BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota – kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis berasal dari banyak faktor yang mempengaruhi baik faktor internal ataupun eksternal. Perilaku tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan kerugian harta benda atau korban cidera tetapi bisa sampai merenggut nyawa orang lain. Selain terjadinya tawuran antar pelajar di kota-kota besar juga terjadi tawuran di berbagai kalangan masyarakat. Contohnya saja Kota Salatiga yang ditinggali berbagai macam suku bangsa yang mengakibatkan sering terjadi tawuran
antar
warga
sekitar
dengan
warga
pendatang
akibat
faktor
multikulturalisme. Pihak kepolisian yang memiliki kewenangan di dalam mencegah dan menanggulangi aksi tawuran antar pelajar. Peran Kepolisian tersebut telah tertuang di dalam Pasal 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, “Bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
1
masyarakat.”1 Dengan demikian peran dan fungsi Polri sebagai aparatur Negara sudah jelas, yaitu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terhadap permasalahan-permasalahan yang ada. Diantara permasalahan-permasalahan yang dihadapi kepolisian yang perlu perhatian khusus adalah tawuran. Di tubuh kepolisian satuan yang bertugas mencegah dan menaggulangi tawuran pelajar adalah Satuan Bina Masyarakat(Sat Binmas). Tugas utama dari Sat Binmas melaksanakan pembinaan masyarakat yang meliputi kegiatan penyuluhan
masyarakat,
pemberdayaan
perpolisian
masyarakat(polmas),
melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamana swakarsa(pam swakarsa), kepolisian khusus(polsus), serta kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat.2 Tawuran sendiri merupakan suatu perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Biasanya yang menjadi alasan terjadinya tawuran antar pelajar adalah karena masalah sepele yang dianggap oleh para pelajar sebagai sebuah tantangan sebab masih labilnya tingkat emosi mereka. Misalnya saja seperti kasus tawuran yang baru-baru saja terjadi di wilayah kepolisian Polres Salatiga, walaupun aksi tawuran tersebut dapat dicegah 1
Lihat Pasal 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Buku Petunjuk Bagi Kepolisian Sektor. Dikeluarkan berdasarkan SKEP Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Hal. 49. 2
2
sebelum terjadi. Kepolisian Polres Salatiga mensweeping para pelajar yang terlihat berkumpul bergerombolan di beberapa tempat di Salatiga. Walaupun ada beberapa dari para pelajar tersebut yang berusaha melawan petugas, tapi pada akhirnya dapat dibawa oleh petugas dengan bantuan masyarakat sekitar. Dari razia para pelajar tersebut kepolisian Polres Salatiga berhasil menciduk puluhan pelajar yang kedapatan berencana akan melakukan aksi tawuran. Sasaran mereka adalah salah satu Sekolah Menenggah Kejuruan yang berada di wilayah Kemiri, Salatiga. Dari puluhan pelajar tersebut, tidak hanya pelajar yang bersekolah di wilayah Salatiga, melainkan juga terdapat pula pelajar yang berasal dari berbagai sekolah di wilayah Jawa Tengah. Beberapa diantaranya kedapatan membawa senjata tajam dan seorang yang bukan lagi pelajar melainkan alumni yang dianggap sebagai provokator. Dari kasus tersebut, selain para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam, para pelajar yang lain akhirnya dikembalikan kepada pihak sekolah yang bersangkutan serta orang tuanya masing-masing setelah menginap semalam di Polres Salatiga. Sedangkan para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam akhirnya harus menginap di sel tahanan Polres Salatiga selama kurang lebih 5 (lima) hari sebelum akhirnya dikembalikan kepada orang tua mereka masingmasing. Hal ini dikarenakan para pelajar tersebut masih di bawah umur serta dianggap melakukan tindakan yang masuk ke dalam kategori kenakalan anak sehingga tidak perlu digunakan sanksi pidana di dalam menyelesaikan kasus
3
tersebut.3Hal tersebut juga didukung oleh Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 yang berbunyi”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas)tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.4 Menurut hasil wawancara dengan Kasat Binmas Polres Salatiga, sejak tahun 2015 terjadi aksi tawuran antar pelajar sebanyak 3 (tiga) buah kejadian di wilayah hukum Polres Salatiga dan tawuran antara mahasiswa dengan warga sekitar sebanyak 2 (dua) buah. Dari aksi tawuran tersebut jumlah pelaku/pelajar yang tertangkap oleh jajaran Satuan BinMas Polres Salatiga berjumlah kurang lebih sekitar 45-50 orang. Jumlah korban yang diakibatkan ketiga aksi tawuran tersebut berjumlah nihil, hal ini dikarenakan sebelum terjadinya aksi tawuran tersebut, satuan Binmas Polres Salatiga berhasil menangkap para pelajar yang diduga akan melakukan aksi tawuran di beberapa tempat di Salatiga.5 Di dalam mencegah dan menanggulangi aksi tawuran, Satuan Bina Masyarakat Polres Salatiga memiliki beberapa upaya preventif serta upaya represif. Upaya preventif adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Sedangkan pengertian upaya represif adalah suatu tindakan aktif yang dilakukan oleh pihak yang berwajib pada saat penyimpangan
3
Wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Salatiga, 6 April 2015. Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 5 Wawancara dengan Kasat Bina Masyarakat Polres Salatiga, Salatiga, 6 April 2015. 4
4
sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. 6 Dalam upaya preventif pihak kepolisian didukung oleh aparat pemerintah yang lain serta dukungan masyarakat berusaha untuk memperkecil ruang gerak dan kesempatan terjadinya tindak kejahatan/pelanggaran. Implementasi dalam upaya preventif pada umumnya di wujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan penjagaan, pengawalan, patrol, dan tindakan pertama di TKP serta tindakan-tindakan lainnya.7 Lalu dalam upaya represif Polri bertujuan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam proses penegakan hukum dengan menyelenggarakan penyidikan tindak pidana serta mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan upaya represif harus didasarkan kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).8 Upaya preventif yang dilakukan oleh Satuan Binmas Polres Salatiga berupa melakukan tindakan penyuluhan ke setiap sekolah yang berada di wilayah hukum Polres Salatiga. Hal tersebut diupayakan untuk mengurangi berbagai macam tindakan kenakalan anak salah satunya aksi tawuran, hal tersebut tidak terbatas pada kalangan pelajar saja, tetapi juga kalangan mahasiswa dan masyarakat. Akan tetapi, belakangan ini upaya preventif yang dilakukan oleh Satuan Binmas Polres Salatiga dianggap tidak lagi efektif untuk mencegah terjadinya aksi 6
Krisyanto Dimas, Pengertian Upaya Preventif dan Upaya Represif, http://globespotes.blogspot.com/p/support-globespotes.html. Diakses pada 9 April 2015 pukul 13.47. 7
Buku Petunjuk Bagi Kepolisian Sektor. Dikeluarkan berdasarkan SKEP Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Hal. 99. 8 Ibid., Hal. 143.
5
tawuran. Oleh karena itu, selain dengan upaya preventif Satuan Binmas Polres Salatiga juga bekerja sama dengan Satuan Reskrim Polres Salatiga untuk melakukan upaya represif di dalam menanggulangi aksi tawuran di Salatiga dengan cara membubarkan sekaligus menangkap para pelaku aksi tawuran. Kemudian Hasil wawancara dengan beberapa pelajar yang pernah terlibat aksi tawuran di Salatiga, mengatakan bahwa ketika aksi tawuran yang dilakukannya jumlah pelajar yang terlibat dari kedua sekolah yang terlibat berjumlah sekitar 20-30 pelajar. Korban yang jatuh ketika aksi tawuran tersebut berjumlah 3 orang luka ringan. Alasan pelajar tersebut terlibat aksi tawuran itu adalah rasa kesetiakawanan akibat temannya diejek oleh pelajar sekolah lawan.9 Bagi para pelajar yang ditahan oleh Polres Salatiga mereka dapat dikenakan Undang-undang Darurat No. 12/1951 Tentang Senjata Tajam dan penghasutan sesuai Pasal 160 KUHP yang berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undangundang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undangundang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”10 Hal ini dikarenakan beberapa pelajar yang ditahan tersebut terbukti membawa senjata tajam, tujuannya agar timbul rasa jera bagi para pelajar tersebut dan tidak lagi mengulangi perbuatannya. 9
Wawancara dengan pelajar Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga, Salatiga, 3 April 2015. Buku II-Kejahatan Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 10
6
Adapun terdapat pelajar yang tertangkap disaat melakukan aksi tawuran maka para pelajar tersebut dapat dikenakan kejahatan terhadap ketertiban umum Pasal 170 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”11 Dan dapat pula dikenakan dengan Pasal 351 dan Pasal 358 KUHP.12 Berdasarkan uraian kasus di atas, penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum yang berjudul : “TINDAKAN KEPOLISIAN DI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TAWURAN DI SALATIGA” (Studi Di Satuan BinMas Polres Salatiga) Penulis tertarik dikarenakan sekarang ini aksi tawuran sedang marak terjadi mulai dari tingkat SMP, SMA, sampai Mahasiswa. Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut strategi ataupun cara yang digunakan oleh pihak kepolisian di dalam mencegah dan menanggulangi tawuran terutama di wilayah Polres Salatiga. Dengan harapan agar tindakan pihak kepolisian tersebut dapat mengurangi jumlah tawuran serta menjaga ketertiban umum.
11
Lihat Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
12
Ibid., Pasal 351 dan Pasal 358.
7
B. Rumusan Masalah. Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan penulis angkat adalah : Bagaimana Tindakan yang diambil oleh Satuan Bina Masyarakat Polres Salatiga untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan.
Tujuan membuat penulisan ini untuk mengetahui lebih dalam strategi yang digunakan oleh pihak kepolisian Polres Salatiga di dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan aksi tawuran yang terjadi di Salatiga.
Untuk menganalisis upaya kepolisian mencegah dan menanggulangi aksi tawuran
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Manfaat. a. Manfaat Praktis. Menambah wawasan bagi penyusun khususnya, dan para pembaca pada umumnya termasuk masukan bagi pemerintah dan apparat penegak hukum dalam mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat dan efisien guna mencegah dan menanggulangi aksi tawuran antar pelajar. 8
b. Manfaat Teoritis. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan dapat memberikan informasi mengenai tindakan kepolisian untuk mencegah dan menanggulangi aksi tawuran antar pelajar, berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Serta dapat menjadi tambahan literatur yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan aksi tawuran antar pelajar.
D. Metode Penelitian. Untuk mendapatkan data dan hasil penelitian yang sebaik mungkin, maka Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji, mengetahui, memahami, dan mendiskripsikan Pertimbangan pihak kepolisian di dalam melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan tawuran di Salatiga. 2. Metode Pendekatan Di dalam suatu penelitian hukum terdapat berberapa macam pendekatan. Pendekatan tersebut akan membantu peneliti untuk menemukan 9
jawaban dari isu hukum yang diangkat. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio legal. Metode pendekatan sosio legal adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.13 Menurut Prof. Adji Samekto, Pendekatan sosio legal adalah merupakan penelitian yang mengkaji ilmu hukum dengan memasukkan faktor social dengan tetap dalam batasan penulisan hukum.14 3. Data Primer. Data
primer
adalah
data
yang
dikumpulkan
sendiri
oleh
perorangan/suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat berupa interview, observasi.15 Data primer yang dimaksud berupa hasil wawancara terhadap Kepala Satuan BinMas serta beberapa pelajar yang pernah terlibat aksi tawuran. 4. Bahan hukum Dalam hal dilakukannya penelitian yang bersifat empiris atau penelitian hukum sosiologis, bahan hukum yang dikenal adalah data primer, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. 13
Dhiki Kurnia, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum, http://dhikikurnia.blogspot.com/2013/07/bahan-kuliah-metode-penelitian-hukum 8094.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pada pukul 23.40. 14 Prof. Adji Samekto, Kuliah Umum FH UMK Tentang Metode Socio Legal, 10 Mei 2013, http://www.umk.ac.id/index.php/beranda/943-kuliah-umum-fh-umk-perkenalkan-metode-sociolegal/942-kuliah-umum-fh-umk-perkenalkan-metode-socio-legal. Diakses pada 26 Maret 2015 pukul 23.57. 15 http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-data-dan-jenis-data.html#_ Diakses pada 8 April pukul 00.50.
10
Bahan hukum primer yang dimaksud berupa peraturan perundangundangan yang berlaku seperti :
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ditambah dengan sumber-sumber lain yang berasal dari surat kabar dan buku-buku hukum. Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. 5. Unit Amatan dan Unit Analisa. a.
Unit Amatan Unit amatan dalam penulisan ini adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b.
Unit Analisa Unit Analisa dalam penelitian ini adalah tindakan Satuan Bina Masyarakat Polres Salatiga di dalam mencegah dan menanggulangi aksi tawuran di Salatiga.
11