Surya Chandra Surapaty
REVOLUSI MENTAL BERBASIS PANCASILA MELALUI KELUARGA
INTEGRITAS ETOS KERJA GOTONG ROYONG
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2 0 1 6
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
P
ERTAMA-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, atas karunia dan hidayah-Nya semata kita dapat menyusun buku ‘Revolusi Mental Berbasis Pancasila Dimulai Dari Keluarga’.
Surya Chandra Surapaty
Buku ini diterbitkan sebagai sumbangsih BKKBN terhadap Bangsa Indonesia melalui keluarga dalam upaya mempercepat proses perubahan nilai yang selaras dan serasi dengan sikap dan pandangan hidup keIndonesia-an di era teknologi informasi. Dipilihnya tanggal 1 Juni bukan tanpa alasan karena dalam gerak sejarah nasional Indonesia momen itu sangat menentukan keberadaan NKRI. Pada 1 Juni 1945, Bung Karno mengemukakan konsep negara Pancasila di depan sidang Badan Usaha Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Salah satu ciri abad ke 21 adalah semakin menguatnya individualistis dan mengentalnya fanatisme kedaerahan (primordialisme), merupakan tantangan bagi negara Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dan suku. Untuk menghadapi kondisi tersebut, salah satu jawabannya adalah internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui Revolusi Mental kepada seluruh keluarga Indonesia. Seluruh aktivitas kita dalam bekerja mutlak harus mencerminkan nilai-nilai Revolusi Mental, yaitu integritas, etos
3
kerja, dan gotong royong. Kita harus mampu memahami diri sendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan makhluk sosial dalam konteks interdependensi dengan Tuhan Sang Pencipta dan dengan sesama manusia. Bagaimana pun kita harus sepakati bahwa melakukan Revolusi Mental harus diawali dari perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak pada setiap individu pelakunya sehingga terbentuknya karakter positif. Pada intinya, integritas berarti kata menjadi satu dengan perbuatan. Hal ini harus dimaknai sebagai apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita ucapkan. Dengan demikian, karakter bersih bagi semua orang bukanlah sekedar buah bibir tetapi menjadi perilaku, yang pada akhirnya jadi gaya hidup. Kita semua adalah pemimpin yang harus dapat bertindak secara konsisten antara kata dan perbuatan. Integritas harus menjadi salah satu nilai yang dianut seluruh masyarakat. Etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial sementara etos kerja berarti semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Makna nilai gotong royong mirip dengan nilai kerja sama, melalui penerapan nilai gotong royong, berarti kita dapat meninggalkan mentalitas lele. Kondisi di mana salah satu atau banyak bagian organisasi bekerja secara terpisah dari yang lainnya. Dengan bergotong royong, maka kita akan dapat bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Tinggalkan mentalitas ikan lele. Bentuk segera mentalitas ikan salmon, berjuang tiada henti dan bekerjasama dalam kelompok. Karakter terbentuk karena hasil komunikasi segitiga, yaitu antara seorang manusia dengan Tuhannya, dengan diri sendiri dan dengan manusia lain. Sesuai dengan sila kesatu Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, lakukanlah komunikasi transedental spiritual dengan Tuhan menurut tuntunan Agama
4
masing-masing, maka akan terbentuk integritas. Sesuai dengan sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, lakukanlah komunikasi intrapersonal dengan diri sendiri dengan menanyakan siapa diri kita ini, berasal dari mana, mengapa kita lahir dan hidup dibumi Nusantara ini, dan kemana akan pergi begitu detak jantung berhenti. Komunikasi akan menghasilkan manusia yang beretos kerja. Sesuai dengan sila ketiga, Persatuan Indonesia, lakukanlah komunikasi interpersonal (antar pribadi) dengan manusia lain dan lingkungannya. Komunikasi ini akan menghasilkan menusia yang bersemangat gotong royong yang mau bekerjasama, saling bantu membantu dan saling tolong menolong demi kemaslahatan umum. Kita bersama harus meyakini, merenungi, memahami, menyikapi, dan menerapkan nilai-nilai Revolusi Mental dengan baik melalui keluarga. Hal ini adalah salah satu cara ideal untuk membangun Indonesia yang bermartabat. Akhirnya kepada tim penulis yang telah berupaya mewujudkan ide ini dalam bentuk buku ini dalam waktu yang singkat, saya haturkan terimakasih. Semoga tulisan ini memberi daya ungkit optimal terhadap peningkatan sikap dan perilaku positif masyarakat Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila melalui 8 fungsi keluarga. Jakarta, 1 Juni 2016 Kepala Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional
SURYA CHANDRA SURAPATY
5
SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
P
uji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan dan karunia-Nya
kita dapat menerbitkan buku ‘Revolusi Mental Berbasis Pancasila Dimulai dari Keluarga’. Tiga hal pokok yang ingin saya sampaikan di sini. Pertama, perlunya Revolusi Mental bagi Bangsa Indonesia
yang secara jelas
tercantum
di dalam Nawacita. Kedua,
bagaimana mengimplementasikan Revolusi Mental sebagai suatu Gerakan Nasional yang dapat memberi manfaat secara
nyata
dalam mencapai tujuan nasional. Ketiga,
pentingnya internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam keluarga yang dihadapkan pada tantangan keterbukaan di era teknologi informasi dengan ciri mental individualisme yang tinggi dan unsur kekerabatan mulai luntur atau terkikis. Dari panggung peristiwa sejarah nasional Indonesia berbagai pendapat mengemuka tentang lahirnya falsafah Pancasila yang oleh Bung Karno disebut sebagai Wellstanschaung (pandangan hidup) sejak 1 Juni 1945. Pancasila kemudian menjadi dasar negara Republik Indonesia yang dalam perkembangannya mengalami banyak sekali tantangan seiring dengan pasang surutnya gerak sejarah perjuangan Bangsa luctuation from age to ageterbukti Indonesia. Dalam konteks kesejarahan Pancasila lifestyle ampuh sebagai dasar negara meskipun diterpa berbagai
6
gelombang politik maupun ekonomi yang silih berganti dari masa ke masa.
Karena itu saya menaruh
harapan
yang
besar bahwa revolusi mental berbasis Pancasila yang dimulai dari keluarga akan mampu melakukan penetrasi nilai-nilai kebangsaan dalam konteks NKRI kepada seluruh keluarga, yang di dalamnya terdapat generasi penerus Bangsa lndonesia. Founding Father Founding Father Indonesia, Ir. Soekarno menyatakan bahwa Pancasila mempunyai tiga
prinsip dasar
Trisakti,
yaitu:
berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Trisakti Nation and tersebut menginginkan bahwa Pancasila harus menjadi Character building “Nation Building dan Character Building” Bangsa Indonesia agar kita tetap dapat eksis menjadi bangsa yang berkarakter dan bermartabat di kancah Internasional. Pancasila merupakan tameng dan ilter bangsa Indonesia Pancasila merupakan tameng dan ilter bangsa Indonesia untuk melawan segala bentuk tekanan dari luar di segala
7
aspek kehidupan. Untuk itu, perlu adanya revitalisasi nilainilai Pancasila di tingkat keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Intinya jelas, bahwa Revolusi Mental berbasis Pancasila yang dimulai dari keluarga menjadi sangat strategis dan menentukan. Keluarga menjadi wahana pertama dan utama dalam pernbentukan karakter. Oleh karena itu, penanaman nilai nilai Pancasila dalam kehidupan keluarga menjadi salah satu prasyarat keberhasilan implementasi Revolusi Mental. Setelah pencanangan tekad Revolusi Mental, kita menyatukan hati untuk meniatkan perubahan dan mulai saat ini juga segala tindakan kita dalam bekerja harus mencerminkan nilai-nilai Revolusi Mental yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Perlu diperhatikan bahwa nilai intergritas, tidak datang dengan sendirinya tetapi harus disemai dan ditumbuhkan dalam setiap insan manusia melalui keluarga. Integritas membutuhkan peneladanan. Integritas mensyaratkan mendahulukan kepentingan orang banyak daripada kelompok maupun individu. Integritas membutuhkan sikap disiplin. Integritas juga mensyaratkan kepatuhan dan loyalitas kepada peraturan hukum yang ada. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan keluarga memiliki peran penting di sini untuk membentuk nilai-nilai integritas, etos kerja, gotong-royong, dan kedisiplinan melalui keteladanan orang tua. Nilai-nilai Revolusi Mental yang ditanamkan da!am keluarga akan membentuk cara berpikir positif, diwujudkan dalam tindakan yang tepat, dan menjadi sebuah kebiasaan serta perilaku yang positif pula. Jika setiap keluarga mampu melaksanakannya, maka secara agregat, akan terbentuk karakter bangsa yang kuat berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
8
Revolusi Mental tidak dapat dikerjakan sendiri-sendiri. Revolusi
Mental
harus dikerjakan secara bersama-sama,
bergotong royong, saling bahu-membahu, saling asah dan saling asuh. Setiap komponen bangsa ini memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing, yang
berperan
penting
termasuk BKKBN
dalam pembangunan
keluarga.
Buku ini sangat layak untuk dibaca oleh masyarakat. Saya ucapkan
terima
menginisiasi
kasih
penulisan
kepada
BKKBN
yang
telah
buku ‘Revolusi Mental Berbasis
Pancasila Dimulai dari Keluarga’. Keluarga merupakan
unit terkecil dari bangsa sehingga
apabila keluarga memiliki karakter dan ketahanan yang kuat, maka karakter bangsa ini menjadi kuat. Kita akan mampu menghadapi berbagai persoalan dengan tangguh. tanggung jawab, kerelaan untuk berbagi, menyangkut spirit
9
Saya mengajak semua pihak, untuk tidak melupakan peran keluarga
dalam pembentukan
karakter
bangsa, melalui
optimalisasi 8 fungsi keluarga. Semoga Allah SWT meridhoi setiap langkah perubahan yang kita niatkan dan kerjakan. Terima kasih. Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh, salam
sejahtera bagi kita semua.
Jakarta, 1 Juni 2016 Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
PUAN MAHARANI
PUAN MAHARANI
10
REVOLUSI MENTAL BERBASIS PANCASILA MELALUI KELUARGA Kata Pengantar Kepala BKKBN
3
Sambutan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan
6
DAFTAR ISI Bab I
Potret Kependudukan dan Keluarga Indonesia Krisis Nasionalisme Gerakan Revolusi Mental
11 13 15 16 19
BAB II
Membangun Manusia Indonesia Sejak Masa Kehamilan 23 1000 Hari Pertama Kehidupan 25 Orangtua Hebat 29
BAB III
Keluarga Basis Utama dan Pertama Revolusi Mental.
BAB IV
31
Gerakan Hidup Baru Apa itu Revolusi Mental? Revolusi Pancasila
33 37 46
Implementasi 8 Fungsi Keluarga
51
Keluarga, Wahana Pembentuk Karakter Delapan Fungsi Keluarga Berawal dari Keluarga
53 55 68
BAB V
Revolusi Mental Melalui Kampung KB Membangun Kemitraan Kampung KB
61 63 67
BAB VI
Penutup
71
11
12
BAB I POTRET KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA INDONESIA
13
14
l
Menilik Bonus Demograi
Indonesia saat ini sedang mengalami masa bonus demograi dimana ketergantungan antara penduduk usia nonproduktif dengan penduduk usia produktif mengalami penurunan sehingga mencapai angka dibawah 50. Artinya, setiap penduduk usia kerja menanggung sedikit penduduk usia nonproduktif. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional periode 2004 – 2014 menunjukkan ada peningkatan proporsi penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) dan diikuti dengan penurunan proporsi penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas). Hal ini akan menyebabkan penurunan rasio ketergantungan. Diperkirakan, jumlah penduduk usia produktif akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang. Data proyeksi penduduk menunjukkan bahwa bonus demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada 2020 hingga 2035. Rentang 2020 – 2030, Indonesia mengalami window of opportunity (jendela peluang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia). Tetapi, untuk mendapatkan bonus demografi ini, kualitas sumber daya manusia (SDM) harus ditingkatkan secara maksimal melalui pendidikan, pelayanan kesehatan dan penye diaan lapangan kerja. Setelah tahun 2030, Indonesia kemudian akan menghadapi peningkatan pesat pada kelompok penduduk usia lanjut (65+), sehingga meningkatkan kembali rasio ketergantungan. Tidak selamanya bonus demograi membawa berkah. Justru bisa berubah menjadi “bencana
15
kependudukan” saat penduduk usia produktif tidak memiliki pendidikan yang memadai, tidak memperoleh keterampilan yang cukup apalagi mumpuni. Ketika kondisi demikian terjadi, penduduk usia produktif akan menjadi pengangguran serta dapat meningkatkan angka kejahatan maupun angka kriminalitas dengan pelaku mereka yang muda usia. l
Krisis Nasionalisme
Pengaruh globalisasi telah mengakar dan merubah pola pikir, tingkah laku, pola hidup dan sikap bangsa Indonesia, khususnya generasi muda saat ini. Tak mengejutkan jika di zaman sekarang degradasi moral menjamur dimana-mana, termasuk di kalangan generasi muda. Lunturnya semangat kebangsaan para pemuda pemudi di tanah air dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak yang belum bisa memaknai upacara bendera atau upacara hari besar nasional secara utuh. Pasti ada satu atau dua bahkan tiga yang ngobrol sendiri atau sibuk dengan kegiatan masingmasing. Peringatan hari besar nasional seperti Sumpah Pemuda, hanya dimaknai secara seremonial dan hiburan saja tanpa memperhatikan apakah nilainilai nasionalisme itu benar-benar tertanam pada diri pemuda atau tidak. Contoh lain, orang-orang zaman sekarang lebih menyukai produk impor daripada made in Indonesia. Padahal kualitasnya hampir sama dan
16
harganya lebih terjangkau. Ada juga yang lain. Anak-anak muda justru sering menggunakan bahasa asing dalam akun sosial media (sosmed) atau dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan gengsi mereka. Kemudian masyarakat zaman sekarang mulai enggan memasang bendera merah putih di sekitar tempat tinggal mereka saat menjelang acara kemerdekaan. Ada berbagai alasan yang memunculkan keengganan mereka, seperti hilang, tidak ada, ataupun rusak. Padahal, dana untuk membeli smartphone, motor, mobil,tak ada masalah. Giliran membeli bendera merah putih yang harganya tidak sampai seratus ribu saja susahnya minta ampun. Aneh tapi nyata! Dari hal kecil tersebut tersirat makna yang mendalam bagaimana pejuang-pejuang kita terdahulu berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga demi sang merah putih bisa berkibar. Bendera, bahasa, lagu kebangsaan adalah aset berharga yang dimiliki bangsa Indonesia. Sudah menjadi kewajiban kita untuk merawat dan menjaganya. Anak-anak muda mulai dirasuki oleh gaya hidup konsumerisme bahkan hedonisme. Sebenarnya kita lebih beruntung dibandingkan dengan pendahulu-pendahulu kita. Kita hanya meneruskan perjuangan mereka tanpa harus takut kehilangan harta dan jiwa kita. Sayangnya, krisis nasionalisme semakin merajalela tergerus oleh modernisasi dan sikap individualistis kaum pemuda pada khususnya. Banyak orang baik dan orang pintar di Indonesia tapi mereka terlalu ‘stagnan’ dalam zona aman mereka.
17
Tidak mau bertindak dan mengambil risiko. Semua itu berawal sejak adanya globalisasi yang mana budayabudaya barat dengan mudahnya menggerogoti dan masuk ke dalam kehidupan bangsa kita. Tidak semua pengaruh globalisasi itu baik. Kita harus punya ilter untuk menyaring mana yang patut kita tiru dan mana yang tidak patut kita tiru. Masa depan bangsa ada di tangan kita, pemuda Indonesia. Generasi muda adalah penerus bangsa. Suatu bangsa akan maju jika generasi mudanya berkualitas dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Jika nasionalisme memudar dan hilang, maka ketahanan negara kita juga akan lemah. Bangsa kita akan mudah ditembus oleh pihak luar. Sadar atau tidak sadar saat ini kita sedang dijajah oleh bangsa lain, bukan dalam bentuk isik maupun perang tapi dijajah melalui ideologi dan mental. Liberalisme yang merupakan ideologi yang mengutamakan kebebasan individu, sekarang mulai marak terjadi di Indonesia. Banyak orang bertindak semaunya sendiri, tanpa memikirkan kepentingan orang lain. Padahal bangsa kita mengikuti asas bebas yang bertanggung jawab. Anak muda hanya memikirkan kesenangan tanpa membuat gebrakan baru yang lebih berani. Pada dasarnya upaya untuk menanggulangi krisis nasionalisme itu mudah, semua berawal dari kesadaran pribadi masing-masing. Pemerintah sudah ada wacana untuk meningkatkan rasa nasionalisme melalui program bela negara. Disinilah peran pendidikan dan keluarga juga
18
tak kalah penting. Pendidikan akan membiasakan anak untuk ikut organisasi. Mereka bisa menularkan kepada anggota keluarga perilaku hidup baik, seperti pola hidup sederhana dan tidak konsumtif. Ajakannya: bangkitlah pemuda Indonesia. Satu kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang korbannya bernama Yuyun, warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu menjadi sorotan publik. Koordinator LSM Cahaya Perempuan WCC Bengkulu Desi Wahyuni membeberkan kronologi kejadian yang menimpa bocah berusia 14 tahun itu, Yuyun pada hari kejadian, Sabtu, 2 April 2016, pulang sekolah sekitar pukul 13.30 WIB. Ia pulang dengan membawa alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci sebagai persiapan upacara bendera Senin. Jarak antara sekolah ke rumah korban sejauh 1,5 kilometer melewati kebun karet milik warga. Tragisnya, ia tak pernah sampai kembali ke rumahnya, usai berpapasan dengan 12 pemuda belia. Kasus ini menjadi contoh super negatif perilaku anak bangsa. Krisis mental tengah terjadi terhadap generasi bangsa. l
Gerakan Revolusi Mental
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan pembangunan nasional adalah melalui peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan makna yang tertuang sebagai cita-cita luhur para pendiri bangsa pada pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yaitu mencerdaskan
19
kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Cita-cita tersebut menjadi sebuah kontrak sosial antara negara dan warga negara. Pemerintah sebagai representasi negara berkewajiban mewujudkan rakyat Indonesia yang maju, makmur, dan sejahtera. Sebagai upaya mendukung terlaksananya pembangunan nasional ini, muncul pemikiran Revolusi Mental, yang menuntun bangsa dalam meraih citacita bersama dan mencapai tujuan kolektif bernegara. Revolusi mental dapat dimaknai sebagai suatu pedekatan dalam mengejawantahkan cita-cita luhur para pendiri bangsa yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Revolusi mental sangat mendesak untuk segera dilaksanakan untuk membangun karakter bangsa yang berkepribadian. Revolusi mental dapat dimulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, sesuai mandat pemerintah periode 2015-2019, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) harus ikut serta mensukseskan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita), terutama Agenda Prioritas nomor 5: “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia” melalui pembangunan Kependudukan, Keluarga Berencana. BKKBN juga ikut melaksanakan strategi Pembangunan Nasional 2015-2019 dalam Dimensi Pembangunan Manusia pada Bidang Kesehatan dan
20
Mental/Karakter (revolusi mental). BKKBN yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mendukung pelaksanaan pembangunan nasional melalui Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dalam implementasinya, program KKBPK diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan kuantitas penduduk yang ditandai dengan perubahan jumlah, struktur, komposisi, dan persebaran penduduk yang seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. BKKBN juga berusaha untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan prioritas dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan berbagai program yang langsung menyentuh masyarakat terutama keluarga. Gerakan revolusi mental bisa kita mulai dari keluarga dan diri sendiri. Pada keluargalah sebenarnya pendidikan pertama dan utama dimulai. Pendidikan karakter dengan upaya revolusi mental bisa melalui keluarga, yang merupakan lembaga pendidikan terkecil namun memiliki peran yang begitu besar dalam menanamkan nilai-nilai moral revolusi mental menuju Indonesia yang berdaya saing, berkarakter dan berkepribadian. Peran keluarga dalam revolusi mental dapat dilaksanakan melalui delapan fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta
21
kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pelestarian lingkungan. Revolusi mental sebuah bangsa tidak akan berhasil secara optimal jika tidak dimulai dan dilanjutkan dengan revolusi mental di dalam keluarga. l
22
BAB II MEMBANGUN MANUSIA INDONESIA SEJAK MASA KEHAMILAN
23
24
l
1000 Hari Pertama Kehidupan
Tak cukup memang menjadikan hidup sehat sebagai gaya hidup, mengingat kesehatan adalah hal yang diciptakan Tuhan secara alami. Bahwa manusia terlahir dalam keadaan sehat, dan bahwa kesehatan adalah hal-hal alamiah yang harus diwujudkan dengan pemahaman terhadap konsep-konsep alamiah dari kesehatan itu sendiri. Untuk mewujudkan kesehatan nasional diperlukan kesadaran penuh dari tiap individu dalam masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Selain kesadaran, pengetahuan juga jadi faktor penting yang wajib dimiliki masyarakat Indonesia. Pengetahuan tentang pola hidup sehat akan bermanfaat, bukan hanya untuk pribadi, namun juga untuk orang lain. “Kesadaran akan perolehan gizi baik untuk tubuh kita, itu masih sangat rendah. Tak hanya di Indonesia, bahkan didunia. Padahal, kesadaran adalah hal penting pertama untuk ditumbuhkan dalam segala upaya mencapai kehidupan yang sehat. Kalau kesadaran sudah ada, kita akan dengan sendirinya berupaya mencari cara untuk hidup sehat. Hal ini menjadi penting sekali,apalagi mengingat cita-cita bangsa untuk kesehatan nasional.” (Prof. Dr. Endang L. Achadi, MPH, Dr, Ph; Jurnal Keluarga, 2016). Maka, 1000 hari pertama kehidupan adalah penting. “Seribu hari pertama kehidupan ini terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan. “Penjelasan selanjutnya, Endang
25
menuturkan, pada delapan minggu pertama di dalam kandungan terbentuk organ-organ tubuh. Pada sembilan minggu hingga lahir, pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dari organ tubuh hingga siap untuk hidup di dunia baru, yakni di luar kandungan ibu. Setelah lahir, sebagian organ, masih berkembang sampai usia 2-3 tahun seperti otak. Menurut sejumlah temuan ahli, pola hidup sehat manusia di mulai dalam siklus yang panjang. Kondisi kesehatan manusia dalam setiap fase kehidupan akan mempengaruhi kondisi kesehatan manusia pada fasefase kehidupan setelahnya. Artinya, hidup sehat bukan persoalan yang didapat dengan mudah. Periode kritis lain dalam perkembangan hidup manusia adalah pasca melahirkan. Periode-periode kritis tersebut merupakan sebuah fenomena, yakni Development Plasticity, yaitu suatu fenomena di mana satu genotipe dapat meningkatkan status isiologis dan morfologis dalam rentang yang berbeda, sebagai modal dasar menghadapi lingkungan yang berbeda selama masa perkembangan. Dalam artian sederhana, seorang anak mengalami sebuah proses adaptasi lingkungan yang paling berat, yakni adaptasi terhadap lingkungannya ketika ia berada di dalam rahim ke lingkungan pasca ia dilahirkan. Kondisi sistem dan organ tubuh diwujudkan dengan cara-cara instan. Hidup sehat adalah sebuah investasi jangka panjang yang wajib dipelihara sejak dini, bahkan sejak awal proses penciptaan manusia di dalam rahim ibu yang dikenal istilah 1000 hari pertama kehidupan (HPK). 1000
26
HPK merupakan periode emas bagi kehidupan seorang manusia. Pada periode itu, dasar diri manusia dibentuk. Periode ini menjadi periode yang paling menentukan pembentukan diri seorang manusia, sekaligus periode yang paling menentukan proses perkembangan diri manusia itu puluhan tahun kedepan. Seorang epidemiologis Inggris, David Barker, yang terkenal dengan Barker Hypothesis-nya mengungkapkan bahwa ketimbang faktor warisan genetika, perkembangan diri manusia ternyata lebih banyak ditentukan oleh lingkungannya. Barker mengungkap, bahwa pada periode sejak manusia dalam kandungan hingga beberapa bulan setelah kelahiran, merupakan periode yang paling menentukan arah dan jalan hidup manusia kedepan. “Dalam sebuah batasan yang luas, yang ditentukan oleh gen yang kita warisi, setiap diri kita memiliki suatu rentang pilihan hidup masingmasing. Lingkungan kita, yaitu di dalam kandungan dan beberapa bulan setelah lahir, memilihkan kita jalan khusus untuk pertumbuhan dan perkembangan yang kita jalani,”ungkap Barker di dalam bukunya: “Nutrition in The Womb.” Lebih lanjut, Barker mengatakan: “Orang membicarakan tentang anak yang tumbuh mengikuti potensi genetiknya. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah anak tumbuh menyesuaikan diri dengan lingkungannya.” Pernyataan Barker makin menegaskan pentingnya periode 1000 HPK bagi kehidupan seorang manusia. Maka dari itu, penting bagi setiap orang tua
27
memiliki pengetahuan yang cukup terkait dengan 1000 HPK, agar orangtua dapat mengawal dengan baik setiap proses pembentukan alamiah yang terjadi pada tiaptiap anak yang terlahir ke dunia. Selain memberikan perawatan yang maksimal bagi anak-anak mereka, tiap orangtua wajib menciptakan lingkungan yang positif. Ini agar lingkungan yang terbentuk positif dapat memberi pengaruh yang positif pula bagi tumbuh kembang anak-anak mereka. Dalam sebuah penelitian lain, Barker mengungkapkan bagaimana pola perawatan, pengasuhan dan bagaimana sebaiknya orang tua mengawal 1000HPK anak-anak mereka. Dalam penelitian itu ia mengungkap, terdapat masa kritis dalam pembentukan organ dan sistem dalam tubuh manusia. Masa kritis itu terjadi saat seorang anak berada dalam kandungan. Maka, penting bagi orangtua untuk memberikan perawatan terbaik bagi anak yang mereka kandung. Saat itu bayi mengalami sensitiitas tingkat tinggi. Dalam hal asupan gizi misalnya. Asupan gizi merupakan hal penting yang harus dicermati para orangtua, yakni bahwa setiap anak wajib memperoleh asupan gizi yang tepat pada 1000 HPK-nya. Asupan gizi yang diperoleh anak pasca melahirkan harus setara dengan asupan gizi yang diperoleh anak selama di dalam kandungan. Perhitungannya pun harus tepat. Anak tidak boleh kekurangan atau kelebihan asupan gizi. Jika asupan gizi yang diperoleh anak kurang atau berlebih, maka potensi
28
terjadinya penyakit-penyakit tidak menular mengancam tumbuh kembang anak, termasuk cacat isik dan mental yang rentan terjadi selama periode kritis itu. Hal tersebut disebabkan oleh suatu kondisi dimana janin yang kemudian menjadi bayi menemui sebuah lingkungan yang sangat jauh berbeda antara lingkungan di dalam rahim dan lingkungan di luar rahim, pasca kelahiran. Konsep 1000 HPK merupakan sebuah konsep alamiah dari kesehatan yang harus dipahami secara mendalam. Tak cukup dengan pemahaman dalam perspektif ilmu pengetahuan, namun juga diperlukan pemahaman dari perspektif spiritual, yakni bahwa kesehatan adalah siklus sepanjang hidup manusia yang harus dipelihara sepanjang hidup itu juga. l
Orangtua Hebat
Pembentukan karakter sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin sulit. Bung karno pernah mengatakan “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter. Kalau tidak dilakukan, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli!” Kedepan kita akan mengalami apa yang disebut dengan bonus demograi yang apabila tidak diikuti dengan pembentukan karakter maka semua akan lewat begitu saja. Bahkan dapat menimbulkan bencana karena SDM yang tidak berkualitas. Selain itu kita juga menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Di era itu tidak hanya produk barang yang bebas masuk
29
tetapi juga tenaga kerja, jasa dan modal. Untuk menghadapi bonus demograi dan MEA, Indonesia memerlukan manusia berkualitas yang kompeten dan berkarakter. Untuk membentuk karakter, perlu revolusi mental sebagaimana telah dideinisikan Bung Karno. Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman tiga hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan. l
Inilah pilar-pilar karakter • • • • • • • • • •
30
Kejujuran Tanggung jawab Amanah Rasa hormat Keberanian Adil Tekun Setiakawan Integritas Kebangsaan
BAB III KELUARGA BASIS UTAMA DAN PERTAMA REVOLUSI MENTAL
31
32
l
Gerakan Hidup Baru KOMUNIKASI
REVOLUSI MENTAL
1. Transendental 2. IntraPersonal
KARAKTER
3. InterPersonal
SKEMA REVOLUSI PANCASILA Sumber: Yudi Latif, Revolusi Pancasila, 2015 Relasi Ideologi
Masyarakat religius berperikemanusiaan, egaliter, mandiri, amanah, tak memuja materialisme-hedonisme, menjalin persatuan dengan semangat pelayanan.
Relasi Produksi
Sila 4 Perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran, berlandaskan usaha tolong-menolong, menekankan penguasaann negara (atas sektor strategis) seraya memberi peluang bagi hak milik pribadi dengan fungsi sosial
Basis Material
Konsentrasi kekuatan nasional melalui demokrasi permusyawaratan yang berorientasi persatuan (Negara Kekeluargaan) dan keadilan (Negara Kesejahteraan)
Agen Politikal
REVOLUSI PANCASILA
TUJUAN
Sila 1, 2, 3
Superstruktur Mental-Kultural
Perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Sila 5
Skema Revolusi Mental melalui komunikasi segitiga Ketiga komunikasi dari tiga sila menghasilkan Manusia Indonesia yang berkepribadian yang siap membangun negara RI yg berdaulat secara politik sesuai sila keempat dan membangun ekonomi kerakyatan yg berkeadilan sosial sesuai sila kelima, sehingga terbentuk negara RI yang berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) secara ekonomi. Itulah apa yang dicita-citakan Bung Karno dengan konsep Trisakti.
Dalam revolusi nasional Indonesia, gagagasan revolusi mental memang tidak bisa dipisahkan dari Bung Karno. Dialah yang menjadi pencetus dan pengonsepnya. Gagasan revolusi mental mulai dikumandangkan oleh Bung Karno di pertengahan
33
tahun 1950-an. Tepatnya di tahun 1957. Saat itu revolusi nasional Indonesia sedang ‘mandek’. Padahal, tujuan dari revolusi itu belum tercapai. Ada beberapa faktor yang menyebabkan revolusi itu mandek, terjadinya penurunan semangat dan jiwa revolusioner para pelaku revolusi, baik rakyat maupun pemimpin nasional. Di kalangan rakyat Indonesia, sebagai akibat praktek kolonialisme selama ratusan tahun, muncul mentalitas ‘nrimo’ dan kehilangan kepercayaan diri (inferiority complex) di hadapan penjajah.(Yudi Latif, 2015) Terjadi ‘penyelewengan-penyelewengan’ di lapangan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Penyelewengan-penyelewengan tersebut dipicu oleh penyakit mental rendah diri dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri. Juga dipicu oleh alam berpikir liberal, statis. Pada pertengahan 1950-an, sektor-sektor ekonomi Indonesia masih dikuasai oleh modal Belanda dan asing lainnya. Akibatnya, sebagian besar kekayaan nasional kita mengalir keluar. Padahal, untuk membangun ekonomi nasional yang mandiri dan merdeka, struktur ekonomi kolonial tersebut mutlak harus dilikuidasi. Di lapangan politik, Indonesia kala itu mengadopsi demokrasi liberal yang berazaskan “free ight liberalism”. Alam politik liberal itu menyuburkan perilaku politik egosentrisme, yakni politik yang menonjolkan kepentingan perseorangan, golongan, partai, suku, dan kedaerahan. “Dulu jiwa kita dikhidmati oleh tekad: aku buat kita semua. Sekarang: aku buat aku!” keluh Bung Karno.
34
Karena itu, Bung Karno menyerukan perlunya “Revolusi Mental”. Dia mengatakan, “karena itu maka untuk keselamatan bangsa dan negara, terutama dalam taraf nation building dengan segala bahayanya dan segala godaan-godaannya itu, diperlukan satu revolusi mental.” Esensi dari revolusi mental ala Bung Karno ini adalah perombakan cara berpikir, cara kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi nasional. “Ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyalanyala,” kata Bung Karno. Perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup ini punya dua tujuan besar. Pertama, menamankan rasa percaya diri pada diri sendiri dan kemampuan sendiri. Kedua, menanamkan optimisme dengan daya kreatif di kalangan rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan bernegara. Untuk melancarkan revolusi mental, Bung Karno kemudian menganjurkan ‘Gerakan Hidup Baru’. Gerakan ini merupakan bentuk praksis dari revolusi mental. Menurut Soekarno, setiap revolusi mestilah menolak ‘hari kemarin’ (reject yesterday). Artinya, semua gaya hidup lama, yang tidak sesuai dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi, mestilah dibuang. Namun, ia menolak anggapan bahwa Gerakan Hidup Baru hanyalah soal penyederhanaan alias hidup sederhana. “Buat apa sederhana, kalau kesederhanaan
35
itu ya sederhanannya seorang gembel yang makan nasi dengan garam saja, tidak dari piring tapi dari daun pisang, dan tidur di tikar yang sudah amoh, tetapi jiwanya mati seperti kapas yang sudah basah, yaitu jiwa mati yang tiada gelora, jiwa mati yang tiada ketangkasan nasional sama sekali, jiwa mati yang tiada idealisme yang berkobar-kobar, jiwa mati yang tiada kesediaannya untuk berjuang. Buat apa kesederhanaan yang demikian itu?” katanya. Bung Karno sadar, revolusi mental tidak akan berjalan hanya dengan celoteh dan kotbah tentang pentingnya perbaikan moral dan berpikir positif. Revolusi mental versi Bung Karno bukanlah ajakan berpikir positif dan optimistik. Karena itu, sejak tanggal 17 Agustus 1957 pemerintahan Soekarno melancarkan sejumlah aksi: hidup sederhana, gerakan kebersihan/ kesehatan, gerakan pemberantasan buta-huruf, gerakan memassalkan gotong-royong, gerakan mendisiplikan dan mengeisienkan perusahaan dan jawatan negara, gerakan pembangunan rohani melalalui kegiatan keagamaan, dan penguatan kewaspadaan nasional. Dalam gerakan hidup sederhana ditekankan bukan hanya soal gaya hidup sederhana dan hidup hemat, tetapi juga upaya menghentikan impor barangbarang kebutuhan hidup dari luar negeri, penghargaan terhadap produksi nasional, dan membangkitkan kesadaran berproduksi. Soekarno sadar, gerakan hidup sederhana akan percuma jika nafsu belanja/ konsumtiisme tidak terkendali. Apalagi, jika nafsu belanja itu adalah belanja barang impor.
36
Begitu juga dengan gerakan kebersihan/kesehatan. Tidak hanya ajakan menjaga kebersihan, tetapi juga gerakan memasalkan olahraga sebagai jalan membangun kesehatan jasmani.Juga dalam gerakan pemberantasan buta-huruf. Saat itu pemerintah sangat sadar, bahwa baca-tulis adalah penting untuk peningkatan taraf kebudayaan rakyat. Karena itu, pemerintah menggalang mobilisasi rakyat untuk mensukseskan gerakan ini. Memang, seperti diakui Soekarno, revolusi mental bukanlah pekerjaan satu-dua hari, melainkan sebuah proyek nasional jangka panjang dan terus-menerus. “Memperbaharui mentalitet suatu bangsa tidak akan selesai dalam satu hari,” ujarnya. Dia juga bilang, memperbaharui mentalitas suatu bangsa tidak seperti orang ganti baju; dilakukan sekali dan langsung tuntas. l
Apa itu Revolusi Mental ?
Pada hakekatnya revolusi mental adalah merubah nilai_nilai (values), keyakinan (belief), pola pikir (mindset), tingkah laku (behavior) dan budaya. Dilakukan dengan reformasi budaya dan reformasi struktur (mengubah kebiasan dan rutinitas) secara berkelanjutan. Dalam pembangunan bangsa, saat ini kita cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham liberalisme yang jelas tidak sesuai dan kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia. Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma,
37
budaya politik, dan pendekatan “nation building” baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan. Sebagai sebuah gerakan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku, revolusi mental adalah sebuah Gerakan Hidup Baru yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa di dunia. Membangun karakter manusia Indonesia diupayakan melalui tiga nilai revolusi mental yaitu : 1.
Integritas (jujur, dipercaya, disiplin, bertanggung jawab, dan tidak munaik) Integritas berasal dari bahasa Perancis intégrité atau Latin integritas, yang memiliki akar kata integer, yang berarti utuh, menyatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Pada intinya, integritas berarti kata menjadi satu dengan perbuatan. Hal ini harus dimaknai sebagai apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang kita ucapkan.
2.
Etos kerja (kerja keras, kerja cerdas, berdaya saing, optimistis, inovatif, dan produktif) Etos berasal dari bahasa Latin modern, Yunani ethos, yang berarti karakter asli, karakteristik bawaan, yang membedakan seseorang atau
38
kelompok dari yang lain. Menurut KBBI, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial, sementara etos kerja berarti semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. 3.
Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunal, dan berorentasi pada kemaslahatan umum) Menurut KBBI, gotong royong berarti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu). Makna nilai gotong royong mirip dengan nilai kerja sama, yang merupakan salah satu nilai yang dianut BKKBN. Dengan menerapkan gotong royong, berarti kita dapat meninggalkan mentalitas silo, kondisi di mana salah satu atau banyak bagian organisasi bekerja secara terpisah dari yang lain. Dengan bergotong royong, kita akan dapat bekerja bersamasama untuk mencapai tujuan organisasi.
Ketiga nilai tersebut diatas dijabarkan ke dalam sembilan Nilai-nilai karakter positif yaitu: 1.
Etos Kemajuan
2.
Etika Kerja
3.
Motivasi Berprestasi
4.
Disiplin
5.
Taat Hukum dan Aturan
6.
Berpandangan Optimis
7.
Produktif-inovatif-adaptif
39
8.
Kerjasama dan gotong royong
9.
Berorientasi kebijakan publik dan kemaslahatan umum
Perlu kita sepakati ada Tujuh Butir Asa (cita-cita) Program Gerakan Nasional Revolusi Mental Indonesia, yaitu: 1.
Indonesia negara yang memiliki pemerintahan yang siap melayani kapanpun dan di manapun.
2.
Indonesia adalah bangsa yang mandiri.
3.
Indonesia adalah teladan dalam hal toleransi dan pembauran.
4.
Indonesia harus menggenggam dunia.
5.
Indonesia adalah negara yang makmur di atas fondasi ekonomi kerakyatan.
6.
Indonesia adalah bangsa yang terhormat.
7.
Indonesia adalah bangsa yang membanggakan dan penuh prestasi.
Agar cita-cita tersebut jadi kenyataan, revolusi mental hendaknya merasuki seluruh komponen anak bangsa, termasuk, sebagai contoh, dapat diimplementasikan di lingkungan BKKBN melalui langkah-langkah internal dan eksternal. Pada tataran internal organisasi BKKBN, pegawai BKKBN harus mulai memahami jati diri sebagai manusia melalui komunikasi intrapersonal dan transedental setiap bangun pagi sebagai berikut:
40
Langkah pertama lihatlah loteng atau plafon, maka loteng pun berkata, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi mungkin.” Kedua; lihatlah jam dinding, maka jam dinding pun berkata, “Detak jam dinding sama dengan detak jantungmu.” Karena itu, gunakanlah waktumu sebaikbaiknya sepanjang jantungmu masih berdetak. Ketiga; jangan lupa lihat kalender, maka kalender bertutur, “Jangan kau tunda pekerjaanmu esok hari kalau bisa diselesaikan hari ini. Langkah keempat; bukalah jendela, maka jendela akan berkata, “Lihat ke luar. Sungguh dunia amat luas.” Renungkanlah betapa kecilnya Anda sebagai manusia. Namun, manakala Anda mampu menggunakan pikiran secara baik dan benar, maka seluas apapun dunia akan dapat Anda taklukkan. Kelima; lalu doronglah pintu untuk keluar rumah, maka pintu akan berkata, ”Pergilah ke luar untuk bekerja meraih prestasi dan menerima rezeki.” Keenam; sebelum keluar rumah, lantai yang kau pijak mencegatmu lalu bertutur dan mengingatkanmu, “Sebelum engkau keluar rumah, jangan lupa untuk sujud (sembahyang) dan berdoa karena kunci sukses adalah bekerja dan berdoa. Terakhir tapi tidak kalah penting, jangan lupa melihat cermin. Lalu, tanyakan pada cermin itu dan jawablah “Siapa saya? Dari mana saya berasal? Mengapa saya ada di muka bumi ini? Mau ke mana saya ketika detak jantung saya berhenti?” Jawabannya
41
kira-kira sebagai berikut: Saya adalah Fulan, lahir dari seorang Ibu bernama Fulani atas “usul” seorang ayah bernama Fulano. Mereka berdua dipertemukan oleh Tuhan YME sehingga melahirkan saya di satu desa atau kota di bagian tanah air Indonesia dengan membawa satu amanat untuk turut memakmurkan kehidupan di tanah Nusantara ini. “Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita kaya sumber daya, indah permai bagai untaian zamrud yang melilit khatulistiwa. Namun, di taman nirwana dunia timur ini, kelimpahan mata air kehidupan mudah berubah menjadi air mata. Kekuasaan datang-hilang, silih berganti membuai mimpi, tapi nasib rakyatnya tetap sama, kekal menderita.” (Yudi Latif, Revolusi Pancasila, 2015: 3). Mimpi indah kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, lekas menjelma menjadi mimpi buruk: tertindas, terpecahbelah, terperbudak, timpang, miskin. Pemerintah negara secara umum belum berhasil menunaikan kewajibannya untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” seperti termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945.
42
Dalam situasi dan kondisi inilah dalam rangka menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memakmurkan kehidupan tanah Indonesia ini, pegawai BKKBN dengan sadar memilih lapangan pekerjaan di satu lembaga negara yang bernama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai petugas yang membawa informasi dan pesan-pesan tentang Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dengan semangat, sehat, dan dengan tekad luar biasa, pegawai BKKBN akan melaksanakan tugastugasnya dengan tulus dan ikhlas mencapai visi dan misi BKKBN mengendalikan kuantitas penduduk dan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui Revolusi Mental Berbasis Keluarga, membangun karakter menuju Indonesia sejahtera, adil, dan makmur. Tugas-tugas tersebut akan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, jujur, berani, dan tegas antikorupsi sampai detak jantung berhenti, menemui panggilan Tuhan YME untuk mempertanggungjawabkan perbuatan ketika hidup di tanah air Indonesia. Inilah komunikasi trasendental spiritual yang merupakan implementasi dari Sila Kesatu Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan melaksanakan langkah-langkah tersebut, setiap pegawai akan mampu secara jujur terlibat dalam gerakan internal revolusi mental pada diri pribadi, sehingga dapat berkembang ke arah yang lebih baik! Berikut ini contoh perilaku yang harus diubah dengan segera.
43
1.
Kebiasaan mengulur waktu Hal ini tecermin dari kebiasaan sebagian pegawai yang, setelah mengisi daftar hadir elektronik dengan mesin handkey pada jam masuk kantor, melanjutkan dengan sarapan hingga pukul 09.00 WIB. Hal ini tentu tidak sesuai dengan ketentuan jam kerja yang berlaku di lingkungan kantor, yaitu masuk kerja pukul 08.00 WIB. Sarapan seharusnya sudah selesai sebelum pukul 08.00 WIB. Kebiasaan ini juga berlaku pada jam istirahat (makan siang). Pegawai yang sering melakukannya hendaknya mengubah kebiasaan ini dan bekerja sebagaimana mestinya.
2.
Identitas pegawai Semua pegawai harus mengenakan Kartu Tanda Pengenal pegawai sesuai ketentuan, yaitu saat bertugas, baik di dalam maupun di luar kantor. Mulai dari pimpinan sampai ke petugas lini lapangan harus bangga dengan tugas yang secara sadar dipilihnya kepada seluruh anggota masyarakat secara informal.
3.
Kebiasaan Menunda Pekerjaan Menunda pekerjaan kerap dilakukan oleh pegawai. Pada akhirnya, kualitas pekerjaan pegawai yang rendah akan berdampak pada tidak optimalnya pencapaian program yang menjadi tanggung jawab lembaga. Pegawai harus bekerja secara tulus ikhlas tanpa tekanan.
44
Tuntutan masyarakat saat ini adalah kualitas pelayanan sebagai ciri masyarakat modern menuju masyarakat yang berkarakter sebagaimana tercantum dalam Trisakti. Sebagaimana dituliskan oleh Presiden Joko Widodo dalam artikelnya di Kompas, 10 Mei 2014 berjudul “Revolusi Mental”, dalam melaksanakan Revolusi Mental, kita dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya”. Dari aspek reformasi birokrasi dan pelayanan publik sendiri, kita memerlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah. Sebagai sebuah gerakan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku, revolusi mental adalah sebuah GERAKAN HIDUP BARU yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa di dunia. Menurut Presiden Jokowi, revolusi mental beda dengan revolusi isik karena ia tidak memerlukan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin—dan selayaknya setiap revolusi— diperlukan pengorbanan oleh masyarakat. Jokowi menghimbau agar revolusi mental dimulai dari lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal
45
serta lingkungan kerja dan kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara. Karena itu, saya sangat yakin bahwa, dengan peran pegawai BKKBN sebagai pengelola program KKBPK, kita akan mampu mengantar dan mengawal gerakan revolusi mental ini ke tengah-tengah masyarakat. Hal ini adalah wujud upaya kita dalam memperjuangkan keluarga-keluarga Indonesia menjadi keluarga yang berkarakter dan bermartabat. Kumpulan keluarga yang berkarakter dan bermartabat membentuk masyarakat, dan pada akhirnya, bangsa yang berkarakter dan bermartabat pula. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya. l
Revolusi Pancasila
Yudi Latif dalam bukunya Revolusi Pancasila (2015: hal. 203-208) menuliskan: “Telah berlalu masa yang panjang ketika karunia kekayaan alam tak menciptakan kemakmuran, keindahan negeri tak membawa keelokan nurani, kelimpahan penduduk tak memperkuat daya hidup, kemajemukan tak memperkuat ketahanan budaya, keberagamaan tak mendorong kemuliaan akhlak.” “Berdiri di awal milenium baru, menyaksikan gerak perubahan yang luas cakupannya, instan kecepatannya, dan dalam penetrasinya, menyentuh rasa hirau kita tentang masa depan bangsa: adakah kelebihan yang bisa
46
kita banggakan pada dunia selain karunia yang terberikan; adakah sebutan yang bisa kita ukir di gelanggang internasional selain gelar-gelar buruk?” “Dalam rasa keadilan Ilahi, tak ada ketentuan bahwa jalan hidup suatu bangsa harus tetap berada di garis pinggiran, kemelaratan, dan penderitaan. Dari hari ke hari, irman Tuhan justru makin membuktikan kebenaran dirinya. Bahwa di dalam sejarah kejatuhan dan kejayaan suatu kaum, manusia sendirilah pusat pengubahnya”. Mestinya kita bisa. Kita memiliki ideologi negara yang tahan banting, sesuai dengan kodrat kemanusiaan, relevan dengan tantangan zaman, dan dapat mempersatukan segala kemajemukan. Kita masih memiliki cadangan sumber daya alam yang memadai dan mutu sumber daya manusia yang membaik. Kita juga mewarisi kekayaan peradaban dan kebesaran jiwa para pendiri bangsa, yang menorehkan nama Indonesia sebagai pelopor kemerdekaan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. “Dengan pengikatan komitmen bersama segenap kekuatan nasional, kita bisa bangkit dari keterpurukan. Dan untuk itu, titik keberangkatannya harus dimulai dari pengenalan diri, percaya diri, dan pendirian. Singkat kata, perlu meneguhkan jati diri dan kemandirian. Nilainilai jati diri Indonesia dirumuskan dalam Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup, haluan persatuan dan perjuangan, serta kepribadian bangsa” (Yudi Latif, 2015, hal. 203-208).
47
Bung Karno menyatakan: “Tetapi kecuali Pancasila adalah satu Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila itu. Dan bukan saja alat mempersatu untuk di atasnya kita letakkan Negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya suatu alat mempersatu dalam perjuangan kita melenyapkan segala penyakit yang telah kita lawan berpuluhpuluh tahun yaitu penyakit terutama sekali, imperialisme.” “Perjuangan suatu bangsa, perjoangan melawan imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjoangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lainlain sebagainya.” (Soekarno, 1958, I: 3). Kelima sila itu memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Selebihnya adalah tuntutan akan pendalaman pemahaman, peneguhan keyakinan, dan kesungguhan komitmen untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu dalam segala lapis dan bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
48
Dalam memahami, meyakini, dan mengamalkannya, hendaklah diingat bahwa Pancasila bukan hanya dasar statis, melainkan juga bintang pimpinan yang dinamis – yang mesti responsif terhadap dinamika perkembangan zaman. Untuk itu, Pancasila senantiasa terbuka bagi proses pengisian dan penafsiran baru, dengan syarat memperhatikan semangat dasar yang terkandung di dalamnya serta kesalingterkaitan antarsila. Maknanya, keterbukaan pengisian dan penafsiran atas setiap sila Pancasila itu dibatasi oleh prinsipprinsip pokoknya dan oleh keharusan untuk menjaga koherensinya dengan sila-sila yang lain. Sejauh ini, nilai-nilai ideal Pancasila itu belum teraktualisasikan dengan sungguh-sungguh dalam kenyataan, terutama karena krisis keteladanan para penyelenggara negara. Kehilangan terbesar dari bangsa ini bukanlah kemerosotan pertumbuhan ekonomi atau kehilangan pemimpin, melainkan kehilangan karakter dan harga diri kebangsaan, karena diabaikannya semangat dasar kehidupan bernegara (Yudi Latif, 2015, 208). “Aib terbesar,” kata Juvenalis, “ketika kamu lebih mementingkan kehidupan ketimbang harga diri, sementara demi kehidupan itu sendiri engkau telah kehilangan prinsip-prinsip kehidupan.” Membumikan Pancasila sebagai pantulan citacita dan kehendak bersama mengharuskan Pancasila hidup dalam realitas, tak berhenti sekadar retorika dan ornamen di pentas politik. Oleh karena itu, Pancasila harus diakarkan (diradikalisasikan) ke daratan realitas melalui Revolusi Pancasila. Suatu revolusi yang berusaha
49
menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan perubahan mendasar dalam ranah material, mental, dan politikal dalam kerangka perwujudan perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur (material dan spriritual). Usaha menjalankan Revolusi Pancasila di tengah kesemarakan gairah materialisme, hedonisme, dan banalisme memang ibarat menabrak dinding tebal yang sulit ditembus. Untuk itu, diperlukan kebesaran jiwa yang teguh pendirian dan berani menyimpang dari arus utama (mainstream).Jiwa profetis-patriotis, yang berani membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang sudah biasa; jiwa profetis-patriotis yang tidak lekas putus asa dalam menahan cobaan dan gempuran; jiwa profetis-patriotis yang sanggup menyatukan satuansatuan lidi pecutan ke dalam sapu kebersamaan gempuran yang dapat melenyapkan krisis dan penyakit sosial. Kita biarkan bangsa ini hancur, atau bangkit bertempur. “Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan napas, dan berani terjun menyelami samudra yang sedalamdalamnya.” (Yudi Latif 2015: 203-208). l
50
BAB IV IMPLEMENTASI 8 (DELAPAN) FUNGSI KELUARGA
51
52
l Keluarga, Wahana Pembentukan Karakter Keluarga adalah bagian terkecil dari struktur organisasi di masyarakat, keluarga merupakan awal kehidupan individu manusia berasal. Keluarga merupakan cerminan dari kepribadian terhadap keluasaan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki. Seseorang dikatakan berhasil dalam hidupnya karena juga didukung oleh keluarga yang berhasil mengantarkan dirinya. Di era globalisasi ini, keluarga-keluarga Indonesia mengalami tantangan yang sangat berat. Derasnya arus informasi dan budaya buruk dari luar seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, telah menyebabkan ketahanan keluarga mulai goyah. Dahulu keluarga merupakan lembaga yang ampuh sebagai wahana pembentukan dan pengembangan mental (karakter, kepribadian, etika, moral dan sopan santun). Keluarga juga menjadi institusi pendidikan yanghandal bagi setiap anggotanya dalam penanaman nilai-nilai sosial dan religi. Oleh karena itu membangun karakter keluarga melalui revolusi mental bagi bangsa dan negara ini harus dimulai dari dalam keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan suatu negara. Orangtua diharapkan mampu mengambil kembali peran sebagai panutan dan tauladan dalam menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Begitu besar tanggung jawab orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya, sehingga setiap calon orang tua harus
53
memahami apa-apa saja yang mesti mereka lakukan dalam menjalankan tanggung jawab tersebut. Pembangunan karakter harus dilakukan sejak dini berdasarkan ideologi Pancasila, sehingga dapat terwujud perilaku dan budaya baru yang lebih baik di negeri ini. Pancasila sebagai ideologi kita memiliki lima sila yang harus diterapkan secara benar, sehingga bisa mendorong penuntasan kemiskinan di Indonesia. Revolusi mental akan membentuk manusia Indonesia yang merdeka, demokratis, dan berkepribadian, yang siap menjadikan Indonesia berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi, berkepribadian secara budaya berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, saat ini Bangsa Indonesia harus melakukan revolusi mental guna mempercepat pencapaian tujuan pendirian NKRI. Pertanyaannya, dari mana kita harus memulainya? Jawabannya dari diri masing-masing, kemudian berlanjut dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal serta lingkungan kerja dan kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara. Mengapa revolusi mental itu harus dimulai dari keluarga? Hal ini karena: n
n
n
54
Keluarga merupakan pilar pembangunan bangsa. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan “asah, asih, dan asuh“ dari seorang anak. Keluarga merupakan tumpuan untuk menumbuhkembangkan dan menyalurkan potensi setiap ang-
gota keluarga. Keluarga sebagai komunitas pertama dimana manusia, sejak usia dini belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, didalam keluarga lah seseorang sejak dia sadar lingkungannya, belajar tata nilai dan moral.
l 8 (Delapan) Fungsi Keluarga Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga, sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tercermin dalam perilaku keseharian. Orangtua harus bisa menjadi panutan bagi anaknya. Proses ini dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan dan keteladanan. Tugas utama orangtua adalah menanamkan nilainilai moral melalui delapan fungsi keluarga, yaitu: 1.
Fungsi agama; Keluarga adalah tempat pertama setiap orang mengenal agama. Oleh karena itu keluarga berkewajiban menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan nilai-nilai agama agar anggota keluarga tumbuh menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan oleh setiap keluarga, yaitu: iman, takwa, kejujuran, tenggang rasa, rajin, kesalehan, ketaatan, suka membantu, disiplin, sopan santun, sabar dan ikhlas,
55
serta kasih sayang. 2.
Fungsi sosial budaya; Memiliki fungsi sosial budaya, keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pembinaan dan penanaman nilai-nilai luhur budaya kehidupan. Keluarga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, seperti toleransi dan saling menghargai, gotong royong, sopan santun, kebersamaan dan kerukunan, kepedulian, dan cinta tanah air atau nasionalisme.
3.
Fungsi cinta kasih; Kasih sayang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kasih sayang juga menjadi komponen utama dalam membentuk karakter seorang anak. Orangtua berkewajiban menciptakan suasana yang penuh kasih dan sayang di tengah-tengah keluarga. Hanya dengan cinta dan kasih sayang suasana rumah akan menjadi tempat yang sangat menyenangkan bagi anak dan seluruh penghuninya. Untuk menanamkan nilai-nilai cinta dan kasih pada keluarga, orangtua mesti mengajarkan beberapa sikap kepada anak-anaknya. Di antara sikapsikap tersebut adalah: empati, suasana keakraban, keadilan, pemaaf, kesetiaan, suka menolong, dan tanggung jawab.
4.
56
Fungsi perlindungan; Keluarga merupakan tempat berlindung bagi anggotanya. Bahkan keluarga merupakan pelindung yang pertama dan utama dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan
keteladanan pada anak-anak sehingga keluarga berkewajiban memberikan rasa aman, tenang, dan tenteram bagi anggotanya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat perlindungan, keluarga harus memahami dan menanamkan lima nilai dasar, yaitu: aman, pemaaf, tanggap, tabah, dan peduli. 5.
Fungsi reproduksi; Salah satu tujuan berkeluarga adalah melestarikan keturunan. Dalam menjalankan fungsi reproduksi,, keluarga berkewajiban menanamkan tiga nilai dasar, yaitu: tanggung jawab, sehat, dan teguh. Sehingga keluarga dapat menjalankan fungsi reproduksi dengan baik dan bertanggung jawab.
6.
Fungsi sosialisasi pendidikan; Keluarga mendidik anak dan anggota keluarga pada umumnya. Keluarga bertanggungjawab membina dan membentuk tingkah laku anak sesuai dengan perkembangan masing-masing. Dalam menjalankan fungsi sosialisasi pendidikan, keluarga harus memanamkan beberapa nilai moral utama, yaitu: percaya diri, luwes, bangga, rajin, kreatif, tanggung jawab, dan kerjasama.
7.
Fungsi ekonomi; keluarga harus dapat menjadi tempat membina dan menanamkan nilai-nilai keuangan agar terwujud keluarga yang sejahtera. Orangtua mesti menanamkan kepada anak-anaknya bagaimana menyikapi kehidupan ekonomi dengan baik dan bijak. Orangtua berkewajiban membangun kebiasaan positif anak-anak dalam mengelola
57
keuangan seperti: hemat, teliti, disiplin, peduli, dan ulet. 8.
Fungsi lingkungan; Pemanfaatan sumber daya alam tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan fungsi ekologi telah merusak kelestarian lingkungan. Keluarga merupakan wadah yang paling tepat dalam menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan agar tumbuh manusia-manusia yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Semangat peduli lingkungan itu dapat ditanamkan dengan mengajarkan beberapa sikap dasar kepada anak-anak, yaitu: bersih, disiplin, pengelolaan, dan pelestarian.
l Berawal Dari Keluarga Membangun karakter bangsa mau tidak mau harus dimulai dari keluarga. Dengan penanaman nilainilai budi pekerti yang termaktup dalam sistem pendidikan. “Keluarga Indonesia harus diakui menjadi tiang negeri yang kuat dan kokoh menuju Indonesia maju dan sejahtera. Keluarga sebagai garda terdepan pembangunan sosial dan kesejahteraan rakyat. (Sambutan Presiden Jokowi pada acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional XXII 2015 Tingkat Nasional, di Tangerang Selatan, Banten pada 1 Agustus 2015).
58
Keluarga menurut UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, adalah unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari suami-isteri, atau suami, isteri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga merupakan pilar pembangunan bangsa. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan asah, asih,dan asuh. Keluarga merupakan tumpuan untuk menumbuh kembangkan dan menyalurkan potensi setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam memberikan pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral, dan pembentukan kepribadian. Keluarga tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makluk sosial dan pembentukan hati nurani. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak dalam beradaptasi dengan lingkungan, tempat mencontoh dan meneladani sikap dan perilaku yang akan membentuk kepribadiannya. Keluarga berperan memberikan asah, asih dan asuh. Dalam hal asuh, keluarga berperan memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi, imunisasi, kebersihan diri dan lingkungan, pengobatan, dan bermain. Asih, keluarga menciptakan rasa aman, nyaman, mendapatkan perlindungan dari pengaruh yang kurang baik dan tindak kekerasan. Untuk asah, keluarga melakukan stimulasi (rangsangan dini) pada semua aspek perkembangan.
59
Dengan demikian, revolusi mental paling efektif jika dimulai dari lingkungan keluarga.Keluarga menjadi lingkungan pertama dan utama untuk menanamkan pola pikir, sikap, dan perilaku bagi sejak dini bagi anak-anak. Keteladanan orangtua memegang peranan penting untuk menumbuhkan karakter positif anak. Dengan upaya pembiasaan dan pendampingan secara berkelanjutan. Jika ke delapan fungsi keluarga diterapkan, keluarga akan menjadi sarana perlindungan terbaik dari pengaruh buruk era modern dan globalisasi. Keluarga adalah solusi efektif untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkarakter. Keluarga adalah basis pendidikan usia dini yang mampu mendukung upaya membangun karakter bangsa. Nilai-nilai moral dan agama ditanamkan secara bertahap dan terusmenerus hingga anak menjadi dewasa yang memiliki integritas, etos kerja dan semangat gotong royong. l
60
BAB IV REVOLUSI MENTAL MELALUI KAMPUNG KB
61
62
l Membangun Kemitraan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) membutuhkan kepedulian yang sangat tinggi dan dikerjakan secara bersama-sama melalui kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan dan mitra kerja. Mengingat sejarah panjang program KKBPK, kemitraan telah memberikan kontribusi terhadap keberhasilan pencapaian program, sehingga dapat menekan angka kelahiran dari 5,6 pada awal tahun 1970-an menjadi 2,6 pada awal tahun 2000-an dan berdampak terhadap peningkatan pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, perekonomian. Hasilnya, Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) melembaga dengan baik dan dapat mencegah kelahiran yang tidak diinginkan sebanyak 80-100 juta jiwa pada periode tersebut. Perkembangan program KKBPK sangat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai perubahan lingkungan strategis. Pada era desentralisasi saat ini, mekanisme operasional program KKBPK relatif belum berjalan secara optimal. Persoalan-persoalan seperti terbatasnya kuantitas dan kualitas tenaga lini lapangan, infrastruktur program KKBPK terutama di wilayah tertinggal, terpencil dan perbatasan serta dana operasional lini lapangan merupakan dinamika program KKBPK yang membutuhkan penyelesaian sesegera mungkin. Untuk mengatasi hal tersebut saat ini kemitraan dengan berbagai pihak telah dilakukan. TNI telah membantu BKKBN dengan melibatkan Babinsa TNI-AD sebagai tenaga penggerak dan motivator di lapangan.
63
Seluruh pemangku kepentingan dan mitra kerja yang ada di pusat maupun ada di daerah dapat menjadi tenaga penggerak dan motivator minimal pada lingkungan terdekat. Kemitraan merupakan salah satu tindak lanjut dari program KKBPK, dengan penekanan kepada peningkatan peran pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam operasional program KKBPK. Diharapkan para pemangku kepentingan dan mitra kerja BKKBN mengetahui isu-isu strategis, arah dan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019, serta permasalahan yang dihadapi Program KKBPK. Dengan demikian timbul kesadaran bahwa permasalahan program KKBPK merupakan permasalahan bangsa yang harus dipecahkan secara bersama melalui program sinergitas lintas sektor. Arah kebijakan dan strategi BKKBN dalam menyelenggarakan pembangunan program KKBPK dalam lima tahun kedepan adalah:
64
1.
Meningkatkan akses dan pelayanan KB yang merata dan berkualitas di dalam sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan;
2.
Meningkatkan pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga;
3.
Menguatkan advokasi dan KIE tentang KB dan Kesehatan Reproduksi di seluruh wilayah;
4.
Meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam pengasuhan anak dan perawatan lanjut usia;
5.
Menyerasikan landasan hukum dan kebijakan kependu_dukan dan keluarga berencana;
6.
Menata dan menguatkan serta meningkatkan kapasitas kelembagaan kependudukan dan keluarga berencana di pusat dan daerah;
7.
Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan yang memadai;
8.
Memperkuat penelitian dan pengembangan Bidang KB.
Program KKBPK dan berbagai kegiatan prioritas di dalamnya senantiasa diarahkan untuk mewujudkan Nawacita, terutama Agenda Prioritas ke-3, yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”; Agenda Prioritas ke-5, yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”; dan Agenda Prioritas ke-8, yaitu melakukan revolusi karakter bangsa. Dalam membangun karakter bangsa melalui revolusi mental, BKKBN berupaya melaksanakan penanaman nilai-nilai Revolusi Mental melalui Keluarga. Dengan pendekatan keluarga, sebagai unit terkecil dalam masyarakat sekaligus wahana pertama dan utama, diharapkan nilai-nilai etos kerja, integritas, dan gotong royong akan dapat lebih terinternalisasi bagi anggota keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Bentuk nyata dari penjabaran tiga Nawacita tersebut di lapangan adalah “Kampung KB”. Pada tahun 2016
65
kita bentuk di 520 Kabupaten/Kota melalui gerakan akbar pencanangan Kampung KB. Presiden Joko Widodo secara resmi telah mencanangkan Gerakan Nasional Revolusi Mental pada peringatan hari ulang tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) ke-43 tanggal 1 Desember 2014. Dalam artikelnya yang berjudul “Revolusi Mental” di Kompas, 10 Mei 2014, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa dari aspek reformasi birokrasi dan pelayanan publik, kita memerlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah. Gerakan Nasional Revolusi Mental di Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo adalah menggaungkan kembali dan ide dari Pendiri Bangsa/ Proklamator/Presiden RI pertama Soekarno pada pidato HUT Kemerdekaan RI tahun 1957. Bung Karno mengumandangkan national character building melalui Revolusi Mental. Menurut Bung Karno, “Revolusi Mental adalah gerakan hidup baru untuk menggembleng manusia Indonesia yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala.” Pelaksanaan revolusi mental bertujuan mengubah cara pandang, pikir dan sikap, perilaku dan cara kerja; membangkitkan kesadaran dan dan membangun sikap optimistis; dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari (mandiri), dan berkepribadian. Revolusi Mental diyakini akan dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
66
Revolusi Mental akan membentuk manusia Indonesia yang merdeka, demokratis, dan berkepribadian, yang siap menjadikan Indonesia berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi berdasarkan Pancasila. Indonesia akan memasuki fenomena kependudukan yang disebut bonus demograi. Jika dimanfaatkan dengan optimal, bonus demograi dapat memacu pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa. Namun, jika kita tidak mampu memanfaatkannya dengan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia, bonus demograi bisa menjadi bencana kependudukan. Pemanfaatan bonus demograi secara maksimal akan mampu menyatukan pulau-pulau di seluruh Nusantara. Laut akan menjadi penghubung antara satu pulau dengan pulau yang lain. Nusantara akan menjadi negara Maritim, Poros Maritim Dunia.
l Kampung KB Sejak Januari 2016, BKKBN telah meluncurkan program Kampung KB. Dimana- mana Kampung KB mulai bermunculan. Program KKBPK dilaksanakan di Kampung KB bersinergi dengan program pembangunan lainnya. Kampung KB, diharapkan menjadi program “ Generasi Emas”. Indonesia hendak mewujudkan Generasi Emas ditahun 2045. Gerakan revolusi mental menjadi salah satu pintu masuk mewujudkan Generasi
67
Emas Indonesia di 2045. Dengan aktualisasi program Tri Bina, khususnya Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) yang harus benar-benar membumi. Kampung KB bakal menjadi sandaran utama BKKBN dalam mewujudkan Generasi Emas pada 2045. Kampung KB menjadi wadah pengembangan program BKB dan BKR dalam upaya BKKBN mewujudkan Generasi Emas tahun 2045!! Kampung KB ada dimanamana hingga ke tingkat desa dan dusun sebagai manifestasi keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan keluarga. BKKBN memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan pembangunan sumber daya manusia yang berkaitan dengan prioritas kesehatan dan revolusi mental. Revolusi mental harus digalakkan, diinternalisasikan, dan disosialisasikan untuk memperkokoh kedaulatan, meningkatkan daya saing, dan mempererat persatuan bangsa. Revolusi mental memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin dan juga pengorbanan dari masyarakat. Sebagai suatu bentuk strategi kebudayaan yang berperan memberi arah bagi terciptanya kemaslahatan hidup berbangsa dan bernegara, basis ideologis revolusi mental adalah Pancasila guna menciptakan Trisakti, yaitu berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Bung Karno menyatakan bahwa pertama, Indonesia harus berdaulat secara politik. Artinya bangsa Indonesia tidak boleh didikte oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia
68
harus menentukan kehendaknya sendiri secara bebas dan aktif. Arah politik Indonesia baik dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh memihak pada ideologi tertentu selain Pancasila. Indonesia harus memberanikan diri untuk menolak intervensi yang dapat meruntuhkan nilai-nilai Pancasila. Kedua, Berdikari secara Ekonomi. Artinya bangsa Indonesia harus mandiri dan mampu mengelola sumber daya ekonomi yang ada tanpa ketergantungan pada pihak asing. Dalam hal ini, Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah ruah harus menghindari adanya ekploitasi kekayaan alam secara besar-besaran oleh pihak asing yang hanya merugikan rakyat bangsa Indonesia itu sendiri. Seperti yang termaktub dalam UUD 1945 Pasal 33, bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, Indonesia menolak gagasan liberalisme ekonomi dengan adanya kepemilikan perorangan secara mutlak (privatisasi) dan sistem pasar bebas yang kini sedang gencar didengungkan. Karena hal ini dapat mengundang adanya penguasaan sumber daya ekonomi oleh segelintir orang yang dapat memicu kesenjangan ekonomi dan krisis. Akan tetapi Pancasila juga menolok gagasan sosialisme ekonomi (etatisme) yang semuanya serba negara. Dalam hal
69
ini, sumber daya ekonomi dikelola seadil-adilnya dan kesejahteraan rakyat menjadi misi utama dalam setiap kebijakan ekonomi. Ketiga, Berkepribadian yang berbudaya. Artinya, bangsa Indonesia berkepribadian dengan budayanya sendiri. Budaya merupakan karakter suatu bangsa, bangsa yang lupa akan budayanya berarti bangsa yang lupa akan identitasnya. Oleh karena itu, Indonesia harus dapat mencegah adanya hegemoni budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Termasuk dalam hal ini adalah budaya korupsi akibat dari adanya paradigma hedonisme dan pragmatisme yang digandrungi oleh para penyelenggara negara dalam melaksanakan kewajibannya. Dapat disimpulkan isi dari Trisakti tersebut menginginkan bahwa Pancasila harus menjadi dasar “Nation and Character building” bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia tetap eksis menjadi bangsa yang berkarakter dan bermartabat di kancah Internasional. Pancasila merupakan tameng dan ilter bangsa Indonesia untuk melawan segala bentuk tekanan dari luar di segala aspek kehidupan. Untuk itu, perlu adanya revitalisasi nilai-nilai Pancasila dan pesan-pesan wasiat dari para pendiri bangsa, agar bangsa Indonesia tetap menjadi bangsa yang berdaulat di segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita nasional. l
70
BAB VI PENUTUP
71
R
EVOLUSI mental dilakukan untuk membangun karakter. Jadi, perubahan karakter harus dibangun sejak dini. Keluarga adalah komunitas pertama dimana manusia, sejak usia dini belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di dalam keluargalah seseorang sejak dia sadar lingkungannya, belajar tata nilai dan moral. Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tercermin dalam perilaku keseharian. Orangtua harus bisa menjadi panutan bagi anaknya. Proses ini dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan dan keteladanan. Oleh karena itu Revolusi Mental harus dimulai dari keluarga melalui penerapan 8 (delapan) fungsi keluarga, yaitu fungsi Agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Revolusi mental juga harus dilaksanakan dengan berbagai usaha serta berdasarkan ideologi Pancasila, sehingga bisa mewujudkannya dalam perilaku dan budaya baru di negeri ini. Pancasila sebagai ideologi kita memiliki lima sila yang harus diterapkan secara benar, sehingga bisa mendorong penuntasan kemiskinan di Indonesia. Revolusi Mental akan membentuk manusia Indonesia yang merdeka, demokratis, dan berkepribadian, yang siap menjadikan Indonesia berdaulat secara politik dan berdikari secara
72
ekonomi, berkepribadian secara budaya berdasarkan Pancasila. Sebagai sebuah gerakan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku, revolusi mental adalah sebuah GERAKAN HIDUP BARU yang berorientasi pada kemajuan dan kemodern-an sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa di dunia. Revolusi mental yang disebut Soekarno sebagai “Gerakan Hidup Baru” bertujuan tidak hanya menanamkan rasa percaya diri pada diri sendiri dan kemampuan sendiri, tapi juga menanamkan optimisme dan daya kreatif di kalangan rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan bernegara. “Ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala,” kata Bung Karno. Seperti dikatakan Soekarno, revolusi mental bukanlah pekerjaan satu dua hari, melainkan sebuah proyek nasional jangka panjang dan terus menerus. Kerja kita hari ini, menentukan nasib anak cucu kita di masa depan. l
73
Daftar Pustaka BKKBN, 2013. Menjadi Orang Tua Hebat, Jakarta ------------, 2015. Jurnal Keluarga, Jakarta ------------, 2016. Jurnal Keluarga, Jakarta ------------, 2016. Kumpulan Pidato Kepala BKKBN 20152016. ------------, Rencana Strategis BKKBN 2015-2019. Media Indonesia, edisi 11 Mei 2016 Latif, Yudi. 2015. Revolusi Pancasila. Mizan, Jakarta.
74
REVOLUSI MENTAL BERBASIS PANCASILA MELALUI KELUARGA Surya Chandra Surapaty Tim Penulis Naskah Pendukung 1. Sondang Ratna Utari 2. Dian K. Irawaty 3. Irmiyanti Kusumastuti 4. Firma Novita 5. Noer Aziza Penyunting Yunus Patriawan Patriawan Noya Noya 1. Yunus 2. Darlis Darlis Darwis Darwis Mukhtar Bakti Bakti 3. Mukhtar 4. Ukik Ukik Kusuma Kusuma Kurniawan Kurniawan Kusmana 5. Kusmana 6. Fatmawati Nur Diana Fatmawati 7. Melia Karmawati 8. Sancoyo Melia Karmawati Rahardjo (Jurnalis JK) 9. Sancoyo Rahardjo (Jurnalis JK) Desain Grais Supriyanto