GEOLOGI DAN KAJIAN ENDAPAN TURBIDIT FORMASI HALANG DAERAH BANTARKAWUNG KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH Oleh: Dinta Anindy Ismiralda *) , Djauhari Noor **) Teti Syahrulyati ***) ABSTRAK Daerah penelitian yaitu daerah Bantarkawung, kecamatan Larangan, kabupaten Brebes, Jawa Tengah terletak lebih kurang 8 km di utara kota Bumiayu dengan luas 70 km. Secara fisiografi masuk dalam zona Bogor - Serayu Utara – Kendeng atau tepatnya berada pada Pegunungan Serayu Utara. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu satuan-satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan, kaki gunungapi, dan dataran aluvial.Pola aliran sungainya berpola rectangular dan dendritik dengan stadia sungai muda – dewasa dan jentera geomorfik muda – dewasa. Tatanan batuan dari yang tertua hingga termuda adalah perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan konglomerat dan breksi (Formasi Halang), berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir atau N12-N18 diendapkan pada lingkungan laut dalam. Satuan breksi sisipan batupasir dan lava (Formasi Kumbang) diendapkan diatas Formasi Halang pada kala Miosen Akhir – Awal Pliosen atau N18-N19 pada lingkungan laut dalam.Hubungan stratigrafi antara kedua formasi ini menjemari pada umur N18.Batuan gunungapi berupa tuff, pasir tuff, pasir lapili, dan aglomerat diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Kumbang pada kala Plistosen Awal.Aluvial sungai yang terdiri dari material lepas lempung hingga bongkah merupakan endapan termuda yang ada didaerah penelitian. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa kekar, lipatan dan patahan.Kekar yang dijumpai jenis kekar gerus, tension, dan release.Struktur perlipatan berupa struktur antiklin Kiara Lawang dan Kebandungan, serta struktur-strukktur sinklin Geger Kemuning, Gunung Tapak dan Ciranggon. Struktur sesar yang dijumpai adalah sesar anjak Gunung Tapak dan sesar-sesar geser jurus Cijemasi, Cirambatan, Cibende, dan Cibesole. Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada kala Pliosen Akhir (20) dengan arah gaya utama N 12o E atau relatif Utara-Selatan. Hasil kajian endapan turbidit pada batuan-batuan Formasi Halang dapat disimpulkan bahwa Formasi Halang tersusun oleh tumpukan lidah kipas (lobe) yang membentuk kipas laut dalam, akibat aliran gravitasi mulai dari debris flow hingga turbidit, yang diendapkan pada N12-N18. Endapan dijumpai mulai Upper Fan, Mid Fan, dan Lower Fan. Tumpukan fasies di daerah penelitian secara keseluruhan menunjukkan penumpukan endapan kearah laut (progradasi). Berdasarkan dari persebaran litologinya seri Upper Fan dijumpai di bagian Selatan, Mid Fan dijumpai pada bagian Tengah hingga ke Utara, sedangkan Lower Fan dijumpai di bagian paling Utara daerah penelitian. Berdasarkan data tersebut dapat ditafsirkan bahwa sumber endapan turbidit Formasi Halang di daerah penelitian berasal dari arah Selatan ke arah Utara. Kata Kunci :Geologi,Formasi, Turbidit, Bantarkawung
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
1
ABSTRACT
The research area is Bantarkawung area which is located in Larangan Sub-district, Brebes District, Central Java within 8 km north of Bumiayu Town. This area belongs to Bogor- North Serayu – Kendeng Zone and it is precily located in North Serayu Mountain. The geomorphology of the research area is divided into three units; they are Faulted folded Mountain, volcanic distal, and alluvial plain. The watershed patterns that develop in this area are rectangular and dendritic with young to mature river stadia. The geomorphic stadia of this area are young to mature. The stratigraphic composite from the oldest to youngest rocks are sandstone and claystone beds with conglomerate and brecia insertion (Halang Formation). These lithology units were sedimented during Middle Miocene to Late Miocene or at N12 – N18 in the bathial zone. The lithology units of brecia with sandstone and lava insertion ( Kumbang Formation ) were sedimented above Halang Formation during Late Miocene to Early Pliocene or at N18 – N19 in bathyal zone. The relationship beetwen two litology units was interfingernering at N18. The Volcanic rocks like Tuff, tufaceouse sandstone, lapily, and aglomerate were sedimented above Kumbang formation during early Pleistocene. The relationship between Kumbang Formation and Volcanic rock was disconformities. River alluvial consists lost materials; those lost materials have grain size from clay to boulders. The river alluvialsare the youngest rock at the research area. The geology structures that develop at the research area are joints, folds, and faults. The joints that encounter are sheer joints, tensions and releases. The Fold structures at the research area are anticline and sincline. The anticlines are Kiaralawang Anticline and Kebandungan Anticline. The sinclines are Geger Kemuning Syncline, Tapak Mountaint Syncline, and Ciranggon Syncline. The fault structuresthat were found at the research area are Cijemasih, Cirambatan, Cibende, and Cibesole strike slip faults. Every geology structures that were developed at the research area were formed in one period during Late Pliocene (N20). The direction of the main force which formed the geologic structures was N 12o E or North to South. The conclusion from the study of turbidite deposit Halang formation is that Halang formation is composed by stack of lobes which forms a submarine fan. The submarine fan has been formed due to gravity flow starting from debris flow to turbidite. Those turbidite deposits were sedimented during N12 – N18. The turbidite deposits that were found at the research area are from upper fan, mid fan, and lower fan. The whole stack of Turbidite facies at the research area shows that turbidite deposit moves towards the sea (progradation). Based onthe distribution of lithology the upper fan series are found in the South of the research area, while Mid Fan series are foundfrom the centre to the north of the research area, and the lower fan series are found in the north of the research area. So the source of Halang Formation turbidite deposite at the research area comes from south to north, which can be interpreted by the distribution of lithology.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
2
I. UMUM 1.1. Pendahuluan Daerah Bantarkawung, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan daerah perbukitan yang terletak pada Zona Antiklinorium Bogor - Serayu Utara - Kendeng. Secara geologi daerah ini disusun oleh batuan sedimen Tersier yang terlipat dan tersesarkan, sedangkan batuan gununugapi Kuarter dijumpai menutupi sebagian sedimen Tersier di bagian timur dengan penyebaran yang cukup luas. Adanya batuan - batuan sedimen turbidit laut dalam dan pola struktur yang berbeda - beda antara satu tempat dengan lainnya menjadikan Cekungan Serayu Utara cukup menarik untuk diteliti. Hal ini yang menjadi latar belakang mengapa penelitian geologidi daerah Bantarkawung, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengahdilakukan dan dipilih sebagai lokasi pemetaan geologi serta mempelajari endapan turbidit batuan - batuan sedimen laut dalam.
1.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejarah geologi daerah penelitian yang mencakup (1).Sejarah perkembangan cekungan dari batuan batuan yang terdapat dalam cekungan; (2). Sejarah perkembangan tektonik dalam cekungan yang menyangkut orogenesa (pembentukan pegunungan: perlipatan, pensesaran, dan atau aktivitas magmatis); (3). Sejarah perkembangan bentangalam; (4).Mempelajari facies - facies endapan turbidit dari batuan sedimen laut dalam yang tersingkap dan tersebar cukup luas di daerah penelitian.
1.3. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang dilakukan memiliki tahapan – tahapan penelitian yang jelas dan teratur. Sehingga tahapan yang dilakukan selama penelitian dapat mencapai apa yang diharapkan dari tujuan penelitian tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah pemetaan geologi permukaan.
1.4. Letak, Luas, Waktu, dan Kesampaian Daerah Daerah Bantarkawung terletak lebih kurang 8 km arah utara kota Bumiayu. Secara administratif, daerah penelitian termasuk kedalam sembilan desa, lima kecamatan, dua kabupaten dan satu propinsi, yaitu Desa Kamal, Desa Jemasih, dan Desa Wlahar yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Desa Kebandungan yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Bantar Kawung, Kabupaten Brebes. Desa Prupuk, Desa Pakulaut, Desa Kalisasak,dan Desa Kaligayam yang masuk ke dalam wilayah kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal. Desa Kuta Mendala yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes. Propinsi jawa Tengah. Daerah penelitian memiliki luas wilayah kurang lebih 7 km x 10 km atau sekitar 70 km2. Daerah penelitian termasuk ke dalam Peta Geologi Regional Lembar Majenang No. 10/XIV-B tahun 1975, skala 1 : 100.000. Peta Rupabumi Indonesia terbitan Bakosurtanal lembar Larangan No. 1308 - 544 dan lembar Bantarkawung No. 1308 - 542341, tahun 1999 dengan skala 1:25.000.
II. GEOLOGI UMUM 2.1. Geomorfologi 2.1.1. Fisiografi Regional Berdasarkan bentuk fisiografinya, Jawa Tengah dapat dibagi menjadi 6 zona fisiografi (Van Bemmelen, 1949), yaitu: 1. Zona Dataran Aluvial Pantai UtaraJawa 2. Gunung Api Kuarter, 3. Zona Antiklinorium Bogor, Serayu Utara, Kendeng, 4. Pematang dan Kubah Pada Pusat Depresi, 5. Zona Depresi Jawa dan Zona Randublatung, 6. Pegunungan Selatan.
Gambar 2.1.Fisiografi pulau Jawa bagian Tengah (Van
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
Bemmelen, 1949)
3
1.Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan. Secara morfometri, satuan ini berbentuk punggungan punggungan bukit dan lembah yang berarah baratlaut – tenggara dan berada pada ketinggian antara 50 – 253 mdpl serta kelerengan berkisar antara 12% 35%. Proses - proses geomorfologi yang teramati adalah pelapukan batuan yang menghasilkan tanah dengan ketebalan 0.2 – 2 m. Proses erosi berupa rill – gully erosion. Proses pengendapan hasil dari pelapukan batuannya dapat diamati di kaki-kaki bukit dan di sepanjang aliran sungai berupa endapan aluvial sungai. 2.Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi Secara morfometri, satuan geomorfologi ini dicirikan oleh bentuk morfologi landai dengan kelerengan berkisar antara 2% - 7% dan berada pada ketinggian 20 - 100 mdpl. Proses geomorfologi yang teramati berupa pelapukan batuan yang menghasilkan tanah dengan ketebalan 0.4 – 1 m. Jenis jenis erosi yang dijumpai pada satuan ini adalah jenis erosi rill – gully erosion. Adapun proses sedimentasi dari hasil pelapukan batuan yang terdapat pada satuan ini dijumpai di sepanjang aliran sungai berupa endapan aluvial sungai. 3.Satuan Geomorfologi Endapan Aluvial Genetika satuan geomorfologi dataran alluvial ini terbentuk sebagai hasil pengendapan sungai yang tersusun oleh material – material lepas berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal, hingga bongkah. Satuan geomorfologi dataran aluvial ini tersebar disepanjang sungai utama yang mengalir di daerah penelitian yaitu Sungai Pemali. Menempati sekitar 10% dari luas daerah penelitian dan pada peta geomorfologi diwakili oleh warna abu - abu muda. Pengelompokan pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian didasarkan atas klasifikasi pola aliran sungai dari Thornbury (1969).Berdasarkan hasil analisis peta topografi dan pengamatan lapangan terhadap pola aliran sungai yang ada di daerah penelitian dapat disimpulkan bahwa pola aliran sungainya dikontrol oleh struktur perlipatan dan patahan serta keseragaman batuannya. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 2 pola aliran, yaitu: (1). Pola Aliran Rectangular dan (2). Pola Aliran Dendritik.
2.2. Stratigrafi 2.2.1. Stratigrafi Regional Menurut van Bemmelen (1949), posisi Cekungan Serayu Utara berada pada Zona Antiklinorium Bogor - Serayu Utara - Kendeng. Pelamparan Cekungan ini kearah timur dibatasi oleh zona Randublatung dan Perbukitan Kendeng sedangkan kearah barat menyatu dengan Zona Antiklinorium Bogor. 2.2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran dan pemerian batuan-batuan yang tersingkap di daerah penelitian terdapat 4 satuan batuan, dengan urutan batuan dari yang tertua hingga termuda adalah sebagai berikut (peta geologi Lampiran I):
1. Satuan Batupasir Selang - Seling Batulempung Sisipan Konglomerat dan Breksi Breksi Sisipan Batupasir dan Lava Andesit Satuan Batuan Gunungapi Satuan Endapan Aluvial
2. Satuan 3. 4.
Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Daerah Bantarkawung UMUR
SIMBOL
HOLOSEN PLIOSEN
N23 N22
SATUAN
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Satuan Endapan Alluvial
Darat
Satuan Endapan Gunungapi
Darat
N21
PLISTOSEN N20
AKHIR
MIOSEN
2.1.2. Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan genetika pembentukan bentangalam yang mencakup aspek struktur, proses dantahapanmaka geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu, peta dapat dilihat pada lampiran II:
N19 N18 N17 N16 N15 N14
N13 N12 TENGAH N11 N10 N9 N8 N7 AWAL
Satuan Breksi sisipan Batupasir dan Lava Andesit ( Formasi Kumbang ) Satuan Batupasir, Batupasir selang seling Batulempung sisipan breksi dan Konglomerat ( Formasi Halang )
Laut Dalam
Laut Dalam
N6 N5 N4
1. Satuan Batupasir Selang - Seling Batulempung Sisipan Konglomerat dan Breksi Penamaan satuan ini didasarkan atas perulangan batupasir dan batulempung serta hadirnya konglomerat dan breksi sebagai sisipan.Satuan ini tersebar di bagian Barat daerah penelitian dengan luas 69% dari luas daerah penelitian, pada peta geologi diwakili warna kuning.Ketebalan satuan ini berdasarkan hasil pengukuran pada penampang geologi diperoleh ketebalan diatas 812,5 meter, sedangkan menurut literatur ketebalan Formasi halang mencapai 2400 meter. Ciri – ciri satuan batuan ini adalah pada bagian bawah dicirikan oleh perselingan batupasir dan batulempung, dengan ketebalan batulempung berkisar antara 75 - 150 cm sedangkan ketebalan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
4
batupasirnya berkisar antara 2 - 30cm. Kearah bagian tengah satuan ini didominasi oleh batupasir sisipan batulempung, konglomerat dan breksi dengan ketebalan berkisar 25 - 50 cm, dan kearah atas dari satuan ini kembali didominasi perselingan batulempung dan batupasir. Berdasarkan hasil analisa petrografi pada sayatan tipis batupasir yang diambil dari lokasi pengamatan LP 25 dan LP.70 memperlihatkan batupasir jenis Arkose Wacke dan Calcareous Lithic Wacke (Gilbert, 1953). Batulempung berwarna abu - abu, tekstur masif, komposisi mineral tersusun dari mineral lempung dan bersifat karbonatan. a. Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan persebaran foraminifera planktonic, yaitu fosil Globigerina nepenthes, Globoquadrina dehicens, Orbulina universa, Globigerina seminulina, Globorotalia trilobus, Grobolotaria siakensis, Globorotalia obesa, dan globorotalia menardididapat kisaran umur adalah N12 – N18, atau berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. b. Kedudukan Stratigrafi Kedudukan stratigrafi satuan batupasir selang - seling batulempung dengan satuan di bawahnya yaitu Formasi Rambatan tidak diketahui, karena satuan yang lebih tua tidak tersingkap di daerah penelitian. Hubungan stratigrafi dengan satuan yang ada di atasnya yaitu satuan breksi sisipan batupasir dan lava andesit adalah menjemari.Hal ini ditandai dengan adanya perulangan lapisan batupasir dan breksi yang dijumpai di Desa Wlahar dan Gunung Tapak. c. Kesembandingan Stratigrafi Satuan batupasir selang-seling batulempung sisipan konglomerat dan breksi yang terdapat di daerah penelitian memiliki ciri litologi yang sama dengan ciri Formasi Halang sehingga penulis menyatakan bahwasatuan batuan ini identik dengan Formasi Halang.
Foto 2.1. Singkapan perselingan batupasir dan batulempung
2. Satuan Breksi sisipan Batupasir dan Lava Andesit Penamaan satauan ini didasarkan atas hadirnya breksi yang mendominasi satuan ini dan batupasir dan lava andesit hadir sebagai sisipan.Satuan ini tersebar di bagian tenggara daerah penelitian dengan luas penyebaran lebih kurang 13% dari luas peta dan pada peta geologi diwakili oelh warna cokelat tua. Pengukuran kedudukan batuan satuan ini dilakukan pada sisipan batupasirnya yang berarah antara N267˚E - N 303˚ E dan kemiringan batuan berkisar antara 21˚ - 30˚. Ketebalan yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran stratigrafi yaitu 325 meter, sedangkan ketebalan satuan ini menurut Ter Haar (1934) mencapai 2000 meter dan menipis ke arah bagian utara dan selatan. Satuan ini didominasi oleh breksi dengan sisipan batupasir dan lava andesit dengan kondisi singkapan umumnya segar hingga lapuk. Kedudukan satuan ini diperoleh dari sisipan batupasirnya sedangkan kedudukan breksi tidak dapat diukur. a. Umur dan Lingkungan Pengendapan Dikarenakan pada satuan batuan ini tidak dijumpai fosil (barrent) maka penentuan umur satuan dilakukan berdasarkan hubungan superposisi, dimana satuan batuan yang dibawah dari satuan ini diketahui berumur (N12 - N18), maka dapat disimpulkan bahwa umur satuan breksi sisipan batupasir dan lava adalah lebih tua dari N18.. Hasil penelitian Kasdira (2007) tentang “Rembesan Hidrokarbon dan Sistem Petrolium daerah Bantarkawung“ menyatakan bahwa umur Formasi Kumbang adalah N18 - N23 atau Pliosen berdasarkan penemuan fosil Pullentina primalis pada sisipan batulempungnya. Menurut buku Stratigraphy Lexicon Of Indonesia (2003) umur satuan breksi Formasi Kumbang adalah Pliosen Awal. Berdasarkan data-data tersebut diatas maka penulis menyimpulkan bahwa umur satuan breksi sisipan batupasir dan lava andesit adalah berumur N18 - N19 atau Miosen Akhir - Pliosen Awal. Penentuan lingkungan pengendapan satuan ini dilakukan berdasarkan struktur - struktur sedimen yang dijumpai pada satuan ini. Secara umum struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan breksi sisipan batupasir dan lava adalah struktur graded bedding, baik yang berbentuk gradded bedding terbalik dan normal gradded bedding. Struktur struktur tersebut merupakan ciri dari struktur sedimen Bouma sekuen A. Berdasarkan struktur sedimen yang berkembang pada satuan ini maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan ini adalah pengendapan dengan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
5
mekanisme arus turbit yang terjadi pada lingkungan laut.Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kastowo (1975) yang menyatakan bahwa Formasi Kumbang merupakan produk gunungapi bawah laut sebagai akibat terjadinya penurunan Cekungan Serayu Utara pada kala Pliosen. b. Kedudukan Stratigrafi Kedudukan stratigrafi satuan breksi sisipan batupasir dan lava dengan satuan batupasir selang-seling batulempung sisipan konglomerat dan breksi yang berada di bawahnya adalah menjemari, sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan gunungapi yang berada diatasnya adalah tidak selaras dengan jenis ketidak selarasan bersudut. c. Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri batuannya, satuan breksi sisipan batupasir dan lava andesit yang ada di daerah penelitian memiliki kesamaan dengan ciri litologi dari Formasi Kumbang, oleh karenanya satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian identik dengan Formasi Kumbang.
Foto 2.2. Singkapan breksi daerah Gn. Tapak
Foto 2.3. Singkapan batupasir daerah Gn. Tapak
3. Satuan Gunungapi Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas hadirnya batuan produk gunungapi yang terdiri dari batuan-
batuan tak terurai dari batuan tuffa, tufa pasiran, tufa lapili, dan aglomerat. Satuan ini tersebar di bagian paling timur daerah penelitian dengan luas sekitar12% dari luas daerah penelitian, pada peta geologi diwakili warna oranye. Ketebalan satuan batuan ini diperkirakan berkisar antara 3 sampai 20 meter, sedangkan ketebalan yang dapat diukur langsung pada singkapan berkisar antara 3 – 5 meter.Satuan batuan gunungapi tersusun dari campuran antara batuan piroklastik dan batuan epiklastik.Jenis batuan piroklastik yang dapat diamati adalah tufa lapili dan tufa yang tersingkap di sungai Pemali, sedangkan batuan epiklastik berupa aglomerat dan pasir tufan.Tufa tersingkap dengan baik di pinggir jalan lintas kabupaten dan bukit bukit di desa Kaligayam. Keadaan singkapan umumnnya cukup segar (fresh) dan masif. a. Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur satuan batuan gunungapi ditentukan berdasarkan kontak antara satuan batuan gunungapi dengan satuan batuan yang ada dibawahnya.Berdasarkan hasil pengamatan lapangan terhadap singkapan batuan gunungapi terlihat bawah satuan batuan gunungapi yang ada di daerah penelitian umumnya menutupi batuan - batuan yang lebih tua, yaitu satuan batupasir selang - seling lempung sisipan konglomerat dan breksi serta satuan breksi sisipanbatupasir dan lava. Hubungan stratigrafi antara satuan gunungapi dengan satuan dibawahnya berupa kontak ketidakselarasan dengan jenis ketidak selarasan bersudut.Di lapangan satuan ini belum mengalami perlipatan dan pensesaran.Berdasarkan data data tersebut maka satuan gunungapi diperkirakan berumur Plistosen Akhir. Lingkungan pengendapan satuan gunungapi ditentukan berdasarkan ciri litologinya yang berupa batuan yang berasal dari hasil erupsi gunungapi.Satuan ini tersusun dari batuan tufa, tufa pasiran, tufa lapili dan aglomerat yang semuanya merupakan produk gunungapi.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa satuan gunungapi di daerah penelitian terbentuk dan diendapkan di darat yang berasosiasi dengan aktivitas gunungapi. Berdasarkan model pengendapan gunungapi dari Visser dan Davies (1981). Viser dan Davies (1981) Satuan Batuan Gunungapi yang terdapat di daerah penelitian susunan batuannya dicirikan oleh batuanbatuan tufa, tufa pasiran, tufa lapili, dan aglomerat yang apabila dibandingkan dengan ciri-ciri batuan yang terdapat pada setiap jenis facies pengendapan gunungapi yang dikemukakan Vessel dan Davies (1981), maka satuan batuan gunungapi yang terdapat di daerah penelitian dapat ditafsirkan sebagai Facies Endapan Distal Volcanic - clastic.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
6
b. Kedudukan Stratigrafi Kedudukan stratigrafi satuan endapan gunungapi dengan satuan di bawahnya adalah tidak selaras, yaitu dengan satuan breksi sisipan batupasir dan lava andesit Formasi Kumbang, sedangkan hubungan stratigrafi satuan ini dengan endapan aluvial juga tidak selaras. c. Kesebandingan Stratigrafi Satuan endapan gunungapidi daerah penelitian memiliki ciri litologi yang sama dengan Endapan Hasil Gunungapi Tua dari Gunung Slamet (Kastowo, 1975), dengan demikian penulis menyatakan satuan ini sebagai Formasi Hasil Gunungapi Tua dari Gunung Slamet ( Qva ).
Foto 2.5.Endapan alluvial sungai di lokasi pengamatan Sungai Pemali.
2.3. Struktur Geologi 2.3.1 Struktur Geologi Regional
Foto 2.4.Singkapan aglomerat D. Kaligayam
4. Satuan Endapan Aluvial a. Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini kurang lebih ± 6 % dari seluruh luas daerah penelitian, pada peta geologi diwakili warna biru muda, menyebar di sepanjang sungai utama bagian Timur daerah penelitian yaitu Sungai Pemali, dan sebagian Sungai Paeh di Desa Wlahar. Satuan aluvial ini menempati Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Ketebalan dari satuan ini dari 0,5 meter hingga 2 meter di daerah penelitian, merupakan hasil dari rombakan batuan sebelumnya tetapi belum terkompaksi. Endapan ini di daerah penelitian merupakan material lepas berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal, berangkal sampai bongkah, dengan bentuk membulat tanggung sampai membulat, dan komposisinya terdiri dari batuan beku dan batupasir.Endapan aluvial sungai ini menutupi satuan batuan yang ada dibawahnya berupa bidang erosi.
Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut - Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N - S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E - W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE - SW) menjadi relatif Timur – Barat (E - W) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung.Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar - sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar - sesar dalam Cekungan Bogor..Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik. 2.3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian 1. Struktur Kekar Kekar yang terdapat di daerah penelitian dapat dibedakan menjadiKekarGerus (Shear Joint), Kekar Tarik (Tension Joint), Kekar Release. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, di daerah penelitian terdapat jenis-jenis kekar shear,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
7
gash dan release. Kekargerusyang terbentuk mempunyai arah umum Baratlaut-Tenggara (N282oE – N333oE) dan Timurlaut-Baratdaya (N65oE – N81oE), kekar gash mempunyai pola dengan arah umum Utara-Selatan (N186oE – N187oE), kekar ini mempunyai pola yang searah dengan gaya utama, sedangkan kekar release di daerah penelitian mempunyai pola dengan arah umum Barat- Timur (N278oE – N284oE). 2. Struktur Perlipatan a. Sinklin Geger Kemuning Sinklin Geger Kemuning memiliki arah sumbu hampir barat-timur dengan panjang sumbu ± 9 Km. Struktur sinklin Geger Kemuning diketahui berdasarkan adanya pembalikan arah kemiringan lapisan batuannya, dimana arah kemiringan lapisan pada sayap utara berarah keselatan dengan besar kemiringan 600 – 650dan arah jurus antara N115oE N126oE (hampir barat-timur) sedangkan pada sayap bagian selatan kemiringannya berarah ke utara dengan besar kemiringan sekitar 50o – 66odan arah jurus berkisar antara N198oE – N279oE. Struktur sinklin Geger Kemuning dapat diklasifikasikan sebagai Sinklin Simetri. b. Sinklin Gunung Tapak Sinklin Gunung Tapak memanjang dari barat ke timur dengan panjang sumbu ± 12 km. Penamaan sinklin Gunung Tapak didasarkan pada sumbu sinklin yang melalui Gunung Tapak. Struktur Sinklin Gunung Tapak diperoleh dari hasil pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuannya yang mengalami pembalikan dimana sayap bagian utara mempunyai kemiringan ke arah selatan dengan kisaran 26o38odan arah jurus antara N89oE – N124oE, sedangkan sayap bagian selatan memiliki kemiringan kearah utara dengan besar kemiringan antara 46o – 66odan arah jurus berkisar antara N293oE – N303oE. Dikarenakan kemiringan lapisan berbeda di kedua sayapnya, maka struktur sinklin Gunung Tapak diklasifikasikan sebagai Sinklin Asimetri. c. Sinklin Ciranggon Sinklin Ciranggon terletak di bagian paling selatan daerah penelitian, berarah barat-timur sepanjang ± 12.6 km dengan sumbu sinklin melewati Gunung Wangi, sungai Ciranggon, dan sungai Cijemasih.Adapun bukti-bukti adanya struktur ini didasarkan atas terjadinya pembalikan arah kemiringan lapisan batuannya, dimana pada sayap bagian utara arah kemiringannya keselatan dengan besar kemiringan berkisar 48o-55odan jurus berkisar antara N101oE – N121oE, sedangkan sayap bagian selatan memiliki arah kemiringan ke utara denga
besar kemiringan antara 24o – 33odan arah jurus berkisar antara N254oE – N269oE. Berdasarkan adanya perbedaan dari besar kemiringan pada kedua sayapnya maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai Sinklin Asimetri. d. Antiklin Kiara Lawang Antiklin ini memanjang dengan arah hampir Barat – Timur sepanjang ± 13 Km. Pada bagian barat sinklin ini membentuk bukit sedang dan pada bagian timur membentuk lembah tepatnya di Desa Wlahar. Besar kemiringan pada sayap bagian utara berkisar 22o-55o dengan jurus berkisar antara N198oE – N279oE sedangkan sayap bagian selatan memiliki kemiringan batuan sekitar 26o – 29o antara N89oE – N124oE. Pada penampang peta geologi sinklin ini terlihat tidak simetri. Berdasarkan besar kemiringan pada kedua sayap dan penampang maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin asimetri. e. Antiklin Kebandungan Antiklin ini memanjang dari barat ke timur sepanjang ± 12 Km. Adapun bukti-bukti adanya antiklin ini diperoleh dari hasil pengukuran terhadap kedudukan lapisan batuannya yang memperlihatkan terjadinya pembalikan arah kemiringan lapisan batuannya. Pada sayap bagian utara arah kemiringannya ke utara dengan besar kemiringan berkisar 55o-75odan jurus lapisannya berkisar antara N293oE – N303oE, sedangkan sayap bagian selatan memiliki kemiringan kearah selatan dengan besar kemiringannya sekitar 20o – 30o dan jurusnya berkisar antara N101oE – N121oE. Berdasarkan perbedaan kemiringan yang tidak sama pada kedua sayapnya maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin Asimetri. 3. Struktur Sesar a. Sesar Anjak Gunung Tapak Penamaan sesar anjak Gunung Tapak dikarenakan sesar ini terletak di Gunung Tapak yang ada di sebelah tenggara daerah penelitian. Arah sesar ini memanjang dari barat-timur searah dengan pola lipatan yang ada di daerah penelitian. Adapun indikasi adanya sesar anjak Gunung Tapak di lapangan adalah seretan lipatan (dragfold), perubahan arah jurus dan kemiringan lapisan disepanjang zona sesar, gores garis (slickenside) yang dijumpai di dengan kedudukan N 2230E/ 24˚, plunge 430, N 2230E Pitch 65˚. b. Sesar Geser Jurus Cijemasih Panjang sesar diperkirakan ± 3.2 km. melalui sungai Cijemasih, sungai Cirengse dan sungai Cicekrak. Gejala struktur geologi yang mengindikasikan sesar geser jurus dilapangan adalah kedudukan jurus dan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
8
kemiringan batuan yang tidak teratur di sepanjang sungai Cirengse, breksiasi dan zona hancuran, kelurusan bukit atau topografi yang berarah N 173 o E di desa Cijemasih, kelurusan sungai dan pembelokan sungai secara tiba - tiba serta kedudukan batuan yang tidak teratur di sungai Cirengse.Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar geser jurus Cijemasih mempunyai pergerakan menganan (dextral). c. Sesar Geser Jurus Cirambatan Sesar ini terdapat disebelah barat daerah penelitian yang berarah Baratlaut-Tenggara dengan panjang sesar sekitar ± 7.1 km. Adapun indikasi-indikasi adanya sesar geser jurus Cirambatan dilapangan adalah adanya pergeseran (offset) lapisan batupasir, breksiasi yang terdapat pada anak sungai Cirambatan dengan arah umum N 3450 E, ketidak teraturan jurus dan kemiringan lapisan batuan di sepanjang sungai Cirambatan, kelurusan dan pembelokan sungai secara tiba-tiba.Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar geser jurus Cirambatan mempunyai pergerakan menganan (dextral). d. Sesar Gerus Jurus Cibende Sesar ini terdapat disebelah timur sesar geser jurus Cirambatan yang berarah Baratlaut-Tenggara, dengan panjang sesar mencapai ± 7.3 km. Indikasi-indikasi sesar geser jurus yang dijumpai dilapangan adalah kedudukan batuan yang tidak teratur di lokasi, zona hancuran dan kekar yang dijumpai di hulu sungai Cibenda, gores - garis (slickenside) yang ditemukan pada singkapan Batupasirdengan kedudukan N 2340 E / 440, Plunge 70, N 3430 E Pitch 430.Berdasarkan dari data data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sesar geser jurus Cibende mempunyai pergerakan menganan (dextral). e. Sesar Geser Jurus Cibesole Sesar ini terdapat pada bagian tengah daerah penyelidikan yang memanjang dari BaratlautTenggara, dengan panjang sesar ± 7.3 km. Indikasiindikasi sesar geser jurus Cibesole dilapangan adalah gores-garis yang dijumpai di desa Kebandungan dengan kedudukan gores garis nya N 3050 E / 110 , Pitch 150, Plunge 70, N 3370 E, Kedudukan batuan yang tidak teratur dan kemiringan lapisan yang hampir tegak, kekar-kekar disepanjang zona sesar, kelurusan dan pembelokan arah sungai secara tiba tiba di kali Lawak dan kali Malang. Berdasarkan data data tersebut diatas maka sesar geser jurus Cibesole merupakan sesar geser jurus menganan (dextral). f. Sesar Geser Jurus Cipemali Sesar ini terdapat di bagian paling timur daerah penyelidikan yang memanjang dari Timurlaut-
Baratdaya, dengan panjang sesar ±2.8 km dan sesar ini diperkirakan menerus ke arah utara dan selatan ditutupi oleh satuan batuan gunungapi dan aluvial. Indikasi-indikasi sesar geser jurus dilapangan berupa breksiasi, kekar, dan perlapisan tegak yang dijumpai pada lokasi pengamatan Sungai Cipemali, gores garis (slickenside) pada singkapan batupasir N 2670 E / 220, Pitch 430, Plunge 70, N 2210 E.Dari indikasiindikasi struktur tersebut dapat disimpulkan bahwa sesar geser jurus Cipemali adalah sesar geser jurus mengiri (sinistral strike slip fault). 2.3.3. Analisa Pembentukan Struktur Daerah Penelitian Konfigurasi dari pola umum struktur geologi yang berkembang di daerah penelitianuntuk pola kekarnya berarah Baratlaut - Tenggara, Timurlaut - Baratdaya, Barat - Timur, dan Utara - Selatan. Adapun pola struktur Lipatannya berarah Barat-Timur sedangkan pola sesar -sesarnyaberarah Baratlaut-Tenggara dan Timurlaut -Baratdaya. Berdasarkan hasil analisa dari pola struktur geologinya, maka arah gaya utama yang bekerja di daerah penelitian mempunyai arah umum N 12º E Adapun urut-urutan kejadian struktur geologi di daerah penelitian dimulai dari terbentuknya kekarkekar shear dan tensional fracture, kemudian diikuti oleh pembentukan perlipatan berupa Antiklin Kiara Lawang dan Antiklin Kebandungan serta Sinklin Geger Kemuning, sinklin Gunung Tapak, dan sinklin Ciranggon. Fase selanjutnya terbentuk Sesar Anjak Gunung Tapak dan diakhiri dengan terbentukinya sesar-sesar geser jurus Cijemasih, Cirambatan, Cibende, Cibesole, dan Cipemali. Perioda tektonik yang terjadi di daerah penelitian terjadi mulai kala Pliosen Akhir hingga Plistosen, dengan arah gaya utama N 120 E atau Utara – Selatan. Hubungan pola struktur yang terdapat di daerah penelitian dengan pola struktur yang terdapat pada Cekungan Jawa Tengah Utara bagian barat mempunyai pola yang sama, yaitu pola struktur yang berarah utara – selatan dan barat – timur.
III. KAJIAN ENDAPAN TURBIDIT FORMASI HALANG 3.2. Turbidit 3.2.1.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
Endapan Turbidit Daerah Penelitian
9
Daerah penelitian berada pada Cekungan Bogor Serayu Utara - Kendeng, tersusun oleh batuan sedimen turbidit laut dalam.Berdasarkan beberapa peneliti, batuan penyusun Cekungan Serayu Utara bagian Barat berupa Formasi Pemali, Rambatan, Halang, dan Kumbang, dengan urutan stratigrafi yang selaras. Menurut beberapa peneliti terdahulu, Cekungan Jawa Tengah Utara bagian Barat tersusun oleh tumpukan lobe yang membentuk kipas laut dalam, akibat aliran gravitasi mulai dari debris flow hingga turbidit, yang diendapkan pada N9 - N19. Endapan dijumpai mulai upper fan, mid fan, lower fan dan basin plain, selain itu juga dijumpai batuan tidal. Tumpukan fasies di Cekungan Jawa Tengah Utara bagian Barat secara keseluruhan menunjukkanpenumpukan endapan kearah laut (progradasi). Pembahasan endapan turbidit di daerah penelitian difokuskan pada Satuan Batupasir selang - seling Batulempung sisipan Konglomerat dan Breksi (Formasi Halang). Adapun kajian endapan turbidit dilakukan dengan cara melakukan pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan - lintasan yang mewakili satuan batuan yang ada di daerah penelitian serta diusahakan pada lintasan lintasan yang tersingkap baik di lapangan. Hasil dari pengukuran penampang stratigrafi kemudian di analisa dengan model facies turbidit Walker (1978), Mutti (1973) serta disebandingkan dengan model Bouma (1962). Pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada 3 (tiga) lintasan, yaitu: Lintasan 1 - Sungai Rambatan, lintasan 2 - Sungai Malang, dan lintasan 3 - Desa Kebandungan.
bagian bawah lintasan ini dapat disebandingkan dengan facies Classic Turbidit (Walker, 1978). Kearah bagian atas susunan batuannya terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan kehadiran batupasirnya yang semakin menebal. Ketebalan batupasir berkisar dari 3 – 30 cm dan batulempungnya berkisar antara 15 – 75 cm. Sekuen batupasir menebal kearah atas (thickening upward sequence) dan ratio klastik kasar dan klastik halus sudah menunjukan keseimbangan. Struktur sedimen yang dijumpai pada bagian ini berupa struktur lapisan bersusun, parallel laminasi, dan konvolut. Struktur - struktur sedimen yang dijumpai pada batupasirnya masih menunjukan kesamaan dengan Fasies Ta, Tb, dan Tc Seri Bouma (1962) dan dapat disebandingkan dengan fasies Classic Turbidit (TC) (Walker,1978).
Konvolu t Paralel Laminasi
Foto 3.1. Foto struktur sedimen dan perselingan batupasir dan batulempung Tabel 3.1. Kolom stratigrafi lintasan 1 SungaiRambatan
1. Lintasan 1 - Sungai Rambatan Pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan ini dilakukan disepanjang sungai Rambatan, yang berada di desa Kamal, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bagian bawah penampang stratigrafi pada lintasanini, disusun oleh perselingan antara batupasir dan batulempung, denganketebalan batupasirnya berkisar antara 2 – 25 cm dan ketebalan batulempungnya berkisar antara 45 – 150 cm. Ketebalan batupasir pada bagian ini kearah atas semakin menebal dan mengkasar sedangkan batulempungnya semakin menipis. Ratio antara klastik kasar dan klastik halus lebih banyak klastik halusnya.Struktur sedimen yang dijumpai pada bagian ini umumnya paralel laminasi (Td) dari sekuen Bouma.Perselingan batupasir dan batulempung menunjukan menebal keatas (thickening upward sequence).Penampang stratigrafi
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
10
2. Lintasan 2 - Sungai Malang Susunan batuan yang terdapat pada lintasan ini (lihat kolom stratigrafi pada lampiran) mulai dari bagian yang paling bawah kearah atas dicirikan oleh perlapisan batupasir masif Ketebalan lapisan batupasirnya mencapai diatas 1 meter yang merupakan perselingan batupasir tanpa diselingi oleh batulempung yang dapat ditafsirkan sebagai bagian dari facies Ta Seri Bouma (1962), atau sebanding dengan fasies Masif Sandstone (TC) (Walker 1978). Kearah bagian atas dari penampang stratigrafi di lintasan ini perselingan batupasir dan batulempung kembali terjadi dengan sekuen yang menebal dan mengkasar keatas. Ketebalan batupasir berkisar antara 10 - 15 cm dan batulempungnya berkisar 15 - 40 cm. Struktur sedimen yang dijumpai pada lintasan ini adalah struktur laminasi sejajar (parallel lamination) yang menunjukan kesamaan dengan Fasies Tb Seri Bouma (1962) dan dapat disebandingkan dengan fasies Classic Turbidit (TD) (Walker, 1978).
Foto 3.2.Perselingan batupasir dan batu lempung dengan sekuen menebal keatas dan ingkapan perlapisan batupasir masif. Tabel 3.2.Kolom stratigrafi lintasan 2 Sungai Malang
3. Lintasan 3 Desa Kebandungan Susunan batuan yang terdapat pada lintasan ini (lihat kolom stratigrafi pada lampiran) mulai dari bagian yang paling bawah kearah atas dicirikan oleh hadirnya lapisan-lapisan breksi sebagai sisipan dalam perselingan batupasir dan batulempung. Struktur sedimen yang dijumpai adalah lapisan bersusun menghalus keatas (graded beding fining upward sequence). Breksi ini dapat disebandingkan dengan fasies Conglomerate supported by fragment (Walker,1978). Kearah bagian atas dari penampang stratigrafi pada lintasan ini disusun oleh perlapisan batupasir dan dibeberapa tempat dijumpai sisipan tipis batulempung.Struktur sedimen yang dijumpai berupa struktur stake out dan batupasirnya menipis kearah atas. Ketebalan batupasirnya mencapai diatas 1 m. Batupasir masif ini menunjukan kesamaan dengan Fasies Ta Seri Bouma (1962) yang dapat disebandingkan dengan fasies Masif Sandstone (Walker, 1978 ).
Foto 3.3.Singkapan breksi dengan struktur sedimen greded beding menghalus keatas dan Singkapan batupasir masif (bawah) dan menghalus kebagian atas. Tabel 3.3.Kolom stratigrafi lintasan 2 Desa Kebandungan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
11
3.2.2.
Pembahasan Fasies Turbidit Daerah
Penelitian Fasies turbidit dalam sistem kipas bawah laut (submarine fan)dikontrol oleh material sumber pemasoknya, terutama jumlah material kerakal, pasir, dan lempung.Secara umum, sekuen endapan turbidit di daerah penelitian tidak menunjukan urutan ideal sekuen Bouma, dalam hal ini terjadi pemotongan bagian atas (truncated sequance), yakni hilangnnya fasies pelitic interval (Te). Ciri-ciri karakteristik litologi dan struktur sedimen menunjukan bahwa proses sedimentasi Formasi Halang dipengaruhi oleh mekanisme arus turbid. Hasil pengamatan yang dilakukan di 3 lintasan menunjukan bahwa Formasi Halang disusun oleh fasies Matrix Suported (B), Masif Sandstone (C) dan Classic Turbidite (D) model fasies Walker (1978) serta fasies Ta, Tb, Tc, dan Td seri Bouma (1962).Mutti (1992) menghubungkan fasies turbidit dengan proses pengendapannya yang disebandingkan dengan sekuen Bouma. Pada daerah penelitian, fasies Ta (Bouma,1962) bisa disebandingkan dengan F2 (Mutti,1992) yang merupakan proses pengendapan aliran sangat pekat (hyperconcentrated flow) dengan mekanisme pengendapan yang disebabkan oleh aliran debris. Fasies Tc (Bouma, 1962) dapat disebandingakan dengan F8 (Mutti, 1992) yang merupakan proses Sandy high Density Turbidity Curent, sedangkan fasies Tc dan Td bisa disebandingkan dengan F9 (Mutti, 1992) yang merupakan proses Low Density Turbidity Curent yang dipengaruhi oleh arus traksi. Sedimentasi Formasi Halang di daerah penelitian jika dilihat dari fasies (Walker,1978) yang berkembang diperkirakan terjadi pada Upper – Lower Fan dari sistem kipas bawah laut.Dilihat dari persebaran litologinya seri Upper Fan dijumpai di bagian Selatan, Mid Fan dijumpai pada bagian Tengah hingga ke Utara, sedangkan Lower Fan dijumpai di bagian paling Utara daerah penelitian. Berdasarkan hasil kajian endapan turbidit yang dilakukan dari hasil pengukuran penampang stratigrafi di 3 (tiga) lintasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
2.
Daerah penelitian tersusun oleh tumpukan lidah kipas (lobe) yang membentuk kipas laut dalam, akibat aliran gravitasi mulai dari debris flow hingga turbidit, yang diendapkan pada N12-N18. Endapan dijumpai mulai upper fan, mid fan, dan lower fan. Tumpukan fasies di daerah penelitian
3.
4.
secara keseluruhan menunjukkan penumpukan endapan kearah laut (progradasi). Berdasarkan dari persebaran litologinya seri Upper Fan dijumpai di bagian Selatan, Mid Fan dijumpai pada bagian Tengah hingga ke Utara, sedangkan Lower Fan dijumpai di bagian paling Utara daerah penelitian. Pada pertengahan N18 terjadi fase tektonik aktif yang menyebabkan terjadinya peningkatan sedimentasi dengan produk vulkanik, dan setelahnya menunjukkan peningkatan akomodasi dan atau penurunan sedimentasi (transgresi), Breksi Formasi Kumbang yang terbentuk pada N18 – N19 yang menunjukkan peningkatan akomodasi.
Gambar3.1. Facies facies turbidit dan hubungannya dengan proses pengendapan (tipe aliran dan mekanisme pengendapan) menurut Mutti, E. (1992).
IV. SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir atau (N12N18).Pada kala ini diendapkan satuan batupasir selang-seling batulempung sisipan konglomerat dan breksi (Formasi Halang) dengan mekanisme arus turbit atau aliran gravitasi pada kipas bawah laut pada facies upper fan hingga lower fan. Pada pertengahan Miosen Atas atau N18 terjadi fase tektonik aktif yang menyebabkan terjadinya peningkatan sedimentasi dengan produk vulkanik, dan setelahnya menunjukkan peningkatan akomodasi dan atau penurunan sedimentasi (transgresi), yang kemudian secara menjemari diendapkan breksi yang bersisipan dengan batupasir dan lava dari Formasi Kumbang pada kipas bawah laut facies upper fan. Pengendapan ini berlangsung hingga kala Pliosen Awal.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
12
Pada kala Pliosen Akhirdaerah penelitianmengalami orogenesa (tektonik) yang mengakibatkan satuansatuan batuan Formasi Halang dan Formasi Kumbang mulai terangkat dari dasar laut kepermukaan dan membentuk perbukitan lipatan dan patahan. Pada awal Plistosen di diwilayah ini terjadi aktivitas pembentukan gunungapi, dimana pegunungan Serayu Utara tertutupi oleh produk gunungapi G. Slamet.Material piroklastik yang berupa tufa, tufa pasiran, tufa lapili, dan aglomerat yang terdapat di daerah penelitian merupakan material yang berasal dari G. Slamet dan diperkirakan merupakan bagian dari kaki G. Slamet. Proses pelapukan, erosi dan sedimentasi di daerah penelitian sudah berlangsung sejak akhir Pliosen saat Formasi Halang dan Formasi Kumbang terangkat menjadi daratan. Proses pelapukan, erosi/mass wasting, dan pengendapan masih terus berlangsung hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4]
[5]
[6]
[7]
Anonim, 1982, Penuntun Praktikum Geologi Struktur, Laboratorium Geologi Struktur, Jurusan Pendidikan Geologi, Institut Teknologi Bandung. Anonim, Penuntun Praktikum Mineralogi, Jurusan Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Bogor. Asikin, S, Kumpulan Kuliah Tektonik, Edaran Pertama, Institut Teknologi Bandung Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, The Hague Martinus Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands. Fisher, R,V. dan Schmincke, H, U,Pyroclastic Rocks , Springer – Verlag, Berlin Heidelberg, New York, Tokyo, 1984. Harahap, B.H., Bachri, S., Baharudin., dkk, 2003, Stratigraphic Lexicon of Indonesia, Geological Research and Development Center, Bandung. Kadarisma, D.S, 1997, Pedoman Praktikum Petrografi, Laboratorium Petrografi, Program Studi Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor.
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
Kadarisman, D.S, 1997. Pedoman Praktikum Mineral Optik, Laboratorium Mineral Optik, Program Studi Teknik Geologi, Universitas Pakuan, Bogor. Kastowo, 1975, Peta Geolgi Lembar Majenang, Jawa, Skala 1:100.000, Direktorat Geologi, Bandung. Luthfi, Mustafa, 2010, Prinsip – Prinsip Sedimentologi, Jurusan Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. Muif, Mudjur., dan Sudrajat, D, Petrologi dan Pedoman Praktikum, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor. Noor, Djauhari, 2010, Geomorfologi, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Tekni, Universitas Pakuan, Bogor. Noor, Djauhari, 2010, Analisa Stratigrafi, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Tekni, Universitas Pakuan, Bogor. Pannekoek, A.J, 1949, Out Line of The Geomorphology of Java, Op Cit Budio Basri, 1991, Garis Besar Geomorfologi Pulau Jawa, Jakarta. Syahrulyati, Teti dan Karmadi, M.A, 1994, Pedoman Praktikum Paleontologi, Laboratorium Paleontologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor. Syahrulyati, Teti dan Karmadi, M.A, 1994, Pedoman Praktikum Mikropaleontologi, Laboratorium Mikropaleontologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor. Thornbury, William D., Principles of Geomorphology, Second Edition, John Willey and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto, 594 p. Walker, R.G., James, N.P, 1992, Facies Models Respons to Sea Level Change, Geological Association of Canada, Kanada.
PENULIS 1. Dinta Anindy Ismiralda, ST., Alumni (Tahun 2013) Program Studi Teknik Geologi FT-Unpak 2. Ir. Djauhari Noor, M.Sc. Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi FT-Unpak 3. Ir.Teti Syahrulyati, M.Si., Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi FT-Unpak
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
13
.LAMPIRAN I
PETA GEOLOGI
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
14
LAMPIRAN II PETA GEOMORFOLOGI
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
15
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
16