FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERGANTIAN AUDITOR OLEH PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Susi Sarumpaet Dosen FEB Universitas Lampung
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor. Sesuai dengan penelitian terdahulu, variabel yang menentukan pergantian auditor dalam penelitian ini adalah ukuran kantor akuntan, leverage, pergantian CEO dan ukuran perusahaan. Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan satu variabel yang merupakan interaksi dari ukuran perusahaan dan pergantian CEO. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 54 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan menggunakan periode pengamatan selama 5 tahun (2006- 2010), jumlah observasi yang diuji adalah 270. Regresi logistik digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dengan menggunakan model interaksi, hasil pengujian menyimpulkan hanya ukuran kantor akuntan publik dan pergantian CEO berpengaruh signifikan terhadap pergantian auditor. Sedangkan faktor-faktor lain seperti leverage dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh. Hasil penelitian memberikan implikasi bagi penyusunan regulasi di bidang kantor akuntan publik untuk memberikan proteksi dan peningkatan kualitas akuntan lokal karena adanya implikasi pergantian kantor akuntan publik dari Non Big Four kepada Big Four. Kata kunci: pergantian auditor,pergantian CEO, ukuran perusahaan, ukuran kantor akuntan.
I. Pendahuluan Sesuai dengan kerangka konseptual pelaporan keuangan (The conceptual framework for financial reporting), laporan keuangan harus memiliki ciri kualitatif keterandalan (reliability) (IASB dalam Scott, 2009). Cara yang paling umum untuk menguji keterandalan laporan keuangan adalah dengan melakukan audit terhadapnya. Perusahaan dapat menggunakan jasa auditor yang dikenal reputasinya untuk meyakinkan pihak luar perusahaan tentang kredibilitas laporan keuangan dan sekaligus memitigasi problem agensi (Anderson, Kadous & Koonce, 2004). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa auditor berperan besar dalam upaya menjalankan corporate governance, yaitu dalam peran monitoring antara agent dan principal. Dalam menajalankan peranannya sebagai alat monitoring, para auditor seringkali dihadapkan pada pilihan yang sulit, di mana di satu sisi mereka harus bekerja secara professional dan independen, akan tetapi di sisi lain mereka juga harus mempertimbangkan keinginan dan harapan manajemen (Chi, 1999). Tidak jarang terjadi konflik kepentingan antara kedua belah pihak. Jika auditor tidak mampu memberikan jasa yang sesuai dengan harapan dan keinginan manajemen, manajemen dapat mengganti auditor inkumben dengan yang baru. Keputusan untuk mengganti auditor oleh klien disebabkan problem antara principal dan agent dalam pemisahan fungsi kepemilikan dan kendali perusahaan (Jensen & Meckling, 1972) dan karena pemisahan risiko bawaan, pengambilan keputusan dan fungsi pengasawan dalam perusahaan (Fama & Jensen, 1983). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002, perusahaan wajib mengganti auditornya setelah 5 tahun berturut-turut menggunakan auditor yang sama. Aturan ini dimaksudkan
agar hubungan yang panjang antara auditor dan auditee tidak mempengaruhi independensi auditor dalam melaksanakan tugasnya. Pergantian auditor, baik secara sukarela maupun dimandatkan oleh peraturan pemerintah, melibatkan biaya langsung dan biaya tak langsung. Biaya langsung seperti kontrak baru yang biasanya lebih mahal dibandingkan melanjutkan kontrak yang lama. Adapun biaya tidak langsung meliputi waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk masa penyesuaian antara klien dengan auditor baru dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Selain itu, pergantian auditorpun melibatkan pemilihan akan kualitas audit yang diinginkan oleh perusahaan klien. Literatur terdahulu pada umumnya mengidentifikasi alasan pergantian auditor sebagai berikut: Ketidaksefahaman tentang isi dari laporan keuangan (Addams & Davis, 1994), Ketidaksefahaman tentang opini audit (Haskins &Williams, 1990) Perubahan manajemen (Beattie & Fearnley, 1995) Fee auditor (Addams & Davis, 1994) Penelitian ini bermaksud menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Faktor-faktor tersebut dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu faktor yang berkaitan dengan auditor dan faktor yang berkaitan dengan klien. Faktor yang berkaitan dengan auditor adalah opini auditor dan ukuran kantor akuntan. Sedangkan faktor yang berkaitan dengan klien adalah perubahan manajemen, kondisi kesulitan keuangan (financial distress) dan ukuran perusahaan. Pergantian auditor secara sukarela dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari sisi auditor maupun klien. Alasan manajemen mengganti auditornya secara suka rela di luar keharusan yang ditetapkan pemerintah masih belum diketahui dengan pasti. Penelitian sebelumnya di berbagai tempat dan waktu yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh sebab itu, penelitian ini bermaksud menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pergantian auditor pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi perusahaan dalam mengganti auditornya. Walaupun perusahaan telah diwajibkan untuk menggantikan auditornya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002, akan tetapi masih terdapat fakta-fakta bahwa manajemen melakukan pergantian auditor di luar keharusan yang ditetapkan pemerintah tersebut. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain, para auditor, investor dan kreditor, serta pemerintah. Pertama, bagi para auditor, penelitian ini akan memberikan masukan tentang motivasi manajemen dalam memilih auditor dan mengapa manajemen mengganti auditornya secara sukarela. Kedua, hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi investor dan kreditor tentang kemungkinan alasan manajemen mengganti auditornya pada saat tidak diharuskan oleh peraturan. Ketiga, hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dalam mengatur masalah pergantian auditor oleh perusahaan. II. Tinjauan Pustaka Posisi auditor berperan sebagai pemeriksa yang independen di hadapan kliennya demi kepentingan monitoring dalam hubungan antara pemilik perusahaan dan manajemen. Akan tetapi independensi auditor dapat terganggu karena hubungan yang panjang antara auditor dengan kliennya. Oleh sebab itu, pergantian auditor dipandang perlu untuk mempertahankan independensi dan profesionalitas auditor. Menurut Davis et al. (2000) rotasi audit perlu dilakukan karena: (1) semakin panjang masa penugasan auditor, ia akan cenderung bertindak seperti advisor bagi manajemen, (2) adanya kepentingan agar auditor tidak kehilangan klien memberikan insentif bagi auditor untuk mendapatkan economic rent dengan mempertahankan kliennya lebih lama. Penelitian terdahulu mengenai motivasi atau alasan penggantian auditor oleh perusahaan sudah dimulai sejak tahun 1982 oleh Chow dan Rice, yang menemukan bahwa opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) merupakan salah satu motif mengapa manajemen mengganti auditor mereka. Penelitian empiris tentang topik ini juga meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi pergantian auditor (Gull et al., 1992 dan Craswell,1998), seperti fee audit, ukuran perusahaan, ukuran kantor akuntan, dan lain-lain. Penelitian serupa juga dilaksanakan dan di negara lain seperti Inggris (Hudaib dan Cooke, 2005), Iran (Chadegani et al., 2011) dan Indonesia (Adityawati, 2011) dengan hasil yang tidak berbeda-beda.
Opini Audit Manajemen umumnya mengharapkan untuk memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) atas hasil pemeriksaan oleh auditor terhadap laporan keuangan yang disusunnya. Akan tetapi, tidak jarang perusahaan memperoleh opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Bahkan bukan hal yang mustahil bagi perusahaan untuk memperoleh disclaimer opinion atau adverse opinion. Lennox (2000) berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti KAP dapat disebabkan karena perusahaan itu mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan. Hudaib dan Cooke (2005) melakukan penelitian di Inggris menemukan bahwa klien memiliki kecenderungan untuk mengganti KAP-nya setelah menerima opini audit qualified. Temuan ini konsisten dengan temuan Chow dan Rice (1982), Craswell (1998), dan Gull et al.(1992). Karena kecilnya jumlah perusahaan yang memperoleh opini tidak wajar (adverse opinion) dan auditor tidak memberikan opini (disclaimer opinion), seperi penelitian sebelumnya, penelitian ini hanya akan memfokuskan pada dua opini yang paling sering diberikan auditor, yaitu unqualified opinion dan qualified opinion. Penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ha1 : opini wajar dengan pengecualian berpengaruh terhadap pergantian auditor Ukuran Kantor Akuntan Pemilihan kantor akuntan yang sesuai dengan keinginan manajer dapat disebabkan oleh banyak faktor, akan tetapi ukuran kantor akuntan telah menjadi faktor penting dalam penelitian sebelumnya di negara maju (Dopuch & Simunic, 1982). Chadegani et al (2011) juga menemukan bahwa ukuran auditor merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pergantian auditor di negara berkembang. Pergantian auditor dari KAP kecil kepada KAP besar membutuhkan sumber daya yang besar. Perusahaan akan rela mengorbankan sumber daya yang lebih besar jika pergantian auditor tersebut benar-benar dianggap perlu untuk memperbaiki kualitas laporan keuangannya. Oleh sebab itu, kami beranggapan bahwa perusahaan yang mengganti auditornya adalah perusahaan yang sebelumnya menggunakan auditor berukuran kecil, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha2 : ukuran kantor akuntan berpengaruh negatif terhadap pergantian auditor Pergantian Manajemen Pergantian direksi dan manajer merupakan hal yang umum pada perusahaan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan kinerja perusahaan. Manajemen yang baru biasanya akan mencari KAP yang selaras dalam pelaporan dan kebijakan akuntansinya. Schwartz dan Menon (1985) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan pergantian manajemen akan cenderung mengganti KAP-nya karena manajemen akan mencari KAP yang sesuai dengan keinginan perusahaan. Berdasarkan pemikiran ini dan studi empiris sebelumnya, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ha3 : perubahan manajemen berpengaruh positif terhdap pergantian auditor Financial Distress Schwartz dan Menon (1985) mengungkapkan bahwa ada dorongan yang kuat untuk berpindah KAP pada perusahaan yang terancam bangkrut. Selain itu, Schwartz dan Soo (1995) menyatakan bahwa perusahaan yang terancam bangkrut lebih sering berpindah KAP dibandingkan dengan perusahaan yang tidak terancam bangkrut. McKeown (1991) dan Sinarwati (2010) menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) untuk mengukur kesulitan keuangan perusahaan, yang menemukan pengaruh positif kesulitan keuangan perusahaan dengan melakukan perpindahan KAP Ha4 : perusahaan yang berada dalam kondisi kesulitan keuangan (financial distress) cenderung melakukan pergantian auditor
Ukuran Perusahaan Sebagai mana dikemukakan sebelumnya, pergantian auditor membutuhkan biaya langsung dan tidak langsung. Oleh sebab itu, perusahaan yang memiliki sumber daya yang besar memiliki peluang lebih besar untuk melakukan pergantian auditor. Willenborg (1999) menemukan bahwa perusahaan besar terpaksa menggunakan atau mengganti auditornya ke KAP yang besar karena kegiatan usaha mereka yang semakin rumit, yang membutuhkan keahlian auditor yang lebih tinggi. Hal ini juga sesuai dengan Size Hypothesis dari Watts & Zimmerman (1986) yang menyatakan bahwa perusahaan besar membutuhkan biaya monitoring yang lebih besar karena kerumitan operasionalnya. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan hal ini adalah: Ha5 : Ukuran perusahaan berpengaruh secara positif terhadap pergantian auditor. III. METODA PENELITIAN Sampling Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI. Laporan keuangan berikut laporan audit yang digunakan adalah dari tahun 2003 sampai dengan 2009. Periode 2003 digunakan untuk mengontrol kondisi dibubarkannya salah satu Kantor Akuntan Big-5 (Arthur Anderson) pada tahun 2003 menyusul kejadian kesalahan yang dilakukan KAP tersebut. Operasionalisasi Variabel Penelitian ini akan menggunakan pergantian auditor sebagai variabel terikat dan lima factor yang mempengaruhinya sebagai variabel bebas, yaitu: opini audit, ukuran kantor akuntan, perubahan manajemen, financial distress, dan ukuran perusahaan klien. Mengikuti penelitian sebelumnya, pergantian auditor akan diukur dengan kriteria binary, yaitu 1 jika auditor diganti oleh klien dan 0 jika tidak (Lennox, 1999, Chadegani, 2011). Demikian pula opini audit akan diukur menggunakan kriteria binary, yaitu 1 untuk opini WTP (qualified opinion) dan 0 untuk unqualified opinion. Ukuran kantor akuntan penelitian ini memodifikasi pengukuran yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Jikan penelitian sebelumnya menggunakan 2 kriteria, yaitu KAP kecil dan KAP besar (Lennox, 1999, Chadegani, 2011), maka penelitian ini akan menggunakan dummy variabel yang terdiri dari 3 kriteria, yaitu KAP lokal, KAP asing dan KAP big-4. Financial distress akan diukur dengan menggunakan dummy, yaitu 1 untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan 0 untuk yang tidak. Akhirnya, ukuran perusahaan klien diukur dengan menggunakan log dari total asetnya sebagaimana digunakan dalam penelitian sebelumnya (Friedlan, 1994 dan Lennox 1999). Alat Uji Penelitian ini akan menggunakan regresi logistik, karena nilai yang digunakan untuk variabel dependennya adalah kriteria dummy. Berikut ini adalah model regresi logistik yang digunakan untuk keempat hipotesis yang ada: ASW = β0 + β1QO+ β2 AS + β3 CHM + β4 FD + β4TA + ε dengan keterangan sebagai berikut: ASW = auditor switch atau pergantian auditor, dengan nilai 1 jika perusahaan mengganti auditor dan 0 jika sebaliknya. QO = Opini auditor, yaitu 1 jika opini yang diberikan qualified dan 0 jika opini lain AS = ukuran kantor akuntan/auditor, yaitu 1 jika auditor termasuk big-N dan 0 jika sebaliknya. CHM = perubahan manajemen, dengan nilai 1 jika terjadi perubahan manajemen, 0 jika sebaliknya. FD = Kondisi kesulitan keuangan (financial distress), yaitu 1 jika perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan dan 0 jika sebaliknya. TA = log total aset dari perusahaan klien. ε = error term.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Table berikut ini menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan statistik deskriptif. Tabel 1. Deskriptif Statistik Variable
Obs
Mean
Std, Dev,
Min
Max
SWITCH
270
0,5444
0 ,4989
0
1
SIZE
270
989.3252
4,63e+07
179
4,04e+08
CEO
270
0,1889
0,3921
0
1
KAP
270
0,1667
0,3734
0
1
DER
270
3,0995
141.0543
-3,1530
216,265
Dalam tabel terlihat bahwa dengan ukuran sampel sebesar 270 observasi, perpindahan auditor terjadi pada 54,44% persen observasi, sedangkan sisanya tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang memiliki total aset paling rendah bernilai sekitar Rp 179 juta, sedangkan yang tertinggi sekitar Rp 400 triliun. Proporsi sampel yang diaudit oleh Big Four adalah 16,67%, dan sisanya diaudit oleh perusahaan non-Big Four. Adapun rasio total hutang perusahaan berkisar antara 3,1530 sampai dengan 216,265 dengan nilai rata-rata 3,0995. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dengan menggunakan metode regresi logistik (dengan menggunakan software STATA) menunjukkan hasil sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut dapat kita lihat bahwa model penelitian secara keseluruhan adalah cukup signifikan pada tingkat keyakinan 90%, yang ditunjukkan dengan nilai p value sebesar 7,43% atau. Tabel 2 Hasil Analisis Uji Hipotesis SWITCH Coef. Std. Err. Z P>z KAP -.7187753 .3538355 -2.03 0.042 SIZE 3.19e-09 2.96e-09 1.08 0.281 DER -.0234836 .0222313 -1.06 0.291 CEO .4594394 .3244365 1.42 0.157 CONS .2448279 .1540318 1.59 0.112 Catatan: n=270, LR chi2(4) =8,52, p value =0.0743
[95% Conf. -141.228 -.0252705 -2.61e-09 8.98e-09 -.0670563 .020089 -.1764445 1.095.323 -.0570689 .5467246
Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pergantian auditor adalah ukuran Kantor Akuntan Publik yang ditunjukkan dengan p value sebesar 4,2% atau signifikan pada tingkat keyakinan lebih dari 95%. Adapun faktor lain seperti ukuran perusahaan, tingkat leverage dan pergantian CEO tidak dalam penelitian ini tidak terbukti mempengaruhi pergantian auditor (baik pada tingkat keyakinan 90% maupun 95%). Hasil ini sesuai dengan temuan Chadegani et al (2011) yang menyatakan bahwa ukuran auditor merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pergantian auditor di negara berkembang. Hal ini menguatkan fakta bahwa perusahaan yang mengganti auditornya adalah perusahaan yang sebelumnya menggunakan auditor berukuran kecil. Penelitian di negara maju menemukan bahwa perusahaan yang melakukan pergantian CEO telah cenderugn untuk mengganti auditornya, karena CEO yang baru ingin memperoleh keahlian auditor yang lebih baik dari sebelumnya (Schwartz dan Menon;1985). Sebagaimana disebutkan di atas bahwa
penelitian di negara berkembang seperti Indonesia umumnya menunjukkan bahwa pergantian CEO tidak mengakibatkan pergantian auditor. Penelitian ini beranggapan bahwa untuk kasus di Indonesia, hal ini terutama disebabkan karena sistem directorship di Indonesia menganut sistem two-tier, yaitu pemisahan antara dewan direksi dengan dewan komisaris. Pemilihan auditor adalah kewenangan dewan komisaris, dan bukan kewenangan dewan direksi, oleh sebab itu pergantian direksi kemungkinan besar tidak akan diikuti dengan pergantian auditor. Adapun di negara lain seperti negara-negara maju di Eropa, Amerika dan Australia, directorship menggunakan sistem one-tier, di mana dewan komisaris dan dewan direksi tergabung ke dalam board of directors. Karena keputusan pergantian auditor menjadi kewenangan board of directors, maka pergantian board of directors sangat mungkin untuk mempengaruhi pergantian auditor. Analisis Tambahan Penelitian ini menggunakan analisis tambahan dengan menginteraksikan variabel ukuran perusahaan dan pergantian CEO. Hal ini dilakukan dengan argumen bahwa perusahaan yang melakukan pergantian CEO akan melakukan pergantian auditor jika sumber yang tersedia mencukupi untuk melakukan dan menganggap bahwa kegiatan perusahaan memiliki tingkat kerumitan yang tinggi yang membutuhkan keahlian kantor akuntan yang lebih besar (Willenborg, 1999). Sebagaimana ditampilkan dalam Tabel4., hasil uji tambahan ini menunjukkan model yang lebih baik, yaitu dengan tingkat keyakinan lebih dari 95% (p value = 0.0398). Melalui analisis tambahan ini juga diperoleh bukti yang lain, yaitu bahwa selain ukuran KAP, pergantian auditor juga dipengaruhi oleh pergantian CEO. Faktor-faktor lain yang digunakan dalam model tidak terbukti mempengaruhi pergantian auditor. Tabel 4 Hasil Uji Analisis Tambahan dengan Interaksi Variabel SWITCH Coef. Std. Err. Z P>z -0,6418 0,3589 -1,79 0,074 KAP 4,08e-09 3,17e-09 1,29 0,197 SIZE -0,0229 0,0222 -1,03 0,303 DER 0,7854 0,4405 1,78 0,075 CEO -0,92 0,360 SIZE*CEO -2,59e-07 2,83e-07 0,2221 0,1546 1,44 0,151 CONS catatan: n =270 ; LR chi2(5) = 11,66; p val= 0,0398
[95% Conf. -1,3452 0,0616 -2,13e-09 1,03e-08 -0,0664 0,0207 -0,0779 1,6488 -8,14e-07 2,95e-07 -0,0809 0,5250
V. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa pergantian auditor dipengaruhi oleh ukuran kantor akuntan. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa di negara berkembang ukuran kantor akuntan adalah satu-satunya faktor yang menyebabkan pergantian auditor (Chadegani et al;2011) dan argumen bahwa penggunaan kantor akuntan yang kecil pada umumnya menyebabkan pergantian kepada kantor akuntan yang lebih besar. Faktor lain seperti ukuran perusahaan, leverage dan pergantian CEO tidak terbukti telah mempengaruhi pergantian CEO, kecuali setelah dilakukan interaksi antar ukuran perusahaan dengan pergantian CEO, pergantian CEO menjadi signifikan terhadap pergantian auditor. Hal ini sesuai dengan argumen bahwa pergantian CEO yang mendorong pergantian auditor hanya terhadi pada perusahaan yang berukuran lebih besar yang dianggap memiliki sumber daya dan kerumitan yang lebih tinggi. Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah sampel yang relatif kecil, yaitu sebanyak 54 perusahaan selama 5 tahun pengamatan. Penggunaan sampel yang lebih besar memungkinkan hasil
yang lebih akurat dan power yang lebih tinggi. Demikian pula penggunaan variabel lain seperti opini audit memungkinkan hasil yang berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyusun regulasi di bidang audit, khususnya dalam pengaturan kantor akutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergantian auditor dipengaruhi oleh ukuran kantor akuntan, yaitu kantor akuntan besar (Big Four) menggantikan kantor akuntan kecil (non Big Four). Hal ini mengimplikasikan kecenderungan menurunnya peran kantor akuntan kecil dalam proses audit di negara berkembang seperti Indonesia dan sekaligus ancaman dari kantor akuntan asing terhadap keberadaan kantor-kantor lokal dalam mengaudit perusahaan yang go public. Penyusun kebijakan, khususnya Kementerian Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia dan Bapepam dapat mengambil langkah-langkah kebijakan khusus untuk mengantisipasi keadaan ini dan memulihkan kepercayaan pasar terhadap kantor akuntan lokal.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, U. , K. Kadous, and L. Koonce. 2004. The Role of Reporting Incentives and Quantification in Auditors’ Evaluations of Earnings Fluctuations (U. Anderson, K. Kadous, and L. Auditing: A Journal of Practice and Theory, March 2004, pp. 11-27 Chow, C.W., Rice, S.J. 1982. “Qualified Audit Opinions and Auditor Switching”. The Accounting Review. Vol. LVIINo. 2 April 1982.326—335. Craswell, A.T.1998. “The association between qualified opinions and auditor switches.” Accounting and Business Research. Edisi 19. Hal. 23—31. Damayanti, S., Made, S. 2008. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perusahaan Berpindah Kantor Akuntan Publik”. Seminar Nasional Akuntansi XI, Pontianak. Davis, L. R., B. Soo, and G. Trompeter. 2002. Auditor Tenure, Auditor Independence and Earnings Management. Working Paper, Michigan Tech University and Boston College,Houghton Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan Atas KMK Nomor 423/KMK06/2002. Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri 17/KMK.01./2008 tentang Jasa Akuntan Publik.
Keuangan Nomor
Fama, E. and Jensen, M. C. 1983 “Separation of Ownership and Control”, Journal of Law and Economics, 26, 301–325. Friedlan, (1994). “Accounting Choices of Issuers of Initial Public Offering”, Contemporary Accounting Research. Vol 11. Summer 1994. hal.1-31 Jensen, Michael C. and Meckling, William H., 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3 (4): 305–360. Lennox, C. Stephen 2000. “Do Companies Succesfully Engage in Opinion Shopping?” Journal of Accounting and Economics, Vol 29, pp 321—337. Nelly Kawijaya dan Juniarti (2002). Faktor-faktor yang mendorong perpindahan auditor (auditor switch) pada perusahaan di Surabaya dan Sidoarjo. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Petra Surabaya. Vol. 4, No. 2, Nopember 2002. Schwartz, K.B. dan K. Menon. 1985. “Auditor Switches by Failing Firms”. The Accounting Review. Vol. LX. No. 2. April 1985. 248—261.
Schwartz, K.B. dan B.S. Soo. 1995. “An Analysis of Firm 8-K Disclousure of Auditor Changes by Firms Approaching Bankruptcy”. Auditing: A Journal of Practice Theory. Vol. 14. No. 1. Spring 1995. 125—135. Scott, William. 2009. Accounting Theory. 5th Edition. Prentice Hall. New Jersey. Sinarwati, Ni Kadek. 2010. “Mengapa Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Melakukan Pergantian Kantor Akuntan Publik?” Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto. Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman, Positive Accounting Theory, Prentice-Hall Inc., 1986 Willenborg. M. 1999. Empirical analysis of the economic demand for auditing in the initial public offering market. Journal of Accounting Research 37 (Spring): 225-238.