Studi Mandiri
Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral
oleh
Sudaryatno Sudirham
i
Hak cipta pada penulis, 2010
SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral Oleh: Sudaryatmo Sudirham Darpublic, Bandung fdg-1110 edisi Juli 2011
http://www.ee-cafe.org Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135. Fax: (62) (22) 2534117
2 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
BAB 15 Persamaan Diferensial (Orde Satu) 15.1. Pengertian Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai: 1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas. 2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi turunan fungsi yang ada dalam persamaan. tiga; 3.
d2y 2
adalah orde dua;
d3y dx3
adalah orde
dy adalah orde satu. dx
dx Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi. 2
5
d3y d 2 y y Sebagai contoh: 3 + 2 + 2 = e x adalah persamaan dx dx + x 1 diferensial biasa, orde tiga, derajat dua. Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde satu dan orde dua, derajat satu. 15.2. Solusi Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya. Kita ambil satu contoh:
3
y = ke − x adalah solusi dari persamaan dy + y = 0 karena turunan y = ke
−x
dt dy − x adalah = −ke , dan jika ini kita masukkan dalam dt
persamaan akan kita peroleh − ke − x + ke − x = 0 Persamaan terpenuhi. Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh kondisi awal. 15.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk
f ( y )dy + g ( x)dx = 0
(15.1)
Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu
∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K
(15.2)
Kita ambil dua contoh. 1).
dy e x dy = ex− y . Persamaan ini dapat kita tuliskan = dx e y dx sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah e y dy − e x dx = 0 dan
∫ e dy − ∫ e dx = K y
x
sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K
4 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
2).
dy 1 = . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk dx xy ydy −
sehingga
dx = 0 dan x
dx
∫ ydy − ∫ x
=K
y2 − ln x = K atau y = ln x 2 + K ′ 2
15.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk
dy y = F dx x
(15.3)
Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah bebas baru y v= x Dengan peubah baru ini maka dy dv y = vx dan =v+ x dx dx Persamaan (14.2) menjadi dv v+x = F (v ) (15.4) dx yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.
dx dv + =0 x v − F (v )
(15.5)
Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x setelah persamaan terakhir ini dipecahkan. Kita ambil contoh: ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0 2 Persamaan ini dapat kita tulis x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 atau 2
x
5
(1 +
y2 x2
)dx = −2
y dy 1 + ( y / x) 2 dy sehingga =− = F ( y / x) x dx 2( y / x )
yang merupakan bentuk persamaan homogen. Peubah baru v = y/x memberikan
y = vx dan
dy dv =v+ x dx dx
dan membuat persamaan menjadi
v+x
1 + v2 1 + 3v 2 1 + v2 dv dv atau x =− = −v − =− 2v 2v 2v dx dx
Dari sini kita dapatkan
dv 2
(1 + 3v ) / 2v
=−
dx x
atau
dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2
Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini. Kita tahu bahwa
d (ln x) 1 = . Kita coba hitung dx x
d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 ) 1 = = (6 x ) 2 dx dx d (1 + 3x ) 1 + 3x 2 Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas kita dapatkan solusi dari dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2 1 1 adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ atau 3 3
3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′ Dalam x dan y solusi ini adalah
(
)
(
)
x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′ atau x x 2 + 3 y 2 = K ′
6 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
15.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol. Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan untuk menentukan derajat dari y(dy/dx). Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk
dy + Py = Q dx
(15.6)
dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi pada analisis rangkaian listrik. Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai
a
dy + by = f (t ) dt
(15.7)
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak. Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
a
dy + by = 0 dt
(15.8)
7
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f2(t) memenuhi (15.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (15.7) sebab
dy d ( f1 + f 2 ) + by = a + b( f1 + f 2 ) dt dt df df df = a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0 dt dt dt a
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang terdiri dari solusi khusus f1 dari (15.7) dan solusi homogen f2 dari (15.8). Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain.. Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0−. Solusi Homogen. Persamaan (15.8) menyatakan bahwa y ditambah dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama. Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari (15.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est . Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (15.8), kita peroleh
aK1se st + bK1e st = 0
atau
K1(as + b ) y = 0
(15.9)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah
as + b = 0
(15.10)
Persamaan (15.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi solusi homogen yang kita cari adalah
ya = K1e st = K1e −(b / a ) t
(15.11)
Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat 8 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi. Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal. Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.
Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0 Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika f (t ) = Aeαt = eksponensial, maka y p = eksponensial = Keαt Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus . Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah
y = y p + ya = y p + K1e s t
(15.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K1. Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah 9
status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka
y (0 + ) = y ( 0 − )
(15.13)
Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12) akan kita peroleh nilai K1.
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + )
(15.14)
yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut
y (0+ ) − y p (0 + ) = A0
(15.15)
y = y p + A0 e s t
(15.16)
maka solusi total menjadi
15.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada, akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja atau solusi khusus saja. Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan dv + 1000v = 0 dt untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.
Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000 Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000t Dugaan solusi khusus : v p = 0 (karena tidak ada fungsi pemaksa) Dugaan solusi total : v = v p + A0e st = 0 + A0e −1000t 10 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kondisi awal : v (0 + ) = v(0 − ) = 12 V. Penerapan kondisi awal pada dugaan solusi total memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12 Solusi total menjadi : v = 12 e −1000 t V Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10 menghasilkan persamaan dv + 3v = 0 dt
V, analisis transien
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 → s = −3 Dugaan solusi homogen : va = A0 e −3 t Dugaan solusi khusus : v p = 0 Dugaan solusi total : v = v p + A0 e − 3t Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0 Solusi total menjadi : v = 10 e −3t V Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan sebagai f(t) = A (tetapan). Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
10−3
dv + v = 12 dt
dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.
Persamaan karakteristik : 10−3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000 Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000 t
11
Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.
Dugaan solusi khusus : v p = K Masukkan v p dugaan ini ke persamaan : 0 + K = 12 ⇒ v p = 12 Dugaan solusi total : v = 12 + A0e −1000 t V Kondisi awal : v(0 + ) = v(0−) = 0. Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 → A0 = −12 Solusi total menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien menghasilkan persamaan
dv + 5v = 200 dt Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5 Dugaan solusi homogen : va = A0 e − 5 t Dugaan solusi khusus : v p = K → 0 + 5K = 200 → v p = 40 Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e −5t = 40 + A0 e −5t Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan : 11 = 40 + A0 → A0 = −29 Tanggapan total : v = 40 − 29 e −5t V. Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada pencarian solusi khusus. Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0, bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan y = A cos(ωt + θ)
12 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Melalui relasi
y = A cos(ωt + θ) = A{cos ωt cos θ − sin ωt sin θ} bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai
y = Ac cos ωt + As sin ωt dengan Ac = A cos θ dan
As = − A sin θ
Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As. Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0 dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat A menggunakan relasi tan θ = s . Ac Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu, penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.
y = Ac cos ωt + As sin ωt ; dy = − Ac ω sin ωt + As ω cos ωt ; dt d2y dt
2
= − Ac ω2 cos ωt − As ω2 sin ωt
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien dv + 5v = 100 cos10t menghasilkan persamaan dt
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5 Dugaan solusi homogen : va = A0e −5 t Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan berbentuk sinus juga.
13
Dugaan solusi khusus : v p = Ac cos10t + As sin 10t Substitusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan : − 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t → −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100 → As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100
⇒ Ac = 4 dan As = 8
Solusi khusus : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t Dugaan solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e − 5 t Kondisi awal v(0 + ) = 0. Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4 Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e − 5t V Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah solusi pada contoh sebelum ini? Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah. Solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e −5t Kondisi awal v(0 + ) = 10 → 10 = 4 + A0 → A0 = 6 Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + 6 e − 5 t V
Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.
14 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
y = y p (t ) + A0 e− t / τ
Solusi khusus : ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t →∞.
Solusi homogen : tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen transien; hilang pada t →∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ. konstanta waktu τ = a/b pada (14.10)
Soal-Soal: 1.
2.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut. dv a). + 10v = 0 , v(0 + ) = 10 ; dt dv b). + 15v = 0 , v (0 + ) = 5 dt Carilah solusi persamaan diferensial berikut. di a). + 8i = 0 , i (0 + ) = 2 ; dt di b). + 10 4 i = 0 , i (0 + ) = −0,005 dt
15
3.
4.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut. dv a). + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0 ; dt dv b). + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5 dt Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
di + 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ; dt di b). + 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = −0,02 dt
a).
5.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
dv + 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ; dt dv b). + 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5 dt
a).
16 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
BAB 16 Persamaan Diferensial (2) (Orde Dua) 16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk
a
d2y dt
2
+b
dy + cy = f (t ) dt
(16.1)
Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus. Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah
y (0+ ) = y (0− ) dan
dy + (0 ) = y ' (0 − ) dt
(16.2)
Solusi homogen. Solusi homogen diperoleh dari persamaan rangkaian dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (4.25), sehingga persamaan menjadi
a
d2y dt
2
+b
dy + cy = 0 dt
(16.3)
Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya = Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi dugaan ini dimasukkan ke (16.3) akan diperoleh :
aKs 2e st + bKse st + cKe st = 0 atau
(
)
Ke st as 2 + bs + c = 0
(16.4)
17
Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satusatunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah
as 2 + bs + c = 0
(16.4)
Persamaan ini adalah persamaan karakteristik persamaan diferensial orde dua. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu:
s1, s2 =
− b ± b 2 − 4ac 2a
(16.5)
Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat. Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap bentuk solusi akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua akar. Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi homogen, yaitu:
ya1 = K1e s1t
dan
ya 2 = K 2 e s 2 t
(16.6)
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari akan berbentuk
ya = K1e s1t + K 2e s 2t
(16.7)
Konstanta K1 dan K2 kita cari melalui penerapan kondisi awal pada solusi total.
Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan orde satu. Kita umpamakan solusi khusus ykhusus = yp. Solusi Total. Dengan solusi khusus yp maka solusi total menjadi
y = y p + ya = y p + K1e s1t + K 2e s 2t
(16.8)
18 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
16.2. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang berbentuk umum as2 + bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan nilai akar, yaitu: a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0; b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0 c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = α ± jβ , jika {b2−4ac } < 0. Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga kemungkinan bentuk solusi yang akan kita lihat berikut ini, dengan contoh solusi pada persamaan diferensial tanpa fungsi pemaksa.
Dua Akar !yata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan yaitu
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 + K 2 dan y ' (0+ ) = y′p (0+ ) + s1K1 + s2 K 2 (16.9) yang akan menentukan nilai K1 dan K2. Jika kita sebut
A0 = y (0 + ) − y p (0 + )
dan
B0 = y′(0 + ) − y′p (0 + )
dan
s1K1 + s2 K 2 = B0
(16.10)
maka kita peroleh
K1 + K 2 = A0 dan dari sini kita memperoleh s A − B0 K1 = 2 0 s2 − s1
dan
s A − B0 K2 = 1 0 s1 − s2
sehingga solusi total menjadi
s A − B0 s1t s1 A0 − B0 s2 t y = yp + 2 0 e + e s2 − s1 s1 − s2
(16.11)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan dengan solusi khusus yang bernilai nol.
19
Contoh: Dari analisis transien suatu rangkaian listrik diperoleh persamaan
d 2v 2
dt dengan kondisi awal
+ 8,5 × 103
dv + 4 × 106 v = 0 dt
v(0+)=15 V dan dv/dt(0+) = 0
Persamaan karkteristik : s 2 + 8,5 × 103 s + 4 × 106 = 0 → akar - akar : s1 , s2 = −4250 ± 103 (4,25) 2 − 4 s1 = −500,
s2 = −8000 ( dua akar riil berbeda).
Dugaan solusi total : v = 0 + K1e −500t + K 2 e −8000t (solusi homogen nol) Kondisi awal : a). v(0 + ) = v(0 − ) = 15 V → 15 = K1 + K 2 ⇒ K 2 = 15 − K1 b).
dv + (0 ) = 0 → 0 = K1s1 + K 2 s2 = K1s1 + (15 − K1 ) s2 dt − 15(−8000) − 15s2 = 16 ⇒ K 2 = 15 − K1 = −1 = ⇒ K1 = s1 − s2 − 500 + 8000
Solusi total : v = 16e − 500 t − e −8000 t V (hanya terdiri dari solusi homogen).
Dua Akar !yata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut dapat kita tuliskan sebagai
s1 = s dan s2 = s + δ ; dengan δ → 0 Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai y = y p + K1e s1t + K 2e s 2t = y p + K1e st + K 2e( s + δ)t
(16.12)
(16.13)
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
y (0+ ) = y p (0+ ) + K1 + K 2 → K1 + K 2 = y (0 + ) − y p (0+ ) = A0 Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh
20 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
y′(0 + ) = y′p (0+ ) + K1s + K 2 ( s + δ) → ( K1 + K 2 ) s + K 2δ = y′(0+ ) − y ′p (0+ ) = B0 Dari kedua persamaan ini kita dapatkan
B − A0 s A0 s + K 2δ = B0 → K 2 = 0 δ B − A0 s → K1 = A0 − 0 δ
(16.14)
Solusi total menjadi
B − A0 s st B0 − A0 s ( s + δ)t y = y p + A0 − 0 e e + δ δ B − A0 s B0 − A0 s δ t st = y p + A0 − 0 e e + δ δ
(16.15.a)
1 eδ t st e = y p + A0 + ( B0 − A0 s) − + δ δ Karena
δt 1 eδ t = lim e − 1 = t lim − + δ →0 δ δ δ →0 δ
maka solusi total dapat kita tulis
y = y p + [A0 + ( B0 − A0 s) t ] e st
(16.15.b)
Solusi total seperti dinyatakan oleh (16.15.b) merupakan bentuk khusus yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama besar. A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (16.15.b) sebagai
y = y p + [K a + K b t ] e st
(16.15.c)
dengan nilai Ka yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai Kb ditentukan oleh kondisi awal dan s. Dalam rangkaian listrik, nilai s tergantung dari elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti yang ditunjukkan oleh (16.15.c). 21
Contoh: Pada kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0+)=0, analisis transien rangkaian listrik memberikan persamaan d 2v dt
2
+ 4 × 103
dv + 4 × 106 v = 0 dt
Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 × 106 = 0 akar - akar : s1, s2 = −2000 ± 4 × 106 − 4 × 106 = −2000 = s Di sini terdapat dua akar sama besar; oleh karena itu solusi total akan berbentuk : v = v p + (K a + Kb t ) e st = 0 + (K a + K b t ) e st , karena v p = 0. Aplikasi kondisi awal pertama pada solusi total ini memberikan v(0+ ) = 15 = K a . Aplikasi kondisi awal kedua
dv + (0 ) = 0 dt
dv = Kb e st + (K a + Kbt ) s e st dt dv + → (0 ) = 0 = K b + K a s → K b = − K a s = 30000 dt
memberikan
Jadi : v = (15 + 30000t ) e − 2000 t V
Akar-Akar Kompleks Konjugat. Kita belum membahas bilangan kompleks di buku ini. Kita baru memandang fungsi-fungsi yang memiliki nilai bilangan nyata. Namun agar pembahasan menjadi lengkap, berikut ini diberikan solusinya. Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai
s1 = α + jβ
dan
s2 = α − j β
Solusi total dari situasi ini adalah
y = y p + K1e (α + jβ) t + K 2e( α − jβ) t
(
)
= y p + K1e + jβ t + K 2e − jβ t e αt
(16.16)
Aplikasikan kondisi awal yang pertama, y(0+), 22 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
y (0+ ) = y p (0+ ) + (K1 + K 2 ) K1 + K 2 = y (0 + ) − y p (0+ ) = A0 dv + (0 ) = y′(0+ ) , Aplikasi kondisi awal yang kedua, dt dy dy p = + jβK1e jβt − jβ K 2e − jβt e αt dt dt →
(
(
)
)
+ K1e jβt + K 2e − jβt α eαt Kita akan memperoleh dy + (0 ) = y ′(0 + ) = y′p (0 + ) + ( jβK1 − jβK 2 ) + (K1 + K 2 ) α dt → jβ(K1 − K 2 ) + α(K1 + K 2 ) = y′(0 + ) − y′p (0 + ) = B0
K1 + K 2 = A0 B − αA0 jβ(K1 − K 2 ) + α(K1 + K 2 ) = B0 → K1 − K 2 = 0 jβ
K1 =
A0 + ( B0 − αA0 ) / jβ 2
K2 =
A0 − ( B0 − αA0 ) / jβ 2
Solusi total menjadi
A + ( B0 − αA0 ) / jβ + jβ t A0 − ( B0 − αA0 ) / jβ − jβ t αt + y = yp + 0 e e e 2 2 e + jβ t + e − jβ t ( B0 − αA0 ) e + jβ t − e − jβ t = y p + A0 + 2 2j β
αt e
( B − αA0 ) sin β t eαt = y p + A0 cos β t + 0 β (16.17) A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal sedangkan α dan β memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total dapat kita tuliskan sebagai
y = y p + (K a cos βt + K b sin βt ) eαt
(16.18) 23
dengan Ka dan Kb yang masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal. Ini adalah bentuk solusi total khusus untuk persamaan diferensial yang memiliki persamaan karakteristik dengan dua akar kompleks konjugat. Persamaan (16.8) menunjukkan bahwa bila persamaan karakteristik memberikan dua akar kompleks konjugat, maka solusi persamaan diferensial orde dua akan terdiri dari solusi khusus yp ditambah fungsi sinus yang teredam.
Soal-Soal: 1.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut. d 2v
a).
dt 2
d 2v
b).
dt 2 d 2v
c).
dt
2.
2
dv dv + + 10v = 0 ; v(0 + ) = 0, (0 ) = 15 dt dt
+4
dv dv + + 4 v = 0 ; v (0 + ) = 0 , (0 ) = 10 dt dt
+4
dv dv + + 5v = 0 ; v(0 + ) = 0 , (0 ) = 5 dt dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut. d 2v
a).
dt 2
b). c).
3.
+7
+ 10
d 2v dt 2 d 2v dt 2
dv dv(0) + 24v = 100u (t ) ; v(0 + ) = 5, = 25 dt dt
+ 10 +8
dv dv(0) + 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5, = 10 dt dt
dv dv(0) + 25v = 100u (t ); v(0 + ) = 5, = 10 dt dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut. a). b).
c).
d 2v dt 2 d 2v dt 2
d 2v dt 2
+6
dv dv + + 8v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0, (0 ) = 0 dt dt
+6
dv dv + + 9v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0, (0 ) = 0 dt dt
+2
dv dv + + 10v = 100[cos 1000 t ] u (t ) , v(0 + ) = 0, (0 ) = 0 dt dt
24 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Referensi 1.
2.
3. 4. 5.
Catatan-catatan penulis dalam kuliah matematika di Institut Teknologi Bandung, tahun 1963 – 1964, sebagai bahan utama tulisan dalam buku ini. George B Thomas, “Calculus And Analytic Geometry”, addison Wesley, 1956, buku pegangan dalam mengikuti kuliah matematika di ITB, tahun 1963 - 1964. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB, ISBN 979-9299-54-3, 2002. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Elektrik”, e-book, 2010. Sudaryatno Sudirham, “Mengenal Sifat Material 1”, e-book, 2010.
25