HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA ANAK PEREMPUAN
OLEH RENITA SEKAR UTAMI 802011034
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA ANAK PEREMPUAN
Renita Sekar Utami Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
i
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Psikologi UKSW dengan subjek para mahasiswi angkatan aktif dan masih tinggal dengan orang tua mereka. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik snowball. Selanjutnya sampel berjumlah 70 orang mahasiswi yang memenuhi syarat yang diajukan oleh peneliti. Untuk mengukur keterlibatan ayah berdasarkan teori dari Lamb, Pleck, Charnov dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012). Sementara untuk mengukur psychological well-being berdasarkan teori dari Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995). Dari penelitian ini diperoleh korelasi sebesar rit = 0,221 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan psychologycal well-being pada mahasisiwi Faklutas Psikologi UKSW Salatiga. Kata kunci: Keterlibatan ayah, Psychological well-being
ii
Abstact The objective of the study is to observe the corelation between Father involment with psychological well-being among students of the Faculty of Psychology Christian University Satya Salatiga. This research was conducted at the Faculty of Psychology SWCU with the subject of the student active forces and still live with their parents. The sample of the research use snowball sampling. Subsequently the samples were 70 female students who meet the conditions proposed by researchers. To measure the involvement of the father based on the theory of Lamb, Pleck, Charnov and Levine (in Allgood, Troy and Camille, 2012). Meanwhile, to measure psychological well-being based on the theory of Ryff (in Ryff & Keyes, 1995). The result of the study shows that correlation value r it = 0,221 (p > 0,05).
It means that there is a positive correlation between fathers
involvement with psychologycal well-being on a students of the Faculty of Psychology UKSW Salatiga. Key Words: Fathers Involvement, Psychologycal Well-bein
1
Pendahuluan Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya. Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe, 1994) Demikian pula yang terjadi pada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa mahasiswi mereka perpendapat mereka lebih baik dalam menghadapi masalah, baik dalam perkuliahan maupun dalam pergaulan karena mereka selalu belajar tentang psikologi dan mulai menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sehingga mereka merasa tidak terlalu masalah dengan kesulian yang mereka hadapi karena mereka merasa mereka memilki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa yang tidak mengambil jurusan psikologi. Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam
2
hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalahmasalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer & Roodin, 2003). Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anakanak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun, sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak (Dagun, 1990). Van Wel, Linssen, & Abma (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah dan anak-anak mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik
3
secara langsung dari waktu ke waktu. Allen dan Daly (2007) mengemukakan bahwa “keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anakanak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dari dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Peneliti berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak. Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck & Hofferth, 2008). Sebuah penelitian longitudinal pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar menemukan adanya tingkat agresi yang lebih tinggi pada anak yang hanya tinggal dengan ibu (Osborne & McLanahan, 2007). Demikian pula dengan well-being pada anak. Selain pendidikan, ternyata kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran ayah mendampingi anaknya sedini mungkin. Penelitian serupa pada anak-anak yang tidak tinggal dengan ayah dan ibunya akan berujung pada penyalahgunaan obat-obatan, pengunaan obat-obatan salah satu bentuk memilki nilai psychological well being yang rendah (Hemovich, Vanessa & William, 2009). Hal tersebut menegaskan peran ayah secara utuh. Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses
4
perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik, sehingga dapat memilki psychological well being yang tinggi. Banyak literatur yang sering merendahkan pentingnya peran ayah pada pengembangan anak perempuan, terutama bila dibandingkan dengan hubungan ibu dan anak perempuan (Pleck & Hofferth, 2008). Menurut Secunda (1992) ayah dapat memiliki dampak besar pada perkembangan anak-anak perempuan, namun, dari semua ikatan keluarga, hubungan ayah dan anak perempuan adalah yang paling dipahami dan paling dipelajari,beberapa orang lain telah mencatat pengamatan serupa (Allgood, Troy & Camille, 2012). Dalam sebuah penelitian pengaruh positif tentang hubungan ayah dan putrinya, akan mempengaruhi harga diri pada putrinya (Liu, 2008). Van Wel, Linssen, & Abma, (2000) menyebutkan, meskipun teman-teman dan hubungan kencan menjadi semakin berpengaruh sepanjang masa remaja, Van Wel dkk (2000) menegaskan bahwa hubungan orang tua dan anak tetap penting untuk kesejahteraan anak. Mungkin faktor lain untuk mengabaikan hubungan anak perempuan dan ayah, dalam gagasan lama bahwa ayah memainkan peran penting dalam pengembangan anak laki-laki daripada anak perempuan (Morgan, Wilcoxon, & Satcher, 2003). Meskipun penelitian perkembangan menunjukkan bahwa ayah biasanya kurang terlibat dengan anak perempuan mereka dari pada anak laki-laki mereka, kualitas pengasuhan anak-anak dari kedua jenis kelamin terima dari ayah mereka dapat memiliki implikasi psikologis jangka panjang (Van Wel dkk, 2000). Dari paparan di atas menunjukan peran dan keterlibadan ayah dalam pengasuhan terhadap putinya sangat penting bagi perkembangan anak tersebut, baik di masa sekarang
5
atau di masa depan. Kondisi kesejahteraan psikologis juga penting bagi anak dapat bergaul dan memahami sekitarnya. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being pada anak perempuan pada masa dewasa awal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being pada anak anak perempuan pada masa dewasa muda. Manfaat penelitian ini yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi psikologi dan pemahaman bagi para ayah untuk lebih terlibat dalam pengasuhan anaknya. TINJAUAN PUSTAKA Psychological Well-being Definisi psychological well being menggunakan definisi dari Ryff
(1989),
penggagas teori psychological well being yang selanjutnya disingkat dengan PWB menjelaskan istilah PWB sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Dimensi Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dengan mengintegrasikan teori-teori dari psikologi perkembangan, psikologi klinis, dan teori kesehatan mental. Kesejahteraan psikologis
6
(psychological well-being) hanya dapat dipahami secara menyeluruh dan masing-masing dimensi tidak berdiri sendiri, ada interdependensinya dan sama-sama memberikan sumbangan penting terhadap kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995). Berikut penjelasan dari masing-masing dimensi kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing): a. Penerimaan diri (self-acceprance) Penerimaan diri ditunjukan pada individu yang mengevaluasi secara positif terhadap dirinya yang sekarang maupun dirinya dimasa lalu. Individu dalam hal ini dapat mempertahankan sikap-sikap positifnya dan sadar akan keterbatasan yang dimilki. Dengan kata lain, seseorang yang mampu menerima dirinya adalah orang yang memiliki kapasitas untuk mengetahui dan menerima kekeurangan serta kelemahan dirinya dan ini merupakan salah satu karakteristik dari fungsi secara psikologis. b. Hubungan positif dengan orang lain ( positif relation with orther) Individu ini mampu untuk mengelola hubungan interpersonal secara emosional dan adanya kepercayaan satu sama lain sehingga merasa nyaman. Selain itu adanya hubungan positif dengan orang lain juga ditandai dengan memiliki kedekatan yang berarti dengan orang yang tepat (significant others). c. Kemandirian (autonomy) Kemandirian adalah kemampuan, melakukan dan mengarahkan perilaku secara sadar dan mempertimbangkan positif dan negatifnya sehingga dapat memutuskan dengan tegas dan penuh kenyakinan diri. Individu yang mampu melakukan aktualisasi diri dan berfungsi penuh memilki keyakinan dan kemandirian, sehingga dapat prestasi yang memuaskan.
7
d. Penguasaan terhadap lingkungan ( environmental mastery) Hal ini sangatlah berpengaruh pada kehidupan eksternal tiap individu dimana faktor eksternal adalah sesuatu hal yang dapat merubah sebagian aspek kehidupan individu. Sehingga adanya kapasitas untuk mengatur kehidupan yang efektif dan lingkungan sekitar. Hal ini berarti memodifikasi lingkungan agar dapat kebutuhan dan tuntutan-tuntutan dalam hidupnya. e. Tujuan hidup ( Purpose in life) \ Keberhasilan dalam menemukan makna dan tujuan diberbagai usaha dan kesempatan dapat diartikan sebagai individu yang memilki tujuan dalam hidupnya. Individu tersebut memilki tujuan dan keyakinan bahwa hidupnya berarti. Dalam pengertian kematangan juga menekankan adanya pembahasan akan hidup, perasaan terarah dan adanya pemahaman akan tujuan hidup, perasaan terah dan adanya suatu maksud dalam hidupnya. f. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Berfungsi aspek psikologi yang optimal mensyaratkan tidak hanya seorang terebut mencapai suatu karakteristik yang telah diciptakan sebelumnya, namun juga adanya keberlanjutan dan pengembangan akan potensi yang dimilki, unuk tumbuh dan
terus
berkembang
sebagai
yang
berkualitas.
Kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri sendiri dan merealisasikan potensi yang dimilkinya adalah merupakan pusat dari sudut pandang klinis mengenai pertumbuhan pribadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being a. Usia Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tingkat psychological well-being didasarkan pada perbedaaan usia, perbedaan usia ini
8
terbagi tiga fase kehidupan dewasa muda, dewasa madya dan dewasa akhir. Individu-individu yang berada pada masa dewasa madya dapat menunjukkan psychological well-being yang lebih dibandingkan mereka yang berada di masa dewasa awal dan dewasa akhir pada beberapa dimensi dari psychological wellbeing. Ryff dan Keyes (1995), menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya. Sedangkan dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring pertambahan usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam dimensi penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga akhir. b. Jenis Kelamin Wanita cenderung lebih memiliki psychological well-being dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita memilki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Ryff, 1989). c. Status Sosial Ekonomi Penelitian Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa status sosial ekonomi yang meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan keberhasialan pekerjaan memberikan pengaruh tersendiri pada psychological well-being, dimana individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memilki pekerjaan yang baik akan menunjukkan tingka psychological well-being.
9
Ryff (1995) juga menyebutkan bahwa status ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan akan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. d. Dukungan Sosial Dukungan sosial termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang. Dukungan sosial atau jaringan sosial berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Ryff, 1989). e. Religiusitas Ryff (1989) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara ketaatan beragama (religiosity) dengan psychological well-being. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa individu dengan religiusitas yang kuat menunjukkan tingkat psychological well-being yang lebih tinggi dan lebih sedikiti mengalami pengalaman traumatik. f. Kepribadian Ryff dan Keyes (1995), telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara 5 tipe kepribadian ( the big five theory) dengan dimensi-dimensi psychologycal well-being. Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang termasuk dalam katagori ekstraversion, conscientiousness dan low neouroticism mempunyai skor tinggi pada dimensi penerimaan diri, individu yang termasuk dalam katagori agreeableness dan ekstraversion mempunyai skor tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan individu yang termasuk katagori low neuriticism mempunyai skor tinggi pada dimensi autonomy.
10
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak Andayani dan Koentjoro (2007) mendefinisikan keterlibatan berarti mengandung partisipasi aktif dan inisiatif. Seorang ayah dikatakan terlibat dalam pengasuhan jika ayah memiliki inisiatif untuk menjalin hubungan dengan anak dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada baik fisik, kognisi, dan afeksinya. Allen dan Daly (2007) mengemukakan bahwa konsep keterlibatan ayah lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anakanak mereka, terlihat dekat dan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, kemampuan untuk memilih respon yang paling tepat, baik secara emosional, afektif, maupun instrumental. Monks, Knoers dan Hadiyanto (2006) menyatakan keterlibatan ayah adalah seberapa baik ayah menjalankan perannya yang terkategorisasikan dalam beberapa cara pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah, pemenuhan waktu dan berdialog bersama, memberikan pujian dan kasih sayang, mengembangkan potensi atau bakat dan memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini menggunakan definisi keterlibatan ayah dari Monks, Knoers dan Haditono ( 2006) karena definisi tersebut mencakup aspek-aspek keterlibatan ayah yang dikemukakan oleh Lamb, Pleck, Charnov, & Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012) yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
11
Definisi keterlibatan ayah memakai definisi dari Monks dkk (2006) menyatakan keterlibatan
ayah
adalah
seberapa
baik
ayah
menjalankan
perannya
yang
terkategorisasikan dalam beberapa cara pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah, pemenuhan waktu dan berdialog bersama, memberikan pujian dan kasih sayang, mengembangkan potensi atau bakat dan memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Aspek-Aspek Keterlibatan Ayah Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012) memperkenalkan dimensi keterlibatan ayah terdiri dari: a. Paternal engagement Paternal engagement yaitu keterlibatan ayah yang mencakup interaksi langsung dengan anak yang di dalamnya terdapat kehangatan dalam berinteraksi dengan anak. b. Paternal accessibility Paternal accessibility yaitu keberadaan ayah untuk anak dan kemudahan anak untuk menghubungi ayah. c. Paternal responsibility Paternal responsibility yaitu mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Aspek-aspek diatas akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.
12
Manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan Definisi perilaku pengasuhan, secara lebih rinci dijelaskan oleh Lamb (1981) yaitu ayah dan ibu menimbulkan interaksi yang berbeda sejak kehidupan awal si anak. Pada masa bayi ayah berinteraksi dalam memberi stimulasi fisik dan mengajak bermain, sementara ibu pada permainan umum dan utamanya bertanggung jawab untuk merawat. Dalam situs Keluarga.com (2013), keterlibatan ayah dalam pengasuhan ternyata memberi dampak positif pada anak yaitu ikatan ayah dan anak akan memberikan warna tersendiri dalam pembentukan karakter anak. Ayah membantu anak bersifat tegar, kompetitif, menyukai tantangan dan senang bereksplorasi. Ikatan ayah dan anak juga mampu meningkatkan kemampuan adaptasi anak, anak menjadi tidak mudah stress atau frustasi sehingga lebih berani mencoba hal-hal disekelilingnya. Adapula pendapat dari Sarkadi pada tahun 2008, dari Department of Women's and Children's Health di Uppsala University, Swedia, yang dilansir dalam sciencedaily (2008) menyebutkan, Kajian terperinci yang penelitiannya berlangsung selama 20 tahun menunjukkan bahwa secara keseluruhan, anak-anak menuai manfaat positif jika mereka memiliki keterlibatan aktif dan teratur dengan seorang sosok ayah. Berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki sosok ayah yang terlibat secara positif cenderung untuk tidak merokok dan terlibat masalah dengan polisi, mencapai tingkat pendidikan yang lebih baik dan mengembangkan persahabatan yang baik dengan anak-anak dari kedua jenis kelamin. Manfaat jangka panjang mencakup wanita yang memiliki hubungan yang lebih baik dengan pasangan mereka dan rasa kesejahteraan mental dan jasmani yang lebih besar pada usia 33 tahun jika mereka memiliki hubungan baik dengan ayah mereka ketika berusia 16 tahun.
13
Menurut Flouri (dalam Allen & Daly, 2007) keterlibatan ayah dalam kehidupan anak berkorelasi positif dengan kepuasan hidup anak, kebahagiaan dan rendahnya pengalaman depresi menurut Formoso (dalam Allen & Daly, 2007). Menurut Veneziano (dalam Allen & Daly, 2007) Penerimaan ayah secara signifikan mempengaruhi penyesuaian diri remaja, salah satu faktor yang memainkan peranan penting bagi pembentukan konsep diri dan harga diri (Culp, Schandle, Robinson & Culp, 2000). Secara keseluruhan kehangatan yang ditunjukkan oleh ayah akan berpengaruh besar bagi kesehatan dan kesejahteraan psikologis anak, dan meminimalkan masalah perilaku yang terjadi pada anak (Rohner &Veneziano,2001). Hubungan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being pada masa dewasa muda Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya. Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu memilki nilai psychological well being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe, 1994).
14
Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalahmasalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer & Roodin, 2003). Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anakanak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun, sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak (Dagun, 1990).
15
Van Wel dkk (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah dan anak-anak mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik secara langsung dari waktu ke waktu. Keterlibatan ayah dengan anak memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan hidup dan rendahnya tingkat depresi pada anak ( Formoso, Gonzales, Barrera, & Dumka, 2007). Pada dewasa muda keterlibatan ayah memiliki dampak yang baik pada fungsi psikologisnya (Schwartz & Finley, 2006). Allen dan Daly (2007) mengemukakan bahwa “keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anakanak mereka, terlihat dari dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan pada anak-anaknya membuat anak memiliki problem solving yang tinggi, dapat beradaptasi dengan baik, lebih ceria, dan membuat anak lebih aktif dalam bermain dengan sebaya (Biller, 1993). Peneliti berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak. Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck & Masciadrelli, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada
16
remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif signifikan antara keterlibatan ayah dengan pyschological well being pada masa dewasa muda anak perempuannya. Makin tinggi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, maka makin tinggi nilai psychological well being pada masa dewasa muda anak perempuan. METODOLOGI PENELITIAN Variable Penelitian Variabel X: Keterlibatan ayah Variabel Y : Psychological well being Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, subyek yang dilibatkan adalah wanita yang masih menempuh pendidikan strata satu, yang berumur 18-21 tahun (Fulmer, 2005). Subjek penelitian dilakukan pada mahasiswi psikologi angkatan 2011-2014 dengan kriteria masih memilki orang tua kandung yang lengkap (dalam artian memilki ayah dan ibu), serta masih tinggal dengan orangtua sampai saat ini ( dalam artian yang tidak kost di Salatiga). Sampel Penelitian dan metode sampling Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2011-2014 yang berkuliah di fakultas Psikologi UKSW, di pilihnya populasi tersebut karena populasi
17
tersebut dirasa memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Metode yang digunakan dalam menyebar kuesioner dengan menggunakan metode snowball, yaitu adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih orang-orang yang memenuhi kriteria, lalu orangorang tersebut memberikan referensi mengenai orang lain yang juga memiliki kriteria yang sesuai dengan penelitian. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu korelasi peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap psychological well-being pada anak perempuan pada masa dewasa muda. Pengukuran Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk menggungkapkan hal-hal yang sedang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keterlibatan ayah dan skala psychological well being. Dalam hal ini yang diukur adalah presepsi anak terhadap keterlibatan ayah mereka dalam pengasuhan.
18
1.
Skala keterlibatan ayah Aspek-aspek keterlibatan ayah disusun oleh penulis berdasarkan dimensidimensi keterlibatan ayah menurut Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012) yang terdiri dari paternal engagement, paternal accessibility, dan paternal responsibility. Keterlibatan ayah dengan skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban SS diberikan skor 4, jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2, dan jawaban STS diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable merupakan kebalikan dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS diberikan skor 4, jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2, jawaban STS diberikan skor 1. Dalam hal ini peneliti menggunakan try out terpakai. Saat penelitian dilakukan peneliti mendapatkan 70 responden untuk mengisi angket. Setelah melakukan penelitian didapatkan realiabel sebesar 0,904, menurut Aswar (2000) jika realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus. Dari 18 item yang diujikan tidak ada item yang gugur. Nilai r hitung item total correlation bergerak antara 0,366-0,678.
2.
Skala psychological well being Skala Psychological well-being berdasarkan skala yang disusun oleh Ryff (1989) yang terdiri kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya (self-acceptance). Membutuhkan hubungan hangat dengan orang lain (positive relation with other). Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial (autonomy), mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), memilki tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta mampu merealisasikan potensi
19
dirinya secara continue ( personal growth). Skala psychological well being memilki 42 dan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban SS diberikan skor 4, jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2, dan jawaban STS diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable merupakan kebalikan dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS diberikan skor 4, jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2, jawaban STS diberikan skor 1. Dalam hal ini peneliti memakai try out terpakai. Saat penelitian dilakukan peneliti mendapatkan 70 responden untuk mengisi angket. Setelah melakukan penelitian didapatkan realiabel sebesar 0, 856 menurut Aswar (2000) jika realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus. Dari 42 item yang diujikan terdapat 10 item yang gugur dan 32 item yang valid. Nilai r hitung item total correlation bergerak antara 0,215-0,591. HASIL Analisis Deskriptif Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata (mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut: a. Keterlibatan ayah Berdasarkan angket Keterlibatan ayah ada 18 item valid. Berdasarkan hasil analisa dari angket keterlibatan ayah didapat skor tertinggi adalah 71 dan skor terendah adalah 26.
20
Tabel 4.1 Interval keterlibatan ayah No
Interval
Katagori
Mean
F
Presentase
1.
18 ≤ x < 27
Sangat rendah
1
1,4 %
2.
27 ≤ x < 36
Rendah
4
5,7 %
3.
36 ≤ x < 54
Sedang
44
62.9 %
4.
54 ≤ x < 63
Tinggi
16
22,9 %
5.
63 ≤ x ≤ 72
Sangat Tinggi
5
7,1 %
70
100%
50,79
Jumlah SD = 8,363
Min = 26
Max = 71
x: skor keterlibatan ayah Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 5 mahasiswa beranggapan bahwa mereka tumbuh dan berkembang tidak merasakan secara langsung keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Lalu ada 44 mahasiswi yang merasa bahwa ayah mereka cukup berperan dalam pengasuhan. Sedangkan sebanyak 21 mahasiswa menganggap mereka merasakan keterlibatan ayah dalam pengasuhan selama ini. Keterlibatan ayah pada mahasiswi fakultas psikologi UKSW memiiki rata-rata 50,79 dan tergolong Sedang. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas. b. Pshycology well-being Angket Pshycological well-being terdapat 32 item yang valid. Berdasarkan hasil analisa dari angket Pshcological well-being didapat skor tertinggi adalah 122 dan skor terendah adalah 78
21
Tabel 4.2 Interval pshcological well-being No
Interval
Katagori
1.
32 ≤ x < 51,2
2.
F
Presentase
Sangat rendah
0
0%
51,2 ≤ x < 70,4
Rendah
0
0%
3.
70,4 ≤ x < 89,6
Sedang
5
7,1%
4.
89,6 ≤ x < 108,8
Tinggi
55
78,6%
5.
108,8 ≤ x ≤ 128
Sangat Tinggi
10
14,3
Jumlah
70
100%
SD = 7,857
Mean
98,43
Min = 78
Max = 122
x:skor psychological well-being Dari tabel di atas, diketahui bahwa 5 mahasiswa beranggapan nilai pshycological well-being yang dimilkinya dalam katagori sedang. Sedangkan sebanyak 65 mahasiswa menganggap mereka memiliki pshychological well-being dengan baik. Dalam tabel di atas nilai pshycological well-being memilki rata-rata sebesar 98,43 dan termasuk kedalam katagori tinggi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
22
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov. Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai Kolmogrov Smirnov Z untuk variabel keterlibatan ayah sebesar 0,810 (dengan p>0,05) dan pshychologica well being sebesar 1,369 (dengan p>0,05). Karena signifikansi untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada kedua variabel tersebut dinyatakan normal. Hasil uji normalitas dan grafik uji normalitas dapat dilihat pada lampiran (Ghozali, 2006). 2. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan melihat nilai F 1,4 (dengan p>0,05). Nilai sig 0,162 (p > 0,05), hal ini berarti uji linearitas terpenuhi. Syarat data linear adalah p > 0,05 (Ghozali, 2006).
Uji Korelasi Dari hasi uji normalitas dan uji linearitas data, didapat hasil data berdistribusi normal dan data linear. Diperoleh koofisien korelasi antara keterlibatan ayah dengan pshycological well-being sebesar 0,221 dengan sig. 0,033 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada anak perempuan di masa dewasa awal. Pengaruh keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap pshycological well-being hanya 4,88% dan sisa nya dipengaruhi oleh faktor lain selain keterlibatan ayah.
23
PEMBAHASAN Dari hasil penelitian korelasi Pearson sebesar 0,221 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan pshcyological well-being pada mahasiswi Fakultas psikologi UKSW. Adapun temuan ini dimungkinkan terjadi, karena pada masa dewasa awal dimana pertumbuhan pada masa puncaknya. Berbagai keputusan yang penting yang mempengaruhi karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal. Pencapaian karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carver, Segerstrom, 2010). Salah satu faktornya adalah dengan adanya dukungan sosial terutama dukungan keluarga, karena dari kecil sampai masa dewasa awal keluarga lah yang sering berinteraksi dengan individu, maka keterlibatan dan dukungan dari keluarga akan sangat mempengaruhi individu terutama dalam kesehatan psikologisnya atau psychological well-being. Pada hakikatnya, dukungan sosial terutama dari orang tua cukup berpengaruh pada perilaku anak pada masa depannya, salah satu nya dalah kedekatan antara ayah dengan anak-anak mereka berhubungan positif dengan psychological well-being anak (Van wel dkk, 2000). Menurut Videon ( dalam Amalia, 2005) keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan memengaruhi anak-anak mereka dalam hubungan dengan teman sebaya dan prestasi dalam pendidikannya, dapat membantu pada masa dewasa awal dalam mengembangkan pengendalian dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Keterlibatan ayah cukup memengaruhi dalam proses berkembang anak dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada anak akan memberikan perasaan diterima, dapat berhubungan dengan baik pada teman sebaya, memilki kemandirian, dapat menyesuaikan
24
diri dengan lingkungannya, serta dapat mengetahui apa yang akan ia lakukan untuk masa depannya, sehingga dapat memiliki psychological well-being yang baik. Penelitian ini mendukung penlitian yang di lakukan oleh Allgood dkk (2012) tentang hubungan postif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada anak perempuan. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap psychological well-being adalah sebesar 4,88% cukup kecil dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya. Sejumlah studi menemukan bahwa peran ayah tidak dapat dibebaskan dari peran parental ibu (Benetti & Roopnarine, 2006). King dan Heard (1999) menemukan bahwa hubungan ayah-anak dan problem perilaku hanya dapat diprediksi melalui tingkat kepuasan ibu terhadap kepedulian ayah pada anak. Temuan ini mengindikasikan bahwa walaupun perkembangan zaman telah mengakibatkan pergeseran peran ekspresif ibu dan instrumental ayah, tetapi pola parental yang dipatronkan secara historis tersebut masih cukup kental. Praktek pengasuhan sekarang ini sudah lebih banyak melibatkan ayah, tetapi tidak berarti peran ibu berkurang secara dramatis. Disebutkan diatas bahwa variabel pscyhological well being pada mahasiswi fakultas psikologi UKSW memilki rata-rata 98,43 dan termasuk kedalam katagori tinggi. Mungkin disebabkan karena subjek yang diambil oleh peneliti pada masa dewasa muda, pada masa dewasa muda dimensi pengusaan lingkungan dan dimensi kemandirian memiliki skor tinggi (Ryff & Keyes, 1995). Sampel yang diambil oleh peneliti berjenis kelamin perempuan dan sedang menempuh pendidikan strata satu. Ryff (1989) menyebutkan bahwa wanita cenderung memilki psychological well-being yang lebih tinggi daripada laki-laki, karena wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan bercerita kepada orang lain dan wanita juga memilki kemampuan interpersonal yang lebih
25
baik daripada laki-laki. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingginya nilai psychologial well being. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki pekerjaan yang lebih baik akan menunjukkan tingkat psychological well-being yang tinggi pula (Ryff, 1989). Diatas juga menyebutkan bahwa keterlibatan ayah pada mahasiswi fakultas Psikologi UKSW memiliki rata-rata 50,79 dan termasuk kedalam katagori tinggi. Mungkin itu disebabkan karena ayah masa kini lebih sadar dan mau untuk berbagi peran dengan istri terutama dalam pengasuhan anak. Seperti yang dikutip dari intisari online (2014) para ayah masa kini semakin menyadari pentingnya berbagi peran dengan istri, bukan hanya dalam pengasuhan, melainkan juga tugas-tugas rumah tangga. Mereka tak sungkan menggendong anak, mengganti popok, membacakan dongeng, sampai mengambil rapor anak di sekolah.
26
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan pshcyological well-being pada masa dewasa awal pada mahasiswi fakultas Psikologi UKSW. 2. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW memiliki nilai rata-rata sebesar 50,79 sehingga dapat dikatakan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW termasuk dalam kategori tinggi. 3. Variabel pshcyological well-being pada mahasiswi Fakutas Psikologi UKSW memilki rata-rata sebesar 98,43 yang menunjukan bahwa nilai pshcyological wellbeing pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW dalam katagori tinggi. 4. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap pshcyological well-being sebesar 4,88%, sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. SARAN Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak sebagai berikut : 1. Bagi Ayah a.
Tidak ibu saja yang lebih mengurus anak tapi sebaiknya ayah juga ikut terlibat dengan pengasuhan.
b.
Sebaiknya Ayah ikut memantau setiap kegiatan yang anak lakukan dan lebih sering berinteraksi dengan anak sehingga hubungan ayah dan anak dapat terjalin dengan lebih baik.
27
c.
Mengingat sumbangan efektif hanya kecil dari keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being, sebaiknya hal-hal lain perlu diperhatikan, mungkin keterlibatan keluarga yang lain ( ibu dan saudara) dapat meningkatkan psychological well-being pada seorang individu.
2. Bagi Anak perempuan a. Tidak hanya berinteraksi dengan ibu tapi juga harus lebih mendekatkan diri pada ayah. b. Mau untuk lebih sering berinteraksi dengan ayah, mungkin dalam berbagi pendapat dengan ayah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dengan Pshcyological well-being pada dewasa awal selain dengan keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Faktor-faktor tersebut seperti: Usia, jenis kelamin, status ekonomi, dukungan sosial, religiusitas dan faktor kepribadian.
28
DAFTAR PUSTAKA Amalia, U. (2011). Hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan resiliensi dengan kemampuan memecahkan masalah remaja pada keluarga dengan ibu bekerja sebagai TKW di luar negeri. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Andayani, B. & Koentjoro. (2007). Psikologi keluarga : peran ayah menuju coparenting. Sidoarjo: Laros. Allen, S & Daly, K. (2007). The Effect of Father Involment; and Updated Reasearch Summary of the Evidence. Canada : University of Guelph. Allgood, S.M., Troy B. E. B. & Camille, P. (2012). The role father involment in the perceived psychological well being of young adult daughter. North American Journal of Psychology., Vol. 14 Issue 1, p95-110. Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Benetti, S. P. C. & Roopnarine, J.L. (2006). Paternal Involvement with School-aged Children in Brazilian Families: Association with Childhood Competence. Sex Roles, 55, 669-678. Biller, H.B. (1993). Fathers and families: Paternal factors in child development.Westport, CT: Auborn House. Bouchard, L., Catherine M., Asgary. & Pelletier, L. (2007) Fathering: A Journal of Theory, Research, & Practice about Men as Fathers. Winter, Vol. 5 Issue 1, p2541. Bronte-Tinkew, J., Horowitz, A., & Scott, M. E. (2009). Fathering with multiple partners: Links to children‟s well-being in early childhood. Journal of Marriage and Family, Volume 71. 608–631. Carnelley, K. B., Pietromonaco, P. R., & Jaffe, K. (1994) Depression, working models of others, and relationship functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 66, 127-140, 1994. Corsini, R. (2002). The dictionary of psychology. New York: Brunner-Routledge. Culp, R. E., Schadle, S., Robinson, L., & Culp, A. M. (2000). Relationships among paternal involvement and young children’s perceived self-competence and behavioral problems. Journal of Child and Family Studies, 9(1), 27-38. Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga. Jakarta : PT. Rineka cipta. Doherty. W. J., Kouneski, E, F & Erikson, M. F. (1998). Responsible Fathering : An Overview and Conseptual Framework. Journal of Marriage and Te Family, 277292.
29
Finley, G. E., & Schwartz, S. J. (2004). The father involvement and nurturant fathering scales: Retrospective measures for adolescent and adult children. Educational and Psychological Measurement,64(1), 143-164. Formoso, D., Gonzales, N.A., Barrera, M. & Dumka, L.E. (2007). Interparental relations, maternal employment, and fathering in Mexican American families. Journal of Marriage and Family, 69,26-39. Fulmer, R. (2005). Becoming an adult: Leaving home and staying connected. In E. A. Carter & M. McGoldrick (Eds.), The expanded family life cycle: Individual, family, and social perspectives (pp. 215-230). Boston: Allyn & Bacon. Ghozali. I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. (edisi ke 4). Semarang: Badan Penerbit Unversitas Diponegoro Hemovich, M., Vanessa, C. & William, D. (2009). Substance Use & Misuse. Vol. 44 Issue 14, p2099-2113. 15p. 5 Charts. DOI: 10.3109/10826080902858375. Hoyer, W. J. & Roodin, P. A. (2003). Adult, development and aging (5thed.). Boston: McGraw-Hill. http://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-perandengan-istri http://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnya. http://www.sciencedaily.com/releases/2008/02/080212095450.htm
King, V . & Heard, H.E. (1999). Nonresident Father Visitation, Parental Conflict, and Mother ’ s Satisfaction : What’s Best for Child Well Being?. Journal of Marriage and the Family, 61, 385-396. King, V . & Sobolewski, J.M. (2006). Nonresident Father’ s Contribution to Adolescent WellBeing. Journal of Marriage and Family ,68, 537-557. Lamb, M. E. (1981). The role of the father in child development(2nd ed.). New York: John Wiley & Sons. Liu, Y. L. (2008). An examination of three models of the relationships between parental attachments and adolescents’ social functioning and depressive symptoms. Journal of Youth and Adolescence, 37(4), 941-952. Available (online): http://link.springer.com/article/10.1007/s10964-006-9147-1#page-2
Mirowsky, M & Ross, L. (1999). Well‐Being Across the Life Course. Dalam A Handbook for the Study of Mental Health : Social Context, Theories, and System. (Editor: Horwitz and Scheid). Cambridge: Cambridge University Press. Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2006). Psikologi perkembangan :pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
30
Morgan, J. V., Wilcoxon, S. A., & Satcher, J. F. (2003). The father-daughter relationship inventory: A validation study. Family Therapy, 30(2), 77-93. Osborne, C., & McLanahan, S. (2007). Partnership instability and child well-being. Journal of Marriage and Family, Volumne 69, (2007): 1065-1083. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development, (9thed.), McGraw-Hill, Boston. Pleck, J.H., & Hofferth, S.L. (2008). Mother involvement as an influence of father involvement with early adolescents. Fathering: A Journal of Theory, Research, & Practice about Men as Fathers, 6(3), 267-286. Available (online): http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138554/
Pleck, J. H., & Masciadrelli, B. P. (2004). Paternal involvement by U.S. residential fathers: Levels, sources, and consequences. In M. E. Lamb (Ed.), The role of the father in child development(4th ed., pp. 222-271). Hoboken, NJ: John Wiley. Rohner, R. P., & Veneziano, R. A. (2001). The importance of father love: History and contemporary evidence. Review of General Psychology, 5, 382-405. Ryff, C. D. (1989): Happiness is everything, oris it? Explorations on the meaning of psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, 57:10691081. Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995): The structure of psychological wellbeing revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69(4): 719-727. Schwartz, S. J., & Finley, G. E. (2006). Father involvement, nurturant fathering, and young adult psychosocial functioning: Differences among adoptive, adoptive stepfather, and nonadoptive stepfamilies. Journal of Family Issues, 27, 712-731 Secunda, V. (1992). Women and their fathers: The sexual and romantic impact of the first man in your life. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group Inc. Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995):“Lifespan development”,(5thed.), Fort Worth, Harcourt Brace College Publishers, TX. Van Wel, F., Linssen, H., & Abma, R. (2000). The parental bond and the wellbeing of adolescents and young adulssts. Journal of Youth and Adolescence, 29(3), 307318.