GERAKAN PURITANISME MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
Abstrak Gerakan yang dilakukan oleh Muhammad bin Abd Wahab merupakan gerakan penerus ide-ide dari pembaharuan Ibnu Taymiyah. Pengaruh gerakan Wahhabi teradap gerakan-gerakan reformis Islam sesudahnya itu adalah ajaran keharusan kembali kepada sumber ajaran Islam yang asli yaitu Al Qur’an dan Al Hadith, perlunya dimunculkan kembali semangat ijtihad dan pelarangan terhadap taqlid. Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatkan bahwa apabila dilacak gagasan-gagasan maunpun gerakan-gerakan pembaharuan Islam dewasa ini, pada akhirnya akan sampai kepada gerakan Wahhabiyah. Penyimpangan teologis yang terjadi pada umat Islam pada waktu itu menggugah pikiran Muhammad bin Abd. Wahhab untuk meluruskan dengan meluruskan kepercayaan-kepercayaan tehadap kuburan-kuburan para wali dan orang-orang saleh dan praktek-praktek yang bersangkutan dengan kepercayaan tersebut. Beliau membawa penafsiran kembali tradisi sufi pada kesimpulan logis fundamentalis dan mernolak seluruh praktek-praktak peribadatan sufi, karena mempunyai penemuan-penemuan yang tak sehat. Karena penolakannya terhadap sufisme, dia akhirnya mengeluarkan semua fundamentalisme muslim lain, baik yang mendahuluinya maupun para pengganti pada generasi kemudian. Gerakan Wahabi memberikan corak tambahan pada unsur gerakan pembangunan kembali sosio-moral abad ke-18 M. yang menolak sinkritisme sufi abad pertengahan. Kiprah Muhammad bin Abdul Wahhab dalam menunaikan tugas yang cukup besar, yaitu upaya untuk menyelamatkan degradasi moral dan kekotoran tauhid yang menimpa umat Islam pada masanya, telah membangkitkan semangat baru ke arah keselamatan dan kesejahteraan umat Islam menuju arah yang lebih baik.
Pendahuluan Pada abad ke –13 M merupakan sejarah buruk bagi dunia Islam, dengan kejatuhan Bagdad, Islam secara politik dan peradaban telah kehilangan kejayaannya, walaupun pada perkembangan berikutnya muncul kekuatan politik baru dari tiga kerajaan yang besar, yaitu Turki Utsmani, Mughal di India dan terakhir kerajaan Safawi di Persia.1 Sejarah buruk yang dialami umat Islam itu pada gilirannya menimbulkan gagasan-gagasan dari tokoh Islam. Dimulai dari gagasan pembaharuan Ibn Taymiyah,2 walaupun baru bentuk embrio dan dalam banyak hal kontroversial dengan ulama sebelumnya, 3 menunjukkan karakteristik yang sama pada gerakan-gerakan reformasi Islam abad ke-17 M. hingga abad ke-19 M, sehingga tidak berlebihan bila dikatakan gerakan reformasi Islam pada abad ke –17 hingga abad ke-19 itu merupakan imbas dari gagasan pembaharuan Ibn Taymmiyah.Kenyataan ini akan sangat kelihatan dengan teraktualisasikannya 1
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, edisi terjemah, (Jakarta : Rajawali Grafindo Persada, 1999), 463. 2 John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-Masalah, edit. Amis Rais, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), x. 3 Machnun Husain, Aliran – Aliran Modern Dalam Ajaran Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), 2.
pemikiran-pemikiran modern Ibn Taymiyah hitu dalam bentuk gerakan modern pada awal abad ke-18 M. di Arab Saudi , malalui gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad bin Abd. Wahhab.4 Muhammad bin Abd Wahhab seorang dari negeri Uyyaynah (Najd), pernah menjadi persoalan dan permasalahan, bahkan sampai sekarang . Di satu pihak mengatakan bahwa Muammad Abd. Wahhab adalah perusak iman, menyebar keyakinan (akidah) yaang cenderung pada kesesatan .di lain pihak mengatakan bahwa beliau adalah pembaharuan (mujaddid) dan pembangakit gerakan Islam serta perjuangan Islam. Terlepas dari pro dan kontra, makalah ini mengetengahkan mengapa muncul gerakan Muhammad Abd. Wahhab, dan apa pemikirannya serta bagaimana dampak pemikirannya terhadap pembaharuan Islam selanjutnya Biografi Muhammad bin Abd Wahhab. Muhammad bin abd. Wahab bin Ali al-Tamimy (1115 – 1206 H \ 1707 – 1792 M)5 di negeri Uyyaynah di lembah Hanifah yang terletak di sebelah utara kota Riyaz dari kerajaan negeri Uyyayna di lembah Hanifah yang terletak di sebelah utara kota Riyaz dari kerajaan Saudi Arabia. Beliau dibesarkan dalam lingkungan keluarga ilmuwan dan cendikiawan Muslim.Muhammad adalah putra Shaykh Abd Wahhab, salah seorang shaykh keluarga terhormat, beliau termasuk tokoh ilmuwan dan ahli pikir yang banyak menulis masalah-masalah fiqih dan tafsir.6 Sebelum berumur sepuluh tahun ia telah hafal Al Qur’an dan telaah menekuni membaca buku-buku salaf di halaqah ayahnya. Pada usia dua puluh satu tahun belilau melakukan perjalaan yang ekstensif di Iraq dan Persia untuk mempelajari filsafat dan sufisme.7 Tetapi setalah kembalinya ke tanah kelahirannya, wilayah Najd di Arab Tengah ia memulai dakwah mengajak dan menyeruh masyarakat untuk meninggalkan praktek-praktek agama populer dan mentaati sepenuhnya ajaran Al Qur’an dan AsSunnah. Untuk sementara waktu ia menghadapi tantangan, tetapi akhirnya salah seorang pemimpin lokal yaitu Muhammad Ibn Saudi dari Dariyah , menerima seruhannya. Sehingga kekuatan Waabi-Saudi menduduki kota suci Syi’ah di selatan Iraq pada tahun 1803 M, dan dekade pertama abad ke – 19 M, merupakan puncak titik pertama negara Arab Saudi.8 Dasar Pandangan Gerakan Puritanisme Muhammad Abdul Wahab Penyebaran Islam ke wilayah timur dan selatan, khususnya ke wilayah Asia dan Afrika, pada umumnya merupakan hasil karya tarekat-tarekat Sufi yang semenjak abad ke –13 M. memang telah tersebar luas ke dunia Islam9 dan dalam banyak hal tarekat-tarekat itu bersikap toleran terhadap adat dan kebiasaan berfikir tradisional yang pada gilirannya menimbulkan pertentangan dengan pengalaman ketat ajaran Islam. Pertentangan itu tampil dan nampak dalam bentuk munculnya kebiasaan umat Islam10 yang mendatangi kuburan-kuburan para wali atau shaykh tarekat dan selanjutnya mereka memohon pertolongan kepada wali atau syakh. Pertolongan yang 4
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (London : The Macmillan Prass, 1970), 740. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (jakarta : Bulan Bintang, 1992), 23. 6 Philip K. Hitti, 742. 7 Abd Rahim Nur, Wahabi Menurut Pandangan Para Ilmuwan, (Surabaya : Bina Ilmu, 1988), 13. 8 John Obert Voll, Islam Continuty and Change in the Modern World, (Amerika : The United Stated of Amerika by Weadview Press, 1982), 53. 9 Harun Nasution, 23. 10 H.A.R. Gibb, Modern Trends in Islam, edisi terj, (Jakarta : Raja Grafindo, 1995), 44. 5
mereka panjatkan itu dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Shaykh atau Wali tarekat itu oleh umat Islam dipandang sebagai seorang yang berkuasa untuk menyelesaikan segala persoalan kehidupan dunia dan wali atau shaykh tarekat itu dipandanga pula sama halnya dengan cenel yang dapat menjadi penghubung antara seseorang dengan Tuhannya.11 Secara umum dapat dikatakan bahwa pada masa Muhammad bin Abd Wahhab itu telah terjadi penyimpangan teologis. Penyimpangan teologis yang terjadi pada umat Islam pada waktu itu menggugah pikiran Muhammad bin Abd. Wahhab untuk meluruskan dengan meluruskan kepercayaan-kepercayaan tehadap kuburan-kuburan para wali dan orangorang saleh dan praktek-praktek yang bersangkutan dengan kepercayaan tersebut12. Beliau membawa penafsiran kembali tradisi sufi pada kesimpulan logis fundamentalis dan mernolak seluruh praktek-praktak peribadatan sufi, karena mempunyai penemuan-penemuan yang tak sehat. Dia menyatakan bahwa kepatuhan kepada seorang manusia, bagaimanapun sucinya dikatakan syirik dan poleteisme. Setiap orang yang terlibat dalam praktek-praktek semacam ini dikatakan kafir dan boleh dibunuh karena meninggalkan Islam.Karena dia telah menolak praktek sufisme dengan mengganti bentuk teologi sufi panteistik dengan pandangan baru yang lebih menekankan penafsiran tentang tauhid, keesaan Allah yang menekankan transendensi Tuhan. Dalam penafsiran itu, terdapat penekanan pada ketundukan yang ketat terhadap firman Allah dan tanggaung jawab sepenuhnya secara individual. Jalan sufi yang harus diterima hanya apabila dimaksudkan untuk memurnikan hati dari dosa agar lebih mentaati perintah-perintah Tuhan. Karena penolakannya terhadap sufisme, dia akhirnya mengeluarkan semua fundamentalisme muslim lain, baik yang mendahuluinya maupun para pengganti pada generasi kemudian. Gerakan Wahabi memberikan corak tambahan pada unsur gerakan pembangunan kembali sosio-moral abad ke-18 M. yang menolak sinkritisme sufi abad pertengahan.13 Akan tetapi dalam polemiknya terhadap keberadaan moral masyarakat umum, beliau tidak membatasi dirinya pada kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek menyeleweng yang ditanamkan ataupun didorong oleh sufisme saja, tetapi juga menyerang penerimaan yang membabi buta terahadap otoriditas (taqlid) dalam masalah-masalah agama pada umumnya yang mengganggap bahwa sistem-sistem Islam telah terjadi kata akhir dimana mereka tidak mengizinkan lagi adanya pemikiran yang bebas. Karena penerimaan atas sufisme dalam beberapa bentuk terutama kandungan intelektualnya telah menjadi bagian dari Islam jaman pertengahan. Pandangan Shaykh dan pengikut-pengikutnya adalah tak mewajibkan setiap oranga muslim untuk menjadi orang-orang tertentu dalam keyakinan mereka kecuali kepada Nabi sendiri. Al Qur’an dan As Sunnah14 merupakan dua sumber fundamental dan pengikat bagi keyakinan hukum Islam. Gerakan-gerakn Wahabi bila diorganisir memiliki jangkauan yang jauh dalam watak spiritual dan intelektual dalam Islam, dalam jangka panjang terbukti jauh lebih penting dari pada apa yamg mungkin bisa dikemukakan oleh kaum Wahhabi. Penegasan mereka akan hak untuk melakukan ijtihad (pamikiran bebas) dan pengutukan atas taqlid, berfungsi sebagai kekuatan pembebas besar.
11
Ahmad Amin Zu’ama’, al-Islah fi al-‘Ashr al-Hadith, (Mesir : Maktabah al-Nadhhub, 1979), 10. Fazlur Rahman, Islam, 288. 13 Amad Amin, al-Islah, 290. 14 Jon Obert Voll, Islam : Continuty, 54. 12
Dengan demikian “Wahhabisme” telah menjadi istilah generik yang dapat diterapkan tidak hanya pada gerakan khusus yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab, tetapi juga pada semua fenomena yang analog di seluruh dunia Islam yang mencanangkan “pemurnian” agama dari bid’ah-bid’ah yang merendahkan derajad agama dan mendesakkan penilaian yang agak bebas bakan orsinal dalam masalamasalah keagamaan. Sesungguhnya yang demikian itu suatu fenomena yang akan ganjil, di mana mereka menolak otorita jaman pertengahan Islam (dengan menolak qiyas) akan tetapi dilain pihak lebih menggalakkan penggunaan penalaran bebas (ijtihad) dari pada penalaran analogis berkenaan dengan masalah-masalah yang tak langsung ditangani oleh teks-teks Al-Qur’an dan al-Hadith, karena beliau memandang bahwa ahli hukum pada jaman pertengahan prinsip penalaran analogis telah dirumuskan secara sangat sempit, sebagian besar ia berlaku sebagai kekuatan pembatas dan bukannya suatu sarana untuk perluasan pemikiran yang bebas. Dalam mengoperasionalkan prinsip analogi, para ulama umumnya terlalu mengikatkan diri secara harfiah pada teks-teks dan tidak cukup memberikan penekanan pada jiwa dan semangat teks tersebut. Karena itu walaupun kaum Wahabi lebih fundamentalis dan literalis sejauh menyangkut batang tubuh teks kitab suci, namun ijtihad mereka, dalam jangka panjang terbukti lebih kurang litelalis dan restektif dari pada qiyas para ulama. 15 Gerakan Wahhabi (ijtihad) yang dikumandangkan tidak begitu efektif berhubung tidak diberikannya tempat secara wajar bagi intelektualisme, akan tetapi dampak positif yang dialami masyarakat Islam di dunia musIim berkat prinsip-prinsip egalitarianisme yang diserukan oleh gerakan Wahhabiyah, walaupun di Saudi Arabia sendiri, tempat lahirnya gerakan Wahhabi, maasyarakat di sana belum dapat menikmati egalitarianisme Islam seperti didengungkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.16 Walaupun mereka menghadapi perlawanan-perlawanan yang kuat pada tahaptahap pertama gerakan mereka, baik dalam lapangan politik maupun keagamaan, namun penegasan tersebut telah mempengarui sifat perkembangan Islam selanjutnya lebih dari faktor yang lain. Dengan dukungan Ibn Saud, gerakan Wahhabiya mendominasi seluruh kawasan Najd. Sepuluh tahun setelah Abdul Wahab meninggal dunia, Ibn Saud melakukan serangan militer di daerah padang pasir Najd, Hijaz, Tuhama dan Irak. Sesampai di Karbala (kota suci Syi’ah), ia mengahancurkan kubah masjid Imam Al-Husayn (putra Ali Bin Abi Thalib), dan menggambil alih semua kekayaan yanga bernilai di kota ini. Empat tahun kemudian ia melakukan serangan lain ke Madinah dengan mengahancurkan kubah-kubah masjid dan makam para wali. Selanjutnya ia mnyerbu dan menjarah Makkah. Penguasa Turki Utsmani memandang gerakan Wahhabiyah dan ibn Saud sebagai bahaya besar, karena gerakan ini berkeyakinan bahwa pemarintahan Islam harus dikembalikan pada orang-orang Arab sebagaimana masa Nabi dan pengikut-pengikutnya.17 Jadi, masalahnya tidak hanya bersifat keagamaan saja, akan tetapi juga etnis nasional, seingga orang-orang Turki Utsmani berpaling kepada Muhammad Ali (1769-1849), penguasa Mesir, dan memintanya untuk merebut kembali semua propinsi yang telah jatuh ke tangan orang-orang Saudi-Wahhabi. Ali mengalahkan negara Saudi-Wahhabi pada bulan september 1818 namun, gerakan Wahhabi tidak padam dengan kekalahan pemerintaannya. Pada akhir abad ke –19, ia kembali bangkit untuk mendirikan negara Saudi-Wahhabi, yang pada waktu itu menjadi tantangan 15
Fazlur Rahman, Islam, 290. Jon L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, xi. 17 Ira W. Lapidus, Sejarah, 671. 16
Arab-Islam terhadap imperium Islam Turki utsmani. Akan tetapi saat itu, negara Saudi-Wahhabi terbatas pada Najd dan Hijaz dan peminpin-pemimpinnya tidak bermaksud memperluas daerah kekuasaan mereka.18 Doktrin Pemurnian Muhammad bin Abdul Wahhab Realitas umat Islam yang telah teracuni dan terinfeksi oleh penyimpangan teologis, memunculkan khurafat-khurafat dan bid’ah-bid’ah, kepercayaan kepada selain Allah, keyakinan akan kebesaran orang saleh dan wali-wali sebagai wasilah, telah menggugah pikiran Muhammad bin Abdul Wahhab untuk memperbaiki dan meluruskan kembali penyimpangan itu. Untuk maksud dan tujuan tersebut ia memunculkan ide-ide pemurnian, ide-ide tersebut adalah sebagai berikut. 1. Hanya Allah yang boleh di sembah, dan orang yang menyembah selain Allah adalah syirik dan boleh di bunuh. 2. Meminta pertolongan hanya kepada Allah, memohon pada selainnya adalah syirik. 3. Berwasilah pada Nabi, malaikat, dan orang shaleh juga sirik. 4. Memohon syafaat kepada selain Allah adalah syirik. 5. Bernadzar dan bersumpah kepada selain Allah adalah syirik. 6. Tidak percaya pada qadar adalah syirik.19 7. Melakukan ta’wil juga kufur. Oleh karena itu syirik dalam pandangan Muhammad Abdul Wahhab terbagi menjadi tiga, yaitu syirik besar, syirik kecil dan syirik kahfi. Syirik besar ada empat yaitu, syirik al-dakwah, syirik niat, syirik keinginan dan maksud, syirik taat dan syirik mahabbah. Sedangkan syirik dalam arti yang kedua adalah riya’ dan syirik dalam arti yang ketiga adalah syirik tergambar dalam sabda Rasulullah yang dikutip Muhammad bin Abdul Wahhab yang artinya “ Syirik yang terjadi pada umat ini lebih samar dari pada hitam yang ada diatas batu hitam pada kegelapan malam. Sedangkan tentang kufur, beliau mengelompokkannya, yaitu kufur yang dapat menyebabkan seseorang keluar dari agamanya, dan ini ada lima macam yaitu kufur karena mengakui kebenaran yang datang kepadanya, kufur karena takabbur dan tidak mengakui kebenaran, kufur karena ragu, kufur karena berpaling dan yang terakir adalah kufur karena nifaq. Kemudian kufur yang tidak membuat orang keluar dari agamanya yaitu kufur nikmat.20 Pengaruh Gerakan Wahhabi Sebuah gagasan atau ide yang telah tersosialisasikan dalam sebuah komunitas, disadari atau tidak, akan mempunyai dampak dan pengaruh di luar komunitas masyarakat tersebut. Hal ini dapat teramati dalam gerakan pemurnian gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab yang mempunyai pengaruh yang kuat di luar jazirah Arab. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa wilayah yang menjadi pilihan Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai basis untuk menyebarkan dakwahnya adalah wilayah Arab Tengah. Pilian ini entah disadari atau tidak, mengikuti kerangka yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh para gerakan-gerakan reformis yang serupa, baik sebelum maupun sesudahnya. Kerangka semacam itu bertujuan mencari kawasan dan wilayah tertentu yang tidak terjangkau oleh kekuasaan dan kekuatan 18
Albert Haurani, Arabic Thought in the Liberal Age, 39. Muhammad bin Abdal-Wahab, Kitanu al-Tauhid, (Beorut : Kutub al-Ilmiah, 1989), 4. 20 Ibid, 37. 19
politik lain yang terorganisasi dengan rapi, sehingga dengan cara dan upaya seperti itu memberikan kesempatan dan peluang penyabarluasan ajaran-ajarannya, dengan kerangka semacam itulah beliau berhasil mencapai tujuannya yang pertama melalui kerjasama yang harmonis dengan keluarga Sa’ud di kawasan Najd.21 Keberhasilan gerakan Wahhabi ini sangat luas jangkauan pengaruhnya, ketika awal abad ke-19 M, paham ini mempengaruhi gerakan pembaharuan Islam di India yang di pimpin oleh Syeh Waliyullah dari Delhi yang merupakan kelanjutan dari pemikiran Syakh Ahmad Syirkindi.22 Gerakan Wahhabi ini mempengaruhi gerakan tarekat militan dan reformis yang didirikan oleh ulama al-jazair, yaitu Muhammad Ibn Ali al-Sanusi di Cyrenica yang kemudian mendirikan negara teokratik di Libya bagian selatan dan di wilayah katulistiwa Afrika,23 yang muncul sebagai protes terhadap kecenderungan sekularistik sultan-sultan Utsmani. Seperti juga tarekat Al- Mahdi yang di bentuk oleh Muhammad Ahmad yang mengumandangkan pemberontakan di Sudan Timur menentang pemerintahan Turki-Mesir dan para penasehatnya dari Eropa, bahkan di wilayah yang jauh sekalipun seperti Negeria dan Turkestan.24 Pengaruh gerakan Wahhabi teradap gerakan-gerakan reformis Islam sesudahnya itu adalah ajaran keharusan kembali kepada sumber ajaran Islam yang asli yaitu Al Qur’an dan Al Hadith, perlunya dimunculkan kembali semangat ijtihad dan pelarangan terhadap taqlid. Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatkan bahwa apabila dilacak gagasan-gagasan maunpun gerakan-gerakan pembaharuan Islam dewasa ini, pada akhirnya akan sampai kepada gerakan Wahhabiyah.25 Bangkitnya kembali minat terhadap Hadith (tradisi pada umumnya) sebagai dasar dari pembaharuan purifikasional-fundamentalis- tak dapat tidak akan menekan aktivitas Islam. Masalahnya bukan hanya semata-mata bahwa hadith dan ajaran ortodok, doktrin ijtihad terpancang kokoh permanen, namun teladan Nabi dan umat yang awal mengajarkan partisipasi yang positif dalam mengubah keadaan. Penutup Kiprah Muhammad bin Abdul Wahhab dalam menunaikan tugas yang cukup besar, yaitu upaya untuk menyelamatkan degradasi moral dan kekotoran tauhid yang menimpa umat Islam pada masanya, telah membangkitkan semangat baru ke arah keselamatan dan kesejahteraan umat Islam menuju arah yang lebih baik. Dengan pemurnian yang beliau lakukan itu keselamatan dan kesejahteraan umat Islam dapat di bangun di atas pondasi iman yang kokoh dan mantap. Dengan iman yang kokoh itulah baru dapat dibangun suatu masyarakat Islam yang kuat dan maju. Karena landasan iman yang kuat akan menghasilkan semangat dan motivasi yang tinggi pula ke arah kemajuan. Sebagai suatu hasil kajian terhadap gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab ini agar tidak sia-sia, seharusnya dapat memupuk semangat yang tinggi kepada para intelektual muslim untuk dapat berkiprah dan menelorkan gagasan-gagasan yang membawa ke arah kemajuan umat Islam, dan hal itu baru dapat terwujud dengan baik setelah memahami apa yang pernah terjadi pada sejarah umat Islam masa lalu.
21
H.A.R. Gibb, Shorter, 45. John Obert Voll, Islam Cintinuty, 63. 23 Maryam Kamilah, Para Mujahid Agung, (Bandung : Mizan, 1993), 52. 24 Ibid, 93. 25 Harun Nasution, Sejarah..., 13. 22