GUGURNYA KEKUATAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA Oleh: Drs. H.Abdul Mujib AY,M.H. (Wakil Ketua Pengadilan Agama Tanah Grogot) BAB I PENDAHULUAN Menurut ketentuan pasal 70 ayat (1), (2), dan (3) bentuk keputusan Pengadilan Agama dalam perkara permohonan cerai talak adalah “penetapan”.1)Namun dalam praktek di lingkungan peradilan agama keputusannya dalam perkara cerai talak adalah “putusan”. Bentuk keputusan ini disejajarkan dengan sifat gugatan;2) di mana isteri (termohon) dihadapkan sebagai lawan dari suami (pemohon). Kemudian mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan isteri terhadap putusan cerai talak telah ditentukan dalam Pasal 70 ayat (2). Menurut ketentuan ini, isteri dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi Agama, bukan langsung kasasi karena bukan penetapan(beschikking) tetapi putusan (vonnis). Memang selama 2 (dua) dasawarsa pasca berlakunya undang-undang Nomor: 7 tahun 1989 tentang peradilan agama dalam praktek telah memberi hak kepada isteri mengajukan banding terhadap putusan cerai talak, bukan langsung kasasi. Bagaimana kalau batas waktu tenggang banding telah dilampaui, apakah putusan cerai talak dapat dieksekusi dalam hal ini suami (pemohon) langsung dapat menjatuhkan ikrar talak di depan siding? Pada prinsipnya sudah. Hanya saja sebaiknya tunda dulu sampai lewat tenggang waktu mengajukan kasasi. Jika isteri mengajukan kasasi, sebaiknya pelaksanaan tetap ditunda sampai ada putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi. Memang sikap ini bercorak formalistic. Akan tetapi oleh karena perkara yang dihadapi masalah perkawinan yang banyak menyangkut segi ikatan hubungan antara manusia secara sangat pribadi, serta sekaligus menyangkut masalah hubungan hukum dengan anak-anak, kekeliruan kecil bisa menimbulkan dampak besar terhadap manusia lain. Misalnya ikrar talak sudah diucapkan berarti perkawinan sudah putus, lantas suami kawin dengan perempuan lain. Belakangan putusan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dibatalkan dalam tingkat kasasi. Dalam kasus ini, pelaksanaan putusan telah menimbulkan dampak yang sulit untuk diselesaikan baik hubungan suami dengan isteri lama, maupun penyelesaian suami dengan isteri baru. Dampaknya lagi terhadap anak, jika sudah sempat lahir anak dari isteri baru. Selanjutnhya ketua majelis hakim mengeksekusi putusan cerai talak yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) tersebut, dan bagaimaimana konsekwensi hukumnya bagi putusan tersebut bila pemohon tidak menjatuhkan ikrar talaknya di depan siding pengadilan agama lewat 6 bulan. Dalam artikel ini akan dibahas: Pertama, Bab I Pendahuluan, yang meliputi tentang bentuk keputusan pengadilan agama tentang perkara cerai talak, putusan atau penetapan, dan upaya hukum yang dapat diupayakan bagi pencari keadilan yang tidak puas dengan keputusan pengadilan tingkat pertama; Kedua,Bab II Pembahasan, dalam bab ini akan diuraikan tentang tatacara pengucapan ikrar talak, meliputi penentuan hari siding, perlu tidaknya akan kehadiran termohon, berita acara dan penetapan sidang ikrar talak; hal-hal yang menggugurkan kekuatan putusan cerai talak, serta pencantuman amar penetapan ikrar talak dan amar penetapan gugurnya kekuatan putusan cerai talak pada buku register induk perkara gugatan. Ketiga, Bab III, yang meliputi kesimpulan dan contoh contoh penetapan pemohon yang tidak menjatuhkan ikrar talak, dan daftar pustaka.
1
BAB II PEMBAHASAN A. Tata Cara Pengucapan Ikrar Talak 1. Menentukan hari siding penyaksian ikrar talak, Pengucapan ikrar talak merupakan eksekusi putusan cerai talak. Dan pasal 70 ayat (3) menegaskan, pelaksanaan pengucapan ikrar talak, baru dapat dijalankan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.Tindak lanjut yang mengikuti hal itu, pengadilan menetapkan hari siding (PHS Ikrar Talak) yang khusus untuk menyaksikan pengucapan ikrar talak pemohon/suami; Sudah barang tentu sangat bijaksana apabila siding penyaksian ikrar talak segera dilaksanakan beberapa saat setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Tujuannya selain memenuhi tuntutan asas peradilan yang sederhana dan cepat, sekaligus memberi kepastian kepada suami isteri untuk menempuh jalan kehidupan baru.Terutama kepada pihak isteri sangat penting artinya, agar dia tidak berada dalam “kalmu’allaqah” yakni dalam keadaan terombang-ambing yang berkelamaan.Hal ini sangat tidak dikehendaki ajaran Islam seperti yang diperingatkan dalam surat al-Nisa’ ayat 129.Oleh karena itu sangat diharapkan sikap Ketua Pengadilan Agama untuk secepat mungkin menetapkan hari siding penyaksian ikrar talak sesaat setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. Sidang Penyaksian Ikrar Talak dihadiri pemohon dan termohon Berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat (4), siding penyaksian ikrar talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon.Ini berarti suami isteri hadir dalam persidangan. Cuma, kehadiran mereka menurut undang-undang, tidak mesti secara pribadi atau in-person. Baik suami maupun isteri dapat diwakili oleh kuasa. Dengan demikian undang-undang member kemungkinan bagi seorang kuasa untuk mengucapkan ikrar talak. Akan tetapi agar seorang kuasa mempunyai kualitas untuk mengucapkan ikrar talak, harus berdasar kuasa khusus yang berbentuk “otentik,”di dalam surat kuasa khusus tersebut harus dengan tegas dicantumkan bahwa pemberian kuasa untuk “mengucapkan ikrar talak.” Jadi selain bentuk surat kuasa khususnya otentik, redaksionalnya juga harus secara tegas memberi kuasa untuk mengucapkan ikrar talak. Kedua unsur tersebut merupakan syarat formil keabsahan kuasa. Salah satu unsur tidak dipenuhi, mengakibatkan kuasa tidak berwenang mengucapkan ikrar talak. Sebaliknya kuasa yang mewakili isteri cukup didasarkan atas surat kuasa khusus biasa, dan tidak mesti berbentuk otentik.Dengan surat kuasa khusus biasa, kuasa sudah sah mewakili kepentingan hukum isteri dalam siding penyaksian ikrar talak. Hal ini perlu ditegaskan, agar pihak pejabat pengadilan tidak bersikap berlebih-lebihan memberi pihak isteri dalam pembuatan surat kuasa.Oleh karena undang-undang sendiri membolehkan dengan bentuk surat kuasa khusus di bawah tangan biarkan hal itu jika demikian yang diingini dan dimampui isteri. 3. Pengucapan Ikrar Talak tanpa kehadiran isteri Pada prinsipnya, siding penyaksian ikrar talak dihadiri oleh isteri. Namun pasal 70 ayat (5), memberi kemungkinan siding penyaksian ikrar talak dapat dilangsungkan di luar hadirnya isteri apabila dia tidak dating sendiri atau wakilnya, meskipun dia telah dipanggil secara patut dan resmi. Dalam kasus yang seperti itu, hal ini tidak perlu menunda siding.Langsung terus pengucapan ikrar talak. Dan apabila tempat kediaman orang yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas
2
di Indonesia (ghaib), maka dalam persidangan penyaksian ikrar talak termohon tidak perlu dipanggil lagi.3) Ketentuan ini dapat dianggap realistic, sebab kalau siding penyaksian ikrar talak digantungkan secara mutlak atas kehadiran isteri, bisa terhambat penegakkan hukum dan kepastian hukum.Apalagi jika perceraian itu tidak dikehendaki isteri, dapat saja terus digagalkannya pengucapan ikrar talak, sekiranya kehadiran isteri dijadikan syarat mutlak. Oleh karena itu apabila secara factual pemanggilan isteri sudah dilakukan secara sah dan patut, ketidakhadirannya tidak menghalangi siding penyaksian ikrar talak, dan pengucapan ikrar talak “sah dan berharga”. 4. Berita Acara dan Penetapan Sidang Ikrar Talak Sidang Pengadilan penyaksian ikrar talak adalah siding resmi. Selain persidangan dihadiri oleh suami isteri atau kuasa mereka, juga harus dihadiri oleh hakim dan panitera. Bahkan bertitik tolak secara sistematik dan analogis dari ketentuan pasal 68 ayat (1), siding penyakisan ikrar talak dilakukan oleh majelis hakim. Fungsi Panitera/Panitera Pengganti dalam siding Pengadilan penyaksian ikrar talak, membuat berita acara siding.Panitera mencatat segala hal ikhwal yang terjadi dalam persidangan seperti layaknya pembuatan berita acara dalam pemeriksaan perkara. Kemudian berita acara tersebut ditandatangani Hakim Ketua Majelis dan Panitera agar berita acara resmi dan otentik. Fungsi Hakim dalam siding, selain dari menyaksikan pengucapan ikrar talak, juga membuat “penetapan” penyaksian ikrar talak. Tentang isi penetapan siding penyaksian ikrar talak telah digariskan dalam Pasal 71 ayat (2) yang menegaskan bahwa amar yang harus dicantumkan dalam penetapan berbunyi: menyatakan perkawinan putus terhitung sejak hari ini dan tanggal ikrar talak diucapkan. 5. Hal yang Menggugurkan Kekuatan Putusan Cerai Talak Pasal 70 ayat (6) memuat ketentuan tentang hal yang menggugurkan kekuatan mengikat putusan cerai talak. Apabila hal yang ditentukan dalam pasal tersebut tidak dipenuhi suami, dengan sendirinya menurut hukum, gugur kekuatan putusan cerai talak.Dengan gugurnya kekuatan putusan, perceraian dianggap tidak pernah terjadi, dan ikatan perkawinan dianggap tetap ada dan utuh. Hal yang menggugurkan kekuatan putusan cerai talak digantungkan pada factor ketidakhadiran suami melaksanakan pengucapan ikrar talak pada hari siding yang telah ditentukan, dihubungkan dengan jangka waktu 6 bulan. Jika Pengadilan Agama telah menetapkan hari siding penyaksian ikrar talak, suami atau wakilnya tidak dating, dan hal itu sudah berlangsung 6 bulan, dengan sendirinya menurut hukum, gugur kekuatan hukum putusan cerai talak. Putusan itu tidak mempunyai daya mengikat lagi kepada suami isteri, dan juga tidak mempunyai akibat hukum terhadap perkawinan mereka. Suatu hal yang perlu diminta perhatian ialah mengenai soal panggilan. Karena masalah gugurnya putusan dimaksud tidak terlepas kaitannya dengan panggilan.Gugurnya kekuatan putusan sangat tergantung pada sah atau tidaknya panggilan. Oleh karena itu, diminta perhatian yang sungguh agar pemanggilan menghadiri siding Pengadilan mengucapkan ikrar talak, dilakukan dengan teliti dan cermat. Kecerobohan pemanggilan bisa berakibat fatal. Bahkan bisa dimanifulasi oleh juru sita apabila ia bersekongkol dengan pihak isteri untuk melakukan balas dendam kepada suami. Misalnya jurusita lapor kepada Ketua Pengadilan Agama/C.q. Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut bahwa pemanggilan telah dilaksanakan. Akibatnya setelah lewat 6 bulan dengan sendirinya
3
putusan cerai talak gugur kekuatannya. Terpaksa si suami menerima suatu keadaan ikatan perkawinan yang ia sendiri tidak menghendakinya. 6. Amar Penetapan Ikrar Talak dan Amar Penetapan Gugurnya Kekuatan Putusan Cerai Talak harus dicatat dalam kolom amar penetapan dalam buku register induk perkara gugatan (kolom 25) a. Amar Penetapan Ikar Talak 1. Menetapkan jatuh talak satu raj’I pemohon (…) terhadap termohon (…); 2. Biaya penetapan ini sebesar Rp…(…)dibebankan kepada pemohon. b. Amar Penetapan Gugurnya Putusan Cerai Talak 1. Menyatakan gugur kekuatan putusan Nomor: …/Pdt.G/20../PA.Tgt., tanggal… bulan… tahun…; 2. Biaya penetapan ini sebesar Rp…,- (…) dibebankan kepada pemohon; B. KESIMPULAN 1. Produk permohonan cerai talak adalah “penetapan”.Namun dalam praktek di lingkungan peradilan agama keputusannya dalam perkara cerai talak adalah “putusan”, di mana pihak isteri (termohon) dihadapkan sebagai lawan dari suami (pemohon). 2. Upaya hukum terhadap putusan cerai talak adalah banding bukan langsung kasasi karena bukan penetapan (beschikking) tetapi putusan (vonnis). 3. Bila batas waktu tenggang banding telah dilampaui, sebaiknya eksekusi ikrar talak ditunda lebih dahulu sampai lewat tenggang waktu mengajukan kasasi. Jika isteri mengajukan kasasi, sebaiknya pelaksanaan tetap ditunda sampai ada putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi. 4. Sidang penyaksian ikrar talak segera dilaksanakan beberapa saat setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan tujuannya selain memenuhi tuntutan asas peradilan yang sederhana dan cepat, sekaligus memberi kepastian kepada suami isteri untuk menempuh jalan kehidupan baru. 5. Pada prinsipnya siding penyaksian ikrar talak dihadiri oleh pihak pemohon dan termohon.Cuma, kehadiran mereka menurut undang-undang, tidak mesti secara pribadi atau in-person. Baik suami maupun isteri dapat diwakili oleh kuasa. Dengan demikian undang-undang memberi kemungkinan bagi seorang kuasa untuk mengucapkan ikrar talak dengan surat kuasa khusus otentik dan redaksionalnya juga harus secara tegas memberi kuasa untuk mengucapkan ikrar talak. 6. Pengucapan Ikrara Talak memberi kemungkinan dapat dilangsungkan di luar hadirnya isteri apabila dia tidak dating sendiri atau wakilnya, meskipun dia telah dipanggil secara patut dan resmi. Dalam kasus yang seperti itu, hal ini tidak perlu menunda siding.Langsung terus pengucapan ikrar talak. Dan apabila termohon ghaib, maka dalam persidangan penyaksian ikrar talak termohon tidak perlu dipanggil lagi. 7. Hal yang menggugurkan kekuatan putusan cerai talak digantungkan pada factor ketidakhadiran suami melaksanakan pengucapan ikrar talak pada hari siding yang telah ditentukan, dihubungkan dengan jangka waktu 6 bulan. Jika Pengadilan Agama telah menetapkan hari siding penyaksian ikrar talak, suami atau wakilnya tidak dating,meskipun telah dipanggil secara sah dan patut dan hal itu sudah berlangsung 6 bulan, dengan sendirinya menurut hukum, gugur kekuatan hukum putusan cerai talak. Putusan itu tidak mempunyai daya mengikat lagi kepada suami isteri, dan juga tidak mempunyai akibat hukum terhadap perkawinan mereka. 8. Amar penetapan ikrar talak maupun amar penetapan yang gugur kekuatan putusan cerai talak harus dicatat di dalam kolom amar ikarar talak dalam buku register induk perkara gugatan kolom 25. 4
C. CONTOH PENETAPAN PEMOHON YANG TIDAK IKRAR TALAK PENETAPAN Nomor:
/Pdt.G/20../PA Tgt.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Tanah Grogot yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan sebagai berikut dalam perkara antara : PEMOHON, umur 61 tahun, agama Islam, pendidikan…,pekerjaan…, tempat kediaman di Jl.Persib RT 13, Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, disebut pemohon; Melawan PEMOHON, umur 46 tahun, agama Islam, pendidikan…,pekerjaan…, tempat kediaman di Jl.Propinsi RT 01, Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, disebut termohon; Pengadilan Agama tersebut ; Telah membaca Putusan Pengadilan Agama Tanah Grogot Nomor: /Pdt.G/2010/PA.Tgt, bertanggal Bulan 20.., yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT); Telah membaca Penetapan Hari Sidang Ikrar Talak (PHS) bertanggal …bulan… tahun…, Nomor: …/Pdt.G/20../PA.Tgt., yang menetapkan bahwa pemohon tersebut dapat menjatuhkan talaknya atas termohon pada Hari…, tanggal …bulan…tahun…dalam siding Pengadilan Agama Tanah Grogot; Telah membaca Berita Acara Persidangan Ikrar Talak Pengadilan Agama Tanah Grogot bertanggal …bulan… tahun... Nomor: …/Pdt.G/20../PA.Tgt., yang menerangkan bahwa pemohon dan termohon tidak dating menghadap di persidangan meskipun keduanya telah dipanggil secara sah dan patut sesuai relaas panggilan masing-masing tanggal … bulan…tahun...; yang menerangkan bahwa pemohon belum mengucapkan ikrar talak terhadap termohon; Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka ternyatalah bahwa pemohon telah tidak memenuhi siding pengucapan ikrar talak tersebut; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pengadilan Agama Tanah Grogot menilai bahwa pemohon tidak bersungguh-sungguh berperkara, sehingga ada alasan untuk dinyatakan bahwa:”gugurlah kekuatan putusan Nomor: …/Pdt.G/20../PA.Tgt, tanggal …bulan… 20.. tersebut”;
5
Mengingat, Pasal 70 ayat (6) Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini. MENGADILI - Menyatakan gugur kekuatan putusan Nomor: …/Pdt.G/20../PA.Tgt., tanggal …bulan… 20...; - Biaya penetapan ini sebesar Rp…,- (…) dibebankan kepada pemohon;
Ditetapkan di : Tanah Grogot Pada tanggal : … bulan… 20… Ketua Majelis,
( ---------------------------------------- )
D. DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. 2. M.Yahya Harahap,S.H., Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Pustaka Kartini, Jakarta, 1989, hal. 247; 3. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II Edisi Revisi 2009, Mahkamah Agung RI 2009, hal. 31.
6