Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sebagai Kawasan Wisata Alam di Kota Palu Pria Kurnijanto
[email protected] (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract The purpose this research is to formulate the management strategy of Palu Raya Forest Garden area as natural tourist area. The type of research has been done that’s qualitative descriptive. Data have been collected by interview technique, questionnaire, documentation and observation, and then analyzed by using SWOT analyzing. The result of research conclude that the management strategy of Palu Raya Forest Garden area as natural tourist area in Palu City as Grand Strategy based on the result of SWOT analyzing namely “to give opportunity for private investor to manage the natural tourist of Tahura, and involve the college into development, research and knowledge to increase the natural tourist of Tahura”. Meanwhile, suggest formulation as recommendation in fact the management in natural tourist area of Tahura with continuously, needed 2 main activities which is implemented as follows: 1). Management form of Tahura that consist of three blocks namely: conservation block, utility block and another block. 2). Management strategy area of Tahura as the natural tourist area, by making a corporation between Tahura area and private investor that have experience about tourist and college to increase the management, research, knowledge to develop the natural resources and the tourist of Tahura. Key words: The Management Strategy, Natural Tourist Area. Menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa hutan merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara, namun demikian tidak berarti negara memiliki hutan. Dengan penguasaan ini, negara memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan pelestarian alam terdiri dari: Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan Hutan Raya untuk kegiatan kepariwisataan, sangat memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar kawasan Taman Hutan Raya Palu (Tahura). Tahura Palu mempunyai fungsi sebagai pengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Beberapa hal yang saling berhubungan erat terhadap hasil penelitian strategi pengelolaan kawasan Tahura Palu sebagai kawasan wisata alam di Kota Palu, adalah sebagai berikut: a. Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya
43
44 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
b.
c.
d.
e.
f.
ke sungai-sungai yang memiliki mata air di tengah hutan secara teratur menurut irama alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya. Iklim, artinya komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro. Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentuk humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Keanekaragaman genetik, hutan memiliki kekayaan dari berbagai jenis flora dan fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang habitatnya. Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain itu hutan juga memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain kayu juga dihasilkan bahan lain seperti damar, kopal, gondorukem, terpentin, kayu putih dan rotan serta tanaman obat-obatan. Wilayah wisata alam, artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, keagungan Tuhan Yang Maha Esa, nilai estetika, etika dan sebagainya (Arief, 1994).
Manfaat Hutan Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata, dan lain-lain dengan dukungan kemampuan pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi,
ISSN: 2302-2019
akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai, baik terukur maupun yang dapat diukur berupa produksi, jasa, energi, perlindungan lingkungan dan lain sebagainya. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, dirumuskan tiga aspek strategis konservasi dunia, yaitu: 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan. 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, prinsip-prinsip pokok tentang pemanfaatan hutan secara optimal dan lestari diantaranya diisyaratkan sebagai berikut: 1. Pengusahaan hutan bertujuan untuk memperoleh dan meninggikan produksi hasil hutan guna pembanguan ekonomi nasional kemakmuran rakyat. 2. Berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas pengusahaan maka diselenggarakan pengusahaan hutan menurut rencana karya yang telah disahkan pemerintah. 3. Perlindungan hutan bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara atas hutan dan hasil hutan sehingga secara lestari dapat memenuhi fungsinya. 4. Kerusakan-kerusahan hutan dan hasil hutan harus dicegah yang disebabkan perbuatan manusia, ternak, daya-daya alam, hama dan penyakit. Klasifikasi Hutan Berdasarkan Fungsi Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan berdasarkan fungsi pokoknya menjadi 3 (tiga) jenis hutan, yaitu: 1. Hutan Konservasi Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Hutan konservasi merupakan kawasan hutan
Pria Kurnijanto, Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sabagai ....................................………… 45
dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi terdiri dari: Kawasan hutan suaka alam, Kawasan hutan pelestarian alam, dan Taman buru. Hutan suaka alam adalah kawasan hutan yang sifat khasnya diperuntukan secara khusus bagi perlindungan dan pelestarian tipe-tipe ekosistem tertentu guna menjamin stabilitas alam hayati dan menjamin sumber plasma nutfah (genetic resources) yang cukup bagi perkembangan flora dan fauna secara alami (Arief, 1994). Kawasan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sedangkan kawasan hutan buru adalah kawasan yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakannya perburuan yang teratur bagi kepentingan wisata berburu. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, komponen di Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Taman Nasional, adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi, b). Taman Hutan Raya, adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi, c). Taman Wisata Alam, adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. 2. Hutan Lindung Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, menyebutkan bahwa Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan emosi, mencegah erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung terdiri dari berbagai jenis pohon yang mempunyai kerapatan sehingga tanah dapat terlindung dari sinar matahari. 3. Hutan Produksi. Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Sedangkan pengertian hutan produksi menurut Zain (1995) ialah suatu wilayah hutan yang diperuntukkan untuk tujuan produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum dan hasil hutan untuk kepentingan pembanguanan, industri, dan ekspor. Kawasan Hutan Konservasi di Sulawesi Tengah Hidayah (2008) kawasan hutan Sulawesi Tengah mencakup 69,01 % dari luas propinsi. Hutan ini terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Di antara jenis kawasan hutan tersebut, hanya kawasan hutan produksi yang dapat dikelola secara intensif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian, kriteria
46 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
suatu kawasan dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai Kawasan alam adalah apabila: 1) Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; 2) Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; 3) Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; 4) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami; 5) Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau 6) Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. Beberapa Kawasan Konservasi di Provinsi Sulawesi Tengah, seperti : Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Tanam Wisata Wera, Cagar Alam Tanjung Api, Taman Hutan Raya Palu, Suaka Margasatwa Pinjan-Tanjung Matop, Suaka Margasatwa Pulau Dolangon, Suaka Margasatwa Lombuyan, Suaka Margasatwa Pati-Pati. Kepariwisataan Alam Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pariwisata Alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha yang terkait dengan wisata alam. 2. Pengusahaan Pariwisata Alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha pariwisata alam di Suaka Margasatwa,
ISSN: 2302-2019
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam berdasarkan rencana pengelolaan. 3. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk dinikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan penelitiannya adalah: Bagaimana bentuk pengelolaan kawasan Tahura di Kota Palu? dan Bagaimana menentukan strategi pengelolaan kawasan Tahura sebagai kawasan wisata alam di Kota Palu? METODE Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian sosial dengan tipe deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan catatan lapangan sehingga akan di peroleh gambaran dan realitas sosial berdasarkan kenyataankenyataan yang ada di lapangan (empiris). Pengumpulan data berupa rekaman hasil wawancara di lapangan, foto ataupun dokumentasi, rekaman aktifitas penebangan dan wisata alam kawasan Taman Hutan Raya Palu. Penelitian kualitatif memberikan perhatian pada realitas sosial, karena ia merupakan sasaran dari penelitian social, sementara itu hakekat penelitian social adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk memahami dunia empiris masyarakat manusia secara cermat berdasarkan kenyataankenyataan. Penelitian ini, menggunakan teknik analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu proses merinci keadaan lingkungan internal dan eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi ke dalam kategori “strengths, weaknesses, opportunities, threats”, sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi
Pria Kurnijanto, Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sabagai ....................................………… 47
mencapainya, sehingga organisasi memiliki keunggulan meraih masa depan yang lebih baik (Sianipar dan Entang, 2003). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Kawasan Tahura Palu Sebagai Kawasan Wisata Alam Tahura Palu merupakan kawasan hutan pelestarian alam yang di bentuk dari gabungan Lokasi PPN ke XXX dengan dua fungsi kawasan hutan yaitu: a. Kawasan hutan Cagar Alam (CA) Poboya b. Hutan lindung (HL) Raranggunau Cagar Alam (CA) Poboya merupakan kawasan yang ditujukan sebagai perlindungan bagi tumbuhan Cendana (santalum album). Cendana merupakan tumbuhan asli pada daerah semi arit (kering beriklim C) yang ada di Sulawesi Tengah. Hutan lindung Raranggunau merupakan daerah tangkapan air (catchement area) bagi sungai yang mengalir di dalam kawasan hutan Tahura, di antara sungai-sungai tersebut adalah Sungai Paneki, Sungai Watutela dan Sungai Kawatuna. Pada Tahun 1995, SK Menhut Nomor 461/Kpts-II/1995 perihal perubahan fungsi Cagar Alam Poboya seluas 1.000 hektar, Hutan Lindung Paneki seluas 7.000 hektar dan lokasi PPN XXX tahun 1990 seluas 100 hektar menjadi Taman Hutan Raya dengan diberi nama sementara Taman Hutan Raya (Tahura) Palu. Dan pada Tahun 1997, Surat Keputusan Gubernur Nomor 522.4/233/Kanhut/1997 tanggal 19 Mei 1997 tentang penetapan luas Taman Hutan Raya Propinsi Daerah TK. I Sulawesi Tengah adalah 7.128 hektar. Pada tahun 2009, berhasil dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Palu Dinas Kehutanan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 05 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas dan Badan Lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah.
Sejak penunjukan hingga proses penetapan kawasan Tahura Palu tahun 1995 s.d. 14 Juli 1997 penyelenggaraannya dikelola oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah, dan sejak 14 Juli 1997 s.d. tahun 2003 dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Palu. Selanjutnya sejak 24 Maret 2003 Tahura dikelola kembali oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah yang pelaksanaan pengelolaannya oleh Bidang Konservasi Hutan hingga akhir tahun 2009. Sejak tahun 2010 hingga sekarang, pengelolaan Tahura Palu dilaksanakan oleh UPTD Tahura (UPTD Tahura Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012). Bentuk Pengelolaan Kawasan Tahura Palu Peningkatan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dalam hal ini kawasan Tahura Palu dipandang perlu membagi kawasan dalam blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga pengelolaan dapat dilakukan secara maksimal. Penataan kawasan dalam bentuk blok pengelolaan bertujuan untuk memaksimalkan pengelolaan Tahura Palu. Blok pengelolaan pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam selain taman nasional, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, meliputi: 1. Penataan blok perlindungan Penataan blok perlindungan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 pasal 24, penataan blok perlindungan di kawasan Konservasi Pelestarian Alam termasuk Tahura Palu ditetapkan berdasarkan kawasan ekosistem essensial di kawasan Tahura Palu ditandai dengan masih adanya vegetasi asli berupa hutan primer serta kondisi biogeofisik lokasi yang masih tergolong asli. Adapun luas lokasi blok perlindungan di kawasan Tahura Palu luas seluruhnya 883,32 hektar. 2. Penataan blok pemanfaatan
48 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
Penetapan blok pemanfaatan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 pasal 36, penataan blok pemanfaatan di kawasan Tahura ditetapkan berdasarkan kondisi biogeofisik kawasan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar Kawasan Tahura Palu. Sesuai dengan pasal 36 tersebut bahwa Tahura Palu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi c. Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati d. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air panas, dan angin serta wisata alam. e. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat, dan g. Pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembang-biakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami. Secara spesifik peluang pengembangan blok-blok pemanfaatan di kawasan Tahura Palu sesuai dengan kondisi saat ini dan rencana lima tahun ke depan serta memperhatikan kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitarnya, ditunjuk lokasi-lokasi untuk ditetapkan menjadi blok-blok pemanfaatan dengan tetap mengacu pada pasal 36, sebagai berikut: 1. Sub blok pemanfaatan untuk kegiatan pengelolaan dan pelestarian sumber-sumber air (SA), luas 1.209,93 hektar. 2. Sub blok pemanfaatan untuk kegiatan penelitian dan
3.
ISSN: 2302-2019
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (P2IPT) luas 349,56 hektar. 3. Sub blok pemanfaatan untuk kegiatan pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi (P2K2), luas 141,90 hektar. 4. Sub blok pemanfaatan untuk kegiatan wisata alam (WA), luas 155,84 hektar. Berdasarkan sebaran lokasi blokblok pemanfaatan di kawasan Tahura Palu luas seluruhnya mencapai 1.857,23 hektar. Penataan blok lainnya Blok lainnya pada pengelolaan Tahura Palu adalah blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin efektivitas pengelolaan Tahura Palu. Memperhatikan kondisi Tahura Palu saat ini, serta memperhatikan kondisi sosial kemasyarakatan di dalam dan di luar kawasan dengan tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, direncanakan blok-blok lainnya berupa: a. Blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa, pada blok ini merupakan bagian dari kawasan tahura yang terutama diperuntukkan untuk koleksi tumbuhan (flora) dan satwa (fauna), termasuk di dalam blok ini direncanakan pula pemanfaatan untuk kegiatan rekreasi, olahraga, perkemahan serta sebagai area perkantoran Tahura Palu. b. Blok rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan, lokasi penetapan blok rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan di kawasan Tahura Palu diarahkan pada lahan-lahan kritis dan lahan-lahan bekas galian tambang emas ilegal. Adapun luas lokasi blok rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan seluruhnya mencapai 3.320,73 hektar. Dari luas tersebut, seluas
Pria Kurnijanto, Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sabagai ....................................………… 49
c.
d.
1.429,68 hektar untuk kegiatan rehabilitasi hutan, dan seluas 1.891,05 hektar untuk kegiatan reklamasi lahan hutan. Blok tradisional, lokasi ini diarahkan pada pemanfaatan untuk kegiatan budidaya tanaman secara tradisional dengan mengacu pada kondisi lokasi dan areal pertanaman yang telah lama ada, seperti hutan kemiri rakyat, kebun dan lahan usaha tani untuk budidaya tanaman semusim secara tradisisonal serta budidaya rumput untuk pakan ternak. Penetapan blok tradisional adalah di wilayah Tahura Palu bagian Utara, yaitu di Dusun Watutela Kelurahan Tondo dan Dusun Wintu Kelurahan Layanan Indah, dengan luas blok pengelolaan yang seluruhnya mencapai 195.16 hektar. Blok khusus, adalah merupakan bagian dari Tahura Palu yang diperuntukkan bagi pemukiman kelompok masyarakat dan aktifitas kehidupannya dan/atau bagi kepentingan pembangunan sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi, dan lain-lain yang bersifat strategis. Blok khusus di kawasan Tahura Palu adalah area pemukiman penduduk di wilayah Tompu yang telah ada dan hidup secara turun temurun sebelum penetapan kawasan Tahura Palu sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Atas pertimbangan tersebut, dipandang perlu untuk membina wilayah Tompu untuk dijadikan blok khusus di wilayah Tahura Palu. Nilai tambah yang dapat diperoleh Tahura Palu adalah meminimalkan konflik kawasan dan menjadi asset budaya lokal sebagai obyek wisata budaya di Kawasan Tahura Palu, luas lokasi
untuk blok khusus seluruhnya mencapai 280,89 hektar. Adapun luas sebaran lokasi blok lainnya di kawasan Tahura Palu seluruhnya mencapai 4,395,46 hektar, yang akan dibagi sesuai dengan kebutuhan blok-blok lainnya yang ada di Kawasan Tahura Palu. Pengelolaan Blok Wisata alam Pemanfaatan Kawasan Tahura Palu di bagian Utara untuk kegiatan wisata alam direncanakan di wilayah lereng kaki pengunungan Watutempa bagian Barat yang menghadap langsung ke laut dan pusat Kota Palu. Kawasan ini memiliki panorama alam yang indah. Selain itu wilayah ini masih ditumbuhi vegetasi alam kayu Cendana dan Gaharu yang merupakan salah satu flora entitas Tahura Palu. Diharapkan pengelola Tahura Palu segera mengamankan wilayah ini dan sekitarnya dari aktivitas penambangan emas ilegal. Luas areal seluruhnya untuk pemanfaatan wisata alam ini mencapai 155,84 hektar. 1. Pengembangan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pelayanan adalah faktor utama dalam pengembangan kepariwisataan. Salah satu faktor yang menentukan dalam pelayanan adalah kesiapan sarana dan prasarana kepariwisataan alam, beberapa sarana dan prasarana yang ada di dalam kawasan Tahura adalah sebagai berikut: 2. Flora dan Fauna Endemik Jenis flora dan fauna endemik yang hidup di dalam kawasan Tahura Palu yang memiliki daya tarik wisata alam adalah sebagai berikut: a. Flora Jenis tanaman endemik khas Tahura Sulawesi Tengah adalah Cendana dan Eboni/Kayu Hitam, merupakan flora andalan daya tarik wisata alam Tahura Palu. Pohon
50 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
b.
Cendana merupakan penghasil kayu Cendana dan minyak Cendana, kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum sedang pohon Eboni atau kayu hitam merupakan pohon khas Sulawesi Tengah, batang kayunya dapat diolah menjadi aneka hiasan souvenir dan ukiran seni dan lainnya. Di Sulawesi Tengah, Kayu Cendana wangi (Santalum album) dan Kayu hitam/ Eboni (Diosphiros celebica), kini sangat langka yang disebabkan oleh adanya penebangan liar dari para oknumoknum yang mencari keuntungan hasil kayu cendana maupun kayu hitam. Fauna Jenis satwa endemik khas Tahura Sulawesi Tengah adalah Kakatua Putih Jambul Kuning termasuk satwa liar yang harus dilindungi dan dibudidayakan. Selain itu ada juga beberapa jenis satwa yang hidup di kawasan Tahura antara lain: babi Hutan Burung Rangkong, Elang Hutan, Kepodang Sungai, Pipit, Sesak Madu, Sriguntung, Sriti, Cekakan Hutan, Biawak, Kadal, Katak Pohon, Ular, ikan air tawar, Anoa, dan lain-lain.
Pengelolaan kawasan dan potensi Tahura 1. Pengelolaan kawasan belum optimal Pengelolaan dan potensi kawasan Tahura Palu masih terfokus pada lokasi eks. PPN XXX Desa Ngatabaru, Loru dan Paneki (Pombewe), hingga saat ini berupa kegiatan rehabilitasi hutan. Pengelolaan kawasan lainnya masih terbatas pada kegiatan penataan batas kawasan seperti pemeliharaan batas fisik kawasan serta pembangunan sarana prasarana fisik seperti pos jaga dan pintu gerbang kawasan.
2.
ISSN: 2302-2019
Ditinjau dari posisi strategis kawasan terhadap wilayah provinsi, kawasan Tahura Palu Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas 7.128 hektar secara hukum dapat digolongkan sudah mantap, karena kawasan ini telah dipadurasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan telah dikukuhkan sebagai kawasan konservasi oleh Menteri Kehutanan. Namun demikian, apabila ditinjau dari sisi pengelolaan sesuai fungsi, tujuan dan prinsip pengelolaan Tahura belum dapat dikategorikan mantap. Belum mantapnya kawasan Tahura Palu disebabkan antara lain: a. Belum tersosialisasi dan terimplementasinya blok-blok atau zonasi Kawasan Tahura Palu. b. Pemanfaatan kawasan dan potensinya secara ilegal masih tetap berlangsung seperti pembukaan kebun dan lahan oleh masyarakat. c. Kehadiran Dusun Tompu Desa Ngatabaru yang berada di dalam kawasan Tahura Palu bagian Timur belum pernah terdata keberadaannya oleh pengelola Tahura. Koordinasi antara pemerintah kabupaten dengan UPTD Tahura belum baik yang ditandai dengan adanya pembangunan jalan penghubung antara Desa Ngatabaru dengan Dusun Tompu yang melintasi kawasan Tahura. d. Kawasan Tahura Palu yang berada di wilayah Kota Palu (Kawatuna hingga Wintu belum terkelola sehingga penggunaan kawasan secara ilegal masih terus berlangsung. Termasuk adanya okupasi oleh penambang emas ilegal di wilayah pegunungan Watutempa (Watutela-Poboya). Pengelolaan potensi sumber daya alam belum optimal Pengelolaan potensi sumberdaya alam Tahura Palu belum optimal disebabkan antara lain:
Pria Kurnijanto, Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sabagai ....................................………… 51
a. Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan non hayati belum berperan sesuai fungsi dan tujuan pengelolaan Tahura. b. Pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam masih lemah. c. Penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam penggunaan kawasan Tahura berikut potensinya belum maksimal. d. Kerusakan kawasan Tahura berikut potensinya belum banyak diimbangi dengan kegiatan rehabilitasi serta pemeliharaan habitat. Pendekatan strategi pengembangan pariwisata alam 1. Pendayagunaan dan pengembangan potensi kawasan serta sumber daya alam Tahura Palu secara optimal, berkesinambungan, berdaya saing dan lestari melalui beberapa kajian potensi, penataan kawasan, penyiapan perencanaan (master plan), promosi investasi dan fasilitas. 2. Penyederhanaan prosedur dan persyaratan dan pendelegasian wewenang perizinan pengusahaan pariwisata alam. 3. Perluasan kesempatan berusaha dengan melibatkan masyarakat setempat, pengusaha golongan ekonomi kecil, pengusaha golongan ekonomi menengah, pengusaha golongan ekonomi besar, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), koperasi dan perorangan dalam berbagai usaha jenis sarana prasarana, kegiatan dan jasa, obyek dan daya tarik wisata alam. 4. Peluasan jenis pengusahaan pariwisata alam meliputi: pengusahaan kegiatan jasa wisata alam, obyek dan daya tarik wisata alam, sarana dan prasarana wisata alam. 5. Keterlibatan masyarakat melalui peran serta aktif masyarakat dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
6. 7.
Penerapan kemitraan di bidang pengusahaan pariwisata alam. Percepatan penyempurnaan peraturan perundangan terkait di bidang pengusahaan pariwisata alam.
Permasalahan Kawasan Tahura Palu Tahura Palu sejak ditetapkannya sebagai kawasan pelestarian alam banyak menghadapi berbagai macam kendala dalam pengelolaannya. Penyerobotan lahan kawasan hutan Tahura Palu untuk pengunaan di luar fungsi hutan yang tidak terbendung oleh besarnya keinginan sekelompok orang untuk memanfaatkan lahan di kawasan ini. Kawasan Tahura Palu telah terkena dampak penambangan emas yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat penambang, khususnya di wilayah Poboya, Kawatuna, Watutempa dan sekitarnya. Di wilayah Desa Nagatabaru seringkali terjadi perambahan hutan berupa pengambilan bahan kayu bakar dari tanaman reibosasi dan penghijauan, di Kelurahan Poboya, Kawatuna, Tondo dan Layana Indah, areal kawasan Tahura telah menjadi lahan penggembalaan liar untuk jenis ternak kambing dan sapi, sehingga gangguan utama penyebab kegagalan reboisasi di wilayah tersebut adalah hama ternak dan kesadaran pemilik ternak. Jumlah tenaga pengelola Tahura Palu masih kurang, mengingat luas areal kawasan Tahura yaitu 7.128 hektar, oleh karena itu, diperlukan perekrutan tenaga professional yang berkualifikasi kepariwisataan, bahasa asing, tenaga polisi kehutanan untuk pengamanan seluruh kawasan wilayah Tahura Palu dari segala bentuk kegiatan ilegal dalam kawasan. Sarana dan prasarana yang telah dibangun masih sangat terbatas mengingat pembangunan yang ada masih berupa perkantoran dan penginapan. Perlu pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan kepariwisataan baik pembangunan berupa loket masuk,
52 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
perparkiran, tempat ibadah, kolam renang, pembuatan jalan wisata dan lain-lain. Peran serta dan keterlibatan secara aktif masyarakat setempat atau sekitar kawasan Tahura dalam kegiataan pengusahaan pariwisata alam belum terwujud, sehingga keberadaan investasi dan kegiatan pengusahaan pariwisata alam belum sepenuhnya mendorong dan meningkatkan standar hidup masyarakat di sekitar kawasan Tahura Palu. Dukungan dana kegiatan dan promosi pariwisata masih sangat terbatas sehingga belum efektif dan fokus untuk promosi serta mendorong investasi pengusahaan pariwisata alam di kawasan Tahura Palu. Daya tarik pariwisata unggulan yang bertaraf nasional masih relatif terbatas, sehingga kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara masih terkonsentrasi di daerah kunjungan wisata tertentu. Strategi ke depan untuk meningkatkan dan memacu kunjungan wisatawan baik lokal maupan mancanegara, diharapkan perlunya kerjasama antara pihak UPTD Tahura dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Tengah, serta dengan investor swasta yang bergerak di bidang kepariwisataan, tujuannya agar pengelolaan wisata alam Tahura lebih profesional dan mandiri. Pengunjung/Wisatawan Antusiasme wisatawan lokal untuk berkunjung ke kawasan Tahura cukup besar, namun sayang sekali kurangnya pemeliharaan sarana prasarana Tahura membuat pengunjung/wisatawan kurang puas dengan pelayanan pengelola Tahura. Pengelolaan dan pengembangan wisata alam Tahura seyogyanya diimbangi dengan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh instansi yang ditunjuk untuk mengelola wisata alam Tahura, evaluasi dan monitoring terhadap sarana prasarana serta petugas/karyawan Tahura sangat perlu dilakukan guna
ISSN: 2302-2019
meningkatkan pelayanan prima terhadap para wisatawan/ pengunjung yang ingin berekreasi untuk melepaskan kepenatan dan refreshing setelah 5 (lima) hari kerja dalam seminggu. Upaya perbaikan terhadap sarana prasarana yang rusak harus segera ditangani mengingat hal itu merupakan bagian dari kenyamanan wisata alam yang dibutuhkan oleh para pengunjung/wisatawan. Masyarakat. Pada dasarnya masyarakat sangat mendukung dengan adanya Tahura Palu, dengan harapan, dapat memberikan perubahan kehidupan bagi masayarakat sekitar Tahura dari segi finansial, kebutuhan ekonomi yang makin bertambah membuat masyarakat berharap agar Tahura Palu ke depan lebih berkembang sehingga dapat mengundang wisatawan lokal dan mancanegara lebih banyak lagi untuk berkunjung ke kawasan wisata alam Tahura, agar dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat baik itu melalui berdagang makanan kuliner, souvenir, jajanan khas Palu, jasa wisata, dan lain sebagainya. Kerjasama antara pihak pengelola kepariwisatan alam Tahura dengan masyarakat sekitar Tahura Palu sangat diperlukan guna menjamin keamanan, ketertiban, keindahan, kenyamanan, kebersihan, dan keramah-tamahan yang memberikan kenangan yang sangat mendalam bagi para wisatawan. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Ancaman dan Peluang 1. Kekuatan Kekuatan sumber daya alam, di dalam kawasan Tahura Palu yang berpotensi meningkatkan pengelolaan kepariwisataan alam adalah berikut: a. Dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) TAHURA Palu Dinas Kehutanan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan
Pria Kurnijanto, Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Palu Sabagai ....................................………… 53
Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 05 tahun 2009. b. Bentuk pengelolaan Tahura di bagi menjadi 3 blok. c. Adanya flora endemik cendana dan fauna endemik. d. Sarana dan prasarana wisata alam Tahura. 2. Kelemahan Kelemahan potensi sumber daya alam, di dalam kawasan Tahura Palu adalah sebagai berikut: a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sasaran pengelolaan dan fungsi kawasan Tahura Palu . b. Kurangnya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. c. Minimnya petugas pengelola UPTD. d. Kurangnya Promosi kepariwisataan Tahura. 3. Peluang Peluang dari luar kawasan Tahura Palu yang berpotensi dalam meningkatkan pengelolaan kepariwisataan alam Tahura Palu yang dapat digali adalah sebagai berikut: a. Adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah. b. Aksesibilitas menuju kawasan Tahura Palu yang mudah dijangkau. c. Seni dan budaya masyarakat setempat. d. Kerjasama dengan investor swasta dan perguruan tinggi. 4. Ancaman Ancaman dari luar kawasan Tahura Palu yang berpotensi menghambat pengelolaan kepariwisataan alam Tahura Palu adalah sebagai berikut: a. Adanya aktifitas penyerobotan lahan b. Masuknya penambangan emas ilegal. c. Penggembalaan ternak di dalam kawasan Tahura d. Rendahnya tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat sekitar Tahura
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa strategi pengelolaan Taman Hutan Raya Palu sebagai kawasan wisata alam bahwa bentuk pengelolaan Tahura dibagi ke dalam beberapa blok penataan area kawasan Tahura Palu, yaitu : blok Perlindungan, blok Pemanfaatan, dan blok lainnya. Sementara itu strategi dalam pengelolaan Tahura Palu sebagai kawasan wisata alam, menjalin kerjasama kepariwisataan alam dengan Investor swasta, Perguruan Tinggi, Pemerintah desa/kelurahan, Masyarakat sekitar Tahura. Rekomendasi Pengelolaan kawasan Tahura Palu sebagai kawasan wisata alam di Kota Palu, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Memperbaiki sarana dan prasarana yang sudah ada 2. Melakukan penataan bentuk blok pengelolaan Tahura melalui kegiatan pemancangan batas kawasan hutan Tahura. 3. Mempromosikan keberadaan wisata alam Tahura Palu melalui media massa. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan kerendahan hati dan penghargaan yang setinggi-tingginya menghanturkan terima kasih kepada Tim Pembimbing Prof.Dr. Ir.Made Antara,M.P dan Dr.Eko Jokolelono, S.E.,M.Si yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, arahan dan saran yang tidak ternilai harganya untuk kesempurnaan penulis artikel ini. DAFTAR RUJUKAN Arief, Arifin. 1994. Hutan, Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
54 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, April 2013 hlm 43-54
Hidayah, Nurul. 2008. Selayang Pandang Sulawesi Tengah. Jakarta: Penerbit PT. Intan Pariwara. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 10/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Sianipar. J.P.G. dan Entang, H.M. 2003. Teknik-teknik Analisis Manajemen. Bahan Ajar Diklat Pim. Tingkat III.
ISSN: 2302-2019
Edisi Revisi I, Cetakan Kedua. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1995 Perihal Perubahan Fungsi Cagar Alam. Surat Keputusan Gubernur Nomor 522.4/233/Kanhut/1997 Tanggal 19 Mei 1997 Tentang Penetapan Luas Taman Hutan Raya Propinsi Daerah TK. I Sulawesi Tengah. Zain, Alam Setia. 1995. Kaidah-Kaidah Pengelolaan Hutan. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Penerbit PT. Mitra Info, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan, Jakarta. UPTD Tahura Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012. Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya.