BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000)
dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai “kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam1”. Pengertian sederhananya yaitu bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan sumberdaya alam dan tata lingkungan Suwantoro (2002) dalam Puspitasari (2011). Supriatna (2014:7) menyampaikan bahwa wisata alam bukan sebagai satu corak pariwisata khusus, melainkan sebagai suatu konsep pariwisata, mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian alam. Wisata alam tak sekedar petualangan, namun juga wisata yang berkelanjutan, berwawasan ekologi2. Umumnya obyek wisata alam, yang menawarkan gejala keunikan alam dan sengaja dilestarikan, membentang di tempat-tempat alami kawasan konservasi. Salah satu kawasan konservasi yang berkembang pesat adalah taman nasional. Keragaman sumberdaya alam, kondisi hutan, dan ekosistem yang masih alami, keanekaragaman flora dan fauna (unik, khas bahkan langka), keunikan gejala alam dan kekhasan budaya masyarakat sekitarnya memungkinkan pengunjung untuk melakukan aktivitas wisata yang mengandung unsur petualangan, pendidikan, dan pemahaman budaya masyarakat lokal (Ismanto, 2007). Hal ini menjadikan berwisata ke kawasan konservasi berbeda dengan wisata pada umumnya.
1
Pengertian yang sama diungkapkan oleh PHKA (2003) dalam Puspitasari (2011) dengan alam yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam 2 Suprijatna (2014) dan senada yang diungkapkan 2 Anonim, 2009, Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata, UHJAK/2009/PI/H/9, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias SelatanUNESCO, p.15-18, aktivitas wisata alam bisa bersifat petualangan atau ekowisata (memperhatikan budaya dan lingkungan serta masyarakat setempat)
1
Lingkungan alami nusantara masih menjadi inti daya tarik pariwisata Indonesia.3
Suprijatna
(2014)
menyampaikan
hasil
survey
wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke nusantara, sebagian besar (hampir 60%) tertarik karena keindahan alam. Kunjungan wisatawan domestik tak bisa diabaikan karena jumlahnya
semakin
meningkat.
Kemenparekraf
RI
&
ILO
(2012:26)
menyampaikan pertumbuhannya mantap (20%) dalam satu dekade akhir (20012010). Kunjungan ke kawasan konservasi pun meningkat dari <1 juta pada tahun 2002-2004 menjadi lebih dari 2 juta kunjungan pada tahun 2007-2008.4 Peningkatan kunjungan tersebut menjadikan keberlanjutan lingkungan alam sebagai isu penting dalam pengelolaan wisata. Keberlanjutan lingkungan dalam pengelolaan wisata alam di kawasan konservasi menjadi hal penting, dan pengembangan wisata alam di Taman Nasional mengacu pada peraturan-peraturan terkait pengelolaan kawasan konservasi. Ekosistem taman dikelola dengan sistem zonasi. Dalam kerangka konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, taman mempunyai 3 fungsi yaitu:
1)
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
2)
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan 3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman nasional mengadopsi regulasi-regulasi pemanfaatan wisata alam yang telah makin banyak diperbaharui. Peraturan tersebut diantaranya mengenai pengusahaan pariwisata alam, jenis perijinan usaha wisata, dan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sedangkan aktivitas wisata alam di taman nasional berprinsip pada ekowisata. Ekowisata dibatasi sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial, ekonomi bagi masyarakat lokal serta kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan (Fandeli, 2005).
3
Gunawan & Ortis (2012:26), Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia, Kemenparekraf RI & ILO, ILO Country Office, Jakarta 4 Roadmap Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional Tahun 2010-2030, Peta Jalan menuju Pemanfaatan Taman Nasional secara lestari dalam rangka Penguatan Fungsi Perlindungan dan Pengawetan Plasma Nutfah sebagai salah satu Penghela Pembangunan Ekonomi Kehutanan Nasional, 2011 (draft 6 Juni 2011) p.8
2
Berdasar uraian di atas, pengelolaan wisata alam di taman nasional tampak sejalan dengan konsep pariwisata berkelanjutan, yaitu ‘pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industry (pariwisata) lingkungan dan komunitas tuan rumah.5 Pengembangan terkait pariwisata alam menjadi salah satu dari enam koridor ekonomi pembangunan Indonesia tahun 2010-2030, terutama berfokus di Jawa dan Nusa Tenggara.6 Bersamaan dengan itu, tercetus visi pembangunan kehutanan berbasis taman nasional
“Taman Nasional sebagai Pusat Plasma Nutfah, dan salah satu
penghela
pembangunan
ekonomi
Kehutanan
Nasional”,
dengan
arahan
kebijakannya: “Penguatan Pengelolaan Taman Nasional bagi Kelestarian Fungsi Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan dan Pengawetan Plasma Nutfah serta Kesejahteraan Rakyat secara Bertahap7”. Salah satu taman nasional yang terbentuk satu dekade lalu8 dan terletak di dekat kota pariwisata Yogyakarta adalah Taman Nasional Gunung Merapi. Taman seluas ± 6.410 ha yang membentang di Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten Propinsi Jawa Tengah dan Sleman Propinsi DIY ini berperan strategis bagi kawasan di bawahnya. Nilai penting kawasan selain berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber plasma nutfah dari keanekaragaman hayatinya, juga menyimpan sejumlah besar potensi wisata alam hutan pegunungan yang dapat memikat wisatawan untuk datang berkunjung. Selama ini pengelolaan wisata alam hutan Merapi memang telah berjalan, bahkan sebelum status kawasan menjadi Taman Nasional, namun belum diketahui efektivitasnya terkait dengan pelestarian kawasan. Kondisi wisata alam di kawasan ini masih mewarisi pengelolaan masa lampau yang cenderung pada 5
Definisi oleh UNWTO dalam Gunawan & Ortis (2012:29) Summary Executive Jumpa Pers Menteri Kehutanan akhir tahun 2011, Jakarta, Desember 2011, 60% dari enam juta wisatawan menuju destinasi di Jawa dan Nusra 7 Roadmap Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional Tahun 2010-2030, Peta Jalan menuju Pemanfaatan Taman Nasional secara lestari dalam rangka Penguatan Fungsi Perlindungan dan Pengawetan Plasma Nutfah sebagai salah satu Penghela Pembangunan Ekonomi Kehutanan Nasional, 2011 (draft 6 Juni 2011) 8 Indonesia kini memiliki 50 taman nasional sejak penetapan 5 taman nasional pertama tahun 80an 6
3
wisata massal, terutama pada obyek wisata alam favorit tujuan wisatawan (Kaliurang). Kunjungan wisatawan ke taman nasional tercatat fluktuatif, namun jika melihat perbandingan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sleman dengan ke obyek wisata Kaliurang dan Kalikuning, kunjungan cenderung menurun (dari 7% tahun 2007 menjadi 4% sebelum erupsi dan bahkan hanya 2% setelah erupsi Merapi 2010)9. Pengelolaan wisata dirasakan belum optimal dan cenderung jalan di tempat, bahkan pengelola merasa ada kejenuhan pasar di obyek wisata favorit pengunjung seperti di Tlogo Muncar dan Nirmolo.10 Pengelolaan wisata di kawasan yang terletak pada bentang alam salah satu gunung api teraktif di dunia, dekat dengan kota pelajar dan salah satu kota pariwisata, Jogja, dengan dikelilingi area berpenduduk cukup padat, memerlukan penilaian lingkungan yang komprehensif dan bisa jadi cukup spesifik dalam perumusan strateginya. Pertambahan jumlah penduduk di sekitar kawasan yang pesat, terutama di Kabupaten Sleman yang peningkatannya lebih cepat dibandingkan kawasan lainnya di DIY, dapat memperbesar tekanan terhadap kawasan. Kegiatan pokok utama konservasi selama ini cenderung berfokus pada upaya perlindungan kawasan, sedangkan kegiatan pemanfaatan belum menjadi fokus utama manajemen11. Saat ini, diantara tiga fungsi kawasan konservasi yaitu fungsi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan; fungsi pemanfaatan wisata alam di taman nasional semakin diperhatikan. Dinamika perubahan lingkungan bagi keberlanjutan wisata alam ke depan pun berlangsung sangat cepat. Pengelolaan wisata alam agar dapat menyeimbangkan aktivitas wisata dan pelestarian kawasan konservasi tersebut tentunya memerlukan perencanaan yang hati-hati dan komprehensif. Pitana & Diarta (2009: 108-110) menyampaikan
9
Diolah dari data kunjungan wisatawan ke Sleman berdasar RKPD Kab. Sleman Tahun 2015 dan LKPJ Tahun 2009 serta data statistisk Balai TNGM 10 Hasil diskusi dengan beberapa pegawai Balai TNGM saat pra survey penelitian (2013) dan berdasarkan pengamatan penulis serta dalam kajian di beberapa tulisan ataupun laporan mengenai wisata alam di taman nasional ini, sering disebutkan pengelolaan belum optimal terkait kapasitas SDM dan fasilitas wisata. 11 Ketidakberimbangan fokus pengelolaan ini diungkapkan pula dalam draft renstra PHKA 20152019, dimana Bappenas mengamati pengelolaan taman nasional selama ini cenderung berfokus pada perlindungan, dan sedikit perhatian pada pemanfaatan terlebih pengawetan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
4
bahwa pembangunan pariwisata memerlukan perencanaan sistematis yang dapat tercapai melalui proses perencanaan strategis. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyusun strategi pengembangan wisata alam yang diarahkan untuk pelestarian taman nasional Merapi, mengetahui lingkungan internal eksternal
dan permasalahan
strategisnya,
kemudian
merumuskan alternatif strategi pengembangannya.
1.2
Rumusan Masalah/ Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang di atas, pengelolaan wisata alam di taman nasional
ditujukan untuk memenuhi fungsi kawasan konservasi dan memberikan manfaat wisata bagi masyarakat. Pengembangannya terbatasi dengan peraturan-peraturan terkait pengelolaan kawasan konservasi, seharusnya lebih mengarah pada ekowisata namun di Taman Nasional Gunung Merapi, terlihat warisan pengelolaan masa lampau yang cenderung mengarah pada wisata massal. Walaupun
jumlah
kunjungan
wisatawan
fluktuatif,
dikhawatirkan
akan
menimbulkan masalah bagi kualitas lingkungan (keanekaragaman hayati). Keseimbangan pemenuhan fungsi kawasan konservasi antara fungsi pelestarian ekosistem dan wisata tampak belum terlihat nyata. Perubahan lingkungannya yang dinamis perlu diantisipasi agar keberlanjutan fungsi kawasan termasuk keberlanjutan manfaat wisata tercapai. Rencana strategi pengembangan yang tepat diperlukan guna terwujud keseimbangan antara fungsi pelestarian ekosistem dan manfaat wisata alam bagi semua pihak. Oleh karena itu penulis mengajukan pertanyaan penelitian: Bagaimana strategi pengembangan wisata alam di Taman Nasional Gunung Merapi agar terwujud keseimbangan antara fungsi pelestarian ekosistem dan manfaat wisata alam bagi semua pihak?
5
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini berupaya untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan terkait pengembangan wisata alam yang diarahkan untuk pelestarian Taman Nasional Gunung Merapi 2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat mendukung pengembangan wisata alam di Taman Nasional Gunung Merapi.
1.4
Manfaat Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya
pengetahuan mengenai pengelolaan wisata alam di taman nasional, khususnya Taman Nasional Gunung Merapi. Dari sisi praktis, di tengah perubahan lingkungan yang dinamis, harapannya hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi, masukan, bahan pertimbangan bagi Balai Taman Nasional Gunung Merapi guna meningkatkan kinerja pengelolaan terutama di bidang pemanfaatan wisata alam.
6