EVALUASI LEAN MANUFACTURING PADA LINE PRODUKSI MMPO MENGGUNAKAN METODE FUZZY LOGIC Gilang Satrio Nugroho dan Moses Laksono Singgih
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak
Teknologi yang sangat berkembang saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan biaya produksi yang rendah. Namun dengan keuntungan yang maksimal, perusahan tidak menyeimbangi dengan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk meningkatkan produktivitas suatu perusahaan bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya yaitu dengan membentuk tim yang berkompeten dalam bidang produktivitas. Tim tersebut bertugas untuk memberikan ide-ide yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas. Permasalahan yang sedang dihadapi adalah tidak semua karyawan yang tergabung didalam tim tersebut mengetahui konsep produktivitas yang benar. Konsep lean manufacturing bertujuan untuk menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Konsep lean manufacturing dapat diterapkan dengan melakukan identifikasi permasalahan selama ini yang dihadapi oleh perusahaan. Identifikasi dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada karyawan dan supervisor yang tergabung dalam tim produktivitas. Kuesioner tersebut bertujuan untuk mengukur apakah karyawan perusahaan memahami secara mendalam tentang konsep lean manufacturing yang sebenarnya. Waste yang ada dalam perusahaan juga diidentifikasi terutama yang berkaitan dengan lean manufacturing. Setelah diketahui waste apa saja yang terdapat di perusahaan, maka untuk menentukan performansi dari proses produksi MMPO menggunakan fuzzy logic. Fuzzy logic digunakan untuk menentukan batas nilai dari setiap parameter yang akan ditentukan. Waste yang terjadi di perusahaan tidak dapat dihilangkan namun dapat dikurangi sedikit demi sedikit.. Hasil dari penelitian ini adalah line produksi MMPO masih berada di parameter bagus dan masih perlu adanya perbaikan untuk mengurangi produk cacat dan unnecessary motion. Kata Kunci : Lean Manufacturing, 7 Waste, Productivity, Fuzzy Logic ABSTRACT Recent development of technology create a tight competition among companies. Most of companies are competing to reach maximum benefit with low production cost. Unfortunately the high profit acquired by the company is not supported by the quality of the product itself. Increasing productivity in a company can be achieved in many ways. One of them is to build a team which competent in productivity. The function of this team is to provide ideas related productivity improvement. The obstacle is several members of the group don’t understand the concept of productivity. The concept of lean manufacturing aims to be the solution of the obstacle. The concept of lean manufacturing can be applied to identify problem encountered by the company. Identification was conducted by spreading questionnaire to productivity team which include the employee and supervisor. The questionnaire aims to measure whether the employee understand about the concept of lean manufacturing. Type of waste in which related to lean manufacturing is also being identified. After the waste is identified, then the performance of MPPO production process is identified using fuzzy logic. Fuzzy logic is used to determine the limit values of each determined parameters. Waste that occurs in the company can not be eliminated at all, but it can be reduced gradually. For the conclusion, the MMPO production line is being in good parameter and improvement is needed especially on products defect and unecessary motion. Keywords : Lean Manufacturing, 7 Waste, Productivity, Fuzzy Logic
1.
Pendahuluan PT. X merupakan salah satu produsen dan distributor minuman ringan terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini memproduksi dan mendistribusikan produk-produk berlisensi dari perusahaan minuman berkarbonisasi ternama di dunia. PT.X memproduksi dan mendistribusikan produknya ke lebih dari 400.000 outlet melalui lebih dari 120 pusat penjualan. PT.X merupakan nama dagang yang terdiri dari perusahaanperusahaan patungan (joint venture) antara perusahaan-perusahaan lokal yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha independen, yang merupakan salah satu produsen dan distributor terbesar produk-produk minuman di dunia. PT.X pertama kali berinvestasi di Indonesia pada tahun 1992. Saat ini PT X sedang mengembangkan production area yang baru yaitu MMPO. MMPO adalah sejenis minuman rasa jeruk. Mesin yang baru dan sumber daya manusia yang baru menyebabkan banyak ketidakefisienan pada proses produksi MMPO. PT X mendatangkan karyawan ahli dari Jakarta untuk mengoperasikan mesin-mesin tersebut. Diharapkan karyawan lama dapat belajar tentang mesin baru dari karyawan ahli yang sengaja didatangkan dari Jakarta. PT X membentuk PIT (Productivity Improvement Team) yang diketuai seorang supervisor di bagian masing-masing dengan anggota beberapa karyawan atau operator. PIT disini bertujuan untuk memberikan ide-ide tentang produktivitas yang nantinya ide-ide tersebut akan dilombakan dengan PIT lainnya. Permasalahan yang terjadi yaitu karyawan dan operator PT.X belum mengerti sepenuhnya tentang Lean Manufacturing dan belum diterapkan secara maksimal di perusahaan tersebut. Tujuan dibentuk PIT pada PT.X yaitu untuk merubah perilaku semua operator dan karyawan dan juga mengurangi waste agar sesuai dengan konsep lean. Waste yang dimaksud disini adalah ketidakefisienan dan limbah non cair yang terdapat di area produksi MMPO. Ide yang ditawarkan akan menjadi alternatif-alternatif yang dapat menunjang proses produksi dan produktivitas dari PT.X tersebut. Kemudian dengan adanya PIT diharapkan karyawan dan operator memiliki pengetahuan tentang konsep lean yang sebenarnya tidak hanya tergantung pada konsep lean yang sebelumnya yaitu multi skills dan
multi tasks. Dan tidak hanya reward saja yang akan diberikan kepada PIT yang idenya diterima oleh manajer yang bersangkutan, tetapi juga ada punishment bagi karyawan dan operator yang melanggar ide-ide yang telah diterapkan oleh PT X. Penggunaan fuzzy logic juga diperlukan untuk menentukan performansi dari line produksi MMPO dan juga menyamakan perbedaan persepsi tentang penilaian kinerja line produksi MMPO oleh Team Leader. 1.1 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan diselesaikan pada penelitian ini adalah bagaimana cara meningkatkan produktivitas dengan mengurangi ketidakefisienan dan limbah non cair yang dihasilkan dengan menggunakan konsep Lean Manufacturing. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi line produksi MMPO dengan menggunakan konsep lean manufacturing dan fuzzy logic. 2. Mengetahui pemborosan yang sering terjadi pada line produksi MMPO. 3. Memberikan solusi perbaikan terhadap permasalahan yang dapat meningkatkan produktivitas dengan implementasi Lean Manufacturing. 1.3 Batasan 1. Area yang diteliti adalah hanya line produksi MMPO. 2. Waste yang menjadi objek penelitian adalah yang termasuk di dalam 7 waste 2.
Metodologi Penelitian Pada bagian ini diuraikan secara rinci metode yang digunakan dalam penelitian. Secara umum terdapat empat tahapan yaitu tahap identifikasi permasalahan, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisa data dan tahap kesimpulan dan saran. 2.1 Identifikasi Awal Tahapan awal yang dilakukan peneliti setelah mendapatkan topik yang ingin diteliti adalah melakukan identifikasi awal terhadap objek penelitian. Identifikasi awal bertujuan untuk mengenal secara umum objek penelitian seperti kondisi existing perusahaan dan masalah yang dialami perusahaan tersebut. Setelah mengetahui masalah yang dihadapi kemudian penulis dapat menentukan tujuan dari penelitian ini. Objek penelitian dalam hal ini adalah PT X.
2
2.2 Studi Pustaka Studi pustaka digunakan penulis untuk dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Sumber bisa didapatkan dari buku, jurnal dari internet, dan artikel. Studi pustaka dapat membantu untuk penyelesaian serta mempermudah dalam melakukan pendekatan pemecahan dalam masalah penelitian. Beberapa teori dalam penelitian ini antara lain konsep Productivity, Lean Manufacturing, dan lainnya. 2.3 Studi Lapangan (Walk Through Survey) Studi lapangan adalah langkah pertama untuk menyelesaikan masalah yang ada di penelitian. Studi Lapangan bertujuan mengetahui kondisi real perusahaan, dan mendapatkan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini,bisa dengan cara mengetahui proses produksi secara keseluruhan atau mengidentifikasi waste yang belum bisa direduksi. Studi lapangan perlu sekali dilakukan untuk menemukan permasalahan yang sebenarnya terjadi di PT X. 2.4 Pengukuran Kondisi Lean Eksisting Perusahaan Tujuan dari pengukuran ini adalah mengukur sampai dimana batas pencapaian dari penerapan konsep Lean Manufacturing Hasil dari pengukuran ini dapat digunakan untuk melakukan perbaikan apabila ada konsep produktivitas yang belum dilakukan. 2.5 Penyebaran dan pengujian kuesioner Penyebaran dan pengujian kuesioner dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam dan penting pengetahuan karyawan dan operator tentang konsep dan lean manufacturing. Responden dari kuesioner tersebut adalah karyawan, operator, dan supervisor yang tergabung dalam PIT. 2.6 Identifikasi Masalah dan Penyebabnya Setelah diketahui informasi dari studi lapangan dan penyebaran kuesioner maka dapat diketahui permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan dan dapat diketahui juga batas pemahaman dari karyawan dan operator tentang konsep Lean Manufacturing. 2.7 Menentukan Tujuan dan Target Dari permasalahan diatas, selanjutnya menentukan tujuan dan target yang ingin dicapai oleh PT X yang berkaitan dengan konsep Lean Manufacturing. 2.8 Evaluasi Waste dengan metode fuzzy Waste yang telah diidentifikasi kemudian dihitung dengan menggunakan metode fuzzy
logic. Perhitungan dimulai dengan memberikan skala pada setiap waste yang nantinya akan di normalisasi. Fuzzy logic digunakan untuk menentukan performansi dari line produksi MMPO tersebut. 2.9 Penyusunan rencana dan implementasi Setelah mengetahui batas normal atau tidaknya waste tersebut, maka selanjutnya mengimplementasikan ke dalam PT X agar dapat mengurangi waste yang teridentifikasi. 2.10 Analisa dan interpretasi Analisa yang dilakukan adalah dari hasil pengukuran kondisi existing PT X, analisa evaluasi waste dengan fuzzy logic, dan rencana implementasi. 2.11 Kesimpulan dan saran Setelah analisa dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan dari penelitian dan Lean Manufacturing, dan juga diajukan beberapa saran atau rekomendasi yang nantinya menunjang kontinuitas pelaksanaan altenatif solusi terpilih. 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada bab ini akan dilakukan pengumpulan data yang sesuai dengan kondisi di area produksi MMPO di PT X. Data diperoleh dari kuesioner sebelumnya dengan responden Team Leader / Supervisor dari area produksi MMPO. 3.1 Pengumpulan Data Data-data yang mendukung dalam penelitian ini, baik data primer ataupun data sekunder, akan dikumpulkan dalam sub bab ini. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari historis perusahaan. 3.1.1 Proses Produksi MMPO MMPO adalah jenis minuman baru yang diproduksi oleh PT X yang berbahan dasar buah jeruk asli dengan tambahan bulir-bulir jeruk didalamnya. Line produksi MMPO baru beroperasi pada awal tahun 2010 yang lalu. Mesin yang digunakan pun juga menggunakan mesin yang tergolong baru pula. Berikut adalah gambaran dari proses produksi MMPO :
3
sesuai dengan produk MMPO tersebut dan telah melalui proses pembuatan sirup. Pada waktu proses filling suhu cairan MMPO mencapai 850 celcius. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan MMPO sangat sensitif terhadap bakteri sehingga perlu dilakukan pemanasan dahulu agar semua bakteri di dalamnya mati.
Gambar 4. 1 Proses Produksi MMPO
Proses yang pertama dimulai dengan blowing, yaitu proses pembentukan botol dengan cara dipanaskan. Setiap botol mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Calon botol tersebut dinamakan pre form. Pre form tersebut ditampung pada jumper yang kemudian dituangkan kedalam hooper yang berbentuk seperti bak besar berbahan logam, dari hooper kemudian pre from dibawa naik dengan menggunakan vertical conveyor, kemudian diteruskan oleh roller conveyor ke mesin infeed starwheel, pada proses ini terjadi proses pemisahan sejumlah pre form, hal ini dilakukan utnuk mencegah penumpukan pre form didalam mesin. Selanjutnya preform yang masuk, akan di panaskan pada mesin main dreel, didalam mesin main dreel pre form akan diputar mengelilingi mesin sebanyak satu kali, yang didalam mesin tersebut terdapat 180 lampu dengan kekuatan masing-masing lampu 3500 watt lampu tersebut digunakan untuk memanaskan pre form yang berputar didalamnya, namun dalam proses pemanasannya tidak semua lampu dinyalakan, ada beberapa yang sengaja dimatikan, hal ini dilakukan untuk melakukan proses pemanasan pre form secara sempurna, karena untuk mendapatkan hasil pemanasan yang sempurna tidak boleh terus dipanaskan, hal ini dapat menyebabkan pre form akan meleleh dan tidak dapat digunakan, proses pemanasan yang sempurna akan menghasilkan pre form yang bertekstur kenyal, sehingga akan mudah untuk dilakukan proses blow mold selanjutnya. Botol yang dikatakan sempurna akan dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu proses filling. Proses yang kedua adalah proses filling, yaitu proses pengisian cairan minuman pada botol. Cairan yang akan diisi tentu saja harus
3.1.2 Hasil Identifikasi Waste 1. Produk Cacat Produk cacat sering terjadi pada proses produksi MMPO. Kategori produk cacat untuk produksi MMPO termasuk pengisian tidak sesuai dengan batas pengisian, botol rusak, kualitas botol buruk, volume gas dalam botol yang tidak sesuai, tidak ada tutup botol, tutup botol rusak, dan tidak adanya tutup botol di produk MMPO. Proses inspeksi yang dilakukan oleh PT X yaitu pada saat botol keluar dari mesin filler dan langsung diterima oleh mesin inspektor yang terotomasi. Mesin inspeksi tersebut menginspeksi semua kategori produk cacat yang telah disebutkan di atas. Inspeksi produk cacat sangat ketat sehingga botol MMPO yang mempunyai batas ketinggian pengisian melebihi standar dimasukkan dalam kategori produk cacat, meskipun kualitas dari isi minuman tersebut masih bagus. Mayoritas produk cacat yang terjadi pada produksi MMPO masuk kategori ketinggian pengisian, tidak adanya tutup botol, dan tutup botol yang rusak. Total produksi MMPO selama bulan 1 Maret 2011 hingga 30 Mei 2011 sebesar 1.226.754 produk. Jumlah produk cacat dari MMPO sebesar 679 produk. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari ketiga kategori tersebut, sehingga niai prosentase produk cacat yang terjadi sebesar 0.055 %. Prosentase tersebut termasuk prosentase yang kecil. Hal yang dapat dilakukan untuk menghindari produk cacat pada produksi MMPO adalah meningkatkan keawasan masing-masing operator pada waktu proses produksi terjadi. Kemudian untuk produk cacat yang ditolak oleh sistem inspeksi, PT X menggunakan produk cacat tersebut untuk dikonsumsi oleh karyawan. Produk cacat tersebut ditolak karena ketinggian pengisian tidak memenuhi standar, tidak adanya tutup botol, dan tutup botol yang rusak bukan disebabkan oleh kualitas minuman yang buruk.
4
2. Waiting Waktu tunggu yang biasa terjadi pada waktu proses produksi MMPO adalah terjadinya work in process pada mesin labeling karena terjadi error pada mesin tersebut. Kesalahan pada mesin labeling tersebut disebabkan oleh label yang akan ditempel pada botol tidak menempel secara sempurna sehingga proses pemotongan label untuk botol selanjutnya tidak bisa dilakukan. Selain itu waktu tunggu pernah terjadi pada waktu pemasangan mesin produksi MMPO pertama kali. Proses menunggu terjadi selama 1 shift kerja yaitu 8 jam karena menunggu kedatangan spare part dari Jakarta. Untuk saat ini, waktu tunggu sangat jarang terjadi karena proses produksi berjalan sangat baik dan lancar. 3. Unnecessary Motion Gerakan yang tidak perlu sering terjadi pada waktu pengadaan pre form yang akan dimasukkan ke mesin blowing, dimana operator mesin blowing harus membungkuk untuk mengambil pre form dari tempatnya dan dimasukkan ke mesin blowing. Proses tersebut tidak terotomasi sehingga operator sering melakukan proses seperti itu berulang kali. Kemudian gerakan tidak perlu lainnya yaitu terdapat pada proses penyusunan produk MMPO yang telah dibungkus kardus oleh karyawan out sourcing yang kebanyakan perempuan, dimana karyawan tersebut memindahkan kardus yang berisi MMPO ke palet yang telah disediakan sehingga forklift harus menunggu palet sampai terisi penuh dan hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. PT X masih mengembangkan mesin yang dapat mengurangi resiko cidera operator dalam proses memasukkan pre form ke dalam mesin blowing dan juga untuk proses penyusunan produk MMPO dalam bentuk kardus. Mesin tersebut masih dalam penelitian PT X. 4. Unappropriate Processing Ketidaksesuaian proses terjadi dengan frekuensi yang rendah atau dapat dikatakan jarang terjadi. Keadaan tersebut terjadi hanya 2 bulan sekali pada waktu awal pemasangan mesin produksi MMPO, sekitar bulan Juli pada tahun 2010 dan penyebabnya human eror dari operator. Operator baru belum terbiasa
mengoperasikan mesin MMPO tersebut, karena mesin MMPO tergolong mesin baru dan sangat canggih. Setelah PT. X melakukan pelatihan untuk operator MMPO, maka human eror tersebut sangat jarang terjadi pada saat ini. Sebelum diadakannya pelatihan untuk mesin MMPO, PT. X memanggil operator ahli untuk membantu operator lama dan baru dalam mengoperasikan mesin tersebut. 5. Unnecessary Inventory Selama proses produksi MMPO dari awal hingga sekarang, tidak ada inventory yang berlebih atau tidak perlu. PT X menggunakan standar yaitu lama penyimpanan produk dalam gudang selama 1 minggu. Hal tersebut mengakibatkan tidak ada produk MMPO yang melewati batas best before. Best before merupakan standar yang dikeluarkan oleh PT. X yang berguna menjaga kualitas dari produk MMPO tersebut. Biasanya konsumen tidak akan mengonsumsi produk apabila telah melewati batas tanggal yang tertera di best before. Konsumen tidak mengetahui bahwa tidak ada perubahan dalam segi kualitas dan rasa dari produk MMPO. Kemudian pada material bahan baku tidak ada penyimpanan yang berlebih karena pemesanan bahan baku yang dilakukan oleh PT X sesuai dengan kebutuhan produksi MMPO. Selain itu juga tidak ada inventory yang berada di dalam lantai produksi MMPO karena PT X mempunyai aturan bagi karyawan untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian lantai produksi. 6. Transportasi Pemborosan dalam hal transportasi sangat jarang terjadi pada proses produksi MMPO karena tidak ada keterlambatan dari perpindahan produk dari stasiun satu dengan stasiun yang lain. Hal ini dikarenakan perpindahan produk dari stasiun yang satu dengan yang lain menggunakan konveyor dan semua serba terotomasi. Panjang konveyor yang terdapat pada lantai produksi MMPO sudah disesuaikan dengan jarak antar mesin yang satu dengan mesin yang lain, dengan kata lain tidak terlalu jauh dan tidak terlalu pendek. Sebagai contoh, panjang pendek konveyor ditentukan berdasarkan waktu proses pendinginan isi minuman, karena
5
proses pengisian minuman menggunakan suhu 850 celcius. Sehingga apabila MMPO keluar dari mesin cooling, suhu isi minuman telah berubah menjadi suhu normal. Hal tersebut disesuaikan dengan panjang konveyor. Namun apabila konveyor yang menghubungkan stasiun satu dengan stasiun yang lain tidak berfungsi, maka proses produksi akan terhambat. Permasalahan yang lain terjadi apabila satu botol jatuh dan mengakibatkan semua botol yang berada di belakang botol tersebut ikut terjatuh. Operator konveyor hanya bisa mematikan konveyor dan menata ulang kondisi botol yang jatuh dan kemudian proses produksi dilanjutkan kembali. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah peristiwa tersebut adalah dengan cara operator mengawasi kegiatan mesin dan konveyor dengan cermat. Biasanya permasalahan terjadi disebabkan tidak hanya konveyor yang tidak berfungsi, tetapi juga dapat disebabkan adanya work in process pada mesin tersebut sehingga antrian terjadi pada konveyor. 7. Over Production Jumlah kapasitas untuk produksi MMPO yang berlebih mempunyai nilai toleransi ± 15% dari total produksi pada hari itu. Nilai 15% tersebut ditentukan dari pusat PT X yang terdapat di Jakarta yang terkait dengan ketepatan produksi. Apabila jumlah produksi jauh diatas dan dibawah 15 %, maka hal tersebut menandakan produksi MMPO tidak memenuhi target dari Departemen PPC di PT X. selama proses produksi MMPO dari awal hingga sekarang, nilai prosentase over production tertinggi pada 16%. Hal ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara target DOP dengan departemen produksi. 3.1.3 Hasil Data Kuesioner Kuesioner Identifikasi Waste adalah kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi macam-macam waste yang terjadi di proses produksi MMPO. Data didapatkan dari masing-masing Team Leader (Supervisor) yang telah mengerti keadaan di proses produksi. Setelah melakukan rekap data kuesioner dari 4 orang Team Leader tersebut, skor dari tiap kuesioner dihitung dengan tujuan untuk mendapatkan peringkat dari masing-
masing waste yang ada di line produksi MMPO. Berikut adalah hasil perhitungan dari 4 kuesioner tersebut : Tabel 3.1 Tabel Rekap Data Kuesioner No 1 2 3 4 5 6 7
Tipe Pemborosan Produk Cacat (Defect) Waktu Tunggu (Waiting) Persediaan yang tidak perlu (Unnecessary inventory) Proses yang tidak tepat (Unappropriate processing) Gerakan yang tidak perlu (Unnecessary motion ) Transportasi (Transportation) Kelebihan Produksi (Over Production) TOTAL SKOR
TL 1 TL 2 TL 3 TL 4 RATA-RATA RANKING 3 3 2 2 2.5 1 1 1 1 0 0.75 6 1 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1.25 3 2 1 3 2 2 2 0 1 3 0 1 5 1 1 1 0 0.75 7 10 9 12 6 9.25
3.1.4 Hasil Data Wawancara Data yang didapatkan pada sub bab ini adalah data dari hasil wawancara dengan 4 Team Leader MMPO tentang kondisi eksisting dari proses produksi MMPO dari awal pemasangan mesin hingga pada saat penilitian ini dilakukan. Team leader yang berpartisipasi adalah 1 Kepala Team Leader dan 3 Team Leader MMPO lainnya yang paling mengerti tentang kondisi eksisting proses MMPO. Berikut adalah data wawancara : Tabel 3.2 Tabel Data Wawancara Waste Defect Waiting Unnecessary Inventory Unappropriate Processing Unnecessary Motion Transportation Over Production
TL1 1 1 1 1 5 1 5
Team Leader TL2 TL3 1 1 2 1 1 1 2 4 1 5
2 5 1 5
TL4 1 1 1
Rata-Rata
1 5 1 4
1.5 4.75 1 4.75
1 1.25 1
3.2 Pengolahan Data Data yang telah didapatkan dari sub bab sebelumnya akan diolah lebih lanjut pada sub bab pengolahan data berikut ini. 3.2.1 Tahapan Pembobotan Skor Tahapan pembobotan skor digunakan untuk menghitung jenis waste apa yang paling penting pada produksi MMPO. Perhitungan pembobotan skor menggunakan software Expert Choice, yang sebelumnya dilakukan penilaian oleh seorang yang expert dibidangnya, terutama yang mengerti tentang proses produksi MMPO. Tipe pemborosan yang akan dinilai adalah 7 macam waste, yaitu produk cacat, waktu tunggu, persediaan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat, gerakan yang tidak perlu, transportasi, dan kelebihan produksi. Langkah-langkah dalam pembobotan waste sebagai berikut : 1. Memasukkan tingkat kepentingan antar waste yang dipilih oleh expert ke dalam matriks pairwise numerical comparison. Waste yang satu dengan yang lain dibandingkan dengan memasukkan
6
tingkat kepentingan. Berikut adalah gambar yang menjelaskan proses memasukkan tingkat kepentingan :
lebih lanjut. Berikut adalah tabel yang berisi batas dari tiap-tiap parameter yang digunakan : Tabel 3.3 Pengategorian Batas Parameter
Gambar 3.1 Pairwise Numerical Comparison
Nilai kepentingan yang berwarna merah menandakan bahwa aspek kolom lebih penting daripada aspek baris. Disini aspek waiting sangat penting daripada aspek defect. 2. Setelah melakukan perhitungan pada pairwise numerical comparison, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan bobot tiap-tiap aspek waste yang terjadi.
Defect Waiting
Unnecessary Unappropriate Unnecessary Over Transportation Inventory Processing Motion Production 1 1 1 1 1
Skor Minimal Batas Sangat Bagus dengan Bagus
1
1
2
2
2
2
2
2
2
Batas Bagus dengan Cukup
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
Batas Cukup dengan Perlu Perhatian Skor Maksimal
Range yang digunakan adalah nilai angka 1-5, dimana angka 1 berarti bahwa keadaan eksisting dalam kondisi paling baik. Sedangkan angka 5 berarti kondisi proses produksi MMPO sangat buruk. Untuk mendapatkan batas dari setiap parameter maka dilakukan perhitungan normalisasi dengan menggunakan nilai angka yang terdapat pada tabel 4.3 di atas. Proses normalisasi digunakan untuk merubah nilai diatas dalam range 0-1. Kemudian dengan menggunakan centroid method diketahui batas akhir dari kategori atau parameter tersebut. Tabel di bawah ini adalah berisi nilai dari setiap parameter dan nilai centroid parameter : Tabel 3.4 Nilai Centroid Parameter Kategori
Gambar 3.2 Hasil Bobot Waste
Bobot defect didapatkan sebesar 0.033, bobot waiting sebesar 0.221, bobot transportation sebesar 0.221, bobot over production sebesar 0.221, bobot unnecessary inventory sebesar 0.175, bobot unnecessary motion sebesar 0.095, dan bobot unappropriate processing sebesar 0,035. Kemudian nilai inconsistency didapatkan sebesar 0,06. Apabila nilai inconsistency bernilai kurang dari 0,1, maka pembobotan yang dilakukan oleh expert merupakan bersifat objektif. Hal tersebut berarti pembobotan pada penelitian ini bersifat objektif. 3.2.2 Tahapan Pemberian Parameter Parameter yang diberikan bertujuan untuk menentukan batas dari data yang didapatkan dari Team Leader PT X. Data tersebut berisi tentang kondisi eksisting dari proses produksi MMPO. Parameter yang digunakan adalah sangat bagus, bagus, cukup, dan perlu perhatian
Skor minimal Batas Sangat Bagus dengan Bagus Batas Bagus dengan Cukup Batas Cukup dengan Perlu Perhatian Skor Maksimal Bobot Waste
Defect Waiting 0 0.25 0.50 0.75 1 0.033
0 0.25 0.5 0.75 1 0.221
Nilai Normalisasi Nilai Unnecessary Unappropriate Unnecessary Over Centroid Transportation Inventory Processing Motion Production 0 0 0 0 0 0 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25025 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5005 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75075 1 1 1 1 1 1.001 0.175 0.035 0.095 0.221 0.221
Bobot yang digunakan dalam perhitungan di atas adalah bobot waste yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya, yaitu pemberian bobot dengan menggunakan software Expert Choice. Berdasarkan nilai centroid dari tabel di atas, maka nilai batas dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut : 1. Parameter sangat bagus : parameter ini berada dalam range nilai centroid 0-0.25. Apabila kondisi eksisting proses produksi MMPO dalam parameter ini, maka dapat disimpulkan bahwa proses produksi telah berjalan lancer dan tidak ada kesalahan yang dibuat operator, sehingga rekomendasi perbaikan belum perlu diberikan. 2. Parameter bagus : parameter ini berada dalam range nilai centroid 0.26-0.5. Proses produksi yang terjadi telah baik dan apabila terdapat faktor kesalahan, maka faktor tersebut dapat diabaikan. Rekomendasi perbaikan bisa diberikan atau tidak.
7
3.
Parameter cukup : parameter ini berada dalam range nilai centroid 0.51-0.75. Kondisi yang termasuk dalam parameter cukup adalah dimana terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses produksi sehingga proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancer. Rekomendasi perbaikan perlu diberikan. 4. Parameter perlu perhatian : parameter ini berada dalam range nilai centroid 0.76-1. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kondisi proses produksi sangat banyak dibandingkan parameter sebelumnya, maka rekomemdasi perbaikan sangat diperlukan untuk parameter ini.
3.2.3 Tahapan Perhitungan Center of Gravity Pada tahapan ini dilakukan perhitungan data dari hasil wawancara dengan menggunakan rumus center of gravity. Langkah sebelumnya adalah menormalisasikan nilai yang berasal dari wawancara. Normalisasi dilakukan karena adanya perbedaan skala antar faktor-faktor yang dievaluasi, dengan tujuan menyamakan batas minimal dan batas maksimal dari skala nilai. Berikut adalah rumus perhitungan normalisasi :
r 1 R 1
(1)
Keterangan : R = skala maksimal Data wawancara yang didapatkan dari Team Leader akan dihitung dengan rumus normalisasi. Tabel dibawah ini berisi data wawancara dengan Team Leader : Tabel 3.5 Tabel Data Wawancara Parameter Rata-Rata Data Wawancara Skor Maksimal
Defect Waiting 1
5
1.25
5
Unnecessary Unappropriate Unnecessary Over Transportation Inventory Processing Motion Production 1
5
1.5
5
4.75
5
1
4.75
5
5
Skor maksimal adalah skor yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 5. Selanjutnya adalah menyamakan batas maksimal dengan skor yang terdapat pada data tersebut. Berikut adalah hasil normalisasi dari tabel di atas : Tabel 3.6 Hasil Normalisasi Parameter Rata-Rata Data Wawancara Skor Maksimal PERHITUNGAN NORMALISASI
Defect Waiting 1
5 0
1.25
5 0.0625
Unnecessary Unappropriate Unnecessary Over Transportation Inventory Processing Motion Production 1
5 0
1.5
5 0.125
4.75
5 0.9375
1
5 0
4.75
5 0.9375
Center of gravity (COG) adalah metode perhitungan defuzzifikasi yang paling umum digunakan. Hasil akhir dari perhitungan adalah titik berat kurva hasil proses pengambilan keputusan. Rumus perhitungan dari COG : (2) Perhitungannya yaitu dengan mengalikan hasil perhitungan normalisasi dari data wawancara dengan bobot tiap-tiap waste yang sesuai,kemudian hasil perhitungan tersebut dibagi dengan jumlah bobot dari semua waste sebesar 1,001. Dengan menggunakan rumus COG, didapatkan hasil sebesar 0,31. Berdasarkan batas nilai centroid pada sub bab sebelumnya, maka nilai 0,31 termasuk dalam parameter bagus yang berada dalam rentang nilai 0,26 – 0,5. Oleh karena evaluasi proses produksi MMPO berada dalam parameter bagus, maka rekomendasi perbaikan bisa diberikan atau tidak. 4. Analisa dan Pembahasan Pada bab analisa dan pembahasan akan dibahas dan dianalisa tentang apa yang ada pada bab sebelumnya. Analisa yang dilakukan adalah analisa kondisi eksisitng dan permasalahan apa saja yang sering terjadi pada proses produksi MMPO. 4.1 Analisa Hasil Kuesioner Identifikasi Waste Pemberian kuesioner bertujuan untuk mengetahui pemborosan apa saja yang sering terjadi pada proses produksi MMPO dan dilakukan sebanyak 4 kali yang dilakukan selama 1 bulan. Responden yang mengisi kuesioner ini adalah Team Leader (TL) dari line produksi MMPO sejumlah 4 orang. Ke empat orang tersebut mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pemborosan yang sering terjadi pada waktu proses produksi MMPO. Pengambilan data kuesioner dilakukan bertahap dikarenakan Team Leader yang bertugas sesuai shift kerja yang ada dan tidak bisa dilakukan dalam satu kali tatap muka karena padatnya tugas dari tiap-tiap Team Leader tersebut. Pengambilan data sempat tertunda karena semua TL ditugaskan ke Jepang
8
karena ada kepentingan mengenai pelatihan yang diadakan oleh PT X. 4.2 Analisa Hasil Data Wawancara Pengambilan data wawancara tidak sebatas hanya dengan menyebarkan kuesioner kepada 3 TL yang bertugas, tetapi juga melakukan wawancara kepada Kepala TL yang membawahi keempat TL tersebut. Pengambilan data dilakukan bertahap selama 1 minggu karena Kepala TL susah untuk ditemui dan tugas yang dikerjakan juga lebih berat dari TL lainnya. Skor yang diberikan kepada Kepala TL sebanyak 5 buah. Setiap pemborosan memiliki batas dan satuan masing-masing yang telah ditentukan oleh penulis. Satuan untuk setiap skor berupa prosentase cacat pada produk cacat, menit untuk waiting, jumlah produk untuk unnecessary inventory, keadaan parah atau tidaknya untuk unnecessary motion, jauh tidaknya jarak antar stasiun untuk transportasi, prosentase produksi yang berlebih untuk over production, stabil tidaknya proses yang terjadi untuk unappropriate processing. Setelah pengambilan data wawancara dilakukan kepada 4 TL, maka data yang didapatkan diambil rata-ratanya dengan tujuan untuk menyamakan penilaian dari 4 TL tersebut. Hasil rata-rata skor tersebut yang nanti akan dihitung dengan normalisasi dan hasil normalisasinya akan digunakan untuk menghitung nilai Center of Gravity. Nilai ratarata untuk defect adalah 1, waiting 1.25, unnecessary inventory 1, unappropriate processing 1.5, unnecessary motion 4.75, transportation 1, dan over production 4.75. 4.3 Analisa Pembobotan Skor Pembobotan skor dilakukan menggunakan software Expert Choice dimana yang memberikan penilaian adalah seseorang yang dianggap expert oleh PT X. Penilaian yang diberikan berupa tingkat kepentingan antar waste yang satu dengan yang lain. Tingkat kepentingan tersebut dimasukkan ke dalam matriks pairwise numerical comparison untuk dicari bobotnya. Hasil bobot tiap pemborosan adalah sebagai berikut :
a. b. c. d.
Bobot waiting : 0.221 Bobot transportation : 0.221 Bobot over production : 0.221 Bobot unnecessary inventory : 0.175
e. Bobot unnecessary motion : 0.095 f. Bobot unappropriate processing : 0.035 g. Bobot defect : 0.033 Nilai inconsistency yang didapatkan sebesar 0.06 yang berarti bahwa pembobotan yang dilakukan bersifat objektif. Waiting, transportation, dan over production memiliki bobot yang sama karena responden lebih memprioritaskan ketiga pemborosan tersebut. 4.4 Analisa Pemberian Parameter
Langkah untuk memberikan parameter dimulai dengan menentukan batas dari setiap waste yang terdapat pada kuesioner yang diberikan kepada 4 orang TL. Range yang digunakan adalah angka 1 sampai 5, dimana angka 1 berarti nilai kondisi baik dan 5 berarti kondisi buruk. Parameter yang akan digunakan adalah sangat bagus, bagus, cukup, dan perlu perhatian. Setelah menentukan parameter yang akan digunakan dan nilai angka dari 1 sampai 5, maka proses selanjutnya adalah normalisasi. Normalisasi digunakan untuk mengubah nilai 1 sampai 5 tersebut menjadi nilai dalam range 0 – 1. Nilai centroid akan didapatkan dari perhitungan perkalian antara bobot tiap waste yang berasal dari software Expert Choice dengan nilai normalisasi tiap waste yang kemudian. Hasil nilai centroid adalah sebagai berikut :
a. Parameter sangat bagus : 0 – 0.25 b. Parameter bagus : 0.26 – 0.5 c. Parameter cukup : 0.51 – 0.75
d. Parameter perlu perhatian : 0.76 – 1
4.5 Analisa Perhitungan Center of Gravity Untuk menghitung COG dari hasil wawancara dengan menggunakan rumus normalisasi terlebih dahulu. Skor yang akan di normalisasi adalah hasil wawancara dengan 4 TL dengan skor maksimal tiap waste. Hasil dari normalisasi adalah untuk defect bernilai 0, waiting bernilai 0, unnecessary inventory bernilai 0, unappropriate processing bernilai 0, unnecessary motion bernilai 1, transportation bernilai 0, dan over production bernilai 1. COG didapatkan dari perkalian antara hasil normalisasi dari tiap waste dengan masingmasing bobot waste, kemudian hasil dari perkalian tersebut dibagi dengan penjumlahan
9
bobot tiap waste. Nilai COG yang didapatkan sebesar 0,31 dan apabila melihat batas nilai dari setiap parameter sebelumnya maka proses produksi MMPO masuk ke dalam parameter bagus. Walaupun proses produksi MMPO tergolong dalam parameter bagus, tetapi juga tetap ada perbaikan yang harus dilakukan oleh PT X agar dapat meminimalisasi terjadinya waste yang tidak diinginkan. 4.6 Perhitungan Biaya Perbaikan Perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan hasil kuesioner tentang pemborosan yang sering terjadi yaitu produk cacat dan unnecessary motion. Berikut adalah perhitungan biaya perbaikan yang berkaitan dengan produk cacat, unnecessary motion, dan transportasi: Saran perbaikan yang pertama diberikan untuk mengurangi cacat pada kategori ketinggian pengisian dan masalah transportasi yaitu dengan penambahan jumlah operator sebanyak 2 orang untuk kategori ketinggian pengisian dan 2 orang untuk masalah transportasi. Alasan pemilihan 2 orang untuk kategori ketinggian pengisian karena kebutuhan akan inspeksi dengan mata telanjang cukup dibutuhkan 2 orang saja. 2 orang tersebut bertugas memeriksa ketinggian isi minuman MMPO secara manual. 2 operator saling berhadapan dan ditempatkan di konveyor yang menghubungkan mesin filler dengan mesin cooling. Diharapkan dengan adanya 2 operator tersebut maka defect ketinggian pengisian dapat berkurang. Total jumlah operator MMPO sekarang adalah 44 orang. Ketentuannya adalah penambahan operator tersebut dihitung memakai upah lembur karena bersifat sementara dan dibutuhkan sewaktu-waktu. Saran ini bersifat sementara dikarenakan mesin inspeksi yang sudah ada masih belum di setting lebih lanjut. Rincian perhitungannya sebagai berikut : Upah lembur per bulan : Rp.300.000,00
Penambahan 4 operator = 4 × Rp.300.000,00 = Rp.1.200.000,00
Jadi, PT X mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp. 600.000,00 untuk membayar 2 operator tersebut. Keuntungan dihitung dari hasil biaya konversi per botol dikalikan dengan netto produksi dari bulan Maret hingga Mei. Diharapkan dengan menambah 2 operator tersebut produk cacat karena ketinggian pengisian berkurang menjadi 20%, yang semula jumlah cacat sebesar 502 botol menjadi 101 botol. Perhitungannya sebagai berikut : Keuntungan = Rp.4500,00 per botol × 401 = Rp.1.804.500,00 maka keuntungan dalam sebulan sebesar Rp.1.804.500,00.
Saran perbaikan yang kedua adalah dengan mengurangi jumlah produk cacat yang termasuk dalam kategori tidak adanya tutup botol dan rusaknya tutup botol. Untuk memperbaiki tidak adanya tutup botol dan rusaknya tutup botol maka perlu melakukan pemeriksaan terhadap closer (alat pemasang tutup botol). Permasalahan pada closer yaitu tidak dapat memasang tutup botol dengan sempurna. Hal tersebut mengakibatkan tutup botol tidak terpasang dan bahkan hingga tutup botol rusak. Semua perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan preventive maintenance secara berkala dalam periode 1 minggu sekali. Berikut adalah biaya maintenance : Biaya penggantian komponen closer : Rp.20.000.000,00 Biaya tersebut digunakan untuk memperbarui komponen yang sudah lama dipakai dan perlu diganti dengan yang baru, sehingga performansi mesin bisa maksimal kembali. Diharapkan dengan mengganti atau memeperbaiki closer, cacat karena tidak adanya dan rusaknya tutup botol menurun sebesar 40%, yang semula sejumlah 177 botol menjadi 71 botol. Perhitungannya sebagai berikut : Keuntungan = Rp.4500,00 per botol × 106 botol = Rp.477.000,00
10
maka keuntungan dalam sebulan sebesar Rp.477.000,00.
Saran perbaikan yang ketiga untuk mengurangi pemborosan dalam hal unnecessary motion adalah dengan meninggikan palet yang sebelumnya berada di lantai dengan cara menaruh palet pada meja, sehingga tinggi palet dari lantai sesuai dengan tinggi operator tersebut. Diharapkan dengan menaruh palet tersebut pada meja yang tealh disesuaikan maka terjadi pengurangan gerakan yang tidak perlu dilakukan oleh operator pada saat memasukkan pre form.
5.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Evaluasi proses produksi MMPO menunjukkan bahwa nilai Center of Gravity sebesar 0,31 dan termasuk dalam parameter bagus. 2. Tipe pemborosan atau waste yang terjadi pada line produksi MMPO adalah produk cacat dan unnecessary motion 3. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan menambah jumlah operator sebanyak 4 orang, melakukan preventive maintenance seminggu sekali, dan menggunakan meja untuk meninggikan palet yang akan digunakan di ruang pre form.
6.
Ik Kim, Tak Hur and Ryoichi Yamamoto, 2003, Measurement of Green Productivity and it’s Improvement, Department of Materials Chemistry & Engineering, Konkuk University, Hwayang-dong Gwangjin-gu, Seoul 143-701, Korea Kistanthy.2007. Evaluasi Green Productivity pada Proses Frosting pada Perusahaan Gelas Lampu di Surabaya, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kusumadewi, S. & Purnomo, H. 2010. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan Edisi 2, Yogyakarta, Graha Ilmu. Laily, H. N. 2008. Penerapan Lean Production Pada Sistem Produksi Industri Sepatu, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Meinitha, Venny. A. 2008. Penerapan Green dan Lean Productivity dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sumanth, David, 1985, Productivity Engineering and Management. Mc Graw Hill Book Company
Daftar Pustaka
Gaspersz, V. 2006. Continuous Cost Reduction Through Lean Sigma Approach, Bogor, Gramedia Pustaka Utama. Hicks, B. J. 2007. Lean Information Management: Understanding and Elimniating Waste. International Journal of Information Management, 233-249. Hines, Peter, and Rich, Nick, 1997, The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of Opertaion & Production Management, Vol. 17, No. 1, pp. 46-04. Cardiff, UK: Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School.
11