perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 (Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara)
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh : Genadi Adha D0207118
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 (Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara)
Oleh : Genadi Adha D0207118
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
(QS. al-Fatihah : ayat 1) ”Lakukan semua dengan kesungguhan serta keyakinan dan serahkanlah semua hasilnya kepada Allah SWT”
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN : -
Bapak dan Ibu tercinta, doamu dan kasihmu selalu menyertaiku,
-
Adik-adikku tercinta,
-
Para sahabat dan teman-teman yang selalu memberi dukungan, motivasi, hiburan,
commit to user berkarya dalam hangat kekeluargaan.
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 (Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara) yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana dan kelulusan dari Program S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Fotografi adalah suatu yang dianggap amat menarik sekaligus sulit. Kalau melihat foto yang sangat bagus, kita sering bertanya-tanya, bagaimana cara membuat foto yang bagus? Apakah harus menggunakan kamera yang canggih dan mahal? Atau, bisakah kamera kompak (pocket) menghasilkan foto yang menarik? Fotografi memang gampang-gampang susah. Bidang ini memang membutuhkan ketekunan, tetapi yang paling penting adalah pengetahuan tentang kamera itu sendiri dan dasar-dasar teknik memotret. Dengan menggunakan metode semiotik, penulis ingin mengungkap secara semiotik tentang pesan dan makna dalam ”Foto Jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 Dalam Buku Kilas Balik 2009-2010”. Penulis yakin tanpa bantuan dari semua pihak penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Maha Besar Allah SWT dan Al-Qur’an ( penjawab semua keraguan dan misteri ) beserta Nabi Muhammad SAW pembawa cahaya terang. 2. Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; 3. Prof. Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelascommit Maret.;to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Dra Prahastiwi Utari, Ph D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret; 5. Dra. Sri Urip Haryati M.Si, selaku pembimbing akademik, yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 6. Drs. Haryanto, M.Lib selaku dosen pembimbing yang telah merelakan waktu untuk membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini; 7. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan bimbingan selama menempuh pendidikan di FISIP Universitas Sebelas Maret; 8. Bapak dan Ibu tercinta, yang telah membesarkan dan memberikan kebebasan kepada saya untuk mencari dan membentuk jalan hidup saya sendiri serta memberikan bantuan dan motivasi baik materiil maupun spiritual; 9. Adik-adikku tercinta, Muhammad Agung Afrizal dan Muhammad Rizky Afrillah, atas semangat, keceriaan, dan motivasi yang selalu diberikan. 10. Raina Sari Wulan yang telah memberikan sejuta warna dalam penulis; 11. Keluarga besar LKBN Antara Foto dan semua pewarta fotonya untuk semua pelajaran fotojurnalistik.; 12. FFC-UNS beserta seluruh rakyatnya yang telah memberikan tambahan ilmu dan share tentang fotografi, serta menjadikan fotografi sebagai bagian dari hidup saya; 13. Keluarga besar kost ”Technopark” (Hafidz Novalsyah, Taufan Yusuf Nogroho, Muhammad Azis, Faka Yudhistira, Herka Yanis P, Yestha F. Pahlevi, dan Bernard) yang menjadikan hari-hari indah penuh tawa, ceria, dan rangkaian cerita; 14. Keluarga besar Summer Production, (Amin Maulin Nastria, Dyah Puspitasari, Kenyo Ratih, Robitoh Na’im, Brigitta Keshia, Ema Yuliani, Okki Mahdi Yasser, Tomi Hernawan, Yurista Nindya, Ajeng Dian Kartikasari, Selly Putri, Wynna Widianita) senang bisa belajar, bekerja dan bermain bersama kalian; commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Maulana Surya, Pusa Kurniawan, Ahmad, Sigit Rilo, Dwi Aji, Nanda Bagus, Marwan Jembar, Lukman Hakim dan Aprilia Budi terima kasih untuk diskusinya bersama penulis; 16. Teman-teman S1 Ilmu Komunikasi angkatan 2007, kalian adalah saudara sebangku perkuliahan dimana kita di tempa untuk mampu menjadi diri yang hebat dalam menghadapi tantangan di masa depan; 17. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang tetap terukir dalam setiap kata dari karya ini. Semoga mereka mendapatkan pahala dan imbalan dari Allah SWT. Penulis yakin bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari anda. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan pengajaran khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Surakarta, Juni 2012
Penulis Genadi Adha
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR BAGAN .......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii ABSTRAK ..................................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah .......................................................................... 12
C.
Tujuan Penelitian ........................................................................... 13
D.
Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
E.
Telaah Pustaka 1. Komunikasi.................................................................. ............ 14 2. Foto Jurnalistik......................................................................... 19 3. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik ....................................... 26 4. Tempat atau Kejadian .............................................................. 27 5. Analisis Semiotika ................................................................... 27
F.
Kerangka Pemikiran....................................................................... 38
G.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian......................................................................... 40 2. Metode Penelitian..................................................................... 41 3. Sumber Data............................................................................. 42 4. Validitas Data........................................................................... 43 commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Unit Analisis........................................................................ .... 44 H. BAB II A.
Analisis Data............................................................................ ..... 48
DESKRIPSI UMUM BIRO FOTO LKBN ANTARA Sejarah 1. Kantor Berita Nasional ANTARA ........................................... 51 2. ANTARA Foto......................................................................... 55
B.
Visi dan Misi 1. Visi ........................................................................................... 58 2. Misi.................................................................................. ........ 58
C.
Bentuk-Bentuk Layanan LKBN ANTARA ................................... 59
D.
Struktur Redaksi Foto .................................................................... 62
E.
Kilas Balik 2009-2010 ................................................................... 64
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A.
Analisis Data .................................................................................. 69
B.
Hubungan Makna Antar Korpus .................................................... 119
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan .................................................................................... 121
B.
Saran............................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 125
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1
Peta Tanda Barthes ................................................................ 35
Bagan 1.2
Kerangka Pemikiran................................................................ 40
Bagan 1.3
Triangulasi Teori..................................................................... 44
Bagan 1.4
Struktur Biro Foto LKBN ANTARA ..................................... 62
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR KORPUS Gambar Korpus 1 ........................................................................................... 71 Gambar Korpus 2 ........................................................................................... 77 Gambar Korpus 3 ........................................................................................... 85 Gambar Korpus 4 ........................................................................................... 92 Gambar Korpus 5 ........................................................................................... 99 Gambar Korpus 6 ......................................................................................... 105 Gambar Korpus 7 ......................................................................................... 112
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Genadi Adha, D0207118, “FOTO JURNALISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010” (Studi Semiotik Makna dan Pesan Fotojurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 Dalam Buku ”Kilas Balik 2009-2010” Karya Pewarta Foto Antara), Skripsi, Program S-1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. Perkembangan media massa yang telah pesat, terutama foto jurnalistik yang mempunyai peran sebagai pelengkap visualilasi peristiwa dalam surat kabar kini telah menjadi dimensi yang lain dalam bentuk multimedia karena tuntutan zaman. Foto jurnalistik selain sebagai pelengkap bagi surat kabar, foto jurnalistik mampu berdiri sendiri sebagai foto dengan peran dan ciri khasnya. Buku yang bertajuk Kilas Balik 2009-2010 adalah buku fotojurnalistik dimana isinya adalah kumpulan foto-foto terbaik karya pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto dalam kurun waktu 2009-2010. Setiap lembar halaman dalam buku Kilas Balik berisi foto-foto jurnalistik yang mengisahkan perjalanan bangsa ini dalam kurun waktu satu tahun. Merupakan gagasan positif untuk memperkaya khasanah dokumentasi peristiwa yang mencatat berbagai macam peristiwa penting yang pernah terjadi di tanah air. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna-makna visual dalam foto-foto letusan Gunung Merapi 2010 yang ditampilkan dalam Buku yang bertajuk Kilas Balik 2009-2010. Peneliti tentu ingin mengetahui apa makna sebenarnya yang terkandung pada isi foto tersebut. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik Roland Barthes, yang berguna untuk menganalisis makna dalam foto jurnalistik di media, dalam hal ini adalah kantor berita nasional. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan unit analisis denotasi dan konotasi yang terdapat dalam objek penelitian yang berupa foto dan caption dari fotojurnalistik letusan Gunung Merapi 2010 yang berjumlah tujuh foto. Akhirnya temuan dari studi ini tidak lain adalah jawaban dari rumusan masalah sebelumnya, pembentukan makna yang secara keseluruhan diperoleh setelah melewati tahapan analisis, disertai dengan tahapan identifikasi hubungan pertandaan dengan metode semiotik Roland Barthez. Selanjutnya karya ilmiah ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang berbeda, sehingga dapat lebih dikembangkan lagi dari berbagai segi, baik dalam hal analisis, hingga isi dari karya ilmiah yang akan ditulis oleh peneliti-peneliti selanjutnya.
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Genadi Adha, D0207118, “MERAPI MOUNTAIN ERRUPTION 2010 PHOTOJOURNALISM” (Semiotic Study about Message and Meaning of Merapi Mountain Erruption 2010’s Photo-journalism in “Kilas Balik 20092010 Book” by Antara Fotojournalists”, Thesis, Major in Communication Science. Faculty of Social Science and Political Science, Sebelas Maret University of Surakarta, 2012) The development of mass media goes rapidly, especially photojournalism which have a role as complementary visualization of events in newspaper. Nowadays, it becomes another dimension in multimedia form because of the demands of the times. Besides its function as a complement of newspaper, photojournalism are able to stand as a photo with the role and trademark itself. This book called Kilas Balik 2009-2010 is a fotojournalism book. This book consists of best photographs from LKBN Antara’s photo-journalist since 2009 until 2010. The situation of Indonesia in a year fills every pages of this book. It’s a positive idea to enrich the whealthy of event documentation which noted lots of events happened in this country. This study aims to uncover the meanings of visual images of Mount Merapi eruption in 2010 which featured in the book entitled Kilas Balik 20092010. Writer definitely want to know what is the true meaning contained in the content of the photos. Method used in this research is semiotic analysis develoved by Roland Barthes for analyzing the meaning in photojournalism in media, in this case, news agency. Analysis was done as a qualitative reseach with denotation and connotation as the analyzing unit. These analyzing unit were found in research object, the photos and the caption about Merapi Mountain erruption in 2010. There are 7 photos used in this research. Finally, the conclusion taken about this study is the answer from previous problem. Meaning was formed totally after the analysis step following by the identification meaning relations done with semiotic analysis develoved model by Roland Barthez. Furthermore, this thesis can be used for the future research with a different method, so that it can be developed from other sides, such as the analysis side until content the thesis which would be found by the other researcher.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Foto jurnalistik menghentikan waktu dan memberikan gambaran nyata bagaimana waktu membentuk sejarah. Dimana foto jurnalistik menghubungkan manusia di seluruh dunia dengan bahasa gambar. Karena sifat dasarnya yang dokumentatif maka foto jurnalistik mampu membuat masyarakat melihat kembali rekaman imaji atas apa yang telah dilakukan di masa lalu dan juga membuat pertanyaan tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Foto jurnalistik adalah media komunikasi yang menggabungkan elemen verbal dan visual. Elemen verbal yang berupa kata-kata itu disebut caption yang melengkapi informasi sebuah gambar, karena sebuah foto tanpa keterangan dapat kehilangan makna. Dalam berita, terdapat karakteristik intrinsik yang disebut sebagai nilai berita (news value) yang menjadi ukurn yang diterapkan untuk menentukan kelayakan suatu berita dalam media massa. (Ishwara, 2007: 53-58) Peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya mengandung beberapa unsur sebagai berikut: a. Konflik Konflik fisik atau non fisik seperti perdebatan umumnya menaikkan kelayakan suatu berita karena adanya kerugian maupun korban atau isu commitdari to user yang menyangkut kualitas kehidupan masyarakat. Kekerasan
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semacam tersebut membangkitkan emosi pembaca yang menyaksikan atau bersangkutan secara langsung. b. Kemajuan dan Bencana Keberhasilan seperti penemuan dari riset dan uji coba yang menguntungkan publik maupun sebaliknya bencana alam maupun bencana lainnya yang berkaitan dengan masyarakat menjadi salah satu kelayakan berita. c. Konsekuensi Konsekuensi berarti adanya sebab akibat timbulnya peristiwa lainnya yang memengaruhi banyak orang dari satu peristiwa. Seluruh berita yang layak berita memiliki konsekuensi. Contohnya, pertandingan sepak bola konsekuensinya tidak sebesar kampanye politik nasional, namun peristiwa perang memiliki konsekuensi yang paling besar diantara semuanya. d. Kemahsyuran dan Terkemuka Pada prinsip ini, nama membuat berita dan nama besar membuat berita lebih besar. Ada aura berita di sekitar orang terkenal. Hal tersebut menjadi salah satu layak berita karena ada konsekuensi dari nama besar tersebut. e. Saat yang Tepat (Timeliness) dan Kedekatan (Proximity) Dua prinsip ini lebih mengarah pada perbedaan ukuran suatu berita dari informasi bukan-berita. Timeliness mengarah pada kesegaran commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu peristiwa yang diberitakan, sementara proximity mengarah pada kedekatan pembaca dengan lokasi peristiwa yang diberitakan. f. Keganjilan Keganjilan mengarah pada peristiwa luar biasa atau tidak umum, bersifat kebetulan, kejadian yang kontras, maupun ketahyulan tertentu. g. Human Interest Selain mengumpulkan fakta kejadian, wartawan mengarah pada prinsip human interest dengan menjelajahi lebih dalam tentang unsurunsur kemanusiaan seperti menyangkut emosi, fakta biografis, kejadian dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan, kesukaan, dan ketidaksukaan umum dari masyarakat. Prinsip ini mengarah pada nilai cerita (story value). h. Seks Pertimbangan editor mengangkat berita juga berkenaan dengan seks. Terlebih jika dikaitkan dengan ketenaran atau nama besar, seperti contohnya pemberitaan kawin-cerai artis di media massa. i. Aneka nilai Cerita tentang binatang juga menarik karena banyak diantaranya mengandung unsur keganjilan.
Jurnalis foto senior Kompas Eddy Hasby, menjabarkan berita dalam foto jurnalistik memuat isu yang bertingkat dari nilai beritanya, diantaranya: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
a. Lokal Isu lokal biasa digarap oleh media cetak daerah. Kapasitas pemberitaan bersifat lingkungan yang sempit dan memiliki hubungan emosional yang sempit, sebatas antar kampung, desa dan sekitarnya. b. Regional Berita dengan isu regional dikonsumsi seytingkat lebih tinggi dari lokal. Meskipun masih jadi menu utama di media daerah, namun berita tentang bupati bisa berkembang ke tingkat provinsi dan meningkat menjadi isu nasional bila memiliki relasi dengan pusat. c. Nasional Pada tingkat nasional pemberitaan banyak disajikan oleh media nasional yang dikonsumsi pembaca seluruh Indonesia. Isu yang beredar memengaruhi dan dapat mengubah masyarakat dalam tatanan nasional. Berita tingkat nasional dapat mencuat ke level internasional, seperti bencana alam yang memengaruhi kawasan asia dan menyita perhatian penduduk dunia. d. Internasional Isu internasional adalah apa yang dianggap penting bagi pembaca di seluruh dunia dan berpengaruh secara jamak. (Wijaya, 2011:13)
Letusan Gunung Merapi 2010 menjadi sorotan banyak media massa dalam negeri maupun asing karena Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di dunia. Sesuai tugasnya, media massa sebagai sarana atau media commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
komunikasi bagi masyarakat luas memberitakan peristiwa atau agenda tahunan tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan haknya, yaitu menerima informasi layak dan memadai. Berbagai berita terkait letusan Gunung Merapi 2010 disampaikan surat kabar dengan beragam bentuk. Mulai dari berita yang bersifat langsung (straight news), berita kisah (feature), analisa pakar, serta rubrik-rubrik khusus mengenai bencana alam tersebut. Kehadiran berbagai berita tersebut menjadi semakin lengkap dan menarik dengan adanya gambar, foto, grafik, dan bentuk visual lainnya yang menjadi unsur pelengkap berita. Salah satu bagian dari pemberitaan bencana alam Merapi dalam surat kabar yang menarik perhatian pembaca adalah tampilan foto tentang peristiwa tersebut. Dengan foto, pembaca bisa melihat gambaran langsung (berupa visual) tentang letusan Gunung Merapi 2010 yang diabadikan oleh pewarta foto secara langsung. Karena seni dokumentasi terutama dalam bentuk foto maupun yang berbasis fotografi semakin terasa sangat penting. Tahun demi tahun fotografi semakin berkembang, bahkan era sekarang ini di zaman digitalisasi, fotografi menjadi semakin canggih dan semakin mudah dirasa. Perkembangan dunia fotografi yang juga diiringi perkembangan teknologi yang lainnya akan juga menentukan perkembangan media massa dalam aspek fotografi. Semakin canggihnya teknologi termasuk komputerisasi tentunya akan memudahkan para pewarta foto dalam mengirimkan hasil karyanya menuju kantor pusat guna mempercepat proses cetak. Demikian halnya dengan peliputan letusan Gunung Merapi 2010. Dari beraneka ragam bahasa yang digunakan sebagai commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sarana komunikasi, salah satunya adalah Fotografi. Fotografi adalah bahasa gambar, yang merupakan hasil akhir dari bentuk komunikasi percetakan maupun komunikasi visualisasi. (Andreas Freininger, 1985) Sebagai salah satu media untuk berkomunikasi, fotografi menyampaikan makna-makna dan pesan yang terekam dan dikemas sedemikian rupa. Lahirnya fotografi dicanangkan pada tahun 1839 di negara Perancis. Pada tahun tersebut, di negara Perancis disahkan pernyataan bahwa fotografi merupakan sebuah terobosan teknologi. (Arbain Rambey, 2003) Tujuan utama dalam fotografi adalah komunikasi. Sebagian besar orang memotret karena ingin fotonya dilihat oleh orang lain dengan menyampaikan pesan dan kesan kepada orang lain maupun khalayak luas melalui perwujudan gambar atau visual, dimana kata-kata atau tulisan tidak dapat menjadi media untuk menyampaikannya. Kemampuan fotografi untuk mendokumentasikan segenap aspek maupun peristiwa dan tahapan dalam kehidupan manusia terus berkembang dengan pesat, yang tidak hanya menjadikannya sebatas sebagai media dokumentasi semata. Andreas Freininger (1985), menyebutkan sejumlah fungsi fotografi berdasarkan tujuannya: Pertama, Fotografi dapat berfungsi sebagai penerangan ketika ini digunakan untuk pemotretean dan dokumen yang bertujuan untuk mendidik atau memungkinkan untuk mengambil keputusan yang benar. Kedua, Fotografi
digunakan
sebagai
media
informasi
yang
digunakan
untuk
menyampaikan informasi tertentu, ketika ini digunakan untuk jual beli atau media iklan serta propaganda politik. Ini bertujuan untuk memasarkan barang, jasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
maupun gagasan. Ketiga, Fotografi sebagai media penemuan, karena kamera memiliki keunggulan daripada mata, maka ia digunakan untuk penemuan dalam lapangan penglihatan. Ini terjadi dibidang riset dan pemotretan ilmu pengetahuan. Tujuan gambar semacam ini ialah untuk membuka lapangan baru bagi penyelidikan, untuk memperluas pandangan dan cakrawala intelek serta memperkaya taraf hidup. Keempat, Fotografi digunakan sebagai media pencatatan. Pemotretan memungkinkan adanya alat yang paling sederhana dan murah untuk mereproduksi karya seni, mikrofilm dan dokumen. Kelima, Fotografi digunakan sebagai media hiburan. Ini digunakan sebagai sarana hiburan yang tidak terbatas yang bertujuan sebagai pemuas kebutuhan rohani manusia. Keenam, Fotografi digunakan sebagai media pengungkapan diri. Dengan gambar-gambar tersebut manusia mengutarakan pendapatnya mengenai jagad, perasaan, gagasan dan pemikiran mereka. Oscar Matuloh, pewarta foto senior Galeri Foto jurnalistik Antara (GFJA) membagi fotografi menjadi beberapa sub disiplin, diantaranya, fotografi seni, fotografi komersil dan fotografi dokumentasi. Menurutnya, foto dokumentasi merupakan induk dari foto jurnalistik. Ini dipahami ketika foto dokumentasi dipublikasikan dalam media massa (Fotomedia, 2001). R. Amien Nugroho (2005), mendefinisikan foto jurnalistik (foto pers) dapat disebut juga press photo atau foto berita: foto jurnalistik yaitu foto yang lazim digunakan di kalangan pers. Foto seperti ini biasanya memberitakan suatu peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat. Misalnya, foto, bencana alam, kecelakaan, olah raga, termasuk banyak hal yang menyangkut pembangunan seni commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
budaya, teknologi dan sebagainya. Foto jurnalistik juga dibuat dalam keadaan yang sebenarnya, bukan manipulasi. Dokumentasi sejarah umat manusia, tidak akan lengkap tanpa adanya foto jurnalistik. Selain hal tersebut, foto jurnalistik juga mampu membentuk sebuah opini masyarakat. Bahkan juga mempengaruhi kebijakan para pengambil keputusan di sejumlah negara yang mana dapat menentukan nasib ribuan rakyatnya (Fotomedia, 1994). Foto jurnalistik dalam tatanan ilmu fotografi diantara bidang fotografi yang lain adalah ilmu foto yang tidak memperbolehkan terjadinya manipulasi dalam proses penciptaannya. Setiap kejadian dibuat dan ditampilkan jujur adanya tanpa penambahan atau pengurangan yang menyangkut elemen foto sehingga dapat mengubah nilai berita. Dalam kejadian tertentu, kualitas foto terkadang menjadi tersingkir jika dibandingkan dengan nilai aktualitas berita dari kejadian tersebut. Tujuan foto jurnalistik adalah untuk mengkomunikasikan pesan secara jelas sehingga para pembaca dapat memahami situasi atau kejadian secara cepat. Kekuatan sebuah foto jurnalistik yang bagus adalah kekuatan dari pesan yang dapat dipahami dengan sekilas (Frank Hoy, 1986). Dalam sekejap, otoritas seorang jurnalis foto dimanfaatkan untuk mengabadikan suatu berita dengan menekan tombol pelepas rana kemeranya (shutter), dapat merangkum berjuta kalimat yang mampu memvisualisasikan suatu peristiwa. Pada hakikatnya foto mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan media oral. Selain mudah untuk proses pengingatannya, foto juga mempunyai efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“efek bayangan” yang lain, tergantung dari siapa, sudut pandang apa, pekerjaan, pendidikan, pengalaman dan pengetahuan orang yang melihatnya (Fotomedia, 2003). Oleh karena itu, sebuah foto yang tidak menarik bagi penikmatnya, mungkin justru sangat menarik bagi penikmat foto yang lainnya. Adanya foto jurnalistik dalam sebuah surat kabar tidak lepas dari kebijakan lembaga media surat kabar tersebut dalam pemberitaan secara menyeluruh. Dalam hal ini, kebijakan redaksional sebuah surat kabar dalam menampilkan sebuah berita, khususnya foto jurnalistik. Hal itu, tentu saja, memiliki maksud dan tujuan tertentu, di mana masing-masing media memiliki perbedaan yang sifatnya mendasar seperti visi dan misi media, pengemasan pesan visual bahkan sampai pada ideologi yang dianut media tersebut. Berbagai surat kabar, melalui foto jurnalistik, menampilkan beragam hal mengenai letusan Gunung Merapi tahun 2010, seperti proses pengeavakuasian warga sekitar lereng gunung Merapi, proses erupsi Merapi, hingga keadaan warga yang mengungsi akibat erupsi Merapi tersebut. Disinilah foto jurnalistik ikut berperan dalam upaya menyajikan bentuk visualisasi letusan Gunung Merapi melalui bidikan lensa para fotografer. Momen as it happens yang berhasil ditampilkan seorang fotografer tentunya patut dihargai sebab disini menentukan kesiapan dan kesigapan fotografer dalam bertindak, tepatnya saat melihat sesuatu yang dianggap menarik. Sekali lagi meskipun karya sebuah gambar atau kadang kala tidak mempunyai commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai artistik dan keindahan, tetapi kesigapan fotografer sering kali mendapat penghargaan yang tinggi. (Atok Sugiarto, 2004) Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto sebagai lembaga yang menyediakan berita dan foto untuk digunakan oleh media massa cetak maupun online di seluruh Indonesia. Dalam Penelitian ini, LKBN Antara Foto penulis pilih karena merupakan kantor berita yang dimiliki oleh Indonesia dan kredibilitasnya yang sudah tidak diragukan lagi. Di samping itu, foto-foto jurnalistik yang dimuat mempunyai kualitas yang bagus, baik dilihat dari segi teknis fotografi maupun sebagai karya jurnalistik. Hal tersebut dikarenakan LKBN Antara Foto merupakan bagian tersendiri yang khusus menangani bidang fotografi, serta perkembangan dan pengembangannya. Buku yang bertajuk Kilas Balik 2009-2010 adalah buku foto jurnalistik dimana isinya adalah kumpulan foto-foto terbaik karya pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Foto dalam kurun waktu 2009-2010. Setiap lembar halaman dalam buku Kilas Balik berisi foto-foto jurnalistik yang mengisahkan perjalanan bangsa ini dalam kurun waktu satu tahun. Foto-foto yang masuk dalam buku ini berasal dari hasil liputan fotografer LKBN Antara Foto, yang disiarkan secara online melalui www.antarafoto.com yang diseleksi oleh Oscar Motuloh, salah satu fotografer senior LKBN Antara Foto. Kilas Balik 20092010, merupakan gagasan positif untuk memperkaya khasanah dokumentasi peristiwa yang mencatat berbagai macam peristiwa penting yang pernah terjadi di tanah air. Dari kejadian yang kontroversial sampai banjir dan kemacetan Jakarta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
yang telah dianggap sebagai keseharian oleh penyelenggara kota metropolitan ibukota Republik Indonesia. (Oscar Motuloh, 2010) Komposisi dalam buku Kilas Balik tidak tersaji secara kronologis, yang mana lebih mengutamakan keberadaan nilai berita, dimana waktu terbungkus secara otomatis didalamnya. Dengan pengkategorian seperti ini, pencampuran antara foto-foto penuh warna dengan foto hitam putih menjadi dimungkinkan, sehingga emosi pembaca bisa menikmati alur buku ini. Hal-hal yang ditekankan pada penelitian ini adalah tentang makna dan isi pesan foto yang berkaitan dengan tanda (peristiwa atau objek secara menyeluruh) yang terdapat pada buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 yang berisi fotofoto pilihan LKBN Antara Foto. Dengan begitu, diharapkan analisis dengan menggunakan teori semiotika dapat mengungkapkan beberapa tanda, objek dan makna serta penilaian dengan objek pembahasan dan bahan analisis adalah hasil dari foto-foto yang terdapat dalam buku foto jurnalistik tersebut. Selain itu analisis ini juga untuk mengetahui apakah pesan yang ingin disampaikan fotografer melalui foto jurnalistiknya sampai pada masyarakat atau konsumen media massa yang tidak seluruhnya memahami fotografi. Latar belakang pemilihan buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 sebagai objek penelitian karena buku foto tersebut merupakan salah satu dari buku foto yang dikeluarkan oleh LKBN Antara Foto yang bekerjasama dengan Galeri Foto jurnalistik Antara (GFJA). Melalui buku semacam ini, dapat dipahami lebih jernih tentang apa yang disebut sebagai foto jurnalistik dan bukan sebuah buku kumpulan foto biasa yang hanya menyajikan keindahan gambar. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor utama kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu pesan dapat diketahui pemaknaannya. Artinya bahwa makna yang terkandung dalam foto-foto jurnalistik dalam buku foto Kilas Balik 2009-2010 dapat diketahui pemaknaannya secara tersirat. Pemaknaan dilakukan dari tanda-tanda fotografi yang muncul dari foto tersebut untuk merepresentasikan pemaknaan yang sedang diteliti dalam foto tersebut. Berangkat dari berbagai uraian tersebut dan dengan asumsi bahwa tidak semua pesan dalam foto dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak awam, peneliti berniat melakukan penelitian tentang letusan Gunung Merapi buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 yang berisi foto-foto pilihan LKBN Antara Foto. Di sini, peneliti akan mencoba meneliti sekaligus mengintepretasikan isi pesan dalam buku foto jurnalistik tersebut agar dapat membuka wacana kita tentang apresiasi fotografi, khususnya foto jurnalistik tentang letusan gunung Merapi 2010.
B. Rumusan Masalah Foto-foto letusan Gunung Merapi 2010 yang terdapat pada buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010” dipilih berdasarkan objek dan peristiwanya, selain itu juga judul foto, komposisi objek, komposisi frame, pengambilan sudut gambar (angle) dan yang tidak ketinggalan adalah caption foto yang terdapat dalam indexs buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 untuk mengetahui detail objek dan peristiwanya yang menjadi landasan teori dan bagian pembahasan. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penulis menganalisis isi foto dengan menggunakan teori semiotika karena menyangkut dengan pemaknaan obyeknya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Pesan apa yang disampaikan para fotografer LKBN Antara Foto atas fotofoto Letusan Gunung Merapi 2010 yang terdapat dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010” dan makna yang terkandung dilamnya? Selain itu juga permasalahan lain yang muncul apakah pesan yang ingin disampaikan oleh fotografer sampai pada penikmat foto, karena tidak semua penikmat foto memahami tentang foto jurnalistik.
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang penulis maksudkan adalah: Mengetahui makna dan pesan apa yang terdapat dalam lambanglambang visual yang terkandung dalam foto jurnalistik peliputan letusan gunung Merapi 2010 oleh pewarta foto LKBN Antara Foto.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis berupa penambahan kajian semiotika menggunakan kode-kode fotografi untuk membedah makna pada foto jurnalistik. 2. Manfaat praktis
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi
media,
pakar
semiotika,
pemerhati
komunikasi,
dengan
memberikan pengetahuan secara lebih mendalam tentang makna dalam foto letusan Merapi agar dapat lebih memahami dengan berbagai latarbelakang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai titik balik untuk melaksanakan penelitian serupa secara lebih mendalam.
E. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan, yang di dalamnya terlibat berbagai elemen-elemen komunikasi yakni sumber (source), media (channel), penerima (receiver), dan respon (feedback). Agar sebuah proses komunikasi lebih efektif, maka gagasan, ide, dan opini akan di-encode atau diterjemahkan menjadi pesan yang mudah diterima (decode) oleh penerima. Dalam sebuah proses komunikasi, pesan adalah hal yang utama. (Effendy, 1995:13) Pertalian jalinan sosial dan pikiran yang diberikan pada simbolsimbol komunikasi akan mempermudah dan menguatkan elemen-elemen komunikasi meng-encode dan men-decode simbol menjadi pengertian bermakna. Secara utuh ini merupakan konteks tak terpisahkan antara maksud komunikator dan interpretasi komunikan dalam kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna tersebut. Dr. Phil. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Astrid S. Susanto menyatakan, pesan hendaknya bisa dihayati oleh komunikan,
sehingga
menjadi
milik
komunikator
dan
komunikan.(Susanto, 1995:9) Komunikasi massa merupakan salah satu bidang dari sekian banyak bidang yang dipelajari dan diteliti oleh ilmu komunikasi. Komunikasi tentu punya tujuan, menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral dari komunikasi terdiri atas: a. Untuk memperkokoh pengertian b. Untuk memunculkan suatu penerimaan c. Untuk memotivasi tingkah laku Orang melakukan komunikasi karena mempunyai tujuan seperti di atas. Akan tetapi seseorang dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain apabila komunkasinya itu memang komunikatif. Menurut Harold Laswell, komunikasi juga digunakan karena mempunyai fungsi sebgai berikut: a. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai-nilai masyarakat dan bagian-bagian dalamnya b. Korelasi
unsur-unsur
masyarakat
lingkungan. c. penyebaran warisan sosial. commit to user
ketika
menanggapi
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi-fungsi tersebut melekat erat dalam proses komunikasi. Jika proses
komunikasi
sudah
kita
ketahui
maka
kita
akan
lebih
mempelajarinya secara mendalam mengenai komponen-komponen yang ada di dalamnya. Hal itu penting karena komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi itu sendiri. Dalam proses komunikasi kita akan menemukan beberapa komponen yang berkaitan satu sama lain. Masing-masing mempunyai peran yang sama pentingnya. Komponen tersebut akan membentuk suatu proses yaitu proses komunikasi. Komponen komunikasi menurut Harold Laswell meliputi: a. Komunikator b. Pesan c. Media d. Komunikan e. Efek Berdasar paradigma Laswell tersebut, kita dapat melihat bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran seseorang kepada orang lain dengan menggunakan tanda-tanda/lambang sebagai medianya. Namun komunikasi tidak sekedar dilihat dari pengiriman pesan semata. Lebih dari itu, menurut Fiske, Komunikasi dadalah proses generation of meaning atau proses pembangkitan makna. Menurut konsep ini , pesan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah susunan tanda-tanda dengan melalui penerima (receiver) akan menghasilkan makna, oleh karena itu bagian yang paling penting adalah "teks"
dan
"bagaimana
membacanya".
Membaca
adalah
proses
menemukan makna-makna yang terpikirkan ketika pembaca berhadapan teks dengan membawa serta aspek pengalaman sosial dan budaya dalam memahami tanda, lamabang dan kode yang membentuk teks. Oleh sebab itu pemaknaan pesan bisa menjadi berbeda antara pembaca dan pembuat karena adanya perbedaan aspek pengalaman sosial dan budaya. (Effendi, 2000:32) Secara
sederhana
komunikasi
merupakan
pengiriman
dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami. Harold Laswell menjelaskan bahwa dalam komunikasi terdapat setidaknya terdapat lima aspek penting yang terjadi. Aspek tersebut dilontarkan dalam urutan pertanyaan, who says what in which channel to whom with what effect? (siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?). Dalam konsep yang Lasswell tersebut, dalam sebuah komunikasi setidaknya terdapat beberapa komponen utama. Who merujuk pada pelaku komunikasi atau komunikator, What berarti apa atau isi-isi, pesan-pesan yang dikirim oleh komunikator. Kemudian terdapat Which channel atau saluran yang digunakan, berarti medium komunikasi yang digunakan. To whom mengacu pada sasaran yang dituju komunikator atau biasa disebut khalayak atau komunikan. Sedangkan what effect mengacu pada dampak commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang akan diterima dan dirasakan khalayak, terkait dengan pesan yang telah dikirim oleh komunikator. Pada umumnya bentuk komunikasi dapat dibagi menjadi lima bagian, komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Dari kelima bentuk di atas, komunikasi massa menjadi bentuk komunikasi yang penting, karena hubungannya dengan khalayak yang banyak (mass). Komunikasi Massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Deddy Mulyana mengatakan, komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. (Deddy Mulyana, 2005) Pesan atau Isi dari komunikasi massa menjadi satu pokok dari komponenkomponen komunikasi yang diutarakan Lasswell. pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, maka dari itu pesan harus diketahui oleh semua orang. pesan atau isi merupakan hal penting untuk dibahas. Menjadi penting karena teidak mungkin media surat kabar, majalah, (cetak, internet) dapat memikat perhatian khalayak jika pesan yang disampaikan tidak memberikan efek bagi khalayaknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Dalam proses komunikasi, para ahli membagi cara berkomunikasi membagi dua macam, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah bahasa yang kita gunakan setiap hari. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi dalam bentuk tandatanda yang memerlukan pemakanaan khusus untuk mengartikannnya. Salah satu bentuk komunikasi non verbal adalah gesture atau bahasa tubuh yang terdiri darei ekspresi dan tinmgkah laku. Bahasa tubuh atau gesture merupakan salah satu bentuk dari bahasa non verbal dan dalam pengartian tidak bisa diartikan secara universal. Hal ini terpengaruh oleh masyarakat pengguna bahasa tersebut dalam mengarikan suatu bahasa non verbal. Arti dari tiap bahasa tubuh ini dipengaruhi oleh budaya yang berkembang dalam masyarakat tesebut. Tetapi sebagian besar bahasa isyarat yang digunakan untuk berkomuniksai di dunia ini maknannya relatif sama. Misalnya saat orang merasa bahagia, maka ia akan tersenyum. Saat seseorang merasa sedih atau marah, maka ia akan mengerutkan dahi atau melotot. (Riana, 2009:7).
2. Foto Jurnalistik Dalam berkomunikasi bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting, karena melalui bahasa kita bisa memberikan simbol-simbol yang kemudian bisa dimengerti oleh penerima pesan. Demikian pula dengan sebuah foto memiliki posisi yang sama dengan bahasa. Seorang penulis merangkai kata-kata agar bisa dinikmati dan diterima oleh orang lain, commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demikian pula dengan foto. Seorang fotografer mempergunakan foto sebagai bahasa untuk disampaikan kepada orang lain. Menurut Guru Besar Universitas Missouri, Cliff Edom, foto jurnalistik adalah “paduan kata dan gambar”(Mirza, 2004:4). Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’ (1937-1950) dalam buku World and Pictures, foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan.( Hick dalam Hasby, 2007). Menurut Hermanus Prihatna, foto berita atau foto jurnalistik adalah sebuah berita visual yang disampaikan pada masyarakat luas dan tentunya mempunyai nilai berita tinggi bahkan sampai kejadian secepat mungkin. Syarat utama yang paling mendasar dari sebuah berita haruslah ingin diketahui orang banyak dan dari sudut pandang itulah kita bisa menilai kekuatan foto yang dapat disebut sebagai foto berita.( Hermanus Prihatna, 2003). Foto yang mengandung aksi, emosi, komposisi, fokus perhatian, dan menceritakan sebuah cerita lebih baik daripada yang mungkin dilakukan oleh kata-kata, menurut Dian P. Saraswati, merupakan foto jurnalistik yang memiliki kualitas yang baik. Disamping itu, kriteria penting lainnya adalah foto jurnalitik harus memuat nilai-nilai jurnalistik yang menunjukkan realitas objektif yang mengandung pesan dan signifikansi bagi kebutuhan informasi audiens.(Tim Peneliti Dewan Pers, dkk., 2006:204) commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’ (1937-1950) dalam buku World and Pictures mengungkapkan ada delapan karakteristik khas dalam ranting ilmu komunikasi tersebut: 1.
Dasar foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan data terulis pada tesk gambar adalah mutlak. Captiaon foto atau keterangan gambar sangat membantu suatu gambar untuk memberikan informasi secara lengkap kepada masyarakat atau pembaca. Menurut Hick caption foto adalah , “unit atau bagiandasar dari foto jurnalisatik”. Pada bagian tersebut dapat dibentuk pendekatan-pendekatan foto jurnalistik.
2.
Medium foto jurnalistik biasanya tercetak, bisa media cetak, kantor berita, koran atau majalah, tanpa memperhatikan tirasnya. Berbeda sekali dengan keberadaan foto penerangan yang muatannya adalah kisah sukses dan positif, maka informasi yang disebarkan dari foto jurnalistik adalah sebagaimana adanya, disajikan dengan sejujurjujurnya.
3.
Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang foto jurnalistik harus punya kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya berada pada puncak piramida sejian dan pesan visual. Ginny Southworth
menyimpulkan
,
“
merangkul
manusia
adalah
pendekatan prioritas bagi jurnalis, karena kerja dengan subyek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.
22 digilib.uns.ac.id
Bentuk liputan foto jurnalistik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat-bakat dan kemampuan dar seorang jurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita sendiri. Menurut Chick Harrity yang cukup lama bergabung dengan Associated Press (AP) – kantor berita Amerika Serikat – dan “US News & World Report”, tugas seorang foto jurnalis adalah melaporkan berita sehingga bisa memberikan kesan pada pembaca seolah-olah mereka hadir dalam peristiwa tersebut.
5.
Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, dimana komunikasi bisa diekspresikan seorang foto jurnalis terhadap subyeknya. Obyek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar yang dihasilkan sehingga lebih pantas menjadi subyek aktif.
6.
Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual foto jurnalistik harus jelas dan segera bisa dipahami seluruh lapisan masyarakat. Pendapat pribadi atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam foto jurnalistik. Gaya pemotretan yang khas, bahkan dengan polesan seni tidak menjadi batasan dalam berkarya, yang penting pesan harus tetap komunikatif bagi lapisan masyarakat luas.
7.
Foto jurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang handal, berwawasan visual luas, populis, arif dan jeli dalam menilai karyakarya yang di hasilkan, serta mampu membina dan membantu mematangkan ide dan konsep sebelum memberikan penugasan. Penyuntingan meliputi pemilihan gambar, saran-saran hingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
meminta dilakukan suatu pengambilan gambar ulang (untuk liputan timeless -- tak terkait dengan waktu ) jika kurang layak siar. 8.
Kepercayaan yang paling mendasar bagi foto jurnalistik adalah menginformasikan sesuatu yang mutlak dibutuhkan dalam dunia yang semakin kompleks ini. (Hick dalam Hasby, 2007). Foto jurnalistik yang baik tidak hanya sekedar fokus secara teknis,
namun juga fokus secara cerita. Fokus dengan teknis adalah gambar mengandung tajam dan kekaburan yang beralasan. Ini dalam artian memenuhi syarat secara teknis fotografi. Fokus secara cerita, kesan, pesan dan misi yang akan disampaikan kepada pembaca mudah dimengerti dan dipahami. Foto jurnalistik sendiri dapat dibagi lagi kedalam sembilan kategori foto jurnalistik, yaitu:
Spot news / Hard News (Berita Hangat) Foto beragam peristiwa yang langka dan dapat mengubah sejarah dunia sehingga harus segera disiarkan, seperti peristiwa bencana alam, kecelakaan yang merenggut ratusan jiwa, kebakaran, hingga aksi terorisme atau bom bunuh diri.
General news (Berita Umum) Foto rekaman peristiwa yang terjadwal, rutin atau bersifat seremoni yang dapat mencakup bermacam-macam tema, seperti kunjungan presiden, peresmian sebuah gedung, dan HUT suatu negara.
People in the News (Potret dalam segala kondisi) commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Foto yang menyajikan karakteristik sesuai dengan hati sang subyek, apakah dalam kondisi yang gembira atau sedih, seperti orang yang menangis karena kehilangan saudara saat perang atau orang yang gembira setelah memenangkan sebuah perlombaan.
Sports (Olahraga) Foto event olahraga seperti turnamen sepakbola Piala Eropa, tenis, balap sepeda atau jenis olahraga lainnya.
Culture and the Art Foto kegiatan kebudayaan dan kesenian, seperti acara Grebeg Sekaten, pementasan tarian tradisional kebanggaan para raja, pementasan teater, konser music legendaries ataupun sejenisnya.
Portrait Foto wajah close up atau profil seseorang karena orang tersebut memiliki kekhasan dalam wajahnya maupun kekhasan serta daya tarik sebuah keunikan dari orang tersebut.
Science and Technology Foto peristiwa dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti penerbangan pesawat ulang aling, penemuan-penemuan ilmiah baru, perkembangan teknologi komunikasi digital atau operasi kembar siam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Nature and Environment (Alam dan Lingkungan) Foto peristiwa yang berhubungan dengan alam dan lingkungan, seperti gunung meletus, konservasi alam, pelepasan orang utan ke habitat aslinya, banjir atau kebakaran hutan.
Daily Life (Celah Kehidupan / Keseharian) Foto kegiatan manusia sehari-hari. Kategori ini tidak terikat dengan unsur kehangatan berita. Hal yang diutamakan dalam kategori foto ini adalah segi keunikan, humor, maupun perjuangan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti aktivitas pedagang asongan, pekerja bangunan atau nelayan.
Feature Foto feature bukan sekedar snapshot, tapi adalah bentuk usaha wartawan untuk memilih sudut pandang yang khas dan bukan sekedar didikte oleh peristiwa itu sendiri, sehingga memberikan makna lebih dalam terhadap sebuah peristiwa. Sebagai contoh, saat terjadi kebakaran, wartawan tidak hanya memotret api yang menyala dan petugas pemadam kebakaran yang berusaha menjinakkan api, tapi juga memotret ekspresi pemilik rumah yang sedih kehilangan tempat tinggal maupun penggambaran kehisterisan seseorang karena mengetahui sanak keluarganya menjadi korban dalam peristiwa tersebut. (Agung, 2004) Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek. Pertama, isi pesan
(content of message), yang kedua adalah lambang (symbol). Kongkritnya, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
isi pesan itu adalah isi foto dan caption. Isi pesan yang bersifat latent, yakni pesan yang melatarbelakangi sebuah pesan, dan pesan yang bersifat manifest, yaitu pesan yang tampak tersurat.( Effendy, 1993: hal 38) Dalam hal ini, isi pesan yang dimaksud adalah isi (content) dari foto jurnalistik yang berupa lambang-lambang berbentuk foto begitu juga konteks yang menyertainya. Karena elemen utamanya adalah foto, maka konsekuensinya foto harus mampu dalam menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang tidak bisa tergambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption.
3. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik Objek dan peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk diabadikan oleh seorang fotografer. Hal ini bersifat natural mengingat insting dari seorang fotografer yang sangat tinggi untuk selalu mengabadikan momen atau peristiwa yang langka. Banyak hal yang dapat diperoleh dari suatu peristiwa atau objek foto, karena biasanya menyangkut pokok pikiran dari sebuah artikel yang akan di muat dalam media cetak. Selain itu objek dan peristiwa yang akan diabadikan bersifat universal. Foto jurnalistik yang diabadikan berdasarkan objek dan peristiwa harus memiliki isi berita karena ukurannya, bukan seberapa jauh berita itu menjangkau tetapi bagaimana foto itu dapat menyentuh emosi dan perasaan pembaca. Gambar-gambar yang diambil oleh seorang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
fotografer juga harus bisa mewakili dari keadaan yang terjadi sebenarnya. Hal ini harus dilakukan agar bisa dinikmati oleh pembaca dan juga untuk menggugah emosi dan melibatkan perasaan pembaca melalui media cetak.
4. Tempat dan Kejadian Tempat atau kejadian merupakan hal yang terpenting karena menyangkut keberadaan objek dan terjadinya sebuah peristiwa, sehingga pembaca mengetahui kapan dan dimana peristiwa itu terjadi. Selain itu kondisi sosiokultural masyarakat dapat dikaitkan sebagai tempat atau kejadian yaitu sebagai pengukur sejauh mana kejadian yang berlangsung dapat mempengaruhi pola pikir dan sejauh mana kondisi
tersebut
berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
5. Analisis Semiotika Kata semi dalam semiologi berasal dari istilah latin semeion yang artinya tanda. Semiologi dikembangkan untuk menganalisis tanda-tanda. Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal sebagai semiologi, yang artinya secara harafiah adalah kata-kata mengenai tanda-tanda (Berger, 2005:3). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2004:15). Semiotik sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics, adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya. Saussure memandang relasi tanda sebagai relasi struktural, yang didalamnya tanda dapat dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material, oleh Roland Barthes – sebagai penerus Saussure – disebut penanda (signifier) dan sesuatu yang bersifat konseptual, yang disebut petanda (signified) (Piliang, 2003:47). Semiotika berprinsip dan menyandarkan diri pada aturan dan kode sosial yang berlaku di masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif. Aksis sintagmatik yaitu, cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan (rule) atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Tandatanda dikombinasikan dilandasi oleh aturan (kode) tertentu di masyarakat. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang di dalamnya terdapat
tanda-tanda
yang
.dapat
dikombinasikan,
sehingga
memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain. Metode semiotika memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode di balik tanda dan teks tersebut. Istilah semiotika dan semiologi atau dalam istilah lain semasiologi, semenik, dan semik merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Menurut John Fiske (1990), semiotika atau semiologi adalah studi tentang tanda dan bagaimana tanda-tanda itu bekerja. Semiotika memiliki tiga bidang studi utama: 1. Tanda, studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tandatanda yang berbeda dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda terkait dengan itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda merupakan konstruksi manusia dan hanya
bias
dipahami
dalam
artian
manusia
yang
menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Yang mana mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi dan mentransmisikannya. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Dimana bergantung pada penggunaan kode-kode atau tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya. (Fiske, 1990:60). Tanda itu sendiri berarti suatu hal atau keadaan yang menerangkan objek kepada subjek. Tanda selalu menunjuk pada hal yang riil (benda), kejadian, atau tindakan. Tanda dapat berupa benda-benda seperti tugu-tugu jalan, tanda-tanda lalu lintas, tanda pangkat dan jabatan, tanda-tanda baca dan tanda tangan. Tanda adalah arti statis, lugas, umum dan obyektif. Simbol atau lambang ialah suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman subjek kepada objek. Simbol dapat berupa lambang partai, palang merah, salib, bulan bintang, simbol matematika dan logika, departemen, sekolah, universitas, dan lain-lain. Isyarat ialah suatu hal atau keadaan yang diberitahukan oleh subjek kepada objek. Artinya, subjek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahu kepada objek yang diberi isyarat agar objek mengetahuinya pada saat itu juga. Isyarat tidak dapat ditangguhkan pemakaiannya. Ia hanya berlaku pada saat dikeluarkan oleh subjek. Isyarat dapat berupa gerak tubuh atau anggota badan. (Fiske, 1990:61). Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat berdasarkan semiotika struktural yang dikembangkan Saussure yaitu disebutnya sebagai sistem denotasi dan konotasi, Sistem denotasi terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materealitas penanda dan konsep abstrak yang ada dibaliknya. Sistem denotasi merupakan sistem commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertandaan tingkat pertama. Pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi atau kode-kode yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera tampak ke pemukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Pada sistem konotasi rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan yang lebih tinggi. Sistem konotasi merupakan sistem pertandaan tingkat kedua. Menurut Barthes, pada tingkat konotasi, sistem kode tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi atau dengan kata lain bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit (Piliang, 2003:155). Roland Barthes menciptakan dua tingkatan pertandaan (staggered systems) yang juga memungkinkan untuk menghasilkan makna yang bertingkat
pula.
Tingkatan
pertandaan
tersebut
adalah
denotasi
(denotation) dan konotasi (connotation). Pada tingkat denotasi, perandaan menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas. Pada tingkat denotasi makna yang dihasilkan bersifat eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi adalah tanda yang penandanya mempunyai konvensi atau kesepakatan tingkat tinggi. Sedangkan pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan dari hubungan antara penanda dan petanda bersifat eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti perasaan, commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
emosi, atau keyakinan dikaitkan dengan penanda yang menghasilkan makna-makna lapis kedua. Makna lapis kedua tersebut bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif (connotative meaning). Mitos, dalam pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Roland Barthes melihat mitos sebagai tahap pemaknaan yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat konvensional (Piliang, 2003:261). Faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Barthes (1977) menegaskan bahwa setidaknya pada foto, perbedaan konotasi dan denotasi menjadi jelas. Denotasi merupakan reproduksi mekanis di atas film tentang objek yang ditangkap kamera. Konotasi merupakan bagian manusiawi dari proses tersebut. Hal tersebut mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam frame, fokus, rana sudut pandang kamera, kualitas dari film yang digunakan. Denotasi adalah apa yang difoto, sedangkan konotasi adalah bagaimana memfotonya. (Fiske, 1990:119). Mitos adalah cara penandaan (signification), sebuah bentuk. Pertama-tama kita harus mendeskripsikannya sebagai sebuah bentuk. Sebab mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa dijadikan mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh cara dia mengutarakan pesan itu sendiri (Barthes, 2009:152).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Dalam sistem semiologi kita berhadapan dengan tiga istilah, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Tanda adalah kesatuan asosiatif penanda dan petanda. Di antara penanda, petanda, dan tanda terdapat implikasi fungsional yang amat erat, yang memiliki peranan penting untuk mengkaji mitos dalam skema semiologis apabila kita melihat perbedaan di antara ketiganya (Barthes, 2009:158-159). Mitos adalah sistem khusus yang terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada sebelumnya: mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Mitos melihat materi-materi seperti bahasa, fotografi, lukisan, poster, ritual, objek-objek, dan lain-lainnya hanya sebagai bahan mentah, sehingga kesatuannya adalah bahwa mereka berubah status hanya menjadi bahasa. Mitos hanya ingin melihat sekumpulan tanda didalamnya, sebuah tanda global yang merupakan istilah terakhir (ketiga) dari rangkaian semiologis tingkat pertama (Barthes, 2009:161). Interpretations of myths require an understanding of the culture from which the sign is taken (Rose, 2001). The myth is what is created by the image, regardless of the truth of that meaning (Barthes, 1972; Rose, 2001). The ideologies of any culture are considered myths (Chandler, 2004). In this sense, the word ‘myth’ is referring to a possible fictitious or unproven story or outcome (McNeill, 1999). As Barthes (1972) states (p.112), “This is the case with mythology: it is a part both of semiology inasmuch as it is a formal science, and of ideology inasmuch as it is an historical science: it studies ideas-in-form.” The mythical concept can originate from one signifier or a mass of signifiers but leads to some form of signification (Barthes, 1972). According to Barthes (1972), the form and the concept creating myth are easily understood by the viewer and lead to signification. The basic idea of the myth is to hide no commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
meaning from the viewer. Form can be created by one or a collection of signifiers in the first order system, based on their relationship to each other. Out of form(s) come the concepts leading to “signification,” the final message of the sign. Since the basic idea of myth is to display meaning, mythological concepts are typically universally understood by the reader. (Interpretasi tentang mitos memerlukan budaya pemahaman dari mana tanda itu diambil (Rose, 2001). Mitos adalah apa yang diciptakan oleh gambar, terlepas dari kebenaran makna teresebut (Barthes, 1972; Rose, 2001). Setiap ideologi budaya dianggap sebagai mitos (Chandler, 2004). Dalam pengertian ini, kata "mitos" mengacu pada kemungkinan fiktif atau cerita yang belum terbukti (McNeill, 1999). Menurut Barthes (1972) (p.112), "ini adalah kasus dengan mitos: ini merupakan bagian kedua dari semiologi karena itu adalah ilmu formal dan ideologi karena itu adalah ilmu sejarah: ia mempelajari ide-dalam-bentuk". Konsep mitos bisa berasal dari satu penanda atau massa penanda tetapi menyebabkan beberapa bentuk signifikasi (Barthes, 1972). Menurut Barthes (1972), bentuk dan konsep mitos menciptakan mudah dipahami oleh pembaca dan menyebabkan signifikasi. Ide dasar dari mitos adalah untuk tidak menyembunyikan makna dari pembaca. Formula dapat dibuat dengan satu atau kumpulan penanda dalam pertama Untuk sistem, berdasarkan hubungan mereka satu sama lain. Dari bentuk-bentuk datang konsep terkemuka untuk "makna" pesan terakhir dari tanda. Karena ide dasar dari mitos adalah untuk menampilkan arti, konsep mitologis biasanya universal dipahami oleh pembaca.). (Steve Marshall and Jennifer Lemanski, 2010:8-9). Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang berbeda dengan denotatif atau pemaknaan tataran pertama. Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak commit to user sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Hal ini dijelaskan dalam peta bagaimana tanda bekerja oleh Barthes.
Bagan 1.1 Peta Tanda Barthes 1. signifier
2. signified
(penanda)
(Petanda)
3. denotatif sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Sumber : Cobley & Jansz. (1999) dalam Sobur (2004:69). Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dipahami oleh commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kecommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda (Sobur, 2004:71). Gambar-gambar bisa menjadi tulisan sejauh mereka bermakna. Oleh sebab itu kita akan mempergunakan bahasa, wacana, tuturan, dan lain-lain, untuk menunjuk segala unit atau sintesis yang mengandung makna, baik berbentuk verbal atau visual: fotografi akan menjadi jenis wicara bagi kita sebagaimana artikel surat kabar, bahkan objek-objek lain pun akan menjadi wicara, jika dia memaksudkan suatu makna (Barthes, 2009:154). The resistance of the image to interpretation in the hermeneutics of visual rhetoric has made it impossible to create strong generalizations about the persuasive possibilities of the image in our increasingly visual culture. The problem of idiosyncratic interpretation threads throughout the work of the first semiotic analysis of the visual message, Roland Barthes. In his earlier work on “the press photo,” Roland Barthes approaches the photograph as a message characterized by emission, transmission, and reception. At the source of the message’s emission, Barthes locates a number of provisional agents: photographers, literally inscribing the image; writers, adding interpretive captions; and editors, selecting which photographs to display in the first place and how to link them to stories. At the level of transmission, Barthes asks that we attend to the material emplacement and intertextual linkages between the photograph and its caption, the news story, and with the broader newspaper or newsmagazine in which it is printed.At the level of reception, Barthes briefly mentions the public addressed by the photograph, although he offers no commentary as to how the semiotic analyst would explain reception.Understanding these three levels at work in the photographic message, for Barthes, allows the analyst to identify the semiotic construction of a connoted message.This relatively simple model for unpacking connotation, and, correspondingly, the ideological fixation of semantic commit to user content, in the photographic message is complicated in Barthes’s text by a certain paradox,
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
namely, that the connoted message is laminated onto a “purely denotative” message that always exceeds the symbolic system of connotation. (Kekuatan gambar untuk menginterpretasi retorika visual menjadikan itu hal yang tidak mungkin untuk dijadikan generalisasi yang kuat mengenai kemungkinan foto persuasif dalam budaya visual kita yang terus meningkat. Permasalahan rangkaian interpretasi menjadi pekerjaan pertama dalam menganalisis semiotik pesan gambar, Roland Barthes. Dalam karya sebelumnya tentang "foto pers", dalam pendekatannya Roland Barthes, foto sebagai pesan yang ditandai dengan emisi, transmisi penerimaan dan sumber emisi pesan. Barthes menempatkan sejumlah agen sementara: fotografer secara harfiah menghasilkan foto, penulis menambahkan keterangan interpretif, dan editor yang memilih untuk menampilkan foto-foto di temapat pertama dan bagaimana menghubungkannya dengan ceita. Pada tingkat transmisi, Barthes meminta kami menghadiri ke emplasemen material dan hubungan intertekstual antara foto dan keterangannya, kisah berita, dan dengan surat kabar atau majalah berita yang di cetak secara luas. Pada tingkat penerimaan Barthes secara singkat menyebutkan foto tersebut diterima oleh publik, meskipun ia menawarkan komentar tentang bagaimana analisis semiotik akan menjelaskan penerimaan tersebut. memahami tiga cara penerimaan pesan fotografi, bagi barthes, memungkinkan analis untuk mengidentifikasi konstruksi semiotik pesan dikonotasikan. Model ini relatif sederhana untuk membongkar konotasi, dan, dengan demikian, fiksasi ideologis isi semantik, dalam pesan fotografi adalah rumit dalam teks Barthes oleh paradoks tertentu, yaitu bahwa pesan dikonotasikan adalah dilaminasi ke pesan "murni denotatif" yang selalu melebihi sistem simbolis konotasi). (Walter Wade, 2010:2-3). F. Kerangka Pemikiran Fotografi dengan sifat-sifatnya mampu merekam sesuatu secara obyektif, membuatnya sangat cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur berita. Fotografi mampu mewakili ribuan kata, melintasi batasan-batasan bahasa commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan langsung dapat dimengerti oleh manusia diseluruh dunia tanpa harus diterjemahkan terlebih dahulu. Dalam sebuah foto terdapat rangkaian tanda dan simbol yang membentuk makna. Makna dari sebuah foto adalah pesan yang hendak disampaikan fotografer kepada khalayak. Rangkaian makna tersebut berupa tanda-tanda yang membentuk denotatif atau makna yang bersifat eksplisit dan tanda-tanda yang membentuk makna konotatif atau makna yang bersifat implisit yang membutuhkan interpretasi yang lebih mendalam. Penulis memilih metode semiotika Roland Barthes sebagai pedoman analisis yang paling tepat. Berbagai visualisasi pemaknaan “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010” baik dari yang tampak kasat mata maupun yang tersembunyi secara implisit akan dianalisis berdasarkan tahapan pemaknaan yang telah ditentukan. Tahap pertama adalah tahap denotasi yaitu, tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Tahap kedua adalah tahap konotasi yaitu, tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan).
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Foto-foto “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010”
Elemen Visual Foto Letusan Merapi: Teknis 1. Pencahayaan 2. Jarak 3. Angle 4. Setting 5. Komposisi
Analisis Semiotik Roland Barthes
Kesimpulan Makna yang terdapat dalam lambang-lambang visual “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010”
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan obyek penelitian secara detail berupa kecenderungan penggunaan bahasa teks dan bahasa visual dalam foto jurnalistik dengan pendekatan Semiotika Komunikasi. Melihat bentuk-bentuk komunikasi yang diperlukan sebagai sistem tanda. Jenis penelitian ini lebih bersifat interpretatif kualitatif committerhadap to user data kualitatif, data yang kurang menggunakan analisis semiotika
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersifat bilangan atau angka-angka namun bersifat kategori substansif yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi secara ilmiah (scientific).
2. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mencermati foto jurnalistik peliputan Letusan Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010”
adalah
kualitatif. Yakni
prosedur penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun simbolis dari foto-foto yang diamati. Beberapa hal yang berkaitan dengan konsep dasar penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
Teori yang digunakan tidak dapat ditentukan sebelumnya. Penelitian ini tidak bertujuan menguji teori atau membuktikan kebenaran suatu teori. Teori ini dikembangkan berdasarkan data yang dikumpulkan.
Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian ini. Sampling adalah pikiran peneliti aspek apa, dari peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu terus dilakukan sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif, yakni tergantung pada tujuan fokus suatu saat.
Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, tapi bersifat internal, yakni penelitian itu sendiri tanpa menggunakan teks, eksperimen, commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau angket. Instrumen dengan sendirinya tidak berdasarkan definisi-definisi operasional. Yang dilakukan hanyalah menyeleksi aspek-aspek yang khas yang berulangkali terjadi, yang berupa pola atau tema dan tema itu senantiasa diselidiki lebih lanjut dan lebih dalam. Dalam kualitatif, peneliti juga berperan sebagai instrumen
Analisa data bersifat terbuka, open ended, induktif. Dikatakan terbuka karena untuk perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan berdasarkan data baru yang masuk.
Hasil penelitian tidak dapat diramalkan atau dipastikan sebelumnya sebab akan banyak hal yang tidak terduga sebelumnya sebagai halhal yang baru. Oleh sebab itu, dalam penelitian selalu terbuka kemungkinan discovery atau penemuan.
3. Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua jenis sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder: a.
Sumber data primer Sumber data primer adalah buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010” peliputan foto jurnalistik letusan gunung Merapi 2010. Dengan jumlah 7 buah foto untuk diteliti.
b.
Sumber data sekunder Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku-buku, artikel, jurnal, majalah, surat kabar, situs commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
internet, serta wawancara dengan pihak yang berkompeten dengan obyek penelitian.
4. Validitas Data Triangulasi merupakan persoalan penting dalam pengumpulan data dalam konteks penelitian komunikasi kualitatif agar data yang berhasil dikumpulkan bersifat valid dan reliable. Validitas data dalam penelitian komunikasi kualitatif lebih menunjuk pada tingkat sejauh mana daya yang diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti. Reliabilitas berkaitan dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan cata pengumpulan data. (Pawito, 2007: 82) Pengembangan validitas data dilakukan karena data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan kemudian dicatat dalam kegiatan penelitian, selain harus diupayakan kedalaman dan kemantapannya, juga harus diupayakan kebenarannya. (Sutopo, 2006: 91). Ada beberapa jenis teknik triangulasi, yaitu triangulasi data (sumber), triangulasi metode, triangulasi teori, triangulasi peneliti. Peneliti akan menggunakan teknik triangulasi teori karena peneliti bisa menggunakan satu teori lebih mendalam daripada teori yang lain sebagai fokus utama dari kajiannya. (Sutopo, 2002:83).
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan 1.3 Triangulasi Teori
teori 1
Makna
teori 2
suatu peristiwa (konteks)
5. Unit Analisis
teori 3
Sebuah karya foto jurnalistik yang akan diambil tidak hanya berdasarkan objek dan peristiwa saja tetapi juga berhubungan dengan : a)
Judul Foto Judul Foto adalah isi foto. Pemberian judul pada foto sebagai pendukung caption. Foto yang memiliki judul memudahkan pembaca segera memaknai isi foto atau cerita yang ingin disampaikan fotografer. Selain itu judul foto biasanya singkat dan padat, sehingga dapat merangsang pembaca untuk berfikir dan melihat makna foto lebih cepat daripada membaca isi foto.
b)
Isi foto Isi foto adalah cerita tersirat yang menjadi jawaban dari pertanyaan mengapa.
c)
Komposisi foto Komposisi dalam fotografi pada dasarnya adalah penyusunan commit to user elemen yang ada disekitar obyek foto, elemen-elemen ini mencakup
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
garis, shape, form, warna, terang dan gelap, yang kemudian dirangkai ke dalam sebuah bingkai (frame). Menurut John Szarkwoski
dari
Museum
of
Modern
Art,
New
York,
mendeskripsikan komposisi adalah sebagai tugas fotografer untuk pemenuhan tugas dan penyerdehanaan tentang suatu aspek kehidupan lebih bermakna. Empat karakter dari komposisi yang baik adalah : 1.
Desain yang sederhana
2.
Penekanan atau penonjolan pusat perhatian
3.
Penggunaan kamera yang tepat untuk membangun hubungan antara elemen-elemen pada bingkai
4.
Penggunaan latar depan dan latar belakang sebagai ruang lingkup desain elemen-elemen dengan selektif fokus atau selektif detail. (Frank P. Hoy, 1986:163)
d)
Angle atau sudut pengambilan gambar Merupakan dari sisi mana objek dan peristiwa diabadikan. Pengambilan sudut gambar pada frame kamera merupakan kontrol bidikan mata agar bisa mendapatkan gambar dari bagian kiri atau kanan, atas atau bawah. Tehnik framing memberikan suatu pengertian untuk mengontrol sudut pandang dan isi. Selain itu kreatifitas fotografer dalam menentukan sudut pandang sangat berpengaruh pada hasil. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e)
Warna Warna adalah kesan yang ditangkap oleh mata kita karena adanya refleksi dari obyek yang kita lihat. Warna telah diyakini memiliki representasi yang berbeda-beda terhadap kesan seseorang dalam mempersepsinya. Dengan kata lain kehadiran simbolis dari suatu warna diartikan berbeda, pada saat-saat tertentu dari warna yang lain. Setiap warna memiliki makna, antara lain:
Warna Merah menampilkan kesan energi, kekuatan, hasrat, erotisme, keberanian, simbol dari api, pencapaian tujuan, darah, resiko, ketenaran, cinta, perjuangan, perang, bahaya, kecepatan, panas, perhatian, kekerasan.
Warna Biru merujuk pada kesan seperti berikut ini; komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas,
cinta,
kedamaian,
kepercayaan,
loyalitas,
kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni, serta kasih sayang.
Warna Hijau menunjukkan; warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan
materi,
kelimpahan,
kesuburan,
keajaiban
tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, pembaharuan, muda, stabilias, daya tahan, commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesegaran, alami, lingkungan, kesehatan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan, persahabatan.
Warna Hitam melambangkan sengsara, berkabung, bencana, muram,
kegelapan,
kebodohan,
misteri,
ketiadaan,
keputusasaan, kematian, ilmu sihir, kejahatan, dan teror.
Warna Ungu merujuk pada; pengaruh, pandangan ketiga, kekuatan spiritual, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, kebangsawanan, upacara, misteri, transoformasi, kebijakan,
pencerahan,
ketidaksadaran,
telepati,
arogan, empati,
intuisi, imajinasi,
mimpi, hubungan
spiritual, kepercayaan yang dalam, harga diri, independensi, magic atau keajaiban, kontemplasi dan meditasi, ambisi.
Warna
Oranye
menunjukkan:
kehangatan,
energi,
keseimbangan, entusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, kariir,
kesuksesan,
keadilan,
penjualan,
persahbatan,
kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan, independent.
Warna
Putih
melambangkan
kesucian,
ketentraman,
kebenaran, simbol kehalusan, kelembutan, dan kewanitaan. (Djohar, 2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
H. Analisis Data Pertama-tama data dipilih dan dikumpulkan berdasarkan foto-foto peliputan letusan gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010. Dari data tersebut dianalisis satu-persatu makna konotatif dan denotatif berdasarkan model Semiotika Roland Barthes. Dimana Semiotika Roland Barthes merupakan penyempurnaan dari semiologi Saussure dan tanda mewakili konsep, ide, dan perasaan dalam cara tertentu sehingga memungkinkan orang untuk membaca, menyandi balik, atau menafsirkan makna yang terdapat didalamnya. Penganalisisisan dilakukan dengan terlebih dahulu menafsirkan tanda-tanda yang muncul tersebut secara semiotik dan selanjutnya dilakukan pembahasan secara mendalam. a. Menentukan foto Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan foto “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010” beserta teks foto (caption) dalam buku foto jurnalistik “Kilas Balik 2009-2010, kemudian diambil menjadi data penelitian. Data penelitian tersebut berisi Pemaknaan mengenai foto-foto tersebut. b. Teknis foto Kemudian tahap selanjutnya, data yang masih berupa foto tersebut diuraikan menjadi teks tertulis yang dianalisis berdasarkan komposisi yang meliputi unsur-unsur pencahayaan, jarak, angle, dan setting. Komposisi dilakukan berdasarkan point of interest dalam sebuah frame yang didukung oleh unsur –unsur materi di sekitarnya sehingga keseimbangan di antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
unsur-unsur tersebut tetap terjaga. Pencahayaan meliputi bentuk (shape), kontras (contrast), warna (colour), dan tekstur. Jarak dan angle meliputi long shot, medium shot, close up, high angle, low angle, foreground, background, horizontal, dan vertical. Setting dapat digunakan sebagai penunjuk ruang atau wilayah maupun sebagai penunjuk waktu. c. Menarik makna denotatif Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah tanda pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara langsung dan kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat sebenarnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam foto.
d. Menarik makna konotatif Dalam konsep Barthes, tanda denotatif terdiri atas penanda denotatif dan petanda denotatif. Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Tahap kedua, yaitu tahap konotatif membutuhkan proses interpretatif yang lebih dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu kemudian diperoleh petanda baru yang terkait dalam konteks sosial, budaya, commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sistem nilai yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi digali dan dimaknai. Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti perasaan,
emosi,
atau
keyakinan
dikaitkan
dengan
penanda
yang
menghasilkan makna-makna konotatif. Dari kedua tahap pemaknaan tersebut maka akan diperoleh hasil analisis
dari
foto
jurnalistik
Letusan
Gunung
Merapi
2010
yang
mengungkapkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini akan tercapai.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI UMUM BIRO FOTO LKBN ANTARA
A.
SEJARAH 1. Kantor Berita Nasional ANTARA Kantor berita ANTARA yang berdiri pada tanggal 13 Desember 1937, didirikan oleh tokoh-tokoh pers pada saat itu yaitu A.M. Sipahoetar; R.M. Soemanang; Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Berdirinya
ANTARA
bersamaan
dengan
diterbitkannya
buletin
ANTARA yang pertama kali. Pada masa pendudukan Jepang, ANTARA merupakan bagian dari kantor berita Jepang yaitu Kantor Berita Domei. Melalui kantor berita tersebut berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 disebarluaskan ke seluruh dunia oleh para pejuang yang bekerja di Domei. Pada waktu Ibukota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta, ANTARA turut pindah ke Yogyakarta dan setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949, ANTARA pindah ke Jakarta lagi. Pada mulanya ANTARA dikelola oleh sebuah yayasan, tetapi pada tahun 1962 statusnya diubah menjadi lembaga melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 307, setelah menyatukan berbagai kantor berita yang ada, yaitu yayasan Kantor Berita ANTARA, PIA (Press Indonesian’s Agency), INPS (Indonesian National Press Service) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
dan APB (Asian Press Bureau), menjadi satu lembaga kantor berita dengan nama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA. Kantor berita ANTARA pada mulanya dipimpin oleh Soemanang sebagai Pemimpin Redaksi dan A.M Sipahoetar sebagai Redaktur I. Beberapa waktu kemudian Adam Malik mengajak sahabatnya, Pandoe Kartawigoena untuk mengelola kantor berita tersebut. Selama tahun pertama, berita dan ulasan yang dimuat dalam buletin ANTARA tidak saja berasal dari para pembantu di berbagai kota di Hindia Belanda, tetapi juga para mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri seperti Belanda, Amerika, Jepang, Irak, Filipina dan Mesir. Mereka menyumbangkan tulisan secara sukarela tanpa memperoleh imbalan honorarium. Penyebaran buletin terutama di luar pulau Jawa, masih lamban karena harus menggunakan jasa pos laut. Pengiriman berita melalui telegram sangat mahal, sedangkan menggunakan pos udara belum lazim pada saat itu. Di Medan misalnya, buletin ANTARA baru sampai kira-kira seminggu setelah terbit. Pada saat itu para pelanggan bukan hanya surat kabar yang dikelola oleh kalangan pribumi, akan tetapi berbagai surat kabar yang dikelola oleh nonpribumi yang diANTARAnya adalah harian Keng Po di Jakarta yang dipimpin oleh Injo Beng Goat, dan surat kabar Sin Tit Po di Surabaya yang dipimpin oleh Tjoa Sik Ien. Pada awal sistem penyaluran berita di ANTARA adalah melalui sistem morse, radio dan penerbitan berita. Kemudian sejalan dengan perkembangan IPTEK sejak 1 Juli 1986, ANTARA melakukan commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komputerisasi
baik
dalam
pengumpulan,
penyuntingan
dan
pendistribusian berita. ANTARA menyebarkan berita ke berbagai media dan para pelanggannya melalui jaringan VSAT (satelit), elektronik mail dan sarana lainnya. Berdirinya kantor berita ANTARA memberikan peran yang cukup besar pada masa lalu, diantaranya dapat mengabadikan perjuangan bangsa Indonesia yang pada saat itu melawan kolonialisme Belanda. Contohnya, dapat merekam melalui foto pada saat peristiwa penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato yang kemudian sangat berarti bagi sejarah bangsa Indonesia. Selain itu, kantor berita ANTARA dapat menyiarkan peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia yaitu peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Seiring dengan perkembangannya, LKBN ANTARA mengalami hambatan atau masalah yang berasal dari dalam yang terdapat pada lembaga tersebut. Pada tahun 1967 terdapat pengurus yang terlibat dengan adanya gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah melakukan upaya pembersihan pada lembaga tersebut, yang juga berpengaruh pada Biro Foto ANTARA. Upaya pembersihan pemerintah pada saat itu melakukan pembakaran foto-foto dokumentasi perjuangan bangsa Indonesia yang dibakar oleh salah satu oknum militer, mengakibatkan bukti-bukti perjuangan yang akan menjadi sejarah musnah tanpa satupun yang tersisa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Selama lebih dari setengah abad, ANTARA sebagai salah satu kantor berita di dunia bertekad untuk selalu menghadirkan berita dan foto mengenai peristiwa-peristiwa penting dan mutakhir secara cepat dan lengkap ke seluruh dunia. Kantor pusat LKBN ANTARA di Pasar Baru yang merupakan bangunan bersejarah karena pernah menyebarluaskan Proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945. Layaknya museum, gedung ini menyimpan dan memamerkan berbagai peninggalan wartawan sejak tahun 1945-1950 yang dapat dikunjungi oleh siapa pun yang berminat. Tak kurang dari 3000 berita luar negeri yang berasal dari para mitra kerjanya dan 250 berita hasil liputan wartawannya sendiri disebarluaskan setiap hari melalui teknologi komunikasi terkini, seperti VSAT dan DVB, serta berbagai teknologi berbasis internet, seperti situs web, e-mail dan fft (file transfer protocol). ANTARA juga bekerjasama dengan mitra-mitra asing seperti Reuters, Bloomberg dan Bridge-Telerate dalam menjual layanan data informasi pasar global. Dengan kantor-kantor berita asing di Asia Pasifik, ANTARA membentuk konsorsium Asia Pulse dalam memberikan layanan informasi bisnis Asia dan membentuk konsorsium Asia Net dalam menyebarluaskan rilis media secara global. 2. ANTARA Foto ANTARA Foto adalah bagian dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang berdiri sejak tahun 1937 dan khusus commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyediakan pelayanan distribusi foto berita. Salah seorang pewarta foto terkemuka pada masa itu bernama Abdul Wahab, yang sempat mengabadikan peristiwa perobekan bendera Belanda di menara Hotel Oranye pada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Peristiwa bersejarah tersebut dibadikan dari lantai dua Kantor Berita ANTARA kebetulan posisinya bersebelahan jalan dengan Hotel Oranye. ANTARA Foto merupakan ujung tombak foto jurnalistik modern sejak masa perjuangan kemerdekaan RI. Bersama dengan pemerintahan RI, ANTARA Foto pun sempat pindah ke Yogyakarta pada tahun 1949 dan ditutup pada tahun 1958 dengan alasan merugi. Pada tahun 1965, seluruh arsip koleksi foto ANTARA di musnahkan oleh tim militer RI pasca G30S PKI. Di bawah komando seorang prajurit angkatan Darat seluruh koleksi arsip milik biro foto dibakar di depan gedung ANTARA di jalan ANTARA, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Baru kemudian di tahun 1972 ANTARA Foto beroperasi kembali di bawah Direktorat Logistik. Melayani foto-foto khusus luar negeri bekerjasama dengan UPI. Hampir semua koran nasional termasuk TVRI berlangganan ANTARA Foto. Setelah kembali melayani paket pemberitaan foto dalam negeri dengan mengambil momentum diadakannya KTT ASEAN pertama di Bali yang berlangsung pada tahun 1976, ANTARA Foto kembali masuk jajaran Direktorat Redaksi pada tahun 1978, hal ini ditandai dengan commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemuatan foto hasil liputan Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober di Senayan. Sebagai bagian utuh dari fungsi pemberitaan visual Kantor Berita ANTARA. ANTARA Foto adalah ujung tombak foto jurnalistik modern sejak masa perjuangan kemerdekaan RI. ANTARA Foto memiliki kontributor foto jurnalistik di seluruh Indonesia dan dalam segala keterbatasannya melayani penerbitan pers nasional dan internasional, termasuk mengelola koleksi foto bersejarah IPPHOS yang mengalami kebangkrutan di millennium kedua ini. Kepala ANTARA Foto, Oscar Motuloh, menjelaskan “ANTARA Foto adalah bagian dari divisi pemberitaan Kantor Berita ANTARA. Secara keseluruhan ada dua, teks dan foto, nah fotonya itu dikendalikan disini. Jadi dia berfungsi sebagai kantor berita foto. Foto-foto itu adalah hasil dari polling atau semacam foto-foto yang dihimpun dari kontributorkontributor foto baik yang terdaftar sebagai wartawan foto tetap dari ANTARA Foto ataupun kontributor- kontributor atau stringer- stringer foto di seluruh daerah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menampung semuanya agar bisa segera digunakan oleh pelanggan-pelanggan ANTARA khususnya di bidang pers, seperti koran-koran, majalahmajalah, yang bisa mengakses langsung dari foto yang tadi dikumpulkan menjadi satu itu. Jadi produk dari ANTARA Foto itu tidak langsung ke masyarakat tapi melalui pelanggan-pelanggannya, jadi karena dilanggani koran dan lain-lain
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis memahami bahwa ANTARA Foto adalah kantor berita yang merupakan bagian dari divisi pemberitaan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang menangani dan mengendalikan berita dalam bentuk foto atau foto jurnalistik. ANTARA Foto, yang didukung oleh 14 pewarta foto yang berada di ANTARA Foto Jakarta serta jaringan kantor Biro ANTARA di 33 propinsi, memberikan pelayanan terutama dalam pengadaan serta kecepatan penyampaian berbagai foto berita hingga ke tangan konsumen baik media cetak maupun perorangan. Kurang lebih 60 foto disiarkan ANTARA setiap harinya dan foto-foto tersebut merupakan hasil seleksi dari 100 lebih foto yang diterima ANTARA. Spesialisasi dari Biro Foto ANTARA adalah menghadirkan sebuah berita secara visual. Ragam foto ANTARA adalah kenegaraan: Presiden/Wapres atau Ibu Presiden/Wapres, kegiatan Departemen atau seorang Menteri Departemen, MPR/DPR, keamanan dan militer, olahraga, seni dan budaya, human interest (Feature), dan foto daerah (hasil liputan kontributor foto daerah). ANTARA
Foto
dipimpin
oleh
seorang kepala
setingkat
Wapempelred/Wadir. Dalam struktur yang berlaku membawahi dua kepala bagian (Kared Foto dan Supervisor Quality Foto) serta lima Kepala Seksi (Kasie Administarsi dan Keuangan, Kasie Liputan Foto, commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kasie Penyuntingan Foto, Kasie Teknik Foto, dan Kasie Pemasaran dan Dokumentasi Foto). Secara keseluruhan personalnya berjumlah 29 orang.
B.
VISI DAN MISI LKBN ANTARA 1. Visi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA: Menjadi kantor berita berkelas dunia, melalui penyediaan jasa berbagai produk berbasis informasi untuk mewujudkan masyarakat berbasisi pengetahuan, yang didukung oleh tata kelola perusahaan yang baikbdan berstandar internasional. 2. Misi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yaitu,
Menghasilkan berita dan berbagai produk berbasis informasi lainnya secara cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.
Menjalankan peran media sebagai jembatan ANTARA Negara dan masyarakatnya dan berperan sebagai duta informasi bangsa
Memberikan layanan terintegrasi komunikasi pemasaran bbagi stakeholders
Memberikan layanan pendidikan jurnalistik multimedia
Berperan aktif dalam membangun masyarakat baru yang berbasis pengetahuan Adapun yang menjadi moto dari pemberitaan ANTARA adalah: “Cepat, tepat (akurat) dan lengkap”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
C.
59 digilib.uns.ac.id
BENTUK-BENTUK LAYANAN LKBN ANTARA Layanan berita ANTARA tersaji dalam bentuk : 1) General News Berbagai berita aktual dan lengkap, dari dalam dan luar negeri baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dihadirkan ke monitor pelanggan dengan cepat melalui satelit VSAT. Melalui fasilitas ini, pelanggan dapat menerima berita tersebut secara 24 jam terus menerus. 2) Layanan foto Sistem komputer foto ANTARA memberikan layanan foto dalam bentuk paket atau satuan melalui internet, dial-up atau melalui sistem parabola. Kerjasama ANTARA dengan kantor internasional juga diwujudkan dalam penerimaan foto jurnalistik. Foto Jurnalistik tersebut meliputi peristiwa politik, ekonomi, sosial, budaya, olahraga dan hiburan. 3) Data seketika Merupakan layanan data dan informasi dari pusat-pusat pasar internasional bekerjasama dengan Reuters, Dow Jones, Bridge-Telerate dan Bloomberg yang menyediakan data ekonomi, keuangan, komoditi, bursa efek di dunia. Disajikan berupa data, grafik, berita dan analisa para pakar dari seluruh dunia. 4) International Market Quote (IMQ) Merupakan layanan data seketika dalam negeri yang terjadi di lantai Bursa Efek Jakarta. IMQ tidak hanya menyajikan data tetapi commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
termasuk grafik dan informasi mengenai ekonomi dan keuangan. IMQ adalah hasil kerjasama ANTARA dengan kantor berita Australia (AAP). 5) ANTARA Finantial, Economic and Comodity Research (AFECR) Merupakan layanan berita yang disajikan seketika khusus untuk mendukung IMQ. Layanan ini memuat informasi yang berkaitan dengan kegiatan bursa dalam dan luar negeri, perusahaan go-public, valuta asing, berita ekonomi, keuangan dan politik yang mempengaruhi kegiatan di Bursa Efek Jakarta. 6) Asia Pulse Merupakan
suatu
konsorsium
dengan
pendiri
ANTARA,
AAP/Australia, Press Trust of India/India, Yonhap/Korea Selatan, Nikkei/Jepang, dan Oman News Agency/Oman. Sebagai kontributor adalah Malaysia, Filipina, RRC, Pakistan, dan Bangladesh. Asia Pulse menyediakan pelayanan dalam bentuk informasi tentang peluang bisnis di negara pendiri dan kontributor, ANTARA lain berisi bahan-bahan dari blue book, tender internasional dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penanaman modal, ekonomi dan keuangan. 7) AFX Asia Menyediakan berita-berita ekonomi dan keuangan di seputar Asia dan Pasifik dengan Bank Data di Hongkong secara akurat dan dalam waktu yang cepat.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) PR Wire (Jaringan Kehumasan) Selain layanan berita, ANTARA juga memiliki layanan yang dapat mempublikasikan kegiatan atau program di suatu perusahaan melalui jaringan kehumasan atau public relation yang dimiliki ANTARA yaitu PR Wire. Layanan PR Wire terdiri dari : 1. Press Release ANTARA menyediakan layanan pembuatan press release siap siar dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dan kemudian akan dimuat di suratkabar atau stasiun televisi. 2. Layanan International Asia Net Melalui mitra kerja di luar negeri yaitu Asia Net, bahan-bahan press release suatu acara dapat disebarluaskan ke media di seluruh dunia. ANTARA memiliki kerjasama dengan perusahaan public relation di Amerika, Eropa, Asia dan Australia dengan jaringan komunikasi handal. Asia Net adalah sebuah konsorsium dengan para pendiri
ANTARA,
AAP/Australia,
Bernama/Malaysia,
Yonhap/Korea Selatan dan Kyodo/Jepang. 3. Layanan PR Wire lainnya yaitu : Penyelenggaraan
konferensi
pers,
penulisan
pengiriman foto, pengumuman, undangan, ralat dan lain-lain.
commit to user
feature,
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D.
STRUKTUR REDAKSI FOTO ANTARA
Foto
dipimpin
oleh
seorang
kepala
setingkat
Wapempelred/Wadir. Dalam struktur yang berlaku membawahi dua kepala bagian (Kared Foto dan Supervisor Quality Foto) serta lima Kepala Seksi (Kasie Administarsi dan Keuangan, Kasie Liputan Foto, Kasie Penyuntingan Foto, Kasie Teknik Foto, dan Kasie Pemasaran dan Dokumentasi Foto). Secara keseluruhan personalnya berjumlah 29 orang Bagan 1.4 Struktur Organisasi Biro Foto ANTARA
Bagan atau struktur diatas merupakan struktur organisasi ANTARA Foto secara umum atau keseluruhan. Sedangkan untuk redaksional, yang terkait langsung dengan proses seleksi foto, ANTARA Foto, hanya meliputi Kepala ANTARA Foto yang membawahi Supervisor dan Kepala Redaksi Foto, yang juga membawahi Kepala Seksi Liputan dan Kepala Seksi Penyuntingan.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
Dalam proses seleksi foto, sebagai pemegang wewenang tertinggi pada ANTARA Foto. Kepala ANTARA Foto, yang berperan dalam hal kebijakan lembaga, kode etik, dan norma-norma, memberikan kepercayaan secara penuh kepada Kepala Redaksi Foto untuk memimpin proses seleksi foto. Kepala Redaksi adalah orang yang mengendalikan secara keseluruhan proses seleksi foto dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Biro. Kepala Redaksi membawahi lima Kepala Seksi, dua diantaranya adalah Kepala Seksi Liputan dan Kepala Seksi Penyuntingan. Kepala Seksi Liputan membawahi semua pewarta foto tetap, kontributor, dan stringer baik di pusat maupun di daerah sekaligus bertanggungjawab atas pembagian tugas peliputan. Kepala Seksi Penyuntingan, yang juga editor foto, bertanggung jawab memilih dan mengedit foto dan teks foto yang akan disiarkan, dan menyiarkan foto-foto yang dianggap layak siar. Selain itu, ada pula Supervisor yang turut terlibat dalam proses seleksi foto. Supervisor adalag orang yang berada di bawah Kepala Biro yang bertugas mengontrol proses seleksi foto. Supervisor berkoordinasi dengan Kepala Redaksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Biro. Karena jumlah editor foto yang tidak terlalu banyak, maka Supervisor pun merangkap menjadi editor, begitu pula dengan Kepala Redaksi Foto.
E.
Kilas Balik 2009-2010 Kehadiran foto dalam media massa baik cetak maupun online user memiliki 'suara' tersendiri commit dalam tomengkonstruksikan sebuah peristiwa.
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Bahasa foto merupakan bahasa visual yang lebih mudah dipahami oleh semua orang yang bisa melihat dibandingkan dengan bahasa verbal. Media massa di Indonesia yang dulunya sarat dengan tulisan kini berubah menjadi dominasi gambar (foto). Kilas Balik 2009-2010 menyajikan arsip visual beragam peristiwa Tanah Air yang terekam di ujung lensa pewarta foto Kantor Berita ANTARA dalam kurun waktu 2009-2010. Semua hasil karya yang telah disiarkan baik di website ANTARAfoto.com maupun di media yang menjadi pelanggan ANTARA dirangkum dalam sajian yang diharapkan menjadi dokumen saksi sejarah bangsa ini. Foto-foto tersebut selanjutnya diseleksi oleh kurator Oscar Motuloh yang dibantu oleh tim diANTARAnya Prihatna yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Foto ANTARA, Zarqoni Maksum, Maha Eka Swasta dan Prasetyo Utomo. Buku KILAS BALIK 2009–2010 karya pewarta foto ANTARA merupakan kumpulan foto terpilih hasil bidikan para pewarta foto Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA yang tersebar keseluruh pelosok negri ini selama dua tahun. KILAS BALIK 2009 -2010 merupakan sebuah bingkai untuk kembali membuka catatan-catatan peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Pada awalnya KILAS BALIK merupakan sebuah tradisi pencatatan foto jurnalistik yang digelar di ruang pamer utama galeri foto jurnalistik ANTARA. Tujuan pameran ini adalah sebuah wujud apresiasi kepada karya commit userHUT ANTARA yang bertepatan para pewarta foto ANTARA pada to setiap
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
pada tanggal 13 Desember. Selajan dengan beputarnya waktu di penghujung akhir tahun 2010, untuk kali pertamanya ANTARA menerbitkan kumpulan karya-karya foto jurnalistik terpilih dari berbagai medan peristiwa dengan tajuk KILAS BALIK 2009-2010. Buku setebal 204 halaman dan menampilkan 220 karya foto jurnalistik dari 55 pewarta foto yang dikuratori oleh Oscar Motuloh ini seolah menjadi angin segar bagi insan fotografi dalam kelangkaan pustaka dalam ranah fotografi jurnalistik di Indonesia. Buku ini juga seolah menyapa dan menampakan perwujudan pengabdian para pewartafoto sebagai saksi sejarah terhadap segala peradaban bangsa Indonesia. Semua permasalahan itu barangkali bisa ditemukan definisi visualnya ketika menelaah lembar demi lembar buku "Kilas Balik 20092010". Terekam dengan jelas bagaimana seorang pewarta foto harus berada di garis depan dalam merekam peristiwa yang terjadi. Merekalah orangorang pertama yang mengabarkan, bahkan dalam situasi yang mungkin bisa membahayakan jiwanya. Di sisi lain, buku ini juga menjadi catatan sejarah. Di setiap penggalan sejarah selalu ada pembelajaran. "Kilas Balik 2009-2010" mencoba membuka kembali lembar-lembar sejarah yang tersimpan dan terkunci di masa lalu, mencoba merangkai dalam bingkai kekinian sehingga tersingkap makna-makna yang tersirat di balik sebuah peristiwa. Segala peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2009-2010 dielaborasi, dimaknai kembali dan dipaparkan dalam sebuah sajian visual. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Buku ini juga dapat dianggap sebagai sebuah pertanggungjawaban atas kesaksian para pewarta foto ANTARA yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran universal yang diwujudkan dalam imaji digitalnya.
Profil buku KILAS BALIK 2009 – 2010 Penerbit
: Galeri Foto Jurnalistik ANTARA
Kurator
: Oscar Motuloh
Penanggung Jawab
: Hermanus Prihatna
Materi Foto
: Maha Eka Swasta
Penyelaras naskah
: Zarqoni maksum, Prasetyo Utomo
Alih Media
: Koswara,
Himawan
Paramayuda,
Rahmad
Gunawan, Gunawan Widjaja Desain Grafis
: Andri Ari Setiadi
Bendahara
: Rita Budiyanti
Kemitraan dan Humas : Diah KW, Lavanda Wirianata, Iin Syamsudin Dana
: Audi Mirza Alwi
Program Acara
: Saptono, Andika Wahyu, Puspa Perwitasari, Rosa Pangabean
Umum
: Daryanto
Wibomo,
Izmar
Patrizki,
Yudhi
Mahatma, Eni Sulistyo rini, Sulis, Edi Suhaedi, Anita, Joanita, Doddy M Gurning, Budhi candra, Ricky Adrian, Dany Wijaya, Panji Wijaya, Reno commit to user Esnir
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Promosi
: Anton Santoso, Dasril Murtiyoso
Dokumentasi
: Mahatma Putra, Zalna manase Mesah
Kontributor Foto
: Adjat, Agus Bebeng, Akbar Nugroho Gumay, Akhmad Nazzarudin, Andika Betha, Andika Wahyu, Ari Bowo Sucipto, Arief priyono, Arief Pribadi, Basri Marzuki, Basrul Haq, Eric Ireng, Fahrul
Jayadiputra,
Fanny
Octavianus,
FB
Anggoro, Fikri Ali, Hari Atmoko, Hasan Sakri Ghozali, Herka Yanis Pangaribowo, Hermanus Prihatna, Himawan Paramayuda, Idhad Zakaria, Irsan Mulyadi, Irwansyah Putra, Ismar patrizki, Jafkhairi, M Risyal Hidayat, M Yamin Geli, Maha Eka
Swasta,
Muhammad
Maulana Deffa,
Surya
Musyawir,
Tri
Utama,
Noveradika,
Nyoman Budhiana, Oka Barta, Prasetyo Utomo, Puspa Perwitasari, R. Rekotomo, Rahmad, Regina Safri, Reno Esnir, Rezza Estily, Rosa Pangabean, Sahrul Manda Tikupadang, Saiful Bahri, Saptono, Syaiful Arif, Ujang Zaelani, Vega, Wahtu Putro A, Widodo S. Jusuf, Widhan Hidayad, Yudhi Mahatma, Yusran Ucang, Zarqoni Maksum. Kertas
: Garda Pat 13 Kiara 135 gsm Alergo Nerro 200 gsm commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Multi Art Glossy 170 gr by Papernia Dwijaya Percetakan
: Pt. Harapan Prima printing
Percetakan materi
: Globe Digital Imaging
Pameran Foto ISBN
: 978-979-160077-7-3
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Data Dalam menganalisis foto-foto pada “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 menggunakan metode Roland Barthes, pada bab ini penulis membahas tujuh korpus, masingmasing korpus yang dibahas akan meliputi makna denotatif dan konotatif tentang tanda. Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah tanda pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara langsung dan kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat sebenarnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam foto. Dalam konsep Barthes pula pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dan tahap konotatif membutuhkan proses interpretatif yang lebih dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu kemudian diperoleh petanda baru yang terkait dalam konteks sosial, budaya, dan sistem nilai yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi digali dan dimaknai. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat implisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan. Di bawah ini adalah analisis makna dan tanda dengan menggunakan metode semotika pada ke tujuh korpus yang berada dalam rangkaian foto tersebut dan sudah dipilih oleh penulis, yaitu foto “semburan awan panas merapi yang diambil dari kejauhan di Magelang, Jawa Tengah” fotografer Anis Efizudin, “seorang warga memasuki rumah yang terkena terjangan abu vulkanik di Cangkringan, Yogyakarta” fotografer Wahyu Putro, “dua tangan kanan peziarah memegang nisan Mbah Marijan di Cangkringan, Yogyakarta” fotografer M. Risyal Hidayat, “Pengungsi berpindah menggunakan kendaraan truk di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah” fotografer Wihdan Hidayat, “seorang bocah bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta” fotografer Ismar Patrizki, “satu kendaraan Haglun milik PMI menyusuri tepian kali Gendol saat evakuasi lanjutan di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta” fotografer Wihdan Hidayat, dan “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajah seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung Merapi di kantor Kepresidenan, Jakarta” fotografer Widodo S. Jusuf. Ketujuh foto tersebut penulis anggap paling dapat menggambarkan suasana letusan Gunung Merapi dalam sudut pandang fotografi. Dengan kemampuan bahasa gambar dan dengan dibantu caption, foto jurnalistik dalam rangkaian foto peliputan letusan Gunung Merapi 2010 dalam buku foto jurnalistik commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kilas Balik 2009-2010 mampu memperhalus pesan-pesan kritisnya tanpa mengurangi ketajaman makna serta maksud yang terkandung di dalamnya. Korpus 1
Caption: Gunung Merapi mengeluarkan awan panas diabadikan dari persawahan yang berjarak 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi di Desa Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (6/11/2010). Gunung Merapi terus-menerus keluar mengeluarkan awan panas hingga ketinggian 8 kilometer disertai suara gemuruh yang terdengar hingga radius 20 kilometer. Anis Efizudin /Antara Makna Denotasi Foto
tersebut
menggambarkan
suasana
Gunung
Merapi
yang
mengeluarkan awan panas terus menerus hingga mencapai ketinggian delapan kilometer pada tanggal 6 November 2010 silam. Pada keterangan foto juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
ditambahkan bahwa letusan tersebut diserati suara gemuruh yang terdengar hingga radius 20 kilometer. Gunung Merapi yang mengeluarkan awan panas dalam foto tersebut digambarkan dengan suasana awan gelap yang menyelimuti sekitarnya, dimana rumah-rumah, lahan pertanian warga yang dekat dengan wilayah Gunung Merapi terlihat lebih gelap karena tertutup oleh abu vulkanik akibat letusan tersebut. Dahsyatnya letusan tersebut digambarkan dengan warna kelabu yang menyelimuti sektar Gunung Merapi lebih dari sepertiga bagian dalam foto tersebut. Dalam foto tersebut juga terdapat pancaran cahaya sinar yang lebih terang berada pada sisi kanan foto. Cahaya tersebut menggambarkan bahwa letusan tersebut terjadi pada waktu siang hari yang menjadi penggambaran bahwa, letusan dahsayat tersebut dapat menyebabkan suasana pada siang hari tersebut menjadi suram dan mencekam. Komposisi atau suasana dalam foto tersebut menggambarkan suasana suram dan kelabu pada saat letusan Gunung Merapi yang diabadikan dari persawahan berjarak 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi di Desa Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, pada 6 November 2010, dimana pada foreground menampilkan pemukiman dan lahan pertanian warga. Fokus pada foto tersebut adalah Gunung Merapi itu sendiri yang mengeluarkan awan panas yang mendominan pada foto tersebut. Background dalam foto tersebut adalah awan kelabu yang lebih dominan dan sedikit awan terang pada lebih dari sepertiga bagian. Teknik pemotretan ini menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara vertical, dengan menggunakan lensa wide, dengan sudut pandang commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sangat luas atau biasa juga disebut long shot sehingga gambar tekesan luas dan mampu menyuguhkan pesan bahwa dahsyatnya letusan Gunung Merapi tersebut. Pengukuran cahaya pada foto tersebut menggabungkan antara ukuran diagfragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat cahaya yang seimbang dalam foto tersebut agar tidak terkesan over exposure atau under exposure. Namun dalam dalam frame gambar diatas, pencahayaan dalam lightmeter diukur pada luncuran awan panas yang keluar dari Gunung Merapi yang menjadi point of interest dalam foto tersebut, sehingga menimbulkan efek selektif
dalam pencahayaan, dimana benda atau objek yang terkena cahaya
Nampak jelas dalam gambar, sedangkan benda yang tidak terkena cahaya kuat akan terseleksi menjadi bidang berwana hitam atau bisa dikatakan dengan mengukur cahaya pada benda yang memiliki kekuatan cahaya tertinggi maka, benda yang memiliki cahaya yang rendah akan terseleksi pencahayaannya. Dalam farme ini teknik pencahayaan tetap menggunakan cahaya alami dari cahaya matahari sebagai pencahayaan yang paling utama, tanpa menggunakan alat bantu penghasil cahaya atau yang biasa disebut flash atau blitz sehingga menyajikan kekuatan alami cahaya yang menjadikan lebih dari sepertiga bagian menjadi lebih berwarna kelabu atau gelap. (Alwi, 2004:45). Keseimbangan dalam frame tersebut menjadi sangat terasa karena menggunakan metode pembagian sepertiga dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dalam penempatan Gunung Merapi di sepertiga tengah pada frame tersebut. Penempatan Gunung Merapi tersebut cukup mampu menyita perhatian pandangan
penikmat
foto
yang melihat foto commit to user
tersebut,
karena
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
menggambarkan letusan yang terjadi serta menjadi point of interest sehingga setiap mata yang melihat langsung tertuju pada Gunung Merapi yang meluncurkan awan panas tersebut. Komposisi tersebut menjadi dinamis dengan penempatan gunung merapi dan awan kelabu yang diakibatkan dari letusan tersebut serta rumah-rumah pemukiman dan lahan pertanian warga yang terlihat lebih gelap pada sepertiga bawah bagian foto. (Alwi, 2004:45).
Makna Konotasi Dalam foto tersebut dapat dilihat Gunung Merapi yang sedang mengeluarkan awan panasnya yang diabadikan dari persawahan yang berjarak 15 kilometer dari puncak merapi. Terlihat pada foto suasana yang mencekam karena peristiwa alam yang sangat dahsyat yang dapat menghancurkan segala yang ada disekitarnya. Dalam mitologi Jawa, Gunung Merapi dipandang sebagai bukan gunung biasa. Gunung itu dianggap sebagai salah satu segitiga pusat bumi yang sederajat dengan Keraton Yogyakarta dan Solo, serta Laut Selatan. Bagi masyarakat Jawa khususnya yang menetap disekitar lereng Gunung Merapi beranggapan letusan Gunung Merapi tidak pernah dianggap sebagai sebuah bencana. Peningkatan aktivitas Gunung Merapi selalu dimaknai bahwa sang Penguasa Merapi sedang punya hajat. (Purwandi, 2007:88). Mitos kebudayaan Jawa meyakini bahwa letusan Gunung Merapi berasal dari dua sumber kekuatan manusia yaitu Nyai Roro Kidul (sebagai wanita) penguasa dan penjaga Laut Selatan dan Kyai Sapu Jagad (sebagai laki-laki) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
penguasa Gunung Merapi. peristiwa letusan ditandai dengan keluarnya lava yang diasosiasikan sebagai keluarnya benih laki-laki dan perempuan. Mitos ini benar karna keberadaan alam
semesta membuktikan keberadaannya. Mitos tentang
dewa-dewa dan makhluk- makhluk Ilahi itu benar, karena kepercayaan kepada hal-hal itu membuktikan kebenaran dan keberadaannya. Mitos tentang dunia ini benar, karena moralitas di alam membuktikannya. (Purwandi, 2007:90). Bagi masyarakat Jawa, Gunung Merapi bukanlah sosok yang menakutkan. Letusan Gunung Merapi dianggap menjadi berkah dari pada sebagai musibah, karena material vulkanik yang dihasilkan dari luncuran awan panas. akibat letusan tersebut jutaan meter kubik material pasir dan batu tersedia, lahan-lahan pertanian menjadi subur untuk ditanami dan menjadi penghasilan bagi masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi. Warna kelabu seperti yang dituliskan di Kompas.com, memiliki arti: kesedihan, keadaan yang suram, penderitaan, muram. warna kelabu juga melambangkan duka dan murung. Bagi seseorang warna kelabu digunakan sebagai ungkapan perasaan hati sedih dan depresi. Seperti dalam foto ini warna kelabu menggambarkan suasana sekitar Gunung Merapi yang mencekam diakibatkan oleh letusan tersebut. (Anna, Kompas.com, 9 Oktober 2008). Sejak jaman dahulu gunung api telah menarik perhatian nenek moyang kita, menjadi istimewa karena berkaitan erat dengan kepercayaan mereka seharihari. pada jaman prasejarah mereka mempunyai kepercayaan bahwa roh orang mati dianggap masih tinggal di sekeliling mereka di pohon, di batu, di sungai, di laut, di gunung dan dianggap sebagai pelindung kuat yang dapat dimintai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
pertolongan. Pertunjukan wayang kulit digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan nenek moyang yang ada sejak jaman Neolithicum atau kurang lebih 1500 SM, replika gunung, yaitu gunungan, dipergunakan sebagai simbol kehidupan. Sebelum pertunjukan wayang kulit dimulai, gunungan ditancapkan di tengah-tengah kelir, untuk melambangkan awal mula dunia sebelum ada manusia kecuali tumbuhan dan binatang seperti tergambar pada gunungan. Gunungan beserta isinya merupakan lukisan kehidupan duniawi dan batiniah di mana Tuhan Yang Maha Esa menentukan segala kegiatan di alam semesta. Di dalam gunungan terdapat lukisan raksasa menjulurkan lidahnya yang merah panjang, kera memanjat pohon bertarung dengan hewan lainnya, burungburung berterbagan dan segala jenis hewan lainnya, pohon-pohon dan bungabungaan. lukisan itu semua melambangkan pohon kehidupan duniawi yang diciptakan Tuhan. terdapat pula ditengah-tengah gunungan, lukisan sebuah rumah Jawa dengan dua pintunya terkunci rapat dan masing-masing sisinya dijaga oleh seorang raksasa bersenjata gada. Ini melambangkan hukuman bagi orang yang buat jahat. Dua pintu yang terkunci rapat dala lukisan itu melambangkan kedamaian batin yang tersembunyi di belakan kedua pintu itu. (Purwandi, 2007:80). Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Pengambilan foto ini yang menggunakan metode atau teknik long shot diharapkan mampu menggambarkan tingginya luncuran abu vulkanik yang diluncurkan akibat letusan Gunung Merapi dengan menampilkan sudut pengambilan gambar dari jauh. Pencahayaan yang tidak merata dengan penampilan gelap terang pada foto tersebut juga diartkan sebagai bentuk penggambaran kehidupan manusia dimana dalam siklus kehidupannya manusia ada sisi waktu gelap dan sebaliknya. Dimana dengan sisi terang manusia kecerahan atau kenikmatan dan ujian dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan penggambaran sisi gelap yaitu manusia berada dalam gelap atau kelamnya kehidupan, dimana dalam siklus manusia mengalami keterpurukan atau cobaan dalam hidupnya. Maka dari itu, manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan harus bisa menjalani tantangan dan cobaan yang diberikan, apakah ketika manusia mendapatkan kesenangan atau keterpurukan yang sedang menimpanya. (Purwandi, 2007:210). Korpus 2
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Caption: Seorang warga memasuki rumah yang terkena terjangan abu vulkanik sebelum terjadinya erupsi merapi, di Kawasan Rawan Bencana dusun Jambu, Kepuharjo, Cangkringan, Yogyakarta, Senin (1/11/2010). Wahyu Putro/Antara Makna Denotasi Foto tersebut di atas menggambarkan keadaan rumah yang berada di Kawasan Rawan Bencana dusun Jambu, Kepuharjo, Cangkringan, Yohyakarta yang terkena terjangan abu vulkanik sebelum terjadinya erupsi Merapi. Dalam foto digambarkan adanya perabotan rumah tangga yang terdiri dari enam kursi, dua meja, dua speaker active, satu rak televisi yang menggambarkan berada dalam ruangan yang merupakan ruang tamu serta, satu orang warga yang memasuki rumah tersebut. Namun seperti terlihat pada gambar kondisi rumah yang lebih tepatnya berada pada sebuah ruang tamu dipenuhi oleh abu vulkanik yang menerjang rumah tersebut. Banyaknya abu yang terlihat pada gambar sehingga terlihat bahwa rumah tersebut terkesan kotor atau kusam serta abu-abu yang menjadi warna dominan dalam foto tersebut. Digambarkan dalam foto terdapat kursi sebagai salah satu perabot yang ada dalam rumah. Kursi merupakan sebuah tempat duduk yang biasanya bisa terbuat dari kayu, plastik, besi, dan sebagainya. Kursi dapat dipindahkan, memiliki empat buah kaki dengan sandaran punggung, dan ada pula yang menggunakan sandaran lengan serta biasanya digunakan untuk satu orang duduk bahkan lebih. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Meja adalah perkakas (perabot) rumah yg mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya, pada umumnya memiliki empat buah kaki dan terletak di depan kursi. Meja bisa terbuat dari beberapa macam bahan seperti kayu, plastik, besi, dan sebagainya. Meja biasa diletakan bersamaan dengan kursi dengan bermacam-macam bentuk dan kegunaan. Speaker active merupakan seperangkat alat yang biasa digunakan untuk pengeras suara, menggunkan listrik sebagai daya utama. Berbagai macam bentuk speaker active, namun pada umumnya berdimensi kubus. Rak televisi merupakan perkakas (perabot) rumah tangga yang bersusun, mempunyai bidang datar pada setiap susunnya, biasa digunakan untuk meletakan televisi pada susunan paling atas. Berbagai macam bentuk dari rak televisi serta pada umumnya terbuat dari kayu. Abu vulkanik adalah sisa yang tertinggal hasil dari benda yang terbakar dari gunung berapi. Abu vulkanik merupakan serpihan-srpihan kecil yang berwarna abu-abu kehitaman. Dalam foto tersebut juga terdapat pancaran cahaya yang kuat dari cahaya matahari yang menerobos atap rumah tersebut. Cahaya matahari menjadi cahaya yang dominan pada foto tersebut yang mana mampu menggambarkan bahwa betapa terporak poranda rumah yang terkena dahsyatnya terjangan abu vulkanik. Komposisi atau susunan dalam foto yang menggambarkan suasana ruangan dalam suatu rumah yang terkena terjangan abu vulanik pada November 2010 sebelum terjadinya erupsi Gunung Merapi di Kawasan Rawan Bencana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
dusun Jambu, Kepuharjo, Cangkringan, Yogyakarta. Secara gambar focus foto tersebut adalah pada kursi dalam ruangan yang terdapat pada rumah tersebut dan diperjelas oleh sorotan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui atap rumah tersebut. Teknik pemotretan gambar ini menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa wide, dengan sudut pandang yang sangat luas atau yang juga biasa disebut long shot sehingga gambar terkesan luas dan mampu menyuguhkan pesan dari suasana ruangan dalam rumah yang terkena terjangan abu vulkanik. (Alwi, 2004:45). Pengukuran dari cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara ukuran diafragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat cahaya yang seimbang dalam foto yang tidak terkesan over exposure atau under exposure. Namun dalam frame di atas, pencahayaan dalam lightmeter diukur pada kursi yang berada pada posisi sepertiga kiri bawah yang merupakan point of interest foto, yang mana menimbulkan efek selektif dalam pencahayaan, dimana benda atau objek yang terkena cahaya nampak jelas, sedangkan benda yang tidak terkena cahaya kuat akan terseleksi menjadi bidang berwana hitam atau bias. Dilakukan dengan cara mengukur cahaya pada benda yang memiliki cahaya tertinggi maka, benda yang memiliki kekuatan cahaya rendah akan terseleksi pencahayaannya. Dalam frame ini teknik pencahayaan tetap menggunakan pencahayaan alami yang berasal dari matahari yang menerobos masuk melalui atap rumah tersebut, tanpa menggunakan alat penghasil cahaya atau yang biasa disebut flash atau blitz sehingga menjadikan lebih dari sepertiga bagian pada gambar lebih gelap dari pada point of interest. (Alwi, 2004:45). commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode pembagian
sepertiga
dalam
pemotretan.
Hal
tersebut
terlihat
dengan
ditempatkannya kursi pada bagian sepertiga kiri bawah yang terkena cahaya kuat matahari yang menerobos masuk melalui atap rumah. Komposisi tersebut terkesan dinamis dengan ditempatkannya kursi pada bagian sepertiga kiri bawah sebagai point of interest, yang mana langsung menggiring mata penikmat foto untuk memahami suasana yang tergambarkan pada frame tersebut.
Makna Konotasi Dalam foto tersebut digambarkan ruang tamu dalam sebuah rumah lengkap dengan perabotnya yang terkena serangan abu vulkanik dan ada seorang warga yang memasuki rumah tersebut. Tampak pada gambar seorang warga memasuki rumah tersebut dan melihat ke arah perabot rumah, dimana mengesankan kerusakan yang diakibatkan oleh bencana letusan Gunung Merapi. Tampak pada foto, seorang warga memasuki rumah yang terkena terjangan abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi. Masyarakat Jawa mengenal adanya prinsip kerukunan, yang mana prinsip itu sendiri bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis. Berkaitan dengan peristiwa letusan Gunung Merapi, kata rukun itu sendiri memiliki arti bersatu untuk saling membantu. Dengan adanya prinsip rukun pada masyarakat Jawa berusaha untuk saling bahu-membahu bekerjasama untuk membantu tetangga yang kesulitan. Warga yang selamat berusaha membantu warga lain yang terkena dampak letusan merapi yang lebih parah. Membantu mengevakuasi warga selamat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
yang menjadi korban terjangan abu vulkanik, menyelamatkan harta benda warga yang masih bisa digunakan, dan memindahkan hewan ternak milik warga yang selamat. Menomorduakan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama merupakan ciri dari masyarakat Jawa. (Magnis-Suseno, 1991:39). Dalam perspektif masyarakat Jawa, rumah memiliki makna yang lebih dari sekedar tempat bernaung dan berkumpulnya keluarga. Dalam bahasa Jawa rumah disebut dengan wisma, yang merupakan simbol harkat, martabat, dan lambang kesempurnaan sebagai manusia, khususnya bagi kaum adam atau laki-laki. Karena menurut orang Jawa, wong urip iku mung mampir ngombe (hidup manusia itu cuma mampir minum) yang mana minum untuk menghilangkan rasa haus, dalam artian manusia hidup hanya sementara di dunia ini. Rumah sebagai tempat yang cukup untuk berlindung dari panas dan hujan. Masyarakat Jawa tradisional memiliki kepercayaan yang berkaitan dengan universal antara peristiwa-peristiwa di dunia dan kekuasaan-kekuasaan alam supranatural. Dimana dalam pandangan Jawa, rumah yang menjadi tempat tinggal manusia harus menempati tempat yang tepat, pencapaian tempat bergantung dari keberhasilan usaha-usaha, pemenuhan keinginan-keinginan, pemuasan kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri. Menempati tempat yang salah akan mengganggu keselarasan dunia supranatural yang seperti dipercayai masyarakat Jawa yang mana akan mengganggu kekuatankekuatan angker yang dapat membahayakan dan mengganggu ketentraman. Maka dari itu, manusia berkepentingan untuk menempati tempatnya yang tepat, karena keselamatannya tergantung dari apakah manusia itu menemukan tempatnya dan tetap tinggal pada tempat tersebut. (Magnis-Suseno, 1991:93). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Bagi penduduk desa di lereng Gunung Merapi, tanah tempat tinggal mempunyai hubungan erat dengan pemiliknya beserta keluarganya. tanah yang jelek dan angker mempengaruhi keadaan kesehatan, ekonomi, hubungan sosial orang yang menempatinya. biasanya hai itu ditandai dengan kondisi penghuni tempat tinggal yang sering sakit-sakitan, suka bertengkar dengan sesama anggota keluarga atau masyarakat sekitar, kesulitan dalam mencari jodoh, dan bagi yang memiliki ladang pertanian akan mengalami gagal panen. Sebaliknya jika warga menempati tanah yang baik tentunya akan berdampak baik bagi yang menempati tanah tersebut seperti selalu mendapatkan keberuntungan, kesejahteraan, dan keselamatan hidup. Penduduk desa di lereng Gunung Merapi mempunyai kepercayaan bahwa menentukan arah hadap suatu bangunan tempat tinggal membawa pengaruh terhadap keselamatan dan kesejahteraan pemiliknya dan keluarganya. Penghindaran arah bangunan agar tidak menghadap Gunung Merapi dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan bagi pemilik bangunan. Misalnya, bagi warga yang tinggal di lereng selatan Gunung Merapi, warga kebanyakan mendirikan rumah menghadap ke arah selatan atau menghadap ke arah jalan desa, agar supaya arah bangunan tidak menghadap Gunung Merapi. Rumah tempat tinggal yang menghadap ke arah Gunung Merapi bagi warga sekitar dianggap sebagai rumah yang angker, karena pemiliknya dianggap tidak menghormati, menantang, dan menyediakan rumahnya sebagai tempat tinggal makhluk halus yang menghuni Gunung Merapi. (Triyoga, 2010:98). Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan kamera dari jarak tertentu
yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dengan sudut pandang gambar yang luas serta terlihat kedalaman ruang mampu menampilkan suasana keadaan rumah yang terkena terjangan abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi. Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari yang masuk menerobos bagian atap rumah yang rusak karena terjangan abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi sehingga adanya cahaya yang tidak merata yang mengakibatkan adanya bayangan gelap berwana hitam pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari tersebut. Hal tersebut sama halnya dengan kehidupan manusia yang memiliki dus sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap. Sisi terang adalah pengaruh sisi baik dari pencarian akan nilai-nilai luhur spirituil dalam kehidupan manusia, sedangkan sisi gelap adalah sesuatu kenyataan adanya pengaruh nafsunafsu dalam diri manusia yang tidak bisa dikendalikan. Nafsu-nafsu dianggap sebagai perasaan kasar dan tidak baik. Jaka manusia dikuasai oleh nafsu berarti dia membiarkan dirinya dikuasai dari luar kesadarannya, memboroskan kekuatan batinnya, dan menimbulkan kesan yang kurang baik bagi yang melihatnya. Manusia yang dikendalikan oleh nafsunya tidak dapat menyesuaikan diri dengan tata-aturan yang ada dalam norma-norma kehidupan. Manusia hendaknya berusaha untuk menumpulkan dorongan-dorongan hati dan kecondongancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
kecondongan naluriah agar tidak dikuasai oleh nafsunya. Selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan batin dan menunjukan diri untuk selalu tenang, halus, terkontrol, rasional dan berkepala dingin. (Magnis-Suseno, 1991:123). Korpus 3
Caption: Satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI menyusuri tepian Kali Gendol saat evakuasi lanjutan di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (11/11). Sebagai salah satu kendaraan segala medan Heglun sangan berguna untuk membantu tim SAR dalam operasi evakuasi korban erupsi Merapi. Wihdan Hidayat/Antara Maksa Denotasi Foto tersebut menggambarkan suasana evakuasi lanjutan dengan menggunakan satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI di tepian Kali Gendol yang mana menggambarkan betapa hancur leburnya tanaman-tanaman yang berada di tepian Kali Gendol tersebut, sehingga tidak memungkinkan kendaraan commit to user biasa untuk melintasi wilayah tersebut, seperti yang dijelaskan pada caption foto
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu “Sebagai salah satu kendaraan segala medan Heglun sangan berguna untuk membantu tim SAR dalam operasi evakuasi korban erupsi Merapi” di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis (11/11). Evakuasi lanjutan yang melibatkan kendaraan segala medan tersebut yang mana bertujuan untuk mencari korban-korban yang masih tertinggal atau tertimbun oleh tumpukan tanah atau bangunan pasca erupsi Merapi. Karena dahsyatnya letusan yang dihasilkan sehingga menghancurkan segala macam benda akibat terjangan abu vulkanik, Digambarkan dalam foto tersebut, satu kendaraan Heglun milik PMI dengan tujuh orang sukarelawan yang melintasi hamparan padang pasir yang merupakan tepian Kali Gendol, banyaknya batang pohon yang hancur akibat terjangan abu vulaknik, dan satu pohon yang masih berdiri dengan kokoh. Hagglen ialah kendaraan dengan dua bagian terpisah, beroda rantai yang mampu membawa hingga 17 orang untuk digunakan di segala medan. Nama sebenarnya dari kendaraan tersebut adalah Hägglunds yang diambil dari nama perusahaan pembuat kendaraan tersebut, atau nama lainnya adalah Bandvagn 206 yang disingkat menjadi BV 206. Awalnya kendaraan tersebut dibuat untuk transportasi pasukan militer dan logistik di Swedia Utara yang merupakan daerah bersalju. Kemudian saat ini kendaraan tersebut dikembangkan dan diproduksi massal untuk keperluan swasta dengan berbagai macam varian yang pada umumnya untuk kendaraan pemadam kebakaran, pengawas hutan, serta kendaraan di daerah bersalju dan di rawa-rawa. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara foto jurnalistik, foto tersebut di nilai kurang memenuhi standart karena kurang adanya kesamaan antara yang terekam dalam gambar dengan caption foto yang menyertainya. Pada kalimat pertama caption foto menyebutkan "Satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI menyusuri tepian Kali Gendol saat evakuasi lanjutan di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (11/11)", namun dalam foto tersebut warna langit yang mendominasi lebih menarik pembaca karena dengan warna birunya yang cerah. Maka yang terjadi ketika pembaca melihat foto tersebut kesan yang di dapat pertama kalinya adalah langit biru yang cerah bukan kendaraan yang seadang menyusuri tepian Kali Gendol saat evakuasi. Caption foto diharapkan mampu menggiring mata untuk kembali melihat foto, dimana caption yang menghembuskan nafas untuk menghidupkan foto dengan memberikan pendalaman akan sebuah peristiwa. Ia mempertemukan foto dengan konteksnya dan membantu pembaca memahami cerita yang ada di balik foto. (Wijaya, 2011:42) Komposisi foto atau susunan foto secara teknik menggambarkan situasi evakuasi lanjutan di tepian Kali Gendol, di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, dimana satu kendaraan Heglun (amfibi) milik PMI berada pada titik sepertiga teknik pengambilan gambar dalam fotografi. Secara gambar fokus foto tersebut satu kendaraan Heglun yang menjadi inti dari cerita dalam foto tersebut mengenai evakuasi lanjutan pasca letusan Gunung Merapi. Teknik pemotretan tersebut menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa wide, dengan sudut pandang yang sangat luas atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
bisa juga disebut dengan long shot, sehingga gambar terkesan luas dan mampu menyuguhkan suasana panorama dari lokasi evakuasi tersebut. (Alwi, 2004:45). Pengukuran cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara ukuran diafragma dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat cahaya yang seimbang dalam foto agar tidak terkesan over exposure atau under exposure, sehingga warna langit yang biru dapat terekam pada frame tersebut. Dalam frame ini pencahayaan menggunakan pencahyaan alami yang berasal dari cahaya matahari, tanpa menggunakan alat bantu penghasil cahaya yang biasa disebut flash atau blitz sehingga dapat menyajikan kekuatan cahaya alami yang indah dalam fotografi. Dalam frame tersebut digambarkan suatu kekontrasan atas peristiwa alam, dibalik birunya langit yang cerah dan hangat berlawanan dengan keadaan yang ada dipermukaan, dimana debu dan pasir mendominasi, dengan kata lain alam bisa menjadi tempat yang mengerikan jika suatu bencana terjadi. (Alwi, 2004:45).
Makna Konotasi Dalam foto menggambarkan kegiatan evakuasi yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) menggunakan kendaraan segala medan, Heglun (amfibi) di tepian Kali Gendol, di Desa Ngancar, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Gambar diatas diambil menggunakan metode ”long shot” dengan komposisi sepertiga dalam pemotretan yang dihasilkan berupa perwujudan kecil namun terlihat dengan mata gambaran suasana yang luas. Hal ini dikarenakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode tersebut digunakan oleh fotografer untuk menggambarkan luasnya pemandangan yang sebenarnya dan ingin menghasilkan frame dengan sudut pandang yang luas juga. (Alwi, 2004:45). Seperti halnya yang dituliskan di Kompas.com, warna biru memiliki arti: kesetiaan, ketenangan, sensitif dan bisa diandalkan. Biru memiliki arti stabil karena merupakan warna langit. Meski langit kelabu dan akan hujan, tetapi di atas awan-awan itu warna langit tetaplah biru. (Anna, Kompas.com, 9 Oktober 2008). Warna biru yang terlihat dominan pada gambar tersebut memiliki makna yang mempertegas bahwa keadaan sudah aman kembali seperti sedia kala. warna biru yang mana dapat menimbulkan perasaan tenang dan dingin, melahirkan perasaan sejuk, tentram, hening dan damai, memberi kenyamanan dan perlindungan. Warna biru yang kuat bisa merangsang kemampuan intuitif dan memudahkan dalam meditasi. Masyarakat Jawa selalu berusaha menjaga ketentraman, ketenangan, kesejahteraan dan keseimbangan dunia yang mana merupakan sifat pribadi Jawa yang baik. (Endraswara, 2003:39) Alam bagi masyarakat Jawa merupakan tempat yang angker, mengerikan dan menakutkan, tempat kebuasan, kekacauan yang penuh bahaya, penuh dengan roh-roh yang tidak dikenal. Alam dijadikan tempat bagi orang yang bertapa, untuk mencari kesaktian sehingga bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh alam tidak dapat mengancamnya, maka dari itu alam merupakan tempat tinggal sementara dan tempat untuk membuktikan diri. Hutan bagi masyarakat Jawa adalah wilayah yang dibabad untuk memperoleh tanah yang memberi berkat bagi umat manusia. Hutan yang pada dasarnya adalah tempat bagi roh-roh dan binatang-binatang buas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
yang bukan merupakan tempat bagi manusia. Sehingga manusia membudidayakan alam untuk menjadi tempat yang layak untuk dihuni.(Magnis, 1991:131). Bencana letusan Gunung Merapi bagi masyarakat Jawa kental dikaitkan dengan apa yang terjadi pada alam supranatural. Masyarakat, alam, dan alam supranatural bagi masyarakat Jawa adalah sebagai satu kesatuan, yang dipercayai bahwa semua peristiwa alam empiris berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam metempiris (gaib). Masyarakat adan alam berada dalam satu sisi yang sama dan berkaitan dengan alam supranatural, seperti sisi sebelah luar dan sisi sebelah dalam. apa yang terjadi pada sisi realitas yang lain memiliki kecocokan yang sama pada sisi satunya. Oleh karena itu, manusia tidak boleh bertindak gegabah seolah-olah permasalahan pada manusia hanya terbatas pada dimensi sosial dan alamiah, namun masih ada dimensi non-alamiah (gaib), sehingga tidak terjadi benturan-benturan dengan kekuatan supranatural yang merupakan kekuatan alam murni. Satu-satunya cara untuk menghindari benturan tersebut adalah belajar dari pengalaman. Orang-orang Jawa tradisional belajar melalui pengalaman yang berkaitan dengan sikap-sikap apa yang membawa celaka dan sikap yang membawa slamet. (Magnis-Suseno, 1991:90) Masyarakat Jawa percaya bahwa Gunung Merapi merupakan keraton makhluk halus yang mempunyai tata cara atau sopan santun yang harus ditaati oleh setiap penduduk yang tinggal disekitar lereng gunung tersebut. Pelanggaran terhadap tata cara atau kesopanan tersebut akan menimbulkan malapetaka yang tidak hanya oleh pelanggarnya saja, tetapi juga berdampak bagi seluruh warga desa yang berada di sekitar lereng gunung teraktif di Pulau Jawa tersebut. Ada commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pantangan-pantangan yang harus dihindari masyarakat jika ingin mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan yaitu, pantangan merumput, menebang pohon dan memindahkan benda-benda yang ada di tempat-tempat angker, bercocok tanam dan mendirikan bangunan di atas pasir dan batuan vulkanik yang merupakan tempat kesenangan bagi makhluk halus penghuni Gunung Merapi, mendirikan rumah tempat tinggal ke arah gunung yang dianggap menantang penguasa penghuni Gunung Merapi dan masih banyak pantangan-pantangan lainnya yang harus ditaati penduduk setempat. Jika Gunung Merapi meletus, mengeluarkan lahar besar, hujan abu, hujan es, hujan air, dan material lainnya, penduduk setempat pantang mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan keadaan Merapi saat itu karena tidak diperkenankan oleh penguasa Merapi. Pantangan biasanya disampaikan kepada penduduk oleh leluhur yang telah meninggal dunia atau makhluk utusan penguasa Merapi melalui mimpi. (Triyoga, 2010:101). Foto tersebut adalah keseluruhan gambar yang menceritakan suasana evakuasi lanjutan untuk menemukan korban dari bencana alam letusan Gunung Merapi yang dilambangkan dengan perwujudan kecil sebuah kendaraan segala medan Huggle (amfibi) dengan beberapa orang relawan yang berada diatasnya yang tersusun dengan rapi dan harmonis dalam frame tersebut. Manusia merupakan bentuk kekuatan kecil yang tiada bandingannya dengan alam, alam bisa menjadi sangat ganas apabila manusia tidak menjaganya, maka dari itu manusia harusnya bisa menjaga alam dengan baik sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dengan alam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
Korpus 4
Caption: Beberapa pengungsi kembali berpindah menuju tempat lebih aman menggunakan kendaraan truk saat melintas di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah, Jumat (5/11/2010). Wihdan Hidayat/Antara Makna Denotasi Foto tersebut menggambarkan suasana pengungsi yang kembali berpindah menuju tempat lebih aman. Hal tersebut seperti tertuliskan dalam caption foto yaitu “Beberapa pengungsi kembali berpindah menuju tempat lebih aman menggunakan kendaraan truk saat melintas di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah, Jumat (5/11). Dalam pada foto tersebut digambarkan satu truk pengangkut muatan dengan bak penuh dengan pengungsi yang akan berpindah menuju ke tempat yang lebih aman dalam kondisi hujan. Perpindahan tersebut disebabkan karena daerah rawan bencana yang diperluas kembali karena stastus aktifitas dari Gunung Merapi yang terus meningkat. Hal ini dilakukan demi keselamatan penduduk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
sekitar lereng Gunung Merapi yang berada di pos pengungsian yang sebelumnya dengan jarak terdekat dari wilayah letusan Gunung Merapi agar tidak bertambahnya korban dari bencana alam tersebut. Pada foto tersebut diperlihatkan pengungsi yang menggunakan masker (penutup wajah) dan payung yang mana bertujuan agar tidak terkena hujan dan debu abu vulkanik yang berasal dari letusan Merapi, seperti yang terlihat pada deretan rumah yang menjadi background tampak berwarnaa abu-abu karena tertutup abu vulkanik.. Payung merupakan alat pelindung badan agar tidak terkena panas sinar matahari atau hujan, biasanya payung terbuat dari kain atau kertas yang diberi tangkai dan dapat dilipat-lipat. Fungsi payung selain sebagai alat pelindung juga sebagai tanda kebesaran/derajat seseorang. Truk merupakan kendaraan besar dengan bak terbuka atau pun dengan bak tertutup (boks), yang biasa digunakan untuk mengangkut muatan barang. Pada umumnya bagian bak dari truk bisa menampung segala jenis barang dengan kapasitas yang besar. Komposisi foto atau susunan dalam foto ini menggambarkan suasana pengungsi yang kembali berpidah menuju tempat lebih aman dengan menggunakan truk di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah. Dimana secara gambar, fokus dari foto tersebut adalah truk pengangkut muatan yang penuh dengan pengungsi di bagian tengah pada foto. Sebagai latar pada frame tersebut adalah deretan rumah-rumah warga yang dilalui oleh truk pengangkut muatan pengungsi tampak kabur atau out of focus. Teknik pemotretan pada foto ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horisontal, menggunakan lensa tele, dengan sudut pandang yang diperbesar karena jauhnya objek dari si fotografer biasa disebut long shot. Sesuai dengan prinsip dari lensa tele itu sendiri, mendekatkan yang jauh, sehingga mampu menyuguhkan gambar dengan lebih dekat dan terseleksi secara focus serta mata dari penikmat foto dapat langsung tertuju pada point of interest pada frame tersebut. Pada foto tersebut juga menggunakan metode panning, dimana fotografer mengambil gambar dari objek yang bergerak dengan mengikuti arah gerakan dari objek tersebut, sehingga menampilkan efek kabur pada latar belakang dari gambar tersebut. (Sugiarto, 2006:162) Pengukuran dari cahaya dalam foto tersebut menggabungkan antara ukuran diafrgama dan speed yang dikomposisikan sedemikian rupa untuk membuat cahaya yang seimbang yang tida terkesan over exposure atau under exposure. Dalam frame ini teknik pencahayaan tetap menggunakan pencahayaan alami dari sumber cahaya matahari, tanpa menggunakan alat bantu penghasil cahaya atau biasa disebut flash atau blitz, sehingga gambar yang disajikan terkesan natural dan apa adanya, pengambilan gambar tersebut dilakukan siang hari. (Alwi, 2004:45). Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode sepertiga dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan ditempatkannya truk pengangkut muatan yang berisi pengungsi dengan pada bagian sepertiga tengah, penempatan tersebut cukup mampu menyita pandangan penikmat foto yang melihat foto ini, meskipun dalam teknik pengambilan foto menggunakan teknik panning dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
fotografi, sehingga komposisi tersebut terkesan sangat dinamis dengan adanya efek kabur atau out of focus pada background dalam gambar tersebut. (Sugiarto, 2006:162)
Makna Konotasi Foto tersebut menggambarkan truk muatan yang mengangkut para pengungsi yang berpindah mencari tempat yang lebih aman saat melintas di ruas jalan Muntilan-Magelang, Jawa Tengah. Pada umumnya truk digunakan untuk mengangkut barang, dalam kondisi darurat seperti evakuasi pengungsi truk digunakan untuk mengangkut manusia. Pada foto diperliahatkan pengungsi yang menaiki truk menggunakan payung sebagai pelindung agar tidak terkena hujan dan abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Merapi. Payung dengan fungsi utama adalah sebagai alat pelindung dari sinar matahari yang terik dan air hujan agar tidak mengenai tubuh. Namun di beberapa daerah di Indonesia, payung juga punya arti sebagai tanda pangkat jabatan atau simbol derajat seseorang di masyarakat. Seorang raja jika sedang bepergian atau keluar dari istana juga selalu menggunakan payung. adapun tujuannya adalah selain untuk melindungi agar tidak terkena sinar matahari juga agar bayangan tubuh sang raja tidak muncul dan terlihat serta terinjak oleh pengiringnya, terutama pada bagian kepala. Karena raja adalah orang yang mendapat kehormatan paling tinggi. Pada jaman dulu payung juga digunakan untuk melakukan berbagai macam ritual dan upacara tradisional. Bahkan hingga saat ini di Bali payung masih digunakan untuk menjalankan ibadah dan upacara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
adat yang dilakukan secara bersama-sama di pura atau tempat suci. Sementara untuk daerah Jawa, ketika ada orang meninggal dan mau dimakamkan juga menyertakan payung dengan tujuan agar orang yang meninggal tersebut bisa mendapat keteduhan ketika harus menjalani kehidupan di alam yang lain. (http://www.imagebali.net) Bagi penduduk sekitar lereng Gunung Merapi baru akan mengungsi ketika mendengar suara yang yang dihasilkan oleh bunyi kentongan bambu yang ada di setiap desa di sekitar lereng Gunung Merapi. Mereka mencari tempat perlindungan ke desa-desa yang berada di bawah kaki Gunung Merapi atau menuju jalan raya untuk mencari kendaraan yang akan mengangkut mereka menuju tempat aman. Biasanya pemerintah setempat menyediakan tempat untuk menampung para pengungsi. Mereka ditampung di barak-barak pengungsian bencana alam, sekolah-sekolah, kantor-kantor pemerintah, dan tempat-tempat aman yang dapat digunakan untuk menampung para pengungsi. Penduduk di sekitar lereng Gunung Merapi mempunyai kepercayaan kuat desa mereka selalu akan terbebas dari amukan Gunung Merapi. Mereka merasa lebih aman dan tentram tinggal di desa daripada tinggal di kota. Kehidupan di kota, menurut mereka jauh lebih berbahaya dan mengandung resiko terancam jiwa karena kejahatan, kecelakaan lalu lintas, tekanan batin, dan petaka lainyang cenderung banyak terjadi dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya, hidup di lereng Merapi dianggap beresiko kecil dan menguntungkan. Letusan Merapi meskipun dianggap berbahaya tetapi hanya terjadi secara periodik dalam jangka waktu yang relatif cukup lama dan dapat diramalkan secara relatif pasti. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
Masyarakat lereng Gunung Merapi percaya bahwa, para roh leluhur yang bersemayam di Gunung Merapi dianggap selalu menolak amukan Merapi terhadap desa mereka. Bahkan mereka berkeyakinan, para roh leluhur itu dapat dimintai bantuannya jika mereka dilanda kesulitan. Masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi baru akan mengungsi jika letusan Merapi telah mencapi desa dan dianggap dapat membahayakan jiwa. Menurut kepercayaan mereka biasanya baru akan melakukan pengungsian jika sudah mendapat perintah dari roh para leluhur sebelum Gunung Merapi meletus. perintah yang diberikan oleh roh para leluhur biasanya disertai cara-cara untuk menyelamatkan diri selama pengungsian berlangsung. Perintah tersebut diberikan melalui juru kunci Gunung Merapi atau warga pada masing-masing desa yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh para leluhur. (Triyoga, 2010:124). Ciri khas dalam pandangan dunia Jawa ialah bahwa manusia tidak dibenarkan mau meninggalkan dunia. Dengan kata lain, manusia tidak boleh mengikat diri dengan dunia, tetapi jangan pula menarik diri dari dunia. Harusnya manusia bisa menerima apa yang terdapat di dunia, tidak hanya lingkungan dalam jangka yang sempit, tetapi dalam jangka yang luas. Apa yang terjadi di dunia ini bukan untuk dihindari tetapi di terima dengan berbagai macam kondisi dan solusi. (Magnis-Suseno, 1991:145). Masyarakat yang hidup di lereng Gunung Merapi menganggap desa mereka sebagai tanah pusaka, warisan leluhur yang harusnya di jaga selamalamanya. Masyarakat Jawa memegang falsafah hidup mengenai tanah desa, yaitu sadumuk bathuk sanyari bumi dak bela pati yang berarti, setiap jengkal tanah commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan dipertahankan sampai mati. Dan ada pula alasan lain yang dipakai untuk tidak meninggalkan desa, wong nguyuh ora bakal nguyuhi awake dhewe yang artinya, jika merapi meletus, niscaya letusannya tidak mengenai tubuh merapi atau desa-desa yang berada di lereng lerengnya. Maka dari itu masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi tidak pernah menanggapi ajakan pemerintah untuk melakukan transmigrasi atau pun bedhol desa. (Triyoga, 2010:125). Pada foto tersebut diperlihatkan latarbelakang dari truk pengangkut tersebut berupa deretan rumah penduduk berwarna keabu-abuan yang disebabkan oleh guyuran hujan yang bercampur dengan abu vulkanik letusan Gunung Merapi. warna abu-abu memiliki arti kuno, kotor, lemah, kehabisan energi dan lamban. Namun warna abu-abu merupakan termasuk golongan warna netral atau seimbang yang mana merupakan warna alam. warna ini banyak digunakan pada alat-alat elektronik,
kendaraan
dan
perangkat
dapur.
(Dean
Martin
Saerang,
http://www.ideaonline.co.id, 28 Agustus 2009) Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan kamera dari jarak tertentu
yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dalam frame tersebut juga dikombinasikan dengan teknik panning, yang mana dengan menggunakan teknik tersebut bias commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghasilkan gambar dengan efek gerak. Teknik tersebut merupakan salah satu cara kreatif untuk menghasilkan gambar dengan efek gerak. Fotografer bermaksud menggambarkan suasana jalannya perpindahan pengungsi yang menggunakan truk pengangkut yang berjalan dengan cepat agar supaya sampai pada lokasi pengungsian yang lebih aman dalam keadaan yang genting pada saat bencana letusan Gunung Merapi tersebut. (Sugiarto, 2006:162). Foto tersebut menceritakan bagaimana suasana evakuasi pengungsi yang harus berpindah-pindah mencari lokasi yang aman bagi keselamatan jiwanya. Dalam pandangan masyarakat Jawa, manusia harusnya mencari tempat yang tepat demi keselamatan dirinya. Jika salah dalam menempati suatu tempat maka keselamatan yang menjadi taruhannya. Dalam foto tersebut digambarkan pengungsi rela berdesak-desakan di atas truk pengangkut demi mencapai tempat yang aman bagi keselamatan jiwa mereka. (Magnis-Suseno, 1991:93). Korpus 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
Caption: Seorang bocah bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Selasa (9/11). Hingga Selasa (9/11/2010) jumlah pengungsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta telah mencapai lebih dari 320.000 jiwa. Ismar Patrizki/Antara Makna Denotasi Foto tersebut menggambarkan banyaknya jumlah pengungsi yang berada di posko pengungsian dan seorang bocah (anak) yang bermain di tumpukan pakaian dengan gembiranya seperti yang tertulis dalam caption dari foto tersebut yaitu “Seorang bocah bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Selasa (9/11). Hingga Selasa (9/11/2010) jumlah pengungsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta telah mencapai lebih dari 320.000 jiwa.”, dimana dalam foto tersebut digambarkan banyaknya jumlah pengungsi dengan tumpukan baju yang menjadi tempat untuk bermain anak tersebut. Hal tersebut seperti apa yang disampaikan dalam keterangan foto tersebut pada kalimat kedua bahwa jumlah pengungsi yang mencapai lebih dari 320.000 jiwa. Komposisi foto atau susunan foto dengan sebagian besar adalah penggambaran dimana seorang anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas di posko pengungsian, dengan lebih dari sepertiga bagian dari foto tersebut adalah latarbelakang. Secara gambar fokus dari frame tersebut berada pada anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas yang berada hampir di sepertiga bagian frame foto tersebut. Sebagai latar dari frame tersebut adalah tumpukan pakaian bekas to user yang memenuhi hampir 2/3 bagiancommit pada foto.
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
Teknik pemotretan gambar ini menggunakan variasi pengambilan gambar yang diambil secara horizontal, menggunakan lensa wide dengan sudut pandang yang sangat luas atau juga biasa disebut long shot sehingga gambar terkesan luas dan mampu menyuguhkan suasana tempat bermain anak di posko pengungsian tersebut. (Sugiarto, 2006:15) Dalam pengukuran kecepatan atau speed dari gambar tesebut tidak begitu kental mempengaruhi gambar, dalam menentukan cahaya dalam frame ini. Speed dipadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang pas dan seimbang, sehingga foto tidak over exposure atau under exposure. Kontras arah cahaya yang diterapkan dalam gambar tersebut menggunakan main light cahaya alami yang berasal dari cahaya matahari dan pengambilan gambar dilakukan pada siang hari. Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode pembagian sepertiga dalam dalam pemotretan. Hal tersebut terlihat dengan ditempatkannya anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas pada hampir serpertiga kiri bagian bawah pada foto tersebut. Penempatan anak tersebut cukup mampu menyita pandangan penikmat foto yang melihat foto ini, karena anak tersebut menjadi satu-satunya point of interest dalam foto tersebut sehingga menjadikan komposisi dalam frame tersebut terkesan dinamis. Makna Konotasi Dalam foto tersebut terlihat kegiatan seorang anak yang bermain di tumpukan pakaian bekas di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Tampak pada gambar ekspresi ceria dari pengungsi anak yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
bermain ditumpukan pakaian bekas tersebut. Masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi mengungsi pada saat yang sangat dekat dengan letusan Gunung Merapi sehingga pada saat para pengungsi menuju posko-posko yang telah disediakan sebagai tempat yang digunakan untuk penampungan para korban bencana alam tersebut hanya membawa keluarganya dan sedikit dari harta benda mereka. Oleh karena itu tumpukan pakaian adalah merupakan hasil sumbangan yang dikumpulkan dari para dermawan yang membantu korban bencana alam letusan Gunung Merapi tersebut. Sebagai homo ludens manusia gemar bermain atau bercengkerama. Bagi orang dewasa bermain adalah rekreasi, tetapi bagi anak-anak adalah sebagian dari proses belajar ( Wijaya dalam Sobur, 1996:106). Meskipun menurut pandangan orang dewasa permainan yang dimainkan oleh anak-anak sangat berbahaya tetapi bagi anak hal ini merupakan sesuatu yang menarik. Bagi masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi mengungsi untuk menghindari bahaya letusan Gunung Merapi bukan menjadi hal yang baru, karena letusan gunung api teraktif di Indonesia tersebut sudah menjadi peristiwa periodic yang dapat ditentukan dalam jangka waktu. Bagi mereka letusan Gunung Merapi bukan sebagai ancaman yang menakutkan, bagi mereka merupakan suatu berkah yang diberiakan oleh roh-roh penguasa gunung tersebut, kerena setelah setelah itu kehidupan akan menjadi lebih tenang dan baik. Maka dari itu mereka harus bisa merelakan atas apa yang terjadi pada desa, tempat tingga, dan harta benda mereka serta menyembunyikan segala duka. Masyarakat Jawa mempunyai suatu keutamaan yang sangat dihargai yaitu mampu untuk memperkatakan hal-hal yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
yang tidak baik secara tidak langsung, berita yang tidak enak, hal-hal yang tidak disenangi, keadaan duka untuk tidak langsung diekspresikan agar tidak membawa situasi yang buruk bagi individu-individu yang lain. Walaupun seseorang diliputi kesedihan yang mendalam dan apabila mendapat kunjungan dari orang yang dibenci, ia diharapkan tersenyum dan bergembira. Pada umumnya orang Jawa yang sopan adalah menghindari keterusterangan yang serampangan. (MagnisSuseno, 1991:43). Nasib anak-anak dalam keluarga selama mereka belum mendapat penghasilan sendiri masih menjadi tanggung jawab orang tuanya. Bahkan walaupun anak sudah berkeluarga sendiri, jika mendapat kesulitan, orang tua selalu siap membantu. Keluarga Jawa sebagai suatu sistem, mempunyai hubungan baik material maupun spiritual. Dalam hal ini dikatakan bahwa pendidikan dalam keluarga tidak bermaksud untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri melainkan menekankan orang yang sosial, sedangkan individualitas personal seseorang akan mewujudkan suatu dasar moril yang kuat. Orang memerlukan bimbingan dalam segala bidang. Bagi orang Jawa, keluarganya, orang tuannya, anak-anaknya, merupakan rakyat yang paling penting di dunia. Oleh karena itu mereka selalu mendapat bimbingan serta petunjuk mengenai nilai kebudayaan Jawa yang berguna bagi sosialitas mereka agar tidak menyimpang dari normanorma kebudayaan mereka. Persatuan dan kesatuan dalam keluarga merupakan sesuatu yang penting bagi keluarga Jawa. Keluarga merupakan suatu unit kesatuan yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Oleh karena itu di dalam keluarga Jawa masing-masing anggotanya harus mampu bersosialitas dengan anggotanya commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang lain, di samping harus mampu mengembangkan dirinya. Ada pepatah Jawa yaitu anak molah bapa kepradhah artinya jika anak berbuat sesuatu yang kurang baik yang terkena akibatnya tidak hanya dia sendiri, tetapi juga orang tuanya. Tega larane ora tega patine, pepatah ini menunjukkan bahwa betapapun bencinya orang tua kepada anaknya namun toh masih dalam batas-batas tertentu. Jiniwit katut artinya kalau orang dicubit kulitnya, dagingnya juga turut kena. Ini berarti bahwa jika salah satu anggota keluarga menderita berarti juga penderitaan bagi anggota lainnya. (Purwandi, 2007:187). Foto tersebut diambil dengan metode ”long shot” dengan komposisi yang dihasilkan berupa objek (point of interest) dengan perwujudan gambar dalam frame yang nampak luas. Hal ini dikarenakan kamera berada pada jarak jauh dengan objek foto. Metode ini digunakan oleh fotografer dimana dia akan menampilkan suasana bahwa lokasi tersebut terlihat luas dan semua element yang ada terekam dalam frame. (Alwi, 2004:45). Bisa dikatakan juga teknik bidikan kamera dari jarak tertentu
yang mampu memperlihatkan suatu objek secara
menyeluruh. (Nugroho, 2006:204). Dengan sudut pandang gambar yang luas serta terlihat kedalam ruang mampu menampilkan suasana dari tempat bermain anak di posko pengungsian yang terwakili secara jelas dengan tumpukan pakaian bekas yang menggunung. Foto tersebut adalah keseluruhan gambar yang menceritakan keadaan di posko pengungsian Gunung Merapi, dimana perasaan duka, sedih, gundah-gulana yang bagi masyarakat Jawa harus disembunyikan agar tidak membawa pengaruh buruk bagi individu-individu lainnya. Hal tersebut dilambangkan dengan seorang commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anak bermain di tumpukan pakaian bekas yang dengan ekspresi gembiranya. Bagi para orang tua yang anaknya ikut serta menjadi pengungsi dari bencana alam letusan Gunung Merapi haruslah menjaga rasa keceriaan dari anak tersebut. Karena anak-anak masih dalam masa perkembangan secara fisik dan yang paling utama adalah secara mental, harusnya dijaga ketenangan jiwanya untuk menghilangkan stress dan trauma dari letusan Gunung Merapi agar tidak membawa pengaruh buruk bagi masa depan anak-anak tersebut.
Korpus 6
Caption: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers di kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11). Widodo S. Jusuf/Antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
Makna Denotasi Foto tersebut memperlihatkan kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa, hal tersebut didukung dari visualisai gambar serta adanya caption foto yang menyebutkan “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers di kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11)”. Dari penggambaran dalam foto, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa berharap mendapatkan pengabulan dari Tuhan Yang Maha Esa atas doa yang dipanjatkan. Komposisi atau susunan foto dengan sebagian besar penggambaran suasana seusai berdoa yang dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan keterangan pers, dimana lebih dari sepertiga bagian frame menggambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan empat buah microphone dari empat stasiun televisi. Dan selebihnya diisi dengan latarbelakang yang merupakan kantor Kepresidenan Republik Indonesia. Fokus foto terletak di area objek tersebut dengan dukungan teknik pemotretan menggunakan bukaan diafrgma kecil yang mana menimbulkan efek ruang tajam sempit. Dimana memisahkan objek atau point of interest sebagai elemen yang fokus dan background sebagai elemen yang nampak kabur atau blur (out of focus) dalam foto. Objek atau point of interest yang ditampilkan oleh fotografer dari foto tersebut adalah kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung Merapi, sehingga memiliki sudut pandang mata yang lebih padat, namun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
menciptakan frame foto yang memiliki keseimbangan (balancing) diantara objekobjeknya. (Alwi, 2004:45). Dalam pengukuran kecepatan atau speed dari gambar tersebut tidak begitu berpengaruh pada gambar. Dalam menentukan cahaya dalam frame tersebut, speed depadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang pas dan seimbang, sehingga cahaya yang masuk kedalam frame atau cahaya yang tertangkap kamera terasa pas dan tidak terkesan over exposure maupun under exposure. Kontras arah cahaya yang diterapkan dalam gambar tersebut menggunakan main light cahaya alami yang ditimbulkan dari nyala lampu dan pengambilan gambar dilakukan did ala ruangan. (Alwi, 2004:45). Keseimbangan dalam frame tersebut sangat terlihat dan terasa, dimana pembagian ruang dengan teknik sepertiga terlihat jelas disini dan membentuk foto yang bagus. Serta pengambilan gambar dilakukan dengan metode “medium close up” dengan frame horisontal dengan lensa tele, yang membelah frame menjadi dua bagian, atas dan bawah, yang menyerupai aliran garis yang membujur dari sudut kanan atas foto menuju sudut kiri bawah foto, dengan menggunakan objek utama yang sangat kental terlihat menciptakan foto yang indah dengan komposisi yang rapi dan tertata serta mampu menyajikan gambar yang lebih padat dan detail fokus pada point of interest. (Alwi, 2004:46).
Makna Konotasi Dalam foto tersebut menggambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Gunung Merapi saat memberikan keterangan pers di kantor Kepresidenan, Jakarta. Gambar diatas diambil menggunakan metode “medium close up” dalam pemotretan, dimana memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Objek yang merupakan sosok tubuh manusia mendominasi dalam frame dan background menjadi tidak dominan. (Pratista, 2008:105). Gambar tersebut diharapkan mampu menyampaikan pesan dari gerakan yang terjadi pada bagian dada ke atas dari tubuh manusia yang menjadi point of interest pada frame tersebut sehingga dapat menyampaikan pesan kepada penikmat foto. Ungkapan rasa simpati dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para korban letusan Gunung Merapi yang dalam gambar terekam dengan mengusap wajahnya seusai berdoa bersama. Presiden adalah orang yang paling berkuasa dalam suatu negara. Dalam pandangan orang Jawa, kekuasaan menurut hakikatnya bersifat homogen, bersifat satu dan sama saja dimana pun ia menampakkan diri. Kekuasaan dalam budaya Jawa disimbolkan dengan seorang raja. Raja adalah seorang figur yang dapat memusatkan suatu takaran kekuatan kosmis (gaib) yang besar, dan merupakan seseorang yang sakti. Raja merupakan wakil atau penjelmaan Tuhan. Kekuatan kosmis seorang raja sering digambarkan sebagai sebuah lensa yang dapat memusatkan cahaya matahari ke bumi. Sakti dan tidak saktinya seorang raja juga dapat dilihat dan diukur pada besar kecilnya monopoli kekuasaan yang dipegangnya. Jadi, semakin luas wilayahnya semakin besar pula kekuatan dalam kerajaannya yang berasal dari kekuatan kosmis. Dari seorang raja yang berkuasa mengalirlah ketenangan dan kesejahteraan di daerah sekelilingnya yang terbukti commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam kesuburan tanah dari wilayah kekuasaannnya dan apabila tidak terjadi bencana-bencana alam seperti banjir, letusan gunung berapi dan gempa bumi. Jika kekuasaan seorang raja bener-benar menyeluruh maka tidak mungkin ada kekuatan-kekuatan alam yang masih bisa bergerak. Oleh karena itu kekuasaan seorang raja terlihat dalam keteraturan serta kesuburan masyarakat dan alam, jadi apabila semuanya tentram, bila tanah memberikan panen yang berlimpah-limpah, bila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian secukupnya, dan semua orang merasa puas, itu merupakan suatu keadaan yang oleh orang jawa disebut sebagai adil makmur. Keadaan yang oleh masyarakat Jawa sangat dicita-citakan yaitu tata tentrem karta raharja. (Magnis-Suseno, 1991:100). Meletakan tangan pada muka seperti mengusap muka pada bagi umat Muslim merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan ketika selesai berdoa, yang mana dengan gerakan tersebut mengharapkan pengabulan dari segala doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tangan merupakan bagian tubuh manusia yang terdiri dari dua buah dan berada di sisi kanan dan kiri tubuh manusia. Tangan tersusun atas berbagai ruas dengan sejumlah persendian dan umumnya memiliki sepuluh jari, yaitu lima jari di tangan kanan dan lima jari di tangan sisi kiri. Jari-jari tangan tersusun atas ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking dimana besar dan ukurannya berbeda-beda. Jari-jari tangan juga sebagai media untuk mencengkram, mengambil, memegang, hingga fungsi yang tak terhilangkan, sebagai indera peraba. Bahkan sebagian besar kegiatan sehari-hari seseorang tak luput dari peranan tangan. (Bertens, 1999:9) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
Setiap kebudayaan pasti memiliki aspek fundamental yakni aspek kepercayaan atau keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci, atau yang gaib. Bagi masyarakat Jawa, hidup ini penuh dengan upacara, baik upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, sampai dengan saat kematiannya; atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah, khususnya bagi para petani, pedagang, nelayan; dan upacara-upacara yang berhubungan dengan tempat tinggal, seperti membangun gedung untuk berbagai keperluan, membangun dan meresmikan rumah tinggal, pindah rumah dan lain sebagainya. Upacara-upacara itu semua dilakukan untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dalam kepercayaan lama, upacara dilakuakan dengan mengadakan sesaji atau semacam korban yang disajikan kepada daya-daya kekuatan gaib tertentu. Tentu dengan upacara ini harapan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat. (Triyoga, 2010:108). Agama yang masuk ke Indonesia khususnya yang di pulau Jawa di bawa melalui pengaruh animisme dan dinamisme. Berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan mengesakan Tuhan itu sering menjadi tidak murni oleh kerena tercampur dengan penuhanan terhadap bendabenda yang dianggap keramat, baik benda mati maupun benda hidup. Begitu juga kuburan-kuburan ataupun petilasan-petilasan, hari-hari tertentu, dipandang memiliki berkah atau juga bisa membawa kesialan. Barang-barang, benda-benda commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ataupun orang-orang keramat itu dipandang sebagi penghubung dengan Tuhan. Kaitannya dengan takdir (ketentuan baik atau buruk dari Tuhan), dalam budaya Jawa tampak telah terpengaruh oleh teologi Jabariyah sehingga terdapat kecenderungan orang lebih bersikap pasrah, sumarah, dan narimo ing pandum terhadap ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Tuhan. Namun demikian manusia juga mempunyai peluang untuk berikhtiar sesuai kemampuan yang dimiliki, dengan berdoa dan memohon pertolongan kepada Tuhan. (Triyoga, 2010:106). Foto tersebut menyiratkan suasana duka yang sedang dilanda oleh bangsa Indonesia yang mana pada frame tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusap wajahnya seusai berdoa bersama bagi para korban letusan Gunung Merapi. Dalam frame tersebut juga digambarkan bahwa Bangsa Indonesia memohon pertolangan dan ampunan dari Tuhan Yang Maha Esa atas bencana yang menimpa negeri ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
Korpus 7
Caption: Peziarah memegang nisan makam Mbah Marijan saat pemakaman di Jalan Srunen Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/10/2010). Mbah Marijan merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi. M. Risyal Hidayat/Antara Makna Denotasi Foto di atas menggambarkan suasana pemakaman Mbah Marijan yang merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi yang tervisualisasikan pada foto serta caption foto yang menyebutkan “Peziarah memegang nisan makam Mbah Marijan saat pemakaman di Jalan Srunen Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/10/2010). Mbah Marijan merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi”. Dalam caption tersebut tersuratkan peziarah memegang nisan makam Mbah Marijan pada saat pemakaman commit to user
yang
perpustakaan.uns.ac.id
113 digilib.uns.ac.id
menggambarkan peziarah kehilangan sosok Mbah Marijan serta diperkuat pada caption kedua yang menyuratkan Mbah Marijan merupakan salah satu korban erupsi Gunung Merapi. Mbah Marijan atau Mas Penewu Suraksohargo adalah seorang juru kunci Gunung Merapi, lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, 5 Februari 1927 lalu. Mbah Marijan mendapat amanah Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai juru kunci Gunung Merapi sejak tahun 1982. Pada saat letusan Gunung Merapi tahun 2006, Mbah Marijan menjadi di kenal oleh masyarakat Indonesia, karena keberaniannnya untuk tidak mengungsi dari Gunung Merapi, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk mengungsi ketika Gunung Merapi akan meletus. Pada 26 Oktober 2010, Mbah Marijan ditemukan menjadi salah satu korban letusan Gunung Merapi oleh tim SAR (Search and Rescue). Nisan adalah benda kubur yang diletakkan di bagian atas makam sebagai tanda. Bentuknya bermacam-macam sesuai dengan agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan atau sistem klasifikasi sosial yang berlaku dalam kelompok budaya masyarakat pembuatnya. Pada nisan sering dicantumkan jati diri orang yang dimakamkan, seperti nama, tanggal lahir, dan tanggal kematian. Nisan dapat ditancapkan dalam posisi tegak atau diletakkan membujur di atas makam. (Marzuki, 2009). Taburan bunga merupakan bunga tujuh rupa yang bertujuan untuk mengharumkan makam atau digunakan untuk acara adat maupun keagamaan yang terdiri dari mawar merah, mawar putih, cempaka, kantil, kenanga, melati, dan commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melati gambir. Taburan bunga biasanya digunakan sebagai elemen pelengkap pada setiap tradisi keagamaan di Indonesia. Komposisi tersebut menampilkan perpaduan antara papan nisan makam dan dua tangan kanan dari dua orang peziarah. Dimana sang fotografer menyampaikan ide dari komposisi foto ini dengan menempatkan nama Marijan pada nisan sebagai unsur yang paling dominan, dua tangan kanan pada kanan atas dan kiri atas serta kembang bunga yang ditabur pada bagian bawah foto. Fokus foto terletak pada nama yang tertera pada nisan makam, menggunakan bukaan diagfragma lebar yang mana menimbulkan efek ruang tajam sempit, sehingga nyata terlihat memisahkan foreground dan background akibat terseleksi oleh diafragma yang menimbulkan efek blur pada benda yang tidak berada di area titik fokus, sehingga seolah-olah objek utama terkesan dikelilingi oleh elemen pendukung yaitu tangan dan taburan bunga dimana akan menggiring pandangan mata khalayak atau point of interest menuju langsung kepada objek utama gambar. (Alwi, 2004:49). Dalam pengukuran speed atau kecepatan dari gambar tersebut tidak kental mempengaruhi gambar, dalam menentukan cahaya dalam frame ini, speed dipadukan dengan bukaan diafragma yang mana menghasilkan cahaya yang pas dan seimbang, sehingga foto tidak over dan tidak under. Teknik pencahayaan yang digunakan memanfaatkan cahaya alami yang dihasilkan oleh matahari sebagai sumber utama cahaya dan pengambilan gambar dilakukan pada siang hari di luar ruangan. (Alwi, 2004:45). commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keseimbangan dalam frame tersebut terasa sekali penggunaan metode pembagian
sepertiga
dalam
pemotretan.
Hal
tersebut
terlihat
dengan
ditempatkannya nama Marijan sebagai fokus utama yang berada di sepertiga bagian bawah dari foto. Penempatan nama Marijan cukup menyita pandangan penikmat foto yang melihat foto ini. Karena nama Marijan ditulis dengan menggunakan cat pewarna putih pada foto hitam putih menjadi sesuatu yang lebih dinamis untuk komposisi tersebut. (Sugiarto, 2006:57). Foreground dari foto ini adalah nama Marijan yang tertera pada nisan makam, foreground terlihat kuat karena papan nisan makam yang dominan berwarna hitam dan ditambah dengan seleksi fokus yang dihasilkan oleh diagfragma bukaan besar pada kamera. (Sugiarto, 2006:175). Pemotretan dilakukan dengan posisi vertical dan close up yang mana mampu menyajikan gambar yang lebih padat dan lebih detail pada fokus point of interest. Dengan menggunakan teknik foto hitam putih dimana foto yang dihasilkan untuk menambah kesan dramatis sehingga dapat menggambarkan suasana haru yang terdapat dalam foto tersebut. (Feininger, 1959:95)
Makna Konotasi Dalam foto tersebut terdapat sebuah nisan makam, dua tangan kanan dari dua orang serta taburan bunga tujuh rupa pada makam. Nisan adalah benda kubur yang diletakkan di bagian atas makam sebagai tanda, bisa bermacam-macam bentuknya dan menggunakan bahan yang bermacam-macam pula. Nisan telah ada sejak puluhan ribu tahun yang lalu, orang-orang primitif menggunakan sepotong commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
batu untuk menandai makam orang mati. menjadi kebiasaan bagi orang-orang primitif untuk memberikan tanda pada makam dimana bertujuan untuk menjaga agar roh jahat yang dianggap hidup dekat orang mati tidak bangun serta cara untuk memperingatkan agar orang tidak mendekati tempat dimana roh jahat tinggal. setelah berabad-abad lamanya, tujuan penggunaan nisan pada makam berubah. pada saat ini penggunaan nisan lebih kepada bertujuan untuk mengingatkan siapa yang terbaring didalam makam. Dengan bermacam bentuk nisan, saat ini orang menjadi tidak takut untuk mengunjungi makam, karena pada awalnya makam merupakan suatu tempat yang terkesan angker, yang penuh akan hal-hal gaib. Sekarang diseluruh wilayah nusantara dapat ditemukan makam dengan menggunakan nisan. (Marzuki, 2009). Tangan merupakan bagian tubuh manusia yang terdiri dari dua buah dan berada di sisi kanan dan kiri tubuh manusia. Tangan tersusun atas berbagai ruas dengan sejumlah persendian dan umumnya memiliki sepuluh jari, yaitu lima jari di tangan kanan dan lima jari di tangan sisi kiri. Jari-jari tangan tersusun atas ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking dimana besar dan ukurannya berbeda-beda. Jari-jari tangan juga sebagai media untuk mencengkram, mengambil, memegang, hingga fungsi yang tak terhilangkan, sebagai indera peraba. Bahkan sebagian besar kegiatan sehari-hari seseorang tak luput dari peranan tangan. Pada umumnya dalam budaya Indonesia, tangan kanan dan kiri memiliki peranan dan pemilahan tugas masing-nasing. Peranan tangan kanan digambarkan sebagai organ penggerak kegiatan manusia yang memiliki sifat baik seperti, makan minum, jabat tangan, mengacungkan tangan, dan sebagainya atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
difungsikan sebagai organ yang memikul berbagai kegiatan yang memiliki tatanan kesopanan, etis dan etika baik. Sedangkan peranan tangan kiri pada umumnya diartikan untuk kegiatan yang konon sedikit dalam hal yang tidak baik atau etis. Tangan dengan posisi organ sebelah kiri cenderung tidak etis atau tidak patut dipergunakan untuk makan minum, berjabat tangan, maupun hal sejenisnya yang umum dilakukan oleh peranan tangan kanan. Seperti contoh, saat kita memberikan sesuatu kepada orang dengan posisi maupun usia yang lebih tinggi daripada kita, sesuai dengan etika kita menyerahkan dengan menggunakan tangan kanan, jika dilakukan dengan menggunakan tangan kiri maka seseorang akan dikatakan melanggar etika. Oleh sebab itu lebih baik kita melakukan hal-hal yang baik dengan menggunakan tangan kanan, karena lebih menunjukan kesopanan, etis, dan etika baik. Seperti yang terlihat pada gambar dua tangan dari dua manusia memegang nisan makam, menunujukkan bahwa hal yang baik ingin disampaikan kepada seseorang meskipun orang tersebut sudah meninggal. (Bertens, 1999:9) Meskipun dengan teknik fotografi hitam putih atau black and white, pada foto tersebut warna hitam (gelap) yang lebih dominan. Dimana warna hitam secara kental memaknai suasana berkabung yang amat dalam atas meninggalnya Marijan yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi pada saat pemakaman. Dalam kehidupan sehari-hari, hitam juga difungsikan untuk menyimbolkan kesedihan akan kematian, namun tak luput juga untuk dilambangkan sebagai hal kejahatan, teror, maupun keburukan. Taburan bunga yang biasanya terdapat pada makam atau pun ada pada acara-acara ritual adat maupun keagamaan. Kembang tujuh rupa adalah kembang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
118 digilib.uns.ac.id
setaman ditambah bunga-bungaan lainnya yang berjumlah tujuh jenis. Kembang tujuh rupa yang biasa dikenal oleh masyarakat terdiri dari, mawar merah, mawar putih, cempaka, kantil, kenanga, melati, dan melati gambir. Menurut kalangan tokoh spiritual bahwa, masyarakat Jawa biasanya mensakralkan bunga atau kembang tujuh rupa digunakan sebagai sarana untuk melakukan sebuah acara ritual adat maupun keagamaan dan pelengkap dalam sesajen. Kembang tujuh rupa, dimaksudkan agar apa yang menjadi tujuan hidup manusia dapat terkabul dan terlaksana. (Pambagyo, 2010) Gambar ini diambil dengan menggunakan teknik pengambilan gambar secara “close up”, metode tersebut menyajikan komposisi yang terlihat atau nampak hanyalah objek yang difoto saja atau objek yang menjadi point of interst, pada seluruh permukaan foto atau jendela bidik. Teknik ini sangat berpengaruh besar dalam memperlihatkan ekspresi atau detail dari suatu benda. Dalam frame ini terlihat nyata metode “close up” menyampaikan makna dari foto yang mana peziarah merasakan kehilangan yang amat sangat atas meninggalnya Marijan, melalui tangan yang memegang nisan makam Marijan. Diharapkan pengambilan gambar dengan metode tersebut dapat menyimbolkan peziarah yang kehilangan anggota keluarganya yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi. Dalam frame tersebut digambarkan dua tangan kanan yang memegang nisan dari Marijan, yang tak lain Marijan adalah seorang pemangku adat atau juru kunci dari gunung merapi yang bagi warga sekitar Marijan dihormati karena dedikasi yang diberikannya untuk setia menjaga gunung Merapi. Dalam tradisi Jawa, berdasarkan penggambaran dari frame tersebut secara keseluruhan adalah commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebuah harapan untuk mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. Pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa agar tujuan hidup manusia dapat terkabul, serta agar orang yang sudah meninggal diberikan keselamatan akherat dan dilapangkan dalam kuburnya. (Pambagyo, 2010).
B. Hubungan Makna Antar Korpus Dari analisis sejumlah korpus di atas, maka dapat ditarik hubungan antar korpus satu dengan yang lainnya pada “Foto jurnalistik Letusan Gunung Merapi 2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 sebagai berikut: Seperti pada korpus 1, korpus 2 dan korpus 3, dimana ketiga korpus tersebut menyajikan penggambaran dari aspek letusan dan kerusakan pada foto jurnalistik
letusan
Gunung
Merapi
2010,
yang
dilambangkan
dengan
penggambaran Gunung Merapi ketika mengeluarkan awan panas. Yang mana awan panas tersebut menghasilkan kerusakan atas desa-desa, lahan pertanian, rumah-rumah warga dan hutan yang berada di sekitar lereng Gunung Merapi. Bencana alam letusan Gunung Merapi menjadi kerusakan yang sangat parah terhadap lingkungan sekitar lereng gunung tersebut. Selanjutnya dalam korpus 4 dan korpus 5, menggambarkan aspek evakuasi dari bencana alam letusan Gunung Merapi 2010. Penggambaran aspek tersebut digambarkan melalui korpus 4, dimana terlihat truk pengangkut muatan penuh dengan pengungsi yang berpindah menuju tempat pengungsian yang lebih aman yang diakibatkan bertambah luasnya daerah rawan bencan alam tersebut. Maka dari itu demi keselamatan jiwa para pengungsi mereka berbondong-bondong commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
berpindah ketempat yang lebih aman. Pada korpus 5, disajikan suasana pengungsi melalui penggambaran seorang anak yang bermain dengan gembira ditumpukan pakaian bekas. Dari penggambaran latarbelakang dalam frame tersebut tampak tumpukan pakaian bekas yang menggunung seolah menyiratkan banyaknya jumlah pengungsi dari bencana alam letusan Gunung Merapi. Sedangkan pada korpus 6 dan korpus 7, yang mana penggambaran dari aspek penokohan. Pada korpus 6, digambarkan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono menyatakan simpatinya dengan penggambaran kegiatan usai mengusap muka seusai berdoa bagi korban letusan Gunung Merapi. Kemudian pada korpus 7, yang mana digambarkan nisan dari juru kunci Merapi Mbah Maridjan, menyiratkan pemanjatan doa yang dilakukan oleh peziarah makan dengan memegang nisan, serta rasa kehilangan yang teramat sangat karena kehilangan anggota keluarga yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi. Serangkaian analisis korpus diatas memaknai foto jurnalistik letusan Gunung Merapi 2010 dengan kebudayaan dan kepercayaan Jawa. Yang mana bagi masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi menganggap bahwa letusan tersebut bukan sebagai ancaman atau pun becana, mereka memaknainya sebagai berkah yang diberikan dari penguasa Merapi. Meskipun mereka juga bersedih dan berduka atas kehilangan harta benda mereka atas letusan tersebut, namun mereka harus tabah dan jangan sampai mengekspresikan kesedihan mereka itu, karena setelah bencana tersebut usai lahan-lahan pertanian menjadi subur sebagai ganti yang diberikan oleh penguasa Merapi. Serta tokoh yang berduka dan tokoh yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi. commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Pemilihan dan penampilan tentang makna visual, pada dasarnya foto jurnalistik “Letusan Gunung Merapi 2010” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010 adalah cerita dari gabungan antara karya seni dan karya jurnalistik yang diangkat melalui kepekaannya sebagai seorang pewarta foto dalam melihat dan memvisualisasikan letusan Gunung Merapi 2010. Dari rangkaian foto dan caption, foto jurnalistik dalam buku tersebut yang kemudian dilakukan analisis dalam setiap aspek dari foto-foto tersebut mengenai visualisasi makna, dan pada akhirnya dapat disimpulkan mengenai makna yang terkandung dalam foto “Letusan Gunung Merapi” dalam buku foto jurnalistik Kilas Balik 2009-2010, sebagai berikut : 1. Pada korpus satu, fotografer menggambarkan suasana dari letusan Gunung Merapi dimana dengan menggunakan teknik pengambilan gambar yang bervariasi sehingga menimbulkan seleksi dalam pencahayaan sehingga warna hitam mendominasi frame tersebut. Warna hitam yang ditimbulkan menggambarkan suasana kesuraman dari letusan Gunung Merapi. 2. Pada korpus dua, dimana fotografer menggambarkan suasana sebuah ruangan dalam rumah yang terkena terjangan abu vulkanik yang commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diakibatkan oleh letusan Gunung Merapi. Secara teknik pengambilan gambar dimana pemotretan menggunakan lensa wide (lebar) sehingga terasa cocok untuk menggambarkan suasana terporakporanda ruangan tersebut. 3. Pada Korpus tiga, fotografer ingin menggambarkan suasana evakuasi, tetapi
penulis
menilai
kurang
tepat
karena
tidak
adanya
kesinambungan antara point interest dalam foto dengan caption yang menjelaskan foto tersebut. Dalam foto digambarkan wana langit biru yang menjadi daya tarik mata untuk melihat, dimana warna biru menyimbolkan bahwa Merapi sudah aman dari bencana, maka dari itu dilakukan evakuasi pencarian korban. 4. Pada korpus empat, foto tersebut menggambarkan suasana pengungsi yang berpindah menggunakan truk pengangkut menuju tempat yang lebih aman. Foto tersebut menerapkan teknik pengambilan gambar panning. Dengan menggunakan teknik tersebut penulis menilai fotografer berhasil menggambarkan suasana panik yang terjadi pada saat itu, diperlihatkan dengan truk yang bergerak dengan cepat dan efek garis pada latarbelakang truk yang ditimbulkan dari penggunaan teknik panning. 5. Pada korpus lima, dimana fotografer menggambarkan ekspresi seorang bocah yang sedang bermain di atas tumpukan pakaian di posko pengungsian. Foto tersebut menjadi menarik karena bocah yang menjadi point of interest pada foto tersebut terlihat jelas, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
dapat langsung mangarahkan mata yang melihat foto tersebut menuju point of interest. 6. Pada korpus enam, digambarkan kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika usai berdoa bersama untuk para korban letusan Gunung Merapi. Foto tersebut memiliki nilai berita yang tinggi karena tokoh yang ada pada frame tersebut merupakan orang paling penting di Indonesia. 7. Pada korpus tujuh, foto tersebut menggambarkan suasana peziarah yang merasa kehilangan atas tewasnya juru kunci Merapi Mbah Marijan yang menjadi salah satu korban dari letusan Gunung Merapi. Foto detail dua tangan kanan peziarah yang memegang nisan tersebut di tambah menggunakan teknik hitam putih agar menimbulkan kesan dramatis bagi yang melihat foto tersebut.
B. Saran 1.
Karya foto merupakan sebuah karya yang nilai karyanya subyektif, jadi dalam penelitian semiotika untuk membedah makna sebuah foto memerlukan banyak acuan serta peneliti harus rajin untuk mengumpulkan berbagai referensi yang terkait dengan bahan dan objek yang akan diteliti untuk mendapatkan kesamaan makna dan arti dengan dasar yang dapat dipercaya validitasnya.
2.
Tidak cukup dengan menggunakan sebuah teori untuk memaknai arti dari sebuah foto, maka dari itu perlu digunakan banyak teori yang dipakai oleh commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peneliti selanjutnya agar mampu mengungkap makna dalam foto-foto tersebut secara lebih mendalam dan tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal yang melatarbelakangi Biro Foto LKBN Antara dalam pemuatan foto-foto jurnalistiknya. 3.
Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum memutuskan mengambil tema yang tepat sebagai bahan penelitian, supaya dalam proses pengerjaan nantinya tidak mendapatkan hambatan yang berarti.
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Audy Mirza. 2004. Foto jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta: PT Bumi Aksara. Agung, Yuniadhi. 2006. Pengantar Fotografi Jurnalistik. Dalam diskusi “Ketika Foto Bercerita” di Balai Soedjatmoko, Solo 7 Oktober 2006. Arifin, H. Anwar. 1998. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra. Budiman, Kris. 1999. Semiotika. Yogyakarta: LKIS. D. Lawrence & Schramm. Wilbur, Azas-azas Komunkasi Antar Manusia, LP3ES, Jakarta, 1987. Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta : Jalasutra. Drajat, Ray Bachtiar. 2008. Chip Foto Video Digital Spesial, “Ritual Fotografi. Jakarta : Elex Media Komputindo. Effendy, Onong Uchjana. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Endraswara, Suwardi. 2003. Falsafah Hidup Jawa, Menggali Mutiara kebijakan dari Intisari Filsafat Kejawen. Yogyakarta: Cakrawala Fotomedia. 2001. Fokus : Foto jurnalistik (Dalam Skripsi Wawan H Prabowo). Jakarta. Fotomedia. 1994. Aretikel : Potret dan Dedikasi dan Pengorbanan Demi Sebuah Perjuangan (Dalam Skripsi Wawan H Prabowo). Jakarta. to user Fotomedia. 2003. Foto jurnalistik,commit Gabungan Gambar dan Kata. Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
Freininger, Andreas. 1985. The Complete Photographer (Dalam skripsi Wawan H Prabowo). Jakarta : Dahara Prize. Freininger, Andreas. 1959. The Creative Photographer. New Jersey: Prentice Hall. Hasby, Eddy. 2008. Foto jurnalistik. Dalam diskusi “Klinik Foto jurnalistik Kompas” di JEC Yogyakarta 31 Mei 2008. Hoy, Frank P. 1986. Photojournalism The Visual Approach. New Jersey: Prentice Hall. Ishwara, Luwi. 2007. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Motuloh, Oscar I. 2003. Foto jurnalistik Suatu Pendekatan Dengan Suara Hati. Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA. Mulyana, Deddy. 2005. lImu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nugroho, R. Amien. 2005. Kamus Fotografi. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Prihatna, Hermanus. 2003. Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA. Rambey, Arbain. 2003. Sejarah Fotografi dan Sejarah Teknologi. Jakarta : Kompas. Riana, Septine. 2009. Bahasa Tubuh, Memahami Emosi dan Pikiran Orang. Yogyakarta : Rumah Pengetahuan. Sindhunata. 2006. Mata Hati. Jakarta : Kompas Gramedia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
127 digilib.uns.ac.id
St. Sularto (ed.), 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 Tahun Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiarto, Atok. 2005. “PAPARAZZI” Memahami Fotografi Kewartawanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Sugiarto, Atok. 2006. Indah Itu Mudah, Buku Panduan Fotografi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Suprapto, Tommy. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi, Dan Peran Manajemen Dalam Komunikasi. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service). Susanto. Astrid S. 1995. Filsafat Komunikasi. Bandung : Binacipta. Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Tim Peneliti Dewan Pers, dkk. 2006. Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesi. Jakarta : Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, Dewan Pers, dan Departemen Komunikasi dan Informasi. Triyoga, Lucas Sasongko. Merapi Dan Orang Jawa, Persepsi dan Kepercayaannya. Jakarta : Grasindo Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Wijaya, Taufan. 2011. Foto jurnalistik, Dalam Dimensi Utuh. Klaten: CV. Sahabat Jurnal Marshall, Steve. and Lemanski, Jennifer. 2010. "A Semiological Analysis of Tsunami Images in Internet Fundraising Appeals by Fortune 500 Companies". All Academic Incorporated. http://citation.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/0/9/1/8/ 4/pages91841/p91841-1.php . Halaman commit to user8-9. Diakses pada 24 Maret 2012, Pukul 01.35 WIB.
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wade, Walter. 2010. "What’s The Big Picture? Idiosyncratic and Ideological Viewing Practices and the Hermeneutics of Visual Rhetoric". All Academic Incorporated. http://www.allacademic.com/meta/p403158_index.html. Halaman 2-3. Diakses pada 24 Mei 2012, pada pukul 22.30 WIB. Internet http://djohar1962.blogspot.com/2008/08/arti-warna.html Ed Zoelverdi, Letihnya Sang Mata Hati, 2008 (http://edzoelverdi.com/2008/05/30/letihnya-sang-mata-hati/) http://dwiyono17.wordpress.com/tag/filosofi-budaya-jawa/ http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Tips/Dekorasi-ruang/Mengenal-EfekPsikologi-Warna, diakses pada 1 Juni 2012, pada pukul 22.48 WIB. http://www.imagebali.net/detail-artikel/336-penggunaan-payung-untuk-hiasaninterior-dan-makna-filsafatnya.php, diakses pada 25 Mei 2012, pada pukul 20.43 WIB. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/02/11/15371612/Warna.Kelabu.Pilihanny a.Orang.Stres, diakses pada 15 Februari 2012, pada pukul 18.54 WIB. http://www.purbakala.net/open/nisan.tua.kompleks.pekuburan.islam.tuminting.ma nado, diakses pada 10 Februari 2012, pukul 02.47 WIB. http://riofernando.wordpress.com http://sabdalangit.wordpress.com, pada 3 Februari 2012, pukul 23.18 WIB
commit to user