FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA ALAM TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH SITI LATIFAH Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Rekreasi biasa dilakukan ditempat-tempat hiburan seperti taman hiburan, bioskop dan akhir-akhir ini marak berekreasi di mal-mal. Namun tidak sedikit masyarakat yang ingin mencari kesenangan di alam terbuka (out door recreation) dengan menikmati udara segar, pemandangan indah dan suasana alam yang nyaman, serta menikmati bentang alam yang mempesona. Setiap orang mempunyai tingkat kesukaan yang berbeda terhadap daerah yang menjadi daya tariknya. Hal ini menyebabkan kebutuhan masyarakat akan wisata jadi meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan wisata, maka dewasa ini kegiatan pariwisata lebih digiatkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Menurut (Fandeli, 200), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang terbesar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lngkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan Suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam bebas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata. Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara pemanfaatn hanya dilakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan (pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati filosofi, pemanfaatan jalur untuk tracking dan adventuring (Fandlei, 2000). Salah satu kawasan wisata di Sumatera Utara adalah Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh. Dalam usaha pengelolaan dan pengembangan ekowisata ada beberapa faktor yang pelu diperhatikan yaitu yaitu SWOT (Strength, Weaknesess, Opportunities, Threats), segmen pasar, willingness to pay (WTP) dan willingness to accept (WTA).
II. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh merupakan salah satu lokasi wisata alam atau jasa rekreasi hutan yang berpotensi unrtuk dikembangkan. Namun seiring dengan waktu poteni dan daya tarik yang semula dimiliki oleh lokasi wisata alam tersebut lama kelaman dapat menurun dan promosinya tidak berkembang, dan hal ini tentu akan berpengarush terhadap penurunan minat pengunjung ke lokasi tersebut.
©2004 Digitized by USU digital library
1
Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa rekreasi, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan dan pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh sehingga daya tarik wisatanya lebih meningkat dan memiliki peluang pemasaran yang lebih besar . III. EKOWISATA Ekowisata (biasa diterjemahkan dengan wisata alam, yang sebetulnya kurang tepat) adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa lingkungan, baik itu alam (keindahannya, keunikannya) ataupun masyarakat (budayanya, cara hidupnya, struktur sosialnya) dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat (Fandlei, et.al, 2000). Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) mendefinisikan ekowisata sebagai : “Wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam terbuka yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan khusus untuk mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan serta satwa liarnya (termasuk potensi kawasan ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi kebudayaan yang ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari masa lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuaan untuk melestasikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”. Ciri-ciri Ekowisata dan Perkembangannya Menurut Fandlei et.al (2000), ekowisata pada mulanya hanya bercirikan bergaul dengan alam untuk mengenali dan menikmati. Meningkatnya kesadaran manusia akan meningkatnya kerusakan/perusakan alam oleh ulah manusia sendiri, telah menimbulkan/menumbuhkan rasa cinta alam pada semua anggota masyarakat dan keinginan untuk sekedar menikmati telah berkembang menjadi memelihara dan menyayangi, yang berarti mengkonservasi secara lengkap. Ciriciri ekowisata sekarang mengandung unsur utama, yaitu : a. Konservasi b. Edukasi untuk berperan serta c. Pemberdayaan masyarakat setempat Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengusahaan ekowisata dalam kawasan hutan harus bersasaran : a. Melestarikan hutan dan kawasannya b. Mendidik semua orang untuk ikut melestarikan hutan yang dimaksud, baik itu pengunjung, karyawan perusahaan sendiri sampai masyarakat yang ada di dalam dan sekitarnya. c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat agar dengan demikian tidak mengganggu hutan. Wisatawan Menurut Deparpostel (1997), wisatawan pada umumnya terbagi atas dua macam yaitu wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara. Ditinjau dari umur maka ada wisatawan yang remaja dan orang tua. Untuk wisatawan yang tua umumnya ingin paket yang santai, tidak berat menarik dan fasilitas sesuai kemampuannya dapat tersedia. Para wisatawan yang muda disamping ©2004 Digitized by USU digital library
2
panorama yang indah dan menarik mereka ingin juga mendapat pengalamanpengalaman yang bersifat khas seperti mendaki gunung (hiking), rafting dan lain-lain.
III. PENGEMBANGAN EKOWISATA KAWASAN HUTAN Menurut (Fandlei, et.al, 2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perencanaan pengembangan ekowisata harus didasarkan pada regulasi secara nasional maupun kesepakatan secara internasional. Seluruh regulasi dan kesepakatan internasional dijadikan dasar dan landasan untuk pengembangan ekowisata nasional. Sementara pengembangan ekowisata regional atau lokal didasarkan pada regulasi di daerah serta persepsi dan preferensi masyarakat sebagai bentuk realisasi paradigma baru yang memberdayakan rakyat. Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara pemanfaatan hanya dlakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan (pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati filosofi, pemanfaatan lajur untuk tracking dan adventure. Choy (1997) dalam Fandle, et.al (2000) menjelaskan bahwa ada lima aspek utama berkembangnya ekowisata yaitu : (1) adanya keaslian alam dan budaya (2) keberadaan dan dukungan masyarakat (3) pendidikan dan pengalaman (4) keberlanjutan dan (5) kemampuan manajemen pengelolaan ekowisata.
IV. PERENCANAAN EKOWISATA Analisis SWOT Dalam mengusahakan ekowisata di suatu tempat perlu dilakukan analisis SWOT. Yang sangat penting dikenali adalah keadaan (keindahan, daya tarik) yang spesifi atau unik dan obyek wisata yang bersangkutan. Selanjutnya prasarana apa yang tersedia ; lancar/tidak lancar, nyaman/,tidak nyaman, sudah lengkap/masih harus diadakan atau dilengkapkan dan sebagainya. Tersedianya sumberdaya manusia yang terlatih maupun yang dapat dilatih, berhubungan dengan tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya (Fandlei, et.al, (2000). Lundberg et.al (1997) menjelaskan bahwa proyek-proyek kepariwisataan harus dilaksanakan setelah ditentukan tujuan dan sasaran-sasaran strategis. Suatu strategi adalah suatu rencana yang direkayasa untuk menyelasikan suatu misi. Misi itu harus direncakan dalam parameter-parameter strength (S, ©2004 Digitized by USU digital library
3
kekuatan) dan weakness (W, kelemahan) dari organisasi kepariwisataan, opportunities (O, kesempatan) dan threats (T, ancaman) dalam lingkungan. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasikan strategi yang perlu dikembangkan dalam rangka pengusahaan ekowisata. Dalam penyusunannya dipertimbangkan berbagai kondisi internal lokasi, yaitu strength dan weakness serta kondisi eksternal, yaitu opportunity dan threat. Analisis SWOT ini dirumuskan berdasarkan hasil studi pustaka, wawancara dan pengamatan langsung dilapangan. Selanjutnya hasil analisis ini dipakai sebagai dasar untuk menyusun strategi dan operasionalisasi pengusahaan ekowisata (PT. Inhutani IV. 1996). Segmentasi Pasar Menurut Fandlei, et.al, (2000), pada dasarnya setiap usaha bisnis harus memilih segmen pasar yang dijadikan sasaran bisnisnya. Demikian pula usaha ekowisata. Pertimbangan pertama adalah obyek yang dijual, cocok untuk segmen pasar yang mana, misalnya jika obyeknya sangat menarik, lokasinya jauh memerlukan biaya mahal maka harus mengambil sasaran segmen pasar orang-orang kaya saja. Jika objeknya menarik, letaknya dekat, biaya murah, dapat memilih segmen pasar bawah sampai atas. Djelaskan lebih lanjut bahwa pemilihan segmen pasar ini akan menentukan jumlah kualitas dan fasilitas wisata sertaa pelayanannya, yang selanjutnya juga kualitas sumberdaya manusianya. Berbagai tingkat segmen pasar adalah : a. Bawah - pelajar dan mahasiswa - pegawai rendahan - masyarakat rendah - back packers mancanegara b. Menengah - para manager dan staf menengah - pelajar internasional school - pegawai tingkat menengah dan keluarganya - eksekutif muda - wisman inbound c. Atas - masyarakat - eksekutif perusahaan - expatriates - wisman inbound Menurut Swarbrooke (1995) dalam Diniyati (2000), untuk melihat segmentas pasar wisata dapat dikelompokkan pada empat metode yaitu : a. Geographical : pengunjung dikelompokkan berdasarkan karakteristik geografi, seperti tempat tinggal pengunjung. ©2004 Digitized by USU digital library
4
b. Demographics : pengunjung dikelompokkan berdasarkan karakteristik demografi, seperi umur, jenis kelamin. c. Psychographic : pengunjung dikelompokkan berdasarkan sikap dan pendapat, seperti gaya hidup, kepribadian dan kelas sosial. d. Behaviouristic : pengunjung dikelompokkan berdasarkan hubungan dengan produk wisata yang ditawarkan, seperti pertama kali mendaki gunung. Demikian pula yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong (1991), empat peubah yang umum dipakai sebagai alat segmentasi pasar konsumen yaitu ; geografis, demografis, psikografis, dan perilaku (behaviouristic) Analisis Kontingensi Menurut Anwar (1994) dalam Safri et.al (1996) pendekatan ini dilakukan dengan cara menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen. Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan ketenangan (amenity) seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik serta situasi lain yang data harganya tidak ada. Penilaian kontingensi atau teknik suvei dilakukan untuk menemukan nilai hipotensi konsumen atau rekreas (Hufschmidt et.al, 1987). Metode ini lebih fleksibel dan diakui bersifat judgment value, sebab jawaban diperoleh dari pertanyaan hipotesis. Asumsi yang digunakan dalam metode kontingensi menurut Davis dan Johnson (1987) dalam Safri et.al (1996) : a. Responden harus repesentatif dan comparable untuk semua survei b. Pada survei pertama, pengunjung harus mempunyai kemampuan cukup untuk mengembangkan nilai kreatif. c. Wawancara dan kuisioner secara obyektif dapat menentukan nilai manfaat tanpa ada keadaan interpretasi dari masing-masing responden. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Bertolak dari cakupan data yang meliputi aspek-aspek yiatu strength (daya tarik), Weakness (kelemahan), Opportunity (kesempatan/peluang pengembangan) dan Threat (ancaman), maka model analisis diaplikasikan pada data. Persamaan matematik yang digunakan dalam analisis SWOT adalah sbb: Segmentasi Pasar Sij
= (Mij /mj) * 100% …………….(1) k
Mij
= ∑ mij ……………………….(2) i=1
©2004 Digitized by USU digital library
5
dimana : mij
= Jumlah pengunjung di segmen pasar ke-i pada peubah ke-j
Mij
= Jumlah pengunjung diseluruh segmen pasar pada peubah ke-j
Sij
= Persentase jumlah pengunjung di segmen pasar ke-i yang terbentuk pada peubah ke-j
k
= Jumlah segmen pasar yang terbentuk pada peubah j Analisis Kontingensi
Perhitungan jumlah total kesediaan membayar dan diperoleh dari nilai ratarata kesediaan membayar dan dibayar pada tingkat harga tertentu, yang menurut Safri et.al (1996) dapat dirumuskan dengan : n 1. ∑ WTP = WTP * ∑pWTP pada harga tertentu i=1 n 2. ∑ WTA = WTP * ∑pWTP pada harga tertentu i=1 dimana 1 = kelas ke-i n ∑ WTP = willingness to pay (rata-rata kesediaan membayar) i=1 ∑pWTP= jumlah pengunjung pada harga tertentu yang mau dibayar n ∑ WTA = willingness to accept (rata-rata kesediaan membayar seandainya i=1 kesempatan mereka menikmati jasa tersebut dihilangkan) ∑pWTA = jumlah pengunjung pada harga tertentu yang mau diterima Penduga fungsi permintaan atas dasar nilai kesediaan membayar dan dibayar (WTP dan WTA) dianalisis dengan regresi sederhana, dengan model berikut: Dimana : Qd1 dan Qd2 P1 dan P2 a1 dan b1 a0 dan bo
Qd1 = ao + a1 D1 dan Qd2= b0 + b1 P2 = = = =
Jumlah wisatawan harga karcis yang dicerminkan oleh nilai WTP dan WTA koefisien regresi konstanta V. KESIMPULAN
Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa rekreasi, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan dan pengelolaan jasa wisata sehingga daya tarik wisatanya lebih meningkat dan memiliki peluang pemasaran yang lebih besar. Salah satu strategi diupayakan untuk perencanaan yang direkayasa untuk menyelasikan suatu misi tersebut berupa parameter-parameter strength (S, kekuatan) dan weakness (W, kelemahan) dari organisasi kepariwisataan, opportunities (O, kesempatan) dan threats (T, ancaman) dalam lingkungan. ©2004 Digitized by USU digital library
6
. DAFTAR PUSTAKA Deparpostel. 1997. Potensi dan Pengembangan Wisata Agro di Sumut. Medan Dinas Kehutanan. 2000. Naskah Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan . Laporan . Tidak Diterbitkan. Diniyati, D. 2002. Segmentasi Pasar Wisata Ekologi di Sekitar Danau Toba. Buletin Penelitian Kehutanan. Vol 18 N0. 1 hal 48-57. Bogor. Fandeli, C, et al. 2000. Pengusahaan Ekowisata. FakultasKehutanan Universitas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.. Hufschmidt, et al. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pengembnagan . Gadjah Mada University press. Yogyakarta.. Kotler, P and Armstrong, G. 1991. Principles of Marketing. Fifth Ed. Prentice-Hall. Lundlberg, D.E., M.H. Stavenga, M. Krishnamoorthy. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. PT.
Inhutani IV. 1996. Tidak Diterbitkan.
1997.
Ekonomi Pariwisata.
Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam.
Laporan.
Safri,M., H. siregar, A. anwar, B. D. Nasendi. 1996. analisisi Wisata Eko dan wisata Budaya denga metode Kontingensi dab biaya Perjalanan. Durta Rimba/ 197198/ XX hal 2-15
©2004 Digitized by USU digital library
7