“FRAMING TAWURAN ANTAR PELAJAR OLEH KOMPAS” (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Tawuran Antar Pelajar SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 Jakarta di Surat Kabar Harian Kompas Periode September 2012)
Kartika Ariani Chatarina Heny Dwi S
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract In constructivism perspective, media becomes a reality constructing agent. The media becoming an agent actively interprets reality to be presented to the audience by framing the event into certain frame. Similarly, the news around corruption occurring in Indonesia government becomes the interesting theme to the public recently. The local-to-national scale mass media follows the development of corruption cases occurring in our homeland with a variety of broadcasting angles. Kompas daily is one of those publishing the student fight intensely in September 2012 Edition of Kompas. This theme is interesting to study because the discourse developing is that fight is one of ways to look for self-identity among the students, but in fact currently the fight becomes a serious violent action leading to life toll. This thesis aimed to find out the construction of Kompas in relation to fight news to be delivered to the target audience in individual news becoming the object of broadcasting. This study belonged to a qualitative research category using constructivism as research paradigm and framing analysis technique as the analysis blade. Technique of collecting data was done by taking research object in the form of 11 news texts in September 2012 edition, particularly the news of fight between SMA Negeri 70 and SMA Negeri 6 Jakarta students started with analyzing the syntax, script, thematic, and rhetorical structures of text to find out the frame constructed by Kompas editorial in news text. The result of research showed that Kompas featured more the fact of fight news: the citation of competent informant impartial to either party. The interest of Kompas Daily was to achieve certain target, to touch the public and make them aware that eradicating fighting action was not only the school’s responsibility but also the public’s mutual responsibility. Keywords: framing analysis, student fight, Kompas.
1
Pendahuluan Seringkali kita menyaksikan rangkaian peristiwa kekerasan dan tawuran sekelompok orang untuk memperebutkan sesuatu, atau dikarenakan sesuatu hal yang tidak terlalu penting. Contohnya saja tawuran yang bukan hanya terjadi antar warga yang memperebutkan sesuatu, atau kelompok orang yang yang sedang berkonflik, bahkan tawuran juga terjadi antar pelajar. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia dan telah menjadi tradisi, dan lebih parahnya lagi sampai menelan korban jiwa. Penyebab dan situasinya amat kompleks. Tidak hanya terjadi karena persaingan gengsi sekolah, yang menengah atas umum versus sekolah kejuruan, juga sekolah elite versus pinggiran. Yang meningkat tidak hanya frekuensi terjadinya tetapi juga alat yang digunakan dan tingkat keberingasannya. Ambil kasus Jabodetabek, tak hanya melibatkan siswa antar sekolah, tingkat menengah atas bahkan ke tingkat lebih rendah. Tawuran pelajar dengan korban nyawa manusia dan kerusakan fasilitas umum seolah-olah menjadi lambang kerasnya kondisi Ibu Kota, bahkan kerasnya kondisi negeri ini. Salah satu peristiwa yang menghebohkan yang sarat akan kekerasan yang pernah disajikan oleh media massa adalah kasus tawuran antara SMA 70 dan SMA 6 Jakarta. Tawuran antar-pelajar dua sekolah ini, pada Senin (24/9/2012) telah merenggut nyawa seorang siswa SMA Negeri 6 Jakarta. Alawy Yusianto Putra, siswa kelas X SMA Negeri 6, tewas setelah terkena sabetan celurit dari siswa SMA Negeri 70. Menurut surat kabar harian Kompas tawuran antara kedua SMA Negeri yang berdekatan ini sudah kerap sekali terjadi usianya sudah menahun. Banyak spekulasi berkembang seputar "terpeliharanya" aksi kekerasan antar pelajar dua sekolah ini. Mulai dari "dendam" yang sengaja dipelihara turun-temurun, hingga desas-desus aksi ini ditunggangi oknum dengan motif bisnis. Ada yang menyebutkan bahwa lahan salah satu sekolah tengah diincar untuk kepentingan bisnis. Tentu dalam hal ini surat kabar memiliki cara pandang (seperangkat gagasan atau ide sentral) tertentu sehingga mengemas tawuran antara kedua SMA yang terjadi bahkan menjadikannya sebagai headline.
2
Media yang merupakan sebuah institusi yang mengonstruksi realitas sosial dalam menjalankan bisnisnya. Jalaludin Rakhmat mengemukakan media mengonstruksi realitas alami (yang disebut sebagai first reality) ke dalam bentuk realitas media (yang disebut sebagai second reality). Realitas bentukan media tersebut kemudian disebarluaskan kepada khalayak melalui saluran-saluran yang dimiliki oleh media. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi, sehingga media disebut sebagai “second hand reality” sekaligus sebagai “agen pengonstruksi realitas” (Rakhmat, 2011: 204). Media massa seringkali memaknai suatu fakta berdasarkan apa yang ada dalam benaknya, dan bukannya berdasarkan hasil reportase di lapangan. Berita dalam pandangan Fishman, bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan berada di luar sana. Karena tidak ada realitas dalam arti rill yang berada diluar diri wartawan. Kalaulah berita itu merefleksikan sesuatu maka refleksi itu adalah praktik pekerja dalam organisasi yang memproduksi berita. Berita adalah apa yang pembuat berita buat (Eriyanto, 2011:13). Dalam pandangan
konstruksionis, wartawan juga dipandang sebagai
aktor / agen kontruksi. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melaikan juga turut
mendefinisikan
peristiwa.
Sebagai
aktor
sosial,
wartawan
turut
mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka (Eriyanto, 2011: 29). Tampilnya berita tawuran antara SMA 70 dan SMA 6 Jakarta ditengah penuh sesaknya media massa Indonesia dengan berita-berita kekerasan menarik untuk diteliti kemudian bagaimana strategi Kompas mengkonstruksi realitas kasus tawuran antar kedua SMA tersebut hingga menjadi sebuah berita. Dan yang dikaji dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Kompas edisi September 2012, hal ini dikarenakan Kompas adalah surat kabar harian berskala nasional yang paling prestisius dan juga merupakan surat kabar yang berkualitas serta menampilkan berita tawuran pelajar antara SMA 70 dan SMA 6 Jakarta sebagai berita utama dan diberitakan secara berkelanjutan dalam porsi yang cukup besar.
3
Dalam kajian komunikasi, penelitian ini menarik untuk diteliti karena berhubungan dengan proses pertukaran makna antara komunikator dengan komunikan dalam komunikasi. Selain itu, erat hubungannya dengan teori komunikasi tentang pesan (message) dengan teori tentang framing yang menjadi pisau analisisnya. Dengan melakukan penelitian ini, studi tentang pesan yakni dalam hal ini pemberitaan seputar kasus tawuran antar SMA Negeri Jakarta, akan diketahui tentang mengapa pesan tersebut diproduksi untuk disampaikan kepada khalayak pembaca.
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, Penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana analisis framing terhadap pemberitaan tawuran antar pelajar SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 Jakarta di surat kabar harian KOMPAS periode September 2012 ?”
Telaah Pustaka 1. Komunikasi sebagai Proses Produksi Makna Dalam studi komunikasi, terdapat dua mazhab utama. Pertama, komunikasi dipandang sebagai transmisi pesan. Mazhab ini lebih banyak disebut sebagai mazhab proses. Dalam mazhab ini, disoroti tentang bagaimana pengirim
dan
penerima
mengkonstruksi
pesan
(encode)
dan
menerjemahkannya (decode), serta bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi (Fiske, 2010: 42). Sementara mazhab kedua memandang komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Mazhab ini berkaitan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna yakni ia berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan kita. Ia menggunakan istilahistilah seperti pertandaan (signification). Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan (Fiske, 2010: 9).
4
Pada mazhab yang memandang komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna, pesan menjadi suatu konstruksi tanda yang melalui interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna. Para pengirim pesan, yang dimaksudkan sebagai transmitter pesan, menurun arti pentingnya. Penekanan bergesera pada teks dan bagaimana teks tersebut “dibaca”. Sementara “membaca” merupakan proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks (Fiske, 2010: 10).
2. Realitas Media Berdasarkan Pendekatan Konstruktionis Konstruksi realitas media ”mengacu pada aturan” dan ”memenuhi syarat untuk mencapai pengetahuan obyektif.” Pekerjaan ini dilakukan oleh jurnalisme. Tugasnya membuat realitas empirik tetap terjaga faktisitasnya ketika menjadi berita. Menjaga agar esensi peristiwa tetap ada dalam berita. Untuk itu – untuk menjaga agar esensi peristiwa ada dalam berita, agar pemberitaan media “benar,” agar berita sesuai dengan “kenyataan” – jurnalisme memiliki kaidah-kaidah yang sifatnya etis, normatif dan teknis (Eriyanto, 2011: 10-11). Eriyanto mengartikan realitas yang tersaji dalam media berdasarkan pendekatan konstruksionis adalah suatu realitas yang di dalamnya diolah lewat pandangan dan pemaknaan wartawan (media/awak media).
3. Berita Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan menyortir (memilah-milah) dan menentukan peristiwa dan tema-tema tertentu dalam satu kategori tertentu (Eriyanto, 2011: 102). Charney dalam Mursito, menjelaskan definisi berita yakni sebagai berikut: berita adalah laporan yang hangat, padat, dan cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadiannya itu sendiri. Dalam berita, terdapat karakteristik intrinsik yang disebut sebagai nilai berita (news value) yang menjadi ukuran yang diterapkan untuk menentukan kelayakan suatu berita dalam media massa (Ishwara Luwi, 2007: 51-52).
5
Peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya mengandung beberapa unsur sebagai berikut: a. Konflik Konflik fisik atau non fisik seperti perdebatan umumnya menaikkan kelayakan suatu berita karena adanya kerugian maupun korban atau isu yang menyangkut kualitas dari kehidupan masyarakat. Kekerasan semacam tersebut membangkitkan emosi pembaca yang menyaksikan atau bersangkutan secara langsung. b. Kemajuan dan Bencana Keberhasilan seperti penemuan dari riset
dan uji coba
yang
menguntungkan publik maupun sebaliknya bencana alam maupun bencana lainnya yang berkaitan dengan masyarakat menjadi salah satu kelayakan berita. c. Konsekuensi Konsekuensi berarti adanya sebab akibat timbulnya peristiwa lainnya yang memengaruhi banyak orang dari satu peristiwa. Seluruh berita yang layak berita memiliki konsekuensi. Contohnya, pertandingan sepak bola konsekuensinya tidak sebesar kampanye politik nasional, namun peristiwa perang memiliki konsekuensi yang paling besar diantara semuanya. d. Kemahsyuran dan Terkemuka Pada prinsip ini, nama membuat berita dan nama besar membuat berita lebih besar. Ada aura berita di sekitar orang terkenal. Hal tersebut menjadi salah satu layak berita karena ada konsekuensi dari nama besar tersebut. e. Saat yang Tepat (Timeliness) dan Kedekatan (Proximity) Dua prinsip ini lebih mengarah pada perbedaan ukuran suatu berita dari informasi bukan-berita. Timeliness mengarah pada kesegaran suatu peristiwa yang diberitakan, sementara proximity mengarah pada kedekatan pembaca dengan lokasi peristiwa yang diberitakan. f. Keganjilan
6
Keganjilan mengarah pada peristiwa luar biasa atau tidak umum, bersifat kebetulan, kejadian yang kontras, maupun ketahyulan tertentu. g. Human Interest Selain mengumpulkan fakta kejadian, wartawan mengarah pada prinsip human interest dengan menjelajahi lebih dalam tentang unsur-unsur kemanusiaan seperti menyangkut emosi, fakta biografis, kejadian dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan,
kesukaan, dan
ketidaksukaan umum dari masyarakat. Prinsip ini mengarah pada nilai cerita (story value). h. Seks Pertimbangan editor mengangkat berita juga berkenaan dengan seks. Terlebih jika dikaitkan dengan ketenaran atau nama besar, seperti contohnya pemberitaan kawin-cerai artis di media massa. i. Aneka nilai Cerita tentang binatang juga menarik karena banyak diantaranya mengandung unsur keganjilan.
Proses Produksi Berita a) Rutinitas Organisasi. Ada banyak faktor yang menentukan mengapa suatu peristiwa di kategorikan. Lebih banyak semua proses seleksi dan sortir itu terjadi dalam suatu rutinitas kerja, suatu bentuk rutinitas organisasi. b) Nilai Berita. Organisasi media tidak hanya mempunyai struktur dan pola kerja, tetapi juga mempunyai ideologi profesional. Ideologii tersebut adalah mengenai apa itu berita ? Berita apa yang baik? Semua itu ada ukurannya untuk menilai sejauh lima nilai berita yang dipakai oleh wartawan, yakni : prominance, human interest, conflict / controversy, unusual, and proximity. Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah kategori berita.
7
4. Tawuran di Media Massa Tawuran adalah istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
5. Analisis Framing Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realtias (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2011: 3). Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada cara melihat terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas (Eriyanto, 2011: 10). Yang menjadi pusat perhatian dari analisis framing adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama melihat bagaimana pesan / peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2011: 11). Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang ita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu dan memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa (Eriyanti, 2011: 82).
8
Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dalam hal ini jenis penelitian ini diambil karena penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan (eksplanasi), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007: 36). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing. Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media, dengan kata lain framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Alex Sobur, 2001: 162). Objek penelitian ini adalah berita-berita seputar tawuran antara SMA 70 dan SMA 6 Jakarta dalam surat kabar harian Kompas edisi September 2012. Pendekatan tersebut dapat digambar ke dalam bentuk skema sebagai berikut:
9
Tabel 2. Perangkat Framing Pan Kosicki PERANGKAT STRUKTUR UNIT YANG DIAMATI FRAMING SINTAKSIS Headline, Lead, Latar Cara wartawan
Skema Berita
menyusun fakta
Informasi, Kutipan, Sumber, Pernyataan, Penutup.
SKRIP Cara wartawan
Kelengkapan
Who, What, Why, When,
mengisahkan
Berita
Where, How (5W + 1H)
fakta 1.
Detail
TEMATIK
2.
Koherensi
Cara wartawan
3.
Bentuk
menulis fakta
Kalimat
RETORIS Cara wartawan menekankan fakta
Paragraf, Proposisi, Kalimat, Hubungan Antar-kalimat
4.
Kata Ganti
5.
Leksikon
6.
Grafis
7.
Metafora
Kata, idiom, gambar/foto, grafik, tabel
Sumber: Alex Sobur. 2001: 176
Sajian dan Analisis Data Berikut merupakan berita yang dihasilkan redaksi surat kabar harian Kompas pada edisi September 2012 yang berisi tentang tawuran antara SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 Jakarta :
10
Tabel 1. Daftar Berita Yang Dianalisis NO
EDISI
1
25 September 2012
2
25 September 2012
3
26 September 2012
4
26 September 2012
5
27 September 2012
6
27 September 2012
7
28 September 2012
8
28 September 2012
9
28 September 2012
10
29 September 2012
11
30 September 2012
JUDUL BERITA Tawuran SMA, 1 Tewas 2 Luka “Polisi Diminta Pidanakan Pelaku Pembacok Siswa, Juga Dalangnya” Perkelahian Pelajar “Anak Baik dan Cerdas Itu Berpulang” Pelaku Harus Dipidanakan “Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah” Kekerasan “Cukup..., Sampai Alawy Saja” Keberingasan Pelajar Kian Meresahkan “M Nuh Kaget Pengakuan AU” Tawuran Masih Terjadi di Sosmed “Kapolri Perlu Cegah Terjadinya Aksi Balasan” Perluas Sanksi Tawuran “Polisi Tangkap Pelaku dan Pihak yang Bantu Menyembunyikan” Tawuran Pelajar “Jangan Ada Lagi Balas Dendam” Tawuran “Mereka Terbiasa dengan Kekerasan” Tawuran Pelajar “Sanksi Status Akreditasi Belum Dilakukan” Sekolah Juga Kena Sanksi “Siswa SeJakarta dan Alumni Sepakat Hentikan Tawuran”
Sumber : Diolah penulis
11
HALAMAN 25 (Metropolitan)
25 (Metropolitan)
Headline
25 (Metropolitan) Headline
25 (Metropolitan)
Headline
Headline
26 (Metropolitan)
Headline
5 (Metropolitan)
Proses analisis berita untuk mengetahui konstruksi berita tawuran antar kedua SMA Negeri tersebut dalam skripsi ini akan dilakukan dengan menggunakan perangkat framing Pan dan Kosicki. Perangkat framing tersebut membuat peneliti melakukan pemetaan struktur berita yakni dengan empat struktur yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Pada berita yang berjudul Tawuran SMA, 1 Tewas 2 Luka “Polisi Diminta Pidanakan Pelaku Pembacok Siswa, Juga Dalangnya” a. Struktur Sintaksis Berita ini memiliki judul 1 tewas 2 luka. Pada bagian judul Kompas menggunakan nominal untuk menggambarkan keberingasan murid SMA yang melakukan tawuran sampai menelan korban jiwa. Dengan sub judul “Polisi Diminta Pidanakan Pelaku Pembacok Siswa, Juga Dalangnya”. Dengan kalimat sub judul ini menjelaskan ada pihak yang ingin segera masalah ini diselesaikan dengan sebagaimana hukum yang berlaku. Berita ini memiliki lead yang terdiri dari tiga kalimat yakni “Tawuran pelajar antara SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70 kembali terjadi, Senin (24/9) sekitar pukul 12.30, di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Seorang siswa tewas dan dua terluka. Kejadian ini terus terulang padahal dekat Markas Besar Polri, Kejaksaan Agung, dan kantor obyek vital yang dijaga aparat keamanan.” Pada bagian awal berita ini, redaksi membawa pembaca pada suatu peristiwa tawuran yang terjadi di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada 24 September 2012. Konstruksi kalimat pertama menunjukkan bahwa kejadian yang belum dituliskan secara mendetail. Konstruksi di kalimat kedua menunjukkan jumlah korban dalam tawuran tersebut. Konstruksi kalimat ketiga menggiring pembaca untuk mengetahui bahwa tawuran ini sering terjadi dan berulang padahal dekat dengan banyak kantor aparat keamanan. Masuk ke tubuh berita, paragraf pertama sebagai pendahuluan ini berisikan penjelasan korban tewas secara mendetail yakni sebagai berikut “Alawi
12
Yusianto Putra (15), siswa kelas 10-8 SMA Negeri 6, tewas setelah benda tajam melukai dada dan punggungnya. Ia dikeroyok sekelompok remaja yang diduga siswa SMA Negeri 70.” Paragraf kedua membawa latar informasi yang dikutip dari hasil wawancara dengan Farouq El-Hassan dengan paragraf “Saya dan teman-teman sekitar 10-15 orang mau ambil sepeda motor di depan 7Eleven. Tiba-tiba dari arah utara banyak orang datang bawa bambu, pedang, dan clurit. Mereka langsung menghajar kami,” kata Farouq El-Hassan (15). Pada paragraf
tersebut, dijelaskan bahwa Alawy dan Farouq tidak
memancing keributan karena mereka hanya hendak mengambil sepeda motor bukan menjadi penyebab terjadinya tawuran. Latar informasi terkait dengan tawuran ini menguatkan dugaan tentang ketidaktahuan korban akan tawuran ini, hal ini sudah terlihat di paragraf awal yaitu paragraf ke-4 sampai dengan 7 diperkuat juga dengan kutipan sumber yakni sebagai berikut : Faraouq hendak berboncengan dengan Alawy ketika mereka diserang. Namun, Faraouq terjatuh karena terkena sabetan di tangan dijarinya. Faraouq sempat melihat Alawy berlari menjauh ke arah Blok M Plaza sebelum penyerang mengayunkan senjata tajam ke punggung temannya itu. “Saat itu datang Pak Dedy bagian IT Sma Negeri 6. Ia menolong saya dan teman-teman yang luka, termasuk Alawy,” kata Faraouq di Rumah Sakit Muhammadiyah, Taman Puring, Kebayoran Baru. Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, selain Alawy yang meninggal dunia, ada dua siswa SMA Negeri 6 lain yang terluka, yaitu Faraouq dan Didi. Beberapa saksi di sekitar lokasi kejadian mengatakan, peristiwa itu hanya terjadi beberapa menit. Saat siswa-siswa dari arah utara mengeroyok Alawy dan teman-temannya, tak berapa lama siswa-siswa dari SMA Negeri 6 juga tampak berlarian dari arah sekolahnya.
13
Paragraf tersebut mengkonstruksikan bahwa kejadian ini terjadi karena salah satu pihak yang menginginkan aksi tawuran terjadi dan ada korban akibat tindakan tersebut.
b. Struktur Skrip Unsur who dalam berita “Tawuran SMA, 1 tewas 2 luka” terfokus pada korban dan teman korban serta kutipan para sumber yang mengetahui kejadian tersebut. Secara khusus terdapat delapan nama yang disebutkan dalam berita ini. Kedelapan nama tersebut adalah Alawi Yusianto Putra sebagai korban, Farouq El-Hassan sebagai teman korban, Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat, tukang parkir di Bulungan, Kepala Polsek Kebayoran Baru Ajun Komisaris Besar Adex Yudiswan, Kepala SMA Negeri 70 Saksono Liliek Susanto, Kepala SMA Negeri 6 Kadarwati Merdiautama, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi. Unsur what dalam berita ini lebih banyak menyoroti perihal adanya tawuran yang terjadi dan keterangan dari berbagai sumber tentang kejadian tersebut. Unsur where dalam berita ini adalah , di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, di depan 7Eleven, di kawasan Permata Hijau, arah Blok M Plaza, di SMA Negeri 6, Polres Jakarta Selatan. Selain itu, unsur when juga terlihat pada saat kejadian tawuran tersebut Senin (24/9) sekitar pukul 12.30, dan keterangan para sumber. Unsur why yang menonjol pada berita ini terlihat pada keterangan di kutipan sumber. Unsur how terlihat pada bagaimana korban bisa tewas, bagaimana kronologis terjadi tawuran, dan bagaimana sanksi dari sekolah dan situasi sekolah setelah terjadi tawuran.
c. Struktur Tematik Dari unit analisis tematik, terdapat tema besar yakni kronologis tawuran menurut para saksi yang terjadi di Jalan Bulungan, Kebayoran Baru Jakarta
14
Selatan. Dan tentang kasus yang menimpa Alawy sebagai korban dikisahkan dalam berita ini.
d. Struktur Retoris Unit analisis di struktur retoris yang pertama adalah unit analisis leksikon yang berkaitan dengan pemilihan kata dalam penulisan berita oleh Kompas. Pada lead berita, terdapat leksikon “vital” pada kalimat “Kejadian ini terus terulang padahal dekat Markas Besar Polri, Kejaksaan Agung, dan kantor obyek vital yang dijaga aparat keamanan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, vital berarti sangat penting (untuk kehidupan dsb). Kata ini dianggap mewakili mengapa peristiwa tawuran masih bisa terjadi, padahal berdekatan dengan kantor penting yang berhubungan dengan hukum. Leksikon lainnya terdapat di paragraph ke-1 yakni pada kalimat “ Ia dikeroyok sekelompok remaja yang diduga siswa SMA Negeri 70”. Pada kalimat ini, dikonstruksikan bahwa korban diserang oleh banyak orang. Selain itu, di unit grafis terdapat satu foto pendukung berita yang merupakan foto polisi di lokasi tawuran dengan caption “Polisi memeriksa tetesn darah di lokasi tawuran antara SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6, Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (24/9). Tawuran yang melibatkan puluhan siswa itu mengakibatkan Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6, tewas.”
15
Kesimpulan Setelah menganalisis sebelas teks berita mengenai kasus tawuran antar pelajar SMA 70 dan SMA Negeri 6 Jakarta pada edisi September 2013, dapat disimpulkan konstruksi pemberitaan Kompas sebagai berikut ; 1. Kompas membangun kecenderungan kasus tawuran pelajar ini sebagai sebuah tindakan penegakkan hukum yang lemah di kalangan penegak hukum sendiri maupun di lingkungan sekolah. Sebagai bukti, Kompas secara konsisten melakukan kritik bahkan sindiran melalui pemilihan sudut pandang yang dapat diketahu melalu judul dan sub judul seperti: “Pelaku Harus Dipidanakan “Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah” dan Tawuran “Mereka Terbiasa dengan Kekerasan”. Dalam judul ““Pelaku Harus Dipidanakan “Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah” Kompas menampilkan pandangannya mengenai keganjilan atas tindakan pihak yang berwajib dalam menyelesaikan masalah yang telah terjadi sejak dahulu sehingga menjadi kebiasaan. Masalah ini bagaikan timbunan sampah yang akhirnya meledak, sedangkan pada judul “Tawuran “Mereka Terbiasa dengan Kekerasan” Kompas mengungkapkan masih banyak hal yang harus diselesaikan dalam kasus ini. 2. Kompas cenderung tidak memegang cover both side dalam melakukan pemiihan narasumber. Kecenderungan ini dapat salah satunya dilihat pada berita berjudul Perkelahian Pelajar “Anak Baik dan Cerdas Itu Berpulang” yang dari judul sudah terlihat sudut pandang hanya melihat dari korban saja dan pemilihan narasumber hanya dari keluarga dan teman dekat korban. Kecenderungan ini sesuai dengan pandangan konstruktivis dimana berita merupakan produk media dalam konstruksi realitas, yang berisi fakta-fakta yang dipilih. 3. Bagi Kompas ketuntasan kasus tawuran pelajar merupakan hal yang sangat penting. Buktinya Kompas menempatkan pemebritaan kasus perdana dalam halaman Metropolitan yang ukurannya cukup besar bahkan sampai pernah menjadi headline dan Kompas secara continue memberitakan
16
kelanjutan kasus bahkan sampai tertangkapnya dan penanggulangan kasus ini.
Saran Saran yang dapat diberikan Penulis setelah melakukan penelitian ini kepada praktisi media, secara khusus Kompas dalam mengkonstruksi realitas haruslah menyampaikan fakta secara seimbang kepada masing-masing narasumber yang akan ditampilkan sehingga mencapai target ideologis. Kepada konsumen media, khususnya pembaca media cetak, agar dapat mengetahui pembingkaian yang dilakukan media terhadap pemberitaanya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahu penonjolan atau penghilangan fakta apa yang dilakukan oleh media serta mengetahui kepentingan apa yang diusung media tersebut. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian analisis framing, agar melakukan wawancara mendalam dengan praktisi media yang menjadi obyek penelitian untuk mengetahui proses pembingkaian berita yang diteliti.
Daftar Pustaka Eriyanto. 2011. Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: PT LKIS. Fiske, John. 2010. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra Ishwara, Luwi. 2007. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LKIS Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.
17