For all gou have aone for the gifts gou have giVen For the love gou have shown in the life we are living •.. !
thank gou with the whole of rog heart
PENGARUH HORMON DAN SUHU lINGlWNGAN TERHADAP PRODUKSI SUSU, SEBUAH TlNJAUAN PlISTAKA
Oleh AN NUR SliTAN ASSIN
B. 170353
FAKUL TAS KEDOKTERAN I-lEWAN It-.STITUT PERT ANIAN BOGOR BOGOR
1985
R I N G K A SAN
Sejak lahir sampai menjelang dewasa kelamin, kelenjar mammae makin membesar untuk pada waktunya menghasilkan bentuknya yang definitif.
Setelah
dewasa kelamin tercapai, maka akibat rangsangan dari beberapa hormon yang dihasilkan oleh ovarium, bentuk dari sel-sel sekretoris dan saluran-salurannya makin man tap dan makin dewasa. Pada umumnya estrogen merangsang pertumbuhan saluran (ductuli) dari kelenjar mammae.
Bila estrogen beker ja sarna (synergestik) dengan proges-
teron, maka kedua macam hormon ini akan dapat memacu pertumbuhan alveolinya. Pertumbuhan kelenjar mammae pada taraf akhir dari kebuntingannya memerlukan hormon somatotropin dan hormon laktogen. Menurut beberapa teori yang dapat dikumpulkan, laktasi dihambat selama kebuntingan oleh adanya distensi dari uterus, oleh zat-zat yang dihasilkan oleh plasenta, oleh progesteron, oleh estrogen dan oleh pertumbuhan kelenjar mammae itu sendiri.
Teori-teori ini tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi.
berkaitan satu sama lainnya.
Di antara teori-teori yang dapat dipertahankan
ialah yang menyatakan bahwa ter jadinya hambatan laktasi selama kebuntingan ialah.oleh proses pertumbuhan kelenjar mammae. Hormon--hormon somatotropin dan prolactin memegang per an an langsung terhadap laktasi. laktasi.
ACTH secara tidak langsung berperan di dalam proses
Hormon ini mengatur kelangsungan fungsi kelenjar adrenal,
sedangkan kelenjar adrenal ini mutlak diperlukan bagi kehidupan seekor hewan agar semua alat-alat tubuhnya dapat berfungsi secara normal. thyroxin) mempunyai efek galactopoietik terhadap laktasi,
TSH (melalui sedangkan ACTH
mempunyai efek menghambat.
Pada tikus,
hormon parathyroid berkemampuan
merangsang produksi susu. Rangsangan penyusuan (suckling stimulus) mempunyai peranan penting dalam proses laktasi.
Rangsangan penyusuan akan menyebabkan dibebaskannya
hormon oxytocin yang pada gilirannya akan merangsang disekresikannya prolactin dan faktor galaktopoietik lainnya dari hipofise bagian depan yang akan membantu untuk mempertahankan laktasi.
Disamping itu oxytocin juga
merangsang myoepithelium dari alveoli kelenjar mammae yang menyebabkan susu di dalam alveoli dikeluarkan dari kelenjar mammae karena adanya kontraksi dari myoephitelium tersebut. Cekaman (stress), pada umumnya akan mempengaruhi produksi susu. Perubahan suhu yang berat akan merupakan cekaman bagi hewan-hewan yang sedang dalam keadaan laktasi.
Pada' umumnya suhu yang tinggi akan
mengakibatkan menurunnya sekresi hormon-hormon perangsang laktasi dan meningkatkan hormon-hormon yang dalam keadaan biasa menghambat laktasi. Konsumsi makanan juga menurun dalam keadaan lingkungan yang bersuhu tinggi. Dalam usaha untuk mengatur suhu tubuh, maka di dalam lingkungan dengan suhu. tinggi metabolisme tubuh juga diturunkan. menurunnya produksi susu.
Keadaan ini akan berakibat
Keadaan yang sebaliknya akan didapati bila
keadaan suhu lingkungan menurun atau rendah.
ii
PENGARUH HORMON DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKSI SUSU. SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA
OLEH
AN NUR SUTAN ASSIN B,
170353
S K RIP S I
SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR DOKTER HEWAN PADA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN. INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1985
JUDUL SKRIPSI
PENGARUH HORMON DAN SUHU LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKSI SUSU, SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA,
NAMA MAHASISWA
AN NUR SUTAN ASSIN
NOMOR POKOK
B,
170353
MENYETUJUI DOSEN PEMBIMBING
fb.-
(PROF, DR, DRH, H, SOEWONDO DJOJOSOEBAGIO)
TANGGAL
PENGANTAR
Kelenjar mammae adalah sebuah alat tubuh yang sangat menarik sekali untuk dipakai mempelajari interaksi berbagai macam hormon.
Alat tubuh ini
merupakan sebuah organ yang mempunyai kemampuan untuk mensintesa susu yang bersumberkan beragam energi di dalam tubuh.
Ditilik dari fungsinya,
kelenjar mammae merupakan satu--satunya organ di dalam tubuh mamalia yang merupakan organ sasaran (target organ) dari beragam hormon.
Disamping itu
syaraf tertentu mempunyai peranan penting dalam fungsi kelenjar mammae. Fenomena fisiologis inilah yang menarik penulis untuk mempelajari pertumbuhan dan fungsi kelenjar ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rakhmat dan karunia-Nya.
Skripsi ini disusun
berdasarkan tinjauan pustaka, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pad a Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Drh.
H.
Soewondo Djojosoebagio atas bimbingan -dan pengarahannya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna.
Namun
demikian semoga hasil ker ja ini dapat b_ermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, 31 Juli 1985. Penulis
iii
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Prabumulih, Sumatera Selatan pada tanggal :, November 1960.
Lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara.
Ayah
Nusyirwan Sutan Assin dan ibu Lucia Tupamahu. Penulis mengikuti pendidikan di S.D. Tarakanita 1 di Jakarta dari tahun 1968 sampai 1973.
Pendidikan di S.M.P. Tarakanita I dijalani dari
tahun 1974 dan lulus tahun 1976.
Tahun 1977 mengikuti pendidikan di S.M.A.
Negeri 11 Jakarta dan lulus tahun 1980. Penulis memasuki lnstitut Pertanian Bogor tahun 1980.
Tahun 1981
memilih Fakultas Kedokteran Hewan sampai lulus Sarjana Kedokteran Hewan pada bulan September 1984.
iv
DAFTAR
I S I
Teks
Halaman
RINGKASAN ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
i
PENGANTAR ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
iii
....................................................................................................
iv
DAFTAR lSI ..........................................................................................................
v
RIWAYAT HlDUP
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................................... vii
PENDAHUWAN .........................'.................................... ,.........................................
1
1. PERTUMBUHAN KELENJAR MAMMAE ..•.•.•••••..••••••..•.••••••••
5
Fase embryo dan fetus (pre-natal)
6
Fase kelahiran sampai dewasa kelamin ...•.••.••..••••••.•••
7
1. Hipofise bagian depan •••.•.•••••••.••.••••.•.••••••...•
8
2 .. Ovarium ................................................................................................
9
3. Adrenal ................................................................................................
10
..........................................................................................
11
5. Kelenjar thyroid ••••.••••••••..••..•.••.••••••••...••.•
11
Fase kehamilan (kebuntingan)
13
1. Plasenta ..................................................................
14
11. PROSES PEMBENTUKAN SUSU ..........................................................
17
Awal pembentukan susu ..............................................................
18
1. Hipofise ...............................................................................
18
2. Kelenjar adrenal.......................................
20
Mempertahankan laktasi ••••••••••••••••••••••••••••••••••••
21
1.. Hipofise ....................................................................................
22
2. Kelenjar adrenal
23
4. Testes
v
3. Kelenjar thyroid •.•.•...••.•...••..••••••••••••.•.•••••
23
4. Kelenjar parathyroid ••••••.••••••••••••••••••••••••••••
24
Peranan syaraf .............................................
24
Hambatan terhadap laktasi •••••••••••••••••••••••••••••••••
29
1. Hambatan oleh uterus .....................................
29
2. Harnbatan oleh plasenta ••••.•.••••••••...•••••••••••••••
31
3. Hambatan oleh progesteron .••••••..••.•••••.•..•.••••..•
31
4. Hambatan oleh estrogen ••••••••••••••.•.••••••••••••••.•
31
5. Hambatan oleh pertumbuhan kelenjar mammae ••••••••••••••
32
......................
33
Cekanan ....................................................
34
Perubahan suhu .............................................
35
1. Suhu tinggi
...............................................
36
2. Suhu rendah
............................................
37
KESIMPULAN ......................................................
39
DArrAH PUSTAKA ........................................................
43
Ill. PENGARUH SUHU TERHADAP PRODUKSI SUSU
vi
DAFTAR
No.
1
GAHBAR
Teks
Humus bangun estrogen dan progesteron yang memegang
Halaman
12
peranan di dalam pertumbuhan kelenjar mammae.
2
Sk6Da menunjukkan pengaruh beberapa hormon terhadap
16
pertumbuhan dan fungsi kelenjar mammae.
3
Alveolus dimana susu dibuat.
4
Tahap-tahap pengosongan
SU5U
dari alveolus.
Syaraf inguinalis (inguinal nerve) yang memegang
26
28
peranan di dalam rangsangan penyusuan (suckling stimulus).
6
Sindrom cekaman yaitu sindrom-penyesuaian-umum (General. Adaptation Syndrome; G.A.S.)
vii
30
PEN D A H U L U A N
Ditilik dari disiplin ilmu biologi, mamalia menduduki urutan terakhir di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada dasarnya kita mempunyai
kecenderungan bahwa mamalia merupakan bentuk kehidupan yang tertinggi karena rnanusia termasuk ke dalam kelas ini. sekitar 150 juta tahun yang lalu.
Kehidupan mamalia mulai nampak di bumi
Waktu selama ini memberi kesempatan yang
cukup luas bagi kelenjar mammae untuk tumbuh dan mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan keadaan lingkungannya (Matthew, 1943).
Salah satu alat
tubuh (kelenjar endokrin) yang paling esensial dalam mengatur fungsi kelenjar mammae adalah hipofise.
Sepanjang sejarah kehidupan fauna, kelenjar
hipofise mempunyai umur tiga kali lebih tua dari kelenjar mammae.
Sejak
hewan untuk pertama kali memiliki susunan syaraf pusat yang paling sederhana dan rnempunyai struktur tulang kerangka yang tetap, alat-alat tubuh pelengkap (accessory organs) yang sangat diperlukan untuk mengatur fungsi laktasi, yaitu hipofise, ovarium, kelenjar thyroid, kelenjar parathyroid, hati dan kelenjar adrenal, telah terbentuk, meskipun masih dalam keadaan rudimenter. Organisme bersel tunggal mempunyai kemampuan untuk melaksanakan semua
fungsi yang diperlukan untuk kehidupannya.
Di dalam organisme yang multise-
luler, setiap sel mempunyai ciri-ciri yang khusus dengan adanya spesialisasi baik dalam bentuk yang morfologis maupun fungsional.
Di dalam organisme
yang lebih kompleks, setiap sel bergantung kepada sel-sel lainnya di dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Di
dala~
keadaan serupa
ini setiap sel tidak akan mampu lagi untuk rnelaksanakan tugasnya seorang diri.
Di dalam indi vidu yang multiseluler akan berkembang suatu mekanisme
yang akan melakukan integrasi terhadap aktivitas semua sel sehingga organisme itu dapat berfungsi sebagai satu kesatuan.
1
Fungsi yang spesifik dari susunan syaraf dan sistim endokrin adalah melakukan korelasi terhadap sejumlah akti vitas di dalam organisme yang multiseluler.
Meskipun kedua sistim itu melakukan integrasi dan korelasi
terhadap fungsi-fungsi dari sebuah organisme, kecepatan beradaptasi dan lamanya efek yang timbul di an tara kedua sistim itu sangat berbeda.
Kece-
patan rambatan impuls syaraf merupakan sarana untuk melakukan penyesuaian yang cepat terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Sebaliknya hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar endokrin, bersama-sama dengan cairan tubuh akan bergerak dengan lamban dari bahagian tubuh yang satu ke bahagian tubuh yang lainny~
Sejak dibebaskannya dari sebuah endokrin, sebuah hormon memerlukan
waktu relatif lama untuk mencapai organ tujuan (target organ). Berdasarkan ada tidaknya saluran, kelenjar dapat diklasifikasikan menjadi kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.
Kelenjar endokrin, yaitu
kelenjar tanpa saluran, melepaskan produknya langsung ke dalam cairan
tubu~
Kelenjar eksokrin melepaskan produknya ke permukaan tubuh melalui sebuah atau lebih saluran.
Kelenjar-kelenjar yang melepaskan produknya ke dalam
saluran pencernaan makanan, ke udara ataupun ke saluran air seni diklasifi-
kasikan ke dalam kelenjar eksokrin, karena bahagian-bahagian tubuh yang disebutkan di atas, luar.
merupakan perpanjangan dari permukaan tubuh sebelah
Kelenjar pankreas merupakan salah satu contoh dari sebuah kelenjar
yang berfungsi ganda, yaitu sebagai kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin. Hormon adalah sebuah zat organik yang dihasilkan oleh sel-sel tertentu dari sebuah kelenjar endokrin.
Hormon ini akan dilepaskan ke dalam cairan
tubuh dan akan dialirkan menyelusuri jarak tertentu yang akhirnya berfungsi untuk melakukan koordinasi terhadap fungsi-fungsi tertentu dari organisme dimana hormon itu dihasilkan.
Hormon yang paling dominan di dalam mengatur
pertumbuhan kelenjar mammae adalah estrogen dan progesteron (Velardo, 19')8).
2
Estrogen berfungsi meningkatkan pertumbuhan saluran (ductuli) dari kelenjar mammae sedangkan progesteron berperanan meningkatkan pertumbuhan alveolinya. Disamping kedua macam hormon ini, untuk pertumbuhan yang sempurna bagi sebuah kelenjar mammae, diperlukan pula beberapa macam hormon dari kelenjar hipofise. Laktasi adalah suatu proses fisiologis yang cukup kompleks yang melibatkan faktor-faktor hormonal, syaraf dan mammae dan rangsangan sekresi
lingkunga~
Pertumbuhan kelenjar
susunya berada di bawah pengawasan sistim
endokrin, sedangkan kelangsungan periode laktasi akan tergantung kepada mekanisme dari sistim neuro-endokrin.
Fokus perhatian orang terhadap lakta-
si mulai berkembang sejak pertengahan tahun duapuluhan dari abad ini. Grueter (1928) yang bekerja di University of Strassbourg, France, mengemukakan, bila ekstrak dad hipofise bagian depan diberikan kepada seekor kelinci dalam keadaan kebuntingan semu (pseudo pregnancy), maka ekstrak ini tidak saja merangsang pertumbuhan kelenjar indung telur (ovarium) dan alat-alat seksual sekunder lainnya, tetapi menyebabkan pula terbentuknya susu di dalam kelenjar mammae yang telah berkembang sebelumnya. Kemudian Stricker dan Grueter (1928; 1929) melanjutkan percobaan mereka pada anjing, sapi dan babi yang menghasilkan data yang serupa. Di Amerika Serikat percobaan-percobaan ini diteruskan oleh Corner (1930); oleh Nelson dan Pfiffner (1930; 1931); oleh Turner dan Gardner (1931) dan oleh Asdell (1931).
Semua hasil-hasil yang telah dicapai oleh pera peneliti di Amerika
Serikat ini memperkuat penemuan-penemuan rekan mereka di Perancis. Pada waktu itu masalah yang sangat menarik perhatian para peneliti di dalam proses laktasi, ialah mekanisme terbentuknya susu pada saat terjadinya kelahiran.
Mekanisme ini mereka pelajari dan'teliti dengan sangat mendalam
dan saksama.
Pertanyaan yang timbul pada para "peneli ti waktu i tu ialah,
3
mengapa produksi susu baru ter jadi pad;; saat ketika kelahiran akan atau telah ter jadi.
Dan mengapa sekresi susu itu tidak ter jadi selama proses
kebunt.ingan at au kehamilan itu masih berlangsung.
Masalah ini mereka dekati
pertama sekali dengan cara menentukan faktor-faktor yang mampu merangsang produksi laktogen oleh kelenjar hipofise.
Tahap berikutnya mereka amati
apakah faktor-faktor itu tetap bekerja selama kebuntingan masih berlangsung dan pada saat ter jadinya kelahiran. dalam penelitian ini,
Hasil-hasil yang mereka peroleh di
nampaknya memberikan pemecahan masalah yang sangat
memuaskan.
4
1. PER1aIBUHAN KEl.EHJAR IIAIIIAE
Kelenjar mammae merupakan salah satu alat tubuh yang memegang peranan penting di dalam reproduksi.
Sebagaimana halnya dengan alat-alat tubuh
dalam sistim reproduksi, maka pertumbuhan kelenjar mammae sebelum dewasa kelamin berjalan dengan lambat.
Pada hewan betina dan pada wanita, setelah
mencapai dewasa kelamin maka pertumbuhan kelenjar mammae relatif berlangsung dengan lebih cepat.
Dalam usia subur perubahan-perubahan struktur pada
kelenjar mammae berjalan seirama dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam siklus pertumbuhan ovarium, uterus dan vagina.
Selama ter jadinya
kebuntingan atau kehamilan, kelenjar mammae akan tumbuh dengan sempurna. Pad a fase ini struktur-struktur yang diperlukan, seperti ductuli dan al veoli, akan berdiferensiasi mencapai jumlah yang diperlukan yang kemudiannya akan berfungsi dengan aktif untuk menghasilkan susu bagi anakanaknya yang baru lahir. Sejak awal abad keduapuluh, sebagai hasil kerja dari sejumlah peneliti, makin jelas terlihat bahwa hubungan integratif antara pertumbuhan kelenjar mammae dan bahagian lain dari sistim reproduksi tidak dapat dijelaskan dengan melalui sistim syaraf.
Data yang terkumpul menunjukkan
bahwa hubungan integratif tersebut terjadi sebagai kerja langsung dari beberapa macam harmon.
Hormon~·hormon
yang mernegang peranan di_ dalam
koordinasi pertumbuhan kelenjar mammae dan bahagian lain dari sistim reproduksi adalah hormon gonadotropic yang dihasilkan oleh hipofise bahagian depan dan yang dihasilkan oleh plasenta.
Sejumlah hormon steroid yang
dihasilkan oleh ovarium, korteks dari anak buah pinggang, dari plasenta dan dari testes mempunyai peranan pula di dalam pengaturan pertumbuhan kelenjar
mammae.
Disamping hormon-hormon tersebut di atas nampaknya hormon thyroxin
dan insulin tidak pula kalah pentingnya'di dalam memberikan kontribusinya kepada tercapainya pertumbuhan kelenjar mammae sampai pada taraf yang sempurna.
Fase embryo dan fetus (pre-natal)
Pada umumnya pertumbuhan kelenjar mammae berlangsung melalui beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase pre-natal dan fase post-natal.
Pada fase pre-
natal hormon yang dihasilkan oleh plasenta induknya banyak berperan dalam perkembangan kelenjar mammae dimana puting-puting susunya sudah terlihat pada waktu dilahirkan (Smith, 1959). Anderson (1974), pada percobaannya in vitro, melaporkan bahwa pertumbuhan kelenjar mammae pada fase fetus memerlukan paling sedikit empat macam hormon yaitu progesteron, aldosteron, insulin dan prolaktin.
Didalam
laporan itu ia menyatakan pula bahwa insulin mempunyai kemampuan untu.l{ merangsang pertambahan desoxyribonucleic acid (DNA) dari tunas kelenjar mammae.
Pertumbuhan selanjutnya dapat dirangsang atas ker ja sarna antara
insulin dan prolaktin.
Jika disamping insulin dan prolaktin ditambah pula
dengan hormon aldosteron, maka diferensiasi ductuli dan percabangannya akan segera ter jadi. hormon prolaktin.
Sel-sel sekretoris dari kelenjar mammae dirangsang oleh Bila hanya hormon aldosteron saja yang diberikan, maka
hormon ini hanya mampu merangsang pertumbuhan cabang terkecil dari ductulinya.
Proliferasi dari sel-sel kelenjar mammae dan pertumbuhan granular di
dalam sel-sel sekresi dapat terjadi bila"hormon-hormon aldosteron, insulin, prolaktin dan progesteron diberikan bersama-sama. Bila fase dewasa kelamin telah tercapai,
maka struktur dasar dari
kelenjar mammae yang cerbentuk pada fase pertumbuhan fetus akan tumbuh dan
6
berkembang sepenuhnya di bawah pengawasan horman-harmon tertentu.
Sebagai-
mana telah dikemukakan sebelumnya, horman-harmon yang mengatur pertumbuhan kelenjar mammae adalah hormon-hormon yang juga mengatur proses reproduksi. Pertumbuhan kelenjar mammae akan terlihat nyata, fungsional,
baik morfologis maupun
selama proses reproduksi ter jadi yaitu fase dewasa kelimin,
kehamilan atau kebuntingan dan pada fase laktasi (Folley et al., 1973).
Fase kelahiran sanpai dewasa kelanin. Tidak semua bahagian yang fungsional dari kelenjar mammae terbentuk pada waktu hewan dilahirkan.
t~lah
Sesudah hewan dilahirkan sampai
mencapai fase dewasa kelamin, berbagai kelengkapan fungsional bagi kelenjar mammae nampak tumbuh dan berkembang.
Di antara kelengkapan-kelengkapan itu
ialah terbentuknya sphincter pada puting susu dan myoepi thelium di seki tar kelenjar mammae (Schmidt,
1971).
Untuk mencapai ukuran tertentu sesuai
dengan umurnya, maka kelenjar mammae akan dilengkapi dengan pertumbuhan selsel sekretoris dan deposisi lemak (Smith,
1959; Schmidt,
1971).
Menurut
Folley et al. (1973) dan Anderson (1974) pertumbuhan kelenjar mammae pada anak sapi betina mulai meningkat kecepatannya pada usia kurang lebih tiga
bulan.
Siklus produksi estrogen yang ter jadi di ovarium merupakan· mekanisme
yang bertanggung jawab akan ter jadinya percepatan pertumbuhan kelenjar mammae pada fase ini.
Siklus produksi estrogen pada ovariuffi terjadi karena
rangsangan hormon gonadotropin dari hipofise bagian depan (hypophyse pars anterior).
Sel·-sel dari ductuli--nya bertambah jumlahnya selama 3 sampai :,
siklus estrus setelah dewasa kelamin dicapai (Folley et aI., Pertumbuhan yang ter jadi sebahagian besar estrogenik.
berlangsung selama
1973). fase
Selama fase progestational akan terlihat penurunan dari jumlah
sel-sel ductuli.
Ketika anak sapi mencapai usia kurang lebih 9 bulan, yaitu
7
setelah mengalami kira-kira 'i siklus estrus pertumbuhan dan kemunduran kelenjar mammae selama siklus estrus akan seimbang sampai hewan mengalami pembuahan.
Anderson (1974) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
pengaruh siklus estrus di dalam menaikkan per tum buhan kelenjar mammae terlihat efektif sampai sapi mencapai usia 30 bulan. Hormon-hormon yang memegang peranan aktif di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae adalah : (1) Hipofise bagian de~
Salah satu hormon yang dihasilkan kelenjar
ini tanpa melalui kelenjar lain sebagai media per an tara di dalam meningkatkan pertumbuhan kelenjar mammae adalah hormon tumbuh (Growth Hormone; Somatotropin).
Hormon tumbuh bila diberikan sendiri akan
mengakibatkan pertumbuhan ductuli.
Jika ia diberikan bersama-sama dengan
estrogen, progesteron dan hormon laktogen maka dapat menyebabkan kelenjar mammae tikus mengembangkan bagian-bagian alveolinya (Lyons,
19:'4;
19:'7).
Schmidt (1971) dan Anderson (1974) mengemukakan bahwa pemberian hormon tumbuh pada anak sapi dapat pula meningkatkan pertumbuhan sel-sel epithelium kelenjar mammae-nya.
Penentuan konsentrasi DNA pada kelenjar mammae
(ambing) anak sapi tersebut, nukleat ini meningkat pula,
kedua peneliti itu mengemukakan bahwa asam
Hal yang sarna dilaporkan oleh Djojosoebagio and
Turner (1964) di dalam percobaan mereka dengan menggunakan tikus sebagai hewan percobaan. Hormon lain dari hipofise bagian depan yang juga bekerja langsung pada kelenjar mammae tanpa melalui medium perantara lainnya adalah prolaktin. Prolaktin merangsang pertumbuhan tenunan adipose dan tenunan epithelium untuk mempersiapkan proses laktasi (Anderson, 1974).
Hormon ini juga
bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan alveoli dari kelenjar marrmae.
8
(2) Ovarium.
Percobaan-percobaan yang dilakukan pada awal abad
keduapuluh, yang dikutip oleh Smith (19')9), menunjukkan bahwa pertumbuhan kelenjar mammae bergantung erat dengan fungsi dan ker ja ovariun:.
Ovarium
sebagai akibat rangsangan hormon gonadotropin, dalam hal ini hormon perangsang folikel (follicle stimulating harmon; FSH) , folikel di dalam ovarium menjadi folikel de Graaf. de Graaf menghasilkan hormon estrogen.
mematangk~~
folikel-
Pada gilirannya folikel
Di dalam berbagai penelitian dengan
menggunakan berbagai jenis hewan sebagai model percobaan, menunjukkan bahwa estrogen merangsang pertumbuhan ductuli. Hasilnya dapat dilihat pada kucing (Turner and De Moss, 1934), pada mencit (Bradbury, 1932), pada tikus (Nelson, 1935), pada kelinci dan kambing (Lewis and Turner, 1942). Hormon gonadotropin yang lain yaitu hormon penguning (luteinizing hormone; LH juga identik dengan lactogenic hormone atau prolactin) merangsang ovarium (dalam hal ini folikel de Graaf) sehingga· terjadi ovulasi.
Di dalam proses selanjutnya setelah melalui pembentu.l{an corpus
rubrum akan terbentuk corpus luteum.
Dari corpus luteurn ini dihasilkan
hormon progesteron yang akan merangsang pertumbuhan sel-sel sekretoris di dalam alveoli. Kesimpulan ini ditunjang oleh beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis hewan percobaan di antaranya pada mencit (Gardner and Hill, 1936), pada kera (Hartman and Speert, 1941) dan pada tikus (Reece and Bivins, 1942).
Pada umumnya hasil-hasil ini akan
diperoleh jika dasis progesteron yang diberikan cukup tinggi. Jumlah atau besarnya dasis progesteron dapat di turunkan dengan cukup besar untuk merangsang pertumbuhan kelenjar mammae dengan baik jika progesteron diberikan bersama-sama dengan estrogen.
Pertumbuhan kelenjar
mammae yang optimum dapat dicapai jika perbandingan an tara estrogen dan pragesteran yang diberikan mencapai perbandingan dasis yang tepat •. ,Dart,·. /
9
;,'
percobaan-percobaan yang dilakukan oleh sekelompok peneliti, ternyata bahwa perbandingan antara estrogen dan progesteron untuk menghasilkan pertumbuhan kelenjar mammae yang optimum berbeda antara satu jenis hewan dengan jenis hewan lainnya,
Pada kelinci ker ja sarna (synergism) an tara kedua macam
hormon itu mencapai perbandingan 1 :11 sampai 1:42 (estrogen : progesteron) (Scharf and Lyons, 1941).
Perbandingan 1 untuk estrogen dan 1000 untuk
progesteron dapat menghasilkan pertumbuhan kelenjar mammae yang optimum telah dilaporkan oleh Elliott and Turner (1953) untuk mencit dan tikus oleh Trentin (19'">2) paoa anjing. 1:140 sampai 1:200 (Cowie,
Pada kambing perbandingan ini berkisar antara 19,)2) dan perbandingan 1:1000 merupakan
perbandingan yang tepat untuk merangsang PE:rtumbuhan kelenjar mammae pada sapi (Turner, 1956). (3) Adrenal.
Beberapa penelitian yang dapat dikutip dari li teratur
menunjukkan bahwa peranan adrenal terhadap pertumbuhan kelenjar mammae bertentangan satu dengan lainnya.
Cowie (1947) dalam percobaannya dengan
menggunakan tikus sebagai hewan percobaan melaporkan bahwa pembuangan kelenjar adrenal (adrenalectomia) mengakibatkan kelenjar mammae mengalami regresi.
Sebaliknya Gardner dan Wagenen (1938) pada percobaannya dengan
kera memperoleh hasil yang berlawanan.
Pembuangan kelenjar adrenal pada
hewan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pada ductuli dan sel-sel alveoli. Chamoro yang dikutip oleh Smith (1959) mengemukakan bahwa pembuangan kelenjar adrenal tidak berakibat apa-apa terhadap pertumbuhan atau keadaan kelenjar mammae. Harmon dari kelenjar adrenal bahagian korteks mempunyai kaitan yang dekat - ditinjau dari strukturnya - dengan hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar seks (ovarium dan testes).
Hormon corticosteroid, estrogen,
progesteron dan androgen sarna-sarna mempunyai pengaruh fisiologis di dalam
10
tubuh.
Peranan fisiologis yang sarna juga terlihat bila hormon-hormon ini
diteliti in vitro.
Smith (1959) berpendapat bahwa desoxycorticosteron
merangsang pertumbuhan ductuli bila hormon ini diberikan kepada mencit, kera dan marmot.
Steroid yang mempunyai oksigen pada atom C ke 11 (11-oxygenated
steroid) dan corti son tidak mempunyai efek merangsang psda pertumbuhan kelenjar mammae.
Sebenarnya hormon-hormon ini menghambat pertumbuhan
kelenjar mammae.
Sebaliknya 11-desoxycorticosteron mempunyai efek
synergistik bila diberikan bersama estrogen, sehingga pertumbuhan kelenjar mammae menjadi bertambah baik terutama pertumbuhan ductulinya (Flux, 1954). (II) Testes.
androgen.
Hormon steroid yang dihasilkan oleh testes adalah
Dari segi struktur dan fungsional androgen mempunyai kesamaan
dengan hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium.
Jadi tidaklah begitu
mengherankan kalau androgen pada beberapa jenis hewan mempunyai efek mammatropik.
Bermacam androgen dapat menyebabkan pertumbuhan ductuli dan
sel-sel alveoli baik psda tikus--tikus yang normal maupun yang mengalami kastrasi dari kedua jenis kelamin (jantan maupun betina) (Astwood, Laqueur,
1943).
Androgen dapat pula merangsang pertumbuhan ductuli pada
mencit jantan (Heuverswyn, 1938).
1937:
1939) dan pada marmot (Bottomley and Folley,
Pria yang menerima pengobatan testosteron dapat pula timbul gejala
gynecomastia (Me. Cullagh and Rossmiller, 1941).
Pada kera pemberian
androgen dapat merangsang pertumbuhan sel-sel alveoli (Speert, 1948; Wagenen and Folley, 1939).
Kesamaan struktur hormon-hormon ovarium, testes dan anak
buah pinggang (adrenal) dapat dilihat pada gambar 1.
(5) Kelenjar thyroid.
Harmon thyroxin yang dihasilkan oleh kelenjar
thyroid tidaklah esensiil bagi pertumbuhan kelenjar mammae.
Pada hewan-
hewdn yang mengalami thyroidectomia pertumbuhan kelenjar mammae dapat tumbuh dengan baik,
selma hormon-hormon yangesensiil bagi pertumbuhan kelenjar
11
CH, I
OH CH,I
C=O
I
ESTRAOIOL- 17
o,cff _./-
r
- _.
Tl
.-. PROGESTERONf:"""
CH,
CH,
I
I
C=O
KO-
ES,RONE
o'cff H
C=O
o'cff H
ALLOPREGNANE 3, 200lONE
PREGNANE 3, 20 DIONE·
"
Gambar 1_ Rumus bangun escro~en dan progesteron yang memegang peranan di dalam per tumbuhan kelenjar mammae.
12
mammae berada dalam konsentrasi yang optimum.
Namun demikian dalam keadaan-
keadaan tertentu thyroidectomia dapat menyebabkan pertumbuhan kelenjar mammae menjadi sub-normal.
Keadaan ini dapat terlihat pada tikus (Leonard
and Reece, 1941; Mixner and Turner, 1842).
Thyroxin jika diberikan kepada
hewan-hewan normal akan meningkatkan pertumbuhan kelenjar mammae, di antaranya pada tikus (Cohen, 1935; Djojosoebagio and Turner, 1946a) dan pada mencit (Gardner, 1942).
Pengaruh hormon thyroxin pada pertumbuhan kelenjar
mammae terjadi tidak secara langsung, melainkan melalui jalur derajat metabolisme basal·(basal metabolic rate).
Fase kehaailan (kebuntingan).
Perubahan-perubahan yang paling menyolok dari siklus pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae terjadi pada fase kebuntingan pada hewan atau fase kehamilan pada manusia.
Pada sapi yang untuk pertama ka1i mengalami
kebuntingan, pertumbuhan ductulinya menjadi sempurna dan pembuluh-pembuluh darahnya makin jelas terlihat.
Perubahan yang terbesar ter jadi di dalam
pertumbuhan ujung-ujung dari ductuli yang akhrinya membentuk alveoli.
Di
seluruh kelenjar mammae a1 veoli ini menggantikan tenunan lemak yang ada sebelumnya.
Pada sapi, ketika kebuntingan berusia ') bulan, walaupun masih
kecil alveoli te1ah tumbuh dengan sempurna.
Selama pertengahan dari akhir
kebuntingannya, sel-·sel sekretoris dari kelenjar mammae sapi mulai berfungsi (Kwong, 1940). Pada fase ini pembuluh-pembuluh darah kapi1er di sekitar alveoli telah nampak dengan jelas.
Dari segi histologis, maka pertumbuhan kelenjar mammae
pad a saat ini telah mencapai pertumbuhan yang sempurna.
Alat tubuh atau
ke1enjar yang memegang peranan di dalam pertumbuhan kelenjar mammae selama kehamilan adalah plasenta.
13
(1) Plasenta.
Plasenta memegang peranan yang penting di dalam
menyiapkan kelenjar mammae untuk menghasilkan susu pada akhir kehamilan. Pada beberapa jenis hewan yang sedang bunting, kelenjar mammae akan terus tumbuh dan berkembang meskipun ovarium dan fetusnya dibuang, plasentanya tetap berada di tempatnya.
Keadaan serupa ini diperoleh dari
penelitian-penelitian pada marmot (Nelson, 1934) dan pada mencit (Newton, diambil alih oleh plasenta.
1938).
asal
pada tikus (Leonard, 1945)
1ni berarti bahwa fungsi ovarium telah
Pembuangan ovarium (ovariectomia) pada manusia
(Allen, 1925), pada kera (Speert, 1948), pada kuda (Hart dan Cole, 1934) dan pada domba (Casida and Warwick, 1945) dalam keadaan hamil atau bunting tidak mengganggu hewan-hewan itu untuk terus mengandung dan laktasi dengan normal. Kelenjar mammae dapat pula tumbuh dengan normal pada mencit .(Gardner and Allen, 1942), pada tikus (Jeffers, 1935) dan pada marmot (Penchard and Lyons,
1934) bila hewan-hewan itu mengalami pembuangan kelenjar hipofise Ray (1955)
(hypophysectomia) selama mereka dalam proses kebuntingan.
membuat ekstrak dari plasenta tikus yang sedang dalam proses kebuntingan pada fase pertengahan usia kebuntingannya (mid term pregnancy).
Ekstrak ini
kemudian disuntikkan pada hewan percobaan lainnya dan ternyata mempunyai kemampuan untuk merangsang pertumbuhan kelenjar mammae.
1a berkesimpulan
bahwa ekstrak plasenta itu mempunyai kandungan suatu zat yang mirip dengan Newton (1931) berpendapat bahwa dari
hormon laktogen dari hipofise. literatur yang ditelitinya,
menunjukkan bahwa pada beberapa jenis hewan
plasenta mempunyai kemampuan untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Pengkastrasian pada kera (Dorfman and Wagenen, 1941) dan pada kuda (Hart and Cole,
1934) tidak meniadakan ekskresi estrogen di dalam air seni.
Jadi,
tidaklah mustahil bahwa plasenta adalah penghasil utama dari zat-zat yang dapat merangsang pertumbuhan kelenjar mammae selama kebuntingan.
14
Gambar 2
menunjukkan beberapa zat yang memegang peranan di dalam pertumbuhan dan fungsi kelenjar mammae.
15
_l _ _ POSTERIOR LOBE AHTERIOR LOBE _ _ Vosopressin
Oolyloxin
,
OVARY
ADRENAL
/
P'O{J!:sJerOlle
Cortisone
I \
/
(/
MAMMAR'(
'GLAND
,
Growlh" l~Cl0genrc Hormon~s. Corllsont 1-_ _ _ _ _- '
E'Slf09CflS. Proc;esruone Loc./oQtniC Hormone
£SlfOQC.,.'S, ProQtslt:rone Gr"",'h .. lccl09t:'mc ,o...;ortrontS
Gambar 2. Skema menunjukkan pengaruh beberapa harmon terhadap pertumbuhan dan fungsi kelenjar maID!Jlae (V.R. Smith, 1959)
16
II. PROSES PEMBENTIlKAlI SUSU
Tujuan dari kelenjar mammae adalah· untuk menyediakan makanan bagi mamalia yang baru dilahirkan.
Fungsi dari alat tubuh ini ialah menghasilkan
susu. Sel-sel epithelium dari alveoli kelenjar mammae pada tikus yang sedang bunting pada hari ke 12 sampai hari ke 19 memperlihatkan bentuk-bentuk yang uniform (Jeffers,
1935).
Sel-sel ini berbentuk kubis sampai segi empat
panjang yang tegak dan mengandung banyak titik-titik lemak.
Pada hari ke 20
kebuntingannya alveoli-nya nampak membengkak disebabkan banyaknya sekresi yang telah terbentuk.
Sembilan sampai sepuluh jam sebelum kelahiran alveoli
tersebut makin membengkak dan jumlah lemak di dalam lumennya makin. bertambah banyak. Pada sapi, Hammond (1917) dengan teknik histologis mengemukakan bahwa pada usia kebuntingan yang ke 5 bulan terlihat adanya aktivitas dari sel-sel sekretorisnya.
Aktivitas sekretoris ini makin meningkat pada akhir
kebuntingannya (280 hari).
Pada kelenjar mammae dari kera terlihat bukti
yang nyata adanya aktivitas dari sel-sel sekretoris ketika hewan itu mencapai usia penuh 3 bulan dari kebuntingannya (Speert, 1940). 4 bulan dari usia kebuntingannya,
Pada akhir
maka aktivitas sekretoris terlihat pada
hampir semua sel-sel epithelium dari alveolinya.
Aktivitas ini makin
meningkat pada setiap peringkat dari usia kebuntingan sampai pada hari kelahiran (165 hari). Pembentukan susu terlihat makin meningkat sesudah partus.
Pada sapi
perah jumlah susu yang dihasilkan setiap hari meningkat sejak dua sampai empat minggu sesudah kelahiran.
Dalam waktu 12 sampai 15 jam sesudah
kelahiran sel-sel sekretoris pada tikus terlihat mengalami perubahan bentuk ke arah bentuk yang spesifik untuk sel-sel sekretoris yang sedang
17
menghasilkan susu (laktasi).
Bentuk ini menjadi jelas dan permanen pada
fase satu hari setelah kelahiran (Jeffers,
1935).
Pada kera sekresi susu
terjadi dengan sepenuhnya pada hari kedua sesudah kelahiran (Speert, 1940). Heskipun pertumbuhan kelenjar mammae boleh dianggap telah sempurna pada waktu kebuntingan mencapai seperdua dari seluruh usia kebuntingan (TUrner, 1939), laktasi belum juga terjadi.
Oleh karenanya banyak diajukan
teori hambatan (inhibition theories) untuk menjelaskan masalah ini.
Awal pembentukan susu.
Proses permulaan produksi susu merupakan salah satu proses laktasi dimana di dalamnya juga terkait car
1974).
Lascelles (1976) membagi proses produksi susu menjadi dua tahap.
Tahap
pertama adalah proses sekresi susu yang meliputi sintesa susu oleh sel-sel sekretoris di dalam epithelium alveoli dan pengaliran atau perpindahan susu dari sitoplasma sel epithelium ke dalam lumen dari alveoli.
Tahap kedua
adalah proses ekskresi susu yang meliputi pengeluaran susu secara pasif dari sinus dan pengeluaran susu dari lumen alveoli, ductuli dan sisterna. Selama proses laktasi ini faktor-faktor endokrin dan syaraf mengadakan integrasi, sehingga proses ini dapat ber jalan dengan sebaik mungkin dengan tujuan untuk membesarkan anak-anak yang baru dilahirkan. (1) Hipofise.
Bukti yang pertama sekali dikemukakan adanya hubungan
antara hipofise dengan proses laktasi adalah penelitian dari Ott dan Scott yang dilakukannya pada tahun 1910.
Kedua peneliti itu menyuntikkan secara
intra venous ekstrak dari hipofise bagian belakang pada kambing yang sedang dalam keadaan laktasi. produksi susu.
Hasil yang mereka peroleh ialah meningkatnya
Meningkatnya produksi susu oleh ekstrak hipofise bagian
belakang ternyata disebabkan oleh kemampuan ekstrak terse but untuk
18
mengeluarkan susu dari kelenjar mammae dan bukan merangsang produksinya. Kemampuan hipofise bagian depan untuk merangsang ter jadinya laktasi mulai dilaporkan sejak awal tahun tiga puluhan.
Laktasi telah dirangsang
pada beberapa jenis hewan seperti pad a marmot, kucing, anjing, babi, kambing, kera dan sapi bila kepada hewan-hewan tersebut diberikan ekstrak hipofise maupun preparat laktogen (Asdell, 1931; Corner, 1930; Nelson and Pfiffner, 1930; Turner and Gardner, 1931).
Zat yang efektif di dalam
hipofise bagian depan yang mampu merangsang terjadinya laktasi ini mempunyai beragam nama ialah prolactin, galactin, mammotropin, hormon lactogenic dan lactogen (laktogen). Penelitian-penelitian selanjutnya, untuk membuktikan pentingnya hipofise bagian depan didalam merangsang proses laktasi, telah menggunakan hewan-hewan yang dibuang hipofisenya (hypophysectomy) sebagai hewan percobaan.
Hewan-hewan yang menga1ami hipofisektomia selama da1am
kebuntingan tidak akan mengalami proses laktasi sete1ah melahirkan.
Namun
demikian pada hewan-hewan tertentu, yai tu pada mencit, tikus dan marmot masih terlihat pembentukan susu yang bersifat sementara, meskipun hewanhewan ini mengalami pembuangan hipofisenya selama fase kebuntingan. Demikian pula terlihat pada kera.
Hewan-hewan ini yang mengalami
hipofisektomia dalam fase kebuntingan, masih dapat menghasi1kan susu selama tiga hari sesudah ter jadinya kelahiran.
Penyebab ter jadinya produksi susu
peda kasus-kasus ini ialah laktogen yang terdapat di dalam plasenta (Ray et a1., 19')').
Proses laktasi akan dapat dirangsang bila ekstrak hipofise dalam larutan basa diberikan pada anjing yang mengalami hipofisektomia (Lyons et a1., 1933).
Hasil yang sama akan diperoleh bila percobaan pada anjing
tersebut dilakukan pula pada kucing (McPhail, 193') dan pada babi (Gomez and
19
Turner, 1936). Bila preparat laktogen yang telah dimurnikan (bukan sebagai ekstrak hipofise) diberikan kepada marmot yang telah mengalami pembuangan hipofisenya, maka proses laktasi tidak dapat terjadi.
Dari hasil percobaan
ini, konklusi dapat diambil bahwa selain laktogen masih ada penyebab lain lagi yang harus diperhitungkan di dalam merangsang proses terjadinya laktasi (Nelson and Gaunt, 1936).
Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan
bahwa laktasi dapat dirangsang pada hewan-hewan yang mengalami hipofisektomia, bila kepada hewan-hewan itu diberikan laktogen dan adrenocortico-tropic-hormone (ACTH atau adrenocorticotropin) (Gomez and Turner, 1937; Nelson and Gaunt, 1936). Penyuntikan laktogen langsung ke dalam ductuli dari kelenjar mammae yang terlebih dahulu ditumbuhkan dengan hormon estrogen dan progesteron, dengan menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan, dapat menyebabkan terjadinya rangsangan laktasi;
Percobaan ini menunjukkan adanya efek
laktogen yang lang sung terhadap rangsangan laktasi.
Sel-sel alveoli
terlebih dahulu dewasa atau didewasakan oleh hormon estrogen dan progesteron dan tugas fungsionalnya kemudian diatur oleh laktogen (Lyons, 1942). Hormon lain dari hipofise yang ikut merangsang terjadinya proses laktasi adalah hormon tumbuh (growth hormone; GH).
Pada tikus yang
mengalami hipofisektomia, ovariektomia (pembuangan ovarium) dan adrenalektomia (pembuangan adrenal) sekali gus, dengan menumbuhkan kelenjar mammae-nya terlebih dahulu,
akan ter jadi rangsangan laktasi bila kepada
hewan ini diberikan laktogen, hormon tumbuh dan hormon corticoid (cortisone atau hydrocortisone acetate) (Lyons et al., 1955). (2) Kelenjar adrenal.
Pentingnya kelenjar adrenal dalam merangsang
terjadinya laktasi telah dikemukakan oleh Reece (1939) dengan menggunakan
20
tikus albino sebagai hewan percobaan.
Mula-mula dilaporkan bahwa laktogen
tidak efektif at au sedikit sekali efeknya di dalam merangsang ter jadinya laktasi pada tikus dan mencit.
Tetapi bila laktogen diberikan bersama-sama
dengan hormon dari korteks adrenal kepada tikus dalam keadaan kebuntingan semu (pseudo-pregnant) maka laktasi dapat terangsang.
Hasil dari percobaan
ini dapat diartikan bahwa kelenjar mammae mempunyai masa refrakter (tidak memberikan respons) terhadap laktogen.
Masa refrakter ini nampaknya dapat
ditiadakan oleh hormon dari korteks adrenal sehingga laktasi dapat terjadi jika kedua mac am hormon ini diberikan bersama-sama. Meskipun hewan-hewan yang mengalami adrenalektomia dalam fase kebuntinga~
dapat melahirkan anak-anaknya dalam keadaan normal, mereka tidak
dapat membesarkan anak-anak mereka dengan baik karena mereka tidak dapat menghasilkan susu.
Ernpat puluh delapan jam sesudah melahirkan, tikus-tikus
yang mengalami adrenalektomia dalam fase kebuntingan intensitas laktasinya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tikus-tikus yang normal. Adrenalektomia tidak menghambat meningkatnya kandungan laktogen di dalam hipofise
pada hewan-hewan setelah melahirkan.
Dalam hal ini kegagalan
untuk menghasilkan susu dengan sempurna bukan disebabkan oleh menurunnya laktogen di dalam hipofise (Meites et a1., 1942). Efektifitas hormon-hormon steroid dari korteks adrenal tampak berbedabeda.
Hormon steroid korteks yang mempunyai oksigen pada atom C yang ke-11
(11-oxygenated cortical steroids) misalnya, mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam
merangsang laktasi pada marmot-marmot yang mengalami
hipofisektomia dari pad a desoxycorticosterone acetate (Nelson et al., 1943).
Hempertabankan laktasi.
Derajat sekresi susu selama fase laktasi telah dipelajari secara
21
ekstensif pada sapi perah (Brody et al.,
1924).
Sesudah partus produksi
susu meningkat dengan tajam yang akan mencapai maksimum dalam waktu 2 atau 4 minggu.
Sesudah
itu produksi susu ini berangsur-angsur menurun.
Kebuntingan akan mempercepat menurunnya produksi susu.
Sapi perah biasanya
menghasilkan susu selama 10 atau 12 bulan. Pada kambing produksi susu meningkat selama 4 sampai 6 minggu sesudah partus.
Laktasi akan berlangsung antara 40 sampai 60 minggu.
mempengaruhi produksi susu.
Konsepsi akan
Pada mencit produksi susu meningkat selama 11
hari sesudah partus dan kemudian berangsur-angsur menurun (Enzmann, 1933). Pada tikus produksi susu yang maksimum ter jadi pada hari 16 - 18 sesudah partus (Cox and Mueller, 1937).
Pada wanita produksi susu meningkat sengan
cepat sampai 45 hari sesudah partus dan kemudian diikuti penurunan produksi secara berangsur-angsur (Macy et (1)
Hipofise.
~.,
1930).
Beberapa peneliti telah melaporkan sejak awal tahun
tiga puluhan bahwa ekstrak hipofise bagian depan mampu mempertinggi produksi susu.
Hasil-hasil ini dilaporkan oleh Asdell (1932) pada kambing, oleh
Grueter dan Stricker (dikutip oleh Velardo, 1958) pada babi dan oleh Kabak dan Kisilstein (dikutip oleh Velardo, 1958) pada domba. Pada tikus yang mengalami hipofisektomia, laktasi dapat dipertahankan dengan memberikan ekstrak hipofise atau laktogen.
ProdukSi susu akan lebih
ditingkatkan kalau pada hewan-hewan tersebut diberikan laktogen bersama-sama dengan ACTH atau dengan hermon tumbuh (Cowie, 1957).
Ketika hormon-hormon
dari hipofise bagian depan dapat diisolasi, percobaan-percobaan hormonhormon ini terhadap laktasi dapat ditingkatkan.
Dari hasil-hasil percobaan
ini dapatlah diketahui bahwa hormon somatotropin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan produksi
susu (mempunyai efek galactopoietic).
Efek
galaktopoietik dari somatotropin pada sapi dilaporkan oleh Brumby dan
22
Hancock (19??) dan oleh Wrenn dan Sykes (19?3) sedangkan pada domba dikemukakan oleh Jordan dan Shaffhausen (1954). Horman lain yang juga memegang peranan dalam mempertahankan laktasi adalah hormon perangsang kelenjar thyroid (thyroid stimulating hormone atau TSH).
Penyuntikan TSH kepada sapi perah menyebabkan meningkatnya produksi
susu.
Efek TSH ini terlaksana melalui rangsangan terhadap kelenjar thyroid
yang menghasilkan kadar thyroxin di dalam darah.
Pada gilirannya hermon
thyroxin meningkatkan produksi susu (Brumby and Hancock, 1955).
Hormon
hipofise adreno-cortico-trophic-hormone (ACfH) bila diberikan kepada sapi yang sedang dalam proses laktasi akan menyebabkan turunnya produksi susu. Penurunan produksi susu ini mungkin dilakukan melalui hermon yang dihasilkan oleh bahagian korteks dari kelenjar anak buah pinggan g (adrenal) (Fields, 1945) •
(2) Kelenjar adrenal.
Agar proses laktasi dapat berlangsung dengan
baik maka kehadiran kelenjar adrenal adalah mutlak.
Akibat adrenalektomia
pada tikus, maka produksi susunya akan terhambat (Flux, 1955).
Cowie dan
Tindal (1958) melakukan adrenalektomia pada kambing dan kemudian disusul dengan implantasi desoxycortiosterone acetate (DCA) dan costisone sub-cutan. Dengan implantasi kedua macam hormon ini, maka laktasi dapatdipertahankan sedikit di bawah normal.
Penyingkiran salah satu hormon (dalam bentuk
tablet) tersebut akan mengakibatkan penurunan produksi susunya.
(3) Kelenjar thyroid.
Hormon thyroxin yang dihasilkan oleh kelenjar
thyroid membantu mengatur metabolisme tubuh.
Harmon ini sangat diperlukan
bagi berlangsungnya fungsi semua kelenjar di dalam tubuh.
Pembuangan
kelenjar thyroid (thyroidectomy) pada sapi dapat menurunkan produksi susu sampai sebanyak 75.0 per sen (Spielman,
1944).
Sebaliknya pemberian
thyroxine pad a sa pi yang sedang dalam fase laktasi akan meningkatkan
23
produksinya (Blaxter, 19,)2). (4)
J:elenjar
parathyroid.
Pembuangan kelenjar
parathyroid
(parathyroidectomy) pad a tikus mengakibatkan turunnya produksi susu. Keadaan ini dapat terlihat pada menurunnya derajat pertumbuhan anak-anaknya (Cowie, 1945).
Kadar kalsium darah dari hewan-hewan yang mengalami
parathyroidektomia nampak menurun, sedangkan kadar kalsium di dalam susu tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan hewan-hewan yang normal (Munson, 19:>4).
Pemberian hormon parathyroid pada tikus-tikus yang sedang
dalam proses lak);asi menyebabkan meningkatnya produksi susu dan derajat pertumbuhan anak-anaknya (Djojosoebagio and Turner, 1964b).
Sapi yang
mengalami thyroparathyroidektomia (pembuangan kelenjar thyroid dan parathyroid) baik ketika bunting maupun pada fase laktasi akan menyebabkan menurunnya produksi susu.
Penurunan produksi susu ini mungkin disebabkan
karena menurunnya kadar kalsium darah yang diperlukan untuk sintesa susu (Stott and Smith, 1957).
Peranan beragam hormon dalam pertumbuhan kelenjar
mammae dan proses laktasi disajikan dalam gambar 2.
Peranan syaraf. Sintesa dan ekskresi susu merupakan suatu proses yang cukup rumit dan saling berkaitan satu sama lainnya (Tucker,
1974).
Meskipun keadaan dan
konsentrasi hormon-hormon yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya cukup dan normal, sintesa susu akan terhenti apabila kelenjar mammae tidak
dikosongkan (Foley et al., 1973; Tucker, 1974).
Oxytocin yang disekresikan
oleh hipofise bagian belakang (hypophysis pars posterior atau pars nervosa) diperlukan untuk ekskresi (pengeluaran) susu sedangkan hormon-hormon lainnya adalah mutlak untuk sintesa susu oleh sel--sel sekretoris dari kelenjar mammae (Tucker, 1974).
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, meskipun terdapat
24
Full Lumen ShDwing Fat Globules
( Q
pill a ry
MHk D",t~
1.lyoepithelia I Cell s
Intralobar
Du (!
Gambar 3. Alveolus dimana air susu dibuat. Jutaan alveolus didapati di dalam kelenjar mammae seek0r sapi dalam bentuk yang sangat kecil. Alveolus dilapisi oleb ribuan sel-sel epitel (sel-sel sekretoris\ (C.W.Turner, 1954)
25
"
I
Residual
Milk
, Restimulated Myoepithelial Cells
Gambar 4.
pengosongan susu dari alveolus. tiga terlihat adanya susu residu. Susu res1du 1ni dapat d1kosongkan dengan rangsangan oxytocin. (C. ".. Tllr.ner, 1954) Ta~ap-tahap
Ta~ap
26
variasi antar species, pada umumnya diperlukan hormon-hormon prolaktin, GH, ACTH, TSH, throxin dan hormon parathyroid untuk sintesa susu (Tucker, 1974); Lascelles, 1976 dan Frandson and Whitten, 1981). Beberapa peneliti, di antaranya Smith (19'09), Foley et al. (1973) dan Frandson and Whitten (1981), mengemukakan bahwa laktasi yang terjadi dengan normal merupakan perpaduan antara kerja hormon hipofise bahagian depan dan aktivitas hormon hipofise bahagian belakang yaitu oxytocin pada sel-sel myoepithelium yang terdapat di sekeliling alveoli dan ductuli (gambar 3). Selama laktasi di dalam alveoli ter jadi 3 fase yaitu fase istirahat, fase sekretoris dan fase ekskretoris (Frandson and Whitten, 1981).
Fase sekre-
toris ter jadi karena peranan hermon-hormon hipofise pars anterior.
Pada
fase ini komponen susu, terutama lemak dan protein berkumpul pada tepi selsel sekretoris.
Kemudian susu ini akan terkumpul di dalam lumen alveoli,
sampai memasuki fase ekskresi.
Adanya
rangsangan pemerahan atau penyusuan
(suckling stimulus) menyebabkan terjadinya refleks neuro-endocrine. Rangsangan yang dirasakan pada puting susu akan dibawa oleh syaraf n. inguina lis melalui medula spinalis menuju ke pusat syaraf di otak. sini rangsangan akan diteruskan ke hypothalamus.
Dari
Akibat dari rangsangan
ini, maka oxytocin yang tersedia di hipofise pars nervosa akan disekresikan ke dalam pembuluh darah.
Ketika sampai di kelenjar mammae oxytocin akan
menyebabkan kontraksi sel-sel myoepi thelium sehingga ter jadi ekskresi susu (gambar 4).
Disamping dapat melepas oxytocin dari hipofise pars nervosa,
rangsangan pemerahan ataupun penyusuan, dengan proses yang sarna dapat pula melepaskan hormon prolactin dari hipofise pars anterior.
Prolactin pada
gilirannya setelah sampai ke kelenjar mammae akan merangsang sintesa susu Claktogenesis).
Dengan
jalan
demikian
dipertahankan (galaktopoiesis).
27
maka
proses
laktasi
dapat
Gambar 5. Syaraf inguinal is (inguinal nerve) yang memegang peranan di dalam rangsangan penyusuan (suckling stimulus). Syaraf inguinal is ini berasal dari s. inguinalis komponen ventral (3) dan komponen dorsal (4) yang bergabung menjadi satu: s. inguinalis (5). Syaraf ini kemudian bercabang menjadi s. inguinalis anterior (6) dan s. inguinalis posterior (7). (V.H. Smit~, 1959).
28
Pentingnya rangsangan penyusuan terhadap galaktopoiesis mula-mula sekali dikemukakan oleh Selye (1934).
Dengan menggunakan tikus sebagai
hewan percobaan, Selye mengikat puting-puting susunya sehingga susu tidak dapat diekskresikan. biasa.
Di dalam kondisi demikian penyusuan dilakukan seperti
Hasil yang ia peroleh adalah bahwa involusi kelenjar
mammaenya ternyata diperlambat. and Turner (1942).
Percobaan yang lain dilakukan oleh Meites
Dengan menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan
mereka menemukan bahwa kadar prolactin di dalam hipofise pada hewan yang disusu lebih tinggi daripada pada hewan yang tidak disusu.
Segera setelah
dilakukan rangsangan penyusuan maka kadar prolactin dalam hipofise lebih rendah daripada kadar prolactin beberapa jam kemudian.
Percobaan-percobaan
ini menunjukkan bahwa sekresi prolactin oleh hipofise diakibatkan oleh adanya rangsangan penyusuan.
Hanbatan terhadap laktasi
Pada hewan yang bunting, tetapi sedang tidak dalam fase laktasi, tidak terlihat adanya aktivitas sekretoris dari kelenjar mammae selama fase pertengahan pertama dari kebuntingannya.
Setelah fase pertengahan pertama
dari kebuntingan dilampaui, akan terjadi aktivitas sekretoris secara perlahan-lahan.
Aktivitas ini terlihat meningkat sekali setelah terjadinya
partus atau kelahiran.
Beberapa teori dikemukakan bahwa terjadinya laktasi
pada waktu partus, karena faktor-faktor penghambat telah hi lang yang selama dalam fase kebuntingan faktor-faktor penghambat mencegah terjadinya laktasi. Beberapa peneliti mengusulkan bahwa
(1) Hambatan oleb uterus.
peregangan uterus karena adanya fetus di dalamnya, menyebabkan terhambatnya laktasi.
Bila fetus yang tedapat dalam uterus tikus dibuang dengan operasi
caesar, maka laktasi akan dapat terjadi.
29
Shock Counter Shock
L-----~~~==~----------
____________________ _______ ~·
_L______
,·_'~~4
\
Alarm Reaction
Stage of Resistance
Stage of exhaustion - . -
Gambar 6. Sindrom cekaman yaitu sindrom-penyesuaian-umum (General Adaptation Syndrome; G.A.S.) (H-, Selye, 1956)
30
Sebaliknya bila uterus yang telah kosong itu diisi dengan parafin agar uterus tetap dalam kondisi meregang, maka laktasi tidak akan terjadi (Selye, i934).
Namun demikian Bradbury (1941) dan Greene (1941) tidak berhasil
untuk melakukan percobaan seperti yang dilakukan oleh Selye. (2)
Hambatan oleh
plasen~
Bila embryo dan ovarium dibuang sedangkan
plasenta tetap dibiarkan di dalam uterus, maka laktasi tidak akan terjadi. Dari percobaan ini Nelson (1934) berpendapat zat-zat yang terdapat di dalam plasenta menghambat ter jadinya lakta si.
Sebaliknya Selye (1934)
mengemukakan bahwa hambatan terhadap laktasi tidak akan terjadi, bila kepada mencit yang sedang dalam proses laktasi diimplantasikan plasenta. (3) Hambatan oleh proge~
Bila pada kambing yang sedang bunting
corpus luteumnya dibuang, maka laktasi akan terjadi pada kambing tersebut (Drummond-Robinson and Asdell, 1926).
Pada kelinci kalau corpus luteumnya
dibuang, maka laktasi akan meningkat (Allen and Heckel, 1936). estrogen dapat meningkatkan Kadar prolactin di dalam hipofise.
Pemberian Tetapi bila
estrogen dan progesteron diberikan bersama-sama maka progesteron akan menghambat peningkatan prolactin di dalam hipofise (Heites and Turner, 1942).
Tentangan terhadap teori ini adalah, pada kelinci laktasi tidak
dihambat dengan pemberian progesteron meskipun dosisnya cukup tinggi sehingga dapat mempertahankan kebuntingan (Heckel and Allen, 1938). (4) Halllbatan oleh estrogen.
Pendapat ini menyatakan bahwa laktasi
dihambat selama masa kebuntingan oleh tingginya Kadar estrogen di dalam darah.
Estrogen menghambat produksi prolactin (laktogen) oleh hipofise yang
pada gilirannya akan menghambat kelenjar mammae (Robson, 1935; Selye, 1933; Smith and Smith,
1933).
Estrogen mempunyai kemampuan untuk menghambat
(mengurangi) kerja GH dan menurunkan metabolik basal (Sherwood, 1938).
Pada
sa pi (Folley, 1936) dan kambing (Mixner, 1944) pemberian estrogen akan
31
menghambat laktasi.
Pemberian estrogen dengan dosis tinggi pada kambing
akan mengakibatkan menurunnya produksi susu dan menurunnya konsumsi makanan
(Meites and Turner, 1948).
Pada wanita dimana produksi ASI (air susu ibu)
tidak dikehendaki, laktasi dapat diharnbat dengan memberikan estrogen (Walsh and Stromme, 1944).
Menurut Smith (19')9), kadar estrogen untuk dapat
rnenghambat laktasi perlu diberikan dengan sangat tinggi dibandingkan dengan kadar estrogen yang diperlukan di dalam kondisi fisiologis. (5)
Hambatan
oleh pertumbuhan kelenjar maJlllllae. Teori ini pertama kali
dikemukakan dalam tahun 1904 (Smith, 19'>9).
Teori ini kemudian disokong
oleh beberapa orang peneliti sebagai hasil percobaan mereka (Nelson, 1934; 1943).
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya dan juga dari bab terdahulu
estrogen dan progesteron dapat menghambat laktasi dan juga mengakibatkan pertumbuhan kelenjar mammae.
Pember ian estrogen bersama-sama dengan
progesteron menghambat laktasi yang sedang berlangsung.
Pemeriksaan
histologis terhadap kelenjar mammae ini menunjukkan adanya proliferasi pada bagian alveolinya.
Derajat hambatan laktasi berkorelasi positif dengan
perturnbuhan sel-selnya (Walker and Matthews, 1949). hambatan pertumbuhan terhadap laktasi.
32
lni rnenunjukkan adanya
Ill. PEIliARUIl SUIlU TERllADAP PROOOKSI SUSU
Faktor lingkungan dan kaitan antaranya memegang peranan penting dalam penampilan sapi perah untuk menghasilkan susu.
Disamping faktor lingkungan,
faktor keturunan tidak dapat diabaikan (Fooley et a1., sapi perah,
tergantung dari bangsanya,
1973).
Di antara
mempunyai kemampuan yang berbeda
dalam usahanya untuk beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan dimana mereka hidup (Findlay, 19')0; Smith, 19,)9); Schmidt, 1971; Fooley et al., 1973). Bila pengaruh lingkungan terlampau besar sehingga merupakan beban bagi individu atau seekor hewan,
maka hewan akan mengalami cekaman (stress).
Sebagai akibat adanya cekaman maka akan ter jadi perubahan-perubahan dari sistim biologis di dalam tubuhnya.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
ter jadinya cekaman disebut "stressor". suhu (terlampau panas
ata~
Stressor dapat berbentuk perubahan
terlampau dingin), terik matahari, perasaan atau
emosi, bahan-bahan kimia dan sebagainya (Kamal et a1., 1962). Bila seseorang atau seekor hewan menerima cekaman, maka tergantung cekaman yang diterimanya (stressor), akan ter jadi rangsangan yang spesifik terhadap organ sasaran (target organ) tertentu (Findlay,
1974).
19,0);
Thatcher,
Setiap faktor lingkungan yang mempengaruhi aliran darah yang menuju
ke kelenjar mammae at au kelenjar ambing akan mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap produksi susu.
Dengan dipengaruhinya aliran darah yang
menuju ke kelenjar mammae, maka sirkulasi bahan atau zat makanan, vitamin, mineral, hormon maupun enzim menuju ke kelenjar tersebut juga akan terpengaruh.
Disamping itu cekaman dapat pula menyebabkan penurunan
produksi hormon-hormon yang memegang peranan dalam produksi susu (Kamal et a1.,
1962; Thatcher,
1974; Trenkle,
33
1978).
Sebaliknya cekaman yang sarna
dapat meningkatkan produksi hormon-hormon yang fungsinya mengurangi produksi susu (Folley et a1.. 1973; Shayanfar et a1.. 1975). Dalam studi literatur ini hanya cekaman yang disebabkan oleh perubahan suhu yang akan diketengahkan.
Dari sudut ilmu faal,
cekaman (stress) merupakan derajat kepayahan
(kerusakan) di dalam tubuh.
Cekaman menyebabkan ter jadinya perubahan-
perubahan di dalam bent uk dan komposisi kimia dari tubuh.
Perubahan-
perubahan ini menunjukkan adanya kerusakan-kerusakan ataupun reaksi-reaksi penyesuaian dari tubuh i tu sendiri.
Reaksi-reaksi penyesuaian (adaptive
reactions) timbul yang merupakan mekanisme pertahanan dari tubuh yang menderita cekaman (Selye, 1956). Perubahan-perubahan atau gejala--gejala yang di timbulkan oleh adanya cekaman menyebabkan ter jadinya suatu sindrom cekaman (stress syndrome). Sindrom cekaman ini disebut sindrom-penyesuaian-umum (general adaptation syndrome atau G.A.S.).
Sind rom .ini terdiri dari tiga tahap yaitu reaksi
kecemasan (alarm reaction); tahap pertahanan (stage of resistance) dan tahap kepayahan at au kelelahan (stage of exhaustion).
Ketiga tahap
ini
diperlihatkan dalam gambar 6. Untuk mempertahankan daya tahan tubuh selama terjadi cekam an , sistim syaraf dan endokrin memegang peranan yang penting.
Kedua macam sistim ini
berusaha untuk mempertahankan bentuk dan fungsi tubuh agar selalu dalam keadaan normal meskipun tubuh mendapatkan stressor baik dari dalam maupun dari luar tubuh.
Usaha untuk menempatkan tubuh dalam keadaan normal yang
demikian dikenal dengan istilah "homeostasis". Di dalam tenunan yang secara langsung dikenal stressor, maka di tempat
34
ini akan terbentuk sind rom penyesuaian lokal (local adaptation syndrome atau
u.s.).
Dari daerah loA.S.
akan dikirim isyarat-isyarat dalam bentuk zat
kimia atau isyarat syaraf menuju ke pusat koordinasi susunan syaraf pusat dan kelenjar-kelenjar endokrin terutama kelenjar hipofisa dan kelenjar adrenal.
Kedua macam kelenjar ini akan menghasilkan hormon-hormon
penyesuaian (adaptive hormones) untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang mungkin ter jadi dalam tubuh. terhadap L.A.S.
Dengan demikian maka G.A.S. beker ja balik
Dengan perkataan lain terjadi koordinasi antara kedua
sindrom tersebut.
Secara sepintas hormon-hormon penyesuaian ini terdiri
dari dua kelompok yaitu hormon-hormon pencegah peradangan (anti-inflammatory hormones) yang terdiri dari ACTH, cortisone dan cortisol.
Kelompok kedua
adalah hormon-hormon yang merangsang peradangan (pro-inflammatory hormones) yang terdiri dari hormon somatotropin (STH) , aldosterone dan desoxycorticosterone.
Perubahan suhu.
Sapi perah yang berasal dan berkembang di negara-negara Eropah mempunyai kelenjar keringat, tetapi kelenjar keringat ini tidak berfungsi (Findlay, 1950; Regan, 1938).
Toleransi panas pad a sapi-sapi asal Asia
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi-sapi yang berasal dari negaranegara dengan iklim ugahari (temperate zone) (Rhoad,
1944).
Pada bangsa
hewan dimana kelenjar keringat tidak berfungsi, seperti pada sapi, mekanisme pengeluaran panas dari tubuh yang utama adalah melalui peningkatan pernapasan.
Penyejukan diperoleh dengan jalan pengaliran udara melalui
rongga mulut dan paru-paru yang lembab.
Perubahan suhu lingkungan dari 10 0 C
menjadi 40 0 C akan meningkatkan derajat pernapasan sebanyak lima kali (Kibler. 1949).
Derajat produksi panas pada sapi yang sedang dalam laktasi
35
adalah dua kali lipat daripada sapi yang tidak dalam laktasi (Brody. 1948a; 1948b). (1) Suhu tinggi.
cekaman panas.
Produksi susu akan menurun jika sapi menderita
Mekanisme ini ter jadi karena usaha hewan tersebut untuk
menurunkan produksi panas untuk mencegah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Di dalam percobaan dengan menggunakan sapi dari berbagai bangsa. dimana suhu merupakan satu-satunya variabel menunjukkan bahwa kenaikan suhu lingkungan mengakibatkan menurunnya produksi
sus~
Penurunan produksi susu akan mulai
menurun bila suhu lingkungan mencapai 80°F C:!: 26.6o C) untuk sapi Holstein; 8')°F C:!: 29.,)°C) untuk sapi Jersey dari dari gooF
(!.
3').OoC) untuk sapi Brahman (Ragsdale. 1948; 19')0). menurun dengan meningkatnya suhu lingkungan.
32.2o C) sampai 9')°F C:!: Konsumsi makanan juga
Penurunan konsumsi makanan ini
paralel dengan menurunnya produksi susu (Ragsdale.
1948).
Karena
metabolisme makanan juga meningkatkan produksi panas. maka sampai batasbatas tertentu suhu tubuh juga akan mengontrol konsumsi makanan (Brobeck, 1948). Rangsangan impuls panas oleh reseptor akan diteruskan ke hypothalamus. atau langsung melalui peredaran darah (Kamal et a1.. 1962).
Akibat dari
rangsangan ini. maka hypothalamus akan melepaskan faktor-faktor penghambat sehingga produksi hormon-hormon metabolik terutama thyroxin menurun. Sebagaimana disebutkan di atas. konsumsi makanan juga akan menurun sehingga mengubah status nutrisi.
Impuls panas juga akan menyebabkan menurunnya
aktivitas kelenjar endokrin·tertentu yang berakibat penurunan laju sintesis hormon-hormonnya (Singh and Merila. 19,)7). Dengan menurunnya sekresi hormon thyroxin maka konsumsi oksigen oleh mitokondria di dalam sel akan menurun.
Hal ini akan mengakibatkan aktivitas
metabolik di dalam sel. termasuk sel-sel sekretoris kelenjar mammae. menurun
36
pula.
Disamping itu ACTH merangsang sekresi hormon glucocorticoid yang
berakibat dengan meningkatnya reaksi katabolik (Kamal et al., 1962; Segura et al.,
1979). Glucocorticoid meningkatkan penguraian protein menjadi asam
amino dan akibat lanjut daripadanya adalah destruksi asam aminonya sendiri. Proses berikutnya yang ter jadi adalah peningkatan ekskresi nitrogen dalam urine.
Retensi nitrogen dalam tubuh menjadi rendah sehingga sediaan
nitrogen untuk produksi susupun menurun pula (Kamal et al., 1962).
Menurut
Shayanfar dan kawan-kawan <197,» ACTIl dan glucocorticoid membatasi laju sintesa susu.
Suhu yang tinggi berpengaruh pula akan sekresi dan
konsentrasi hormon prolactin.
Penurunan konsentrasi prolactin dalam darah
berakibat terhambatnya laktogenesis (Thatcher, 1974; Wettemann et a1., 1982). (2) Suhu rendab.
Hewan-hewan yang berada dalam kawasan dengan suhu
lingkungan yang rendah,
pada umumnya produksi susunya meningkat (Smith,
19')9; Schmidt, 1971; Folley et al., 1973).
Seperti dalam keadaan suhu
tinggi, peningkatan produksi susu terjadi karena mekanisme hormonal, tetapi
dengan proses yang sebaliknya (Findlay, 1950; Kamal et a1., 1962; Thatcher, 1974; Trenkle, 1978). Suhu lingkungan yang rendah atau dingin, maka panas tubuh harus tetap dipertahankan pada suhu seki tar 37°C.
Agar keadaan ini dapat dicapai maka
aktivitas metabolik perlu ditingkatkan (Trenkle, 1978).
Aktivitas metabolik
akan berkaitan dengan konsumsi makanan dan produksi hormon-hormon metabolik di dalam tubuh.
Reseptor akan meneruskan rangsangan dingin ke hypothalamus
sehingga sekresi hormon metabolik, terutama thyroxin dan somatotropin meningkat.
Konsumsi makanan akan meningkat sehingga status nutrisinya juga
menjadi lebih baik (Smith, 1969; Trenkle, 1978). Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu,
37
thyroxin akan meningkatkan
metabolisme umum dengan meningkatnya konsumsi oksigen oleh mitokondria di dalam setiap sel, termasuk sel-sel sekretoris dari kelenjar mammae. Ker jasama antara thyroxin,
somatotropin dan prolactin akan mengakibatkan
meningkatnya produksi susu (Smith, 19<;9; Thatcher,
1974; Trenkle,
1978).
Menurut Trenkle (1978) hormon insuli dan somatotropin diperlukan bagi sinthesa protein yang merupakan salah satu komponen di dalam susu yang penting.
38
KESIHPULAN
Kelenjar-kelenjar endokrin memberikan bantuan di dalam koordinasi aktivitas dari alat-alat tubuh.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisa
merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin lainnya. Hasil-hasil dari kelenjar-kelenjar endokrin ini baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan kelenjar mammae. Selama masa perkembangan dari waktu lahir sampai dewasa kelamin saluran-saluran dan sel-sel sekretoris dari kelenjar mammae nampak meluas. Pada tikus dan hewan-hewan laboratorium lainnya pertumbuhan kelenjar mammae diatur oleh dua macam hormon seks yai tu hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel di dalam ovarium sedangkan hormon progesteron dihasilkan oleh corpus luteum. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan beberapa macam hewan sebagai model-model percobaan. saluran (ductuli).
Estrogen merangsang pertumbuhan
Pemberian estrogen bersama-sama dengan progesteron akan.
mengakibatkan perbaikan pertumbuhan al veolinya.
Hasil yang terbaik akan
diperoleh bila kedua macam hormon itu'berada dalam perbandingan yang optimum.
Hormon somatotropin dan hormon laktogen sangat diperlukan bagi
pertumbuhan kelenjar mammae pada taraf akhir dari kebuntingan.
Hormon-
hormon lainnya seperti thyroxin, hormon dari kelenjar adrenal dan hormon parathyroid merangsang pertumbuhan kelenjar mammae secara tidak langsung. Keperluan hormon-hormon untuk pertumbuhan kelenjar mammae pada hewan ternak tidak berbeda dengan yang diperlukan pada hewan-hewan laboratorium. Pada sapi perah misalnya, lima bulan setelah terjadinya kebuntingan, pertumbuhan sel-sel sekretorisnya telah mencapai puncaknya.
39
Meskipun sangat
terbatas,
fungsi dari sel-sel sekretoris dari kelenjar mammae itu telah
mulai nampa!<.
Empat puluh delapan jam sebelum ter jadinya partus, ambing
telah terisi dengan susu. Laktasi yang ter jadi pada saat berakhirnya masa kebuntingan adalah akibat ker ja dan integrasi antara kelenjar mammae, ovarium.
hipofisa,
uterus dan
Beragam teori telah dikemukakan mengapa selama kebuntingan laktasi
tidak ter jadi.
Ini dapat disebabkan oleh adanya peregangan uterus, karena
produksi hormon-hormon estrogen dan progesteron yang pada gilirannya menghambat laktasi dan oleh zat-zat yang dihasilkan oleh plasenta.
Teori
lain yang lebih ban yak dianut ialah yang menyatakan bahwa pertumbuhan kelenjar mammae itu sendiri yang menghambat ter jadinya laktasi selama kebuntingan masih berlangsung.
Perbandingan yang tepat antara estrogen dan
progesteron yang menyebabkan pertumbuhan kelenjar mammae akan mengakibatkan terhambatnya laktasi. Susu dihasilkan oleh sel-sel sekretoris di dalam alveoli dari kelenjar mammae.
Bahan-bahan untuk membuat susu berasal dari darah yang dilakukan
melalui filtrasi ke dalam alveoli dan di dalam alveoli ini diubah menjadi susu.
Hormon prolactin yang dihasilkan oleh hipofisa bagian depa'l mutlak
diperlukan untuk merangsang dan mempertahankan produksi susu.
Hormon lain
dari hipofisa bagian depan yang memegang per an an di dalam produksi susu adalah hermon somatotropin.
Hormon thyroxin yang dihasilkan oleh kelenjar
thyroid termasuk hormon yang esensial bagi produksi susu.
Kelenjar adrenal
juga menghasilkan hormon yang sangat diperlukan untuk mempertahankan produksi susu.
Pada kambing-kambing yang mengalami adrenalektomia,
desoxycorticosterone acetate dan cortisone sangat diperlukan untuk mempertahankan proses laktasi.
Pada hewan laboratorium hormon parathyroid
telah dibuktikan akan kemampuannya merangsang produksi susu.
40
ACTH bersifat
menghambat produksi susu. Pengeluaran susu ter jadi karena disekresikannya hormon oxytocin oleh hipofisa bagian belakang ke dalam darah.
Hormon ini melalui peredaran darah
akan sampai pada sel-sel myoepithelium dari kelenjar mammae dan akan mengakibatkan sel-sel ini berkontraksi.
Kontraksi sel-sel myoepi thelium
akan mengakibatkan dikeluarkannya susu dari alveoli dan masuk ke dalam saluran sehingga susu dapat terperah dengan sempruna atau disusu oleh anaknya dengan baik.
Sekresi dari oxytocin tersebut di atas dapat
terlaksana karena. adanya rangsangan penyusuan (suckling stimulus).
Selain
merangsang sel-sel myoepithelium dari kelenjar mammae, oxytocin juga merangsang sekresi prolactin dan faktor galaktopoietik lainnya dari hipofisa
bagian depan yang akan membantu untuk mempertahankan laktasi. lni
berarti bahwa pember ian oxytocin akan dapat meningkatkan produksi susu pada saat dilakukan pemerahan pada hewan ternak. Cekaman pada umumnya akan mempengaruhi produksi susu.
Tenunan yang
langsung dikenai stressor akan mengembangkan dirinya dengan membentuk
~S.
Dengan koordinasi susunan syaraf dan kelenjar endokrin akan tercipta G.A.S. Pada gilirannya G.A.S. akan beker ja di daerah dimana L.A.S. beroperasi. G.A.S. terdiri dari beberapa fase yaitu fase reaksi kecemasan (alarm reaction) yang terdiri dari shock dan counter-shock.
Pada fase shock daya
tahan tubuh akan menurun yang kemudian akan diimbangi dengan maniknya daya tahan tubuh pada fase counter-shock.
Fase berikutnya yai tu fase adaptasi
(phase of adaptation atau stage of resistance) dimana terlihat daya tahan tubuh lebih tinggi dari keadaan normal. (phase of stage of exhaustion).
Fase terakhir adalah fase kepayahan
Pemeriksaan konsentrasi beberapa hormon di
dalam darah pada fase adaptasi menunjukkan terjadinya kenaikan hormon-hormon ACTII, cortisone dan cortisol ("anti-inflammatory-hormonesTl ) .
41
Hormon-harmon
yang termasuk tipe "pro-inflammatory-hormones" yai tu STH, aldosterone dan desoxycorticosterone juga meningkat.
Hasil pengukuran ini membuktikan bahwa
di dalam keadaan tercekam maka kelenjar adrenal memegang peranan penting agar terciptanya keseimbangan di dalam tubuh.
Demikian pula dua hormon yang
dihasilkan oleh hipofisa. Perubahan-perubahan iklim dapat rnerupakan cekaman yang berasal dari lingkungan.
Perubahan suhu yang berat, terlalu tinggi atau terlalu rendah
bagi hewan ternak tertentu, akan dapat mempengaruhi produksi susu dalam arti menurunnya produksi.
Meskipun iklim susah diatur oleh manusia,
produksi
susu pada hewan ternak dapat diusahakan sebaik mungkin dengan memperhatikan bentuk dan bangunan (arsi tektur) dari kandang dimana hewan ditempatkan.
42
ternak
DAFTAR
PUSTAKA
1. Allen, E. 1925. The ovarian follicular hormone. in human genital tissues. ~ Am. 11ed. Assoc. 85: 399.
Its distribution
2. Allen, W.M. and G.P. Heckel, 1936. Prolongation of the corpus luteum in the pseudo pregnant rabbit. Science 84: 161. 3. Anderson, R.R. 1974. Endocrinological control. In: Lactation. A comprehensive treatise. vol. I. B.L. Larson and V.R. Smith, ed. Academic Press, New York, U.S.A. 4. Asdell, S.A. 1931. Recent development in the field of sex hormones. Cornell Vet. 21: 147. 5. Asdell, S.A. 1932. The effect of the injection of hypophyseal extract in advanced lactation. Am. ~ Physiol. 100: 137. 6. Astwood, E.B. 1937. 61: 373.
Development of the mammary gland of the rat.
Am. ~Anat.
7. Blaxtter, K.L. 1952. Some effects of thyroxine and iodinated casein on dairy cows and their practical significance. In: R.S. Harris., Vitamins and hormones. vol. 10. Academic Press, Inc. New York, U.S.A. 8. Bottomley, A.S. and S.J. Folley, 1938. The effect of androgenic substances on the growth of the teat and mammary gland in the immature male guinea pig. Proc. Roy. Soc. (London) ~ 126: 224. 9. Bradburry, J.T. 1932. Study of endocrine factors influencing mammary development and secretion in the mouse. Proc. Soc. Exp. BioI. Med. 30: 212. 10. Bradbury, J.T. 1941. 29: 393.
Uterine distention and lactation. Endocrinol.
11. Brobeck, J.R. 1948. Food intake as a mechanism of temperature regulation. Yale ~ BioI. Med. 20: ')45. 12. Brody, S., C.W. Turner and A.C. Ragsdale, 1924. The relation between the initial rise and the subsequent decline of milk secretion following parturition •. ~ Gen. Physiol. 6: 541. 13. Brody, S. 1948a. Growth and development. LXIII. Heat productiw and cardiorespiratory activities during gestation and lactation in Jersey cattle. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 412. 14. Brody, S. 1948b. Growth and development. LXV. Heat production and cardiorespiratory activities during gestation and lactation in Holstein cattle. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 424. 15. Brumby, P.J. and J. Hancock, 1955. Tha galactopoietic role of growth hormone in dairy cattle. New Zealand ~~ Technol. 36 (A): 417.
43
16. Casida, L.E. and E.J. Warwick, 1945. The necessity of the corpus lutewn for maintenance of pregnancy in the ewe. ~ Animal Sci. 4: 34. 17. Cohen, R.S. 1935. Effect of experimentally produced yperthyroidism upon the reproductive and associated organs of the male rat. Am. ~ Anat. 56:143. 18. Corner, G.W. 1930. Physiol. 9?: 43.
The hormonal control of lactation.
19. Cowie, A.T. and S.J. Folley, 1945. in the rat. Nature 156: 719.
Am. J. ---
Parathyroidectomy and lactation
20. Cowie, A.T. 1947. Studies in the hormonal induction of ammary growth and lactation in the goat. J. Endocrinol. 8: 64. 21. Cowie, A.T. and S.J. Folley, 1947. The role of adrenal cortex in mammary development and its relation to the mammogenic action of the anterior pituitary. Endocrinol. 40: 274. 22. Cowie, A.T. 1957. The maintenance of lactation in the rat after hypophysectomy. ~ Endocrinol. 16: 135. 23. Cowie, A.T. and J.S. Tindal, 1958. Endocrinol. 16"; 413.
Adrenalectomy in the goat.
~
24. Cox, W.M.Jr. and A.J. Mueller, 1937. The composition of mil from stock rats and an apparatus for milking small laboratory animals. ~ Nutr. 13: 249. 2<;. Djojosoebagio, S. and C.W. Turner, 1962. The effects of parathyroid and dihydrotachysterol on milk secretion in rat. J. Animal Sci. 21: 1020. 26. Djojosoebagio, S. and C.W. Turner, 1964a. Effect of combination of lactogenic, growth, thyroid and parathyroid hormones on lactation in rats. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 116: 213. 27. Djojosoebagio, S. and C.W. Turner, 1964b. The effect of parathyroid hormone, dihydrotachysterol and calciferol on milk secretion in rats. Endocrinol. 74: 554. 28. Dorfman, R.I. and G. van \tlagenan, 1941.
The sex hormone excretion
of adult female and pregnant monkeys. Surg. Gynecol. Obstet. 73: 545. 29. Drummond-Robinson, G. and A.S. Asdell, 1926. The relation bet ween the corpus lutewn and the mammary gland. ~ Physiol. 61: 608. 30. Elliott, J.R. and C.W. Turner, 1953. factor. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 537. 31. Ensmann, E. V. 1933. Rec. <;6: 34?
The mammary gland reading
Milk production curve of albino mice. Anat.
44
32. Fields, F. 194:'. The influence of stilbestrol upon lactation. Am. J. Obstet. Gynecol. 49: 385. 33. Findlay, J.D. and S.H. Yang, 19')0. cattle. ~ Agri. Res. 40: 126.
The sweat glands of Ayshire
34. Findlay, Y.D. 1950. The effect of temperature, humidity, air movement and solar radiation on the behaviour and physiology of cattle and other farm animals. A review of existing knowledge. The Hannah Dairy Res. Inst. 35. Flux, D.S. 1954. The effect of adrenal steroids on the growth of the mammary glands, uterus, thymus and adrenal glands of intact, ovariectomized and oestrone-treated ovariectomized mice. J. Endocrinol. 11: 238. 36. Flux, D.S. 1955. The value of some steroids in replacement therapy in adrenalectomized and adrenalectomized-ovariectomized lactating rats • .:!.,. Endocrinol. 12: 57. 37. Folley, S.J. 1936. The effect of oestrogenic hormones on lactation and on the phosphatase of the blood and milk of the lactating cow. Biochem. ~ 30: 2262. 38. Folley, R.C., D.L. Bath, F.N. Dickinson and H.A. Tucker, 1973. Dairy cattle: Principles, practices, problem, profit. Lea & Febriger, Philadelphia, U.S.A. 39. Frandson, R.D. and E.H. Whitter, 1981. Anatomy and physiology of farm animals. 3rd ed. Lea & Febriger, Philadelphia, U.S.A. 40. Gardner, W.U. and R.T. Hill, 1936. Effect of progestin upon the mammary gland of the mouse. Proc. Soc. Exp. BioI. Med. 34: 718. 41. Gardner, W.U. and G. van Wagenen, 1938. Experimental development of the mammary gland of the monkey. Endocrinol. 22: 164. 42. Gardner, W.U. and E. Allen, 1942. Effects of hypophysectomy at mid pregnancy in the mouse. Anat. Rec. 83: 75. 43. Gardner, W.U. 1942. Mammary growth in male mice fed desicated thyroid. Endocrinol. 31: 124. 44. Gomez, LT. and C.H. Turner, 1936. Effect of hypophysectomy and replacement therapy on lactation in the guinea pig. Proc. ~ Exp. BioI. Med. 34: 404. 45. Gomez, E.T. and C.H. Turner, 1937. Hypophysectomy and replacement therapy in relation to the growth and secretory acti vi ty of the mammary gland. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 259 46. Greene, R.R. 1941. Uterine distension and lactation in the rat. Endocrinol. 29: 1026. 47. Grueter, F. 1928.
Cited by J. Meites and C.vl. Turner: Studies
45
concerning the induction and maintenance of lactation. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. BUll. 1948; 415.
48. Hammond, J. 1927. The physiology of reproduction in the cow. Cambridge Univ. Press. Cambridge. 49. Hart, G.H. and H.H. Cole, 1934. pregnant mare. Am. ~ Physiol. 109: 320.
The source of estrin in the
50. Hartman, C.G. and H. Speert, 1941. Action of progesterone on the genital organs of the unprimed rhesus monkey. Endrocinol. 29: 639. 51. Heckel, G.P. and W.M.Allen, 1938. Prolongation of pregnancy in the rabbit by injection of progesterone. Am. ~ Obstet. Gynecol. 35: 131. 52. Henverswyn, J. van, 1939. Mammary growth in male mice receiving androgens, estrogens, desoxycorticosterone acetate. Proc. Soc. Exp. BioI. Med.
41: 389.
53. Jeffers, K.R. 1935. Cytology of the mammary gland of the albino rat. 1. Pregnancy, lactation and involution. Am. ~~ 56: 257. 54. Jordan, R.M. and D.D. Shaffhausen, 1954. milk yield of ewes. ~ Animal Sci. 13: 706.
Effect of somatotropin
011
55. Kamal, T.H., H.D. Johnson and A.C. Ragsdale, 1962. Environment physiology and shelter engineering. Mo. Agri. Exp. ~ Res. Bull. 785. "
"
56. Kibler, H.H. 1949. Environmental physiology. IV. Influenc"e of temperature, 50 0 to 105 0 F, on heat production and cardiorespiratory activities in dairy cattle. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. ~ 435. 57. Kon, S.K. and A.T. Cowie, 1961. Milk: The mammary gland and its secretion. vol. I Academic Press. New York, U.S.A. 58. Kwong, F.J. 1940. A histological study of the mammary gland of the cow during pregnancy. ~ Am. Vet. Med. Assoc. 96: 36. 59. Lacelles, A.K. 1976. The hormonal control of lactation in veterinary physiology. J. W. Phillis, ed. B,IS, Australia. 60. Laquer, G.L. 1943. Effect of testosterone propionate on the mammary glands of female albino rats. Endrocinol. 32: 81. 61. Leonard, S.L. and R.P. Reece, 1941. The relation of the thyroid to mammary gland growth in the rat. Endocrinol. 28: 65. 62. Leonard, S.L. 1945. The relation of the placenta to the growth of the mammary gland of the rat during the last half of pregnancy. Anat. Rec.
21:
65.
63. Lewis, A.A. and C.W. Turner, 1942. Effect of stilbestrol on the mammary gland of the mouse, rat, rabbit and goat. ~ Dairy Sci. 24: 845. 64. Lyons, W.R., l.L. Chaikoff and F.L. Reichert, 1933. 46
Experiments
with hypophyseal lactogenic hormone on normal ovariectomized and hypophysectomized dogs. ~ Soc. Exp. Siol. Med. 31: 303. 6:'>. Lyons, W.R. 1942. The direct mammotrophic action of lactogenic hormone acticn. Proc. Soc. Exp. Siol. Med. 51: 308. 66. Lyons, W.R. 1954. Hormonally induced lactation in male rats • .:!..,. elin. Endocrinol. Metabol. 14: 831. 67. Lyons, W.R., R.E. Johnson, R.D. Cole and C.H. Li, 1955. Mammary growth and lactation in male rats. In: Hypophyseal growth hormone, nature and actions. Sect. 26 McGraw Hill, New York. 68. Lyons, W.R. 1957. Local action of pityitary and ovarian hormones on the mammary glands of hypophysectomized - oophorectomized rats. ~ Rec. 127: 432. 69. ~lacy, loG., H.A. Hunscher, E. Donelson and B. Nims, 1930. Milk Flow. Am • .:!..,. ~ Child. 39: 1186. 70. Matthew, W.D. 1943. 24: 304.
Human
Relation of the orders of mammals. J. Mammol.
71. ~jcCullagh, E.P. and H.R. Rosmiller, 1941. Methyl-testosterone. I. Androgenic effect and the production of gynecomastia and oligospermia. J. Clin. Endocrinol. 31: 461.
72. McPhail, M.K. 193:'>. Hypophysectomy of the cat. 117: 45. 73. Meites, J. and C.W. Turner, 1942a. during pregnancy. Endocrinol. 30: 719.
~
Roy. Soc.
~
Why lactation is not initiated
74. Meites, J. and C.W. Turner, 1942b. Influence of suckling on lactogen content of pituitary of postpartum rabbits. Endocrinol. 31: 340. 75. Mei tes, J., J.J. Trentin and C.W. Turner, 1942. Effect of adrenalectomy on the lactogenic hormone and initiation of lactation. Endocrinol 31: 607. 76. Meites, J. and C.W. Turner, 1948. Studies concerning the induction and maintenance of lactation. Mo. Agri. ~ Sta. Res. Bull. 415. 77. Mixner, J.P. and C.W. Turner, 1942. Influence of thyroxin upon ma'1l1lary lobule-alveolar gro'lth. Endocrinol. 31: 345. 78. Mixner, J.P. 1944. The stimulation and inhibition of milk secretion in goats with diethylstilbestrol • .:!..,. Dairy Sci. 27: 957. 79. Mixner, P.L 1954. Restriction of dietary calcium intake during the period of molar calcification in the suckling rat. ~ Dental Res. 33: 676. 80. Nelson, W.O. and J.J. Pfiffner, 1930. An experimental study of the factors concerned in mammary gland growth and in milk secretion. Proc. Soc.
47 I
!
Exp. Biol. Med. 28: 1. 81. Nelson, ,1.0. Endocrinol. 18: 33.
1934.
Studies in the physiology of lactation.
82. Nelson, W.O. 1935. Gonad hormone effects in normal, spayed and hypophysectomized rats. Proc. Am. Soc. ~ AnaL Rec. 64: 52. 83. Nelson, W.O. and R. Gaunt, 1936. Initiation of lactation in hypophysectomized guineapigs. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 34: 671. 84. Nelson, W.O., R. Gaunt and M. Schweitzer, 1943. compounds on lactation. Endocrinol. 33: 325. 85. Newton, W.H. 1938.
Effects of adrenal
Hormones and the placenta. Physiol.
~
18:
419.
86. Ott, I. and J.e. Scott, 1940. The action of infundibulum upon the mammary secretion. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 8: 48. 87. Pencharz, R.I. and W.R. Lyons, 1934. Hypophysectomy in the pregnant guinea pig. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 31: 1131. 88. Ragsdale, A.e. 1948. Environment physiology. II. Influence of temperature, 50 0 to 1050 F, on milk production and feed consumption in dairy cattle. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. ~ 425. 89. Ragsdale, A.C. 1950. Environment physiology. IX. Milk production and feed and water consumption responses of Brahman, Jersey and Holstein cows to changes in temperature 50 0 to 1050 F and 50 0 to 80 0 F. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 460. ---90. Ray, E.W., S.C. Averill, W.R. Lyons and R.E. Johnson, 1955. Rat placental hormones activities corresponding to those of pituitary mammotropin. Endocrinol. 56: 359. 91. Reece, R.P. 1939. Initiation of lactation in the albino rat with lactogen and adrenal cortical hormone. ~ Soc. Exp. BioI. Med. 40:25. 92. Reece, R.P. and J .A. Bivins, 1942. Progesterone effect on pituitary lactogen content and on mammary hglands of ovariectomized rats • .Proc. ~ Exp. Bial. Med. 49: 582. 93. Regan, 'I.M. and G.A. Richardson, 1938. Reactions of the dairy cow to changes in environment temperature. ~ Dairy Sci. 21: 73. 94. Rhoad, A.O. 1944. Agri. 21: 162.
Iberia heat tolerance test for cattle. Tropic.
95. Robson, J.M. 1935. Action of oestrin in the mammary secretion. Quart. ~ Exp. Physiol. 24: 337 • . 96. Scharf, G. and W.R. Lyons, 1941. Effects of estrone and progesterone on male rabbit mammary glands. Proc. Soc. Exp. BioI. Med. 48:
86. 48
97. Schmidt, G.H. 1971. Fransisco, U.S.A.
Biclogy of lactation.
W.H. Freeman & Co .. San
98. Segura, E.T., J.D. Ronssel, D.G. Satterlee, 1..F. Gomila, 1.. Shaffer and J.C. Bergerson, 1979. Interaction of exogenous corticotropin and environment on protein bound iodine and other plasma biochemical parameter • .:!.!. Dairy Sci. 62: 278. 99. Selye, H. 1933. Biol. Med. 30: 588. 100. Selye, H. 1934. Physiol. 107: 535. 101. Selye, H. 1956. U.S.A.
Anterior pi tui tary and lactation. Proc. Soc. Exp.
On the nervous control of lactation. Am •
.:!.!.
The stress of life. Me. Graw Hill, Co., New York,
102. Shayanfar, F., H.H. Head, C.J. Wilcox and W.W. Thatcher, 1975. Adrenal responsiveness in lactating Holstein cows • .:!.!. Dairy Sci. 58: 870. 103. Sherwood, T.C. 1938. The relation of estrogenic substance to "thyroid function and respiratory metabolism. Am • .:!.!. Physiol. 124: 114. 104. Singh, R. and C.P. Merilan, 1957. Influence of temperature on vitamin levels in bovine blood. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 639. 10<;. Smith, G.V.S. and O.W. Smith, 1933. The inhibition in rabbits with large amount of oestrin. Am • .:!.!. Physiol. 103: 3<;6. 106. Smith, V.R. 19<;9. Physiology of lactation. 5th ed. Iowa State University Press, Ames, Iowa, U.S.A. 107. Speert, H. 1948. The normal and experimental development of the mammary gland of the rhesus monkey with some pathological correlations. Embryol. 32: 9. 108. Spielman, A.A. 1944. The effect of thyroidectomy on lactation in the bovine • .:!.!. Dairy Sci. 27: 441 • of
. 109. Stott, G.H. and V.R. Smith, 19<;7. Paturient paresis. VIII. Results parathyroidect~y of cows • .:!.!. Dairy. Sci. 40: 897 •
110. Stricker, P. and F. Grueter, 1928. Cited by J. Mei tes and C.W. Turner : Studies concerning the induction and maintenance of lactation, Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 1948: 415. 111. Stricker, P. and F. Grueter, 1929. Cited by J. Meites and C.W. Turner ; Studies concerning the induction and maintenance of lactation. Mo. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 1948; 415. 112. Thatcher, W.W. 1974. Effects of season, climate, and temperature on reproduction and lactation • .:!.!. Dairy Sci. 57: 360.
113. Trenkle, A. 1978. Relation of hormonal variations to nutritional studies and metabolism of ruminants, .:!.!. Dairy Sci. 61: 281.
49
114. Trentin, J.J. and C.W. Turner, 1941. Quantitative study of the effect of inanition on responsiveness of the mammary gland to estrogen. Endocrinol. 29: 984. 110,. Tucker, H.A. 1974. General endocrinological control of lactation. A comprehensive treatise. vol. I B.C. Larson and V.R. Smith, ed. Academic Press Inc., New York, U.S.A. 116. Turner, C.W. and W.V. Gardner, 1931. The relation of the anterior pituitary hormones to the development and secretion of the mammary gland. Ho. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 158. 117. Turner, C.W. and W.R. deHoss, 1934. The normal and experimental development of the mammary gland. Ho. Agri. Exp. Sta. Res. Bull. 207. 118. Turner, C.W. 1939. The mammary gland. In : E. Allen: Sex and internal secretions. 2nd ed. Williams and Williams Co. Baltimore, Haryland, U.S.A. 119. Turner, C.W. 190,4. Chicago, U.S.A.
Harvesting your milk crop. Bobson Bros. Co.,
120. Turner, C.vl. 1956. The experimental induction of growth of the cows under initiation of milk secretion. i.,. Dairy Sci. 39: 1717. 121. Velardo, J.T. 190,8. Univ. Press, New York, U.S.A.
The endocrinology of reproduction. Oxford
122. vlagenen, G. van and S.J. Folley, 1939. The effect of androgen on the mammary gland of the female rhesus monkey. Endocrinol. 1: 367. 123. Walsh, J.lV. and \'.B. Stromme, 1944. A study of the use of diethylstilbestrol in inhibition and suppression of lactation. Am. J. Obstet. Gynecol. 47: 655. ---- -124. lVettermann, R.P., H.A. Tucker, T.lV. Bech and D.C. Heyerhoeffer, 1982. Influence of ambient temperature on prolactin concentration in serum Holstein x Hereford heifers. i.,. Animal Sci. 50,: 391. 125. Wrenn, T.R. and J.F. Sykes, 1953. The response of hormonally induced mammary tissue to anterior pituitary hormones. !.=. Dairy Sci. 36: 1313.
">0