GEOLOGI DAN GEOTREK LINTASAN GUNUNG GORA – WADUK MALAHAYU KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES, PROVINSI JAWA TENGAH Oleh: Nasrudin1), Akhmad Syafuan2), Denny Sukamto K.3) Abstrak Secara administratif daerah pemetaan mencakup daerah Malahayu dan sekitarnya Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Povinsi Jawa Tengah. Dengan luas ± 66,55 km2. Berdasarkan genetiknya geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Lipat patahan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan dan satuan geomorfologi dataran aluvial. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian yaitu pola aliran trelis, dendritik, dan radial Tahapan erosi dan jentera geomorfik di daerah penelitian berada pada tahapan muda, dewasa, dan tua. Tatanan batuan dari yang tertua hingga termuda adalah Satuan Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung (Formasi Halang), berumur Miosen Akhir atau N14–N18 diendapkan pada lingkungan laut dalam. Satuan Breksi (Formasi Kumbang) berumur Miosen Akhir–Pliosen Awal atau N18–N19 diendapkan pada lingkungan laut dalam. Hubungan stratigrafi antara kedua satuan ini menjemari. Aluvial sungai yang terdiri dari material lepas lempung hingga bongkah merupakan endapan termuda yang ada didaerah penelitian. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa kekar, lipatan dan patahan. Kekar yang dijumpai jenis kekar gerus dan kekar tarik. Struktur lipatan yang berkembang pada daerah penelitian berupa antiklin Dukuh Badag, Cisalak, serta sinklin Dukuh Badag, Cibeber dan Lebak Ciomas. Struktur sesar yang dijumpai adalah sesar mendatar Penanggapan. Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada kala Pliosen Akhir (N20) dengan arah gaya utama berkisar antara N330°E atau relatif BaratlautTenggara. Hasil kajian geowisata menghasilkan 3 (tiga) peta yaitu, peta obyek wisata dan peta obyek geologi, dari kedua peta tersebut menghasilkan peta obyek geotrek. Kata Kunci: Geologi, geotrek,jalur Gn. Gora – Waduk Malahayu. 1.
UMUM
Melihat dari sejarah sedimentasi yang cukup bervariasi, mulai dari lingkungan laut dangkal menuju ke laut dalam dan berakhir pada laut dangkal kembali. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini cukup rumit berupa perlipatan dan patahan yang berarah Utara-Selatan dan TimurlautBaratdaya yang melibatkan batuan – batuan dari formasi Pemali, Rambatan, Lawak, Halang, Kumbang, dan Tapak. Melihat potensi bentang alam yang ada berupa waduk dan pegunungan yang dapat di jadikan obyek wisata penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai geologi dan perencanaan geotrek. I. GEOLOGI UMUM 1.1. Geomorfologi Berdasakan letak dan ciri-ciri dari pembagian fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949),
maka daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor Serayu Utara Kendeng.
Gambar 2.1. Fisiografi Jawa Tengah
2.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan pada konsep yang dikemukakan W.M. Davis (1954) dan Thornbury W.D. (1969) yang meliputi aspek struktur, proses dan tahapan, maka geomorfologi daerah penelitian dikelompokkan menjadi 4 (empat) Satuan Geomorfologi yaitu:
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
1
2.1.1.1. Satuan Geomorfologi Dataran Lipat Patahan. Satuan geomorfologi dataran lipat patahan ini dikontrol oleh pola struktur lipatan dan patahan terhadap batuan-batuan yang ada. Satuan geomorfologi ini menempati seluruh luas daerah penelitian + 56,19%, secara morfografi satuan ini berbentuk dataran merupakan satuan geomorfologi yang mendominasi luas daerah penelitian. Satuan ini memperlihatkan relief yang landai sampai datar dengan presentasi kemiringan lereng 2% hingga 7% dengan ketinggian 50 – 100 mdpl (Van Zuidam,1985), pada peta geomorfologi diberi warna kuning. Proses erosi pada satuan ini berada pada tahap lanjut dan membuat satuan ini yang pada awalnya berbentuk bukit kini menjadi dataran sehingga jentera geomorfik pada satuan dataran lipat patahan masuk dalam tahapan tua. Satuan geomorfologi ini di tempati oleh litologi Satuan batupasir selang-seling batulempung (Formasi Halang).
2.1.1.4. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Satuan geomorfologi dataran aluvial ini menempati sekitar + 4,83% dari luas daerah penelitian. Keberadaan dataran aluvial dikarenakan wilayah yang datar yaitu dengan persen kemiringan < 5% sehingga menjadi tempat akumulasi pasokan sedimen yang berukuran lempung, pasir, krikil, krakal hingga bongkah di sekitar sungai. Satuan Geomorfologi ini berada interval kontur ±50-100 mdpl. Dataran aluvial ini berada di Baratlaut sampai Selatan peta Geomorfo, memanjang dengan arah Utara-Selatan yaitu mengikuti Sungai Cijalengkok dan di Tenggara Sungai Cicaruy. 1.2. Stratigrafi 1.2.1. Stratigrafi Regional Menurut pemetaan yang dilakukan Kastowo (1975) stratigrafi daerah penelitian dari yang tertua hingga termuda adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Tabel Stratigrafi Daerah Majenang, (Kastowo 1975)
2.1.1.2.
Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan. Satuan geomorfologi petbukitan lipatan ini dikontrol oleh pola struktur lipatan terhadap batuanbatuan yang ada. Satuan geomorfologi ini menempati + 5,11%. dengan presentasi kemiringan lereng 7% hingga 60% dengan ketinggian 100 – 124 mdpl Pada peta geomorfologi diberi warna hijau muda. Jentera geomorfik pada satuan ini masuk dalam tahapan dewasa. Satuan geomorfologi ini di tempati oleh litologi Satuan batupasir selang-seling batulempung (Formasi Halang). Dan breksi (Formasi Kumbang). 2.1.1.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan Satuan geomorfologi petbukitan lipat patahan ini dikontrol oleh pola struktur lipatan dan patahan terhadap batuan-batuan yang ada. Satuan geomorfologi ini menempati ± 28,24%. dengan presentasi kemiringan lereng 7% hingga 100% dengan ketinggian 100 – 700 mdpl Pada peta geomorfologi diberi warna coklat. Jentera geomorfik pada satuan ini masuk dalam tahapan dewasa. Satuan geomorfologi ini di tempati oleh litologi Satuan breksi (Formasi Kumbang).
2.2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan ciri-ciri litologi yang tersingkap di lapangan dan kesebandingan terhadap stratigrafi regional, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi kedalam tiga satuan batuan, dimulai dari tua ke muda adalah : 1. Satuan Batuan Batupasir Selang-seling Batulempung (Formasi Halang) 2. Satuan Breksi (Formasi Kumbang) 3. Satuan Endapan Aluvial.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
2
Tabel 2.1. Kolom Stratigrafi Penelitian (2015)
2.2.2.1. Satuan Batupasir selang-seling Batulempung. Satuan batuan ini tersingkap hampir di seluruh daerah penelitian dengan luas 76,61% dari luas daerah penelitian secara umum, kondisi singkapan segar dengan perlapisan yang mudah diukur. Struktur sedimen yang dijumpai berupa paralel laminasi, convolute dan dan cetak beban (Load Cast). Satuan ini terdiri dari perselingan antara batupasir selang – seling batulempung. Di bagian bawah di dominasi oleh batu pasir selang-seling lempung dengan dominasi pasir lalu di atasnya terdapat batupasir masif menipis ke atas batuan tersebut di endapkan batu pasir selang seling lempung dengan dominasi batulempung. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat satu kali proses pengendapan dengan mekanisme turbidit. Secara megaskopis Batupasir pada satuan memiliki ciri berwarna abu-abu terang, dengan ukuran butir pasir halus - sedang, bentuk butir membulat tanggung, pemilahan baik dengan kemas tertutup, karbonatan. Batulempung dengan ciri berwarna abu-abu, bersifat karbonatan. Kedudukan satuan batuan ini berarah relatif Baratlaut-Tenggara dengan kemiringan lapisan batuannya yang bervariasi berkisar antara 14o sampai 38o. Berdasarkan analisis petrografi nama sayatan batuan pasir ini adalah Chiefly Volcanic Wecke (Gilbert, 1954). Umur satuan batuan ini diperkirakan pada kala Miosen Akhir yaitu pada N14 – N18. Adapun kisaran lingkungan pengendapan dengan mekanisme turbidit pada suatu sistem lingkungan Kipas Laut dalam. Ketebalan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran pada penampang geologi diperoleh ketebalan diatas 1400 meter. 2.2.2.2. Satuan Breksi Secara menjemari diatas satuan batupasir selang – seling batulempung diendapkan satuan breksi. Satuan batuan ini menempati luas sekitar ± 12,72% luas daerah penelitian Secara umum satuan batuan
ini tersusun oleh breksi. Satuan batuan ini tersingkap dalam kondisi pada umumnya segar dan agak lapuk pada daerah penelitian. Struktur sedimen yang berkembang adalah normal gradded bedding. Secara megaskopis Breksi berwarna abu-abu kehitaman, dengan besar butir masa dasar pasir kasar hingga sedang (2-1/4 mm), ukuran fragmen 120 cm. Bentuk butir menyudut tanggung sampai membulat tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk, dengan semen oksida besi. Fragmen berupa batuan beku andesit. Kedudukan breksi tidak dapat diukur, pengukuran kedudukan dilakukan pada batupasir formasi halang yang ada di bawahnya. Jurus batupasir tersebut berkisar antara N 60˚E – N 230˚E dengan kemiringan batuan berkisar antara 16˚ - 35˚. Karena tidak dijumpai fosil dalam satuan ini maka untuk penentuan umur dilakukan dengan hukum Steno yaitu hukum superposisi serta memperhatikan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di bawahnya, yaitu Satuan Batuan Batupasir Selangseling Batulempung dengan umur N14 - N18. Satuan ini memperlihatkan hubungan menjemari dengan satuan dibawahnya. Dalam buku Stratigraphy Lexicon Of Indonesia (2003) menyatakan umur satuan breksi Formasi Kumbang adalah Pliosen Awal. Maka disimpulkan bahwa Satuan Batupasir Sisipan Breksi ini berumur N18 N19 atau pada kala Miosen Akhir - Pliosen Awal. Adapun kisaran lingkungan pengendapan dengan mekanisme turbidit pada suatu sistem lingkungan Kipas Laut dalam. Ketebalan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran pada penampang geologi diperoleh ketebalan diatas 850 meter. 2.2.2.3. Satuan Endapan Alluvial Penyebaran satuan ini kurang lebih 5,12% dari seluruh luas daerah penelitian, menyebar di sepanjang sungai utama daerah penelitian yaitu Sungai Cicaruy, dan Sungai Cijangkelok. Satuan alluvial ini menempati Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Ketebalan dari satuan ini dari 0,5 meter hingga 3 meter di daerah penelitian, merupakan hasil dari rombakan batuan sebelumnya. Endapan ini di daerah penelitian merupakan material lepas berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal, berangkal sampai bongkah, dengan bentuk membulat tanggung sampai membulat, dan komposisinya terdiri dari batuan beku dan batupasir. Endapan alluvial sungai ini menutupi satuan batuan yang ada dibawahnya berupa bidang erosi.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
3
2.3. Struktur Geologi 2.3.1. Struktur Geologi Regional Struktur Regional menurut “Pulunggono dan Martojoyo (1949)”, di Pulau Jawa dikenal ada tiga pola struktur dominan, antara lain Pola Meratus, Pola Sunda dan Pola Jawa. Ketiga pola tersebut terbentuk pada waktu yang berbeda dan menghasilkan kondisi tektoni k yang berbeda pula.
Gambar 2. Struktur Regional Pulau Jawa
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian dijumpai struktur geologi berupa kekar, perlipatan dan sesar. 2.3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian 2.3.2.1. Struktur Kekar Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat 2 (dua) kekar yang terbentuk, yaitu: Kekar Gerus dan Kekar Tarik. 2.3.2.2. Struktur Lipatan a. Sinklin Dukuh Badag Sinklin ini melewati daerah Dukuh Badag yang terletak dibagian Baratlaut daerah penelitian, arah sumbu hampir Timurlaut-Baratdaya dengan panjang sumbu ± 1 Km. Dimana kedudukan lapisan pada sayap Baratlaut N80oE/46º dan sayap bagian Tenggara N260°E/45° Struktur Sinklin Dukuh Badag dapat diklasifikasikan sebagai Antiklin Asimetri. b. Sinklin CibeberSinklin ini berada di Barataut daerah penelitian memanjang dari Cibeber yang ada di Desa Bandung Sari hingga Desa Malahayu dengan panjang ± 6 km. Dimana kemiringan lapisan pada sayap baratlaut 27° - 33° dengan arah jurusnya N60°E – N70°E (hampir timurlaut – baratdaya) sedangkan pada sayap bagian tenggara kemiringan 26° -34°dengan arah jurusnya N230°E – N240°E. Struktur sinklin Cibeber dapat diklasifikasikan sebagai Sinklin Simetri.
c. Sinklin Lebak Ciomas Sinklin ini dinamakan Sinklin Lebak Ciomas karena sumbu sinklinnya melalui desa Lebak Ciomas memanjang dari Baratdaya ke Timur sepanjang ± 6 Km. Pada sayap bagian baratlaut kemiringannya berkisar 14° - 35° dan jurus lapisannya berkisar antara N45°E – N60°E, sedangkan sayap bagian tenggara kemiringannya sekitar 25° - 36°dan jurusnya berkisar antara N230°E – N235°E. Berdasarkan perbedaan kemiringan yang hampir sama pada kedua sayapnya maka Sinklin ini diklasifikasikan sebagai Sinklin Simetri. d. Antiklin Dukuh Badag Antiklin ini dinamakan Antiklin Dukuh Badag karena sumbu antiklinnya melalui desa Dukuh Badag, dengan panjang ± 4 Km. Pada sayap bagian baratlaut kemiringannya berkisar 28° - 31° dan jurus lapisannya berkisar antara N263°E – N273°E, sedangkan sayap bagian tenggara memiliki kemiringan 27° - 33°dan jurusnya berkisar antara N60°E – N70°E. Berdasarkan konstruksi penampang, antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin Asimetri. e. Antiklin Cisalak Antiklin ini dinamakan Antiklin Cisalak karena melewati sungai Cisalak yang ada di Desa Citenjo hingga Desa Malahayu dengan panjang sumbu ± 5 km. Pada sayap bagian baratlaut kemiringannya berkisar 26° - 34° dan jurus lapisannya berkisar antara N230°E – N240°E, sedangkan sayap bagian Baratdaya memiliki kemiringan 14° - 35°dan jurusnya berkisar antara N45°E – N60°E. Berdasarkan konstruksi penampang, antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin Asimetri. A.
Struktur Sesar
a. Sesar Mendatar Penanggapan Penamaan Sesar Mendatar Penanggapan dikarenakan sesar ini melewati Desa Penanggapan yang ada di sebelah Selatan daerah penelitian. Arah sesar ini memanjang dari Baratlaut-Tenggara searah dengan pola lipatan yang ada di daerah penelitian. Adapun indikasi adanya Mendatar Penanggapan di lapangan adalah: a) Offset pada batupasir degan arah N310°E, lokasi Lp 078 St 9 sungai Cisalak. b) Zona hancuran berupa milonitisasi pada batulempung degan arah N320°E, lokasi Lp004 St1 sungai Cigareong.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
4
2.3.2.3. Analisa Gaya Utama Dalam melakukan analisis struktur geologi penulis tidak menggunakan pola umum dari sesar mendatar, tetapi disini penulis menggunakan pola umum dari lipatan yang terbentuk pada daerah penelitian. Walaupun sesar mendatar banyak di pakai orang dalam menentukan arah gaya utama, karena terbentuk setelah lipatan, kekar dan sesar naik (Moody and Hill, 1956). Tetapi pada daerah penelitian kedudukan lapisan batuan, sumbu lipatan yang terbentuk arahnya hampir tidak berubah dan masih berarah baratdaya – timur laut. Hal itu menunjukkan bahwa sesar mendatar yang terbentuk setelah lipatan dan kekar tidak merubah kedudukan lapisan batuan, dan sumbu lipatan yang terbentuk sebelumnya. Berdasarkan arah umum struktur yang ada pada daerah penelitian, dimana arah lipatan yang lebih dominan dengan arah umum barat daya – timur laut, yaitu N60° E, dan jika disesuaikan dengan konsep Moody and Hill (1956), dimana lipatan yang terbentuk akan tegak lurus terhadap arah gaya utama. Maka arah gaya utama yang menyebabkan terjadinya deformasi pada daerah penelitian adalah N330° E atau berarah Barat laut - Tenggara. 2.3.2.4. Umur dan Mekanisme Struktur Dalam menentukan umur struktur geologi, penulis menggunakan umur dari satuan batuan dimana struktur geologi tersebut memotong umur satuan batuan di daerah penelitian. Struktur geologi akan lebih muda dibanding umur satuan batuan yang terpatahkan. Struktur geologi yang terbentuk di daerah penelitian, berupa struktur patahan terjadi pada Satuan Batuan Batupasir Slang – Seling Batulempung (Formasi Halang) pada umur Miosen Akhir (N14-N18) dan Satuan Breksi (Formasi Kumbang) pada umur Miosen Akhir – Pliosen Awal (N18-N19), maka dengan demikian kejadian tektonik yang menyebabkan terbentuk proses struktur geologi tersebut, terjadi setelah kala Pliosen Awal. Oleh karena itu, penulis menarik kesimpulan bahwa umur struktur geologi yang berkembang di daerah penelitan dimulai pada kala Pliosen Awal atau pada masa orogenesa Plio-Plistosen. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian di mulai pada kala Miosen Akhir dengan arah gaya utamanya berkisar antara N330°E yang membentuk pola-pola kekar gerus (shear fracture) dan kekar tarik (extension fracture). Gaya masih terus berlangsung sehingga terbentuk Lipatan sinklin Dukuh Badag, sinklin Cibeber, sinklin Lebak
Ciomas, serta antiklin Dukuh Badag, antiklin Cisalak. Gaya masih terus berlangsung hingga melewati batas ambang elastisitas batuan, sehingga terbentuk sesar mendatar Penanggapan. 2.4. Sejarah Geologi Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Miosen Akhir (N14-N18). Pada kala ini diendapkan Satuan Batuan batupasir selang-seling batulempung (Formasi Halang) dengan mekanisme arus turbit atau aliran gravitasi kipas bawah laut, ketebalan satuan ini berdasarkan penampang geologi diatas 1400 m. Kemudian pada umur Miosen Akhir (N18N19) secara menjemari diendapkan Satuan Breksi dengan ketebalan 850 m pada lingkungan yang sama yaitu laut dalam, namun dalam fasies yang berbeda yaitu berada pada fasies kipas atas. Setelah itu pada umur Pliosen hingga Plistosen di daerah penelitian tidak ditemukan adanya pengendapan karena di daerah ini terjadi orogenesa yang diperkirakan berumur Plio-Plistosen. Sehingga terbentuk perlipatan sinklin Dukuh Badag, sinklin Cibeber, sinklin Lebak Ciomas, antiklin Dukuh Badag, antiklin Cisalak dan sesar mendatar Penanggapan dengan arah hampir BaratlautTenggara. Kemudian pada akhir Kala Plistosen hingga Holosen mulai terbentuk Satuan Endapan Aluvial yang terjadi karena proses erosi, transportasi dan sedimentasi dari batuan yang telah terbentuk sebelumnya. 2.5. Studi Geowisata Geowisata adalah suatu kegiatan wisata berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal. Indonesia adalah negara yang memiliki daya tarik geologis yang khas di berbagai wilayah dan dapat dijadikan sebagai objek geowisata. Pengembangan geowisata di Indonesia harus segera dilakukan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Wisata kebumian (geowisata) dapat dijadikan jembatan dalam rangka sosialisasi ilmu pengetahuan alam, pendidikan lingkungan dan pelestarian alam dan pada akhirnya diharapkan akan terwujud pembangunan pariwisata yang berkelanjutan berbasis kearifan lokal. Daerah Malahayu Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki sejarah geologi yang cukup menarik untuk dikunjungi mulai dari keragaman batuan,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
5
struktur geologi, dan bentang alam morfologinya. Daerah ini memiliki keunikan dibandingkan dari daerah lain karna dari 11 (sebelas) Kecamatan yang ada di Brebes memiliki tanaman bawang merah yang meluas. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan Bahasa Jawa yang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, biasanya disebut dengan Bahasa Jawa Brebes. Namun terdapat kenyataan pula bahwa sebagian penduduk Kabupaten Brebes juga bertutur dalam bahasa Sunda. Desa Banjarharjo memiliki kesenian yang hingga kini masih bertahan, yaitu kesenian Reog Banjarharjo. Adanya potensi untuk pengembangan wisata yang memadukan informasi biodiversity, cultural diversity dan geologi beraspek geodiversity untuk menjelaskan proses pembentukan suatu keindahan, keunikan dan kelangkaan objek wisata alam. Untuk kemajuan daerah tersebut membuat penulis berkeinginan melakukan penelitian yaitu melakukan pemetaan geologi dan potensi geowisata yang akan di sajikan dalam bentuk peta agar bisa dipergunakan sebagai masukan dalam pengembangan wisata berupa geotrek pada daerah tersebut. 2.5.1 Prinsip Geowisata Prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan geowisata diantaranya adalah Geologically based (Berbasis Geologi) Artinya objek/tempat/lokasi yang dijadikan sebagai area geowisata merupakan bentukkan hasil proses gelologi. Aspek fisik yang dijadikan daya tarik wisata tersebut dapat berupa kondisi tanah, kandungan mineral, jenis batuan dan lainnya yang masih berhubungan dengan geologi. Suistanable (Berkelanjutan) Artinya pengembangan dan pengelolaan lokasi geowisata haruslah berkelanjutan agar kelestariannya dapat terjaga. Beragamnya kondisi geologi Indonesia menyebabkan banyak ditemukannya mineralmineral berharga yang dapat memancing oknum tidak bertanggung jawab untuk mengambil dan merusak lingkungan disekitarnya. Geologically informative (Bersifat Informasi Geologi) Artinya di lokasi geowisata dilengkapi dengan informasi tentang sejarah terbentuknya bentukkan geologi tersebut, jadi wisatawan paham akan proses proses alam yang terjadi. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan masyarakat akan sadar dan tidak berupaya merusak keindahan lingkungan di sekitar objek geowisata.
Locally beneficial (Bermanfaat Secara Lokal) Artinya keberadaan geowisata dapat memberikan manfaat bagi masyarakat/komunitas yang berada di sekitarnya. Manfaat tersebut dapat berupa segi ekonomi, sosial atau lainnya. Dengan dibukanya suatu kawasan geowisata diharapkan proses pembangunan di daerah tersebut semaik meningkat. Tourist satisfaction (Kepuasan Pengunjung) Artinya objek geowisata dapat memberikan kepuasan lahir dan batin bagi wisatawan yang mengunjunginya. Kepuasan tersebut dapat didapat salah satunya dengan tata kelola tempat geowisata yang rapi, bersih dan akses yang memudahkan masyarakat untuk mengunjunginya. 2.5.2. Kosep Pengembangan Geowisata Geodiversity merupakan gambaran dari ragam komponen geologi yang terdapat di suatu daerah termasuk keberadaan, penyebaran, dan keadaannya sehingga dapat mewakili evolusi geologi daerah tersebut. Batuan, mineral, fosil, tanah dan bentangalam adalah bagian integral dari alam. Biodiversity merupakan Keanekaragaman makhluk hidup flora dan fauna yang terdapat di alam. Makhluk hidup dan hal-hal yang berhubugan dengan ekologinya, dimana makhluk hidup tersebut terdapat. Cultural Diversity “keragaman budaya” Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dari ketiga aspek tersebut maka di susunlah sebuah jalur geotrek lintasan Gunung Gora – Waduk Malahayu degan obyek pengamatan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
Gambar Pemandangan Gn. Gora
6
Gambar Offset Pada Batupasir
Gambar Pemandangan Pesawahan Gambar 2. Struktur Regional Pulau Jawa
u Jawa
Gambar Singkapan Batuan
Gambar Struktur Sedimen Load Cast/Pembebanan
Gambar Pemandangan Waduk Malahayu
Gambar Singkapan Breksi
Gambar Pemandangan Gn. Gora Gambar Aluvial dan Dataran Banjir
.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
7
Gambar Spheroidal Weathering
Gambar Pemandangan Waduk Malahayu
Gambar Milonitisasi
Gambar Telur Asin Khas Brebes
Gambar Struktur Sedimen Pararel Laminasi
Gambar Perkebunan Bawang Merah
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
Gambar Pabrik Grabah/Guci
Gambar Pabrik Kramik
8
Gambar Bawang Merah
Gambar Kesenian Reog Penanggapan
2.6 Permasalahan Geowisata masih menghadapi berbagai kendala yang bisa menghambat pengembangan Geotrek tersebut. Berbagai faktor yang berpotensi menjadi hambatan antara lain sebagai berikut : Minimnya penunjuk arah, peta atau papan nama kawasan yang menarik perhatian sehingga hanya masyarakat setempat saja yang mengetahui keberadaan Desa Wisata tersebut.
Minimnya penerangan jika perjalanan malam hari mengingat di sisi jalan terdapat jurang dan sulit untuk menemukan angkutan umum pada malam hari.
Belum tersedianya trek/petunjuk arah untuk pejalan kaki sehingga menyulitkan untuk melintasinya dan belum tersedianya pemandu. Masih terdapat sampah – sampah yang tersebar dikawasan waduk dan inprastuktur yang sudah rusak.
Belum ada bangunan memadai untuk berjualan di Waduk Malahayu yang permanen dari para pedagang setempat, termasuk kamar mandi dan WC.
Bentuk – bentuk cinderamata hasil kerajian masyarakat setempat di Waduk Malahayu belum tersedia. Ada pun buah tangan yang berupa oleh – oleh khas Brebes terdapat di luar kawasan Wisata, yaitu di Desa Malahayu ada hasil kerajinan seperti gerabah, guci dan pembuatan telur asin.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
9
Dengan permasalahan yang ada untuk saat ini Geotrek Lintasan Gn. Gora - Waduk Malahayu tidak prospek untuk di jadikan Geowisata. 2.7 Rekomendasi Menyediakan transportasi umum dengan frekuensi pemberangkatan yang jumlahnya memadai dan pemerintah hendaknya memberikan penerangan jalan diarea jalan tertentu yang cukup membahayakan. Selain itu diperbanyak rambu – rambu khususnya di jalan yang dikiri kanannya terdapat jurang.
Membangun pusat – pusat perhentian atau tempat istirahat yang dilengkapi dengan warung makan dan kebutruhan lainnya, agar pengunjung atau wisatawan tidak merasa jenuh dalam perjalanan.
Kebersihan, ketertiban, keteratuarn harus teap dipelihara, khusus di kawasan Waduk Malahayu selayaknya segera dibenahi dengan menyediakan tempat sampah dan membuat papan pengumuman agar tidak membuang sampah sembarangan.
Selain itu kios setempat bisa menjual gerabah/guci, telur asin serta makanan khas hasil pertanian/ perkebunan warga setempat seperti keripik kentang, tales dan singkong dan lain – lain. Pada konteks ini juga perlu penyuluhan seputar teknologi sederhana dalam pengemasan makanan agar awet dan biasa dipakai sebagai oleh – oleh. Menciptakan acara yang spesifik dalam hal tradisi, selamatan atau upacara lain yang spesifik sebagai bentuk pemeliharaan nilai budaya yang dapat dipakai juga sebagai pendukung promosi desa wisata. Tanpa acara yang spesifik, sulit untuk mendatangkan pengunjung dari berbagai tempat selain dari Brebes,
Membuat brosur yang menarik keberadaan Geotrek jalur Gn. Gora-Waduk Malahayu, dibagikan di berbagai pusat keramaian di kawasan perkotaan sekitar Brebes Tegal Slawi. Disamping itu di kantor Desa Pandansari juga disediakan brosur Geotrek.
Dengan perbaikan infrastuktur dan menejemen yang baik dapat diharapkan menarik minat bagi para wisatawan yang akan berkunjung sehingga dapat meningkatkan pembentukan usaha-usaha
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
10
lokal yang inovatif, bisnis kecil, indutri penginapan, kursus dan pelatihan dan peningkatan lapangan pekerjaan dan melestarikan kesenian Reog Penanggapan. 2.8 Kesimpulan Berdasarkan hasil bahasan sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka geologi daerah Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah dapat disimpulkan sebagai berikut: Geomorfologi daerah penelitian secara morfogenesa dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Lipat Patahan, Perbukitan Lipatan, Perbukitan Lipat Patahan, dan Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian adalah trellis, denritik, radial yang dikendalikan oleh struktur perlipatan dan patahan. Adapun stadia sungai dan jentera geomorfik berada dalam tahapan muda dan dewasa. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian secara litostratigrafi dapat di kelompokan menjadi 3 (tiga) satuan stratigrafi, yaitu dari yang tertua hingga termuda adalah Satuan Batuan Batupasir selang – seling Batulempung (Formasi Halang) yang diendapkan di lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus turbidit pada fasies Kipas Tengah pada kala Miosen (N14 – N18). Pada Kala Miosen Akhir – Pliosen Awal (N18 - N19) secara menjemari oleh satuan batupasir diendapkan Satuan Breksi. Satuan breksi ini di endapkan pada lingkungan laut dalam. Satuan termuda yang terdapat di daerah penelitian berupa satuan Aluvial berumur Holosen dan tersusun dari material lepas, lempung hingga bongkah dan dijumpai menutupi satuan-satuan batuan yang lebih tua secara tidak selaras. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, lipatan dan patahan. Struktur kekar yang dijumpai berupa kekar gerus (shear joint). Struktur perlipatan berupa struktur antiklin Dukuh Badag dan antiklin Cisalak serta struktur sinklin Dukuh Badag, sinklin Cibeber dan sinklin Lebak Ciomas. Struktur sesar yang dijumpai adalah sesar mendatar Penanggapan. Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada kala Plistosen (N20) dengan arah gaya utama N 330ºE atau relative Baratlaut – Tenggara.
Hasil kajian potensi geowisata di daerah penelitian dilihat dari aspek Geodiversity daerah ini memiliki sejarah geologi yang cukup menarik untuk dikunjungi mulai dari keragaman batuan, struktur geologi, dan bentang alam morfologinya. Dilihat dari aspek Biodiversity daerah ini memiliki keunikan dibandingkan dari daerah lain karna dari 11 kecamatan yang ada di Brebes memiliki tanaman bawang merah yang meluas. Dilihat dari aspek Keragaman budaya atau “cultural diversity” Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa yang mempunyai cirri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, biasanya disebut dengan Bahasa Jawa Brebes. Namun terdapat kenyataan pula bahwa sebagian penduduk Kabupaten Brebes juga bertutur dalam bahasa Sunda. Desa Banjarharjo memiliki kesenian yang hingga kini masih bertahan, yaitu kesenian Reog Banjarharjo. Daerah ini cocok untuk dijadikan geotrek lintasan Gunung Gora – Waduk Malahayu. Karna belum tersedianya infrastruktur serta menejemen pengelolaan tempat wisata yang baik dan berbagai permasalahan yang ada maka untuk saat ini geotrek lintasan Gunung Gora - Waduk Malahayu tidak prospek untuk di jadikan Geowisata. PUSTAKA : 1] Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, The Hague Martinus Nijhoff, Vol.1A, Netherlands. 2] Billings, Marlan P., 1960, Structural Geology, Second Edition, Prentice – Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 514 p. 3] Kastowo, 1975, Peta Geolgi Lembar Majenang, Jawa, Skala 1:100.000, Direktorat Geologi, Bandung. 4] Mark, P, 1957, Stratigraphic Lexicon of Indonesia, Geological Research and Development Center, Bandung. 5] Sudjono. Martodjojo., dan A. Pulunggono, 1994, Geotektonik Pelau Jawa Sejak Akhir Mesozoik Hingga Kuarter, Makalah Seminar Geologi, Jurusan Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 6] Putro, R.D, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia Edisi 1996, revisi SSI 1973, Jakarta, IAGI. 7] Syahrulyati, Teti dan Karmadi, M. A, 1994, Pedoman Praktikum Paleontologi, Laboratorium Paleontologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
11
8]
Thornbury, William D., Principles of Geomorphology, Second Edition, John Willey and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto, 594. 9] Walker, R.G., James, N.P, 1992, Facies Models Respons to Sea Level Change, Geological Association of Canada, Kanada. 10] http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=48 11] http://www.dewatajourney.com 12] national geographic
PENULIS : 1) Nasrudin, ST., Alumni (2015) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan. 2) Ir. H. Akhmad Syafuan, MT. Staf Pengajar Program Studi Teknik Geologi , Fakultas Teknik – Universitas Pakuan. 3) Ir. Denny Sukamto Kadarisman, MT. Staf Pengajar Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan
12