FUNGSI HUTAN MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT DI DESA SEKITAR KPH BANYUWANGI SELATAN PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA TIMUR
AMELIA WARDIMAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fungsi Hutan Menurut Persepsi Masyarakat di Desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016 Amelia Wardiman NIM E44120008
ABSTRAK AMELIA WARDIMAN. Fungsi Hutan Menurut Persepsi Masyarakat di Desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan. Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA. Isu kelangkaan air marak menjadi permasalahan di berbagai wilayah khususnya di Jawa Timur. Ketersediaan air bergantung pada curah hujan dan banyaknya air terinfiltrasi ke dalam tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penyebab kelangkaan air di desa sekitar kawasan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Divisi Regional Jawa Timur. Metode yang digunakan dengan menunjuk setiap kepala desa sebagai key informan pada masing-masing desa yang telah ditentukan pada lokasi penelitian. Jumlah responden sebanyak 30 orang untuk mewakili masing-masing desa. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesionerdan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan persepsi masyarakat kelangkaan air pada musim kemarau di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo sedikit berbeda, masyarakat Desa Karangdoro sebagian besar tidak mengalami adanya kekeringan karena adanya DAM dan tersedianya air pada sumur untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan di Desa Sumbermulyo mengalami adanya kekeringan karena tidak adanya DAM, kemarau panjang, dan air sumur tidak tersedia di musim kemarau. Masyarakat Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo sebagian besar berpendapat bahwa hutan berfungsi sebagai penyimpan air, estetika alam, dan konservasi alam. Kata kunci: air,fungsi hutan, kelangkaan air, persepsi masyarakat ABSTRACT AMELIA WARDIMAN. The Function of Forest According to Society Perception in Villages South Banyuwangi KPH, Perum Perhutani Regional Division East Java. Supervised by OMO RUSDIANA. The issue of water scarcity is problem rife in various areas, especially in East Java. The aim of this study is to examine the causes of water scarcityin the village around the area Perum Perhutani South Banyuwangi KPH, Regional Division of East Java. In this study a head of village was appointment as key informance in villages were sampled to be interviewed. There are 30 respondents which represent each villages. Data were obtained from the representative with questionnaries, then analyzed descriptively. Based on the public preception of water scarcity during the dry season in Karangdoro and Sumbermulyo village is a slight different. Most of the villagers in Karangdoro didn’t experience the presence of drought due to availability of DAM and water at the well to the needs of household, while Sumbermulyo villagers suffered of drought due to lack of DAM, and unavailable water wells in the dry seasons. The majority of villagers of Karangdoro and Sumbermulyo agreed that the forest serves as the optimal land cover for catchments water, the aesthetics of nature, and nature conservation. Key words: forest function, society perception, water, water scarcity
FUNGSI HUTAN MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT DI DESA SEKITAR KPH BANYUWANGI SELATAN PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA TIMUR
AMELIA WARDIMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah ketersediaan air, dengan judul Fungsi Hutan Menurut Persepsi Masyarakat di Desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Omo Rusdiana, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo, Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, serta warga masyarakat yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik serta keluarga atas segala doa dan semangatnya. Tak lupa juga kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam mengumpulkan data dan dukungan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini yaitu Fachruzi, Syidik Fahmi, Exze Erizilina, Nuri Nursjahbani. Terimakasih kepada Nina, Fandy MF, Suci Audia serta teman-teman Silvikultur 49 dan teman-teman Fakultas Kehutanan 49 yang telah memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016 Amelia Wardiman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan Penelitian
2
Prosedur Penelitian
2
Penentuan Lokasi Penelitian
2
Teknik Wawancara
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
Karakter Responden
9
Kelangkaan Air dan Penyebabnya
13
Banjir dan Penyebabnya
17
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Susunan kelas hutan KP Jati di KPH Banyuwangi Selatan Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Sebaran responden berdasarkan umur Sebaran responden berdasarkan pendidikan Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan Kegiatan masyarakat desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan Pendapat responden terhadap kekeringan Data curah hujan KPH Banyuwangi Selatan Pendapat responden terhadap banjir
7 8 9 10 11 11 13 14 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Lokasi penelitian Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Pesanggaran Lokasi kebun pangkas dan petak tanam JPP Fungsi hutan menurut masyarakat di Desa Sumbermulyo Fungsi hutan menurut masyarakat di Desa Karangdoro Persentase kelangkaan air di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo Pendapat masyarakat terhadap kejadian banjir
5 8 11 12 12 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Kawasan Hutan berdasarkan Penataan Areal Kerja KPH BWS 2 Dokumentasi pengumpulan data 3 Kuisioner yang diajukan untuk reponden
22 23 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah sumberdaya alam yang multifungsi, serta memiliki peranan penting untuk menjaga kestabilan ekosistem di alam. Pengelolaan hutan yang diimbangi dengan budidaya hutan yang baik dan sesuai dengan fungsi hutan dapat membantu mengembalikan peranan dari hutan tersebut. Upaya strategi dan rehabilitasi hutan juga diperlukan untuk mendukung pengelolaan hutan. Salah satu fungsi hutan yaitu sebagai penangkap air, karena adanya kumpulan pepohonan yang membantu proses penyerapan air ke dalam tanah yang dibantu oleh perakaran pohon. Ketersediaan air bergantung pada curah hujan dan banyaknya air yang terinfiltrasi kedalam tanah. Air merupakan kebutuhan utama bagi manusia dan juga pertumbuhan tanaman. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan atau diserap oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap dan ditahan oleh tanah karena adanya gaya kohesi, adhesi dan gravitasi (Hardjowigeno 2007). Isu kelangkaan air marak menjadi permasalahan di berbagai wilayah, diantaranya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Penyebab kelangkaan air sejauh ini karena faktor cuaca dan iklim, adanya el nino juga mempengaruhi lamanya bulan kering di Indonesia. Selain itu meningkatnya aktivitas pembangunan dan jumlah penduduk, berakibat pada peningkatan kebutuhan air bersih. Kelangkaan air juga terasa hingga wilayah Provinsi Jawa Timur, khususnya Banyuwangi Selatan dimana peningkatan jumlah penduduk membawa banyak konsekuensi, diantaranya adalah kebutuhan air bersih yang semakin meningkat (Rusdiana 2001). Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Selatan merupakan salah satu pengelola hutan yang merupakan bagian dari unit pengelolaan hutan di wilayah Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur yang memiliki pengelolaan hutan kelas perusahaanberupa tanaman Jati dan Pinus. Lokasi penelitian di BKPH Genteng dan BKPH Pesanggaran yang dilalui oleh DAS Sampean. Salah satu isu kelangkaan air diindikasikan karena pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan prosedur dan kegiatan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penyebab kelangkaan air yang terjadi pada kawasan hutan khususnya di KPH Banyuwangi Selatan.
Perumusan Masalah Hampir 1.2 miliyar orang tidak memiliki akses air bersih, dalam hal ini Kabupaten Banyuwangi yang termasuk ke dalam wilayah yang mengalami krisis air bersih. Terdapat sembilan kecamatan yang mengalami krisis air bersih di Kabupaten Banyuwangi, dua diantaranya yaitu Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Pesanggaran. Semakin meningkatnya penduduk semakin
2 meningkatnya kebutuhan air bersih pada suatu daerah (Rusdiana 2001). Selain itu deforestasi dan pengalihan fungsi hutan diindikasikan berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih. Tata air merupakan fenomena yang menggambarkan fenomena kehilangan dan penyimpanan air tanah dalam kondisi alami. Hutan merupakan bentuk penggunaan lahan berupa pohon-pohon yang menutupi permukaan lahan dan merupakan implementasi dari tata ruang. Sebagai penutup lahan maka hutan mempengaruhi proses penerimaan air yang tercurah dari atmosfer pada lahan di bawahnya. Air yang tercurah dari atmosfer sebelum sampai ke permukaan lahan yang berhutan akan diterima terlebih dahulu oleh tajuk. Air hujan akan mengalami pencegatan oleh tajuk, kemudian air hujan yang lolos dari cegatan disebut air lolos (through fall) dan mencapai lantai hutan, air hujan yang mencapai lantai hutan, dan air hujan yang mengalir melalui batang-batang pohon disebut aliran batang (stem flow) dan diteruskan hingga ke lantai hutan. Air hujan yang mencapai lantai hutan akan mengalami cegatan oleh lapisan serasah hutan. Air yang lolos dari cegatan serasah akan meresap ke lapisan tanah atas yang biasanya disebut air infiltrasi. Apabila kapasitas cegatan serasah telah jenuh dan infiltrasi mulai melambat, maka air akan menjadi aliran permukaan (Pudjiharta 2008). Proses tersebut tidak akan terjadi jika adanya deforestasi dan pembalakan liar yang mengurangi komposisi pohon menyebabkan adanya celah air hujan yang tinggi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Deforestasi yang mencapai luas 12 000 ha dan curah hujan yang tinggi dengan bulan basah yang lebih banyak, menyebabkan air hujan yang jatuh pada lahan yang tidak ternaungi pohon hampir seluruhnya menjadi aliran air yang akhirnya masuk ke sungai, sehingga secara cepat menambah tingginya atau besarnya aliran sungai. Selain itu air hujan yang jatuh langsung ke lantai hutan menimbulkan erosi lapisan dimana badan material lapisan tanah paling atas terangkat dan terbawa oleh aliran permukaan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk meyerap dan menahan air (Arsyad 2006). Hubungan erosi dan sedimentasi terhadap banjir adalah proses sedimentasi tersebut menimbulkan pendangkalan dasar permukaan sungai sehingga kapasitas volume air sungai menjadi berkurang dan air meluap keluar sungai sehingga terjadinya banjir. Penebangan akan mengurangi atau menghilangkan penutupan lahan oleh tajuk pohon hutan, mengakibatkan berkurangnya cegatan (interception) air hujan oleh tajuk, sehingga air hujan yang tercurah dari atmosfer dapat langsung mencapai permukaan lahan dan sebagian besar akan menjadi aliran. Hal ini akan meningkatkan hasil aliran permukaan apabila curah hujan tinggi (Pudjiharta 2008). Teknik pencegahan terjadinya erosi dapat menggunakan teknik konservasi tanah dan air. Menurut Subagyono et al. (2003), teknik konservasi tanah dan air dengan menggunakan metode vegetatif yaitu setiap pemanfaatan tanaman atau vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat aliran permukaan, dan perbaikan sifat-sifat tanah baik fisik, kimia, dan biologi. Konservasi tanah mekanis adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatnya kelas kemampuan tanah.
3 Teknik konservasi tanah dan air yang paling efektif diterapkan yaitu dengan menggunakan perpaduan antara teknik konservasi tanah dan air secara mekanik dan vegetatif. Teknik vegetatif yang diterapkan dengan cara menanam cover crop, agroforestry, tanaman pencegah erosi tebing sungai yaitu tanaman bambu karena memiliki perakaran yang kuat dan luas sehingga dapat mencegah longsor dan banjir, dan tanaman yang memiliki perakaran yang dalam. Teknik konservasi mekanis dengan pembuatan bangunan resapan air, barisan batu, rorak dan embung (Agus et al. 1999). Sehubungan dengan itu, beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh penelitian ini adalah : 1. Apakah penyebab kelangkaan air di Desa Sekitar KPH Banyuwangi Selatan disebabkan oleh konsumsi air dan perubahan penggunaan lahan yang digunakan oleh masyarakat sekitar hutan ? 2. Apa faktor penyebab banjir di Desa Sekitar KPH Banyuwangi Selatan ?
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebab kelangkaan air dan banjir di desa sekitar kawasan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur.
Manfaat Penelitian Membuka persepsi masyarakat sekitar hutan bahwa hutan memiliki peranan penting dalam penyeimbang ekosistem, khususnya dalam menyimpan air serta memberikan efek positif terhadap lingkungan.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di desa sekitar Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan Divisi Regional Jawa Timur yaitu BKPH Genteng, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari dan BKPH Pesanggaran, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melalui wilayah KPH Banyuwangi Selatan ini adalah DAS Sampean. Penelitian dilaksanakan padabulan Maret 2016.
Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah perangkat laptop, lembar kuisioner, alat tulis, kamera, alat perekam, dan perangkat komputer sepertiMicrosoft word dan Microsoft excel. Bahan yang diperlukan pada
4 penelitian ini adalah masyarakat sekitar kawasan hutan, data penduduk setempat dan data pendukung dari berbagai sumber.
Prosedur Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian adalah metode purposive sampling yaitu pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2012). Wilayah dengan jarak terdekat dari kawasan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan sebagai pertimbangan lokasi yang dipilih. Lokasi yang terpilih yaitu Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari dan Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran. Teknik Wawancara Responden ditentukan dengan metode snowball. Metode snowball adalah penunjukan terlebih dahulu seseorang yang mampu memberikan informasi kunci (key informan) dan rekomendasi untuk menunjuk responden lainnya. Penunjukan key informan, yaitu pada setiap kepala desa di masing-masing desa lokasi penelitian. Jumlah responden minimal 30 orang responden untuk mewakili seluruh populasi desa (Singarimbun dan Effendy 1995). Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 60 orang dengan masing-masing responden sebanyak 30 orang dari Desa Karangdoro dan 30 orang dari Desa Sumbermulyo. Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dianalisis secara deskriptif. Analisis data karakteristik responden yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan tabulasi menggunakan Microsoft excel, dan dijelaskan secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui tahapan observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahapan teknik pengumpulan data meliputi: (1) Observasi dilakukan untuk mendekatkan peneliti dengan responden yang akan diteliti dan ke kondisi atau lingkungan yang sebenarnya. (2) Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Meleong 2012). Melalui wawancara ini pula penelitimenggali informasi secara mendalam dengan informan. (3) Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari internet, buku, dan dokumen lain yang menunjang penelitian yang dilakukan. Dokumen merupakan catatan mengenai peristiwa yang sudah berlalu. Peneliti mengumpulkan dokumen berupa tulisan, atau gambar dari seseorang (Sugiyono 2012) dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan dokumen tentang informasi kelangkaan air di desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyuwangi Selatan dengan luas wilayah 45376.86 ha terdiri dari dua bagian hutan yaitu Bagian Hutan Genteng dengan luas 26362.25 ha dan Bagian Hutan Blambangan dengan luas 19014.61 ha. Berdasarkan administrasi pemerintah, KPH Banyuwangi Selatan termasuk dalam wilayah Kabupaten Dati II Banyuwangi, dengan batas-batas sebagai berikut: a. Bagian Utara : KPH Banyuwangi Barat (BH Kalisetail) b. Bagian Timur : Selat Bali c. Bagian Selatan : Samudera Indonesia d. Bagian Barat : KPH Jember (BH Sempolan) Secara geografis wilayah KPH Banyuwangi Selatan terletak di Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa, daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa pegunungan dengan potensi berupa produksi pertanian, dan dataran rendah yang berupa garis pantai dengan potensi penghasilan berupa biota laut. Berdasarkan garis teritorialnya Banyuwangi terletak diantara 7º 43’ 33” sampai dengan 8º 26’ 40” Lintang Selatan dan 113º 53’ 40” sampai dengan 114º 38’ 46” Bujur Timur (Perhutani 1993). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Bappeda Kabupaten Banyuwangi
Gambar 1
Lokasi penelitian di Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Pesanggaran
Keadaan tanah di wilayah sekitar KPH Banyuwangi Selatan sebagian besar didominasi oleh tanah latosol coklat kemerahan dan litosol sedang dan sudah agak tua. Tipe iklim di wilayah Bagian Hutan Genteng dan Bagian Hutan Blambangan
6 KPH Banyuwangi Selatan memiliki tipe hujan D sampai E yaitu tipe iklim kering menurut Schmidt dan Ferguson. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melalui wilayah KPH Banyuwangi Selatan ini adalah DAS Sampean yang umumnya digunakan untuk mengairi lahan pertanian disekitarnya. Adapun sungai-sungai yang melalui wilayah KPH Banyuwangi Selatan antara lain: a. Sungai Setail (73.35 km) melalui kecamatan Purwoharjo, Gambiran, dan Muncar. b. Sungai Bomo (7.41 km) melalui kecamatan Muncar. c. Sungai Kalibarumanis (18 km) melalui Kecamatan Kalibaru dan Glenmore. d. Sungai Karangtambak (25 km) melalui Kecamatan Pesanggaran. e. Sungai Bango (18 km) melalui Kecamatan Bangorejo dan Pesanggaran. f. Sungai Baru (80.70 km) melalui Kecamatan Kalibaru dan Pesanggaran. Daerah-daerah yang dilalui sungai tersebut cocok untuk pertanian lahan basah (Perhutani 1993). Penggunaan lahan di Kecamatan Tegalsari terbagi atas tiga bentuk penggunaan lahan meliputi lahan untuk kegiatan pertanian, lahan untuk industri, dan hutan. Lahan pertanian seluas 5 165 ha dan lahan industri sebanyak 360 lokasi dengan jenis usaha terbanyak industri pembuatan gula sebanyak 115 usaha, serta penggunaan lahan hutan seluas 2485.8 ha di RPH Pecinan Kecamatan Tegalsari. Penggunaan lahan paling luas yaitu penggunaan lahan pertanian, dimana terbagi atas komoditas padi sawah seluas 3 677 ha, padi ladang 44 ha, jagung 518 ha, ubi kayu 76 ha, kacang tanah 33 ha, dan kedelai 817 ha (BPS Banyuwangi2015). Penggunaan lahan di Kecamatan Pesanggaran tidak jauh berbeda yaitu dengan luas pertanian 7 759 ha dan lahan industri sebanyak 530 lokasi dengan jenis usaha terbanyak adalah makanan dan minuman. Luas hutan di RPH Curahlele Kecamatan Pesanggaran seluas 3 828.2 ha. Penggunaan lahan paling luas yaitu luas pertanian dengan komiditas padi 3 667 ha, jagung 1 495 ha, kacang tanah 55 ha, dan ubi kayu 15 ha (BPS Banyuwangi 2015). Kondisi Kelas Perusahaan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani wilayah KPH Banyuwangi Selatan merupakan kelas perusahaan jati sebagai perusahaan penyelenggara kegiatan Pengelolaan Hutan sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial secara lestari bagi perusahaan dan masyarakat, sejalan dengan tujuan nasional dan daerah, yang dituangkan dalam rencana pengaturan kelestarian hutan (RPKH). Sistem perencanaan hutan di Perum Perhutani terdiri dari dua sub sistem, yaitu sub sistem rencana perusahaan dan sub sistem perencanaan sumberdaya hutan. Sub sistem perencanaan perusahaan meliputi rencana jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Adapun sub sistem perencanaan sumberdaya hutan terdiri dari RPKH dan RTT. Penyusunan rencana pengelolaan hutan Perum Perhutani wilayah KPH Banyuwangi Selatan terdiri atas Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan, Rencana Teknik Tahunan, Penyusunan Nomor Pekerjaan (Nopek), dan Rencana Operasional (RO) (Tuga 2009). Susunan hutan kelas perusahaan jati di KPH Banyuwangi Selatan selama 3 periode dapat disajikan pada Tabel 1.
7 Tabel 1 Susunan kelas hutan KP Jati di KPH Banyuwangi Selatan No
Kelas Hutan 1991-2000
Hutan Produksi Kawasan Kelas Perusahaan a. Produktif KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI Jumlah Kelas Umur Masak Tebang Miskin Riap Jumlah Produktif 2 Tidak Produktif LTJL TK TBK Jumlah Tidak Produktif
Luas (Ha) 2001-2010
2011-2020
Potensi Awal 2016 Ha %
1
Jml Kaw Kelas Perusahaan
3
4 5
6
Kawasan Bukan Kelas Perusahaan Jumlah Produktif Jumlah tidak produktif Jumlah kaw bukan kelas perusahaan Kawasan perlindungan Kawasan penggunaan lain Jumlah hutan produksi Hutan Lindung
Total Luas Kawasan Hutan
1 776.20 6 693.90 7 704.40 3 859.30 151.20 20 185.00 5.00 20 190.00
2 436.70 1 424.10 6 221.10 5 562.90 746.60 16 391.40 524.50 16 915.90
9 979.20 2 596.00 573.70 3 949.85 1 956.00 101.80 19 156.55 122.00 19 278.55
2 484.21 9 505.18 1 482.78 2 801.67 1 295.60 275.00 17 844.44
5.67 21.69 3.38 6.39 2.96 0.63 40.72
284.40 18 128.84
0.65 41.37
22.40 716.60 739.00 20 929.00
6.30 5 651.95 1 029.40 6 687.65 23 603.55
4.00 229.25 769.90 1 003.15 20 281.70
198.90 244.30 364.50 807.70 18 936.54
0.45 0.56 0.83 1.84 43.22
3 196.80 953.00 4 149.80
4 272.65 161.30 4 433.95
5 110.20 74.60 5 184.80
5 237.29 587.53 5 824.82
11.95 1.34 13.29
10 668.50 27.20
9 430.10 284.77
11 350.10 881.86
9 048.48 444.68
20.65 1.01
35 774.50 8 821.10 44 595.60
37 716.37 7 677.80 45 394.17
37 699.06 7 677.80 45 376.86
37 983.39 5 834.60 43 817.99
86.68 13.32 100
Keterangan : LTJL (Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau), TK (Tanah Kosong), TBK (Tanaman Jati Bertumbuh Kurang) Sumber : Perhutani KPH Banyuwangi Selatan (2016)
Rancangan Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) merupakan rencana strategis atau pengelolaan hutan selama 10 tahun untuk jangka waktu yang pendek dan daur menengah atau panjang adalah 5 tahun. Penyusunan RPKH dilakukan oleh SPH yang selanjutnya diserahkan ke Biro Perencanaan untuk disahkan menjadi rencan pengelolaan hutan setiap Bagian Hutan (BH) dari suatu KPH kemudian diserahkan Menteri dalam bentuk ringkasan RPKH (Perhutani 1993). Sampai saat ini tanaman jati merupakan tanaman pokok yang ditanam oleh Perhutani, sistem tanam dapat dilaksanakan dengan tumpangsari maupun banjarharian. Luasan hutan produksi berdasarkan kelas umur dapat terlihat bahwa penggunaan tutupan lahan pada tahun 1991 sampai 2000 memiliki jumlah luasan tutupan lahan hutan produksi kelas perusahaan jati yang paling tinggi seluas 20 185 ha, pada awal tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 16 391.40 ha dan pada awal tahun 2011 jumlah total kelas umur meningkat kembali menjadi 19 156 ha. Lahan hutan pada KU III di awal tahun 2011 mengalami penurunan yang sangat signifikan, menurut informan perhutani bahwa penurunan luas tersebut
8 karena adanya pengalihan penggunaan lahan menjadi pertambangan dan pencurian kayu yang sangat luas. Jati terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi dan cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3 sampai 6 bulan pertahun. Daerah-daerah yang ditumbuhi jati biasanya mempunyai tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam (Suriaty 2008).
a
b
Gambar 2 Lokasi penelitian a) kebun pangkas JPP dan b) petak tanam JPP
Menurut Sumarna (2003), pengembangan tanaman jati untuk skala luas dan profesional perlu dirancang secara matang yang didahului dengan berbagai pengamatan meliputi letak lahan (topografi), kondisi ekologis, iklim, dan kesuburan lahan (tekstur dan struktur). KPH Banyuwangi Selatan selain memiliki kelas perusahaan jati memiliki kelas perusahaan pinus. Susunan hutan kelas perusahaan pinus di KPH Banyuwangi Selatan hanya ada di BKPH Genteng dan BKPH Pesanggaran. Kelas perusahaan pinus di BKPH Genteng berada di RPH Pecinan. Tahun tanam yaitu pada tahun 2013 dan tahun 2014 dengan total luas 134.33 ha. BKPH Pesanggaran kelas perusahaan pinus berada di RPH Curahlele. Tahun tanam pada RPH Curahlele paling tua pada tahun 1971 di petak 27F dengan luas 126.40 ha dengan jumlah total luas kelas perusahaan pinus pada BKPH Pesanggaran seluas 637.7 ha.
Karakter Responden Jenis Kelamin Responden Banyaknya responden yang di wawancarai masing-masing desa sebanyak 30 orang untuk mewakili masing-masing desa yaitu Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari dan Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran. Jumlah responden berjenis kelamin terbanyak laki-laki pada Desa Karangdoro sebanyak 22 orang dengan presentase sebesar 73.33%. Jumlah responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki pada Desa Sumbermulyo sebanyak 23 orang dengan presentase 76.67%, seperti yang disajikan pada Tabel 2.
9 Tabel 2 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Desa
Jenis Kelamin
Karangdoro
Jumlah (orang) 22 8 30 23 7 30
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Sumbermulyo
Persentase (%) 73.33 26.67 100 76.67 23.33 100
Menurut data BPS Banyuwangi (2015), jumlah warga Kecamatan Tegalsari dengan keseluruhan sebanyak 47 001 jiwa, terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 555 jiwa dan jenis kelamin perempuan sebanyak 23 446 jiwa. Jumlah warga Kecamatan Pesanggaran dengan keseluruhan sebanyak 49 247 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 921 jiwa dan perempuan sebanyak 24 326 jiwa. Responden yang memberikan informasi mengenai ketersediaan air berada pada sebaran usia responden dari usia 22 tahun hingga 69 tahun pada Desa Karangdoro, dan usia 19 tahun hingga 68 tahun pada Desa Sumbermulyo. Sebaran umur terbanyak pada usia 41 tahun sampai 50 tahun dengan presentase sebesar 50% sedangkan pada Desa Sumbermulyo sebagian besar berada pada sebaran umur 38 sampai 48 dengan presentase sebesar 43.33% seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan umur Desa Karangdoro
Sumbermulyo
Selang Umur
Jumlah (orang)
Persentase (%)
22-31
3
10
32-40
5
16.67
41-50
15
50
51-59
4
13.33
60-69 Total
3 30
100
19-28
4
13.33
29-38
6
20
39-48
13
43.33
49-58
5
16.67
59-68 Total
2 30
6.67 100
10
Menurut data BPS Banyuwangi (2015), sebaran umur di Kecamatan Tegalsari dengan umur produktif terbanyak pada umur 15 tahun sampai 64 tahun dengan jumlah 32 100 jiwa, sedangkan Kecamatan Pesanggaran umur produktif terbanyak pada umur 15 tahun keatas dengan jumlah total 24 343 jiwa. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden pada Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan angka perbandingan antara jumlah murid dari seluruh sekolah pada kecamatan
10 dengan jumlah penduduk usia sekolah yang berada pada daerah tersebut. Pada masing-masing daerah Pola APS pada BPS Banyuwangi (2015) mengalami penurunan pada setiap tingkat pendidikan, hal ini dapat disebabkan adanya penduduk pada usia tertentu yang tidak melanjutkan pendidikannya dan kurangnya kesempatan menjangkau tingkat pendidikan yang lebih tinggi.Statistik Daerah Kecamatan Pesanggaran menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Tegalsari. Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat sebaran pendidikan dari Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo. Desa Karangdoro memiliki persentase responden terbanyak pada tingkat pendidikan SMA sebesar 50% atau 15 orang, dan Desa Sumbermulyo memiliki persentase tingkat pendidikan terbanyak pada tingkat SMA sebesar 56.67% atau 17 orang. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan pendidikan Desa Karangdoro
Sumbermulyo
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana Total SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
Jumlah (Orang) 8 2 15 1 4 30 6 1 17 1 5 30
Persentase (%) 26.67 6.67 50 3.33 13.33 100 20 3.33 56.67 3.33 16.67 100
Responden yang diwawancarai terbanyak yaitu dengan tingkat pendidikan SMA dimana masyarakat dapat meberikan informasi yang aktual di lokasi. Menurut Laflamme (2004), pendidikan tinggi mengajarkan orang untuk berpikir lebih logis dan rasional, dapat melihat sebuah isu dari berbagai sisi sehingga dapat lebih melakukan analisis dan memecahkan suatu masalah. Jenis Pekerjaan Responden Responden yang diwawancarai memiliki berbagai macam pekerjaan antara lain sebagai buruh tani, perangkat desa, pegawai negeri sipil, dan wirausaha. Ratarata responden bekerja pada bidang pertanian dari kedua desa, sebaran responden dari kedua desa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan Desa Karangdoro
Sumbermulyo
Jenis Pekerjaan Pegawai negeri Pegawai swasta Wirausaha Lainnya(Petani,perangkatdesa) Total Pelajar Pegawai Negeri Pegawai swasta Wirausaha IRT Lainnya(Petani,Nelayan, perangkat desa) Total
Jumlah (orang) 2 2 7 19 30 1 4 8 3 4 10
Persentase (%) 7 7 23 63 100 3 13 27 10 13 34
30
100
11 Pekerjaan lain tersebut merupakan buruh tani dan perangkat desa dari masing-masing desa memiliki persentase yang cukup tinggi. Desa Karangdoro sebesar 63% atau 19 orang responden berprofesi sebagai buruh tani dan perangkat desa, sedangkan pada Desa Sumbermulyo sebesar 34% atau 10 orang responden berprofesi sebagai buruh tani, nelayan, dan perangkat desa. Kegiatan masyarakat Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo menurut pendapat masyarakat paling banyak yaitu berkegiatan dalam bidang pertanian, hal ini karena Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh lahan pertanian yang mencapai luas 7 759 ha (BPS Banyuwangi 2015). Hasil wawancara kegiatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kegiatan masyarakat desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan Desa Karangdoro
Sumbermulyo
Kegiatan Masyarakat Bertani Berkebun Industri Lainnya Total Bertani Berkebun Industri Lainnya Total
Jumlah (orang) 28 1 0 1 30 26 2 0 2 30
Mayoritas masyarakat berkegiatan dalam bidang pertanian dari dua desa di sekitar KPH Banyuwangi Selatan, hal ini ditunjang oleh keadaan lahan pertanian yang subur dan kegiatan pertanian lainnya di perkebunan-perkebunan sekitarnya. Fungsi Hutan Menurut Masyarakat sekitar KPH Banyuwangi Selatan Pengetahuan masyarakat sekitar hutan yang berada di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo tentang fungsi hutan beragam dalam memberikan manfaat pada lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa banyak persepsi masyarakat akan fungsi hutan. Masyarakat memberikan pendapat bahwa fungsi hutan di Desa Sumbermulyo paling banyak yaitu hutan berperan menyimpan cadangan air yaitu sebesar 43% atau 13 orang kemudian diikuti dengan estetika alam yaitu sebesar 30% atau 9 orang. Responden dari tingkat pendidikan SMA merupakan responden yang paling banyak dalam menjawab hal tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gardner dan Engelman (1999), bahwa selain air segar dan tanah yang subur, hutan telah memainkan perannya yang lebih besar dalam perkembangan peradaban masyarakat manusia di bumi, dibandingkan dengan sumberdaya alam lainnya.
Jumlah responden
12 14 12 10 8 6 4 2 0
13 9 3
5
1 1
3
3 0 0
5 3 2 2 3 3 3 3 10 0 1 0 00102 10 01 00 00 10 10
sd smp sma diploma sarjana
Fungsi Hutan
Gambar 3
Fungsi hutan menurut masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sumbermulyo
Jumlah responden
Masyarakat Desa Karangdoro menjawab fungsi hutan dengan pendapat terbanyak yaitu hutan sebagai penyimpan cadangan air sebanyak 12 orang atau 40% , konservasi alam sebanyak 7 orang atau 23% , dan pencegah banjir sebanyak 6 orang atau 20%. Responden yang menyebutkan pendapat demikian paling banyak berpendidikan pada tingkat SMA dimana pendidikan SMA sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahui fungsi dari hutan. 14 12 10 8 6 4 2 0
12 7
6 5 5 4 4 3 3 3 3 2 21 2 1 11 00 02 0 0 0 01 00 11 0 0000 00 01
sd smp sma d3 s1
Fungsi Hutan
Gambar 4
Fungsi hutan menurut masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Karangdoro
Masyarakat dari kedua desa tersebut menjawab bahwa fungsi hutan sebagai penyimpan cadangan air yang baik dan perlu dilakukannya konservasi terhadap air. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad 2006). Menurut Darusman (1993), hutan berfungsi sebagai pengatur tata air, yaitu dengan menahan air hujan guna mengurangi erosi permukaan dan meresapnya ke dalam tanah, dan selanjutnya dilepas secara teratur kedalam berbagai aliran air permukaan dan dibawah permukaan, sehingga distribusinya lebih baik bagi berbagai kepentingan di luar hutan itu sendiri.
13 Kelangkaan Air dan Penyebabnya menurut Masyarakat Sekitar KPH Banyuwangi Selatan Responden memberikan pernyataan bahwa ketersediaan air di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo sedikit berbeda, dapat disajikan pada Gambar 5. ada
tidak ada
tidak ada
37%
ada
47% 53%
63%
a
b
Gambar 5 Pendapat masyarakat terhadap kelangkaan air di a)Desa Karangdoro dan b)Desa Sumbermulyo
Jawaban dari responden di Desa Karangdoro tidak mengalami kekeringan secara merata sedangkan pada Desa Sumbermulyo menyatakan adanya kekeringan. Responden dari Desa Karangdoro paling banyak menyatakan bahwa sebesar 63% atau 19 orang tidak adanya kelangkaan air, sedangkan 37% atau 11 orang menyatakan mengalami adanya kelangkaan air pada saat musim kemarau setiap tahunnya. Menurut masyarakat kekeringan di Desa Karangdoro karena deforestasi sebanyak 2 orang atau 6% dan kemarau panjang sebanyak 10 orang atau 33%. Responden dari Desa Sumbermulyo menyatakan bahwa sebesar 47% atau 14 orang tidak adanya kelangkaan air, sedangkan 63% atau 16 orang menyatakan adanya kelangkaan air. Penyebab kelangkaan air pada tahun 2015 menurut masyarakat karena musim kemarau panjang sebanyak 13 orang atau 43%, adanya penjarahan hutan yang tidak terkendali sebanyak 6 orang atau 20%, dan pengalihan fungsi hutan dan lahan sebanyak 5 orang atau 16%. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari key informan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan membenarkan adanya penjarahan hutan pada tahun 1998 dengan luasan mencapai 12 000 ha. Data curah hujan yang disajikan pada Tabel 8, menunjukan bahwa curah hujan pada tahun 2015 mengalami penurunan, karena banyaknya bulan kering yang terdapat pada tahun 2015. Hal ini menjadi bukti pendukung karena lamanya musim kemarau panjang di daerah sekitar Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Masyarakat yang menyatakan ada dan tidaknya kelangkaan air dapat dilihat pada Tabel 7 dimana latar belakang responden menjawab pada Desa Sumbermulyo dan Desa Karangdoro.
14 Tabel 7 Pendapat responden terhadap kekeringan Desa
Kekeringan Ada
Jumlah Responden 19
Persentase (%) 63
Tidak Ada
11
37
Ada
30 16
100 63
Tidak Ada
14
47
30
100
Karangdoro
Jumlah
Sumber Mulyo
Jumlah
Alasan
Keterangan
- Jumlah debit air sungai menurun - Air menjadi mengalir lebih kecil - Tidak tersedianya air saat musim kemarau - Irigasi harus menggunakan air dari DAM - Adanya DAM dekat pemukiman - Air sumur yang di bor sedalam ±20 meter - Air yang digunakan dalam skala rumah tangga
- Letak Desa Karangdoro berada di aliran air yang berasal dari DAM. DAM berfungsi untuk menyimpan cadangan air selama musim kering untuk mengairi persawahan dan perkebunan di desa sekitar. Tetapi melalui perizinan dari pihak dinas perairan. - Warga yang mendapatkan air dengan kedalaman pengeboran air ±20 meter sedangkan warga sekitar yang tidak memiliki sumur bor dengan kedalaman yang sama mengalami kekeringan
- Sejak adanya pertambangan dan penjarahan - Setiap tahun selama kemarau mengalami kekeringan - Perubahan penggunaan lahan - Peambahan hutan secara luas - Tersedianya ai rdalam skala rumah tangga - Pemukiman masyarakat dekat dengan sungai kecil
- Masyarakat menduga bahwa kejadian kekeringan yang ada di sebabkan oleh faktor klimatologi yaitu lamanya musim kemarau. Penjarahan hutan yang luas, dan pengalihan fungsi lahan
Pendapat responden bervariasi namun konsidi tersebut tidak dapat mewakili karena masyarakat hanya berpendapat dalam skala rumah tangga tetapi dengan ketersediaan air yang menurun pada musim kemarau dan berkurangnya aliran air untuk kegiatan irigasi menandakan adanya penurunan ketersediaan air di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo. Ketersediaan air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk, penggunaan konsumsi air untuk kegiatan pertanian, industri, dan rumah tangga, juga dapat ditinjau dari keadaan kondisi iklim yaitu curah hujan. Hal ini dapat didukung oleh data curah hujan yang menunjukkan perubahan jumlah curah hujan yang tidak beraturan dan banyaknya bulan kering di tahun 2015 yang mempengaruhi tata air di areal KPH Banyuwangi Selatan dari tahun sebelumnya. Data curah hujan enam tahun terakhir pada bagian hutan Genteng disajikan pada Tabel 8.
15 Tabel 8 Data curah hujan Bagian Hutan Genteng No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Jumlah (mm/tahun) Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Lembab Jumlah Bulan Kering
Curah Hujan (Tahun) 2010
2011
2012
2013
2014
2015
328 394 285 328 468 238 219 259 494 333 268 250
352 181 271 324 246 138 51 2 8 8 81 343
427 327 351 82 112 37 114 8 8 14 173 486
528 278 258 255 298 263 283 33 10 29 316 420
344 189 176 212 73 53 149 43 136 0 202 412
259 271 349 199 70 0 0 0 0 0 0 26
3864 12
2005 7
2139 7
2971 9
1989 8
1174 4
0 0
3 1
1 4
3 0
1 3
1 7
Sumber : Data Curah Hujan KPH Banyuwangi SelatanTahun 2015
Berdasarkan data curah hujan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan bagian hutan Genteng pada tahun 2010 sampai 2015 diketahui curah hujan pada tahun 2010 sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya. Curah hujan yang sangat rendah pada tahun 2015 karena memiliki jumlah bulan kering paling banyak dari tahun sebelumnya dengan jumlah curah hujan sebesar 1 174 mm/tahun. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan air yang dipengaruhi oleh banyaknya hari hujan di wilayah KPH Banyuwangi Selatan. Petrakis et al. (2016) menyatakan peningkatan suhu beresiko meningkatkan gangguan hutan seperti kebakaran hutan, meningkatnya hama, bahkan sampai kematian vegetasi. Perubahan iklim diindikasikan meningkatkan suhu tahunan, mengganggu pola curah hujan, dan menyebabkan kondisi kekeringan. Jumlah penduduk di Desa Karangdoro pada tahun 2012 adalah 11 808 jiwa (BPS Banyuwangi 2012) dan pada tahun 2014 adalah 11 836 jiwa (BPS Banyuwangi 2015), kondisi tersebut diduga tidak berpengaruh dalam penggunaan konsumsi air, hal ini disebabkan peningkatan jumlah penduduk yang tidak signifikan yaitu sebanyak 24 jiwa dalam waktu 2 tahun. Air baku untuk penyediaan air bersih diperoleh baik secara langsung (tanpa melalui proses pengolahan) maupun tidak langsung (melalui proses pengolahan). Kebutuhan air ditentukan berdasarkan pemakaian air/kapita/orang dan kebutuhan non domestik (komersial, industri, sosial dan lain-lain). Luas areal pertanian tanaman pangan di Kecamatan Tegalsari pada tahun 2013 seluas 5 223 ha, sedangkan pada tahun 2014 menurun menjadi 5 165 ha, luas ini menurun seluas 58 ha atau 1.11%.
16 Komoditas yang ditanam yaitu padi sawah dengan luas 3 667 ha merupakan komoditi terbesar pada tahun 2014 (BPS Banyuwangi 2015). Penggunaan kebutuhan air juga dapat dilihat dari konsumsi air yang digunakan untuk kegiatan irigasi, dengan luas areal pertanian yang cukup luas konsumsi air pun meningkat. Apabila dikaitkan dengan kelangkaan air yang terjadi pada Kecamatan Tegalsari maka penyebab kelangkaan air pada Kecamatan Tegalsari karena peningkatan produktivitas sehingga membutuhkan konsumsi air yang lebih banyak dari tahun sebelumnya. Menurut Yasar et al. (2011), infrastruktur pengairan sangat penting karena mempengaruhi produktivitas, sawah yang mempunyai sistem irigasi yang baik mampu menghasilkan padi yang paling tinggi per hektarnya berbanding dengan hasil sawah yang lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pengairan merupakan kebutuhan utama bagi padi sawah dimana masa panen dalam satu tahun sebanyak 2 sampai 3 kali. Perkiraan kebutuhan air untuk mendukung kegiatan, faktor lainnya perlu juga diperhitungkan antara lain kebocoran atau kehilangan air baik sistem produksi maupun distribusi, kebutuhan yang belum terpenuhi secara penuh (unsatisfied demand), peningkatan laju pemakaian air/kapita sejalan dengan peningkatana taraf hidup masyarakat, kebutuhan hari maksimum (Wardhana et al. 2013). Permasalahan ketersediaan air bersih merupakan suatu hal yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada akhir-akhir ini, baik itu mengenai kuantitas maupun masalah kualitas air bersih yang ada.Kebutuhan air dikaitkan dengan banyaknya jumlah penduduk terhadap konsumsi air. Kebutuhan air bersih sudah mencapai tingkatan yang kritis di berbagai dunia, khususnya di negara yang memiliki batas ketersediaan air. Penyalahgunaan sumberdaya air, kurangnya infrastruktur untuk pasokan air, dan juga perubahan iklim merupakan beberapa alasan yang menyebabkan kelangkaan air (Mancosu et al. 2015). Debit air di Banyuwangi menurun hingga 90% selama kemarau, DAM Karangdoro yang potensi debitnya mencapai 17 000 meter 3 saat ini mengalami penurunan hingga mencapai angka 4 000 meter3 (Ningtyas 2014), dampak dari deforestasi sejak lima tahun terakhir oleh masyarakat sekitar hutan pada bagian hulu yang menyebabkan adanya penurunan debit air sehingga saat musim kemarau air yang tersedia cenderung menurun serta dipengaruhi dengan lamanya musim kering. Lokasi Desa Karangdoro berada di bagian hulu dari aliran sungai, Hewlett dan Nutter (1969) menyatakan bahwa daerah hulu yang tertutup hutan dengan baik maka 80-85% total aliran adalah aliran yang ditopang oleh aliran perlahanlahan dari zone of aeration, selebihnya adalah aliran langsung. Pernyataan ini menjelaskan bahwa keberadaan hutan yang baik di daerah hulu akan mengatur atau mengendalikan aliran total, sebagian besar (80-85%) yang berasal dari aliran dasar (base flow), sisanya (15-20%) berasal dari aliran langsung (direct run off). Aliran langsung adalah jumlah aliran air dari air hujan diatas permukaan ditambah aliran air dibawah permukaan tanah karena badai, ditambah aliran air hujan yang terjadi di sungai, sedangkan aliran dasar (base flow) adalah aliran yang berasal dari air tanah (groundwater out flow). Penjarahan hutan yang terjadi di Desa Sumbermulyo merupakan kejadian penjarahan hutan terbesar yang pernah terjadi di Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Jumlah pohon yang dijarah kurang lebih 500 pohon perhektar dengan rata-ratavolume perpohon 1.2 meter3, kerugian yang dialami oleh pihak perhutani KPH Banyuwangi Selatan kurang lebih 12.6
17 Triliyun. Selain itu adanya alih fungsi hutan lindung menjadi pertambangan yang menggunakan lahan hutan lidung di Gunung Tumpang Pitu seluas kurang lebih 2 000 hektar, yang akan digunakan sebagai kawasan pertambangan emas (Ningtyas 2014), hal ini disebut dengan lahan kompensasi dimana pengalihan fungsi hutan lindung menjadi pertambangan yang berstatus izin legal (deforestasi planed). Luas lahan kompensasi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2004 tentang penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan. Pertambangan di areal hutan lindung telah mendapatkan persetujuan Menteri Kehutanan dalam bentuk izin pinjam pakai dengan kompensasi menyediakan dan menyerahkan tanah lain kepada Kementerian Kehutanan. Kemudian berdasarkan permohonan diajukan, Kepala Badan Planologi Kehutanan atas nama Menteri menerbitkan izin kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan lindung. Responden memberikan pendapat bahwa sejak adanya kegiatan pertambangan menyebabkan berkurangnya air saat musim kemarau. Berdasarkan Undang-Undang No. 41/1999 pasal 1, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
Banjir dan Penyebabnya menurut Masyarakat sekitar KPH Banyuwangi Selatan Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan bahwa sebanyak 60% atau 18 orang reponden dari Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran membenarkan adanya kejadian banjir di desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan. Pendapat masyarakat terhadap kejadian banjir dapat dilihat pada Gambar 6. ada
tidak
40% 60%
Gambar 6 Pendapat masyarakat terhadap kejadian banjir
Kepala Camat Pesanggaran menyatakan bahwa banjir terjadi karena adanya pertemuan sungai-sungai kecil pada muara sungai, namun tidak dapat tertampung secara keseluruhan akibat adanya sedimentasi di muara sungai dan volume sungai berkurang. Pendapat responden mengenai kejadian banjir dapat disajikan pada Tabel 9, responden yang menyatakan adanya kejadian banjir beserta alasannya ataupun yang tidak menyatakan adanya kejadian banjir.
18 Tabel 9 Pendapat responden mengenai kejadian banjir Kejadian Banjir Ada
Tidak
Jumlah responden 18
12
Persentase (%) 60
40
Alasan - Meluapnya air sungai karena sedimentasi - Curah hujan tinggi - Tersumbatnya drainase karena sampah - Lebar aliran air yang kecil - Rumah terletak jauh dari lokasi banjir - Berada jauh dari sungai - Tidak berada di dekat muara
Keterangan - Kejadian banjir berada di bagian hilir sungai - Ketinggian Desa Sumbermulyo adalah 50 mdpl (BPS 2014)
Curah hujan yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sebelum tahun 2015 tampak fluktuatif dengan curah hujan yang lebih tinggi karena curah hujan rata-rata pertahun mencapai 3 864 mm/tahun hingga 1 989 m/tahun. Curah hujan meningkat tajam, maka volume air limpasan meningkat terutama jika hujan berlangsung secara terus-menerus, terlihat pada bulan Januari sampai April 2014 di desa sekitar Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Fungsi hutan sebagai pengendali erosi dan pencegah banjir dapat didukung oleh penelitian Widiyanto (2010), hutan memiliki daya tampung dan daya infiltrasi yang tinggi, karena itu aliran permukaan hampir tidak ada di lahan hutan. Daya infiltrasi hutan salah satunya disebabkan karena adanya serasah, serasah yang terurai dapat menggemburkan tanah sehingga air mudah lolos kedalam tanah. Serasah dan tumbuhan bawah juga dapat menahan air hujan yang jatuh sehingga air dapat diserap ke dalam tanah dan air mengalami penguapan. Penelitian Handayani dan Indrajaya (2011), sub DAS Ngatabaru merupakan kawasan hutan lindung dengan tajuk yang cukup rapat dan tumbuhan bawah yang masih rimbun, permeabilitas rata-rata tanah pada sub DAS Ngatabaru 24,8 cm/jam (cepat) menunjukkan kemampuan tanah meresap air sehingga mengurangi besarnya limpasan air permukaan. Pencurian kayu yang cukup luas mengakibatkan hilangnya tutupan lahan hutan yang menyebabkan meningkatnya aliran permukaan yang akan berpotensi banjir karena air tidak dapat diserap oleh tanah, hal ini sejalan dengan penelitian Junaidi dan Tarigan (2011), pengkonversian tutupan lahan hutan sangat menurunkan aliran dasar sehingga peranan hutan dalam menjaga keberlangsungan aliran dasar sangat berpengaruh. Proses terjadinya sedimentasi pada daerah sungai merupakan kejadian lanjutan dari proses erosi yang terjadi pada penggunaan lahan yang terdapat di sekitar daerah tangkapan sungai tersebut (Junaidi dan Tarigan 2011). Sedimentasi dapat mengakibatkan pendangkalan pada dasar sungai dan perubahan elevasi sehingga akan mempengaruhi morfologi sungai, perubahan morfologi sungai tersebut sedikit banyak mempengaruhi ketersediaan air lingkungan sekitar, pada musim kemarau akan mengalami kekurangan air sedangkan pada musim hujan akan mengalami kebanjiran (Pangestu dan Haki 2013). Proses sedimentasi itu sendiri dalam konteks hubungan dengan sungai meliputi, penyempitan palung, erosi, transportasi sedimentas (transport sediment), pengendapan, dan pemadatan dari sedimen itu sendiri (Yang 2006). Fungsi hutan dalam hidrologi sangat tergantung dari sifat curah hujan, sifat tanah, geologi dan lereng, dimana hutan tidak dapat berdiri sendiri tetapi ada
19 faktor-faktor di luar hutan dan yang lebih penting adalah cara pengelolaannya (Pudjiharta 2008). Perubahan iklim yang berkontribusi terhadap kelangkaan air, tidak hanya menyebabkan kenaikan suhu dan kemarau berkepanjangan yang mempengaruhi pasokan air dan sumber air yang tersedia, tetapi juga menyebabkan kejadian presipitasi ekstrim yang membawa patogen dan kontaminan lainnya ke aliran air melalui run offdan banjir (DeNicola et al. 2015). Banjir ataupun kekeringan merupakan konsekuensi dari fenomena iklim yang berdampak pada kondisi musim penghujan maupun musim kemarau yang di perkuat oleh fenomena El Nino (Pudjiharta 2008).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penyebab kelangkaan air menurut persepsi masyarakat di Desa Karangdoro dan Desa Sumbermulyo disebabkan oleh kemarau panjang pada tahun 2015, penjarahan hutan yang luas, dan konsumsi air yang tinggi untuk kegiatan pertanian menjadi faktor kelangkaan air. Ketersediaan air di desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan, khususnya di Desa Karangdoro mengalami penurunan debit air saat musim kemarau. Penyebab banjir menurut persepsi masyarakat di Desa Sumbermulyo pada musim hujan disebabkan oleh tersumbatnya saluran drainase, intenitas curah hujan tinggi saat musim hujan, dan tingginya aliran permukaan akibat menurunnya tutupan lahan hutan sehingga volume air sungai mengalami peningkatan. Saran Pendekatan kepada masyarakat perlu dilakukan dengan mengadakan penyuluhan tentang arti penting dari fungsi hutan. Sebaiknya masyarakat sekitar hutan ikut menjaga kelestarian hutan dan menjaga lingkungan sekitar hutan dari pembalakan liar, agar tidak terjadi banjir pada musim penghujan dan menjaga ketersediaan air bersih pada musim kemarau. Pengalihan lahan sebaiknya dapat di rencanakan lebih matang agar dampak yang diberikan kepada lingkungan tidak begitu besar. Pembuatan daerah resapan air pada lahan lain perlu diperhatikan, sehingga menjaga kestabilan ekosistem lingkungan khususnya dalam kestabilan tata air.
20
DAFTAR PUSTAKA Agus FA, Abdurrachman A, Rachman A, Tala’ohu SH, Dariah A, Hafif B, Prawiradwiputra BR, Wiganda S. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Jakarta (ID): Sekretariat Tim Pengendalian Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Press. [BPS Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2012. Statistik Daerah Kecamatan Tegalsari 2012 [internet]. [diacu pada 2016 Juni 15]. Tersedia dari : http://banyuwangikab.bps.go.id/. [BPS Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Tegalsari 2015 [internet]. [diacu pada 2016 Juni 15]. Tersedia dari : http://banyuwangikab.bps.go.id/. [BPS Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Pesanggaran 2015. Banyuwangi(ID): BPS Banyuwangi. Darusman D, Widada. 2004. Nilai ekonomi domestik dan irigasi pertanian: studi kasus di desa-desa sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal Manajemen Hutan. 10(1): 15-27. DeNicola E, Omar S, Aburizaiza, Siddique A, Khwaja H, Carpenter DO. 2015. Climate change and water scarcity: the case of Saudi Arabia. Annals of Global Health. 81(3) : 342-353. Gardener T, Engelman R. 1999. Forest Future: Population, Consumption, and Wood Resources. Washington DC (USA) : Population Action International. Handayani W, Indrajaya Y. 2011. Analisis hubungan curah hujan dan debit sub sub DAS Ngatabaru, Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8(2) : 143-153. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo. Hewlett JD, Nutter LW. 1969. An Outline of Forest HydrologySchool of Forest Resources University of Georgia. Georgia (USA): University of Georgia Press. Junaidi E, Tarigan SD. 2011. Pengaruh hutan dalam pengaturan tata air dan proses sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS): studi kasus di DAS Cisadane. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8(2) : 155-176. Laflamme L, Engstron K, Moller J, Hallquist J. 2004. Is perceived failure in schools performance a trigger of physical injury: A case-crossover study of children in Stockholm Country. Journal of Epidemiology. 55: 407-411. Mancosu N, Snyder RL, Kyriakakis G, Spano D. 2015. Water scarcity and future challanges for food production. Water. 7 : 975-992. Martawijaya, Kartasujana AI, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Balai Penelitian Hasil Hutan. Forest Product Research Institut. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ningtyas I. 2014. Debit air 500 dam di Banyuwangi anjlok [internet]. [diacu 2016 Juni 14]. Tersedia dari : https://m.tempo.co/read/news/2014/11/10/206620982 /debit-air-500-dam-di-banyuwangi-anjlok. Ningtyas I. 2014. 2000 Ha hutan lindung di Banyuwangi jadi tambang [internet]. [diacu 2016 Juni 5]. Tersedia dari : https://m.tempo.co/read/news/2014/12 /11/206627872/2-000-ha-hutan-lindung-di-banyuwangi-jadi-tambang.
21 Pangestu H, Haki H. 2013. Analisis angkutan sedimen total pada Sungai Dawas Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 1(1): 103109. Perhutani Unit II Jawa Timur. 1993. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Tahunan . Surabaya (ID) : Biro Perencanaan. Perhutani Unit II Jawa Timur. 1997. Pedoman Evaluasi Tanaman.Surabaya (ID): Biro Perencanaan. Petrakis R, Zhouting W, McVay J, Middleton B, Dye D, Vogel J. 2016. Vegetative response to water availability on the San Carlos Apache Reservation. Forest Ecology and Management. 378: 14-23. Pudjiharta A. 2008. Pengaruh pengelolaan hutan pada hidrologi. Info Hutan. 5(2): 141-150. Rachmawati I. 2015. Kemarau, 9 Kecamatan di Banyuwangi krisis air bersih [internet]. [diacu 2016 Juni 15]. Tersedia dari: https://regional.kompas.com/read/2015/10/23/12535381/Kemarau.9.Kematan.d i.Banyuwangi.Krisis.Air.Bersih. Rusdiana O. 2001. Kondisi dan masalah air di Pulau Jawa. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7(1): 49-54. Singarimbun, Effendy. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID) : LP3ES. Subagyono K, Marwanto S, Kurnia U. 2003. Teknik Konservasi Tanah secara Vegetatif. Bogor (ID) : Bbalai Penelitian Tanah. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung (ID): Alfabeta. Sumarna Y. 2003. Budidaya Jati. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Suriaty A. 2008. Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor(ID): Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tuga E. 2009. Proses Penyusunan Rencana Pengaturan Hutan Perum Perhutani (RPKH) di Biro Perencanaan Sumberdaya Hutan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Politani Kupang- Program Studi Manajemen Sumberdaya Hutan. Wardhana IW, Budihardjo MA, Adhesti S. 2013. Kajian sistem penyedia air bersih sub sistem Bribin Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Presipitasi. 10(1): 19-29. Widiyanto A. 2010. Hutan sebagai pengatur tata air dan pencegah erosi tanah: pengelolaan dan tantangannya [internet]. [diacu pada 2016 Oktober 5]. Tersedia pada : https://www.researchgate.net/publication/299741374. Yang Chih Ted. 2006. Sediment Transport Theory and Practice. Singapore (SIN) : The Mc Graw-Hill Companic. Yasar M, Siwar C, Idrus S. 2011. Pengekalan tanah sawah sebagai kawasan pertanian berterusan. Malaysian Journal of Environmental Management. 12(2): 55-65.
22 Lampiran 1 Peta Kawasan Hutan berdasarkan Penataan Areal Kerja (PAK) KPH Banyuwangi Selatan
Kawasan hutan lindung Kawasan perlindungan Kawasan Hutan dg penggunaan lain Kawasan hutan produksi
23 Lampiran 2 Dokumentasi proses pengumpulan data di a) Desa Karangdoro dan b) Desa Sumbermulyo
a
b
24 Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
KUESIONER MASYARAKAT Petunjuk pengisian : berilah tanda (x) pada kolom jawaban yang Anda pilih serta isilah titik-titik sesuai dengan pendapat Anda. Karakteristik Masyarakat 1. 2. 3. 4.
Nama : ................................................. Umur : .... th ( )Laki-laki ( )Perempuan Alamat Asal/ Domisili: .............................. Pendidikan Terakhir : ( ) SD / Sederajarat ( ) SMA / Sederajat ( ) Sarjana ( ) SMP / Sederajat ( ) Diploma 5. Status Pekerjaan : ( ) Pelajar / Mahasiswa ( ) PNS / Pegawai Negeri ( ) Pegawai swasta ( ) Wirausaha ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Lainnya, sebutkan: .......................................................... 6. Fungsi hutan menurut pendapat Anda, sebutkan: ......................................................................................................... 7. Apakah adanya pohon/hutan mempegaruhi ketersediaan air? ( ) Ya, alasan : .................................................................... ( ) Tidak, alasan : ............................................................... 8. Kualitas air dikawasan tempat tinggal : ( ) Jernih, tidak berbau ( ) Jernih, agak berbau ( ) agak keruh, tidak berbau ( ) agak keruh, berbau ( ) lainnya, sebutkan : ............ 9. Darimana sumber air yang Anda dapatkan : ( ) Sumur ( ) Sungai ( ) Lainnya, sebutkan : ............ 10. Apakah ada isu kelangkaan air? ( ) Tidak ( ) Ada, alasan penyebabnya: ............................................... 10A. Jika poin 10 ya, dimana saja adanya kelangkaan air? 10B. Sejak kapan lokasi tersebut mengalami kelangkaan air? 11. Adanya kegiatan dari perum perhutani apakah mengganggu ketersediaan air? Jika mengganggu, berikan alasannya! ...............................................................
25 12. Kegiatan apa saja yang mendominasi di daerah ini? ( ) Pertanian ( ) Berkebun ( ) Industri ( ) Lainnya........................................................................... 13. Apakah luas lahan pertanian semakin meluas setiap tahunnya? ( ) Ya ( ) Tidak 14. Apakah penggunaan lahan setiap tahunnya mengalamiperubahan? ( ) Ya, ................ menjadi .......................... ( ) Tidak ada perubahan 15. Jenis tegakan / pohon apa yang ditanam oleh Perhutani yang Anda ketahui ? ..................................................................... 16. Sebelum tegakan / pohon yang ditanam tadi, apakah ada jenis lain yang ditanam pada tahun sebelumnya oleh Perhutani? ( ) Ya, Jenis ............ ( ) Tidak 17. Menurut Anda apakah dengan adanya hutan tanaman yang ditanam oleh Perhutani memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar? ( ) Ya, Alasan ...................................................................... ()Tidak,Alasan .................................................................. 18. Apakah ada kejadian banjir di desa sekitar KPH Banyuwangi Selatan? ( ) Ya, Tahun .........Desa ........................ ( ) Tidak
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Mei 1994 dari Ayah bernama Dadang Wardiman dan Ibu bernama N. Sri Widaningsih. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Indocement Citeureup Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN undangan dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2014 yang dilaksanakan pada jalur Kamojang – Sancang Barat, Garut, Jawa Barat. Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dilaksanakan pada tahun 2015 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Jawa Barat. Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016 di Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan Divisi Regional Jawa Timur. Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengaruh Hutan pada tahun 2015 dan asisten Praktik Umum Kehutanan 2016. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus antara lain sebagai Sekretaris 2 Himpunan profesi Tree Grower Comunnity IPB periode 2013/2014, kepanitiaan seperti Forester Cup tahun 2014, Belantara 2014, dan Silvikultur Cup 2014. Penulis juga mengikuti lomba Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) dalam cabang basket putri tahun 2013-2015 dan meraih juara tiga pada tahun 2014.Penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar yang diadakan di dalam kampus Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Fungsi Hutan Menurut Persepsi Masyarakat di Desa Sekitar KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur”. Guna memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dibawah bimbingan Dr Ir Omo Rusdiana, MSc.