EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%
EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50% Setyowati Retno Djiwanti*) dan Wiratno**) *) Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar 3 Bogor 16111 **) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Jl. Tentara Pelajar 1 Bogor 16111
ABSTRAK Akhir-akhir ini pertanaman jahe (Zingiber officinale) di pulau Jawa sering
terserang penyakit busuk rimpang yang disebabkan oleh jamur tular tanah, terutama yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Uji efikasi formula pestisida nabati cengkeh dan seraiwangi untuk mengendalikan penyakit busuk rimpang telah dilakukan di Rumah Kaca Balittro di Cimanggu, Bogor. Bibit jahe putih besar berumur 2 bulan yang berasal dari benih rimpang jahe terinfeksi busuk rimpang (jaringan rimpang di daerah ketiak rimpang berwarna kecoklatan) yang ditanam dalam polibeag berisi tanah kebun (tidak steril), perakarannya disiram dengan 6 jenis larutan 2% formula pestisida nabati cengkeh dan serai wangi sebanyak 100 ml yang diaplikasikan setiap 7 hari sebanyak 3 kali. Hasil pengamatan 3 bulan setelah aplikasi pertama menunjukkan bahwa 2 dari 6 jenis formula pestisida nabati yang diuji yaitu: 1) formula minyak cengkeh + minyak temulawak dan 2) formula minyak serai wangi + asam salisilat, efektif menekan gejala busuk pada rimpang (>50%). Gejala busuk rimpang pada perlakuan kedua formula tersebut berturut-turut 33,02 % dan 28,21%, dibandingkan dengan pada tanaman kontrol (69,91%). Kedua jenis formula tersebut tidak menghambat pembentukan rimpang bahkan pada perlakuan formula minyak cengkeh + minyak temulawak bobot rimpang jahe meningkat sebasar 34,92% dibandingkan dengan kontrol. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan evaluasi pemanfaatan kedua jenis formula tersebut pada tanaman jahe di lapang dalam konsep pengendalian penyakit busuk rimpang secara terpadu.. Kata kunci: Jahe, Zingiber officinale, busuk rimpang, uji efikasi, formula pestisida nabati cengkeh dan serai wangi
PENDAHULUAN Komoditas jahe, saat ini masih menempati urutan teratas dalam penggunaan, sehingga masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan terus
melalui
pengembangan
sumber-sumber
pertumbuhan
seperti 213
S.R. Djiwanti dan Wiratno, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
optimalisasi produktivitas lahan usaha, produktivitas tanaman, menurunkan kehilangan hasil baik pra-panen maupun pasca-panen dan diversifikasi produk (Anonymous 2007).
Kehilangan hasil di lapang yang disebabkan
oleh serangan berbagai organisme pengganggu tanaman masih terjadi sehingga menurunkan produksi dan merugikan petani dan apabila tidak segera dikendalikan dapat menjadi masalah serius
dalam proses
pengembangan jahe di Indonesia. Kendala penyakit ini sangat penting diperhatikan bagi usaha peningkatan produksi jahe.
Salah satu penyakit penting yang cukup
menghawatirkan adalah penyakit busuk rimpang, terutama yang disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. zingiberi Trujillo (Semangun 1989; 1992; Soesanto et al. 2003). Penyakit telah tersebar di hampir semua sentra produksi jahe di Indonesia dan khususnya di semua sentra Jawa Tengah (Semangun, 1989; Soesanto et al., 2003). Rimpang yang terinfeksi menjadi berkeriput, berwarna keputihan, dan kering (Soesanto et al. 2003). Untuk mencegah kehilangan hasil yang lebih besar dan serangan yang lebih luas, perlu dilakukan tindakan pengendalian. Tuntutan produk jahe organik dalam perdagangan dunia yang makin meningkat menyebabkan pengendalian ramah lingkungan terhadap OPT jahe termasuk penyakit busuk rimpang perlu mendapat perhatian, salah satunya melalui penelitian pemanfaatan dan pengembangan pestisida nabati. Berbagai formula pestisida nabati berbahan dasar minyak atsiri cengkeh dan seraiwangi telah diproduksi Balittro.
Minyak atsiri adalah
campuran beberapa senyawa yang mudah menguap dan unsur utamanya sering digunakan sebagai agen nabati karena kemampuannya sebagai obat tradisional dan toksisitasnya terhadap kapang patogenik tanaman dan serangga (Delespaul et al. 2000 dalam Anthony et al. 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan berbagai formula pestisida nabati cengkeh dan seraiwangi yang efektif menekan penyakit busuk rimpang >50%.
214
EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%
BAHAN DAN METODA Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Penyakit Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Bogor. Formula pestisida nabati cengkeh diperoleh dari KAT (Komersialisasi Alih Teknologi), Balittro. Enam jenis formula digunakan dalam uji efikasi ini, yaitu:
(1) formula minyak (m.) cengkeh + minyak (m.). seraiwangi, 2)
formula m. cengkeh + m. kayu manis, 3) formula m. cengkeh + m. temulawak, 4) formula m. cengkeh + m. seraiwangi + asam salisilat, 5) formula m. seraiwangi + asam salisilat, 6) formula m. cengkeh + m. seraiwangi + ekstrak mimba. Sebagai kontrol positif, digunakan insektisida karbofuran yang merupakan insektisida sistemik berbentuk granul yang sering diaplikasikan oleh petani pada perakaran tanaman dalam budidaya jahe. Bahan tanaman yang digunakan benih rimpang jahe sakit (terinfeksi patogen penyakit busuk rimpang di lapang), berumur 2 bulan dengan cara menanam benih rimpang sakit bergejala busuk rimpang (jaringan rimpang pada ketiak rimpang/bagian percabangan rimpang berwarna kecoklatan). Perlakuan formula pestisida nabati dilakukan dengan menyiramkan larutan 2% formula pestisida nabati cengkeh dan seraiwangi pada daerah perakaran jahe sebanyak 100 ml per tanaman. Aplikasi dilakukan setiap 7 hari sebanyak 3 kali. Kira-kira 3 bulan setelah aplikasi pertama, tanaman dibongkar, persentase gejala busuk rimpang dianalisa dan bobot rimpang ditimbang. Tingkat keparahan busuk rimpang merupakan persentase gejala busuk pada rimpang yang dianalisa dengan rumus sebagai berikut: Persentase busuk rimpang= n / N x 100% , Keterangan: n = jumlah buku/ ruas pada 1 rimpang jahe yang bergejala busuk, = jumlah buku/ ruas rimpang jahe yang diamati.
dan N
Formula pestisida nabati dinilai efektif Jjika persentase penekanan gejala busuk rimpang > 50% dan tidak terdapat adanya efek fitotoksik. Efek fitotoksik adalah respon tanaman yang disebabkan oleh aplikasi 215
S.R. Djiwanti dan Wiratno, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
pestisida
pada
tanaman
berupa
menguningnya
daun-daun
atau
terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dapat berakibat terhambatnya pembentukan rimpang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan dua formula pestisida nabati minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak serai wangi + asam salisilat menekan gejala busuk rimpang sebesar masing-masing 52,77% dan 59,65% dibandingkan perlakuan empat formula lainnya (Tabel 1). Tingkat serangan busuk rimpang pada perlakuan formula minyak cengkeh + minyak temulawak sebesar 33,02% dan pada perlakuan formula minyak serai wangi + asam salisilat sebesar 28,21%, dibandingkan pada tanaman kontrol sebesar 69,91% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi dua formula yang efektif tersebut (formula minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak serai wangi + asam salisilat) pada konsentrasi 20.000 ppm sebanyak 100 ml per tanaman, setiap 7 hari sebanyak 3 kali dapat menekan gejala busuk rimpang lebih dari 50%.
Formula lainnya hanya menekan
gejala busuk rimpang kurang dari lima puluh persen, bahkan formula m. cengkeh + m. serai wangi dan formula m. cengkeh + m. serai wangi + asam salisilat justru merangsang perkembangan penyakit (Tabel 1). Tabel 1.
Populasi nematoda Meloidogyne sp. dalam akar berdasarkan perlakuan berbagai jenis formula pestisida nabati Formula pestisida nabati
Busuk rimpang (%)
Nilai efikasi (%)**)
Forml m. cengkeh + m. kayu manis (EC)*) Forml m. cengkeh + m. seraiwangi (EC) Forml m. cengkeh + m. temulawak (EC) Forml m. cengkeh + m. serai wangi + as. salisilat (EC) Forml m. seraiwangi + As. salisilat (EC) Forml m. cengkeh + m. Seraiwangi + ekstrak biji mimba (EC) Karbofuran (granul) Air (kontrol)
66,55 72,91 33,02 77,45 28,21 35,38 36,97 69,91
4,81 -4,29 52,77 -10,79 59,65 49,39 47,12 0
Rimpang per tanaman (g) 32,72 25,95 71,46 30,22 53,07 47,51 75,17 52,96
*) EC= “emulsiable concentrate” **) Nilai efikasi merupakan persen penekanan busuk rimpang pada tanaman yang diperlakukan dengan pestisida dibandingkan dengan persen busuk rimpang pada tanaman kontrol (tanpa perlakuan) dikali 100%. 216
EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%
Dua formula yang efektif terhadap penekanan busuk rimpang (formula minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak serai wangi + asam salisilat) tidak menyebabkan efek fitotoksik bahkan pada perlakuan
formula minyak cengkeh + minyak temulawak meningkatkan
bobot rimpang sebesar 34,93% (Tabel 1, Gambar 1).
Penurunan bobot
rimpang hanya terjadi pada perlakuan formula yang tidak efektif terhadap penyakit busuk rimpang seperti formula m. cengkeh + m. kayu manis, formula m. cengkeh + m. seraiwangi + ekstrak mimba, formula m. cengkeh+ m. serai wangi, dan formula m. cengkeh + m. serai wangi + asam salisilat (Tabel 1, Gambar 2).
Hal ini disebabkan karena rimpang-
rimpang yang diperlakukan dengan formula-formula tersebut sebagian besar mengering dan mengkerut karena rimpangnya busuk, yang menunjukkan bahwa penekanan/ penurunan bobot rimpang terjadi karena terjadi peningkatan keparahan
penyakit busuk rimpang.
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, rimpang terserang patogen busuk rimpang akan mengering dan berkerut (Soesanto et al. 2003). Sebagai kontrol positif, karbofuran hanya menekan gejala busuk rimpang sebesar 47,12% (<50%). Sebenarnya, karbofuran merupakan insektisida dan nematisida sistemik
(bukan fungisida) berbentuk granul
yang umum diaplikasikan oleh petani pada perakaran tanaman untuk menekan serangan berbagai jenis OPT terutama yang menginfeksi perakaran dalam setiap budidaya berbagai tanaman pertanian termasuk jahe. Pestisida ini (karbofuran 3%) merupakan pestisida yang dianjurkan oleh Departemen Pertanian untuk pengendalian nematoda parasit dan serangga hama berbagai tanaman pertanian. Dalam penelitian ini terlihat bahwa karbofuran 5 g per tanaman yang diaplikasikan sebanyak 3 kali dengan intaerval 7 hari dapat menekan gejala busuk rimpang sebesar 47,12% dan meningkatkan hasil sebesar 41,94% (dibandingkan dengan kontrol) (Tabel 1, Gambar 1).
217
S.R. Djiwanti dan Wiratno, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Gambar 1. Volume produksi rimpang (bobot kering rimpang) dari tanaman jahe. (A) yang diperlakukan dengan formula m. cengkeh + m. temulawak (71,46 g), (B) formula m. serai wangi + asam salisilat (53,07 g), (C) Carbofuran (75, 2 g), dan (D) tanaman kontrol (tanpa perlakuan formula) (52,96 g). Dalam percobaan ini media tanah yang digunakan merupakan tanah dari lapang dan tidak disterilisasi sehingga kemungkinan terdapat berbagai jenis organisme tanah seperti nematoda parasit dan serangga hama. Organisme tersebut, infeksinya pada akar tanaman dapat meningkatkan serangan sekunder oleh OPT lain seperti patogen penyakit jamur atau bakteri tular tanah.
Oleh sebab itu, aplikasi karbofuran selain akan
mengendalikan nematoda parasit atau hama itu sendiri, secara tidak langsung juga akan mengurangi infeksi sekunder oleh jamur maupun bakteri lain. Pada penelitian terpisah, aplikasi karbofuran dengan dosis yang sama menekan populasi nematoda per g akar jahe sebesar 69,70%.
218
EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%
Gambar 2. Volume produksi rimpang (bobot kering rimpang) dari tanaman jahe yang diperlakukan dengan 4 formula pestisida nabati cengkeh dan seraiwangi yang tidak efektif menekan serangan patogen busuk rimpang (<50%), yaitu (A) formula minyak cengkeh + minyak kayu manis (32,72 g), (B) formula minyak cengkeh + minyak serai wangi (25,95 g), (C) formula minyak cengkeh + minyak serai wangi + asam salisilat (30,22 g), (D) formula minyak cengkeh + minyak seraiwangi + ekstrak biji mimba (47,51 g) dibandingkan dengan (E) tanaman kontrol (tanpa perlakuan formula) (52,96 g). Hasil ini menunjukkan bahwa 2 formula minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak serai wangi + asam salisilat
dapat
menghambat pertumbuhan jamur yang berarti menghambat perkembangan penyakit busuk rimpang, sehingga dapat meningkatkan bobot rimpang. Minyak cengkeh mengandung eugenol yang toksik terhadap berbagai jamur tular tanah seperti Fusarium oxysporum, Phytophthora capsici, Rhizoctonia
solani, dan Sclerotium rolfsii (Tombe et al. 1992), sedangkan minyak seraiwangi dilaporkan toksik terhadap kapang/jamur kontaminan asal buah merah dan sambiloto, diantaranya jamur Fusarium sp. (Miftakhurohmah et
al. 2008).
Senyawa xanthorrizol dari temulawak, merupakan salah satu
komponen bahan aktif utama minyak temulawak selain ckurckumin, yang 219
S.R. Djiwanti dan Wiratno, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
berkhasiat obat. Minyak atsiri dari temulawak mengandung banyak sekali komponen yang bermanfaat antara lain berpotensi sebagai anti bakteri (Sidik et al. 1997; Hadi 1985). Pengendalian terpadu dengan pemanfaatan formula eugenol minyak cengkeh yang dikombinasikan dengan penggunaan arang sekam
padi
dilaporkan dapat menekan infeksi busuk batang panili yang disebabkan oleh
F. Oxysporum sampai 90% (Sukamto et al. 1995). Penelitian serupa dapat dilakukan terhadap formula minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak seraiwangi + asam salisilat, sehingga formula tersebut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam pengendalian terpadu penyakit busuk rimpang jahe.
KESIMPULAN DAN SARAN Formula pestiisida minyak cengkeh + minyak temulawak dan formula minyak serai wangi + asam salisilat
dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk pengendalian penyakit busuk rimpang jahe. Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah evaluasi pemanfaatan kedua formula tersebut dalam teknologi pengendalian terpadu melalui penggunaan bahan organik.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous.
2001.
Pestisida Untuk pPertanian.
Direktorat Pupuk dan
Pestisida. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 318 hal. Anonymous.
2007.
Teknologi Unggulan Jahe.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor. 16 hal. Anthony, S., K. Abeywikrama, R. Dayanada, S.W. Wijeratna, and L. Arambewela. 2004. Fungal pathogens associated with banana fruit in
Sri
Langka
and
their
Mycopathologia 157: 91-97.
220
treatment
with
essential
oils.
EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%
Hadi, S. 1985. Manfaat temulawak ditinjau dari segi kedokteran. Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung, 17-18 September 1985. 139-145 hal.. Manohara, D., D. Wahyuno, dan Sukamto. 1994. Pengaruh tepung dan minyak
cengkeh
Sclerotium.
terhadap
Phytophthora,
Rigidoporus
dan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor, 1-2 Desember 1993. 19-27 Hal. Miftakhurohmah, R. Noveriza, dan A. Kardinan. 2008. Efektivitas formula minyak serai wangi terhadap pertumbuhan kapang asal buah merah dan sambiloto. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 19: 138-144. Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 222-228 Hal. Semangun, H.
1992. Host Index of Plant Diseases in Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta Sidik, M.; W. Mulyono, dan A. Muhtadi.
xanthorrhiza
(Roxb.).
Seri
1997. Pustaka
Temulawak, Curcuma Pengembangan
dan
Pemanfaatan Tanaman Obat Alam: 1-105. Soesanto, L., Soedarmono, N. Prihatiningsih, A. Manan,
E. Iriani, dan J.
Pramono. 2003. Penyakit busuk rimpang jahe di sentra produksi jahe Jawa Tengah: 1. Identifikasi dan Sebaran. Tropika 11:107-220. Sukamto, M. Tombe, D. Wahyuno, A. Rahmat, D. Sitepu, dan S. Mogi. 1995. Pengaruh agensial nabati cengkeh terhadap penyakit busuk batang dan pertumbuhan panili. JICA-RISMC Annual Report 3: 1120. Tombe, M., K. Kobayashi, Ma’mun, Triantoro dan Sukamto. 1992. Eugenol dan daun tanaman cengkeh untuk pengendalian penyakit tanaman industri.
Review Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Balittro, Bogor. 8 Hal.
221
S.R. Djiwanti dan Wiratno, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Pertanyaan/komentar Arif (UGM) T: Kenapa menggunakan campuran dua pestisida nabati dan bagaimana dengan pengaruh aplikasi pesnab ke tanah ? J:
222
Kombinasi pencampuran pesnab dilakukan untuk meningkatkan efektifitasnya. Pengaruh pada mikroorganisme tanah belum diamati, tetapi konsentrasi yang digunakan tidak memberi pengaruh pada perakaran tanaman.