UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A, RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ISMAIL FAHMI, S.Kep 1006823330
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A, RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program profesi Ners Ilmu Keperawatan
ISMAIL FAHMI, S.Kep. 1006823330
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013 i Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
ii Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
iii Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, Penulis dapat menyelasaikan karya ilmiah akhir Ners ini yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo”.
KIAN ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa profesi sampai pada penyusunan KIAN ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan rancangan KIAN ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih pada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed. sebagai ketua program studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 3. Ibu Yulia, SKp., MN.,Ph.D. sebagai pembimbing penyusunan KIAN yang telah banyak memberikan dukungan, waktu, bimbingan, dan pemahaman selama proses penyusunan KIAN ini 4. Ns. Yeane A., S.Kep. selaku kepala ruangan lantai 7 ruang IPD zona RSCM dan penguji KIAN ini. 5. Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan mertuaku yang senantiasa mendoakan demi kelancaran penyelesaian Penulisan ini, permaisuriku tercinta Yuyun Peni Astri dan generasi hebatku (Nafeeza Dhia Syafarana dan Naysila Dhia Syafarana) dengan segala cinta dan pengorbanan, cinta kasih yang tiada henti kepada Penulis. 6. Teman-teman Ekstensi angkatan 2010 yang bersama-sama saling membantu menyelesaikan KIAN ini.
iv Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Semoga Allah memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua yang telah membantu Penulis dalam mewujudkan KIAN ini. Penulis menyadari dalam penyusunan KIAN ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala pendapat saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat Penulis harapkan.
Depok, 12 Juli 2013
Penulis
v Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ismail Fahmi, S.Kep.
NPM
: 1006823330
Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-xclusive Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
beserta perangkat yang ada jika (diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 12 Juli 2013 Yang menyatakan
(Ismail Fahmi, S.Kep.)
vi Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
ABSTRAK Nama : Ismail Fahmi, S.Kep. Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD, Lantai 7 zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau kerja insulin. Masalah psikososial seperti stres dan kecemasan pada klien dengan yang mengalami diabetes melitus sangat mempengaruhi status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien karena mempengaruhi kadar gula darah. Karya ilmiah akhir ners ini dilakukan untuk menganalisis implementasi asuhan keperawatan relaksasi otot progresif berdasarkan evidence based practice dalam mengatasi ketidakstabilan kadar gula darah pada klien dengan masalah diabetes melitus di ruang IPD lantai 7 zona A RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien diabetes sehingga mampu menurunkan kadar gula darah. Kata Kunci: relaksasi otot progresif, kadar gula darah.
vii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
ABSTRACT Name Study Program Judul
: Ismail Fahmi, S.Kep. : Nursing : Analysis of Urban Health Clinical Nursing Practice in Patient with Diabetes Mellitus in Internal Medicine Room Care, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo Hospital
Diabetes mellitus is caused by secretory the impairment of insulin or function of insulin. Psychological problems such as stress and anxiety in patients with diabetes mellitus might influence health status and healing process due to high blood glucose. This final clinical nursing paper aimed to analyze nursing care intervention of progressive muscle relaxation based on evidence based practice to overcome instability of blood glucose level in patient with diabetes mellitus at medical ward, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Results shown that Progressive Muscle Relaxation can reduce stress in patient with diabetes mellitus and high blood glucose level.
Keywords
: progressive muscle relaxation, blood glucose level
viii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix DAFTAR TABEL................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ..................................................................................... ........1 1.2.Rumusan Masalah.........................................................................................5 1.3.Tujuan .................................................................................................. ........6 1.4.Manfaat ............................................................................................... ........6 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diabetes Melitus ................................................................. ........7 2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus .................................................. ........7 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus........................................................... 7 2.2 Diabetes Melitus Tipe 2............................................................................8 2.2.1 Penyebab dan Faktor Risiko .................................................. ........8 2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2 ....................................................... .......11 2.2.3 Manifestasi Klinis...........................................................................11 2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik......................................................... .......12 2.2.5 Penatalaksanaan..............................................................................12 2.2.6 Komplikasi .....................................................................................14 2.3 Stres dan Diabetes Melitus.......................................................................16 2.4 PMR.........................................................................................................20 2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Melitus..............................................22 2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Melitus................................................23 3 TINJAUAN KASUS 3.1 Analisis Kasus...........................................................................................24 3.1.1 Pengkajian................................................................................ .....24 3.1.2 Diagnosa ....................................................................................... 31 3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan................................................ ......32 4 ANALISA SITUASI 4.1 Profil RSCM .............................................................................. .......36 4.2 Analisa Kasus.....................................................................................38 4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan..............................................41 4.3 Analisis Intervensi Keperawatan. .............................................. .......45 4.3.1 Hasil Jurnal Reading............................................................ 45 4.3.2 Aplikasi Klinik................................................................. .... 46 4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah .................................................... .. .....49
ix Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
5
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ................................................................................... .......51 5.2 Saran ......................................................................................... .......51
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL Hal 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 3.1 Pengakajian faktor risiko kaki diabetes mellitus........................... Tabel 3.2 Klasifikasi ulkus diabetik menurut Wagner ................................. Tabel 3.3 Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index ......... Tabel 3.4 Analisa Data .................................................................................. Table 3.5 Rencana asuhan keperawatan ........................................................ Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah dilakukan PMR .......................................................................
27 28 29 31 34 48
xi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Hal 1. Gambar 2.1 Epinephrine merangsang mobilisasi energy............................... 18 2. Gambar 2.2 Kontrol pengeluaran kortisol ...................................................... 19
xii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Format Pengkajian
Lampiran 2
: Langkah-langkah PMR
Lampiran 3
: Biodata Penulis
xiii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
Bab I ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat bagi pelayanan keperawatan, perkembangan ilmu dan pendidikan keperawatan
1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin, sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (American Diabetes Association,2013). Diabetes Mellitus (DM) sering juga disebut penyakit pembunuh dimana angka kejadiannya didunia terus mengalami peningkatan.
Tahun 2000 ada 171 juta orang menderita diabetes
didunia dan ini diramalkan n meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (WHO, 2006), angka kejadian DM diseluruh dunia mencapai 335 juta jiwa pada tahun 2010 dan di tahun 2025 menjadi 500 juta jiwa diseluruh dunia jika tidak ada usaha pencegahan yang dilakukan (Aguilar, Teran dan de la Pena, 2011).
Kejadian diabetes ini juga meningkat cukup signifikan di Indonesia, data yang diterbitkan oleh PP-PL Kemenkes RI (2011) Indonesia sendiri diperkirakan oleh akan terjadi peningkatan angka Diabetesi dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 jutapenyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. (Perkeni, 2011).
1 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
2
Peningkatan
angka penderita diabetes berpengaruh bagi status kesehatan
masyarakat secara menyeluruh karena akan menyandang diabetesi seumur hidup. ; American Diabetes Association,(2013) mengklasifikasikan DM berdasarkan etiologi menjadi : DM tipe I, DM tipe II, DM tipe lain, dan DM gestasional. Di Indonesia DM tipe 2 menjadi kejadiaan tertinggi dan meningkat pada daerah perkotaan
dari pada rural. Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia (PERKENI, 2006). Pusat data dan informasi Persatuan rumah sakit Indonesia [PD-Persi] (2011) mengemukakan bahwa diperkirakan 85% sampai 95% dari semua
kasus diabetes dinegara maju adalah DM tipe 2 dan
menyumbang persentase bahkan lebih tinggi dinegara berkembang. Kejadian diabetes tipe 2 ditemukan pada klien yang berusia > 40 tahun dan prevalensinya akan terus meningkat dengan bertambahnya umur (Medicastore, 2007; Rochman dalam Sudoyo, 2006).
Derektorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
RI
pada tahun 2008
mengemukakan bahwa 90% dari keseluruhan penderita DM di Indonesia adalah DM tipe 2, tingginya kejadian DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktorfaktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.Lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. DM tipe 2 sering tidak menunjukan gejala yang khas pada awalanya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat atau keluhan penyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut. Setiap tahun 3,2 juta orang meninggal akibat DM dan atau komplikasinya. Data yang dikeluarkan oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan bahwa
pasien yang baru didiagosis diabetes 12%
komplikasi dari mikrovaskuler berupa neuropati
mengalami
(Akca dan Cinar, 2006).
Penelitian yang dilakukan Frykberg, Zgonis, Armstrong, Driver, Guirini et al (2006) menyatakan neuropati merupakan salah satu komplikasi pada pasien diabetes, 15 %
neuropati pada ekstremitas bawah
akan berkembang
menyebabkan ulkus diabetik.
Universiitas Indonesia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
3
Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 2840 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008), penelitian yang dilakukan oleh Mason (2009) terhadap penderita ulkus kaki diabetik, hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stres dan kecemasan tinggi akan mengalami perlambatan dalam penyembuhan luka, dan lebih lanjut Mason (2009) mengemukakan bahwa 27% klien
mengalami depresi dan 26% mengalami
kecemasan yang diakibatkan oleh nyeri dan bau pada luka.
Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivitas saraf simpatis dan peningkatan kortisol yang selanjutnya akan meningkatkan konversi asam,amino, laktat, piruvat dihati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, dengan demikian akan meningkatkan kadar glukosa darah. Di lain pihak kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada diabetesi (Smeletzer & Bare,2008).
Mekanisme dasar DM tipe 2 adalah faktor genetik, resistensi insulin maka cara yang digunakan untuk memperbaiki kelaianan tersebut harus tergambar dalam program pengelolaan. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan RI (2008) mencanangkan program yang
berfokus pada
upaya preventif dan
promotif terhadap faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya diabetes secara terintegrasi melibatkan unsur swasta. Hal itu tercermin dalam 5 (lima) pilar pengendalian DM, meliputi: edukasi kesehatan, terapi gizi, latihan jasmani, pengontrolan kadar gula darah dan terapi farmakologi (PERKENI, 2006).
Keperawatan merupakaan ilmu terapan yang memadukan sintesa dan penerapan ilmu biofisik, perilaku, dan humanistik disertai ilmu tentang hubungan antara perawat, klien dan lingkungan dalam konteks kesehatan. Keperawatan berfokus
Universiitas Indonesia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
4
pada pelayanan asuhan individu, kelompok atau masyarakat yang sehat dan sakit. Asuhan keperawatan berorientasi dalam melindungi, mempromosikan, dan mengoptimalisasi kesehatan pasien, mencegah penyakit dan cedera, meringankan penderitaan melalui diagnosis dan penanganan respons manusia, serta mendukung pelayanan terhadap pasien (American Nurses Association, 2004).
Perawatan mandiri merupakan
kontribusi berkelanjutan bagi
klien
untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini pemberian intervensi
keperawatan pasien DM tipe 2 lebih menekankan
konteks kolaborasi , perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam pengelolaan klien dengan diabetes. Salah satu tindakan dalam perawatan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien adalah dengan melakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi dapat digunakan dalam pengendalaian kadar gula darah pada penderita (Smeletzer & Bare,2008).
Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif merupakan salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres salah satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada DM tipe 2 tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi di RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2. Penelitian yang dilakukan oleh Monica, M (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi otot progresif,
terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,
sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C . Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes.
Universiitas Indonesia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
5
Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini dipaparkan analisis praktek profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan sistem endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres pada pasien DM yang dirawat di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Peningkatan angka penderita diabetes militus diperkirakan akan terus bertambah secara signifikan pada negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia dengan 15% penderita DM tipe 2 adalah masyarakat perkotaan. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang banyak menimbulkan komplikasi salah satunyya adalah ulkus diabetikum .Hal ini membuat beban psikologis klien dan selanjutnya dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, PERKENI telah menetapkan sandart pengelolaan diabetes, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam konteks nonfarmakologis dalam mengelola klien dengan diabetes salah satunya relaksasi untuk mengatasi stresnya. Berbagai studi melaporkan bahwa intervensi berbasis relaksasi mampu mengatasi kecemasan. Terapi otot progresif merupakan salah satu intervensi nonfarrmakologis yang mampu menurunkan respon stres dan selanjutnya dapat menurunkan risiko peningkatan kadar gula darah. Dengan demikian masalah yang demikian masalah karya ilmiah ini adalah Berdasarkan hal tersebut, penulis memaparkan analisis praktek profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien mellitusdengan menerapan
gangguan sistem endokrin diabetes
manajemen stres di RSUP Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
Universiitas Indonesia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
6
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1
Tujuan Umum.
Menganalisis kegiatan dalam menjalankan peran selama praktik profesi praktek profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan sistem endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres sebagai salah satu intervensi keperawatan pada pasien DM, intervensi ini dianalisis dengan pendekatan proses penemuan evidence based nursing di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.3.2
Tujuan Khusus
Melakukan analisis kegiatan praktek profesi praktek profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan berdasarkan peran praktikan yang meliputi : a. Pemberi asuhan keperawatan pada pasien endokrin khususnya pasien diabetes mellitus dengan pendekatan teori dan jurnal keperawatan. b. Inovator intervensi pada area keperawatan pada pasien endokrin khususnya pasien Diabetes mellitus berdasarkan evidence based practice..
1.4 Manfaat penulisan 1.4.1
Untuk pelayanan keperawatan
Memberi masukan pada pelayanan kesehatan untuk mengunakan stres manajemen
salah satunya latihan terapi otot progresif sebagai intevensi
keperawatan dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien diabetess melitus
1.4.2
Untuk perkembangan ilmu keperawatan
Mengembangkan kajian penggunaan stres manajemen salah satunya terapi otot progresif sebagai terapi komplementer untuk menurunkan glukosa darah pada pasien diabetes melitus.
Universiitas Indonesia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini dijelaskan tentang konsep penyakit DM yang mencakup pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi. Selain itu dijelaskan juga teori konsep stres terkait DM.
2.1 Diabetes Mellitus 2.1.1 Pengertian Diabetes
mellitus
(DM)
merupakan
sindrome
yang
disebabkan
oleh
ketidakseimbangan antara suplay insullin dan kebutuhan, yang dikarakteristikan dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein Hiperglikemia dan gangguan terkait lainnya dalam metabolisme tubuh dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah American Diabetes Association (2013) . Smeltzer & Bare, 2008 mendefinisikan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan system vaskular.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut ADA (2013) diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Diabetes mellitus tipe 1, meliputi autoimun dan idiopatik, (2) Diabetes mellitus tipe 2, (3) Diabetes kehamilan (Gestasional Diabetes Mellitus / GDM), (4) Diabetes mellitus tipe lain, meliputi defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik), endokrinopati (akromegali, sindroma cushing), karena obat / zat kimia, infeksi (rubella congenital, CMV), sindroma genetik lain (sindrom down, sindrom klinefelter, Sindrom Turner)..
7 Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Inddnesia
8
2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan kejadian yang bervariasi diantara kelompok etnis. Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi serangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan. (Suyono, 2011).
2.2.1
Penyebab dan faktor resiko diabetes tipe 2
Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.Lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 , 4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal., sedangkan menurut Inzucchi, Porte, Sherwin dan Baron (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar gula darah dan terjadinya DM diantaranya:
2..2.1.1 Usia DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 – 45
tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe II (Ignativicius & Workman, 2006). Goldberg dan Coon dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur memiliki keterkaitan yang erat dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia, semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
semakin tinggi. Proses perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana usia 40 tahun menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta pankreas mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga terjadi penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). .
2.2.1.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko diabetes mellitus. Insiden diabetes adalah 1,1 per 1.000 orang/tahun pada wanita dan 1,2 per 1.000 orang/tahun pada laki-laki. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkap hal itu setelah mengamati 51.920 laki-laki dan 43.137 perempuan. Seluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan atau overweight. Laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT 33,69 kg/m2 (Sudoyo, 2006).
Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010). Berdasarkan karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula (RISKESDAS,2010). Menurut karakteristik, penduduk mulai umur 19 tahun mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih dari anjuran PUGS. Penduduk laki-laki mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari anjuran PUGS. Demikian juga penduduk di perdesaan mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih besar dari penduduk di perkotaan dan lebih dari anjuran PUGS. Pada penduduk yang keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga) baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 )
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10
2.2.1.3 Kurangnya berolahraga atau beraktivitas Aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih aktif. Olahraga dapat dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin dapat menurun sehingga dapat mengakibatkan penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan Diabetes Mellitus (Waspadji, 2009).
2.2.1.4 Tingkat pendidikan Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab kematian dibanding dengan subjek berpendidikan tinggi. Selanjutnya, orang diabetes dengan tingkat pendidikan yang rendah, memiliki kerentanan mortalitas yang lebih tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998). Hal ini dikaitkan dengan kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pengelolaan dan pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan. 2.2.1.5 Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar glukosa. Dampak dari tidak terkontrolnya gula darah adalah komplikasi baik mikrovaskuler ataupun makrovaskuler. Komplikasi kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM (Waspadji, 2009).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
11
2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2 Patogenesis diabetes tipe 2 belum ada pembuktian terkait dengan mekanisme autoimun. Pada tipe ini, faktor genetik lebih berperan sebagai pencetus dan gaya hidup. Penelitian epidemologik menunjukan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek, masing-masing memberi kontribusi pada risiko, dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan (Robin, Cotran, & Kumar, 2007).Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. (Robin, Cotran, & Kumar, 2007).
2.2.3
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus terjadi karena kondisi hiperglikemi. Price dan Wilson (2006) mengemukakan manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin: pasien yang mengalami defiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Hiperglikemia parah menyebabkan diuresis osmotik hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran kemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih menyebabkan keseimbangan kalori negatif dan berat badan menurun yang berdampak pada semakin besarnya rasa makan (polifagia), dan pasien mengeluh lelah dan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
12
mengantuk karena kurangnya energi (astenia) karena hilangnya protein tubuh dan berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. (Price & Wilson, 2006).
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik Menurut konsensus PERKENI ( 2011)Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Mengukur kadar glukosa plasma setelah klien berpuasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah klien meminum minuman yang mengandung glukosa. Tes ini digunakan untuk mengetahui diabetes dan prediabetes. Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian Fasting Plasma Glucose (FPG) untuk mendiagnosis prediabetes, tetapi kurang nyaman untuk dijalankan. OGTT memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Jika tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg/dL 2 jam setelah minum glukosa, orang tersebut memiliki pradiabetes disebut toleransi glukosa terganggu atau Impaired Glocose Tolerance (IGT). Memiliki IGT dapat juga
seperti memiliki IFG, berarti orang memiliki peningkatan
risiko diabetes tipe 2. Bila glukosa plasma 2 jam setelah meminum glukosa adalah 200 mg/dL atau lebih, dan harus dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti seseorang memiliki diabetes
2.2.5
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah dengan menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Merujuk pada hasil konsensus PERKENI tahun 20011
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
13
menyebutkan 4 pilar manajemen DM tipe 2, meliputi 1) manajemen diet 2) Latihan jasmani 3) Obat berkhasiat hipoglikemik dan 4) Edukasi. Manajemen diet pada pasien diabetes mellitus diharapkan untuk mengatur jumlah kalori yang masuk dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi tergantung kepada kebutuhan. Nilai gizi yang di anjurkan yaitu Karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25% dengan jumlah kalori di hitung dari berat badan idaman {(TB- 100)-10%)} dikali kalori basal 30kkal/ kgbb untuk laki-laki, 25 kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk aktivitas lalu dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, sore 25%. dan 2-3 porsi makan ringan 10- 15%. Jumlah kandungan serat 25 g/ har (Waspadji, 2009).
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2 (PERKENI, 2011) berguna mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin (Price & Wilson, 2006). Dianjurkan latihan teratur 3-4x/ minggu selama
30 menit, bersifat CRIPE (Continuous,
Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance training), sedapat mungkin mencapai sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur). Hati-hati pada diabetes tidak terkendali (gula darah >250 mg/dL) karena olahraga dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan benda keton yangdapat berakibat fatal. Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit jika olahraga berlangsung lama. Jika sebelum olahraga KGD di bawah 100 mg berarti KGD rendah (hipoglikemi). Oleh karena itu, penderita DM dianjurkan untuk makan makanan ringan yang mengandung 15-30 gram karbohidrat. Namun, bila penderita DM tipe 2 dengan KGD di atas 250 mg atau penderita DM tipe 1 dengan KGD di atas 200 mg sebaiknya olahraga ditunda dulu.
Penggunaan farmakologi dalam diabetes dapat berupa obat hipoglikemik oral yang memicu sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinid, dapat juga obat penambah sensitivitas terhadap insulin seperti biguanid dan tiazolidion, penghambat glukosidase alfa dan incretin mimetic yang merupakan penghambat
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
14
DPP-4. Untuk kondisi dimana obat oral tidak memungkinkan lagi untuk digunakan maka penggunaan insulin dapat menjadi pilihan (Waspadji, 2009).
Penggunaan obat hipoglikemi oral diberikan berdasarkan interaksi obat dalam tubuh. Metformin diberikan 500 hingga 1700mg/hari. Metformin menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa usus dan meningkatkan kepekaan insulin khususnya dihati. Metformin tidak menyebabkan peningkatan berat badan dapat dipakai oleh pasien obesitas. Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hati. Dosisnya 4 hingga 8 mg/hari. Bila kadar gula darah tidak dapat dikontrol dengan cara-cara diatas maka pasien diabetes tipe 2 yang sel beta masih berfungsi maka dapat menggunakan sulfonylurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan produksi insulin. Dosisnya adalah glipizid 2,5 sampai 40 mg/hari dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari. Gabungan sulfonurea dan pensensitif insulin adalah terapi yang sering digunakan untuk pasien dengan diabetes tipe 2 (Price & Wilson, 2006).
Pilar terakhir dari penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes sangatlah penting dilakukan edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi bertujuan dapat
merubah
perilaku pasien diabetes
sehingga akan meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya (Waspadji, 2006).
2.2.6
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada pasien DM adalah komplikasi mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler salah satunya adalah neurophati diabetic. Neuropati merupakan komplikasi yag umum terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi nontraumatik. Mekanismen terjadinya disfungsi vascular dan sel saraf pada kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Beberapa mekanisme biokimia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
15
mungkin menjadi pemicu hiperglikemia yang mengaktifkan jalur heksosamin yang diperantarai enzim fruktosa 6 fosfat, yang merupakan substrat glikosilasi dan pembentukan proteoglikan. Jalur heksosamin mengubah fungsi glikosilasi enzim seperti
endotelial nitric oxide syntase dan mengganggu ekspresi gen untuk
transforming growth factor a (TGF-a) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1).10,11 Growth factor memegang peranan penting dalam terjadinya komplikasi diabetes dan pada penderita DM produksinya meningkat. Saat ini telah dibuktikan terdapatnya hubungan peningkatan beberapa growth factor dengan terjadinya komplikasi DM, seperti platelet derived growth factor, epidermal growth factor, insulin like growth factor- 1, growth hormon dan fibrolast growth factor. Semua growth factor tersebut terbentuk melalui 4 teori terjadinya komplikasi DM yaitu jalur AGEs, sorbitol, diasilgliserol dan heksosamin. Sebagian besar penderita ulkus kaki diabetes datang dengan kategori ulkus derajat 3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih dalam sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema dengan ukuran lebih dari 2 cm. Ulkus diabetik dapat dibagi pada 3 kategori besar, yaitu tipe iskemik, neuro-iskemik dan neuropati. Sebagian besar ulkus diabetik adalah tipe neuropati, namun pasien dengan ulkus diabetik harus dilakukan penilaian secara objektif untuk menilai status vaskularnya, yaitu dengan riwayat klaudikasio, denyut nadi tungkai dan angka brachial index (ABI), untuk menetapkan rencana penatalaksanaan lebih lanjut. (Unger, 2007)..
Fain (2009) mengatakan risiko komplikasi makrovaskular lebih tinggi terjadi pada diabetes tipe 1 dibandingkan dengan diabetes tipe 2 komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan terjadinya pada Penyakit jaantung koroner stroke, dan PAD. Penyakit Makrovaskuler merupakan akibat lanjut dari arterisklerosis yang di akibatkan oleh tertimbunnya di lemak dilapisan endotel pembuluh darah.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi dari DM. Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada tujuh
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
16
juta pasien DM yang harus dikelola di seluruh Indonesia. Antisipasi ke arah tersebut harus dimulai dari saat ini, karena kalau tidak dikerjakan dengan baik penyulit kronik akibat DM akan merupakan beban yang sangat berat untuk ditanggulangi. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-40 hari.. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup Beberapa pusat penelitian di Indonesia mendapatkan angka kematian ulkus/ gangrene diabetes berkisar antara 17-32% sedangkan laju amputasi antara 15-30%. Nasib pasien pasca amputasi juga tidak menggembirakan. Dalam satu tahun pasca amputasi 14,8% meninggal, meningkatkan menjadi 37% dalam pengamatan selama tiga tahun. Rerata umur pasien hanya 23.8 bulan pasca amputasi. (Hastuti, 2008).
2.3 Stres dan Diabetes Melitus
Stress merupakan pengalaman individu yang disembunyikan melalui suatu rangsangan atau stressor. Stressor adalah dorongan yang mengganggu yang ada dalam berbagai sitem (Newman dan Fawcett yang dikutip dari Perry dan Potter, 2009). Bila ditinjau dari penyebab stres, dapat digolongkan sebagai berikut 1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang selalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asa-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas.3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit. 4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.5)
Stres
psikis/emosional,
disebabkan
oleh
gangguan
hubungan
interpersonal, soail, budaya, atau keagamaan.
Stres fisiologi seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjainya hiperglikemi dan mencetuskan terjainyya ketoasidosis diabetikum. Stres emosional yaang terjadi akibat tingginya kadarr glukosa darahh bisa berdampak
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
17
negatif pada klien (Smeltzer & Bare, 2008). Selama stres respon umum / general adaptation syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis. Mengeluarkan
CRH untuk
merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu pengeluaran Vasopresin. Stimulasi simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine, dimana keduanya memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glucagon oleh pancreas. Selain itu vasokonstriksi arteriole di ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi rennin dengan menurunkan aliran darah
ke ginjal. Renin
kemudian mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara ini, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem saraf simpatis maupun sistem endokrin(Sherwood. 2000).
Stres yang dialami oleh pasien DM yang telah mengalami ulkus diabetik yaitu terkait dengan nyeri pada saat terjadinya pergantian balutan sehingga memberi dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang dilakukan Vileikyte (2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Efek buruk lain darri stres yaitu stres dan emosi negatif dapat meyebabkan perubahan prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh. Fisher., Mullan., Skaff., Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa pada 506 pasien diabetes selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan psikososial dan depresi serta diabetes distress dari waktu ke waktu.
2.3.1
Perubahan hormon pada keadaan stres.
2.3.1.1 Katekolamin Respon saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengkatifan menyeluruh sistem saraf simpatis. Hipotalamus akan menolong untuk mempersiapkan tubuh untuk fight to fight akibat rangsangan stres. Hal ini menyebabkan : peningkatan tekanan arteri,, Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot, bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tidak diperlukan untuk
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
18
aktivitas motorik yang cepat., peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh., peningkatan konsentrasi glukosa darah, peningkatan proses glikolisis di hati dan otot, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivitas mental, peningkatan kecepatan koagulasi darah. Seluruh efek tersebut menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek di atas. (Sherwood. 2000, Guyton. 2000)
Perangsangan saraf simpatis yang menuju medulla adrenalis menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa dalam darah ke semua jaringan tubuh. Secara simultan, sistem simpatis memanggil kekuatan-kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrine dari medulla adrenal. Epinephrine memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000)
Gbr.1 Epinephrine merangsang mobilisasi energi (Baron. 2003)
2.3.1.2 Kortisol Peran kortisol dalam membantu tubuh mengatasi stress, diperkirakan berkaitan dengan efek metabolik nya. Kortisol mempunyai efek metabolik yaitu
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan menggunakan simpanan protein dan lemak. Suatu anggapan yang logis adalah bahwa peningkatan simpanan glukosa, asam amino, dan asam lemak tersedia untuk digunakan bila diperlukan, misalnya dalam keadaan stress. (Guyton. 2000)
Gbr.2. Kontrol pengeluaran kortisol (Silverthorne. 2001).
2.3.1.3 Insulin dan glukagon Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam keseluruhan respon metabolik terhadap stres. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang Glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan Glukagon, yang kadarnya meningkat selama stres, meningkatkan glycogenolysis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati. Namun insulin yang sekresi nya tertekan selama stres mempunyai efek yang berlawanan terhadap glycogenolysis di hati Stimulus utama untuk sekresi insulin adalah peningkatan glukosa darah, sebaliknya efek utama insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah. Apabila insulin tidak dengan sengaja dihambat selama respon stres, hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stres akan merangsang sekresi insulin untuk menurunkan kadar glukosa. Akibatnya peningkatan kadar glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon-respon hormonal yang berkaitan dengan stres juga mendorong pengeluaran asam-asam
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
20
lemak dari simpanan lemak, karena epinephrine glucagon dan kortisol meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin menghambat nya.(Sherwood, 2000)
2.4 Progressive Muscle Relaxation 2.4.1
Definisi
PMR adalah gerakan mengencangkan dan melemaskan otot pada suatu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara berturut-turut (Lindquist,2002).
2.4.2
Indikasi
PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeletzer Bare, 2002).
PMR memberikan manfaat dalam mengurangi stres dan ansietas. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres salah satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada DM tipe 2 pada tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi di RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2. Penelitian yang dilakukan oleh Monica M. (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi otot progresif,
terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,
sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C .
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
21
Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes. 2.4.3 Manfaat PMR
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini. Teknik relaksasi semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan. Stres mencetuskan beberapa sensasi daan perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau memperlambat pernafasan, meningkatkan denyut jantung dan menurukan fungsi digestiv. Lindquist, 2002 menyebutkan bahwa respon stres adalah bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot dan fikiran. Penilaian terhadap stresor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tesebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis.
2.4.4
Kontra Indikasi
Kontraindikasi latihan PMR antara lain adalah cidera akut atau muskulo skletal, dan penyakit jantung akut ataupun berat (Lindquist, 2002). Latihan PMR dapat mengaktivasi saraf parasimpatis sehingga meningkatkan kondisi rileks yang dapat menyebabkan hipotensi, sehinga perlunya dilakukan pengukuran tekanan darah.
2.4.5
Prosedur PMR
Jadwal latihan digunakan dalam aktu 1 minggu, PMR dilakukan 2 kali sehari selama 30 menit. Latihan dilakukan pagi dan sore dan dilakukan setelah makan.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
22
2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus
Penkajian berfokus pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik disertai pemantauan glukosa kapiler. Pasien diminta untuk menjelaskan gejala yang dialaminya seperti poliuri, polidipsi, polifagi, kulit kering, penglihatan kabur, penurunan berat badan, perasaan gatal-gatal pada vagina dan ulkus yang lama sembuh. Kaji kadar gula darah, kadar keton dalam urin, dan kaji terhadap adanya tanda-tanda ketoasidosis diabetik yang mencakup pernafasan kussmaull, hipotensi ortostatik, mual, muntah, nyeri abdomen dan letargi. Pantau hasil laboratorium untuk mengenali tanda-tanda asidosis metabolik seperti penurunan nilai pH serta kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Selain itu kondisi luka yang terlihat pada kulit juga menjadi fokus perhatian. Pengkajian kulit yang cermat khususnya pada daerah yang menonjol dan ekstremitas bawah terhadap resiko terjadinya neuropati, kaji terhadap adanya perasaan kesemutan, rasa nyeri yang terus menerus pada ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare, 2008).
Selain pengkajian terhadap perubahan fisik pasien pengkajian psikososial pasien juga
harus dilakukan
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang dapat
mempengaruhi terapi DM seperti keterbatasan sumber financial dan ada tidaknya dukungan keluarga. Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap dan tingkah laku yang tampak serta bahasa tubuh seperti sikap menarik diri, cemas, menghindari kontak mata. Tanyakan pada pasien tentang kekhawatiran yang utama dan ketakutan terhadap penyakit diabetes. Kaji terhadap
kemampuan
menghadapi berbagai situasi sulit dimasa lampau untuk menilai koping pasien (Smeltzer & Bare, 2008).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
23
2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Mellitus
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien Diabetes Mellitus
menurut Nanda (2012-2014); Lewis (2011), dan Smeltzer & Bare (2002),. Yaitu 1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan asupan makanan; kurang pengetahuan;koping individu tidak efektif 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan hambatan sirkulasi perifer 3) Kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes berhubungan dengan kurang terpapar dengan sumber informasi tentang penyakit, diet, latihan, obat, kontrol berat badan dan perawatan kaki 4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan penurunan sirkulasi; peningkatan kadar glukosa darah; penurunan mobilitas; penurunan sensasi 5) Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah; penurunan perfusi jaringan; tidak adekuatnya mekanisme pertahanan primer; efek dari penyakit kronik 6) Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan ketidakadekuatan menajemen terapi, hipermetabolismee, proses infeksi, dan perubahan status kesehatan 7) Kecemasan berhubungan dengan diagnosa diabetes; potensial komplikasi diabetes; regimen perawatan mandiri 8) Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri (manajemen diabetes) berhubungan dengan kompleksitas regimen terapeutik, kurang pengetahuan, ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak, kurang dukungan sosial. 9) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan insufisiensi pengetahuan tentang diet, kontrol berat badan, keuntungan dan risiko latihan, monitor gula darah mandiri, medikasi, perawatan kaki, hipoglikemi dan sumber yang tersedia.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KASUS
Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi gambaran penkajian pada pasien DM tipe 2 dan ulkus pedis dextra post amputasi.
3.1 Analisis Kasus
3.1.1 Pengkajian A. Identitas Pasien Nama
: Tn. U
Umur
: 58 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Buruh
Suku / Bangsa
: Jawa/Indonesia
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
: Jaticempaka RT.02 RW.07 Jaticempaka Pondok Gede Bekasi
Tanggal masuk RS
: 13 April 2013
No. RM
: 384 – 33 - 16
Diagnosa Medis
: DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage II
B. Riwayat Kesehatan Dua bulan SMRS, klien tersandung batu yang menyebabkan kaki klien luka. Luka tersebut tidak kunjung sembuh dan luka menjadi semakin bengkak, merah, dan terasa nyeri. Dua minggu SMRS, luka klien menjadi lebih dalam dan mengeluarkan cairan dan berbau. Klien lalu berobat ke RS Bekasi karena luka meluas ke jempol kaki kanan dan klien demam. Tanggal 13 april 2013 klien lalu dirujuk ke RSCM karena luka tidak kunjung sembuh kemudian taanggal 14 Mei
24 Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Inddnesia
25
2013 klien telah dilakukan debridement pada daerah plantar dekstra karena ulkus DM dan amputasi pada digiti 4 dextra.. Klien didiagnosis DM tipe 2 post amputasi digiti 4 etc ulkus diabetikum ; Hipertensi stage 2 ; CKD stage II.
C. Riwayat penyakit terdahulu Klien telah menderita DM sejak 18 tahun yang lalu dan Hipertensi sejak dua tahun yang lalu. Gejala awal yang klien rasakan adalah sering pipis pada siang dan malam hari, sering merasa haus, dan lapar serta badan sering terasa lemas. Klien mengatakan bahwa semenjak tahu bahwa gula darah klien 250 mg/dl, klien selalu berobat ke klinik dan mendapatkan obat DM dan hipertensi, klien mengkonsumsi metformin dan glibenclamide tetapi klien tiddak pernah mengontrol
kesehatannya
di
pelayanan
kesehatan..
selama
ini
kklien
mengaataakan tidak mempunyai keluhan terhadap ginjalnya, buang air kecil lancar. Klien mengatakan bahwa klien suka makan makanan yang manis-manis dan jarang berolahraga.
D. Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien mempunyai riwayat dibetes miletus (DM) sejak 18 tahun yang lalu dan tidak pernah memeriksakan diri kepelayanan kessehaatan serta minum obat yang dibeli sendiri diapotik. Pasien sudah pernah di rawat selam 6 kali karena penyakit DM di Rumah Sakit Daerah Bekasi., Pasien juga mempunyai riwayat dislipidemia sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. , Tidak terdapat riwayat alergi obat dan makanan , Pasien Suku Jawa dengan pekerjaan sebagai buruh ,pasien tinggal di perkampungan yang sudah padat dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik karea banyak yang membuang sampah di jalan dan selokan juga banyak digunakan untuk membuang limbah rumah tangga, Pasien seorang buruh untuk berobat mengandalkan jamkesda dan patungan dari anak-anknya dan selama ini cukup untuk berobat. Anak-anak pasien selalu memberikan dukungan pasien untuk dapat mencapai kesehatan yang lebih baik dengan cara mengantar berobat rutin, mengatur pola makan sesuai anjuran rumah sakit sebelumnya (di Bekasi).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
Pada saat pengkajian Pasien terlihat rileks tidak ada keluhan sesak nafas baik saat berbaring dan saat aktifitas dan pada malam hari. RR saat berbaring 20 x/menit, suara paru vesikuler tidak terdengar ronkhi ataupun whezing . Kulit pasien tidak terlihat pucat, akral teraba hangat pada kedua tangan, pada kaki kanan teraba dingin , CRT 3 detik. Saturasi oksigen 100%. Konjungtiva tidak anemis. Tekanan darah 140/90 mmHg terapi Amlodipine 10 mg, Valsartan 80 mg , nadi 88x/menit. Gambaran EKG sinus rhytme, rate 86x/menit, interval PR 0,016, QRS 0,08, axis jantung normal, poor R V1-V3, T inverted di V4-V6. Adanya ulkus dan post debridemen dan amputasi digiti 4 jumlah eksudat sedikit ukuran luka > 10,1 cm2 (10x5x0,5 cm), kedalaman luka parsial, jaringan nekrotik lengket, warna kuning lunak, slough kuning, tipe jaringan granulasi merah , eritema +, kultur mikroba: ada kolonisasi e. Coli, ABI kanan : 0,8, ABI kiri : 0,96, Luka bau.
Pemeriksaan dopler 3 mei 2013 kesan soft plak pada CFA dextra, MONOFILAMEN test adanya neuropati pada ektremitas dextra hasil pemeriksaan laboratorium leukosit : 7,84 10` 3/ul, LED : 125 mm, Trombosit ; 413 10`` gr/ul, Eusonofil 4,2%, Neutrofil 68,6%, Limfosit 13,3%, Monosit 13,8%. Terapi Simvatatin 1 x 10 mg, Ampicilin sulbactam 2 x 1.5 gr Tabel 3.1 Pengakajian faktor risiko kaki diabetes melitus
Faktor resiko kaki diabet: Deformitas struktural
:( ) 2
Hilang sensasi protektif
: (√) 3
Penyakit vaskular perifer
:( ) 1
Penyakit ulserasi/amputasi
:(v) 3
Mendereita DM> 10 tahun
: (√) 2
Nefropati/ retinopati
:(v)1
Penyakit jantung/merokok
: (v ) 1
Score
: 10 (resiko tinggi)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
27
Tabel 3.2 Klasifikasi ulkus Selulitas/ulserasi/gangren K.kanan
K. kiri
Tidak ada ulkus
( )0
( )0
Deformitas
( )0
( )0
Edema
( )0
( )0
Selulitas
()0
( )0
Ulkus superficial
( )1
( )1
Ulkus dasar tendon/kapsul
(v)2
( )2
Ulkus dasar tulang
( )2
( )2
Abses
( )3
( )3
Osteomielitis
( )3
( )3
Kedua tungkaiSepsis bawah edema (dalam 2 mm), buncit, terdapat sendi ( ) 3 abdomen( )terlihat 3 stiffing dullness abdomen pada auskultasi lingkar perut(98 Gangren ( )4 ) 4 cm. Suara jantung S1 ( )5 ( ) 5S3 dan S4, mur-mur). dan S2, tidak Gangren terdapatdiseluruh bunyi kaki jantung tambahan (gallop,
Tekanan JVP 5- 2 cm H20, tidak distensi vena jugularis, foto thorak (tanggal 14 April 2013) tidak tampak kardiomegali, CTR 70 %, tidak terdapat infiltrate dan elongasi. Kedua tungkai edema derajat 1. Hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 cm Nilai elektrolit darah : natrium darah tanggal 5 mei 2013 136 mmol/L (normal 135-147), klorida 103.4 mmol/L (normal 95-108), magnesium 1,8 mg/dL (1,6-2,6), kalium 3,8 mmol/L (3,5-5,5), kalsium 2,04 mmol/L. BUN 22 mg/dL (6-20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46). Catatan balance cairan selama 24 jam minum 600 cc, urine 1200 cc dengan pembeiaan lasik 40 grm (total ± 800 ml). Pasien mematuhi anjuran untuk tidak minum banyak supaya cairan didalam tubuh tidak bertambah banyak dan makan sesuai anjuran rumah sakit.
Pasien makan setiap habis 1/2 porsi klien mengeluh mual saat makan, jenis diet DM dan rendah garam 2100 kkal (protein 60grm, lemak,,58grm,karbohidrat 336 gram). Berat badan terakhir (menurut pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT 27,34 kg kesan pasien gemuk. Pasien tidak nafsu makan. Kadar Hb 10,6 gr/dL (normal 13-
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
28
16), hematokrit 32 % (36-47). HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl (normal <100), albumin 3.24 g/dl, terapi yang diberikan Humalog 12 unit 3 x 1 (subcutan), Domperidon 3x10 mg, Omeprazole 2x20 mg, Asam folat 1 x 15 mg.
Pasien beraktivitas ditempat tidur karena keterbatasan gerak, keadaan umum lemah, keterbatasan gerak pada ekstremitas kanan bawah. Kemampuan ambulasi dengan duduk di tempat tidur. diSemua fungsi dilakukan diatas tempat tidur pasien dengan dibantu oleh keluarga pasien. Frekuensi tidur malam dan siang pasien 10 jam/hari dan tidak ada keluhan istirahat dan tidur. Pasien mempunyai keinginan untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri. Penilaian kemampuan aktivitas berdasarkan bartel index secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index Aktivitas Makan 0 = tidak mampu 5 = dibantu dengan dipotong-potong, dihaluskan, dimodifikasi 10 = mandiri Mandi 0 = tidak mampu 5 = mandiri
Skor 10
5
Aktivitas Berpakaian 0 = dibantu 5 = dibantu, tapi sebagian dapat dilakukan secara mandiri 10 = mandiri Toileting 0 = dibantu 5 = dibantu, tapi sebagian mandiri 10 = mandiri Tangga 0 = tidak mampu 5 = butuh bantuan 10 = mandiri Bladder 0 = inkontinensia 5 = tidak mampu mengontrol 10 = mampu mengontrol Berpindah 0 = tidak mampu, tidak memiliki keseimbangan untuk duduk 5 = membutuhkan bantuan 1-2 orang 10 = membutuhkan bantuan berupa instruksi 15 = mandiri
Berdandan 0 0 = dibantu 5 = mandiri (cuci muka, gosok gigi, keramas) Bowels 10 0 = inkontinensia 5 = tidak mampu mengontrol 10 = mampu mengontrol Mobilisasi 10 0 = tidak mampu mobilisasi atau mobilisasi <50 yard 5 = menggunakan kursi roda <50 yard 10 = berjalan dengan bantuan 1 orang atau instruksi <50 yard 15 = mandiri tetapi dapat juga menggunakan alat bantu <50 yard Nilai Total Kriteria : 1 – 20 (dependen total), 21 – 40 (dependent berat), 41 – 60 (dependent sedang), 61 – 90 (dependent ringan), 91 – 100 ( independent/mandiri).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Skor 5
5
0
10
10
65
Universitas Indonesia
29
Pasien berusaha adaptasi dengan lingkungan di rumah sakit supaya dapat tetap beristirahat. Pengkajian konsep diri terhadap perubahan status kesehatan berupa pasien kepikiran dengan penyakitnya meskipun sudah diberobatkan dan dibawa ke rumah sakit berulang-ulang tapi penyakitnya tidak sembuh malahan timbul komplikasi hingga akhirnya di amputasi . Pasien merasakan obat-obatan yang diminum hanya bekerja sementara saja kalau belum minum obat kembali gula darahya naik.
Keluarga yang tinggal serumah anak yang belum menikah. Perawatan di rumah dibantu oleh anak. Sumber pelayanan kesehatan komunitas yang digunakan RSUD Bekasi. Layanan Pra rs dengan Puskesmas terdekat. Keluarga tidak memahami perawatan di rumah. Layanan. Klien
Makanan makan yang selalu
disediakan oleh anak selama di RS klien makan yang disediakan RS. Pasien dapat berinteraksi baik dengan lingkungan yaitu dengan keluarga, pasien satu ruangan, keluarga pasien satu ruangan, perawat, dokter dan anggota keluarga yang berkunjung. Pasien menggunakan jamkesda
kebutuhan pengajaran sebelum
pulang yaitu pengaturan diet, perawatan DM, dan manajemen stres.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
30
E. Analisa data Tabel 3.4 Analisa data No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi 1 Jumat , DS: klien mengeluh nafsu Defisiensi insulin 09/5/2013 makan nya turun, klien (penurunan pengambilan mengatakan makan hanya habis dan penggunaan glukosa ½ porsi yang disediakan oleh jaringan yang berakibat pada DO : klien tampak pucat, peningkatan anemis, nafsu makan menurun, metabolisme protein dan Berat badan terakhir (menurut lemak) pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT 27,34 kg kesan gemuk. Pasien tidak nafsu makan. Kadar Hb 10,6 gr/dL (normal 13-16), hematokrit 32 % (36-47). GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl (normal <100), albumin 3.24 g/dl
Problem ketidakseimban gan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
2
Jumat , DS : Ulkus diabetikum akibat Kerusakan 09/5/2013 Pasien mengeluh nyeri pada dari infeksi dan integritas kulit luka penurunan sirkulasi perifer. DS : - ulkus DM pedis dextra - eksudat serosa - jumlah eksudat sedikit ukuran luka > 10,1 cm2 (10x5x0,5 cm) - kedalaman luka parsial - jaringan nekrotik lengket, warna kuning lunak - slough kuning - tipe jaringan granulasi merah - eritema + - kultur mikroba: ada kolonisasi e. coli - ABI kanan : 0,8 - ABI kiri : 0,96 - Luka bau
3
Jumat , DS : 09/5/2013 Klien mengatakan menderita DM sejak 18 tahun yang lalu. DO : HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl Adanya ulkus diabetikum di kaki.
Penurunan pengambilan ketidakstabilan dan penggunaan glukosa kadar gula oleh jaringan yang darah berakibat pada peningkatan metabolisme protein dan lemak.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
31
No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi 4 Jumat , DO : Penurunan filtrasi 09/5/2013 Klien mengeluh sesak bila glomerulus dan berbaring datar ditempat tidur. penurunan tekanan onkotik DS : Kedua tungkai bawah edema (dalam 2 mm), abdomen terlihat buncit, terdapat stiffing dullness abdomen pada auskultasi lingkar perut 98 cm. Tekanan JVP 5- 2 cm H20,. Kedua tungkai edema derajat 1. Hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 BUN 22 mg/dL (620), kreatinin 3.4 mg/dL (0,721,25), ureum 143 mg/dL (1746). Catatan balance cairan selama 24 jam minum 600 cc, urine 1200 cc dengan pembeiaan lasik 40 grm (total ± 800 ml).
Problem Kelebihan Volume cairan tubuh
3.1.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah : a. Kelebihan Volume cairan tubuh berhubungan dengan Penurunan filtrasi glomerulus dan penurunan tekanan onkotik. b. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Defisiensi insulin (penurunan pengambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan yang berakibat pada peningkatan metabolisme protein dan lemak). c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Ulkus diabetikum akibat dari infeksi dan penurunan sirkulasi perifer d. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan penurunan pengambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan yang berakibat pada peningkatan metabolisme protein dan lemak.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
32
3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan Tabel 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan Nama Pasien Umur No. Rekam Medis Diagnosa Medis
No
1.
: Tn. U : 58 tahun : 384 – 33 – 16 :DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage II
Data
Design and Plan Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention Keperawatan (NOC) Data subjektif : Nutrisi kurang Kebutuhan nutrisi Method of helping guidance : klien mengeluh nafsu dari kebutuhan terpenuhi : - Kaji status nutrisi pasien makan nya turun, klien tubuh - Pasien - Identifikasi faktor-faktor yang mengatakan makan mengungkapkan mempengaruhi status nutrisi pasien hanya habis ½ porsi (Partly tidak ada mual - Kaji pola makan dan aktifitas pasien yang disediakan compensatory) dan nafsu makan - Kaji pengetahuan pasien dan keluarga baik tentang diet diabetik. Data Objektif : - Intake makan - Monitoring nilai laboratorium yang terkait klien tampak pucat, sesuai kebutuhan status nutrisi seperti albumin, Hb, transfusi anemis, nafsu makan tubuh darah, elektrolit. menurun, Berat badan - Berat badan - Monitor kadar serum lipid seperti terakhir (menurut dalam rentang kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida pasien) 70 kg, TB 165 ideal - Monitoring kadar glukosa darah tiap 6 jam cm, IMT 23,87 kg kesan - Tidak ada tandagemuk. Pasien tidak tanda malnutrisi nafsu makan. Kadar Hb - Nilai Hb dalam Support : 10,6 gr/dL (normal 13batas normal - Libatkan pasien dan keluarga dalam 16), hematokrit 32 % - Kadar glukosa merencanakan kebutuhan nutrisi (36-47). GDS tgl 5/5/13 tubuh dalam - Berikan dukungan positif jika pasien 185 mg/dL, tgl 6/5/13 : rentang normal mampu melaksanakan program nutrisi 201 mg dl (normal dengan benar.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Regulate and Control
Setelah pasien menjalani 7 hari perawatan ditemukan perkembangan : S: - Pasien mengatakan tidak ada mual. O: - diet nasi biasa 2100 kkal - porsi makan yang disajikan dihabiskan. - konjungtiva tidak anemis, - HB 11,2 grm/dl A : masalah teratasi P: - Kaji pola makan pasien - Monitoring nilai laboratorium yang terkait status nutrisi - Berikan dukungan positif jika pasien mampu melaksanakan Universitas Indonesia
33
<100), g/dl
albumin
3.24 Teaching : - Berikan pendidikan kesehatan tentang diet DM, obat-obatan dan resiko tidak mentaati program terapi
program nutrisi dengan benar - Berian terapi
Asam folat 1 x 15 mg.
Kolaborasi : - Laksanakan program terapi pemberian anti diabetik - Konsultasikan dengan ahli gizi untuk mengidentifikasi dan merencanakan kebutuhan nutrisi pasien - Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian nutrisi intravena 2.
Data Subjektif : Kerusakan Pasien mengeluh nyeri integritas kulit pada luka (Wholly Data objektif : compensatory) - ulkus DM pedis dextra - eksudat serosa - jumlah eksudat sedikit ukuran luka > 10,1 cm2 (10x5x0,5 cm) - kedalaman luka parsial - jaringan nekrotik lengket, warna kuning lunak - slough kuning - tipe jaringan granulasi merah - eritema + - kultur mikroba: ada
Pasien dapat mempertahankan integritas kulit - Jaringan kulit utuh - Vaskularisasi perifer baik - Luka bersih - Granulasi baik - Epitelialisasi baik
Method of helping guidance : - Monitor integritas kulit, catat warna, vaskularisasi, granulasi dan epitelialisasi luka - Monitor tanda-tanda infeksi - Bersihkan luka dengan normal saline dengan teknik steril - Hindari penekanan pada luka - Kaji keadaan dan bentuk kaki, adanya kalus - Kaji status sirkulasi vaskuler kaki dengan palpasi, pulsasi - Kaji adanya edema - Kaji sensasi kaki Support : - Anjurkan pasien menjaga kebersihan kaki - Anjurkan pasien menjaga kelembapan kaki - Anjurkan pasien melakikan latihan senam kaki
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Setelah 12 hari perawatan, perkembangan pasien : S:O: - Setelah dilakukan heacting sekunder pada luka post amputasi dan ebridemen luka klien baik, kering, tidak adanya serosa pada luka. - ABI kanan : 0,8 ABI kiri : 0,92 - leukosit : 6,84 10` 3/ul, LED : 40 mm, Trombosit ; 155 10`` gr/ul,
A : masalah teratasi. P: - Hindari penekanan pada luka - Kaji status sirkulasi vaskuler Universitas Indonesia
34
- Anjurkan pasien selalu menggunakan alas kaki - Instruksikan pasien untuk menghindari trauma.
kolonisasi e. coli - ABI kanan : 0,8 - ABI kiri : 0,96 - Luka bau
kaki dengan palpasi, pulsasi - Kaji sensasi kaki - Anjurkan pasien menjaga kebersihan kaki
Directing : - Berikan pemberian antibiotik sesuai program 3.
Data Subjektif : - Pasien menderita DM sejak 18 tahun yang lalu
Data objektif : HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl Adanya ulkus diabetikum di kaki.
Ketidakstabila n gula darah (Wholly compensatory)
- Kadar glukosa darah normal - Glukosa urine negatif - Keton urine negatif
Manajemen hiperglikemia Method of helping guidance : - Monitor kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia - Monitor keton urin - Monitor gas darah arteri, dan elektrolit - Monitor intake dan output cairan Support : - Anjurkan pasien mematuhi manajemen penatalaksanaan diabetes.
Setelah 7 hari perawatan, perkembangan pasien : S:O: - KGDH 123/125/130 mg/dl A : Masalah teratasi P: - Monitor kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia - Berikan cairan peroral - Monitor intake dan output cairan - Berikan cairan intravena
Teaching : - Ajarkan pasien dan keluarga tentang pengontrolan gula darah sendiri dan - Program fix dose manajemen hiperglikemia Humalog 3 x 12 unit - Ajarkan klien manajemen stres PMR Directing : - Berikan cairan peroral - Batasi aktifitas ketika gula darah > 250 mg/dl, terutama jika keton urin positif
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
Kolaborasi : - Berikan insulin sesuai program
4.
Data Subjektif : Klien mengeluh sesak bila berbaring datar ditempat tidur Data Objektif : Kedua tungkai bawah edema (dalam 2 mm), abdomen terlihat buncit, terdapat stiffing dullness abdomen pada auskultasi lingkar perut 98 cm. Tekanan JVP 52 cm H20,. Kedua tungkai edema derajat 1. Hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 BUN 22 mg/dL (6-20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (1746). Catatan balance cairan selama 24 jam minum 600 cc, urine 1200 cc dengan pembeiaan lasik 40 grm (total ± 800 ml).
Kelebihan volume cairan
Tiddak terjadi kelebihan volume cairan (Wholly - Terbebas dari compensatory) edema, efusi, anasarka - Bunyi napas bersih, tidak ada dyspneu/ orthopneu - Terbebas dari distensi vena jugularis - TTV dalam batas normal - Terbebas dari kelelahan, kecemasan dan kebingungan
Managemen cairan Method of helping guidance : - Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (hiponatremi, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati dll) - Kaji lokasi dan luas edema Support : - Monitor BB - Monitor hasil Iab yang sesuai dengan retensi ciran (BUN, Ht, osmolaritas urin) - Monitor status hemodinamik termasuk, MAP, - Monitor TTV - Monitor indikasi retensi atau kelebihan volume cairan (crackel, edema, asites) Teaching : - Ajarkan klien dalam menghitung intake dan output Tindakan kolaborasi : - Pemberian diuretik - Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremi dilusi dengan serum Na <130 mEq
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Setelah 12 hari perawatan, perkembangan pasien : S: Pasien melaporkan bengkak dikakinya berkurang O: Kedua tungkai bawah edema (dalam 2 mm), lingkar perut 88 cm. Tekanan JVP 5- 1 cm H20,. Kedua tungkai edema derajat 1. 1.6 BUN 18 mg/dL (6-20), kreatinin 1.7 mg/dL (0,72-1,25), ureum 83 mg/dL (17-46). A: kelebihan volume cairan tidak teratasi. P: - Monitor BB - Monitor hasil Iab yang sesuai dengan retensi ciran (BUN, Ht, osmolaritas urin) - Monitor status hemodinamik termasuk, MAP, - Monitor TTV - Monitor indikasi retensi atau kelebihan volume cairan (crackel, edema, asites)
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISA SITUASI
Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi pengkajian, masalah keperawatan intervensi terkait masalah.
4.1 Profil RSCM
Dalam upaya mendukung peningkatan mutu rumah sakit, pemerintah telah membuat kebijakan yang dituangkan dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia dan SK Menteri Kesehatan No. 1195 Tahun 2010 tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional. RSUPN Dr. Cipto Mangukusumo merupakan salah satu RS yang sedang berproses menuju akreditasi internasional ISO 9001:2008 dan Joint Comission International (JCI). Bidang Keperawatan yang merupakan pelaksana teknis dari Direktorat Medik dan Keperawatan untuk mewujudkan misi dan visi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mulai menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 yaitu sistem manajemen yang memberikan jaminan, proses-proses di dalamnya memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan dan selalu melakukan tindakan perbaikan yang berkesinambungan untuk lebih fokus kepada kepuasan pelanggan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Bidang Keperawatan berupaya untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pelanggannya agar tercapai manajemen mutu yg akuntabel, transparan, berkeadilan, dan memenuhi harapan pelanggan. Hal ini kami tuangkan dalam rencana strategis tahun 2011-2015, Pedoman Mutu dan Rencana Kerja Tahunan. Pedoman Mutu Bidang keperawatan mempunyai visi untuk memberikan Pelayanan Keperawatan Paripurna yang bermutu dan Profesional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014.
36 Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
37
Misi bidang keperawatan meliputi a. Memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, bermutu dan nyaman pada semua lapisan masyarakat. b. Mewujudkan tenaga keperawatan yang memiliki kompetensi komprehensif melalui pendidikan berkelanjutan. c.
Menjadi pusat wahana pendidikan, pelatihan dan riset keperawatan bagi tenaga keperawatan maupun peserta didik keperawatan.
d. Mewujudkan sistem manajemen pelayanan keperawatan yang dinamis, akuntabel dan transparan. e. Mewujudkan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi tenaga keperawatan. Yang menjadi falsafah keperawatan dalam menjalankan tugasnya yaitu a. Setiap manusia telah diberi rahmat oleh Tuhan yang Maha Esa kehidupan dan
kematian yang baik serta mulia b. Setiap pasien sebagai individu harus dihargai tanpa membeda-bedakan suku,
agama, warna kulit dan status sosial. c. Asuhan
Keperawatan
diberikan berdasarkan kebutuhan pasien yang
dilaksanakan secara komprehensif dan profesional sesuai dengan situasi dan kondisi. d. Asuhan Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
secara menyeluruh, direncanakan serta diberikan secara bekerja sama dengan Tim Kesehatan lain, pasien dan keluarganya. e. Pendidikan Keperawatan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan keperawatan profesional dan merupakan tanggung jawab bersama antara Perawat dan Rumah Sakit.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
38
4.2 Analisa Kasus
Hasil pengkajian mengambarkan klien Tn. U usia 58 tahun menderita Diabetes melitus
tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu , orang tua klien sebelumnya juga
menderita diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (2013) DM adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Secara teori DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan adanya resistensi insulin perifer dan karena kondisi ini maka sel beta pankreas akan terus menerus memproduksi insulin sebagai kompensasi dari resistensi insulin dan untuk menjaga agar gula darah tetap normal. Tn U menderita DM tipe 2 yang diturunkan secara genetik hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Ignatavicius (2006) dimana pada DM tipe 2 kerusakan progresif di pankreas membuat insulin menurun setiap waktu penurunan kemampuan hampir sebagian besar sel dalam merespon insulin. Resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas disebabkan oleh genetik
Selain faktor genetik, faktor non genetik berperan paling besar dalam meningkatkan terjadinya Diabetes tipe 2, faktor yang bisa meenjadi pemicu terjadinya keadaan tersebut menurut Inzucchi, Porte, Sherwin dan Baron (2005) diantaranya:usia, jenis kelamin,hipertensi, tingkat pendidikan dan faktor aktivitas.
Tn U berusia 58 tahun dan sudah 18 tahun menderita Dm, Goldberg dan Coon dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur memiliki keterkaitan yang erat dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia, semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana usia 40 tahun menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta pankreas mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga terjadi penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). Hasil penelitian sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe II (Ignativicius & Workman, 2006).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
39
Klien Tn. U berjenis kelamin laki-laki dimana itu merupakan faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus meskipun belum diketahui secara pasti pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian DM tipe 2 dan peningkatan kadar gula darah. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkapkan bahwa 51.920 laki-laki sseluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan atau overweight. Berdasarkan penelitian tersebut penulis menggambarkan bahwa faktor yang berperan dalam terjadinya diabetes melitus adalah indeks massa tubuh dimana laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2, berdasarkan pengukuran antopometri IMT Tn. U 27.34 Kg dengan lingkarr perut 98 cm secara teori keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan klien, tapi yang terjadi pada Tn. U. dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010).
Tn. U yang seorang buruh dan status ekonomi kurang memiliki karakteristik penggunaan energi dari karbohidrat yang lebih dari anjuran penggunaan yaitu 60%, hal tersebut sesuai dengan survey yang dilakukan RISKESDAS pada tahun 2010 dimana berdasarkan karakteristik, obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan. Dan penduduk laki-laki mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari anjuran 60% kebutuhan energi, hal ini disebabkan karena tingginya tingkat aktivitas yang banyak mengeluarkan energi dimana Tn. U sehari bekerja selama 10 jam. Status ekonomi juga mempengaruhi hal tersebut pada penduduk yang keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga) baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 ).
Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab kematian
dan peningkatan komplikasi diabetes dibanding dengan subjek
berpendidikan tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998) hal ini sesuai dengan tinggkat pendidikan klien Tn. U yang hanya berpendidikan SLTP. Faktor
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
40
tingkat pendidikan menjadi perhatian pada penderita diabetes, dikaitkan dengan kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pegelolaan dan pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan Pilar terakhir dari penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes sangatlah penting dilakukan edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi ini dilakukan dengan tujuan menunjang perubahan perilaku pasien diabetes untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Tn. U terdiagnosis menderita DM tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu terdiagnosis ulkus diabetikum,
saat ini
hipertensi stage 2 dan CKD stage 2. Ulkus
diabetik yang terjadi pada klien Tn. U merupakan efek lanjut dari neuropati sehingga klien mengalami amputasi , klien datang ke RSCM dengan kategori ulkus derajat 3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih dalam sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema dengan ukuran lebih dari 2 cm. Neuropati merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi nontraumatik.
Mekanisme terjadinya disfungsi vaskuler dan sel saraf pada
kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa mekanisme biokimia
mungkin
menjadi
pemicu
termasuk
glikosilasi
nonenzimatic.
Hiperglikemia diduga dapat meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang selanjutnya mengaktifkan protein kinase C (PKC). Diasilgliserol menimbulkan perubahan pada tingkat molekuler berupa gangguan pada proses transkripsi gen yang berfungsi untuk sintesis fibronektin, kalogen tipe IV, protein kontraktil, dan protein matrik ekstraseluler di sel endotel dan neuron (Fain, 2009).
Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
40 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008)
Tn. U
mengeluhkan keadaannya sekarang,klien jugga mengatakan sakit yna
dieritanya tidak bisa sembuh, hal itu akan mempengaruhi tingkat kesembuhan klien dan klien menatakan nyeri saat pergantian balutan . Stres yang dialami oleh Tn. U memberi dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang dilakukan Vileikyte (2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang diakibat oleh stres
yang dipicu karena adanya ulkus
dapat
mempengaruhi
penyembuhan luka. Efek buruk lain dari stres yaitu stres dan emosi negatif dapat meyebabkan perubahan prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh. Fisher., Mullan., Skaff., Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa pada 506 pasien diabetes selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan psikososial dan depresi serta diabetes distress dari waktu ke waktu. . Akibat lanjut dari stres yang terjaddi pada Tn. U akan menyebabkan peningkatan viskositas
pembuluh
darah
dalam
mekanisme
hemodinamik
sehingga
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan penurunan elastisitas kapiler 2) Nefrophaty diabetic sehingga saat ini klien menderita CKD stage 2.
4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan
Pada bagian ini penulis memaparkan analisis penerapan teori keperawatan pada kasus kelolaan. Secara rinci kasus gangguan system endokrin yang dilakukan asuhan keperawatan pada saat profesi adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan, komplikasi CKD, ulkus kaki diabetes dan gangrene. Analisis penerapan teori keperawatan dilakukan berdasarkan masalah keperawatan pasien. Hasil analisis diperoleh bahwa diagnosa yang ditemukan pada kasus kelolaan pada pasien gangguan system endokrin adalah kelebihan volume cairan, nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan tubuh, ketidakstabilan glukosa darah, kerusakan integritas kulit.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
42
Terjadinya kelebihan volume cairan terkait pasien mengalami penurunan kadar albumin darah yang disebabkan kurangnya asupan protein, pengeluaran protein melalui ulkus kaki diabetes dan
kebocoran filtrassi pada keadaan gangguan
fungsi renal . Hal ini terlihat dari gambaran pasien yang mengalami kelebihan volume cairan yaitu hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 cm kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46). Pada keadaaan tersebut terlihat terjadinya penebalan pada nefron ginjal yang disebabkan oleh nefropaty sehingga akan menurunkkan filtrasi glomerulus, dan selanjutnya akan menyebabkan peningkatan akumulasi cairan, hal terrsebut diperparah dengan terjadinya hipoalbumin yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik selanjutnya akan terjadi perpindahan ECF ke interestisial salah satunya ke ruang peritonium.
Data mengindikasikan pasien mengalami masalah nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh. Pasien mendapatkan diet DM 2100 kkal. Perhitungan Diet DM berdasarkan BB 70 Kg dan TB 160 cm, diperoleh BB ideal berdasarkan perhitungan (160 - 100) – 6 adalah 54 Kg. Status gizi pasien dengan berat badan lebih yang mengalami infeksi, hipoalbumin (albumin 3,24 g/dl) dan terdapat luka ulkus pedis dextra yang luas mengindikasikan pasien harus mendapatkan asupan makanan yang memadai.
Pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat sangat mendukung proses penyembuhan pasien. Akan tetapi ditemukan pasien tidak dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan sesuai program diet yang telah ditentukan. Pasien mengeluh mual dan muntah setiap makan nasi, ditemukan juga tanda klinis kurangnya asupan nutrisi berupa konjungtiva anemis, pucat, dan pasien mengeluh lemas( kadar Hb 10,6 gr/dL) . Perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk mengganti bentuk penyajian
makanan pasien dalam bentuk yang lebih lembut agar mudah diasup, mengidentifikasi dan merencanakan bersama pasien dan keluarga tentang kebutuhan nutrisi Tn. U. Kadar Hb merupakan dasar perawat melakukan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
kolaborasi dalam pemberian Asam folat, asam folat sebagai salah satu komponen pembentukan sel darah merah.
Terapi gizi adalah salah satu pilar utama DM yang direkomendasikan untuk mengatasi masalah nutrisi pada klien DM. Terapi gizi merupakan terapi non farmakologis yang berupa kegiatan pengaturan pola makan berdasarkan status gizi pasien DM dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Manfaat yang diharapkan dari pengaturan diit ini adalah mengontrol gula darah pada batas normal, memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki sistim koagulasi darah (Sugondo dkk, 2009).
Terdapatnya ulkus DM pedis dextra post amputasi digiti 4 dengan ukuran yang luas (10x5x0,5 cm). Berdasarkan data yang ditemukan tersebut, perlu dirumuskan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit. Akibat yang ditimbulkan dari masalah ini sangat luas diantarnya nyeri yang timbulkan saat pengggantian balutan luka selanjutnya dapat mamicu terjadinya Stres fisiologi yang dialami oleh pasien hal ini akan berdampak terhadap penyembuhan luka seperti penelitian yang dilakukan Vileikyte (2007) didapatkan data bahwa efek kecemasan dan depresi yang diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus menunjukkan secara signifikan berpengaruh terhadap penyembuhan luka.
Penelitian yang
dilakukan oleh Nurachmah 2011 menggambarkan terjainya peningkatan jumlah rata-rata TGF β1 dan kadar kortisol antara tindakan perawatan luka secara modern dan konvensional sehingga akan memicu terjadinya pemecahan protein dan lemak. Oleh sebab itu intervensi yang dapat dilakukan pada klien untuk menurunkan reaksi stres yaitu dengan melakukan managemen stres, Relaksasi merupakan salah satu tehnik managemen stres yang didasarkaan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR) merupakan salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
44
Pada Tn. U ditemui kadar albumin darah yang rendah. Penurunan albumin dalam darah merupakan salah satu faktor penghambat proses penyembuah luka. Peningkatan pemberian protein pada kondisi Tn. U
perlu dipertimbangkan
dengan fungsi ginjal yang menurun. Protein yang diberikan pada Tn. U adalah 1 gr/Kg BB/hari dengan pertimbangan untuk meningkatkan proses penyembuhan luka. Sumber protein yang diberikan 50 % berasal dari sumber hewani dan 50 % berasal dari sumber nabati.
Masalah keperawatan berupa ketidakstabilan glukosa darah terjadi terkait dengan manajemen kesehatan diri pasien dalam menjalani terapi dan perawatan diabetes. Manajemen kesehatan diri yang tidak efektif didefinisikan sebagai pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik kehidupan seharihari untuk pengobatan penyakit dan gejala yang ditimbulkan yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan.
Perilaku ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan terapi ditunjukkan dengan diit yang dilakukan dengan tidak benar dan pasien tidak pernah kontrol walaupun telah mengetahui terdeteksi diabetes sejak 18 tahun yang lalu. Untuk itu pasien perlu dilakukan discharge planning yang diprogramkan sejak pasien masuk rumah sakit. Pemberian Discharge Planning dapat
mengurangi hari rawatan
pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat dilakukan melalui Discharge Planning ( Naylor, 1990 ). Dan menurut Mamon et al (1992), pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum disebelum dipulangkan, beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester, 1996).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
45
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan. DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan manajemen terapi yang menjadi bagian hidup pasien DM. Hal ini berakibat terjadinya tuntutan terhadap perubahan gaya hidup pasien DM. Berbagai respon yang terjadi akibat dari perubahan gaya hidup tersebut. Salah satunya terjadinya gangguan psikososial pada pasien Dm. Berdasarkan
pada
pembuktian, dimana pasien diabetes rentan mengalami masalah psikososial yang dapat berpengaruhi terhadap terkontrolnya kadar gula darah. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan DM dengan ulkus/ gangrene adalah 28-40 hari. Penerapan manajemen diabetes dan dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi beban bagi pasien, sehingga dapat menimbulkan stress, perasaan frustrasi, marah, kewalahan, dan putus asa (Fisher, Glasgow, & Stryker, 2010).
Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR) merupakan salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk menerapkan managemen stres terapi otot progresif sebagai bagian dari perawatan ulkus kaki diabetik. Penerapan managemen stres terapi otot progresif dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monica M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen.
4.3.1 Hasil Jurnal Reading (Critical Review) Praktek berdasarkan pembuktian dilakukan dengan dimulai dari penelusuran literature melalui EBSCO data bases, CINAHL, Proquest, dan MEDLINE. Kata
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
kunci yang digunakan yaitu: Diabetes stress Management, muscle proogressive sehingga didapatkan jurnal dengan judul Mind-Body Therapies in Diabetes Management
Selanjutnya
dilakukan review
kritis
pada literature
yang
mendukung.
Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan efektifitas dari
therapies for glycemic control dengan
meditative
nonmeditative therapies for glycemic
contro. Desain penelitian ini menggunakan Randomised Controlled Clinical Trial (RCT). Subyek penelitian adalah laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari 18 tahun yang mengalami diabetes tipe 2, dan satu penelitian dilakukan pada orang dewasa dengan diabetes tipe 1.
Subyek penelitian terdiri dari 2 kelompok pasien yaitu kelompok intervensi dan kontrol. Studi teknik relaksasi dengan dan biofeedback dengan diabetes tipe 2 selama 1 tahun setelah intervensi kelompok lima sesi terapi relaksasi dan edukasi diabetes terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol, sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C . Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara
signifikan risiko
komplikasi pada tipe 2 diabetes.
4.3.2 Aplikasi klinik
Penerapan
praktek
berdasarkan
pembuktian
ini
dilaksanakan
dengan
menggunakan hasil penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dari Monica M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in. Proses pelaksanaan diawali dengan perizinan dari kepala ruangan ruang IPD lantai 7 RSCM. Tahapan selanjutnya dilaksanakan presentasi tentang rencana pelaksanaan praktek berdasarkan pembuktian yang akan diterapkan. Presentasi dilakukan di depan tim perawat kamar 702 terkait dalam upaya sosialisasi dan memperoleh dukungan agar PMR dapat diterapkan secara berkelanjutan dan menjadi bagian dari standar prosedur operasional dalam pengendalian kadar gula darah klien DM.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
Penerapan praktek berdasarkan pembuktian diawali dengan mengidentifikasi pasien kelolaan yang dirawat berupa pengkajian tingkat stress, nyeri
dan
psikososial klien. Hasil pengkajian klien teridentiikasi mengalami stres ringan Kemudian pasien yang memenuhi kriteria, dijadikan passien kelolaan. Klien diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur tindakan PMR (Lampiran 2). Penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini mulai dilakukan pada tanggal 11 18 Mei 2013. Intervensi dilakukan di ruangan pasien yang disessuaikan dengan jadwal praktik penulis
durasi dilakukan selama 15 menit. Penilaian
perkembangan kondisi klinis dan kadar gula darah menggunakan glocometer ruangan
dan dilakukan setiap latihan PMR. Penerapan intervensi PMR
dilaksanakan selama 7 hari sesuai dengan prosedur yang ditetapkan . Hasil yang diperoleh dari penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah dilakukan PMR Waktu Tanggal 11/5/2013 Jam 09.00 Tanggal 13 /5/2013 Jam 09.00 Tanggal 14/5/2013 Jam 17.00 Tanggal 15/5/2013 Jam 17.00 Tanggal 16/5/2013 Jam 09.00 Tanggal 17/5/2013 Jam 17.00 Tanggal 18/5/2013 Jam 09.00 MEAN
KGDH sebelum PMR 198mg/dl
KGDH sesudah PMR 194 mg/dl
188 mg/dl
188 mg/dl
198 mg/dl
172 mg/dl
168 mg/dl
148 mg/dl
155 m/dl
123 mg/dl
147 mg/dl
125 mg/dl
146 mg/dl
130 mg/dl
171, 42 mg/dl
154, 28 mg/dl
Berdasarkan tabel diatas bahwa rata- rata kadar gula darah sebelum intervensi adalah 171,42 m/dl dan rata- rata kadar gula darah setelah intervensi adalah 154,8 mg/dl.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
48
Hasil intervensi menunjukan bahwa Tn. U setelah dilakukan PMR selama 7 hari memperlihatkan adanya penurunan kadar gula darah, penulis meyakinin PMR memberikan pengaruh menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2. Mekanisme PMR menurunkan kadar gula darah pada passien DM tipe 2 dihubungkan dengan stres dimana selama stres respon umum / general adaptation syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis. Perangsangan saraf simpatis yang menuju medulla adrenalis menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa dalam darah ke semua jaringan tubuh. Secara simultan, sistem simpatis memanggil kekuatan-kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrine dari medulla adrenal. Epinephrine memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000). Hasil intervensi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashudi (20 11)di RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Penerapan stes managemen dalam asuhan keperawatan pasien diabetes tidak dapat terwujud hanya dengan mempersiapkan keterampilan perawat dalam melakukan intervensi , namun juga dibutuhkan dukungan dari pihak manajemen berupa adanya komitmen dan kebijakan dan keterlibaatan langsung klien sebagai penerima intervensi . Manajer sebagai pemimpin diharapkan dapat memberikan kebijakan, motivasi dan monitoring dalam keberlangsungan dan keberhasilan dari sebuah kegiatan dan klien diharapkan peran aktifnya dalam menerapkan intervensi yang telah diajarkan. Hambatan yang dialami dalam penerapan intervensi ini adalah manajemen pemberian asuhan keperawatan terkait dengan ketenagaan dimana terjadi ketidaseimbaangan tenaga perawat dengan klien yang di rawat dan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
49
belum optimalnya pelaksanaan pengkajian psikososial
pada klien dengan
diabetes, sertakemandirian klien dalam melaksanakan intervensi secara mandiri.
4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah
Berdasarkan pengalaman praktek profesi dalam mengelola pasien, klasifikasi sistem keperawatan dapat berbeda walaupun pasien memiliki masalah keperawatan yang sama. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi status sistem keperawatan pasien yaitu pengetahuan dan persepsi pasien tentang manajemen DM, kondisi penyakit, pengalaman sakit pasien, tingkat stres dan pengelolaan diri, spiritual, interaksi pasien dan tim kesehatan yang merawat pasien, interaksi sesama pasien yang dirawat, budaya, support system, edukasi dan tatanan ruangan perawatan.
Konsep praktek keperawataan menekankan pada aspek partisipasi pasien dalam penerapan intervensi keperawatan sehingga mampu meningkatkan kemampuan diri klien . Kemampuan perawatan diri pasien menentukan hubungan yang dibina antara klien dan perawat. Ide utamanya adalah pasien dapat mengambil manfaat dari kualitas dan kemampuan perawat membantu pasien dalam memaksimalkan perawatan diri yang dapat teridentifikasi dalam sistem keperawatan. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin memandang pasien adalah individu yang dapat meningkatkan kompetensi dirinya yang dibutuhkan untuk perawatan diri saat sakit. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang diperlukan dalam membantu pasien meningkatkan kemampuan perawatan diri pasien.
Pelaksanaan intervensi keperawatan PMR dapat dilakukan dengan melakukan focus group dengan meningkatkan kemandirian klien dan peran serta klien. Berdasarkan pengalaman praktik profesi dalam mengelola pasien ditemukan peningkatan aktualisasi diri pasien dan keluarga seiring dengan keberhasilan pasien melakukan peningkatan kemampuan perawatan dirinya. Ruangan rawat inap yang mempunyai kapasitas lebih dari 1 tempat tidur yaitu 6 tempat tidur pada
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
50
ruang rawat biasa membantu mempercepat terjadinya peningkatan kemandirian pasien dalam perawatan diri. Interaksi antar pasien yang dirawat dapat menumbuhkan motivasi dan membantu meningkatkan self efficacy pasien terhadap manajemen DM yang harus dipatuhi.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan simpulan dan saran mengenai analisis praktek profesi keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem endokrin.
5.1 Simpulan 5.1.1
Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin perlu
dilakukkan secara komprehensif, dalam upaya memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien secara bertahap. Masalah psikososial pada klien dengaan gangguan sisstem endokrin khusus nya masalah diabetes melitus sangat mempengaruhi status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien. Dalam melaksanakan implementasi keperawatan pada kasus gangguan sistem endokrin kemandirian pasien untuk memanajemen stres dan terapi penyakitnya dengan baik. sebagian besar membutuhkan modifikasi gaya dan manajemen stres yang baik.
5.1.2 Berdasarkan pembuktian ilmiah diperoleh bahwa penerapan manajemen stres dengan tehnik relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien dengan ulkus kaki diabetes sehingga dapat menekan aktivasi hormonal yang mampu meningkatkan kadar gula darah klien.
5.2 Saran 5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Peningkatan pengetahuan perawat secara berkala tentang asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan sistem endokrin dengan dasar pengambilan keputusan klinik berdasarkan pembuktian (evidence based) perlu dilakukan sehinggga kualitas asuhan keperawatan dapat meningkat dan akhirnya mampu mempercepat masa rawat klien.
51
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
52
5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Intervensi keperawatan berdasarkan evidence based penting dijadikan dasar dalam
standart
operasional
prosedur
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
tindakan
keperawatan
pada pasien
sehingga
khususnya dengan
gangguan pada sistem endokrin.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Aguilar, F., Teran, J.M., De La Pena, J.E. (2011). “The Pathogenesis of the Diabetic Foot Ulcer: Prevention and Management” Global Perspective on Diabetic Foot Ulcerations: 156-182 Akca, A.T., Cinar, S. (2006). Comparison of psychosocial adjustment in people with diabetes with and without diabetic foot ulcerationAustralian Journal Of Advanced Nursing, 25(4): 87-96. American Diabetes Association. (2013). Diagnosis and Classification of DM. Diabetes care.Jan 2013.Vol 36.S67-S74 ____________. (2004). Nursing : Scope and Standards of Practice. Silver Spring, Md: The Association. Baron W.F., Boulpep E.L. 2003. Medical Physiology. Philadelphia. Sounders. Cole-King, A., Garding, K.G. (2001) Psychological Factors and Delayed Healing in Chronic Wounds. Psychosomatic Medicine 63:216–220. Fain, J.A. (2009). Management of client with diabetes mellitus dalam Black, J.M & Hawk, J.H. Medical surgical nursing: clinical management for positive outcome (8th ed.). Singapore: Sauders Elsevier. Fisher, L., Glasgow., Russel., Mullan, J., Skaff, M., & Polonsky, W. (2008) Development of a Brief Diabetes Distress Screening Instrument. Annals Family Medicine. 6(3). 1-7 Frykberg. G. R et al .(2006). Diabetes Foot Disorder:a Clinical Practice Guideline. The Journal of Foot & Angle Surgery Guyton A.C. 2000. Text Book of Medical Physiology, 10th. Ed. USA. W.B. Saunders Co. Harper E.A. (1998). Discharge planning: An interdisciplinary method. Silverberg Press: Chicago, IL. Hastuti,T.R. (2008). Faktor – Factor Resiko Ulkus Diabetik pada Penderita Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing; critical thinking for collaborative care (5th ed.). St Louis Missouri: Saunders Elsevier.
53 Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
International Diabetes Federation. (2005). IDF Clinical guidelines task force : Global guideline for Type 2 diabetes. Brussels: International Diabetes Federation. Inzucchi, S., Porte, Sherwin, Baron (2005). The Diabetes Mellitus Manual: a primary care companion to Ellenberg and Rifkin’s (6th eds). Singapore. McGrawHill. Kumar, Cotran, & Robbin. (2007). Robbin basic pathology. (7th Ed) (Brahm U., Penerjemah). Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Litbangkes, RI. (2010). Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional. http://www.litbang.depkes.go.id/laporan RKD/ Mason, V. (2009). Psychological and physiological factors influencing chronic wound healing: the role of stress and pain. The Mölnlycke Health Care Symposium booklet. 2: 1-2. Mashudi (2011) Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 DiRumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi. Monica M. (2011) Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen. NANDA International.(2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2012-2014. St. Louis: Mosby. Nilsson, Johansson, Sundquist, J. (1998). Low educational status is a risk factor for mortality among diabetic people. Sweden: Department of Community Health Sciences, University of Lund. Diabet Med. Mar;15(3):213-9. PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.(2006). Petunjuk praktis pengelolaan diabetes melitus tipe 2. (Editor: S. Soegondo, P.Soewondo, I. Subekti dkk.). Jakarta : PB. PERKENI. Potter, P.A., Perry, A.N. (2009). Fundamental of nursing (6thed.). ST Louis Missouri: Mosby. PP-PL Kemenkes RI (2011). World Diabetes Day 14 November 2011 http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374 Price, S.A., Willson, L.M. (2005) Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
55
Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah sakit Indonesia. (2011) Neuropati Diabetik Menyerang Lebih Dari 50% Penderita Diabeteshttp://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23 &nid=612 diperoleh pada tanggal 04 Juni 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (2010). Departemen Kesehan RI. Robbins, N.C., Shaw, CA., dan Lewis, S.L. (2007). Nursing Management Diabetes Mellitus dalam S.L., Lewis. M.M., Heitkamper, S.R., Dirksen, P.G., O’Brien, dan L. Bucher. Medical Surgical Nursin; Assesment and management of clinical problems, (7 th Edition) Elseiver Mosby. Sherwood, Lauralel .(2001).Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC Silverthorne. 2001. Human Physiology an Inntegrated Approach, 2th. Ed. San Francisco. Pearson Education, Inc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2008). Medical Surgical Nursing Brunner & Suddarth.. Philadelphia: Lippincott (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, (Edisi 8) Jakarta : EGC. Sudoyo A.W. dkk (2009). Buku ajar Ilmu penyakit dalam edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI. Internal Publishing Jakarta Suyono, S. (2011). Patofisiologi Diabetes Mellitus dalam dalam Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu . Jakarta: Badan Penerbit FKUI Taylor, C., Lillis, C., & Lemone, P. (1997). Fundamental of nursing the art and the science of nursing care. Philadelphia : Lippincott. Unger, J. (2007). Diabetes management in primary care. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins Vileikyte, L. (2007). Stress and wound healing. Clinics in Dermatology 25(1): 4955. Waspadji, S. (2009). Diabetes mellitus: Mekanisme dasar dan pengelolaannya yang rasional, dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti (Eds). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu (hlm 31-45). Jakarta : FKUI. WHO (2006) Definition And Diagnosis Of Diabetes Mellitus And Intermediate Hyperglycemia. Report of a WHo/IDf ConsultatIon: the WHO Document Production
Services.
Geneva:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Switzerland.
Universitas Indonesia
Lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
DATA DEMOGRAFI Nama
:
Tanggal masuk RS
:
JK
:
Masuk dari
:
Umur
:
No. RM
:
Agama
:
Ruang/Kelas
:
Status
:
Pendidikan
:
RIWAYAT KEPERAWATAN Tanggal Pengkajian :
/
/
Jam Pengkajian :
Datang ke Unit dengan : Keluhan utama /Alasan Masuk RS: _______________________________________________________________________
Riwayat Penyakit Sekarang : _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________
Riwayat Penyakit Dahulu
: ______________________________________________
Riwayat bedah terdahulu : Amputasi : lokasi……………………
lain-lain,………………….
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Ulserasi kaki
Bedah vaskuler
Riwayat Rawat Inap
Bedah kaki
Tidak pernah
:
Riwayat Penyakit Keluarga :
Transfusi darah
:
Pernah
Tidak pernah
Alat bantu yang digunakan
:
ada,…………
Tidak ada
TB/BB
:
Orientasi
:
cm/
Kg
VITAL SIGN Suhu
:
0
C
Nadi :
RR
:
x/mnt
TD :
x/ mnt /
mmHg
PENYIMPANGAN KESEHATAN
Riwayat alergi :
Obat-obatan
:
Jenis Obat
Dosis Obat
Frekuensi
Obat terakhir yang dikonsumsi
Pengomsumsian
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tembakau
Jumlah :
Lama:
Alkohol
Jumlah :
Lama:
Obat yang tak terkendali
Jumlah :
Lama:
KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI UNIVERSAL
PERNAPASAN DAN SIRKULASI Nyeri dada
: ada/ tidak
Gambaran : _________________________________
Palpitasi
: ada/ tidak
Sesak napas
: ada/ tidak
Jelaskan :.___________________________________
Edema
: ada/ tidak
Lokasi
Vertigo
: ada/ tidak
Lain – lain
:
:
_________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________
KESEIMBANGAN NUTRISI DAN CAIRAN
Diet RS
:
Perhitungan Diet BB
Kg dan TB
BB ideal = ( IMT
=
cm - 100) – (
=
Kg )
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kebutuhan kalori basal = Koreksi
Balans cairan
Kg x 25% =
dari Usia dan aktivitas =
:
cc/hari
Minum (oral) :
cc/hari
Urine :
cc/hari
Parenteral
cc/hari
IWL
cc/hari
:
:
Muntah :
cc/hari
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir : Mulut/gigi
:
Saluran cerna
:
Lain –lain
:
-
_________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________
ELIMINASI Pola Defekasi
:
Perubahan terbaru
: ada / tidak
Pola Berkemih
:
Perubahan terbaru
: ada / tidak
Lain-lain
:
_________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________
KONDISI NORMAL Mengerti bahasa Indonesia
:
Penurunan Memori
:
Pendengaran
:
Kognisi
:
Lain-lain
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
REPRODUKSI Wanita – Periode menstruasi terakhir : Pemeriksaan pap terakhir
:
Rabas vagina/perdarahan
:
Kontrasepsi
:
Hamil
:
Pria – Masalahprostat
:
Hernia
:
PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL Cara mengatasi stress
:
Masalah khusus terkait rawat inap
:
Perubahan hidup yang dialami pada tahun lalu :
PERLINDUNGAN DAN KENYAMANAN Ketidaknyamanan/nyeri
0
None
1
:
2
3
Mild
4
5
Moderate
6
7
8
9
10
severe
*numerical rating pain scale berdasarkan Visual Assesment Scale (VAS)
Cara mengatasi nyeri
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kerusakan kulit
:
Indikator penilaian klinis kulit berdasarkan Leg UlcerMeasurement Tool (LUMT) No 1
Domain penilaian klinis Tipe eksudat
Kategori respon
Skor
Tidak ada (0), serosanginosa (1), serosa (2), seropurulen (3), purulenta (4).
2
Jumlah eksudat
Tidak ada (0), sedikit sekali/hampir tidak ada (1), sedikit (2), sedang (3), banyak sekali (4)
3
4
Ukuran
panjang
(dari
bagian
x
lebar Sembuh
< 2,5 cm2
(0),
pinggir 2,5 – 5,0 cm2 (2),
perbatasan epithelium)
10,1 cm2 atau lebih (4)
Kedalaman
Sembuh (0),
(1),
5,1 – 10,0 cm2 (3),
Kehilangan kulit ketebalan (1),
parsial (2), ketebalan penuh (3), tendon/tampak kapsul sendi sampai tulang (4) 5
6
Undermining
0 cm (0), >0-0,4 cm (1), > 0,4-0,9 cm (2), >0,9-
(terbesar pada posisi jam…)
1,4 cm (3), > 1,5 (4)
Tipe jaringan nekrotik
Tidak ada (0), slough putih (1), mudah lepas (2), slough putih sampai kuning (3), lengket atau fibrin, eskar warna abu-abu sampai hitam lunak, eskar hitam kering keras (4)
7
8
Jumlah
jaringan
nekrotik Tidak tampak (0), 1-25% (1), 26-50% (2), 51-
menutupi dasar luka
75% (3), 76 – 100% (4)
Tipe jaringan granulasi
Sembuh (0), merah terang (1), merah muda agak kehitaman (2), pucat (3), tidak ada (4)
9
Jumlah jaringan granulasi Sembuh (0), 76-100% (1), menutupi dasar luka
10
Tepian
luka
50% (3),
(2),
26-
1-25% (4)
(kemajuan Sembuh (0),
perbatasan)
51-75% (2),
> 50 % (1), epithelium tidak jelas
<50% (3), epithelium melekat, tidak ada
kemajuan (4) 11
Viabilitas kulit peri ulkus -
Kallus - eritema Dermatitis - ungu pucat Maserasi Indurasi (pengerasan) Ungu tidak pucat
0 1 2 3 4
tidak ada hanya satu dua atau tiga empat atau lima enam atau lebih
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
- Kulit dehidrasi Edema kaki
12
Tidak ada (0), non pitting (1), pitting (2), fibrosis (3), lipodermatosklerosis mengeras
13
Lokasi edema kaki
Tidak ada (0), di lokasi periulcer (1), kaki, meliputi ankle (2), sampai pertengahan betis (3), sampai ke lutut (4)
14
Pengkajian bioburden
Sembuh (0), kolonisasi ringan (1), kolonisasi berat (2), infeksi lokal (3), infeksi sistemik (4)
Keluhan kaki :
Rasa tebal/pegal
Rasa terbakar/teriris
Keluhan lain, sebutkan…………………………. Pemeriksaan kaki : ABI kanan / kiri : Kulit Kaki
Kuku Kaki
Kanan
Kiri
Perabaan dingin
-
-
Kulit berkilap
-
Atrofi
-
lemak
/
-
subkutan
Disfungsi Biomekanis
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Penebalan
-
-
Kalus
-
-
Infeksi jamur
-
-
Corns
-
-
Tumbuh
-
-
Hammer
-
-
Bunion
-
-
Charcot
√
√
kedalam
Robor
-
-
Pucat pada elevasi
-
-
Tidak ada rambut
-
-
Toes
Filling time jari
<3
-
kaki
Dorsalis Pedis
Denyut
Tibialis Posterior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kuat
√
√
√
√
Lemah
-
-
-
-
Hilang
-
-
-
-
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Resiko jatuh (berdasarkan Morse Scale)
:
N
Skor hari rawat ke
o 1
Risiko
Skala
2
3
4
5
6
Mempunyai riwayat jatuh, baru atau dalam 3 bulan terakhir a. b.
tidak ya
0 25
2
Diagnosis sekunder >1 a. b.
3
tidak ya
0 25
Ambulasi berjalan a. bedrest/dibantu perawat b. penyangga/tongkat/walker/threepot/kursi roda c. mencengkram furniture
0 15 30
4
Terpasang IV line/pemberian antikoagulan (heparin)/obat lain yang berefek samping jatuh a. b.
5
tidak ya
0 20
Cara berjalan/berpindah a. normal/bedrest/immobilisasi b. kelelahan dan lemah c. keterbatasan/terganggu
0 10 20
6
Status mental a. normal/sesuai kemampuan diri b. lupa keterbatasan diri/penurunan kesadaran
0 15
TOTAL SKOR Ket : Skor 0 – 24 : tidak beresiko untuk jatuh Skor 25-50 : resiko rendah, lakukan intervensi standar jatuh Skor > 51
Lain-lain
: resiko tinggi, lakukan intervensi jatuh resiko tinggi
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Tingkat energi
:
Semua fungsi mandiri
:
Aktivitas
Skor
Makan/minum
Keterangan :
Tidur Mandi
0 = Mandiri,
Ke toilet
1 = Memerlukan alat bantu, 2 = Memerlukan bantuan dari orang lain
Berpakaian
3 = Memerlukan bantuandari orang lain dan alat
Oral hygiene
bantu
Hair care
4 = Tergantung/tidak mampu
Nail care Foot care Perineal care Prosthesis care Bed mobility Berpindah Ambulasi olahraga
Keterbatasan aktivitas/gerak : Frekuensi tidur
:
Lain-lain
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
PENGKAJIAN PERENCANAAN PULANG
Keluarga yang tinggal serumah
:
Perawatan di rumah dibantu oleh
:
Pemanfaatan sumber komunitas
:
Layanan Pra RS
:
Perawatan di Rumah
:
Layanan Makanan
:
Lingkungan
:
Hambatan Tata Ruang Rumah
:
Tangga di Rumah
: ada / tidak
Transportasi
:
Keuangan
:
Kebutuhan pengajaran sebelum pulang :
Hambatan pengajaran
:
RENCANA PEMULANGAN
Fasilitas perawatan lanjut
:
Rujukan yang direkomendasikan :
Lain-lain
:
Keterangan
:
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 2
LANGKAH- LANGKAH RELAKSASI PROGRESSIV MUSCLE RELAXATION Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan ini semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan pertama Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan kedua Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.
Gerakaan ketiga Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggitingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
Gerakan keempat Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata,
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata (gambar 5).
Gerakaan kelima
Gerakan keenam
Gerakan kedelapan
Gerakan ketujuh
Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan kesembilan (gambar 7) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.
Gerakan kesembilan Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar 7). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.
Gerakan Kesebelas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan keduabelas, dilakukan untuk melemaskan otototot dada. Pada gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyakbanyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.
Gerakan keduabelas
Gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini dilakukan secara berurutan.
Gerakan ketigabelas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar delapan), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali.
Gerakan keempat belas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 3
BIODATA PENULIS
Nama
: Ismail Fahmi
Tempat Tangggal Lahir
: Jambi, 27 Juni 1984
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS POLTEKKES KEMENKES JAMBI
Orang Tua
: Agus Salim Siti Asiah
Istri dan Anak
: Yuyun Peni Astri Nafeeza Dhia Syafarana Naysila Dhia Syafarana
Alamat Rumah
: Jln. H.Badar RT.23 No.73 Kel. Pasir Putih Kec. Jambi Selatan Kota Jambi 36139
Alamat Institusi
: Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Kec. Telanaipura Jambi.
Email
:
[email protected]
No Telp
: 0812-8116-9571
Riwayat Pendidikaan
: SD Negeri No. 89/IV Kota Jambi (1990-1996) SMP Negeri 6 Kota Jambi (1996-1999) SMA Negeri 2 Kota Jambi (1999-2002) Poltekkes Jambi Jur Keperawatan (2004-2007) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (2010 – 2013)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia