Penurunan Produksi Kopi Disebabkan oleh Serangan Hemileia vastatrix Oleh: Ayu Endah Anugrahini, SP dan Umiati, SP Tanaman kopi ( Coffea sp ) merupakan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat baik untuk dikembangkan budidaya nya di tanah Indonesia. Permintaan akan hasil perkebunan kopi sangat tinggi maka dari itu peningkatan produktifitas pada tanaman kopi harus semakin ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Seiring meningkatnya produktifitas dari tanaman kopi diiringi dengan permasalahan yang cukup serius dalam mengancam produktifitas tanaman kopi. Salah satu penyebabnya adalah akibat organisme penggangu tanaman baik oleh jamur, bakteri ataupun virus yang menyerang organ dari tanaman kopi sehingga mengakibatkan petani harus lebih berhati-hati dalam berbudidaya tanaman kopi. Salah satu organisme pengganggu tanaman yang menyerang organ pada tanaman kopi salah satunya adalah penyakit Karat daun kopi ( Hemileia vastatrix ). Akibat dari penyakit tanaman karat daun kopi ini ( Hemileia vastatrix ) menyebabkan kerusakan serta kematian pada tanaman. Hal ini akan berdampak pada penurunan hasil produksi, adanya penurunan hasil produksi ini akan menimbulkan kerugian. Kerugian yang terjadi dapat berupa kerugian lansung dan tidak langsung. Kerugian langsung adalah kerugian yang dialami oleh petani akibat adanya serangan penyakit tersebut.
Gambar. Karat Daun Kopi (H. vastatrix)
Kerugian langsung yang terjadi misalnya berkurangnya kuantitas hasil pertanian dan berkurangnya kualitas hasil pertanian, peningkatan biaya produksi, dan berkurangnya kemampuan usaha tani. Penyakit karat daun kopi yang menyerang bagian daun dapat menghambat proses fotosintesis tanaman kopi sehingga hal ini akan berpengaruh pada hasil produksi biji kopi yang dihasilkan secara signifikan. Kerugian tidak langsung merupakan kerugian yang diderita oleh masyarakat. Kerugian tidak langsung dapat berupa harga produk komoditas kopi yang lebih mahal, lesunya sektor pendukung usaha tani kopi (perbankan, transportasi, industri, pedagang, eksportir, dan lain-lain), dan menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan. Pada tahun 1876 penyakit ini mulai dikenal di Jawa dan Sumatra. Pada tahun 1885 perkembangan perkebunan kopi di Indonesia berhenti akibat penyakit ini. Antara tahun 1986 dan 1990 produksi kopi merosot menjadi 25% dari semula (Sukamto, 1998). Pada kopi robusta, penyakit ini tidak menjadi masalah, sedangkan pada kopi arabika penyakit ini menjadi masalah utama. Cara pengendalian penyakit sementara ini dilakukan dengan dua cara, yaitu menanam jenis-jenis kopi arabika tahan, dan menyemprot tanaman dengan fungisida. Klasifikasi ilmiah dari Hemileia vastatrix Kingdom
: Fungi
Divisi
: Basidiomycota
Kelas
: Pucciniomycetes
Ordo
: Pucciniales
Genus
: Hemileia
Spesies
: Hemileia vastatrix
Hemileia vastatrix termasuk dalam filum Basidomycetes. Basidimycotina mempunyai bentuk uniseluler dan multiseluler serta dapat bereproduksi secara generatif dan vegetatif. Cara perkembangbiakan generatif dengan menggunakan spora seksual, yaitu basidiospora atau sporofida. Cendawan ini memiliki spora dengan inti haploid sederhana. Spora berkecambah menjadi hifa, yang mengandung inti haploid. Hifa dapat menghasilkan spora haploid lagi atau bersatu dengan hifa lain membentuk jalinan hifa yang kompleks. Zigot dihasilkan dari dua hifa yang intinya bersatu. Zigot membelah secara meiosis. Dalam perkembangbiakannya, spermatia (sel sperma) membuahi hifa khusus penerima (reseptif) pada spermogonia dan menghasilkan
urediospora. Urediospora hialin, semula bulat tetapi segera memanjang dan bentuknya mirip juring buah jeruk. Urediospora yang matang isinya berwarna jingga, sedang dindingnya tetap tidak berwarna. Sisi luar yang cembung mempunyai duri – duri, sedang sisi lainnya tetap halus (hemi leios = setengah licin). Uredospora berukuran 26 – 40 x 20 – 30 µm. Urediospora berkecambah dengan membentuk basidium, yang akhirnya menghasilkan basidiospora (Anonim, 2015)
Gejala Tanaman sakit ditandai oleh adanya bercak – bercak berwarna kuning muda pada sisi bawah daun, kemudian berubah menjadi kuning tua, menghitam, lalu mengering. Di bagian bawah daun terbentuk tepung berwarna oranye, daun yang parah akan rontok, sehingga lambat laun tanaman menjadi gundul. Tanaman akan kehabisan cadangan amilum dalam akar dan rantingnya, yang akan berakibat kematian pada tanaman. Pada kopi Arabica, penyakit ini menjadi masalah utama (Kridanto, 2014).
Pengendalian Pengendalian penyakit karat daun pada tanaman kopi terbagi menjadi empat cara yaitu pengendalian secara fisik, mekanis, kultur teknis, biologis dan kimia. Pengendalian penyakit tanaman kopi secara mekanis dengan memperkuat kebugaran tanaman melalui pemupukan berimbang, pemangkasan cabang negatif, dan pengaturan naungan untuk mengurangi kelembaban kebun dan memberikan sinar matahari yang cukup pada tanaman. Selain itu, menurut Balit Karet Sembawa (1996) pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan pengolahan tanah dan penebasan yang dapat mengurangi persaingan alang-alang dengan tanaman pokok. Hal ini hanya bersifat sementara dan harus sering diulangi minimum sebulan sekali. Pengendalian secara kultur teknis melalui pengaturan naungan melalui pemangkasan yang dilaksanakan sesuai musim. Pada saat musim kemarau tidak dilakukan pemangkasan, dan menjelang musim hujan dilakukan pemangkasan, hal ini secara tidak langsung akan mengurangi sumber inokulum penyebab penyakit. Pemupukan berimbang yang sesuai dengan kebutuhan tanaman akan mengurangi intensitas serangan. Selain itu pengendalian kultur teknis dapat
dilakukan dengan penggunaan tanaman penutup tanah leguminosa (PTL). Jenis-jenis PTL yang sesuai meliputi Centrosema pubescens, Pueraria javanica, P. triloba, C. mucunoides, Mucuna spp. dan Stylosanthes guyanensis. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan cara menanam jenis-jenis kopi Arabica tahan penyakit. Di Indonesia ada beberapa jenis kopi yang tahan penyakit misalnya varietas Lini S yaitu S 795 dan jenis USDA yaitu USDA 230762 dan Karika. Namun jenis-jenis kopi ini terutama Kartika dilaporkan ketahannya sudah turun sehingga sehingga perkebunan lebih tertarik mengendalikan penyakit ini dengan fungisida. Fungisida yang banyak digunakan adalah senyawa tembaga (Copper sandoz, Cupravit, Cobox atau Vitigran blue) atau fungisida sistemik seperti trademefon (Bayleton 250 EC). Pengendalian secara kimia sebaiknya hanya dilakukan setelah serangan karat daun mencapai ambang toleransi 20% dari daun kopi yang terserang. Aplikasi dilakukan dengan penggunaan fungisida kontak atau sistemik. Pemakaian fungisida sistemik disarankan tidak lebih dari dua kali setahun. Sedangkan fungisida kontak dapat digunakan dengan interval 2-3 minggu. Sampai sekarang fungisida kontak yang berbahan aktif tembaga masih cukup efektif dibandingkan dengan fungisida sistemik dengan bahan aktif Triademefon. Pencegahan penyakit karat daun dapat dilakukan dengan tidak menanam kopi Arabika di bawah ketinggian 750 m dpl dan penggunaan varietas resisten. Varietas yang dianjurkan untuk kopi Arabika adalah Lini S (S 795 dan 1934), USDA (230762 dan 230731), dan BP 453A (CIFC 519-3).
Daftar Pustaka Anonim. 2 Februari 2015. Penyakit Karat Daun Hemileia vastatrix B. et. Br pada Tanaman Kopi. file:///E:/webquw/kopi%20%28hemalia%20vastatrix%29/Penyakit%20Karat%20Daun%20 Hemileia%20vastatrix%20B.%20et.%20Br%20pada%20Tanaman%20Kopi%20_%20Just Maulz.htm. Diakses tanggal 7 Januari 2016. Balai Penelitian Sembawa, 1996. Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat (edisi ke-2). Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa, Palembang Kridanto P, Digdo. 2 Agustus 2014. Penyakit Karat Daun (Hemilia Vastatrix). file:///E:/webquw/kopi%20%28hemalia%20vastatrix%29/Penyakit%20Karat%20Daun%20 Kopi%20%28Hemileia%20vastratrix%29%20_%20AGRONOMERS.htm. Diakses tanggal 4 Januari 2016.
Sukamto. S. 1998. Pengelolaan Penyakit Tanaman kopi. Kumpulan Materi Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Kopi. PUSLIT KOKA. 1998.