III. METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang merupakan daerah penangkapan (fishing ground) cumi-cumi sirip besar oleh nelayan Pulau Panggang. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan (Maret 2011 hingga Mei 2011).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan terdiri dari alat tangkap, alat tulis, timbangan digital, GPS (Global Positioning System), kamera digital, dan tissue. Bahan yang digunakan ialah cumi-cumi sirip besar (Tabel 1). Tabel 1. Alat dan bahan serta kegunaannya Jenis Alat 1.
Jaring lingkar dengan mata jaring 1 inch
Kegunaan Menangkap cumi-cumi
14
Tabel 1. (lanjutan) Jenis Alat 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pancing cumi-cumi dengan umpan buatan Penggaris dengan ketelitian 0.5 mm Timbangan digital dengan ketelitian 0.01 g Alat tulis Tissue Kamera GPS
Bahan 1. Cumi-cumi sirip besar
Kegunaan Menangkap cumi-cumi Mengukur panjang cumi-cumi Menimbang berat cumi-cumi Mencatat hasil pengamatan Pembersih Dokumentasi Penentuan titik koordinat sampling
Objek penelitian
3.3. Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini adalah data primer. Data primer terdiri dari pengambilan cumi-cumi sirip besar contoh dengan ikut melakukan trip penangkapan bersama nelayan dan wawancara terhadap nelayan. Nelayan cumi-cumi sirip besar di Pulau Panggang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu nelayan permanen dan nelayan temporal. Nelayan permanen yaitu nelayan yang sehari-harinya mencari cumi-cumi sirip besar, sedangkan nelayan temporer adalah nelayan yang hanya menangkap cumi-cumi pada saat kelimpahan cumi-cumi sirip besar tinggi. Terdapat 4 nelayan di Pulau Panggang yang kegiatan kesehariannya menangkap cumi-cumi dan 1 nelayan dipilih untuk ikut melaut berdasarkan pengalamannya, metode ini disebut purposive sampling method. Adapun alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap cumi-cumi sirip besar ialah trawls, purse seine, dan jigs (Roper et al 1984 in Hamzah 1998). Dalam penelitian ini digunakan alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan Pulau Panggang yaitu pancing dan jaring insang dengan mesh size 1 inch. Alat tangkap tersebut dianggap sudah mewakili karena dapat menangkap dari ukuran kecil hingga besar. Cumi-cumi sirip besar contoh diidentifikasi dengan cara mengamati morfologinya yaitu bentuk tubuh, sirip, warna, dan ciri khusus lainnya, kemudian dihitung jumlah dan diukur panjang dan bobot. Panjang yang diukur adalah panjang
15
mantel dan bobot yang diukur ialah bobot tubuh (Gambar 3). Cumi-cumi sirip besar yang telah diukur panjang mantelnya dipisahkan untuk dilakukan pengukuran bobot.
Gambar 3. Metode pengukuran panjang mantel cumi-cumi sirip besar (Sepioteuthis lessoniana) Sumber: Roper and Voss (1983) in Andy Omar (2002) Pengambilan contoh responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja berdasarkan kesediaan anggota populasi. Metode pengambilan contoh secara purposive adalah penarikan contoh yang dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Pengambilan contoh dilakukan terhadap nelayan yang dianggap mewakili sifat-sifat dari keseluruhan nelayan yang menangkap cumi-cumi sirip besar di Perairan Kepulauan Seribu.
Jenis data yang dikumpulkan melalui wawwancara adalah
sebagai berikut : (1) Ukuran, komposisi, dan produksi cumi-cumi sirip besar; seluruh hasil tangkapan akan dikumpulkan dan diamati. (2) Jumlah dan kategori (tipe) kapal; seluruh kapal yang menangkap cumi-cumi sirip besar di perairan tersebut. (3) Alat tangkap; jenis data ini meliputi jenis, kategori dan jumlah alat tangkap yang beroperasi. (4) Lokasi penangkapan; karena setiap nelayan memiliki lokasi penangkapan (fishing ground) yang berbeda-beda, oleh karena itu akan dilakukan inventarisasi lokasi penangkapan setiap cumi-cumi sirip besar yang ditangkap. (5) Musim penangkapan; data ini meliputi waktu-waktu penangkapan cumi-cumi sirip besar di laut, yaitu musim panen dan paceklik.
16
(6) Nelayan; data nelayan yang relevan untuk dikumpulkan meliputi jumlah dan kategori nelayan. Pengambilan lokasi dan sub area penelitian juga dilakukan dengan mengunakan metode pusposive sampling. Karakteristik nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan di daerah tertentu dijadikan penentuan dalam metode ini. 3.4. Analisis Data 3.4.1. Distribusi 3.4.1.1. Distribusi spasial Data yang digunakan dalam penentuan distribusi spasial ialah data hasil tangkapan per sub area. Sub area pada masing-masing perairan dipisahkan menjadi 3 yaitu perairan dangkal hingga pinggir goba (yang selanjutnya akan disebut sebagai hamparan dangkal), perairan yang lebih dalam di goba namun terletak di pinggir goba atau lebih sering disebut dengan terumbu goba (yang selanjutnya akan disebut goba), dan tubir. Pada masing-masing sub area dibuat rata-rata jumlah tangkapannya sehingga dapat dibandingkan satu sama lain. Untuk membandingkan rata-rata jumlah tangkapan pada masing-masing sub area dilakukan uji z kecuali pada perbandingan antara hamparan dangkal dengan tubir di perairan Karang Lebar dan Semak Daun karena contoh yang digunakan kurang dari 30 sehingga digunakan uji t. Adapun sub are yang dibandingkan antara lain ialah hamparan dangkal dengan goba, hamparan dangkal dengan tubir, dan goba dengan tubir pada masing-masing lokasi penelitian. Berikut ini disajikan analisis data uji z dengan menggunakan Microsoft Excel dengan menggunakan data yang telah diperoleh: 1. Dipilih Data pada Tool Bar 2. Dipilih Data Analysis 3. Dipilih z-Test: Two Sample for Means, lalu klik OK 4. Dimasukkan data yang ingin diuji pada varible 1 dan variable 2 5. Dimasukkan data Sample Variance data yang diuji pada Variable 1 Variance dan Variable 2 Variance 6. Dipilih Output Range, lalu klik OK 7. Diperoleh hasil nilai zhitung ialah z, sedangkan ztabel ialah z critical two tail, karena uji yang dilakukan ialah 2 arah dengan hipotesis sebagai berikut:
17
-
Misalnya yang diuji ialah hamparan dangkal dengan goba di perairan Karang Congkak H0 : Rata-rata jumlah tangkapan dangkal = Rata-rata jumlah goba H1 : Rata-rata jumlah tangkapan dangkal ≠ Rata-rata jumlah goba
cumi-cumi sirip besar di hamparan tangkapan cumi-cumi sirip besar di cumi-cumi sirip besar di hamparan tangkapan cumi-cumi sirip besar di
Selanjutnya, nilai zhitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Apabila: zhitung > ztabel : tolak hipotesis nol (H0) zhitung < ztabel : gagal tolak hipotesis nol (H0) Adapun analisis data uji t untuk perbandingan jumlah tangkapan antara hamparan dangkal dengan tubir di perairan Karang Lebar dan Semak Daun dengan menggunakan Microsoft Excel dengan menggunakan data yang telah diperoleh, yaitu sebagai berikut: 1. Dipilih Data pada Tool Bar 2. Dipilih Data Analysis 3. Dipilih t-Test: Two Sample Assuming Unequal Variance, lalu klik OK 4. Dimasukan data yang ingin diuji pada Variable 1 Range dan Variable 2 Range 5. Dipilih Output Range, lalu pilih OK 6. Diperoleh hasil nilai thitung ialah t Stat, sedangkan ttabel ialah t Critical two-tail karena uji yang dilakukan ialah 2 arah -
Adapun hipotesis yang digunakan ialah sebagai berikut: H0 : Rata-rata jumlah tangkapan di hamparan dangkal = Rata-rata jumlah tangkapan di tubir H1 : Rata-rata jumlah tangkapan di hamparan dangkal ≠ Rata-rata jumlah tangkapan di tubir
Selanjutnya, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Apabila: thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol (H0)
18
Hal yang sama juga dilakukan pada pengujian masing-masing sub area pada kedua lokasi penelitian yaitu rata-rata jumlah tangkapan antara hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun, goba perairan Karang Congkak dengan goba perairan Karang Lebar dan Semak Daun, dan tubir perairan Karang Congkak dengan tubir perairan Karang Lebar dan Semak Daun. Adapun langkah dalam analisis data sama seperti yang telah dilakukan sebelumnya pada masing-masing sub area. Adapun salah satu hipotesis yang digunakan ialah sebagai berikut, contoh yang digunakan di hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun: H0 : Rata-rata jumlah tangkapan cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Congkak = Rata-rata jumlah tangkapan cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun H1 : Rata-rata jumlah tangkapan cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Congkak = Rata-rata jumlah tangkapan cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun Selain itu data jumlah tangkapan pada masing-masing sub area juga dapat dibedakan berdasarkan panjang mantel rata-ratanya sehingga dapat diketahui perbedaan ukuran pada masing-masing sub area. Untuk membandingkan panjang mantel rata-rata pada masing-masing sub area dilakukan uji z kecuali pada perbandingan antara hamparan dangkal dengan tubir di perairan Karang Lebar dan Semak Daun karena contoh yang digunakan kurang dari 30 sehingga digunakan uji t. Adapun sub are yang dibandingkan antara lain ialah hamparan dangkal dengan goba, hamparan dangkal dengan tubir, dan goba dengan tubir pada masing-masing lokasi penelitian. Untuk analisis data yang digunakan sama seperti yang sebelumnya telah dijelaskan seperti pada uji z dan uji t pada data jumlah tangkapan pada masingmasing sub area. Adapun perbedaannya terletak pada hipotesis yang digunakan, karena yang diuji ialah panjang mantel rata-rata. Berikut disajikan hipotesis yang digunakan dengan contoh yang diuji ialah panjang mantel rata-rata di goba dan tubir di perairan Karang Congkak yaitu sebagai berikut: H0 : Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di goba = Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di tubir H1 : Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di goba ≠ Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di tubir
19
Hal yang sama juga dilakukan pada pengujian masing-masing sub area pada kedua lokasi penelitian yaitu panjang mantel rata-rata antara hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun, goba perairan Karang Congkak dengan goba perairan Karang Lebar dan Semak Daun, dan tubir perairan Karang Congkak dengan tubir perairan Karang Lebar dan Semak Daun. Adapun langkah dalam analisis data sama seperti yang telah dilakukan sebelumnya pada masing-masing sub area. Adapun salah satu hipotesis yang digunakan ialah sebagai berikut, contoh yang digunakan di hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun: H0 : Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Congkak = Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun H1 : Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Congkak ≠ Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun 3.4.1.2. Distribusi temporal Data yang digunakan untuk distribusi temporal ialah data hasil tangkapan per periode penangkapannya. Adapun periode penangkapan dibagi menjadi 5 sesuai dengan pengambilan contoh yaitu 02–10 Maret 2011, 20–27 Maret 2011, 28 Maret – 04 April 2011, 15–21 April 2011, dan 06 Mei–12 Mei 2011. Pada masing-masing periode penangkapan dibuat data jumlah hasil tangkapan dan didukung dengan jumlah biomassa sehingga dapat dibandingkan satu sama lain.
3.4.2. Distribusi frekuensi panjang mantel Menurut King (1995) data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah data panjang mantel dari cumi-cumi sirip besar yang ditangkap oleh nelayan Pulau Panggang di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun. Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang mantel cumicumi yaitu :
20
(a) Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan (b) Menentukan lebar selang kelas, untuk melihat sebaran data yang lebih rinci penggunaan lebar kelas dalam penelitian ini diperkecil dengan cara membagi dua lebar kelas yang diperoleh berdasarkan persamaan sebelumnya. (c) Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang mantel masing-masing cumi-cumi sirip besar pada selang kelas yang telah ditentukan Distribusi frekuensi panjang mantel yang telah ditentukan dalam masingmasing kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya. Grafik tersebut menggambarkan pergeseran sebaran kelas panjang mantel setiap pengambilan contohnya. 3.4.3. Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang mantel cumi-cumi sirip besar. Data frekuensi panjang mantel dianalisis dengan mengunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang mantel dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok ukuran yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku. Dalam memisahkan kelompok ukuran perlu diperhatikan nilai indeks separasi karena sangat diperhatikan dalam penggunaan metode NORMSEP (Hasselblad 1996, Mc New & Summeffelt 1978, serta Clark 1981 in Sparre & Venema 1999). Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih antara kedua kelompok ukuran yang dipisahkan. Apabila nilai indeks separasi lebih dari dua (>2) maka hasil pemisahan kelompok ukuran dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya. 3.4.4. Pola pertumbuhan Pola pertumbuhan dapat dilihat dari hubungan panjang dan bobot yang digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Effendi 2002). Menurut Bagenal & Tesch (1978) dan Ricker (1975) in Shivashantini et al. (2009)
21
untuk cumi-cumi sirip besar hubungan panjang mantel dan bobot tubuh berlaku persamaan: W=aLb Keterangan: W = bobot tubuh (g) L = panjang mantel (mm) a & b = Konstanta hasil regresi Untuk menguji nilai b=3 atau b≠3 (b=3, pertumbuhan panjang mantel seimbang dengan pertumbuhan bobot) atau (b≠3, pertumbuhan panjang mantel tidak seimbang dengan pertumbuhan bobot) dilakukan uji-t, dengan hipotesis : H0 : b = 3, hubungan panjang mantel dengan bobot adalah isometrik H1 : b ≠ 3, hubungan panjang mantel dengan bobot adalah allometrik
thitung =
b1 − b0 Sb1
Keterangan : b1 = nilai b (hubungan dari panjang mantel dan bobot tubuh) b0 =3 Sb1 = simpangan koefisien b Selanjutnya, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Apabila: thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol (H0) Setelah itu apabila hasil uji diperoleh allometrik, maka dapat ditentukan bentuk allometriknya dari nilai b yang diperoleh dimana allometrik positif, jika b>3 (pertumbuhan bobot lebih dominan daripada pertumbuhan panjang mantel) dan allometrik negatif, jika b<3 (pertumbuhan panjang mantel lebih dominan daripada pertumbuhan bobot) (Effendie 2002).
22
3.4.5. Pendugaan parameter pertumbuhan Pertumbuhan panjang sumberdaya ikan dapat dinyatakan dengan model Von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre & Venema 1999). Lt = L∞ (1-e-K(t- t0)) Keterangan: Lt L∞ K t0
= panjang cumi-cumi pada saat umur ke-t = panjang maksimum yang tidak mungkin dicapai (panjang asimtotik) (mm) = koefisien pertumbuhan (per tahun) = umur teoritis saat panjang sama dengan nol (tahun) Nilai L∞ dan K diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode Non
Parametrik Scoring of Von Bertalanffy Growth Function melalui bantuan software ELEFAN 1 (Electronic Length Frequencys Análisis) yang terintegrasi dalam program FiSAT II. Umur teoritis (t0) saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah dengan menggunakan persamaan empiris (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999) sebagai berikut: Log (-t0) = 0.3922 – 0.2752 (Log L∞ ) – 1.0380 (Log K) Keterangan: Lt L∞ K t0
= panjang cumi-cumi pada saat umur ke-t = panjang maksimum yang tidak mungkin dicapai (panjang asimtotik) (mm) = koefisien pertumbuhan (per tahun) = umur teoritis saat panjang sama dengan nol (tahun)