EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI IRIGASI DAN KEDELAI PADA LAHAN TERLANTAR YANG POTENSIAL DI KABUPATEN LAHAT SUMATERA SELATAN Land Suitability Evaluation of Irrigation of Rice and Soybean on Degraded Land of Potential in District of Lahat, South Sumatra NURMEGAWATI1, SOFYAN RITUNG2, D. SUGANDI1,
DAN
W. WIBAWA1
Naskah Diterima 28 Agustus 2012; Hasil Evaluasi 31 Oktober 2012; Hasil Perbaikan 21 November 2012
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi irigasi dan kedelai pada lahan terlantar di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Evaluasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan menggunakan Program ALES (Automated Land Evaluation System). Data karakteristik lahan dikumpulkan melalui survey lapangan dan analisis sampel tanah di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan yang cukup sesuai untuk padi irigasi adalah 2.886 ha (10,76%), sesuai marjinal 1.843 ha (6,87%) dan tidak sesuai 21.567 ha (82.36%) sedangkan untuk kedelai luas lahan yang tergolong cukup sesuai 2.886 ha (10,76%), sesuai marjinal 18.904 ha (70,50%) dan tidak sesuai 4.506 ha (16,81%) dengan faktor pembatas utamanya adalah retensi hara dan bahaya erosi. Perbaikan lahan melalui penambahan bahan organik dan pengelolaan dengan teknik konservasi lahan dapat meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan. Kata kunci : Lahan terlantar, Program ALES, Padi irigasi, Kedelai
ABSTRACT This study aimed to evaluate the suitability of land for irrigated rice and soybeans on degraded land in the district of Lahat, South Sumatra Province. Land suitability evaluation conducted using Program ALES (Automated Land Evaluation System). Land characteristics data collected through field survey and analysis of soil samples in the laboratory. The results showed that sufficient land suitable for rice irrigation is 2886 ha (10.76%), according to marginal land of 1843 ha (6.87%) and not suitable of 21,567 ha (82.36%), while for soybean land area is moderately suitable that is 2886 ha (10.76%), according to the marginal land of 18 904 ha (70.50%) and not suitable of 4506 ha (16.81%) with the main limiting factor is the nutrient retention and erosion hazards. Land improvements through the addition of organic matter and soil conservation management techniques can increase productivity in a sustainable manner. Keywords : Abandoned land, ALES program, Irrigated Rice, Soybean
(2007) diperkirakan penduduk Indonesia tahun 2035 menjadi 440 juta jiwa. Sejalan dengan itu maka kebutuhan pangan akan terus meningkat. Swasembada beras dan kedelai berkelanjutan merupakan salah satu target sukses Kementerian Pertanian. Untuk mencapai swasembada kedelai tahun 2014, ada beberapa strategi pemerintah dalam meningkatkan produksi, salah satunya diantaranya peningkatan areal tanam. Di sisi lain upaya perluasan areal tanam mengalami kendala karena luas tanam yang ada juga mengalami penyusutan, hal ini dikarenakan adanya alihfungsi lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan ini akan berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian, salah satunya adalah terjadinya kerusakan lahan, sehingga luas lahan terlantar atau diterlantarkan cenderung semakin luas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan atau tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberi hak oleh negara berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Di Sumatera Selatan terdapat seluas 1,3 juta ha lahan terindikasi terlantar akibat penyalahgunaan
PENDAHULUAN Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun cukup tinggi, Menurut Pasaribu
ISSN 1410 – 7244
1. Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2
Peneliti pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
13
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 36/2012
izin hak guna usaha di beberapa daerah (BPN Sumatera Selatan, 2010). Lahan-lahan terlantar sangat potensial untuk pertanian, oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya intensif agar sumberdaya lahan tersebut dapat segera dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan tersebut bertujuan untuk mendukung pembangunan pertanian terutama dalam mengimbangi peningkatan kebutuhan dan kompensasi penciutan lahan akibat konversi serta menghindari degradasi lahan akibat tidak dikelola dengan baik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, salah satu pemanfaatannya adalah untuk ketahanan pangan. Untuk memanfaatkan sumber daya lahan yang terarah dan efisien diperlukan data dan informasi sumberdaya lahan yang lengkap, salah satunya yaitu diperoleh melalui kegiatan pemetaan dan evaluasi kesesuaian lahan yang merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumberdaya lahan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat memberikan informasi dan arahan penggunaan lahan yang diperlukan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan tanaman pangan yaitu padi irigasi dan kedelai pada lahan terlantar yang potensial di daerah Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2009, lokasi penelitian meliputi 3 kecamatan (Kikin Timur, Kikin Tengah dan Kikin Barat) di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Daerah yang dipetakan meliputi areal seluas 26.814 Ha. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 3o 34’ 31,73” - 3o 48’ 40,78” Lintang Selatan dan 103o 14’ 46.38” - 103o 29’ 11.75 ” Bujur Timur, yang meliputi wilayah kurang lebih 26.814 ha.
14
Jenis dan sumber data Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder yang mencakup karakteristik lahan, iklim dan persyaratan tumbuh padi irigasi dan kedelai. Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari survey dilapangan sedangkan data sekunder berupa data iklim (curah hujan dan kelembaban) yang diperoleh dari stasiun klimatologi yang terdekat dengan lokasi penelitian. Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, yang meliputi temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara, drainase, tekstur tanah, bahan kasar, kedalaman tanah dan lereng yang diperoleh dari hasil survey lapangan sedangkan KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O dan C-organik diperoleh dari analisa contoh tanah di laboratorium Prosedur evaluasi kesesuaian lahan Evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini menggunakan cara mencocokkan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (padi irigasi dan kedelai) yang diformulasikan dalam Petunjuk Teknis Evaluasi lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin et al., 2003). Evaluasi ini dilakukan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan menggunakan program ALES (Automated Land Evaluation System). Persyaratan tumbuh tanaman padi irigasi dan kedelai menjadi kriteria dalam evaluasi kesesuaian lahan (Tabel 1 dan 2). Data iklim, peta satuan tanah, vegetasi dan peta topografi mutlak diperlukan dalam evaluasi kesesuaian lahan (Gambar 1). Proses evaluasi kesesuaian lahan dilakukan melalui : (1) penyusunan karakteristik lahan, (2) penyusunan persyaratan tumbuh tanaman, (3) evaluasi kesesuaian lahan (matching) antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan. Proses tersebut diulang pada setiap satuan lahan. Klasifikasi kesesuian lahan ditentukan berdasarkan kerangka FAO (1976) dibedakan menurut tingkatannya yaitu Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
NURMEGAWATI ET AL. : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI IRIGASI
DAN
KEDELAI
Tabel 1. Kriteria kesesuian lahan tanaman padi irigasi (Oryza sativa) Table 1. Suitability criteria irrigated rice land (Oryza sativa) Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) Ketersedian air (wa) Kelembaban (%) Media perakaran (rc) Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut Ketebalan (cm) Ketebalan (cm); jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%
S1
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
24 – 29
22 – 24 29 – 32
18 – 22 32 – 35
33 – 90
30 – 33
<30; > 90
agak terhambat, sedang halus, agak halus < 3 > 50
terhambat, baik
cepat
sedang
Sangat terhambat, agak cepat agak kasar
3 – 15 40 – 50
15 – 35 25 – 40
> 35 < 25
< 60 < 140
60 – 140 140 – 200
140 – 200 200 – 400
> 200 > 400
saprik, hemik
hemik, fibrik+
Fibrik
< 35 < 4,5 > 8,5
> 1,5
≤ 16 35 - 50 4,5 – 5,5 8,2 – 8,5 0,8 – 1,5
<2
2–4
4–6
> 6
< 20
20 – 30
30 – 40
> 40
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<3 sangat rendah
3–5 Rendah
5–8 Sedang
>8 Berat
F0, F11, F12, F21, F23, F31, F32
F13, F22, F33, F41, F42, F43
F14, F24, F34, F44
F15, F25, F35, F45
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
> 16 > 50 5,5 – 8,2
< 18 > 35
kasar
< 0,8
Sumber : Djaenudin et al. (2003) Keterangan : FO = tampa banjir, FI= ringan, F2=sedang, F3= agak berat, F4= berat
15
N
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 36/2012
Tabel 2. Kriteria kesesuian lahan kedelai (Glycine maximum) Table 2. Suitability criteria of soybean land (Glycine maximum) Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) Ketersedian air (wa) Curah hujan (mm) Kelembaban (%) Ketersedian oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut Ketebalan (cm) Ketebalan (cm); jika ada Sisipan bahan mineral/ Pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS m-1) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Sumber : Djaenudin et al. (2003)
16
Kelas kesesuaian lahan S3
S1
S2
23 – 25
20 – 23 25 – 28
350 – 1.100 24 – 80
250 1.100 20 80
– – – –
350 1.600 24 85
N
18 – 20 28 – 32
< 18 > 32
180 – 250 1.600 – 1.900 < 20 > 85
< 180 > 1.900
baik, agak terhambat
Agak cepat, sedang
terhambat
Sangat terhambat, cepat
halus, agak halus, sedang < 15 > 75
-
agak kasar
kasar
15 – 35 50 – 75
35 – 55 20 – 50
> 55 < 20
< 60 < 140
60 – 140 140 – 200
140 – 200 200 – 400
> 200 > 400
saprik+
saprik, hemik+
hemik, fibrik+
Fibrik
> 16 > 35 5,5 – 7,5 > 1,2
≤ 16 20 – 35 5,0 – 5,5 7,5 – 7,8 0,8 – 1,2
<6
6–7
7–8
> 8
< 15
15 – 20
20 – 25
> 25
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<8 sangat rendah
8 – 16 rendah - sedang
16 – 30 Sedang
> 30 Berat
F0
-
F1
> F1
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
< < > <
20 5,0 7,8 0,8
NURMEGAWATI ET AL. : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI IRIGASI
Data iklim :
Peta :
Curah hujan Suhu udara Kelembaban udara
Satuan tanah Vegetasi
DAN
KEDELAI
Peta topografi : Lereng Elevasi Relief
Karakteristik lahan
Persyaratan tumbuh Padi irigasi dan kedelai
Dicocokkan (matching)
Kesesuaian lahan padi irigasi dan kedelai
Sumber : Ritung et al. (2007) Gambar 1. Diagram alir evaluasi kesesuaian lahan Figure 1.
Flowchart of land suitability evaluation
Tabel 3. Curah hujan rata-rata tahunan di Kikin Timur, Kikin Tengah, dan Kikin Barat Table 3. Average of annual rainfall on East Kikin, Central Kikin, and West Kikin Stasiun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Lahat Tebingtinggi Pagar Alam
…………..………………………………………… mm 445 371 403 343 180 112 135 393 406 363 340 258 168 160 364 273 315 325 238 159 124
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Tahunan
……….………….………………………………… 221 195 263 280 416 3.364 195 265 265 371 371 3.580 138 140 220 251 302 2.849
Sumber : Atlas sumberdaya iklim pertanian Indonesia (Baliklimat, 2003)
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lahan Data curah hujan dari tiga stasiun pengamat iklim, yakni di Lahat, Tebingtinggi, dan Pagar Alam menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.849-3.580 mm (Tabel 3). Distribusi hujan merata, bulan kering terjadi berlangsung selama 3-5 bulan antara bulan Mei sampai September, sedangkan musim hujan yang 17
memiliki curah hujan > 200 mm berlangsung selama 7-9 bulan antara bulan Oktober sampai April/Mei. Menurut kriteria Oldeman daerah penelitian termasuk Zona Agrollimat B1, yaitu zona agroklimat yang mempunyai curah hujan bulan basah (> 200 mm bulan-1), berturut-turut selama 7-9 bulan, dan bulan kering (< 100 mm bulan-1) berturut-turut selama < 2 bulan. Berdasarkan pola dan data curah hujan di atas maka daerah penelitian mempunyai
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 36/2012
Tabel 4. Satuan peta tanah lahan terlantar Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan Table 4. Soil map units wastelands Lahat Regency, South Sumatra SPT Klasifikasi tanah 1 2 3 4 5 6 7 8 X
Asosiasi Aquic Dystrudepts Fluventic Dystrudepts Asosiasi Aquic Dystrudepts Typic Dystrudepts Konsosias Typic Hapludults Komplek Typic Hapludults Typic Dystrudepts Konsosiasi Typic Hapludults Komplek Typic Hapludults Typic Dystrudepts Konsosias Typic Hapludults Komplek Typic Hapludults Typic Dystrudepts Tubuh air
Landform
Bentuk wilayah
Lereng (%) Bahan induk
Tanggul sungai
Datar
0–3
Aluvium
Jalur
Agak datar
1–4
Aluviumkoluvium
Dataran tektoniki
Berombak
3–8
Dataran tektonik
Bergelombang
Dataran tektonik
922
3,44
Batuliat/ batupasir
1.843
6.87
8 – 15
Batuliat
6.986
26,05
Bergelombang
8 – 15
Batuliat
4.245
15,83
Dataran tektonik
Berbukit
15 – 25
Batuliat
5.830
21,74
Dataran tektonik
Berbukit
15 – 25
Batuliat
1.968
7,34
Dataran tektonik
Berbukit
15 – 25
Batuliat/ batupasir
5.830
21,74
-
-
-
-
580
2,16
26.814
100
Total Sumber : Tim Survei Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
curah hujan yang sangat tinggi (1.500-4.000 mm tahun-1) dengan bulan kering 3-4 bulan dan suhu udara 27-30oC. Komponen iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan padi irigasi adalah suhu udara dan kelembaban udara, sedangkan untuk tanaman kedelai adalah suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara. Lokasi penelitian Kecamatan Kikin Timur, Kikin Tengah, dan Kikin Barat dibagi atas delapan satuan peta tanah. Satuan peta tanah ini disusun atas beberapa unsur yaitu klasifikasi tanah, landform, bentuk wilayah, lereng dan bahan induk. Berdasarkan identifikasi tanah, lokasi penelitian dapat diklasifikasikan dalam dua ordo tanah, yaitu Inceptisol dan Ultisols. Secara garis besar, bahan induk tanah di lokasi penelitian ada empat jenis, yaitu alluvium, alluviumkolluvium, batuliat/batupasir, dan batuliat. Bahan induk alluvium dan alluvium-kolluvium terletak pada tanggul sungai dan jalur dengan bentuk wilayah 18
Luas ha % 1.902 7,09
datar dan agak datar. Bahan induk ini membentuk tanah Inceptisols dengan luas 2.824 ha. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) dari beberapa analisis tanah sebagian besar menunjukkan kelas butir berliat dan berlempung halus, reaksi tanah masam sampai agak masam. Bahan induk batuliat/batupasir dan batuliat terletak pada dataran tektonik dengan bentuk wilayah berombak sampai berbukit membentuk tanah Ultisols seluas 23.990 ha. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) data analisis tanah Ultisols dari berbagai wilayah, menunjukkan Ultisols memiliki kelas butir yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat. Reaksi tanah sangat masam sampai masam, kandungan bahan organik lapisan atas rendah sampai sedang dan pada lapisan bawahnya sebagian besar sangat rendah. Rasio C/N tergolong rendah, kandungan P potensial sangat rendah dan K potensial bervariasi sangat rendah sampai rendah, KTK tanah termasuk rendah dan KB sebagian besar sangat rendah.
NURMEGAWATI ET AL. : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI IRIGASI
DAN
KEDELAI
Tabel 5. Karakteristik lahan pada lokasi penelitian Table 5. Land characteristics at study sites Karakteristik lahan o
Temperatur rerata ( C) Kelembaban (%) Curah hujan (mm) Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) Lereng (%)
Satuan peta tanah 1
2
3
4
5
6
7
8
28 76 st sdg ah sdg dlm t r mk r n
28 76 St At Ah Sdg Dlm T R Mk R N
28 76 st b ah sdg dlm sdg r mk r u
28 76 st b ah sdg dlm t r mk r r
28 76 st b ah sdg dlm sdg r mk r r
28 76 st b ah sdg dlm sdg r mk r c
28 76 st b ah sdg dlm sdg r mk r h
28 76 st b ah sdg dlm sdg r mk r h
Sumber : Tim Survei Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Keterangan : st= sangat tinggi sdg= sedang, at= agak terhambat, b= baik, ah= agak halus, dlm= dalam, t= tinggi, r= rendah, mk= masam kuat, n= datar, r= bergelombang, c=berbukit kecil, h=berbukit
Karakteristik lahan pada lokasi penelitian yang meliputi temperatur, curah hujan, kelembaban, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah dan lereng, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O dan C-organik dapat dilihat pada Tabel 5. Data komponen iklim yaitu temperatur rerata dan kelembaban masing-masing 28oC dan 76% sedangkan curah hujannya sangat tinggi. Keadaan drainasenya sedang, agak terhambat dan baik sedangkan kelas tekstur termasuk agak halus. Kandungan bahan kasarnya sedang. Kedalaman tanah/efektif termasuk dalam, KTK sedang sampai tinggi, kejenuhan basa dan C-organik termasuk rendah, reaksi tanah masam kuat. Kelerengan pada daerah penelitian bervariasi mulai dari datar, berombak, bergelombang, berbukit kecil, dan berbukit. Kesesuaian lahan Evaluasi kesesuaian lahan ditujukan untuk dua tipe penggunaan lahan yaitu padi irigasi dan kedelai. Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan berdasarkan pencocokan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. 19
Hasil evaluasi lahan untuk tanaman padi irigasi menunjukkan bahwa lahan cukup sesuai (S2) seluas 2.886 ha (10,76%) dengan faktor pembatas retensi hara yaitu kandungan C-organik dan tingkat kemasamannya (Tabel 6). Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi irigasi Table 6. Class of land suitability for irrigated rice Subkelas
Faktor penghambat
Luas ha
%
S2 Retensi hara S3 Bahaya erosi N Bahaya erosi Td (tidak diukur)
2.886 1.843 21.567 518
10,76 6,87 82,36 2,00
Jumlah
26.814
100,00
Langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan kandungan C-organik dengan penambahan bahan organik terutama jerami sisa panen. Jaringan tanaman sebagian besar tersusun dari karbon dengan kandungan nitrogen yang kecil. Penambahan bahan organik dapat juga dapat memperbaiki sifat fisika, kimia maupun biologis tanah. Untuk menetralkan dan meningkatkan
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 36/2012
kemasaman tanah (kimia tanah) dapat dilakukan dengan pemberian kapur. Selain itu, pemberian kapur ke tanah dapat mempengaruhi sifat fisik serta kegiatan jasad renik tanah. Lahan sesuai marjinal (S3) seluas 1.843 ha (6,87%) dan tidak sesuai seluas (N) seluas 21,567 ha (82,36%) dengan faktor pembatas bahaya erosi yaitu lereng. Untuk tanaman padi sawah irigasi faktor lereng sangat mempengaruhi, pada lereng 5 8% sudah termasuk kelas sesuai marjinal sedangkan lereng
>
Kemiringan
8%
termasuk
lereng
sangat
kelas
tidak
sesuai.
mempengaruhi
aliran
permukaan dan erosi. Langkah yang dapat dilakukan untuk memperkecil erosi adalah dengan melakukan
Hasil evaluasi kesesuaian lahan diatas termasuk kelas kesesuaian lahan aktual yang menyatakan kesesuaian lahan yang berdasarkan data dari survei tanah atau sumber daya lahan yang belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas. Secara potensial kesesuaian lahan tersebut masih dapat ditingkatkan paling tidak satu kelas, misalnya dari S3 menjadi S2, jika dilakukan perbaikan melalui pengapuran dan pemberian bahan organik untuk meningkatkan retensi hara bagi tanaman. Untuk lahan yang berlereng (8-25%) perlu dilakukan tindakan konservasi dengan pembuatan terasering.
tindakan konservasi tanah dan air. Pada daerah yang berlereng
dapat
dibuat
terasering
memperpendek lereng. Hasil evaluasi lahan untuk tanaman kedelai menunjukkan lahan cukup sesuai (S2) seluas 2.886 ha (10,76%), sesuai marjinal (S3) 18.904 ha (70,50%), dan tidak sesuai (N) seluas 4.506 ha (16,81%). Faktor pembatas lahan cukup sesuai yaitu retensi hara, faktor pembatas lahan sesuai marjinal
yaitu
retensi
hara
dan
bahaya
erosi
sedangkan faktor pembatas lahan tidak sesuai yaitu bahaya erosi (lereng). Pada lahan yang lerengnya > 30% tidak sesuai bagi tanaman kedelai, karena kalau ditanami maka akan menyebabkan erosi. Tabel 7. Kelas kesesuian lahan untuk tanaman kedelai Table 7. Class of land suitability for soybean Subkelas S2 S3 S3 S3 N Td (tidak diukur) Jumlah
20
Faktor penghambat Retensi hara Retensi hara Retensi hara, bahaya erosi Bahaya erosi, retensi hara Bahaya erosi
Luas ha
KESIMPULAN
untuk
%
2.886 1.843 11.231
10,76 6,87 41,89
5.830
21,74
4.506 518
16,81 2,00
26.814 100,00
1. Lahan terlantar di Kecamatan Kikin Timur, Kikin Tengah dan Kikin Barat yang cukup sesuai untuk padi irigasi seluas 2.886 ha, sesuai marjinal seluas 1.843 ha dan tidak sesuai seluas 21.567 ha. 2. lahan terlantar di Kecamatan Kikin Timur, Kikin Tengah dan Kikin Barat yang cukup sesuai untuk kedelai seluas 2.886 ha, sesuai marjinal seluas 18.904 ha dan tidak sesuai seluas 4.506 ha. 3. Lahan terlantar yang termasuk sesuai untuk padi irigasi seluas 4.729 ha dan untuk kedelai seluas 21.790 ha dapat dijadikan wilayah ekstensifikasi dalam rangka peningkatan produksi padi dan kedelai dengan langkah-langkah yang diperlukan perbaikan tingkat kesuburannya terutama kandungan bahan organik dan tingkat kemasaman tanah dan adanya tindakan konservasi guna mencegah terjadinya erosi.
DAFTAR PUSTAKA Agus,
F. dan Irawan. 2006. Konversi Lahan Pertanian Sebagai Suatu Ancaman Terhadap Ketahanan Pangan dan Kualitas Lingkungan. Makalah Seminar Multifungsi Pertanian, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 27-28 Juni 2006.
NURMEGAWATI ET AL. : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI IRIGASI
Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2009. Laporan Akhir Identifikasi dan Pemetaan Lahan Terlantar yang Potensial untuk Pengembangan Pertanian Skala 1:50.000 di Sumatera Seluas 50.000 ha.
Balitklimat. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia. BPN Provinsi Sumatera Selatan. 2010. 1,3 juta Lahan di Sumsel Terlantar. www. Trijayafmplg.net. 15 Januari 2011. Djaenudin, D., M. Hendrisman, Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAOUNO, Rome. Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. Hlm 1-34. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kerin. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimatic Map of java. Const. from CRIA, No.17, Bogor.
21
DAN
KEDELAI
Pasaribu, B. 2007. Implikasi UU Lahan Pertanian Pangan Abadi terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Utama pada Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian, Bogor 7-8 November 2007. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, dan A. Hidayat. 2007. Guidelines and Suitability Evaluation with A Case Map of Aceh Barat District. Indonesia Soil Research Institute-World Agroforestry Center. Bogor. Rossiter, D.G. and A.R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. ALES Version 4.5 User Manual. Cornell University, Departement of soil crop & Atmospheric Sciences. SCAS. Teaching Series No. 1932. Revision 4. Ithaca, NY USA. Setrawati, N. 2010. Produksi kedelai anjlok, jagung dan padi meningkat di 2010. www. detikfinance.com. 2 Januari 2011. Undang-undang RI No. 41. 2009. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.