GOTONG ROYONG CERMIN BUDAYA BANGSA DALAM ARUS GLOBALISASI
diajukan oleh Nama
: Baiquni Abdillah
NIM
: 11.11.4839
Kelompok
:C
Program Studi
: S1
Jurusan
: Teknik Informatika
Dosen
: Drs. Tahajudin Sudibyo
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011
ABSTRAK Gotong royong merupakan sikap mulia, agung, sarat dengan persamaan, persaudaraan dan ikatan batin antara setiap individu yang menerapkannya sebagai perilaku hidup dan semangat yang didalamnya terkandung semua nilainilai Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia. Dalam makalah ini dijelaskan mengapa gotong royong merupakan nilai yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dan apakah gotong royong masih dapat dipertahankan mengingat makin pesatnya pengaruh globalisasi yang memudarkan nilai-nilai luhur bangsa. Karena,globalisasi adalah proses perubahan yang pasti akan terjadi dan tidak dapat lagi terbendung karena globalisasi berkembang melalui teknologi, ekonomi, kebijakan politik dan persebaran informasi. Makalah ini membahas bagaimana sejarah gotong royong dan hubungannya dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Selanjutnya apa pengaruh globalisasi terhadap budaya gotong royong serta bagaimana Pancasila menjadi filter pengaruh globalisasi dan bagaimana kita harus menyikapinya. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran dan kritik dari pembaca amatlah penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “Gotong Royong Cermin Budaya Bangsa dalam Arus Globalisasi” berisi tentang sejarah asal mula gotong royong, pengaruh globalisasi terhadap budaya gotong royong dan peran Pancasila sebagai filter dari dampak globalisasi. Tidak lupa penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Drs. Tahajidin Sudibyo dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca yang budiman. Amin.
Baiquni Abdillah
Yogyakarta, 19 Oktober 2011
DAFTAR ISI
Abstrak
i
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Perumusan Masalah
1
1.3 Pendekatan Historis
1
Bab II Pembahasan 2.1 Pengertian Gotong Royong
2
2.2 Pengertian Globalisasi
4
2.3 Pengaruh Globalisasi dalam Budaya Gotong Royong
5
2.4 Pancasila sebagai Filter Globalisasi
7
Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan
9
3.2 Saran
9
Daftar Pustaka
11
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan ciri khas suatu bangsa yang di setiap bangsa masingmasing berbeda satu dengan lainnya. Budaya memiliki banyak nilai dan pesan keindahan, penghargaan dan kebersamaan bagi yang melestarikannya. Salah satu budaya bangsa kita yang sangat bernilai adalah gotong-royong, yang penerapannya tidak membedakan suku, agama, warna kulit, dan budaya daerah. Semua yang majemuk menjadi satu seperti semboyan kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah makhluk sosial yang harus bekerja bersama dengan manusia lain untuk mencapai visi bersama, salah satunya dengan budaya gotong royong. Namun seiring berkembangnya jaman, teknologi semakin lama semakin canggih, perputaran informasi semakin cepat sehingga membuat manusia cenderung lebih memikirkan diri sendiri dan kurang peduli lingkungan sekitar. Ini mulai terjadi di kota besar yang mayoritas bekerja sebagai karyawan/pegawai kantor, buruh, dan lain-lain. Ini situasi yang sangat memprihatinkan dan mengancam persatuan NKRI.
1.2 Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan gotong royong? Apa yang dimaksud dengan globalisasi? Bagaimana pengaruh budaya asing terhadap budaya gotong royong? Bagaimana strategi kita dalam menghadapi globalisasi di bidang sosial budaya? Bagaimana peran Pancasila sebagai filter arus globalisasi?
1.3 Pendekatan Historis Ketika Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Sebagaimana
dikatakan Bung Karno
ketika
mengutarakan
pandangannya sebagai penggali Pancasila, kalau Pancasila diperas maka yang diperoleh adalah nilai gotong royong. Hal itu menghasilkan kesimpulan bahwa gotong royong adalah inti dari sikap budaya bangsa Indonesia. Kata gotong royong pada awalnya hidup dalam masyarakat yang hidup dalam mata pencaharian sebagai petani tradisional. Ketika petani menggarap tanah, mereka memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk mencangkul tanah, menanam benih, mengatur saluran air, memupuk tanaman dan menyiangi tanaman. Demikian juga pada saat musim panen tiba. Warga masyarakat bergotong royong memetik padi, mengeringkannya, dan memasukkannya ke dalam lumbung.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Gotong Royong Kata gotong royong telah menjadi kosa kata Bahasa Indonesia. Bahkan telah masuk dalam kosa kata Bahasa Malaysia (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, 1997 : 412). Kata itu mungkin masuk ke dalam khasanah perbendaharaan Bahasa Malaysia bersamaan dengan kata berdikari (hal. 142), satu istilah yang sama-sama dipopulerkan oleh Bung Karno.
Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya mempunyai nuansa Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Sebagai contoh, ada pohon yang besar roboh menghalangi jalan di suatu desa. Masyarakat mengangkatnya bersama-sama untuk memindahkan kayu itu ke pinggir jalan. Orang desa menyebutnya dengan nggotong atau menggotong. Demikian juga ketika ada seorang anak jatuh ke selokan dekat gardu desa, dan kemudian seseorang mengangkatnya untuk mengentaskan anak itu dari selokan. Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Dalam bahasa Jawa kata saiyeg saeko proyo atau satu gerak satu kesatuan usaha memiliki makna yang amat dekat untuk melukiskan kata royong ini. Ibarat burung kuntul berwarma putih terbang bersama-sama, dengan kepak sayapnya yang seirama, menuju satu arah bersama-sama, dan orang kemudian menyebutnya dengan holopis kuntul baris. Jadi, gotong royong memiliki pengertian bahwa setiap individu dalam kondisi seperti apapun harus ada kemauan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak disekeliling hidupnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan atau skill, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Bagi mereka yang masih belum mampu melakukan salah satu dari alternatif bantuan diatas, maka mereka cukup dengan berdiam diri dan tidak berbuat apapun yang bisa merusak situasi dan kondisi yang berlaku saat itu. Berdiam diri dan tidak membuat keruh situasipun sudah merupakan implementasi gotong royong yang paling minimal
Budaya gotong royong adalah cerminan perilaku dan ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Penerapan gotong royong mengalami pasang surut
penggunaannya
mengikuti
arus
dan
gelombang
masyarakat
penggunanya. Kata gotong royong telah digunakan oleh semua lapisan masyarakat, dari kalangan birokrat dan pemimpin pemerintahan sampai kalangan buruh tani, tukang ojek, sampai dengan peronda malam di kampungkampung. Bung Karno sendiri pernah menggunakannya sebagai nama DPR Gotong Royong. Kata gotong royong pernah digunakan sebagai nama SMP Gotong Royong di satu kabupaten yang terpencil. Kelompok Reyog Ponorogo menggunakan kata gotong royong sebagai nama kelompok kesenian rakyat ini. Bahkan tukang becak, pedagang kaki lima, atau berbagai kelompok masyarakat telah menggunakan kata gotong royong dan ikut mempopulerkan penggunaan kata gotong royong sebagai khasanah perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia.
2.2 Pengertian Globalisasi Menurut beberapa ahli pengertian globalisasi adalah sbb. : 1. A.G. Mc. Grew(1992) : Globalisasi mengacu pada keserbaragaman hubungan dan kesalingterkaitan antara negara dan masyarakat. Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekwensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. 2. Thomas L Friedman : Globalisasi memiliki dimensi ideologi dan teknologi. Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan pasar bebas,
sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.( 2009 : 79 )
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat pergerakkannya sejak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah samudra oleh orangorang Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia (Lucian W. Pye, 1966) Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia, sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Globalisasi merupakan suatu proses yang harus terjadi dan tidak mungkin dihindari. Kemajuan bidang komunikasi menghasilkan media yang canggih sehingga memudahkan terjadinya proses globalisasi.
2.3 Pengaruh Globalisasi dalam Budaya Gotong Royong Dalam perjalanan bangsa terjadi perubahan dalam sikap budaya bangsa Indonesia. Sikap budaya gotong royong yang semula menjadi sikap hidup bangsa telah mengalami banyak gempuran yang terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan dinamis, mementingkan kebebasan individu. Dengan memanfaatkan keberhasilannya di berbagai bidang kehidupan serta kekuatannya di bidang fisik dan militer, Barat berhasil semakin mendominasi dunia dan umat manusia. Dampak globalisasi ini telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya gotong royong Indonesia.
Masa sekarang ini, dampak globalisasi telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia tentang hakikat budaya gotong royong. Masyarakat lebih suka membeli barang-barang mewah yang sarat dengan pemborosan daripada menyisihkan hartanya untuk membantu orang fakir dan miskin. Masyarakat menjadi cenderung individualis, konsumeris, dan kapitalis sehingga rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan senasib sepenanggungan antar sesama manusia mulai hilang tergerus ganasnya badai globalisasi yang mempunyai dampak negatif serta dampak positif tanpa di-filter terlebih dahulu oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Arus globalisasi dalam bidang sosial budaya begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama kalangan muda. Pengaruh Globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda seakan kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Dari cara berpakaian misalnya, banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya barat, berpakaian minim dan bahan yang digunakan memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat. Dari cara berperilaku, remaja cenderung mencoba sesuatu yang baru yang tidak memperdulikan dampaknya dan akibat yang di timbulkan. Sikap yang terlalu setia kawan yang terkadang kawan itu sendiri bersalah, namun tetap mendukungnya dengan setia. Dan dapat dikatakan remaja memiliki semangat gotong royong yang tinggi namun terkadang gotong royong untuk membela yang salah dan tidak mau tahu kebenaran. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan memakai pakaian yang sopan dan berperilaku gotong royong yang baik sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun untungnya setelah salah satu warisan budaya bangsa bangsa Indonesia yaitu Batik diakui oleh UNESCO sebagai budaya asli Indonesia dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia, pemerintah di beberapa daerah
mulai bergotong royong membuat peraturan daerah yang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri khususnya batik dengan memerintahkan instansi-instansi pemerintahan untuk mewajibkan pegawainya memakai baju batik pada hari Jum’at. Dan hal ini pun ditiru oleh perguruan tinggi dan instansiinstansi swasta lain di berbagai bidang. Dengan memakai batik dan bangga memakai batik berarti kita telah melestarikan budaya kita yang sarat dengan nilai seni, gotong royong, perjuangan dan menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia kepada Dunia.
2.4 Pancasila sebagai Filter Globalisasi Pancasila dan bangsa Indonesia terkenal dengan adat ketimurannya dan mempunyai nilai-nilai budaya yang luhur. Namun, nilai-nilai tersebut kini perlahan mulai luntur dengan hadirnya pemikiran barat tentang individualis, liberalis dan gaya kapitalis. Hal ini sangat terasa di lingkungan perkotaan, dimana warganya mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya diamalkan dan dijadikan sebagai filter arus globalisasi yang didalamnya juga mengandung efek negatif yang mengikis nilai-nilai Pancasila. Misalnya, masyarakat di kota besar cenderung hidup individualistis dalam kehidupan sehari-harinya, kepekaan sosial yang hilang, penuh dengan ambisi egoistis yang memprioritaskan kepentingan sendiri dan golongan tertentu. Yang kaya semakin egois dan yang miskin semakin menderita. Berbeda dengan masyarakat desa yang masih cenderung menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, sepeti misalnya terlihat pada kebiasaan atau budaya Gotong Royong yang masih dapat kita jumpai di pedesaan seperti kerja bakti lingkungan, membangun rumah warga, dsb. Berdasarkan berbagai kenyataan ini, maka sebaiknya bangsa Indonesia kembali kepada sikap hidup yang mengutamakan harmoni dan toleransi, yang
mengajak manusia saling menghargai dan hidup dalam harmoni dengan alam sekitarnya. Atas dasar itu usaha kesejahteraan akan tertuju kepada kepentingan rakyat banyak, khususnya rakyat yang masih dalam kemiskinan. Kepentingan daerah dan etnik akan dapat diperhatikan tanpa mengabaikan dan mengorbankan kepentingan negara dan bangsa secara keseluruhan. Itu berarti sikap hidup gotong royong makin tumbuh kembali dalam masyarakat Indonesia. Mungkin ada orang berpendapat, khususnya kalangan yang terobsesi dengan kehebatan dunia Barat, bahwa keinginan demikian adalah kemustahilan dan hanya merupakan nostalgia orang tua yang hidup dalam pikiran dan perasaan masa lampau yang sudah jauh terlewati. Mereka mungkin berpikir bahwa orang tua tidak berhak bicara lagi, karena telah menunjukkan masa lampau serba pengekangan kebebasan dan kurang bukti kemajuan. Memang setiap generasi mempunyai hak menentukan apa yang hendak diperbuat, tetapi kalau ada rasa tanggung jawab juga harus menerima kewajiban untuk membawa bangsa kepada tujuan perjuangannya. Juga harus diakui kenyataan bahwa masa lampau yang mungkin kurang kebebasan, terwujud kesejahteraan yang jauh lebih merata sekalipun pada tingkat yang masih rendah. Dan ada perasaan bahwa bangsa Indonesia, sekalipun belum maju dan sejahtera, mempunyai harga diri dan dihargai banyak bangsa di dunia, sekalipun ada yang disertai rasa kebencian karena tidak dapat menguasainya. Gotong Royong merupakan salah satu bentuk pengamalan Pancasila, terutama Sila Persatuan Indonesia. Dan kita seharusnya melestarikan budaya Gotong Royong tersebut sebagai wujud pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Itulah fungsi Pancasila sebagai filter arus globalisasi yang memiliki dampak positif dan negatif di dalamnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1. Gotong royong adalah unsur budaya yang membuat bangsa menjadi bangsa yang besar dan kuat. 2. Jika Pancasila diperas maka yang diperoleh adalah nilai gotong royong 3. Dengan semangat gotong royong, mudah bagi bangsa untuk mengatasi suatu masalah karena semua bekerja untuk menyelesaikannya bersama. 4. Globalisasi masuk ke dalam aspek budaya suatu masyarakat atau negara yang akan berdampak pada perubahan budaya tersebut karena globalisasi adalah hal yang pasti terjadi di semua aspek kehidupan. 5. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi filter dalam menghadapi arus globalisasi.
3.2 Saran 1. Kita semua sebagai bangsa Indonesia harus dengan penuh kesadaran memahami bahwa gotong royong dapat membawa kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. 2. Memilah atau menyeleksi dampak globalisasi adalah cara yang paling tepat dewasa ini agar tidak terjerumus kepada pengaruh negatifnya sehingga budaya daerah dan ideologi bangsa bisa dipertahankan. 3. Mempelajari dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karena Pancasila adalah pedoman utama bagi seluruh manusia Indonesia untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejak dahulu menjadi cita-cita para pejuang dan pahlawan bangsa.
4. Dengan semangat gotong royong, dapat memeratakan program pembangunan nasional, dan tidak membuat jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin karena semua manusia Indonesia bersatu untuk mencapai tujuan mulia bersama. 5. Sebab itu ada harapan kuat kepada setiap orang Indonesia, muda dan tua, untuk sadar kembali bahwa tidak mungkin mahluk hidup meninggalkan asalnya jika ingin ketenteraman dan kesejahteraan. Dan tidak benar bahwa dengan sikap hidup gotong royong tidak mungkin dicapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan kesejahteraan makin tinggi. Telah dibuktikan bangsa lain seperti Jepang, bahwa tanpa individualisme dan liberalisme dapat dicapai kemajuan itu.
DAFTAR PUSTAKA Indriyani, Titiek, dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Cilacap: MGMP Prastowo, Tammi. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial. Klaten: Saka Mitra Kompetensi Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press Kropotkin, Peter. 2006. Gotong Royong: Kunci Kesejahteraan Sosial. Depok: Piramedia