan Teknologi Geofisika Untuk Kegempaan, Tsunami dan Eksplorasi
Suasana Seminar
Presentasi oleh Prof. Sri Widiyantoro Ph D tentang Tomografi
P
ada tanggal 23 Febuari 2008 lalu, HAGI bekerja sama dengan Forum Ilmiah Pendidik Kota Surabaya (FIPKS) menyelenggarakan seminar sehari yang melibatkan pakar-pakar dari berbagai bidang keilmuan seperti bidang Seismologi, Geofisika Eksplorasi, Tsunami, Tomografi dan Perubahan Iklim. Seminar ini merupakan salah satu dari kegiatan sosial HAGI yang bertujuan untuk mengenalkan ilmu Geofisika kepada masyarakat. Sekitar 150 orang hadir dalam seminar sehari ini berasal dari instansi pemerintah dan guru-guru SMA di Surabaya dan sekitarnya. Acara seminar diawali dengan sambutan Ketua Panita Bpk. Moch. Kosim S. Pd dilanjutkan sambutan Ka. Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Bpk. Drs. H. Sahudi M. Pd dan terakhir sambutan Bpk. Abdul Mutalib Masdar selaku Presiden HAGI periode 20062008 Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi dan diskusi oleh Dr. Ir. Yusuf Surachman, MSc dan Prof. Sri Widiyantoro Ph D membahas tentang ”Gempa Bumi& Tsunami dan Prediktibilitas Gempa dan Tomografi”. Sesi kedua presentasi dan diskusi disampaikan oleh Dr. rer. –net. Armi Susandi, MT dan Dr. Nanang T. Puspito dengan topik ”Perubahan Iklim & Bencana Alam dan Mitigasi Bencana Alam .
Pada sesi kedua Presentasi oleh Dr. Nanang T Puspito tentang Bencana Alam dan Mitigasi Bencana Alam
Setelah makan siang dilanjutkan sesi ketiga presentasi oleh Abdul Mutalib Masdar (Presiden HAGI) dengan topik ”Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Pengenalan Survey Seismik Refleksi untuk Eksplorasi Hidrokarbon (Migas)”.
Oleh: Nova Shinta Uli M (HAGI Pusat)
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Peserta dan Panitia Seminar Sehari
12
>> Special Event—HAGI Peduli Bojonegoro Pada 8 Januari 2008 Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) bersama , BDI PT Pertamina EP memberikan bantuan berupa bahan makanan kepada korban Banjir Bojonegoro. Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari program Community Development Himpunan Ahli Geofisika Indonesia untuk masyarakat. Diharapkan kedepan, jumlah bantuan yang diserahkan HAGI kemasyarakat dapat ditingkatkan. Sumber dana HAGI untuk bencana di Bojonegoro dihimpun dari anggota HAGI dan dukungan dari beberapa donatur. Oleh: Nova Shinta Uli M (HAGI Pusat)
Beberapa bantuan sembako kepada korban banjir di Bojonegoro
Bergotong royong mengangkut bahan sembako untuk dikirim kedaerah lain.
Para korban banjir
Penyerahan Sembako kepada korban banjir.
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
13
>> Special Event: Pengukuhan HAGI Komwil Palu & Kuala Lumpur Pengukuhan Komwil Palu
Alam di Universitas Tadulako, Palu - Sulawesi Tengah.
Pendirian komwil HAGI Palu yang dibidani sejak 6 (enam) bulan Berikut susunan pengurus HAGI Komwil Palu yang dikukuhkan lalu oleh Bapak Imam Setiadji (Bid. Pengembangan Organisasi beberapa waktu lalu : HAGI) dan anggota-anggota HAGI yang berada di Palu, Ketua : Ir. Jamidun, MT. alhamdulillah akhirnya dapat terwujud. Wakil Ketua : Harly Hamad, ST., MT. Sekretaris : Muhammad Rusli M,,S.SI.,Msi. Acara pengukuhan Komwil HAGI dilaksanakan bersamaan Bendahara : Widyastuti, S.Si.,M.Si. dengan acara seminar nasional Gempa dan Sumber Daya Alam di Wakil Bid. Publlikasi Ilmiah : Yutdam Mudin, S.Si.,M.Si. Universitas Tadulako Palu pada tanggal 2 Februari 2008, yang dihadiri oleh Rektor Univ. Tadulako dan Para Pejabat PEMDA Sulawesi Tengah beserta para peserta yang berasal dari Kampus maupun instansi-instansi terkait. Semula rencana pengukuhan akan dilakukan langsung oleh Bapak Abdul Mutalib Masdar selaku Presiden Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, namun karena force major pada tanggal 1 Februari 2008, dimana Jakarta di landa Banjir dan bandara Soekarno Hatta ditutup tim HAGI yang semua direncanakan untuk hadir di Palu tidak dapat berangkat karena penerbangan ke Palu ditunda hingga hari berikutnya. Beruntung pada hari yang sama anggota Tim HAGI (Bpk. Elan Biantoro) yang kebetulan menggunakan armada penerbangan lain dapat terbang ke Palu dan dapat hadir serta mewakili Presiden HAGI mengukuhkan KOMWIL HAGI PALU sekaligus membuka Seminar Nasional Sosialisasi Gempa dan Sumber Daya
Pengukuhan Komwil Kuala Lumpur Komitmen HAGI untuk menjadi sebuah organisasi yang less boundary mulai menunjukkan hasilnya. Pembentukan Komwil HAGI Kuala Lumpur yang diinisiasi oleh rekan-rekan anggota HAGI yang bekerja di Kuala Lumpur-Malaysia menjadi salah satu bukti bahwa HAGI mulai menjadi pusat perhatian para Geoscientist yang ada dimanca Negara.
Penyerahan memento dari Pengurus HAGI komwil Oleh : Nova Shinta Uli (HAGI Pusat)
Coordinators Scientific Meetings Publication
: Hary Maulana (Murphy Oil) : Oscar Pakpahan (Ikon science) Nurhasan (Alliance Geotehnical) Chapter Development : Muhammad Fauzi (Murphy Oil) Desia Suzana (Petronas Carigali)
Pengukuhan Komwil dan Ketua HAGI Kuala Lumpur dilakukan bersamaan dengan acara diskusi antara Pengurus HAGI Pusat dan anggota-anggota HAGI Komwil KL perihal program-program HAGI kedepan dan diskusi khusus tentang Proses Tender Pengambilan Blok di Indonesia yang dibawakan oleh Bpk. Elan Biantoro (VP Organisasi HAGI, Ka. Subdin Geofisika BPMIGAS region Sumatra Utara, Sumatra Tengah dan Natuna). Acara pengukuhan Komwil KL dan diskusi dilaksanakan pada tanggal 9 April 2008, bertempat di Hotel Corus, Kuala Lumpur dipandu oleh Bpk. Muhammad Fauzi (Murphy Oil) Berikut susunan pengurus HAGI Komwil Kuala Lumpur : Chairman : Muhammada Fauzi (Senergy) Secretary : Bernato Viratno (PCSB) Treasury : Dyah Tribuanawati (Uzma)
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Penyerahan SK oleh Abdul Mutalib Masdar (Presiden HAGI) kepada Muh. Fauzi (Ketua Komwil Kuala Lumpur)
Oleh : Nova Shinta Uli (HAGI Pusat)
14
>> Kursus Reguler HAGI
Fault Seal Analysis Pada tanggal 18-22 Febuari 2008, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) bekerja sama dengan BEDLEYS dan PT. Geotech System Indonesia menggelar kursus dengan tema: “Faul Seal Analysis”. Kursus ini dilaksanakan selama lima hari di kantor Geotech System Indonesia, Jakarta. Peserta kursus berasal dari beberapa perusahaan Industri minyak antara lain: VICO, CNOOC, Kondur Petroleum dan Medco E& P. Kursus dibuka oleh VP Organization HAGI, Bpk. Elan Biantoro (BPMIGAS) dan dilanjutkan sesi kursus oleh Dr. Dave Quinn (Badley Geoscience Ltd). Cakupan materi kursus ini antara lain: 1. Introduction to Trap Tester: Introduction, Aim of the training, Critical Data & Workflows. 2. Getting Started: Opening Projects, Viewing Data, Changing the Display, Where to get help. 3. Building the Structural Framework : Fault surface model, Fault-Horizontal intersection modeling, Framework QC, Horizon surface model. 4. Modelling Surface Attributes: Fault attributes, Horizon attributes. 5. Fault Seal Analysis: Main Processes & Parameters. 6. Triangle (no 3-D structure model). 7. Geomechanical Analysis. 8. Fault Statistics & ED
Hari Pertama Kursus yang dibuka oleh VP Organization HAGI Bpk.
Oleh : Nova Shinta Uli (HAGI Pusat)
Dr. Dave Quinn (Badley Geoscience Ltd) menjawab pertanyaan dari peserta kursus.
Peserta Kursus “ Fault Seal Analysis
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Sesi Diskusi
15
>> Kursus Regelar HAGI
K
ursus Reguler Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) dengan topik “How To Get A Better Seismic Data For Shallow and Deep Targets” telah dilaksanakan di Hotel Novotel, Bandung pada tanggal 3-6 Maret 2008. Kursus ini diikuti peserta dari berbagai institusi seperti Pertamina, JOB Pertamina Petrochina – Salawati, Medco E&P Indonesia, Sumatera Persada Energi dan Sembrani Persada Oil. Kursus dibuka oleh Sekretaris Jenderal HAGI yaitu: Martinus Sembiring (NGC).
Kursus Reguler HAGI dibuka oleh Sekretaris Jenderal HAGI, Martinus
Materi kursus yang disampaikan oleh instruktur (I.S. Aji Ronoatmojo dan Alpius Guntara adalah: ♦ Basic Principle of Exploration Seismology ♦ Instrument Test ♦ Seismic Methode ♦ Seismic Parameter Design ♦ Seismic Problem & Solution ♦ Seismic Survey in Transition Zone ♦ Seismic Quality Control Oleh : Nova Shinta Uli (HAGI Pusat)
Peserta kursus “How To Get A Better Seismic Data For Shallow and Deep Targets”
Instruktur memberikan beberapa latihan kepada peserta kursus
Sesi diskusi Penyerahan Sertifikat oleh Instruktur Bpk. Alfius Guntara
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
16
>> Kursus Reguler HAGI
K
ursus Reguler Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) dengan topik “Data & Knowledge Management: From Assesment, Implementation and Auditing” telah dilaksanakan di Hotel Novotel, Bandung pada tanggal 4 –6 Maret 2008 dengan instruktur Bpk. Prajuto (Medco) . Kursus ini diikuti peserta dari berbagai institusi seperti Pertamina, JOB PPEJ, JOB PPS dan lain-lain. Kursus dibuka oleh Dr. Hamzah Latief (ITB) KoordinatorHAGI bidang natural disaster sebagai perwakilan HAGI pusat. Kursus ini membahas tentang konsep Knowledge Management (KM), KM Imperatives, Why KM, Coy VMV and Goals, KM VMV, goal and strategies, KM Implementation Journey, Sustaining KM and Culture. Pada hari teraPresentasi oleh Prajuto khir kursus, seluruh peserta diwajibkan mempresentasikan KM perusahaan masing-masing, dan diharapkan peserta dapat mensosialisasikannya sehingga program dapat berjalan sesuai dengan target yang diinginkan. Oleh : Nova Shinta Uli (HAGI Pusat)
Peserta Kursus “ Data & Knowledge Management: From Assessment, Implementation and Auditing”
Presentasi oleh salah satu Peserta kursus
Presentasi oleh salah satu Peserta kursus
HAGI I Resonansi I 2008 I Edisi-7
Penyerahan sertifikat kepada peserta kursus “ Data & Knowledge Management: From Assessment, Implementation and Auditing”
17
HAGI Reguler Courses Title
Start
End
Instructors
Venue
Petroleum Geology Indonesia : Current Knowledge
May 14, 2008
May 16, 2008
Awang Harun Satyana
Hotel Ramada, 4 days Bali
USD 2250 (HAGI member) USD 2350 (non HAGI member)
Amplitude Variation with Offset (AVO) for Exploration and Development
May 13, 2008
May 16, 2008
Adriansyah PhD
Hotel Ramada, 3 days Bali
USD 1750 (HAGI member) USD 1850 (non HAGI member)
Preserved Amplitude Seismic Data Processing and Modelling for Exploration and Development
June 3, 2008
June 6, 2008
Wahyu Trioso, PhD Sonny Winardhie
Hotel Ramada, 4 days Bali
USD 2250 (HAGI member) USD 2350 (non HAGI member)
Carbonate Reservoir and Seismology for Exploration and Development
June 2, 2008
June 6, 2008
N. Alit Ascaria PhD Adriansyah PhD
Hotel Ramada, 5 days Bali
USD 2000 (HAGI member) USD 2100 (non HAGI member)
Theory & Fieldtrip Practical of Seismic Acquisition for Non Geophysicist : Supporting Approach
August 2008 Tentative
August 2008 Tentative
Elan Biantoro, Imam Setiawan & I. S. Ronoatmojo
How To Get A Better Seismic Data For Shallow and Deep Targets
September 2008 Tentative
September 2008 Tentative
I.S Ronoatmojo Alfius Guntara
Data & Knowledge Management : From Assessment, Implementation and Auditing
September 2008
September 2008
Borehole Seismic for Hydrocarbon Exploration Hunting
October 2008
Neural Network Modeling for Exploration and Development
October 2008
Fee
4 days
Tentative
Bandung
4 days
USD 1600 (HAGI member) USD 1700 (non HAGI member)
Prajuto
Bandung
2,5 days
Rp. 7..000.000 (HAGI member) Rp. 8.000.000 (non HAGI member
October 2008
Leo Anis
Yogyakarta
3 days
Tentative
October 2008
Bob Wikan H. A PhD
Yogyakarta
3 days
Tentative
33
th
Bandung
Days
HAGI Annual Convention & Exhibition
rd
3 – 5th
November 2008, Grand Hyatt Hotel, Bandung
GEOHAZARD : A Challenge for Geophysics HAGI SECRETARIAT GRAHA SIMATUPANG, Tower II B, 9th floor Jl. Letjen. T. B. Simatupang Kav. 38, Jakarta 12540 Phone: +62. 21. 7829401, Fax: +62. 21. 7829401