Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada Klien Risiko Bunuh Diri dengan Pendekatan Teori Chronic Sorrow di Ruang Utari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2013 Siti Nurjanah1, Achir Yani S. Hamid2, Ice Yulia Wardani3 Program spesialis Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia Email :
[email protected] Abstrak Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukakn oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh diri melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan berupa ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri (Videbeck,2011). Seseorang yang berisiko melakukan bunuh diri adalah ketika mereka tidak mampu mendapatkan solusi dari permasalahan dan penderitaan yang dialami. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah memberikan gambaran hasil manajemen kasus spesialis pada klien risiko bunuh diri melalui pendekatan model stress adaptasi Stuart dan teori Chronic sorrow Eakes di rumah sakit Marzuki Mahdi. Tindakan keperawatan diberikan kepada 11 klien dengan menggunakan terapi kognitif. Terapi kognitif yang diberikan pada klien menunjukkan peningkatan dalam pencegahan perilaku bunuh diri. . Terapi kognitif menunjukkan efektifitas kemampuan klien untuk berpikir positif. Rekomendasi: pada klien risiko bunuh diri dengan pendekatan model teori Chronic Sorrow bisa diberikan terapi kognitif. Untuk meningkatkan efektifitas perlu adanya terapi kombinasi bagi klien risiko bunuh diri. Kata kunci : risiko bunuh diri, teori Chronic Sorrow Eakes, terapi kognitif Abstract Suicide is considered as a conscious of a person to end her or his life. Suicidal behavior is a deliberate act to kill her or himself. Suicide involves an ambivalence between the desire to live and wanting to die. Suicidal behavior consists of three tiers in the form of ideas / cues suicide, self unuh threats, and suicide attempts (Videbeck, 2011). Someone at risk of suicide is when they are not able to get the solution of problems and suffering. The purpose of writing this scientific paper was to describe the result of specialized case Stuart’s Stress Adaptation and Eakes’s Chronic Sorrow Theories in Marzuki Mahdi Hospital. The Nursing interventions were provided to 11 clients using cognitive therapy. The cognitive therapy provided to the clients showed the improvement in the prevention of suicidal behavior. The cognitive therapy has demonstrated the effectiveness of positive thingking abilitiet of the cliens.It is recommended that the suicidal risk clients can be treated with ognitive therapy using the combination of the Stuart’ Stress Adaptation and Eakes’ Chronic Sorrow Theories, as well as the combination of other therapies to be complemented to each other. Keywords: Chronic sorrow Eakes theory, cognitive therapy, suicidal risk
2 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
1. Latar Belakang
kasus bunuh diri bertambah menjadi
Prevalensi terjadinya masalah kesehatan
total 167 kasus, cara bunuh diri yang
jiwa
Departemen
dilakukan terbanyak adalah dengan
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011
gantung diri. Sementara RSCM (2009)
menyatakan gangguan jiwa di Indonesia
melaporkan dalam 5 tahun terakhir
kurun waktu 5 tahun terakhir, telah
terdapat 771 orang laki-laki dan 348
mencapai 11,6 persen dari 238 juta orang.
perempuan melakukan bunuh diri.
Dengan kata lain sebanyak 26.180.000
Sementara di Jakarta angka bunuh diri
orang
meningkat dari 165 kasus menjadi 176
meningkat
penduduk
tajam.
Indonesia
menderita
gangguan jiwa (Depkes,2011).
kasus atau setiap bulannya terdapat 12 – 14 kasus bunuh diri terjadi (RSCM,
Klien yang mengalami gangguan jiwa
2009).
sangat rentan dan berisiko melakukan tindakan bunuh diri. Pada klien skizofrenia
Tindakan bunuh diri pada umumnya
insiden terjadinya bunuh diri sangat tinggi
merupakan cara ekspresi orang yang
yaitu 40% mempunyai ide bunuh diri, 20 –
penuh
40% pernah melakukan percobaan bunuh
menolong
diri dan 10 – 15% mengakhiri hidupnya
2011). Stuart (2011) menyebutkan
dengan bunuh diri (Hunt et,al, 2006 dalam
perilaku bunuh diri terbagi menjadi 4
Stuart, 2011). Risiko bunuh diri menurut
kategori, yaitu ide bunuh diri, ancaman
NANDA (2012) adalah berisiko menyakiti
bunuh diri, percobaan bunuh diri dan
diri sendiri dan cedera yang mengancam
bunuh diri komplit.
stress
dan
dirinya
tidak
mampu
sendiri
(Stuart,
jiwa. Sedangkan bunuh diri merupakan sebuah peringatan untuk perilaku merusak
Penatalaksanaan klien dengan masalah
diri atau mencelakakan diri sendiri (Sadock
risiko
& Sadock, 2010).
kesehatan
bunuh
diri
di
diberikan
pelayanan
oleh
tenaga
kesehatan. Perawat sebagai salah satu WHO (2010) menyebutkan angka bunuh
bagian dari pemberi layanan kesehatan
diri di Indonesia mencapai 1,6 – 1,8 per
pada
100.000 penduduk dengan kencenderungan
keperawatan
usia produktif. Menurut data Kepolisian
kesembuhan
Polda Metro Jaya pada tahun 2011 tercatat
Halter (2010) menyatakan Intervensi
hanya 142 kasus. Sedangkan tahun 2012,
keperawatan untuk bunuh diri, terbagi
klien
melakukan dalam klien.
asuhan membantu
Varcarolis
dan
3 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
menjadi
tiga
kategori,
yaitu
primer,
dilakukan pada tanggal 18 Februari sampai dengan 19 April 2013. Terapi
sekunder, dan tersier.
keperawatan yang diberikan pada klien Asuhan keperawatan yang diberikan pada
dengan risiko bunuh diri meliputi terapi
individu dengan risiko bunuh diri dapat
generalis
berupa tindakan keperawatan generalis dan
keperawatan
spesialis
penatalaksanaan
(FIK
UI,
2012).
Tindakan
dan
terapi jiwa.
spesialis
Hasil
risiko
dampak
dari
bunuh
keperawatan generalis meliputi tindakan
memberikan
keperawatan untuk klien dan keluarga
terhadap klien berupa menurunnya
klien dengan isyarat bunuh diri, ancaman
tingkatan
bunuh diri dan percobaan bunuh diri
peningkatan
Perawatan spesialis dengan pemberian
pemecahan masalah dan perubahan
terapi kognititf, terapi kognitif perilaku,
pikiran menjadi positif.
risiko
positif
diri
bunuh
diri
kemampuan
baik serta
mencari
logoterapi dan psikoedukasi keluarga (FIK UI, 2012). Sedangkan menurut Byrne
Pendekatan
teori
model
yang
(2005) tindakan spesialis yang diberikan
digunakan oleh penulis adalah model
pada klien dengan risiko bunuh diri yaitu
stres adaptasi
terapi kognitif dan logoterapi.
Chronic Sorrow Eakes. Model stress
Stuart dan model
adaptasi Stuart memberikan gambaran hanya
pengkajian tentang faktor predisposisi,
memberikan terapi kognitif pada klien
stressor presipitasi, penilaian terhadap
dengan risiko bunuh diri yang berfokus
stressor,
pada pikiran dan kepercayaan untuk
mekanisme koping. Penulis memilih
membangun koping yang adaptif terhadap
model
masalah hidup.
memandang
Pada
penulisan
ini
penulis
sumber Chronic
koping, Sorrow
serta karena
model ini memiliki
kelebihan yaitu mampu menjelaskan bagaimana seseorang bisa mengalami
2. Metode Pelaksanaan Pelaksanaan
manajemen
keperawatan
kesedihan
kronis
di
sepanjang
spesialis jiwa pada klien dengan risiko
kehidupan. Konsep utama dalam model
bunuh diri merupakan kegiatan yang
teori Chronic Sorrow Eakes terdiri dari
terintegrasi
dalam
pengalaman
keperawatan
jiwa
pemberian
asuhan
kehilangan,
disparitas,
masalah
kesedihan kronis, metode manajemen
gangguan jiwa di unit pelayanan psikiatri.
internal dan eksternal, serta peristiwa
Pelaksanaan
pemicu. (Eakes, 1998). Penulis berpikir
khususnya
asuhan
keperawatan
4 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
bahwa model teori Chronic Sorrow ini bisa
dihargai oleh keluarga, tidak berguna
menggambarkan kondisi klien dengan
karena tidak bekerja, merasa diri kotor,
risiko bunuh diri.
gagal menampilkan peran sebagai istri, ibu, atau anak. merasa tidak memiliki
Jumlah klien yang dirawat oleh penulis
kelebihan apapun, serta merasa malu
selama periode residensi 3 sebanyak 54
dengan gangguan jiwanya. Pikiran
orang. Dari 54 orang klien kelolaan
rasional positif yang muncul klien
terdapat 11 orang klien (20,4%) diagnosa
Sebagian
risiko bunuh diri. Diagnosa risiko bunuh
distorsi
diri masih jarang di angkat dibandingkan
Ketika klien berhasil melawan pikiran
dengan
lain.
negatif tersebut, secara otomatis akan
Padahal, jika dilihat dari jumlah dan
terganti dengan pikiran positif dari apa
presentase
diri,
yang dipikirkan sebelumnya.. Pikiran
jumlahnya cukup banyak. Risiko bunuh
rasional positif yang muncul antara lain
diri
klien merasa berguna, merasa memiliki
diagnosa kasus
adalah
keperawatan risiko
salah
bunuh satu
bentuk
kegawatdaruratan psikiatri, sehingga ketika
besar
klien
kognitif
mengalami
overgeneralisasi.
kelebihan, merasa memiliki keluarga.
berada di ruang intermediate sekalipun, perawat
harus
memiliki
kemampuan
Terapi
psikoedukasi
keluarga
merawat klien dengan risiko bunuh diri
dilakukan pada 3 keluarga
dengan baik. Dari 11 kasus risiko bunuh
anggota keluarganya dirawat di ruang
diri selanjutnya diuraikan berdasarkan
Utari karena selama Residen praktek di
tingkatan bunuh diri yaitu isyarat bunuh
ruang Utari hanya 3 keluarga yang bisa
diri sebanyak 4 orang (36,4%), ancaman
residen temui. Selebihnya keluarga
bunuh diri sebanyak 2 orang (18,2%) dan
menjenguk pada saat residen tidak ada
percobaan bunuh diri sebanyak 5 orang
di ruangan atau keluarga memang tidak
(45,5%).
berkunjung.
Terapi kognitif diberikan pada 11 klien,
yang
3. Hasil dan Pembahasan
Enam klien mendapatkan terapi kognitif
Hasil Pengkajian karakteristik klien
sampai
dengan risiko bunuh diri di ruang Utari
selesai.
Lima
klien
hanya
mengikuti sampai sesi 3 karena klien
terdiri
pulang.
pekerjaan,
Pikiran
negatif
klien
yang
atas
usia,
jenis
kelamin,
pendidikan,
faktor
menyebabkan munculnya risiko bunuh diri
predisposisi,
faktor
presipitasi,
adalah pikiran tidak berguna karena tidak
penilaian terhadap stressor dan sumber 5
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
koping. Berikut ini pembahasan tentang
(SMA dan PT) dengan tingkat risiko
karakteristik klien dengan masalah risiko
bunuh
bunuh diri di ruang Utari.
tingkatan (ide, isyarat, dan percobaan
diri
berada
pada
semua
bunuh diri). Pada klien dengan latar Klien yang dikelola dengan masalah risiko
belakang pendidikan rendah (SD dan
bunuh diri sebagian besar berusia 25-44
SMP) ditemukan sebagian besar berada
tahun dan sebagian kecil berusia
pada tingkatan perilaku bunuh diri
18-25
berupa isyarat bunuh diri. Temuan ini
tahun.
berbeda dengan hasil penelitian yang Karakeristik usia yang teridentifikasi dari
dilakukan oleh Kopelowicz, Liberman
hasil
kasus
dan Zarare (2002) yang menyatakan
spesialis pada klien risiko bunuh diri
bahwa semakin tinggi pendidikan dan
menguatkan pendapat Stuart (2011) yang
pengetahuan
melaporkan bahwa frekuensi tertinggi usia
berkorelasi positif dengan keterampilan
seseorang berisiko mengalami gangguan
koping
jiwa yaitu pada usia 25-44 tahun . begitu
terletak pada kemampuan koping yang
juga dengan prevalensi bunuh diri dengan
dimanifestasikan
distribusi terbanyak pada kisaran usia
tingkatan bunuh diri. Stuart (2011)
tersebut (Stuart, 2011, Videbeck, 2011).
yang
Analisa yang dapat ditegakkan adalah
pendidikan
bahwa usia dewasa berkontribusi terhadap
ditemukan lebih sering menggunakan
terjadinya risiko bunuh diri berhubungan
pelayanan kesehatan jiwa.
pelaksanaan
manajemen
seseorang
yang
dimiliki.
akan Perbedaan
dalam
menyatakan yang
bentuk
bahwa
tingkat
lebih
tinggi
dengan berbagai tugas perkembangan yang komplek. Ketidakmampuan klien dalam
Kesimpulan dari temuan ini adalah
menjalankan perannya menimbulkan rasa
bahwa pendidikan dan pengetahuan
khawatir yang dimanifestasikan dalam
yang tinggi tentang kondisi kesehatan
bentuk risiko bunuh diri.
dapat memberi dua dampak terhadap klien.
Jenis
kelamin
klien
yang
dirawat
Dampak
dengan
positifnya
pendidikan
adalah
yang
tinggi
pengetahuan
dan
seluruhnya adalah perempuan. Klien yang
diharapkan
dikelola dengan masalah risiko bunuh diri
keterampilan klien dalam merawat diri
mempunyai latar belakang pendidikan
semakin
yang bervariasi. Sebagian besar klien
negatif
memiliki latar belakang pendidikan tinggi
semakin tinggi pendidikan klien maka
baik. yang
Sedangkan
dampak
teridentifikasi
adalah
6 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
pengetahuan tentang kegawatan penyakit
disimpulkan
diri
ekonomi
semakin
diketahui
dan
hal
ini
bahwa
sangat
status
berdampak
sosial pada
peningkatan
kondisi kejiwaan seseorang. Dengan
perilaku bunuh diri pada klien yang pada
demikian dapat disimpulkan bahwa
akhirnya berisiko bunuh diri.
pekerjaan
berpotensi
menimbulkan
akan
berkorelasi
positif
dengan pendapatan. Kondisi sosial ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap kondisi kehidupan
Berbagai
yang dijalani meliputi; nutrisi yang tidak
merupakan sumber stress yang dialami
adekuat, rendahnya pemenuhan perawatan
seseorang (Hawari, 2001). Klien yang
untuk anggota keluarga, perasaan tidak
dikelola dengan masalah risiko bunuh
berdaya, perasaan ditolak oleh orang lain
diri sebagian besar belum menikah
dan lingkungan sehingga berusaha menarik
sebanyak 7 orang (63,4%)
diri dari lingkungan. Hasil manajemen
kesepian dan hidup dalam kesendirian
kasus spesialis keperawatan pada klien
merupakan stressor tersendiri bagi
risiko bunuh diri teridentifikasi hampir
seseorang yang belum/tidak menikah.
seluruhnya klien tidak bekerja. Hanya satu
Kebutuhan
klien yang mempunyai latar belakang
mencintai dan dicintai menjadi hal
pekerjaan. Pekerjaan erat hubungannya
yang tidak dimiliki oleh orang yang
dengan pendapatan yang diterima oleh
belum/tidak menikah (Yani, 2008).
klien.
Angka bunuh diri pada orang yang
Fortinash
menyebutkan
dan
bahwa
Worret
(2004),
kemiskinan
dan
masalah
untuk
perkawinan
berbagi,
Rasa
merasa
tidak menikah atau single dua kali
pengangguran yang menyebabkan stress
lebih
berkontribusi terhadap peningkatan rata-
mereka
rata
Adanya
menikah (Stuart,2011, Videbeck 2011,
peningkatan
Sadock & Sadock 2010). Pemberian
kasus
bunuh
ketidakseimbangan
diri.
antara
besar
dibandingkan
memiliki
dengan
pasangan
atau
kebutuhan hidup dan ketidakmampuan
terapi kognitif
untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan
klien
seseorang frustasi dan mudah putus asa.
meningkatkan rasa percaya diri dan
Sadock dan Sadock (2010) menyebutkan
mempunyai pandangan yang positif
bahwa seseorang dengan status ekonomi
terhadap diri sendiri serta mampu
tinggi atau rendah memiliki risiko bunuh
menghilangkan
diri
menyatakan bahwa hidupnya tidak
lebih
ekonomi
besar
dibandingkan
menengah.
Sehingga
kelas
yang
pada sebagian besar tidak
pikiran
menikah,
yang
dapat 7
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
berguna lagi menjadi berpikir bahwa
Pengkajian pada klien risiko bunuh diri
hidupnya masih berguna.
terdiri
atas
empat
komponen
pengkajian. Meliputi pengkajian faktor Klien sebagian besar sudah mengalami
predisposisi,
faktor
presipitasi,
sakit selama lebih dari 10 tahun dan hal
penilaian terhadap stressor, dan sumber
ini erat kaitannya dengan frekuensi klien
koping.
dirawat, rata-rata 2 – 5 kali masuk rumah sakit (70%). Kondisi kronis dan seringnya
Hasil pelaksanaan manajemen kasus
klien
spesialis pada klien dengan masalah
mengalami
berdampak
kekambuhan
pada
tingkat
akan
keparahan
risiko bunuh diri
ditemukan faktor
gangguan yang dialami oleh klien, setiap
predisposisi biologis berupa penyakit
kali kambuh akan mengalami penurunan
kronis dan faktor genetik. Penyakit
kemampuan.
kronis
Maguire
(2002
dalam
(TBC
paru
dan
kejang)
Fortinash & Worret, 2004) menyatakan
ditemukan pada 2 klien dari 11 klien
bahwa kekambuhan adalah sesuatu yang
yang dikelola. Dari 2 orang yang
sering terjadi pada klien skizofrenia, hal ini
mengalami penyakit kronis keduanya
disebabkan
buruk
menyebabkan percobaan bunuh diri.
oleh
insight
yang
sakitnya,
tidak
mengikuti
Hal ini sesuai Stuart (2011) yang
dengan
baik,
kurangnya
menyatakan bahwa kondisi kesehatan
ketidakmampuan
seseorang sangat berpengaruh terhadap
koping individu, dan putus obat karena
stres yang dialami oleh seseorang yang
pengobatan dalam jangka panjang.
bisa menyebabkan terjadinya risiko
terhadap pengobatan dukungan
keluarga,
bunuh diri. Semakin buruk kondisi Pemberian
terapi
kognitif
yang
terapi
medis
menyebabkan tingkatan perilaku bunuh
memberikan dampak yang cukup baik
diri meningkat. Pengalaman masa lalu
dalam meningkatkan kemampuan klien
yang tidak menyenangkan seperti yang
dalam berpikir positif secara rasional. Hal
dialami oleh 4 orang klien berupa
ini sangat penting dimiliki oleh klien
pelecehan seksual dan pemerkosaan
dengan
Upaya
yang dilakukan baik oleh keluarga
dilakukan
maupun orang lain memberi kontribusi
dikolaborasi
dengan
risiko
pencegahan
bunuh
sangat
diri.
penting
sehingga bunuh diri tidak terjadi.
kesehatan
klien
maka
akan
munculnya masalah risiko bunuh diri (Stuart, 2011).
8 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
Hasil
manajemen
kasus
spesialis
tindakan
pelecehan/pemerkosaan
mengidentifikasi 3 kasus dari 11 kasus
bahkan ada klien yang merasa asing
yang dikelola memiliki keterkaitan faktor
dengan tubuhnya sendiri. Hasil temuan
genetik. Genetik dihasilkan dari fakta-fakta
residen saat praktek di ruang Utari, ada
mendalam tentang komponen genetik yang
satu klien yang selalu menolak untuk
berkontribusi
perkembangan
melakukan olahraga, ternyata setelah
gangguan risiko bunuh diri (Sadock &
dilakukan pengkajian mendalam, klien
Sadock, 2010). Hasil manajemen kasus
mengatakan gerakan-gerakan olahraga
risiko bunuh diri
membuat
memperkuat
terhadap
pada klien
teori
genetik
ini yang
klien
mudah
terangsang
secara biologis dan mengingatkan klien
disampaikan oleh Hasil pengkajian faktor
akan
peristiwa
pemerkosaan
yang
predisposisi biologi manajemen kasus
dialami. Hal ini menunjukkan bahwa
klien risiko bunuh memiliki kesamaan
faktor biologis memiliki dampak pada
dengan pengkajian respon kehilangan pada
faktor psikologis dan juga sosial
model teori Chronic Sorrow (Eakes, 1998)
budaya spiritual.
tentang kontribusi kehilangan secara fisik terhadap risiko bunuh diri.
Persamaan
Faktor predisposisi psikologis yang
yang ditemukan terletak pada kontribusi
teridentifikasi
biologi terhadap proses koping sehingga
psikologis
mengakibatkan terjadinya risiko bunuh
kepribadian yang tertutup, pengalaman
diri. Berdasarkan teori Chronic Sorrow
kehilangan dan pengalaman menjadi
Eakes (1998) yang dikaitkan dengan
korban kekerasan fisik dan kekerasan
kondisi klien gangguan jiwa menunjukkan
seksual. Townsend (2009) menyatakan
pada klien yang mengalami penyakit
bahwa
kronis, ia mengalami kehilangan atas
mempengaruhi seseorang bunuh diri
kesehatan tubuhnya dan ini berdampak
adalah
pada kualitas hidupnya, kemampuan klien
dengan orang yang berarti, kesepian,
untuk
riwayat
beraktifitas
menjadi
terbatas,
adalah yang
faktor
kondisi
terkait
dengan
psikologis
keputusasaan, kekerasan,
yang
perpisahan malu
karena
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan,
kehilangan status sosial, dan stressor
maupun pasangan. Sama halnya pada klien
pada tahapan tumbuh kembang. Pada
yang mengalami pengalaman kehilangan
klien dengan kerapuhan psikologis
akibat
tidak
pelecehan
seksual/pemerkosaan,
klien menganggap bagian yang di anggap
mampu
beradaptasi
dengan
stressor yang ada, sehingga bunuh diri
suci dari tubuhnya sudah hilang akibat 9 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
menjadi
pilihan
untuk
menyelesaikan
dan terasing dari lingkungan sosial terpisah dari keluarga, komunitas dan
masalah
hubungan
sosial
menyebabkan
Faktor predisposisi sosial budaya spiritual.
seseorang mempunyai keinginan untuk
Hasil manajemen
kasus spesialis
bunuh diri. Selain faktor sosial budaya,
keperawatan jiwa mengidentifikasi adanya
factor spiritualitas juga perlu dikaji.
faktor
yang
Yani (2008) menyatakan spiritualitas
masalah
adalah keyakinan dalam hubungannya
pernikahan, pola komunikasi yang buruk
dengan yang Maha Kuasa dan Maha
dan jarang terlibat dalam kegiatan sosial.
pencipta. Spiritualitas berupaya untuk
Ke
mempertahankan
usia,
pendidikan
menengah,tidak
lima
bekerja,
aspek
sosial
budaya
ini
keharmonisa
mempunyai prevalansi yang tinggi sebagai
keselarasan
penyebab risiko bunuh diri. Kemampuan
berjuang
hubungan
buruk
mndapatkan kekuatan ketika sedang
memiliki dampak terhadap peningkatan
menghadapi stress emosional, penyakit
perilaku bunuh diri pada klien.
fisik atau kematian. Mickley et al
interpersonal
yang
dengan
atau
untuk
dunia
luar,
menjawab
atau
(1992, dalam Yani 2008) menguraikan Faktor predisposisi yang teridentifikasi
spiritualitas
pada model adaptasi stress Stuart (2011)
multidimensi,
senada dengan penderitaan atau dukacita
eksistensial
kronis Eakes (1998). Persamaan terletak
Dimensi eksistensial berfokus pada
pada faktor yang mempengaruhi terjadinya
tujuan dan arti hidup, sedangkan
masalah risiko bunuh diri. Sama dengan
dimensi agama lebih berfokus pada
pengalaman kehilangan, penderitaan dan
hubungan seseorang dengan Tuhan
dukacita kronis juga dilihat dari aspek
Yang Mahasa penguasa. Pada klien
internal dan eksternal. Aspek internal
dengan riwayat pemerkosaan, secara
teridentifikasi dalam faktor predisposisi
psikologis sosial budaya , klien harus
biologi. Aspek eksternal teridentifikasi dari
berjuang
faktor predisposisi psikologi dan sosial
kehidupannya,
budaya. Varcarolis dan Halter (2010)
metode manajemen internal Chronic
menyebutkan
budaya
Sorrow Eakes (1998) dimensi spiritual
nilai
dapat menjadi sumber koping yang
keluarga, sikap menghadapi kematian,
cukup baik. Seseorang yang miliki
berdampak pada risiko bunuh diri. Isolasi
kepercayaan menurut Yani (2008)
termasuk
bahwa
faktor
kepercayaan,
agama,
sebagai
sesuatu
yaitu dan
keras
yang
dimensia
dimensi
agama.
untuk
melanjutkan
dengan
pendekatan
10 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
berarti
mempercayai
komitment
atau
terhadap
mempunyai
sesuatu
atau
seseorang.
manajemen kasus spesialis adalah eksternal
dan
internal.
Stresor
eksternal teridentifikasi dari stresor sosial budaya. Sedangkan stresor
Hasil Pengkajian faktor presipitasi masalah
internal teridentifikasi dari stresor
risiko bunuh diri pada klien yang dirawat
biologi dan psikologi. Hal ini sesuai
di rumah sakit terdiri atas faktor biologi,
dengan konsep adaptasi stres (Stuart,
berupa putus obat; faktor psikologis takut
2011) yang menyatakan bahwa asal
kehilangan keluarga atau orang yang
stresor dapat berasal dari internal dan
dicintai serta faktor sosial budaya berupa
eksternal. Pada awalnya stresor yang
masalah ekonomi, masalah pekerjaan,
ditemukan berasal dari eksternal
gangguan peran dan konflik keluarga.
yaitu
Beberapa penelitian sejalan dengan hasil
utama tersebut menimbulkan respon
manajemen kasus spesialis keperawatan
yang berkontribusi terhadap stresor
jiwa pada klien risiko bunuh diri.
psikologis dan biologis. Sehingga
masalah
ekonomi.
Stresor
pada akhirnya asal stresor yang Faktor
presipitasi
sosial
budaya
gangguan peran yang teridentifikasi pada hasil
manajemen
kasus
spesialis
dialami oleh klien denngan risiko bunuh diri adalah dari internal dan eksternal.
keperawatan jiwa pada klien risiko
Jumlah stresor yang ditemukan pada
bunuh diri memperkuat hasil penelitian
manajemen kasus spesialis
yang
risiko bunuh diri berjumlah lebih dari
menjelaskan
ketidakmampuan
bahwa
menjalankan
peran
satu.
Semakin
banyak
klien jumlah
pada klien yang dirawat di rumah sakit
stressor yang dialami maka tingkat
akan meningkatkan distress psikologis
perilaku bunuh diri yang dialami
dan masalah adaptasi yang teridentifikasi
oleh klien semakin meningkat. Hal
dalam bentuk ansietas yang berpotensi
ini memperkuat pernyataan Stuart
meningkatkan
(2011)
risiko
bunuh
diri
(Varcarolis & Halter, 2010).
klien
mengidentifikasi
menyatakan
bahwa
jumlah stressor lebih dari satu yang
Hasil manajemen kasus risiko bunuh diri pada
yang
bahwa
stressor utama adalah sosial berupa masalah ekonomi. Asal stresor pada
dialami oleh individu dalam satu waktu akan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan satu stressor yang dialami. Analisa yang dapat 11
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
kita tegakkan adalah jumlah stressor
yang ditemukan ada yang bersifat
akan berhubungan terhadap kejadian
positif dan ada yang bersifat negatif.
risiko bunuh diri dan tingkat perilaku
Respon
bunuh diri.
kemampuan
Faktor presipitasi yang teridentifikasi pada model adaptasi stress Stuart (2011) senada dengan peristiwa pemicu pada model Chronic Sorrow Eakes (1998). Persamaan dua konsep ini terletak pada pengaruh langsung terhadap penyebab risiko bunuh diri klien. Kedua model ini melihat faktor presipitasi dan peristiwa pemicu sebagai stimulus pencetus yang menyebabkan terjadinya risiko bunuh diri pada klien. Selain itu dua model ini
positif
dihasilkan klien
dari dalam
mentoleransi stressor. Respon negatif dihasilkan dari kegagalan dalam melakukan
penilaian
kognitif
terhadap stresor. Hal ini senada dengan pendapat Stuart (2011) yang menyatakan bahwa faktor kognitif bertugas mencatat kejadian yang penuh tekanan, memilih pola koping yang digunakan, dan emosional, fisiologis, perilaku dan reaksi sosial seseorang.
melihat stimulus tersebut berasal dari
Hasil manajemen kasus spesialis
dua stimulus yaitu internal dan eksternal.
keperawatan jiwa pada klien risiko
Stimulus internal pada peristiwa pemicu
bunuh diri mengidentifikasi empat
model Chronic Sorrow Eakes (1998)
penilaian afektif yaitu marah,mudah
teridentifikasi
faktor
tersinggung, afek labil dan sedih.
presipitasi biologi, psikologi dan sosial
Dalam penilaian terhadap stresor
budaya.
respon afektif utama adalah reaksi
dalam
bentuk
Penilaian stressor yang teridentifikasi pada hasil manajemen kasus spesialis keperawatan jiwa pada klien risiko bunuh
diri
diklasifikasikan
dalam
penilaian fisiologis, kognitif, afektif, perilaku dan sosial budaya. Respon kognitif yang teridentifikasi dari hasil manajemen kasus spesialis keperawatan jiwa adalah kemampuan berpikir yang dimiliki
oleh
klien
dalam
melihat
stressor yang dialami. Respon kognitif
sedih, merasa kesepian, merasa tidak berguna, dan marah. Respon afektif yang teridentifikasi pada manajemen kasus sejalan dengan pendapat Stuart (2011)
yang
menyatakan
bahwa
respon afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi atau kaget, bingung dan khawatir. Persamaan yang dapat kita analisa dari hasil manajemen kasus dan model adaptasi stress adalah 12
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
respon emosional negatif akibat stressor
teridentifikasi
yang dialami.
koping
Respon fisiologis yang ditemukan pada manajemen kasus spesialis khususnya diagnosa risiko bunuh diri adalah lemah, kurang nafsu makan dan sulit tidur. Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional
dan
manajemen
kasus
fisiologis. kasus
Hasil spesialis
empat
yang
sumber
terdiri
dari
kemampuan personal, dukungan sosial, asset material dan keyakinan positif. Empat sumber koping yang teridentifikasi
diklasifikasikan
berdasarkan tingkatan risiko bunuh diri. Kemampuan
personal
yang
keperawatan jiwa pada klien risiko
teridentifikasi dalam manajemen
bunuh diri teridentifikasi dua perilaku
kasus spesialis pada klien dengan
yang maladaptif yaitu murung dan
risiko bunuh diri adalah belum
menangis. Dua perilaku maladaptif yang
mengenal cara mengatasi masalah
ditampilkan dalam bentuk penolakan dan
tanpa membahayakan diri sendiri.
hukuman terhadap lingkungan yang ada
Kemampuan penyelesaian masalah
disekitarnya. Respon sosial merupakan
tidak
hasil
kemampuan
dari
respon
kognitif,
afektif,
hanya
berfokus
kognitif
pada
tapi
juga
fisiologis dan perilaku yang ditampilkan
berhubungan dengan kemampuan
terhadap hubungan dengan orang lain.
afektif dan psikomotor. Hal ini
Hasil pengkajian manajemen kasus pada
selaras
klien risiko bunuh diri teridentifikasi dua
(2011) yang menyatakan bahwa
respon sosial yang teridentifikasi dengan
kemampuan personal yang perlu
menghindari orang lain dan berbicara
dimiliki
dengan orang lain. Sebagian besar klien
kemampuan
menunjukkan
menentukan
perilaku
menghindari
dengan
konsep
oleh
Stuart
klien
meliputi
mengenal
masalah,
masalah
dan
orang lain. Hal ini senada dengan
menyelesaikan
pernyataan Peate dan Whiting (2006)
Kemampuan
yang menyatakan bahwa kebosanan dan
tampak dari pengetahuan klien
kelelahan
tentang
menyebabkan
klien
masalah. mengenal
potensi
diri
masalah klien.
menghindari kontak sosial dengan orang
Kemampuan menentukan masalah
lain.
teridentifikasi
Pada pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada klien risiko bunuh diri
dari
kemampuan
untuk melakukan prioritas masalah sedangkan
kemampuan 13
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
menyelesaikan masalah teridentifikasi
sosial. Dukungan yang pertama
dari kemampuan melakukan perawatan
adalah dukungan emosi yang terdiri
terhadap diri sendiri dalam mengontrol
atas
risiko bunuh diri.
memfokuskan pada kepentingan
Sebagian besar klien dengan risiko bunuh
diri
ditemukan
tidak
mendapatkan dukungan sosial terkait dengan stresor yang dialami. Semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh
keluarga
peningkatan
menyebabkan
tingkatan
bunh
diri.
Analisa yang dapat ditegakkan adalah bahwa dengan dukungan sosial maka seseorang akan merasa dihargai dan akan meningkatkan peran aktif kliena. Hal ini senada dengan Sarafino (2002) yang menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan perasaan caring, penghargaan atau membantu seseorang menerima orang lain yang berasal dari keyakinan yang berbeda. Seseorang dengan
dukungan
sosial
akan
memberikan cinta, penghargaan dan menjadi
bagian
jaringan
sosial
(Videbeck, 2011).
rasa
empati,
caring,
orang lain. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi
positif
thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain. Dukungan yang
ketiga
instrumental
adalah yaitu
dukungan
menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan
kesehatan
keempat
adalah
informasi
yaitu
jiwa.
Tipe
dukungan memberikan
nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana berperilaku.
seseorang Tipe
harus
terakhir
atau
kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk
berbagi
Berdasarkan manajemen
pengalaman. analisa
kasus
hasil spesialis
keperawatan klien dengan risiko bunuh diri menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan
Dukungan sosial yang teridentifikasi
terfokus pada dukungan emosi,
dalam
instrumental dan informasi.
manajemen
kasus
spesialis
sebagian berasal dari keluarga, kader dan aparat RT/RW. Dukungan sosial datang dari pasangan, saudara, teman kelompok
sosial
dan
kelompok
komunitas. Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan
Dari
hasil
pengkajian
yang
dilakukan dalam manajemen kasus spesialis teridentifikasi fakta utama dihadapi dalam pelayanan kasus 14
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
spesialis adalah faktor kemiskinan.
internal berupa strategi koping
Sebagian
ditemukan
klien
pelayanan
eksternal adalah bantuan tenaga
jamkesmas dan SKTM. Hal ini senada
kesehatan atau intervensi dari orang
dengan Stuart (2011) yang menyatakan
lain. Penderitaan kronis (chronic
bahwa secara umum sumber koping
sorrow)
tidak
material
individu
melemah
besar
sebagai
kasus
pengguna
aset
dengan
sering
ketersediaan
dihubungkan finansial
dan
asuransi.
sedangkan
mananemen
akan
membuat
bila
efektif
dalam mengatur perasaan baik secara internal maupun eksternal
Sumber
koping
keempat
adalah
keyakinan positif, yaitu keyakinan diri yang menimbulkan motivasi dalam menyelesaikan segala stresor yang dihadapi.
Hasil
manajemen
kasus
menemukan bahwa sebagian besar
(Eakes,1998). Strategi manajemen perawatan diri di atur melalui strategi
koping
(kemampuan koping,
internal.
personal,
asset
material
sumber dan
keyakinan yang positif).
menunjukkan keyakinan yang negatif
Semua
terhadap
mekanisme
koping
untuk
mengahadapi
stresor
dengan
kondisi
Keyakinan
kesehatan
negatif
ini
klien
berkorelasi
klien
menggunakan
negatif dengan tingkatan bunuh diri.
berfokus pada masalah. Sebagian
Semakin negatif keyakinan klien maka
besar
semakin berat tingkatan bunuh diri
mekanisme koping yang berfokus
yang dialami.
pada emosi dan kognitif. Hal ini
Hasil pengkajian manajemen kasus pada aspek penilaian terhadap stressor dan sumber koping senada dengan proses
koping
metode
manajemen
pada model Chronic Sorrow (Eakes, 1998). Metode manajenen
adalah
suatu cara bagaimana klien menerima penderitaan kronis. Proses koping pada model Chonic Sorrow terdiri atas metode
manajemen
manajemen
eksternal.
internal
dan
Manajemen
klien
juga
menggunakan
menunjukkan bahwa klien kurang mampu mengembangkan mekanisme koping
yang
adapatif
dalam
menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Hasil terapi kognitif menggambarkan bahwa sebagian besar klien mampu mengembangkan mekanisme koping adaptif melalui berbagai aktivitas melalui
berpikir
positif
dan 15
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
melakukan kegiatan yang bermakna.
memahami perilaku sosial secara
Gladding (2009) menyatakan bahwa
umum yang mempengaruhi sistem
peran terapis dalam terapi kognitif
panjang kehidupan
adalah untuk membuat pikiran yang
seseorang. Dasar dari prinsip ini
terselubung menjadi lebih terbuka, hal
adalah
ini sangat penting untuk mengatasi
membahas tentang fenomena spesifik
kognisi
tentang
yang
Sedangkan
bersifat
otomatis.
yang diberikan sangat
suatu
(life span)
model
teori
yang
masalah-masalah
timbul
dari
mendukung klien untuk menjadikan
mencakup
hidupnya lebih bermakna sehingga ide
kehilangan,
bunuh diri tidak muncul kembali.
metoda
yang
penyakit proses
faktor
kronis berduka,
pencetus
dan
manajemennya.
(Eakes,1998). Teori Chronic Sorrow Penetapan
diagnosa
keperawatan
didokumentasikan
pertama
oleh
dilakukan berdasarkan pada analisa data
Eakes pada tahun 1998 dengan
yang diperoleh dari pengkajian secara
kerangka kerja yang menjelaskan
holistik.
kasus
bagaimana
jiwa
menanggapi
Hasil
spesialis
manajemen
keperawatan
mengidentifikasi
risiko
bunuh
diri
berdasarkan pada tingkatan perilaku
dari
individu kerugian
peristiwa
dapat selanjutnya
yang
sedang
berlangsung.
bunuh diri. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan meliputi risiko bunuh diri
Pengertian dari kerugian selanjutnya
yang terdiri dari ide bunuh diri, ancaman
bisa residen jelaskan terkait dengan
bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
klien risiko bunuh diri, contoh pada dua orang klien kelolaan di ruang
Pemberian tindakan keperawatan pada
Utari yang mengalami pelecehan
klien dan keluarga diberikan berdasarkan
seksual oleh keluarga, dan pada dua
kombinasi
orang
tindakan
keperawatan
klien
berdasarkan Model teori Chronic Sorrow
pemerkosaan
Eakes
yang oleh
mengalami orang
lain.
rentang
tindakan
Pengalaman kehilangan pertama atau
manajemen
perilaku
kerugian yang di alami oleh keempat
dan Stuart dan
klien tersebut hampir sama, yaitu
Laraia (2007). Model teori Chronic
kehilangan kehormatan secara fisik
Sorrow
maupun secara psikologis. Akibat
dan
keperawatan:
kekerasan menurut
Eakes merupakan suatu pola
yang bermanfaat untuk memprediksi dan
dari
peristiwa
tersebut,
klien 16
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
mengalami krisis kepercayaan diri untuk
bentuk kegawatdaruratan psikiatri.
membina hubungan dengan orang lain,
Manajemen krisis sebagai bentuk
hal ini berdampak pada ketidakmampuan
tindakan preventif perlu dilakukan
klien menjalin hubungan yang berarti
untuk mencegah terjadinya perilaku
dengan orang lain atau lawan jenis,
bunuh diri. Inilah yang menjadi dasar
kondisi ini juga menyebabkan klien sulit
perlunya pemberian terapi kognitif
untuk mendapatkan pekerjaan, serta
sebagai bagian dari upaya preventif
dikucilkan oleh masyarakat. Hal yang
tindakan bunuh diri.
dialami oleh klien adalah kondisi normal dalam bentuk sedih berkepanjangan
Terapi keperawatan yang disusun
(Chronic
mungkin
didasarkan pada penilaian stresor dan
ditemukan dalam sepanjang rentang
sumber koping yang dimiliki oleh
kehidupan. Sehingga yang bisa dilihat
keluarga. Dua intervensi utama yang
adalah bagaimana metoda manajemen
diberikan
baik internal berupa koping dari klien,
generalis dan intervensi spesialis.
maupun
Intervensi generalis difokuskan pada
sorrow)
eksternal
yang
berupa
dukungan
meliputi
keluarga maupun tim kesehatan untuk
kemampuan
menguatkan koping adapatif, sehingga
menghadapi stresor. Terapi spesialis
jika ada peristiwa pemicu lainnya, klien
disusun untuk memenuhi kebutuhan
mampu berespon secara adaptif.
kemampuan dimiliki
Berdasarkan model teori
Chronic
dasar
intervensi
mahir
oleh
Seluruh
klien
dalam
yang
seorang
intervensi
harus
individu. disusun
Sorrow seseorang yang mempunyai niat
berdasarkan pada sumber koping
atau
akan
yang dimiliki oleh klien. Jika sumber
mempersepsikan bahwa dirinya adalah
koping yang dimiliki oleh klien telah
lemah, tidak berguna, kehilangan makna
positif maka rencana kegiatan yang
hidupnya dan semua masalah yang
dilakukan
menimpa hidupnya tidak ada jalan keluar
sustainability kemampuan klien.
ide
untuk
bunuh
diri,
adalah
melakukan
lagi, kecuali bunuh diri menjadi suatu manajemen
internal
yang
sudah
Sepuluh dari sebelas klien (91.9%)
direncanakan sebelumnya. Klien dengan
yang
diberikan
terapi
perilaku
Risiko bunuh diri membutuhkan bantuan
kognitif mengalami diagnosa harga
dan perawatan yang intensif, karena
diri rendah selain risiko bunuh diri.
Risiko bunuh diri merupakan salah satu
Hal ini dibuktikan dengan isi pikiran 17
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
negatif klien yaitu merasa tidak berguna
menunjukkan adanya peningkatan
karena tidak dihargai oleh keluarga,
kemampuan klien dalam mengontrol
gagal menampilkan peran sebagai istri,
perilaku bunuh diri serta menurunkan
ibu, anak, atau karyawan. Berdasarkan
tingkat perilaku bunuh diri.
hal ini residen menyimpulkan bahwa terapi perilaku kognitif sesuai diberikan
Tindakan
pada klien perilaku kekerasan yang juga
diberikan dalam rangka membantu
mengalami
klien
harga
diri
rendah,
jika
keperawatan
dalam
yang
menyediakan
aset
pikiran negatif klien terhadap dirinya
material pada klien dengan risiko
menyebabkan klien melakukan perilaku
bunuh
kekerasan.
memberikan
diri
dilakukan
dengan
infomasi
dan
memfasilitasi prosedur mendapatkan Tindakan
kolaborasi
dengan
tenaga
jamkesmas dan SKTM. Tindakan
medis dalam manajemen kasus spesialis
yang
pada klien dengan risiko bunuh diri di
memfasilitasi
ruangan sudah dilakukan.Hal ini sesuai
mendapatkan link dengan berbagai
dengan
LSM yang membantu pemenuhan
konsep
bersama-sama
kolaborasi menyusun
membuat
keputusan,
masalah,
menetapkan
menerima
tanggung
yaitu rencana,
belum
dilakukan
adalah
klien
untuk
aset material klien.
menyelesaiakan dan
Evaluasi tidak hanya difokuskan
dengan
pada kemampuan personal perawat
bekerja bersama dan komunikasi terbuka
dan klien namun juga terhadap
(Stuart,
ketersediaan
2011).
tujuan, jawab
Kolaborasi
antara
sarana yang
prasarana
perawat spesialis jiwa dan psikiater
penunjang
membantu
dalam penanganan masalah risiko bunuh
keefektifan terapi sehingga dapat
diri dapat dibangun dari pengkajian
menurunkan dan membantu klien
sampai dengan evaluasi.
dalam mengontrol perilaku bunuh diri. Sayangnya prasarana penunjang
Berdasarkan evaluasi hasil pelaksanaan
yang tersedia di ruangan
masih
manajemen kasus dapat dianalisa bahwa
terbatas terutama dalam penyediaan
seluruh terapi yang diberikan berfokus
seting tempat terapi keperawatan
untuk menyelesaikan sumber koping
yang diberikan.
khususnya kemampuan personal dan
Kendala lain yang dihadapi oleh
keyakinan
residen
positif.
Seluruh
paket
adalah
masih
jarangnya 18
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
diagnosa risiko bunuh diri sehingga belum
dengan beberapa penelitian lain yang
membudaya dalam melakukan manajemen
tetap menggunakan pendekatan model
kasus klien dengan risiko bunuh.
teori Chronic Sorrow.
Upaya
yang
dapat
dilakukan
dalam
mengatasi kendala tersebut adalah dengan menggunakan pola konsultan di unit pelayanan psikiatri. Adanya penjenjangan dalam manajemen kasus dengan pola konsultan akan meningkatkan kolaborasi antar perawat di seluruh level pendidikan. Perawat ditempatkan
konsultan
jiwa
minimal
satu
unit
pelayanan
di
psikiatri sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan psikiatri baik terhadap klien maupun keluarga.
Penulis menggunakan teori Chronic Sorrow sebagai pendekatan pada kasus klien dengan diagnosa risiko bunuh diri
karena
dampak
penulis
melihat
kelanjutan/kerugian
ada dari
pengalaman masa lalu (kehilangan, kegagalan, sexual abuse, sakit kronis) yang dialami oleh klien di masa datang. Mutiara yang penulis dapatkan dari proses pembelajaran teori Chronic Sorrow ini adalah setiap orang pasti memiliki pengalaman kehilangan di sepanjang kehidupannya, pengalaman
Pandangan penulis tentang penggunaan
kehilangan ini akan menjadi duka
teori Chronic Sorrow Eakes dikait
yang
dengan diagnosa risiko bunuh diri
metode manajemen internal (koping
Kesedihan
sorrow)
individu)
maupun
manajemen
dapat
eksternal
(keluarga,
masyarakat,
kronis
merupakan
(chronic
fenomena
yang
berkepanjangan
manakala
diidentifikasi dalam kehidupan orang-
tenaga
orang yang mengalami situasi sakit, cacat
maladaptif. Sebagai individu penulis
maupun kehilangan. Kesedihan
kronis
menilai pengalaman kehilangan harus
adalah reaksi normal yang dapat ditemui
disikapi dengan ikhlas, berpikir positif
sepanjang kehidupan.
dan selalu optimis. Sebagai perawat,
menambahkan
Eakes (1998)
pengalaman
kesedihan
kesehatan)
yang
dimiliki
penulis melihat dengan memahami
kronis adalah unik pada masing-masing
chronic
individu dan masing-masing situasi. orang
merencanakan intervensi yang tepat
unik. Pad awalnya teori ini di dasari dari
untuk klien, mengakui chronic sorrow
penelitian tentang pengalaman orangtua
sebagai reaksi normal, meningkatkan
yang memiliki anak cacat. (Eakes, 1998).
adaptasi sehat serta member dukungan
Lalu
empati.
kemudian
terus
dikembangkan
sorrow
perawat
dapat
19 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
menyertai diagnosa Risiko Bunuh Diri
4. Simpulan dan saran Karakteristik klien dengan masalah risiko bunuh diri di Ruang Utari mayoritas berusia dewasa 25-44 tahun (81,8%), pendidikan rata – rata tinggi (SMA dan PT) 6orang (54,6)%, belum menikah 7 orang (63,6%) dan
sebagian
besar
tidak
memiliki
pekerjaan 10 orang ( 90,9%). Karakteristik bunuh diri yang dialami dari 11 klien yang dirawat, antara lain 4 orang (36,4%)) dengan isyarat bunuh diri, 2 orang (18,2%) dengan ancaman bunuh diri dan 5 orang (45,5%) dengan percobaan bunuh diri. Faktor predisposisi penyebab Risiko Bunuh Diri yang paling banyak ditemukan adalah pada aspek biologis yaitu sexual abuse 4 orang (36,4%), pada aspek psikologis yaitu kepribadian tertutup 9 orang (81,8%) dan pada aspek sosial budaya yaitu jarang terlibat kegiatan sosial 11 orang (100%) dan masalah pekrjaan 10 orang (90,9%). Faktor presipitasi yang paling banyak ditemukan pada klien Risiko Bunuh Diri yaitu pada aspek biologis karena putus obat 9 orang (81,8%), pada aspek sosial budaya yaitu konflik keluarga 8 orang (72,7%), asal stressor internal sebanyak 11 orang (100%), dengan jumlah stresor lebih dari 2 stresor 11 orang (100%). Diagnosa
medis
yaitu, halusinasi, harga diri rendah, isolasi
sosal
paling
banyak
ditemukan adalah skizofrenia paranoid, sedangkan diagnosa keperawatan yang
resiko
perilaku
kekerasan. Terapi spesialis keperawatan jiwa yang dilakukan
yaitu terapi
kognitif, dan psikoedukasi keluarga. Klien dengan Risiko Bunuh Diri yang mendapatkan
terapi
spesialis
menunjukkan perubahan cara berpikir. Terapi
spesialis
dengan
Risiko
berfokus
keperawatan
jiwa
Bunuh
Diri
tidak
satu
terapi
saja
pada
melainkan merupakan gabungan dari beberapa
terapi
sesuai
dengan
kebutuhan klien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan klien
merupakan
kombinasi
dari
macam-macam terapi modalitas yaitu dari terapi keperawatan, psikofarmaka dari medik dan lainnya. Berdasarkan
simpulan
hasil
karya
ilmiah akhir, ada beberapa hal yang dapat disarankan kepada pihak – pihak terkait dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa. Perlunya promosi tentang kesadaran diri tentang bunuh diri berbasis masalah kesehatan masyarakat.
yang
dan
Membangun
dan
mengimplementasikan strategi untuk mengurangi stigma yang berhubungan dengan klien yang menderita gangguan jiwa dan pelayanan pencegahan bunuh 20
Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.
diri. Mengembangkan akses dan kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam masyarakat untuk penanganan gangguan jiwa.Mendukung pencegahan
penelitian
bunuh
dan
diri.
upaya
Perlunya
penempatan perawat spesialis jiwa sebagai konsultan klinis di ruang rawat inap untuk memberikan kemampuan tingkat mahir pada
klien
dalam
mengatasi
dan
mengantisipasi masalah khususnya masalah risiko bunuh diri. Perlu meningkatkan kemampuan memberikan
perawat
ruangan
tindakan
dalam
keperawatan
generalis khususnya masalah risiko bunuh diri. Bagi
Pendidikan
Keperawatan
agar
mengembangkan standar pelaksanaan terapi kognitif untuk klien di ruang rawat inap psikiatri. Mengembangkan terapi spesialis yang lebih sederhana untuk klien dengan kemampuan
kognitif
yang
rendah.
Mengembangkan paket terapi spesialis keperawatan jiwa sesuai dengan kondisi
Frisch, N.C & Frisch, L.E (2006). Psychiatric Mental Health Nursing (3rd ed). Canada : Thomson. Yani, A. (2008). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Maramis, W.F. & Maramis A.A.(2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (edisi 2). Surabaya: Airlangga University Press NANDA Internasional (2012). Diagnosis keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Pirruccello L.M (2010). Preventing adolescent suicide. New Jersey : Journal of Psychosocial nursing and mental health services volume 48. May edition. Puri, B.K., Laking, P.J. & Treasaden, I.H. (2011). Buku Ajar Psikiatri. (edisi 2). Jakarta: EGC Sadock, B.J & Sadock, V.A. (2010). Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis (edisi 2). Jakarta: EGC Shives, R.L.(2005). Basic concepts of psychiatricmental health nursing. (6th ed.). Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. Stuart, G.W. (2011). Principles and practice of psychiatric nursing.9th ed. Mosby.Inc. Townsend,C.M.(2009).Psychiatric mental health nursing. (6th ed.) Philadelphia: F.A.Davis Company Varcarolis, E.M & Halter, M.J (2010). Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing : a Clinical approach. St. Louis : Saunders Elsevier. Videbeck, S.L..(2011). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata Komalasari, dkk, penerjemah). Jakarta :EGC. WHO. (2010).Angka bunuh diri di Indonesia. http//kominfonewscenter.com.diakses pada tanggal 28 Mei 2013 1
klinis klien. Daftar Pustaka Depkes (2011). Program Kesehatan Jiwa. www. depkes.go.id. diakses pada tanggal 23 Mei 2013. Eakes,G.G, dkk (1998). Chronic Sorrow:a Lifespan. http//psychiatry.org. diakses pada tanggal 25 Mei 2013 Eakes, G.G., Burke, M.L., & Hainsworth, M.A.(1998). Middle-range theory of Chronic Sorrow. The Journal of Nursing Scholarship Fortaine, K.L.(2009). Mental health nursing. (6th ed.).New Jersey: Pearson Education,Inc Fortinash, K.M & Worret, P.A (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. (3rd ed). St. Louis : Mosby.
Ns. Siti Nurjanah, S.Kep, M.Kep. Sp.Kepj: Staff Pengajar Keperawatan Jiwa Fikes Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 2 Prof. Achir Yani S. Hamid, MN, DnSc: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jakarta. 3 Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kep, M.Kep, Sp.KepJ: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jakarta.
21 Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.