IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
OLEH : ENDI WIJAYA 020308006/TEP
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
OLEH ; ENDI WIJAYA 020308006/TEP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Judul Skripsi
: Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai Nama : Endi Wijaya Nim : 020308006 Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Edi Susanto, M.si Ketua
Achwil Putra Munir, STP, M.si Anggota
Mengetahui :
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.si Ketua Departemen
Tanggal Lulus : 12 Juli 2007
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The intention of its research are for an agricultural resource develop planning in Serdang Bedagai. The purpose of this research was to explore agro-climate and soil condition as well as supporting infrastructures such as irrigation facilities in five research sites which in line with one of the government programs to promote Serdang Bedagai as main stapple crops production areas. Aspects that have been identified were climate condition, topography, soil condition, prediction for erosion, hydrology and irrigation system and condition of irrigation facilities. The research found that the climate in the study areas was classified as Oldeman-E2, the topography was flat (0-3%), the type of soil texture were loam, sandy clay loam, sandy loam and clay loam. The highest actual erotion is 0,808 ton/Ha/year. The condition of irrigation facilities were mostly welll. Key words : Agroclimate, soil, topography, hydrology and irrigation
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah sebagai perencanaan pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi agroklimat dan tanah demikian pula infrastruktur pendukung seperti fasilitas irigasi pada lima lokasi penelitian dalam rangka mendukung produksi tanaman pangan pada Kabupaten Serdang Bedagai . Aspek-aspek yang diidentifikasi ialah kondisi iklim, topografi, kondisi tanah, prediksi erosi, sistem hidrologi dan irigasi serta kondisi sarana irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklm di wilayah studi digolongkan kedalam Oldeman-E2, topografi datar (0-3%), tekstur tanah yaitu lempung, lempung liat berpasir, lempung berpasir, dan lempung berliat. Erosi aktual terbesar yaitu 0,808 ton/Ha/tahun. Kondisi sarana irigasi umumnya baik. Kata kunci : Agroklimat, tanah, topografi, hidrologi dan irigasi.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
RINGKASAN
ENDI WIJAYA, “Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi pada Lahan Potensial Pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai”. Dibawah bimbingan Edi Susanto sebagai ketua dan Achwil Putra Munir sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kabupaten
Serdang
Bedagai,
Propinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan bahwa, lokasi Daerah Irigasi yang diambil adalah 50% dari jumlah seluruh Daerah Irigasi
yang terluas di Kabupaten Serdang Bedagai, memiliki cakupan areal
potensial yang terluas, memiliki saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tertier. Komponen yang diamati adalah : keadaan iklim, topografi, tanah (sifat fisik tanah), hidrologi dan pengairan, prediksi erosi dan kondisi jaringan irigasi.Hasil penelitian dianalisa dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Keadaan Iklim Nilai curah hujan bulanan berkisar antara 80,7 mm/bulan sampai dengan 255,4 mm/bulan, dengan jumlah rataan curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir 1681,7 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober yaitu sebesar 255,4 mm/bulan. Menurut
klasifikasi
iklim
Oldeman
yang
penggolongannya
menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Serdang Bedagai termasuk dalam Zona Agroklimat E2 dengan jumlah bulan basah berturut-turut yang kurang dari 3 kali.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Berdasarkan pembagian Zona Agroklimat daerah penelitian tergolong kedalam Zona E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian menunjukkan bahwa daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija
Topografi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan topografi untuk semua daerah penelitian tergolong datar dengan kemiringan 0-3 % sehingga gejala-gejala pengikisan tanah kemungkinan kecil terjadi pengikisan. Pada daerah irigasi Bendang dan Singosari yang masing-masing mempunyai luas potensial yaitu 1380 Ha dan 880 Ha merupakan lahan fungsional karena lahan tersebut digunakan untuk persawahan. Pada daerah irigasi Sei Belutu, Perbaungan, dan Sei Buluh yang masing-masing mempunyai luas potensial 5082 Ha, 5920 Ha,
4020 Ha
merupakan lahan potensial karena berpotensi bisa digunakan sebagai lahan persawahan.
Tanah (Sifat Fisik Tanah) Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada daerah lokasi di dominasi oleh tanah berlempung yaitu mulai dari lempung hingga lempung liat berpasir. Pada kedalaman efektif tanah di lokasi penelitian termasuk dalam kategori dangkal sehingga cukup baik untuk perakaran tanaman karena kedalaman ini termasuk lapisan top soil.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah-tanah didaerah penelitian memiliki permeabilitas sedang dan cepat. Karena tekstur lempung hingga lempung liat berpasir yang bersifat sangat teguh.
Hidrologi dan Pengairan Teridentifikasi dimana ada dua sungai yang menjadi andalan sebagai sumber irigasi bagi lahan-lahan pertanian khususnya persawahan. Sungai-sungai dilokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yang mengalir sepanjang tahun. Pemberian air pengairan terhadap lahan-lahan pertanaman umumnya menggunakan cara penyaluran air di antara bedengan-bedengan. Sungai ular merupakan sumber utama penyediaan kebutuhan air irigasi persawahan di Serdang Bedagai, misalnya di Kecamatan Galang, Pagar Merbau, Lubuk Pakam, Pantai Cermin, Teluk Mengkudu dan Sei Rampah.
Prediksi Erosi Prediksi laju erosi tanah/erosi aktual pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,016-0,808 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih bisa ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 7,9-9,9 ton/Ha/tahun. Nilai erosi potensial berkisar antara 3,19-5,39 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,34-0,59 dengan kategori tingkat bahaya erosi rendah.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Jika tanah pada daerah itu tidak mempunyai agregat yang mantap untuk menahan besarnya energi yang dibawa oleh hujan maka kemungkinan besar tanah akan terlepas partikel-partikelnya sehingga akan mengalami erosi. Kondisi Jaringan Irigasi Kondisi jaringan irigasi di lima Daerah Irigasi pada lokasi penelitian masing-masing mempunyai bangunan irigasi lengkap yaitu free intake, saluran sekunder dan saluran tersier. Pada Daerah Irigasi Sei Belutu, Daerah Irigasi Perbaungan, Daerah Irigasi Singosari dan Daerah Irigasi Sei Buluh teridentifikasi dalam kondisi masih baik dan berfungsi. Di Daerah Irigasi Bendang teridentifikasi dalam keadaan rusak, tidak berfungsi dan harus segera dilakukan penanganan agar efisiensi jarinngan irigasi bisa ditingkatkan lagi.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
ENDI WIJAYA dilahirkan di Medan, pada tanggal 14 Juli 1984 dari Ayah H. Sumadi Trisno dan Hj. Griwaty. Penulis merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Kartika II Medan dan pada tahun 2002
lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB pada
Program
Studi
Teknik
Pertanian
Departemen
Teknologi
Pertanian
Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis masuk organisasi IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian) pada tahun 2002 dan ikut serta dalam organisasi ekstra kampus ATM (Agricultural Technology Moslem) tahun 2002. Penulis melakukan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Coca Cola Botling Indonesia (CCBI).
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Hal ABSTRACT ................................................................................................. i RINGKASAN ............................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 Kegunaan Penelitian............................................................................. 4 TINJAUAN LITERATUR Daur Hidrologi ..................................................................................... 5 Zona Agroklimat .................................................................................. 5 Topografi ............................................................................................. 7 Sifat Fisik Tanah .................................................................................. 8 Tekstur Tanah ............................................................................... 9 Bobot Isi........................................................................................ 11 Porositas ........................................................................................ 12 Permeabilitas ................................................................................. 13 Kedalaman Efektif......................................................................... 13 Hubungan Antara Air Permukaan dan Air Tanah.................................. 13 Pengukuran Debit ................................................................................. 15 Jaringan Irigasi ..................................................................................... 17 Prediksi dan Evaluasi Erosi .................................................................. 21 Prediksi Erosi dan Erosi Yang Masih Dapat Dibiarkan .................. 21 Evaluasi Erosi ............................................................................... 27 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 28 Bahan dan Alat ..................................................................................... 28 Bahan ........................................................................................... 28 Alat .............................................................................................. 29 Metode Penelitian ................................................................................ 29 Komponen Pengamatan ........................................................................ 30 Analisis Data ........................................................................................ 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Iklim dan Topografi ............................................................................. 33 Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Tanah ................................................................................................... 35 Hidrologi dan Pengairan ....................................................................... 38 Prediksi Erosi................................................................................................ 41 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... 44 Saran .................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 46 LAMPIRAN ................................................................................................. 48
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kode Struktur Tanah ............................................................................... 24 2. Kode Permeabilitas Profil Tanah ............................................................... 24 3. Klasifikasi kelas Erodibilitas tanah di Indonesia ........................................ 24 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi ............................................................... 27 5. Klasifikasi Iklim Dengan Curah Hujan Rata – rata 10 Tahun Terakhir..................................................................................... 34 6. Keadaan Topografi.................................................................................... 35 7. Keadaan Fisik Tanah ................................................................................. 38 8. Data Irigasi .............................................................................................. 39 9. Kondisi Jaringan Irigasi ............................................................................ 40 10. Prediksi Erosi ......................................................................................... 41
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Sistem irigasi pada umumnya .................................................................... 19 2. Gambar Kondisi Lokasi Penelitian ............................................................ 56
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat ........................... 48 2. Segitiga Tekstur Tanah USDA .................................................................. 49 3. Peta Land Use (Tata Guna Lahan) ............................................................. 50 4. Zona Agroklimat dan Kesesuaian Untuk Pertanian .................................... 51 5. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir .......................................... 52 6. Data Jumlah Hari Hujan ............................................................................ 53 7. Data Curah Hujan Maksimum Harian........................................................ 54 8. Hasil Analisis Tanah ................................................................................. 55
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang Segala macam bentuk kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang dan terlebih lagi manusia, selain memerlukan udara juga memerlukan air sebagai kehidupan pokok hidupnya. Tanpa air tidak akan ada kehidupan, bahkan pada tanaman tertentu dan ikan, air selain merupakan kehidupan pokok juga merupakan media tumbuh dan habitat sebagai salah satu persyaratan hidupnya. Kadar dan derajat kebutuhan akan air berbeda-beda pada setiap kehidupan, baik dari segi jumlah, periode maupun mutunya. Yang satu lebih tahan hidup tanpa air dalam jangka waktu yang lebih lama sedangkan yang lainnya sama sekali tidak bisa hidup tanpa air. Demikian pula kebutuhan akan mutu air juga berbeda-beda. Karena itu kiranya tidak salah apabila dikatakan bahwa air merupakan hajat dan kebutuhan pokok hidup yang kedua setelah udara (Siskel dan Hutapea, 1995). Dengan demikian jelaslah bahwa air, baik sebagai benda maupun sebagai sumber daya, mempunyai dimensi, tempat, waktu, jumlah, dan mutu. Dalam usaha manusia untuk memanfaatkan air bagi kepentingannya, muncul ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah air. Antara lain hidrologi, hidrolika, irigasi, dan lain sebagainya (Pusposutardjo, 2001). Dalam
penyediaan
komoditi
penting
pangan
khususnya
beras,
permasalahan ketersediaan dan manajemen penggunaan air adalah hal pokok yang harus diperhatikan sehingga apabila tidak diperhatikan akan berdampak pada produksi beras itu sendiri. Menurut Ambler (1992), penyebab utama dari Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
merosotnya produksi beras di Indonesia adalah rusaknya jaringan-jaringan irigasi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah impor beras dari tahun ke tahun. Khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai ribuan hektar lahan sawah mengalami kekeringan akibat menurunnya air permukaan Sungai Ular yang disebabkan oleh kerusakan hutan di hulu, penambangan pasir di Sungai Ular, serta rusaknya saluran irigasi. Sekitar 40% dari 18.500 ha luasan irigasi Sungai Ular terganggu. Penurunan air permukaan menyebabkan air tidak dapat lagi masuk ke pintu saluran irigasi (intake) terutama pada musim kemarau. Padahal sangat jelas bahwa irigasi Sungai Ular digunakan untuk kebutuhan air persawahan di Kecamatan Galang, Pagar Merbau, Lubuk Pakam, Pantai Cermin, Teluk Mengkudu dan Rampah. Kawasan persawahan yang secara administrasi berada di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai merupakan termasuk lumbung beras nasional. Kondisi paling parah terjadi di intake Bendang yang mengairi lahan pertanian untuk Kecamatan Perbaungan (Anonimous, 2005). Pembangunan pertanian pada era reformasi menunjukkan adanya perubahan tujuan dari meningkatkan produksi untuk swasembada beras menjadi melestarikan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan petani, dan meningkatkan kesempatan kerja di pedesaan, serta memperbaiki gizi keluarga, dengan fokus peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis dengan sasaran peningkatan produksi tanaman pangan, hortikultura dan aneka tanaman serta peningkatan produksi peternakan. Seiring dengan perkembangan waktu dan peningkatan jumlah penduduk, maka permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan pertanian di Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Indonesia dewasa ini adalah terjadinya penyusutan dan fragmentasi lahan serta penurunan kesuburan tanah yang berdampak pada menurunnya produksi pangan dan menurunnya daya dukung serta produktivitas lahan. Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai memiliki sumber daya alam utama lahan dan air dalam keadaan cukup tersedia bagi pengembangan pertanian ke depan. Potensi lahan pertanian yang cukup luas di wilayah ini, tersedia baik berupa lahan basah maupun lahan kering. Berdasarkan data dari Dinas Pengairan Serdang Bedagai, lahan potensial pada Kabupaten Serdang Bedagai adalah 61.987 ha. Luas lahan potensial yang paling besar yaitu pada Kecamatan Perbaungan/Pantai Cermin sebesar 5.920 ha yang terdiri dari sawah irigasi, sawah belum irigasi, belum sawah serta alih fungsi dari sawah dan dari belum sawah. Potensi ini sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan areal pertanian bagi pengembangan pertanian di wilayah untuk masa yang akan datang. Potensi yang lainnya yang tidak kalah penting adalah adanya beberapa jaringan irigasi serta sumber air permukaan yang cukup melimpah. Lahan potensial merupakan lahan yang masih produktif bila diusahakan untuk pertanian tanaman pangan. Namun demikian bila pengelolaan lahan yang diterapkan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, maka lahan tersebut akan rusak dan cenderung menjadi lahan semi kritis atau bahkan lahan kritis (Anonimous, 2004). Dalam rangka pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai, maka langkah awal yang perlu dilakukan antara lain adalah mengidentifikasi iklim, tanah, hidrologi dan jaringan irigasi pada lahan-lahan Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
yang dianggap potensial untuk pengembangan komoditas pertanian, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Hasil identifikasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk membuat rekomendasi pengembangan di waktu mendatang.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi iklim, topografi, tanah, erosi, dan jaringan irigasi pada kawasan-kawasan potensial untuk menunjang pengembangan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai.
Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai
bahan
studi
dan
acuan
untuk
membuat
rekomendasi
pengembangan di waktu mendatang.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
TINJAUAN LITERATUR
Daur Hidrologi Daur hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah habis tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain. Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh evaporasi kemudian terjadinya kondensasi dari awan hasil evaporasi (Dumairy, 2002). Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration) dan perkolasi
(percolation). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air
infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainnya seperti waduk, danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan tanah sebagai
air
eksfiltrasi (exfiltration)
dan
dapat terkumpul lagi dalam alur sungai atau langsung menuju ke laut /lutan (Soewarno, 2000).
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Zona Agroklimat Cuaca dan iklim dinyatakan dengan susunana nilai unsur fisika atmosfer (disebut unsur cuaca atau unsur iklim) yang terdiri dari : radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan arah angin, penutupan awan, presipitasi dan evapotranspirasi. Cuaca adalah nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi, sedangkan iklim adalah sintetis atau kesimpulan dari perubahan unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah. Klimatologi atau ilmu iklim dapat dibagi menjadi berbagai cabang keilmuan iklim. Salah satunya adalah klimatologi pertanian atau agroklimatologi, yaitu klimatologi yang menekankan pembahasan tentang permasalahan iklim di bidang pertanian (Handoko, 1995). L.R. Oldeman mengklasifikasikan iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulan kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif, dan kebutuhan air tanaman. Dalam penentuan klasifikasi iklimnya, Oldeman menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut–turut. Untuk keperluan praktis klasifikasi iklim menurut Oldeman ini cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Bulan basah (BB) adalah bulan dengan rata–rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah bulan dengan rata–rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
(BK) adalah bulan dengan rata–rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm.Angka 200 mm dipergunakan dengan alasan kebutuhan air tanaman padi sawah termasuk perkolasinya mendekati angka sekitar 200 mm.Sedang angka 100 mm karena untuk tanaman palawija akan kekurangan air jika curah hujan lebih kecil ketimbang 100 mm. Setelah menentukan kriteria bulan basah dan bulan kering langkah selanjutnya adalah mencari harga rerata curah hujan masing–masing bulan. Dari situ ditentukan berapa bulan basah dan berapa bulan kering yang berturutan (Wisnubroto,1999). Menurut Oldeman klasifikasi iklim dibagi menjadi 5 tipe utama yang didasarkan kepada jumlah bulan basah berturut–turut. Subdivisinya dibagi menjadi empat yang didasarkan kepada jumlah bulan kering berturut–turut, termasuk pembagian tipe iklim utama dan subdivisinya. Dari lima tipe iklim utama dan empat subdivisinya tersebut maka tipe iklim dapat dikelompokkan menjadi 18 daerah agroklimat Oldeman mulai dari A1 sampai E5. Segitiga Oldeman untuk menentukan kelas agroklimat dan penjabarannya dapat dilihat pada lampiran 1 (Guslim, 1997).
Topografi Topografi (relief) adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peran topografi melalui empat cara, yaitu lewat pengaruhnya dalam menentukan : 1. Jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan oleh massa tanah 2. Kedalaman air tanah Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
3. Besarnya erosi yang terjadi 4. Arah pergerakan air yang membawa bahan – bahan terlarut dari tempat yang tingi ke tempat yang rendah (Hanafiah, 2005). Topografi
mempengaruhi
pembentukan
tanah
secara
langsung
menyebabkan terbukanya permukaan bumi terhadap pengaruh matahari, angin dan udara dan secara tak langsung mempengaruhi drainase run off. Melihat pengaruhnya terhadap genese tanah, pada garis besarnya dapat dibedakan atas: 1. Topografi datar : permukaan tanah yang datar atau hampir datar tanpa kenampakan tanda-tanda run off dan erosi. Tetapi juga tidak menjadi tempat penggenangan air atau penimbunan bahan yang dihanyutkan 2. Topografi miring : permukaan tanah miring yang menampakkan tandatanda adanya run off yang lambat dan adanya erosi kecil yang oleh vegetasi lebat biasanya tersembunyi 3. Topografi
curam :
permukaan
tanah
curam
yang
sudah
jelas
menampakkan tanda-tanda run off dan erosi yang merusak hanya tak tampak jika tertutup hutan (Darmawijaya, 1992).
Sifat Fisik tanah Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase yakni bahan–bahan padat, cair dan padat. Sifat–sifat fisis tanah diketahui, Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Lapisan Top soil mempunyai ketebalan 15 cm – 35 cm. Lapisan top soil mengandung berbagai bahan bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat mineral. Selain itu, pada lapisan tanah ini hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (seperti bakteri, cacing tanah, dan berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah (Kartasapoetra, 1989). Sifat fisis tanah tergantung pada jumlah, bentuk, susunan dan komposisi mineral dari partikel-partikel tanah, macam dan jumlah bahan organik, volume dan bentuk pori–porinya serta perbandingan air dan udara menempati pori – pori pada waktu tertentu. Beberapa sifat fisik tanah yang terpenting adalah tekstur, bobot isi, porositas dan permeabilitas. A. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi – fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah penting kita ketahui karena komposisi ketiga fraksi butir – butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik tanah. Jika tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi 1,0 sampai dengan 1,3 gr/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai dengan 1,8 gr/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 gr/cm3 (Hanafiah, 2005). Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori–pori makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang didominasi debu akan baanyak Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
mempunyai pori–pori meso (sedang) agak poreus, sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori–pori mikro atau tidak poreus. Makin poreus tanah maka akan makin mudah akar untuk berpenetrasi serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi baik: air dan udara banyak tersedia bagi tanaman), tetapi makin mudah pula air untuk hilang dari tanah. Makin tidak poreus tanah maka akan makin sulit akar untuk berpenetrasi serta makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi buruk: air dan udara sedikit tersedia), tetapi air yang ada tidak mudah hilang dari tanah. Oleh karena itu, maka tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi ideal dari kedua kondisi ini, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik ketimbang tanah bertekstur debu (Foth, 1998). Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas dan pada diagram segitiga tekstur tanah USDA pada Lampiran 2.. Tanah yang berkomposisi ideal yaitu 22,5–52,5% pasir, 30–50% debu, dan 10–30% liat disebut bertekstur lempung. Berdasarkan kelas tekstur tanahnya maka tanah digolongkan menjadi: a) Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung b) Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir c) Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari :
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
1) Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir ( Sandy Loam )atau lempung berpasir halus 2) Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat halus, lempung ( Loam ), lempung berdebu ( Silty Loam ) atau debu (Silt) 3) Tanah bertekstur sedang tapi agak halus mencakup lempung liat (Clay Loam), lempung liat berpasir (Sandy clay Loam) atau lempung liat berdebu (Sandy – silt Loam) Di lapangan tekstur tanah dapat diterapkan berdasarkan kepekaan indera perasa (kulit
jari jempol dan telunjuk)
yang
membutuhkan pengalaman dan
kemahiran.Sedangkan di laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode pipet atau metode hidrometer “Bouyoucos”, yang keduanya didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel–partikel tanah di dalam air. Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta air yang cukup baik, kemampuan menyimpan, menghantarkan dan meyediakan air untuk tanaman tinggi serta mampu menyediakan hara tanaman (Islami dan Utomo, 1995). B. Bobot isi Bobot isi atau kerapatan massa adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume. Contoh tanah yang digunakan untuk Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
menetapkan berat jenis palsu harus diambil secara hati–hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah tidak boleh merusak struktur asli tanah. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori–pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Gumpal–gumpal tanah yang diambil dari lapangan untuk penentuan kerapatan isi atau bobot isi itu dibawa ke
laboratorium untuk
dikering-ovenkan dan ditimbang (Darmawidjaja, 1992). C. Porositas Porositas adalah proporsi ruang pori total ( ruang kosong ) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk – keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus (Kartasapoetra, 1989). Agregat tanah sebaiknya mantap agar tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar, seperti pukulan butir air hujan. Dengan demikian tidak mudah atau tahan erosi sehingga pori-pori tanah tidak gampang tertutup oleh partikel-partikel tanah halus sehingga infiltrasi tertahan dan run off menjadi besar (Sarief, 1985). Gumpal tanah yang digunakan untuk menentukan kerapatan isi juga dapat pula digunakan untuk menentukan ruang pori – pori total. Untuk menentukan ruang pori – pori, gumpalan tanah diletakkan di atas pan yang berisi air , hingga tanah jenuh air dan kemudian gumpalan tanah ditimbang .Persentase volume yang ditempati oleh pori – pori kecil, dalam tanah – tanah berpasir adalah rendah, yamg menunjukkan kapasitas memegang air yang rendah. Sebaliknya. Pada top – soil bertekstur halus, memiliki lebih banyak ruang pori total yang sebagian besar Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
terdiri pori – pori kecil. Hasilnya adalah tanah dengan kapasitas memegang air yang besar (Foth, 1998). Tanah yang mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah. Apabila terjadi seperti itu maka akan sangat berpengaruh pada tingkat penyediaan oksigen didaerah perakaran dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi, jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 50-60% (Islami dan Utomo, 1995). D. Permeabilitas Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk mentransfer air atau udara. Permeabilitas biasanya diukur dengan istilah jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu yang tertentu dan ditetapkan sebagai cm/jam. E. Kedalaman Efektif Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut: k0
= lebih dari 90 cm (dalam)
k1
= 90 sampai 50 cm (sedang)
k2
= 50 sampai 25 cm (dangkal)
k3
= kurang dari 25 cm (sangat dangkal)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
(Arsyad, 1989).
Hubungan Antara Air Permukaan dan Air Tanah Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antar butir – butir tanah dan didalam retak – retak batuan. Linsley et al (1989), menyebutkan sumber – sumber air tanah antara lain : air meteorik (meteoric water ), hampir semua air tanah merupakan air meteorik yang berasal dari hujan, air tersekap (connate water), terdapat pada batuan pada pembentukannya dan seringkali banyak mengandung garam, air magma (juvenile water), yang terbentuk secara kimiawi di dalam tanah dan terbawa ke permukaan pada batuan – batuan intrusif, terjadi dalam jumlah – jumlah kecil. Jika suatu saluran aliran berhubungan langsung dengan air tanah pada suatu akifer bebas, aliran tersebut dapat menerima atau memberikan air tanah, tergantung pada permukaan air nisbi. Ada tiga tipe sungai yang diklasifikasikan menurut permukaan air nisbi, yaitu : a) Aliran emeferal, yang hanya mengalir setelah terjadinya hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai. b) Aliran intermitten (terputus), yang mengalir selama musim penghujan saja. Selanjutnya debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air tanah pada dasar sungai. Permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
selama musim– musim hujan . Pada musim kemarau, permukaan tersebut berada di bawah dasar sungai. c) Aliran perenial ( sungai permanen ), mengalir sepanjang tahun dengan debit – debit yang lebih tinggi selama musim – musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air tanah pada dasar sungai. Permukaan
air
tanah
selalu
berada
di
atas
dasar
sungai
(Secyhan, 1990). Pengukuran Debit Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber per satu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik.Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan–lahan pertanian), debit air harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran–saluran (induk – sekunder – tersier) yang telah disiapkan di lahan – lahan pertanian (Dumairy, 1992). Agar supaya penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanian dapat diatur dengan sebaik–baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin) maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran– pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran– pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu teratasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air ( Kartasapoetra, dkk, 1994 ). Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain : Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
a) Pengukuran volume air sungai b) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai ( untuk pengukuran kecepatan digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir ) c) Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai d) Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit seperti weir (aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat) (Arsyad, 1989). Dari berbagai cara tersebut diatas, yang paling sering dilakukan adalah cara ke – b, pengukuran berdasarkan kecepatan aliran dan luas penampang melintang, sebab mudah dilaksanakan. Debit air sungai yang diukur dengan cara ini dapat dihitung berdasarkan rumus : Q
=V x A
(1)
Dimana : Q
= Debit air (meter3/detik)
V
= Kecepatan aliran air rata – rata (meter/detik)
A
= Luas penampang melintang (meter2)
(Asdak, 1995). Besarnya kecepatan permukaan aliran sungai (dalam meter/detik) adalah:
V
=
L t
(2)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Dimana : L
= Jarak antara dua titik pengamatan (m)
t
= Waktu perjalanan benda apung (detik)
(Linsley dan Franzini, 1989).
Jaringan Irigasi Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan, untuk menunjang pertanian. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air di daerah–daerah yang kurang mendapatkan curah hujan saja, melainkan juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah–daerah yang kelebihan air dengan maksud untuk mencegah
peluapan–peluapan
air
dan
kerusakan
tanah
(Kodoatie dan Sjarief, 2005). Berdasarkan teknik bangunannya, irigasi digolongkan menjadi irigasi teknis, irigasi semi teknis, dan irigasi sederhana. Irigasi teknis adalah irigasi yang dibangun berdasarkan ilmu pengetahuan atau teknik bangunan air, wilayah layanannya sangat luas meliputi ribuan hektar , sumber airnya juga besar, berupa sungai atau waduk yang besar. Di Indonesia, pembangunan dan pemeliharaan irigasi teknis diselenggarakan oleh pemerintah (Departemen PU), kecuali saluran tersier diserahkan pada petani. Pembagian air diatur secara cermat dan dengan menggunakan bangunan–bangunan ukur sehingga penggunaan air menjadi hemat dan adil. Air dari bendungan atau waduk diangkut melalui saluran induk atau saluran primer, dari sini dibagi–bagi ke saluran sekunder, selanjutnya di bagi–bagi Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
lagi ke saluran tersier, baru kemudian dari saluran tersier dialirkan ke petak–petak sawah (Sechyan, 1990). Irigasi semi teknis atau setengah teknis ialah irigasi yang dibangun berdasarkan prinsip–prinsip teknik bangunan air tapi hanya untuk melayani wilayah yang tidak begitu luas, meliputi 2 – 4 desa. Sumber airnya berupa sungai yang tidak begitu besar. Bangunan airnya dibuat dan dipelihara oleh pemerintah, tapi saluran untuk ke desa– desa yang berkepentingan dibuat dan dipelihara oleh masing–masing desa. Begitu juga mengenai pengaturan pembagian air di masing– masing desa. Sedangkan irigasi sederhana ialah irigasi yang dibuat secara sangat sederhana, hanya melayani satu desa, sumber airnya berupa sungai kecil. Bangunannya dibuat secara gotong royong oleh penduduk desa sendiri, tidak kokoh. Pembagian airnya hanya berdasarkan perkiraan sehingga tidak hemat dan tidak adil, sering orang yang berpengaruh mendapat bagian air yang lebih banyak (Kartasapoetra, dkk, 1994). Yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah prasarana irigasi, yang pada pokoknya terdiri dari baangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaannya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan tertier. a. Jaringan Irigasi Utama Meliputi bangunan bendung, saluran – saluran primer dan sekunder termasuk bangunan utama dan pelengkap, saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi, dan bangunan pengukur. Bangunan bendung berfungsi agar Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
permukaan air sungai dapat naik dengan demikian memungkinkan untuk disalurkan melalui pintu pemasukan ke saluran pembawa. Bangunan pembagi berfungsi agar air pengairan dapat diditribusikan di sepanjang saluran pembawa (saluran primer) ke lahan–lahan pertanaman melalu saluran sekunder dan saluran tersier. Terdapat pula bangunan ukur yang berfungsi mengukur debit air yang masuk ke saluran pembawa ( primer ), dengan demikian distribusi air pengairan ke lahan – lahan pertanaman melalui saluran sekunder dan saluran tersier dapat terkontrol dengan baik (Kodoatie dan Sjarief, 2005). b. Jaringan Irigasi Tersier Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier. Sistem irigasi adalah sistem usaha penyediaan dan pengaturan air untuk pertanian. Sumber irigasi bisa dari air permukaan atau dari air tanah. Sumber air permukaan
antara lain sungai yang dibendung, waduk, danau, dan rawa.
Sedangkan sumber irigasi air tanah dapat confined aquifer atau unconfined water. Pada prinsipnya sistem irigasi terdiri atas sumber air, bangunan pengambilan (intake), saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang. Bangunan– bangunan lainnya antara lain bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan ukur, bangunan bagi – sadap, terjunan, got, siphon (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Gambaran umum irigasi mulai dari sumber airnya sampai pada pemberian air ke petak-petak sawah dapat dilihat dari gambar 1.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005), sistem irigasi (pemberian air pengairan) bagi lahan – lahan pertanaman yang terdiri dari jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier, harus selalu berada pada tempat atau lahan yang letaknya lebih tinggi dari letak lahan – lahan pertanaman atau sejalan mengikuti garis kontur sehingga dengan demikian akan selalu ada tekanan aliran air yang akan menyampaikan air pengairan ke lahan – lahan pertanian yang dapat terbagi secara adil melalui bangunan – bangunan pembaginya sehingga para petani memakai air pengairan akan sama – sama merasakan manfaatnya. Bendung atau bendungan merupakan bangunan air yang dibangun secara melintang sungai, yang tujuannya agar permukaan air sungai di sekitarnya dapat naik sampai ketinggian tertentu, dengan demikian air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran – saluran pembagi air pengairan ke lahan – lahan pertanian.Bangunan pembagi yaitu bangunan pada saluran pembawa air pengairan yang berfungsi mendistribusikan air tersebut ke dalam dua saluran atau lebih yang akan menyampaikannya ke lahan – lahan pertanaman. Bangunan sadap adalah bangunan pembagi. Keistimewaan bangunan ini karena bangunan bagi yang hanya mempunyai satu saluran cabang, misalnya saluran tersier. Baik bangunan Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
sadap maupun bangunan bagi pada teknis irigasi selalu dilengkapi dengan pintu yang dapat dinaikkan dan diturunkan dengan bantuan alat pengangkat yang merupakan alat pelengkapnya, dengan demikian distribusi air pengairan dapat diatur sebaik – baiknya. Pembangunan bangunan ukur dimaksudkan agar debit air pengairan yang dialirkan pada salurannya dapat terkendali dengan baik. Karena itu bangunan tersebut dilengkapi dengan: 1. Pintu ukur, yang berfungsi selain mengukur tersedianya air yang terkumpul pada saluran di tempat itu, juga sebagai pengatur aliran air. 2. Sekat ukur, merupakan bagian dari bangunan ukur yang dipasang secara melintang saluran dimana debit airnya diukur . Pada daerah / lahan – lahan pertanaman yang kelebihan air harus diusahakan pembuangan kelebihan tersebut, yaitu dengan melengkapi jaringan – jaringan pemberi air pengairan dengan jaringan / saluran pembuangan air (drainase) (Kartasapoetra, dkk, 1994).
Prediksi erosi dan Evalusi Erosi 1.Prediksi Erosi dan Erosi yang Masih Dapat Dibiarkan Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk mempekirakan laju eroai yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkanPrediksi erosi adalah alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada sutu areal tanah atau suatu daerah lairan sungai (DAS) (Seta, 1995). Dari beberapa metode untuk memperkirakan besarnya erosi, metode Universal
Soil
Loss
Equation
(USLE)
yang
dikembangkan
oleh
Wischmeir dan Smith (1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi. Persamaannya yaitu : A = R K LS C P
(3)
Dimana : Besarnya erosi yang terjadi (A) dalam ton/ha/tahun, ditentukan oleh perkalian dari faktor – faktor berikut : Faktor (R) adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan. i
R=
∑ EI / 100X
(4)
n
Dengan: R = Faktor Erosivitas hujan n = jumlah kejadian hujan dalam waktu kurun waktu satu tahun (musim hujan) Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
X = jumlah tahun atau musim hujan Dimana : EI30 = 6,119 (Hb)1,21(HH)-0,47(H24)0,53
(5)
Dengan: Hb
= curah hujan bulanan (cm)
HH
= jumlah hari hujan per bulan (hari)
H24 = curah hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm) Faktor (K) erodiblitas tanah (ton/joule) yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan. Nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi dan nilai erodibilitas tanah itu rendah hal ini akan berarti resistensi atau daya tahan tanah itu kuat dengan perkataan lain tanah tahan (resisten) terhadap erosi (Utomo, 1989). Faktor (K) ini ditentukan dari data struktur, tekstur, permeabilitas dan bahan organik (persen). Komponen–komponen yang ditentukan adalah tekstur tanah (persen pasir halus, persen debu dan persen liat). Kode struktur tanah ditentukan mengacu pada ukuran diameter dan kelas struktur tanah disesuaikan dengan kelas dan kode struktur tanah. Kode permeabilitas profil tanah ditentukan berdasarkan kecepatan atau laju permeabilitas profil tanah yang disesuaikan dengan kelas dan kode permeabilitas profil. tanah. Nilai K ditentukan dengan persamaan Wischmeier and Smith, (1978) yaitu: 100 K = 1,292 {2,1 M1,14 x 10-4 x (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}
(6)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Dimana : M = (% pasir halus + debu) (100 - % liat) a = bahan organik (%) (% C x 1,724) b = kode struktur tanah c = kode permeabilitas tanah (Arsyad, 1989). Tabel 1. Kode Struktur Tanah Kode Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Granuler sangat halus (< 1 mm) Granuler halus (1 – 2 mm) Granuler sedang sampai kasar (2 – 10 mm) Berbentuk blok, blocky, plat, masif
Kode 1 2 3 4
Tabel 2. Kode Permeabilitas Profil Tanah Kelas Permeabilitas Sangat Lambat Lambat Lambat sampai Sedang Sedang Sedang sampai Cepat Cepat
Kecepatan (cm/jam) <0,5 0,5 – 2,0 2,0 – 6,3 6,3 – 12,7 12,7 – 25,4 >25,4
kode 6 5 4 3 2 1
(Arsyad, 1989) Tabel 3. Klasifikasi kelas Erodibilitas tanah di Indonesia Kelas
Nilai K
Tingkat Erodibiltas
1 2 3 4 5 6 7
<0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,20 – 0,25 0,25 – 0,30 0,30 – 0,35 >0,35
Sangat rendah Rendah Agak rendah Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi
(Utomo, 1994).
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Kemiringan suatu lereng (S) dapat dinyatakan dalam satuan derajat (%). Dikelompokkan menjadi 7 kelas yaitu: datar (0-3%), lantai atau berombak (3-8%), agak miring atau bergelombang (8-15%), miring berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), curam (45-65%), dan sangat curam (>65%) (Rahim, 2000). Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Pada dasarnya makin curam suatu lereng maka persentase kemiringan makin tinggi, makin cepat laju limpasan permukaan. Jadi, dengan meningkatnya persentase kemiringan, erosi semakin besar. Panjang lereng (L) mempengaruhi energi untuk erosi, terutama karena panjang lereng mempengaruhi volume limpasan permukaan sehingga juga mempengaruhi kemampuan untuk mengerosi tanah (Utomo, 1989). Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam (Arsyad, 1989). Faktor LS ditentukan dengan menggunakan persamaan (Wischmeier and Smith, 1978), yaitu: LS = L1/2 ( 0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138)
(7)
Dimana: L = panjang lereng (m) S = kemiringan lereng (%)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah perbandingan antara besarnya erosi pada lahan dengan tanaman dan pengelolaan tertentu terhadap erosi dari tanah yang dibuka. Faktor C ini menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, keadaan permukaan tanah,dan pengelolaan tanah terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi) (Haan, 1987). Vegetasi
dan
pohon-pohonan
dapat
mengambat
atau
mencegah
berlangsungnya erosi tanah-tanah permukaan, tetapi bergantung pada jenis dan keadaan tumbuhnya. kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian tanah permukaan yang terbuka, pengrusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun kalau pertumbuhannya rimbun dan rapat (misalnya tanamantanaman rendah, rumput-rumputan) erosi dapat lebih dihambat atau dicegah (Kartasapoetra, 1989). Faktor teknik konservasi tanah (P) adalah perbandingan antara erosi pada tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap tanah tanpa tindakan konservasi. Tindakan konsrvasi antara lain : pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman menurut strip, teras, dan sebagainya (Arsyad, 1989). Pengaruh teknik konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang dikarenakan dalam persamaan USLE. Faktor P tersbut dipisahkan dari faktor C. Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktifitas pengelolaan dan konservasi tanah bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng (Arsyad, 1989). Efektifitas tindaan konservasi dalam mengendalikan erosi tergantung pada panjang dan kemiringan lereng. Pencangkulan dan penanaman searah kontur Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50% selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40% (Suripin, 2004). Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/Ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan. Besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dibawah ini:
Dimana :
DE x fd t
T
=
T
= laju erosi yang masih ditoleransi (ton/Ha/tahun)
DE
= kedalaman efektif (mm)
Fd
= faktor kedalaman
T
= umur guna sumber daya tanah (tahun)
(8)
(Arsyad,1989).
Evaluasi Erosi Evaluasi erosi bertujuan untuk mengetahui potensi atau bahaya erosi suatu wilayah atau bidang tanah dan mengetahui tingkat atau besarnya erosi yang telah terjadi. Evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui potensi erosi atau ancaman erosi tersebut disebut evaluasi potensi erosi atau evaluasi anacaman erosi. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode prediksi
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
erosi, seperti USLE. Selanjutnya bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi yang didefenisikan sebagai berikut : Indeks Bahaya Erosi =
Erosi potensial (ton / Ha / tahun) T (ton / Ha / tahun)
(9)
Dimana T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Indeks Bahaya Erosi dikelompokkan sebagai tertera pada tabel dibawah ini : Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi Nilai Indeks Bahaya Erosi <1,0 1,01 – 4,0 4,1 – 10,0 >10,01
Harkat Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
(Hammer, 1981).
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara, pada bulan Oktober 2006. Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan: 1. Lokasi Daerah Irigasi yang diambil adalah 50% dari jumlah seluruh Daerah Irigasi yang terluas di Kabupaten Serdang Bedagai, 2. Memiliki cakupan areal potensial yang terluas, 3. Memiliki saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tertier.
Bahan dan Alat Bahan Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1) Data debit aliran sungai 2) Data curah hujan selama 10 tahun 3) Data struktur tanah, tekstur tanah, permeabilitas dan kedalaman efektif tanah 4) Data-data lain yang mendukung penelitian ini.
Alat Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Stop watch, 2) Meteran 3) pelampung 4) Abney level 5) jalon 6) Ring sampel 7) Bor tanah (Eijknamp) 8) Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator dan komputer
Metode Penelitian Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Data dan informasi yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan sekunder, yang diperoleh dengan cara : a. Data Primer, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi dan hidrologi serta pengambilan contoh tanah. b. Data Sekunder, diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Pengairan, Badan Pusat Statistik dan lain-lain, dari literatur atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Adapun pengambilan sampel tanah di lokasi studi didasarkan pada keterwakilan dari masing-masing kategori lahan, yaitu untuk pengukuran sifat fisik tanah.
Komponen Pengamatan Beberapa komponen yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1. Kondisi Iklim 2. Keadaan Topografi 3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah) 4. Hidrologi dan Pengairan 5. Tingkat Erosi 6. Kondisi Jaringan Irigasi.
Analisis Data
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
1. Kondisi Iklim. Dikelompokkan kedalam dua jenis iklim menurut Oldeman yaitu menurut Bulan Basah (BK) dan Bulan Kering (BK). Dalam menentukan klasifikasi ini, menggunakan data curah hujan 10 tahun terakhir. Bulan basah (BB) adalah bulan dengan rata – rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah bulan dengan rata – rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering (BK) adalah bulan dengan rata – rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Hal ini dimaksudkan untuk mengklasifikasikan lahan pertanian tanaman pangan yang sesuai pada lokasi studi.
2. Keadaan Topografi Untuk mengukur topografi lahan penelitian dilakukan pengelompokan lahan menurut kondisi lahan, kategori lahan dan bentuk wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh topografi pada lokasi studi terhadap erosi. 3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah) Fungsi tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Analisis sifat fisik tanah dilakukan pada Lab. Sentral Fakultas Pertanian USU. Meliputi Tekstur Tanah, Bobot Isi, Porositas, Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Kedalaman Efektif dan Permeabilitas. Pengambilan sampel tanah di lokasi studi didasarkan pada keterwakilan dari masing-masing kategori lahan dan kedalaman pengambilan contoh tanah yaitu 0 – 30 cm. 4. Hidrologi dan Pengairan Hidrologi dan pengairan merupakan factor penting dalamperencanaan dan pelaksanaan kegiatan pertanian., mengingat karena komponen ini sangat berkaitan dengan penyediaan kebutuhan air bagi pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Atas dasar inilah maka perlu dilakukan identifikasi keadaan hidrologi dan pengairan pada masing-masing lokasi studi.Komponen yang diamati dari keadaan hidrologi dan pengairan meliputi sumber air permukaan untuk pengairan, tipe aliran dan debit aliran.
5. Prediksi Erosi. Prediksi erosi dilakukan karena masalah erosi perlu mendapat perhatian. Peningkatan volume air limpasan permukaan mengakibatkan debit air sungai memiliki fluktuasi yang sangat besar., dimana akan terjadi banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sehingga perlu diketahui besarnya erosi dan indeks bahaya erosi pada masing-masing sampel lahan. Pendugaan erosi dilakukan dengan menggunakan
persamaan (3). Erosi yang
ditoleransi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (8) dan Idndeks Bahaya Erosi dapat dilakukan dengan persaman (9). 6. Jaringan irigasi Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Dilakukan untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi yang sebenarnya sehingga segera dilakukan penanganan apabila terdapat kerusakan agar efisiensi jaringan irigasi dapat ditingkatkan.Kondisi jaringan irigasi dapat diketahui secara visual. Identifikasi kondisi jaringan irigasi dapat dilihat dalam bentuk table dibawah ini :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim dan Topografi Data iklim dari Stasiun Klimatologi Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai
(1996-2005) menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar 80,7 mm/bulan, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 255,4 mm/bulan. Menurut
klasifikasi
iklim
Oldeman
yang
penggolongannya
menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Serdang Bedagai termasuk dalam Zona Agroklimat E2 dengan jumlah bulan basah berturut-turut yang kurang dari 3 kali. Menurut Oldeman (Wisnubroto, 1999), Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200 mm, Bulan Lembab (BL) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan 100 mm - 200 mm, sedangkan Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Setelah
mengetahui
klasifikasi
iklimnya,
kemudian
dilakukan
penggolongan tipe iklim berdasarkan pembagian Zona Agroklimat agar bisa mengetahui kesesuai pertaniannya pada daerah tersebut. Berdasarkan pembagian Zona Agroklimat daerah penelitian tergolong kedalam Zona E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian (Handoko, 1995) menunjukkan bahwa daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan. Klasifikasi iklim dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Iklim Dengan Curah Hujan Rata–rata 10 Tahun Terakhir Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Rataan
129,1
97,1
80,7
110
88
119,9
190
Kriteria
BL
BK
BK
BL
BK
BL
BL
Bulan Agt
Tipe Iklim
Sept
Okt
Nov
Des
Jml
113,8
212
255,4
156,3
129,4
1681,7
BL
BB
BB
BL
BL
2 BB
E2 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali-Medan
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa keadaan topografi untuk semua daerah penelitian tergolong datar dengan kemiringan 0-3% yang sesuai menurut Rahim (2003) bahwa kemiringan lereng 0-3% dikelompokkan ke kelas datar. Sehingga dengan memiliki topografi yang datar maka gejala-gejala pengikisan tanah kemungkinan kecil terjadi. Menurut Darmawijaya (1992), topografi datar merupakan permukaan Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
tanah yang datar atau hampir datar, tanpa kenampakan tanda-tanda run off dan erosi. Daerah ini sebagian besar digunakan untuk persawahan dan ada juga lahan yang potensial seperti untuk digunakan sebagai lahan persawahan. Misalnya pada Daerah Irigasi Perbaungan yang berada di Kecamatan Perbaungan yang memiliki luas lahan potensial 5920 Ha. Lahan tersebut berpotensi digunakan sebagai lahan persawahan hal ini diakui oleh masyarakat petani bahwa beberapa tahun sebelumnya lahan ini pernah digunakan sebagai lahan persawahan. Sesuai dengan Anonimous (2004) bahwa lahan potensial adalah lahan yang masih produktif bila diusahakan untuk pertanian tanaman pangan. Sedangkan pada daerah irigasi Bendang dan Singosari yang masing-masing mempunyai luas potensial yaitu 1380 Ha dan 880 Ha merupakan lahan fungsional, lahan tersebut sudah digunakan untuk persawahan. Karena lahan fungsional merupakan lahan berproduktif yang telah digunakan fungsinya sebagai media tanam. Tabel 6. Keadaan Topografi No.
Lokasi
1 Sei Belutu 2 Perbaungan 3 Bendang 4 Singosari 5 Sei Buluh Sumber: Data Primer
Kategori lahan Potensial Potensial Fungsional Fungsional Potensial
Luas Potensial (Ha) 5082 5920 1380 880 4020
Bentuk wilayah Datar Datar Datar Datar Datar
Tanah Fungsi tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga mempengaruhi tindakan pengelolaan tanah secara keseluruhan. Menurut Islami dan Utomo (1995), tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada daerah lokasi di dominasi oleh tanah berlempung yaitu mulai dari lempung hingga lempung liat berpasir. Tanah berlempung merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Tanah berlempung sangat baik untuk menunjang
pertumbuhan
tanaman.
Hal
ini
sesuai
dengan
Islami dan Utomo (1995) bahwa tanah berlempung mempunyai aerasi dan tata udara serta air yang cukup baik, kemampuan menyimpan, menghantarkan dan meyediakan air untuk tanaman tinggi serta mampu menyediakan hara tanaman. Kedalaman efektif tanah di lokasi penelitian yaitu sebesar 30 cm sehingga termasuk dalam kategori dangkal. Menurut Arsyad (1989), apabila kedalaman efektif tanah 50 sampai 25 cm dapat diklasifikasikan sebagai dangkal. Sehingga jika tanah mempunyai kedalaman efektif dangkal, cukup baik untuk perakaran tanaman
karena
kedalaman
ini
termasuk
lapisan
top
soil.
Menurut Kartasapoetra (1989), lapisan top soil mengandung berbagai bahan bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat mineral. Selain itu, pada lapisan tanah ini hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (seperti bakteri, cacing tanah, dan berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah. Disamping itu, pengolahan tanah pada tanah yang mempunyai kedalaman Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
tanah dangkal sebaiknya dilakukan seperlunya saja, misalnya terbatas pada pemberantasan gulma (rumput-rumputan pengganggu) dengan memperhatikan agar tanah tidak terlalu terinjak-injak menjadi padat. Seperti pada lokasi penelitian di Perbaungan yang tanahnya belum diolah sehingga masih ditumbuhi semak belukar. Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air baik secara vertikal maupun horizontal. Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah-tanah di daerah penelitian memiliki permeabilitas bervariasi dari lambat sampai sedang, sedang sampai cepat dan cepat. Apabila dikaitkan dengan tekstur tanah, maka permeabilitas tersebut merupakan karakter tanah bertekstur sedang dan kasar yaitu bertekstur lempung dan lempung berpasir. Hal ini disebabkan karena tanah dilokasi penelitian didominasi oleh fraksi pasir. Tanah tersebut memiliki bersifat sangat teguh dan hampir selalu mampat sehingga tanah dapat menahan air yang sangat cocok untuk lahan persawahan Di dalam tanah terdapat sejumlah ruang pori-pori. Ruang pori-pori ini penting oleh karena diisi oleh air dan udara. Air dan udara (gas-gas) juga bergerak melalui ruang pori ini. Oleh karena itu berat isi (bobot isi) berhubungan dengan ruang pori. Disamping itu semakin rendah berat isi maka ruang pori total semakin meningkat, hal ini sesuai dengan Islami dan Utomo (1995) bahwa tanah yang mempunyai struktur yang baik, porositasnya tinggi sehingga berat isinya rendah. Apabila terjadi seperti itu maka akan sangat berpengaruh pada tingkat penyediaan oksigen didaerah perakaran dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Menurut Islami dan Utomo (1995), Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
tanah berpasir mempunyai porositas rendah yaitu
40 % dan tanah lempung
mempunyai porositas yang tinggi, jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas mencapai 50-60 %. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki porositas yang tinggi dan berat isi yang rendah, sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah masuk-keluar tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Hal ini terjadi karena tanah dilokasi penelitian didominasi oleh fraksi pasir. Disamping itu juga, Porositas yang tinggi disebabkan karena tekstur tanah di lokasi penelitian umumnya didominasi oleh bertekstur lempung. Nilai porositas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Keadaan Fisik Tanah Kode Sampel
Kategori Lahan
BL I
Fungsional
BL II
Fungsional
PB I
Potensial
PB II
Potensial
BD I
Fungsional
BD II
Fungsional
SR I
Fungsional
SR II
Fungsional
BH I
Potensial
Lempung
Dangkal
BH II
Fungsional
Lempung
Dangkal
Tekstur Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berliat Lempung Lempung Liat Berpasir Lempung Lempung Berpasir Lempung Berpasir
Ked. Efektif
Permeabilitas
Bobot Isi (g/cm3)
Porositas
Dangkal
Cepat
1,21
54,2
Dangkal
Cepat
1,10
58,5
1,32
50,2
1,29
51,3
Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal
Sedang Sampai Cepat Lambat Sampai Sedang Sedang Sampai Cepat Cepat Sedang Sampai Cepat Sedang Sampai Cepat Sedang Sampai Cepat
1,30
50,9
1,18
55,5
1,19
53,3
1,23
58,4
1,05
60,4
Cepat
1,12
57,7
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Sumber: Data Primer
Hidrologi dan Pengairan Potensi sumber air permukaan sebagai faktor pendukung bagi penyediaan kebutuhan air untuk tanaman pertanian teridentifikasi dimana ada dua sungai yang menjadi andalan sebagai sumber irigasi bagi lahan-lahan pertanian khususnya persawahan dapat dilhat pada tabel 8 Sungai-sungai dilokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yang mengalir sepanjang tahun. Pemberian air pengairan terhadap lahan-lahan pertanaman umumnya menggunakan cara penyaluran air di antara bedengan-bedengan. Sungai Ular merupakan sumber utama penyediaan kebutuhan air irigasi persawahan di Serdang Bedagai, misalnya di Kecamatan Galang, Pagar Merbau, Lubuk Pakam, Pantai Cermin, Teluk Mengkudu dan Sei Rampah. Sumber mata air daerah irigasi Sungai Ular berasal dari pegunungan Bukit Barisan yang ditampung oleh sungai ular dengan panjang 115 km dan catchment area seluas 1.133,43 km2 yang bermuara di selat malaka, mempunyai 10 intake untuk mengairi 8 daerah irigasi yang mempunyai luas 18.500 Ha. Penyediaan debit air sungai ular pada saat dimulai pembangunan hingga sampai selesai cukup untuk menyediakan kebutuhan debit yang dibutuhkan 8 daerah irigasi, namun karena terjadinya penurunan dasar sungai mengakibatkan penurunan permukaan air sehingga kebutuhan air minimum tidak dapat terpenuhi secara optimal. Menurut pengakuan dari koordinator dinas pengairan di lokasi studi, penurunan dasar sungai ular disebabkan karena ulah pihak yang tidak bertanggung
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
jawab yang melakukan pengambilan pasir hingga tidak terkontrol yang akibatnya terjadi perubahan morfologi sungai. Tabel 8. Data Irigasi Tipe Aliran
Debit (m3/dtk)
Pemanfaatan
Perennial
52,200
Irigasi Sawah
Sungai Ular
Perennial
10,311
Irigasi Sawah
Fungsional
Sungai Ular
Perennial
2,403
Irigasi Sawah
Singosari
Fungsional
Sungai Ular
Perennial
1,532
Irigasi Sawah
Sei Buluh
Potensial
Sungai Ular
Perennial
7,001
Irigasi Sawah
No
Lokasi
Kategori Lahan
1
Sei Belutu
Potensial
2
Perbaungan
Potensial
3
Bendang
4 5
Sumber Air Sungai Belutu
Sumber : Data Sekunder
Mutlak penting bahwa dengan dibangunnya jaringan air pengairan (irigasi) yang menghubungkan sumber air dengan petak-petak pertanaman, yaitu agar petak-petak pertanaman tersebut memperoleh air pengairan yang cukup bagi pertumbuhan tanaman-tanamannya serta perbaikan kondisi lahan/tanahnya. Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi jaringan irigasi di lima Daerah Irigasi yang masing-masing mempunyai bangunan irigasi lengkap yaitu free intake, saluran sekunder dan saluran tersier. Berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa Daerah Irigasi Sei Belutu, Daerah Irigasi Perbaungan, Daerah Irigasi Singosari
dan Daerah Irigasi Sei Buluh teridentifikasi dalam
kondisi masih baik dan berfungsi. Sedangkan pada Daerah Irigasi Bendang teridentifikasi dalam keadaan rusak, tidak berfungsi dan harus segera dilakukan penanganan agar efisiensi jaringan irigasi bisa ditingkatkan lagi Daerah Irigasi Bendang ini rusak dan tidak berfungsi disebabkan karena besi pintu airnya patah sehingga tidak bisa berfungsi lagi sehingga pintu air tertutup terus. Agar air yang Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
bersumber langsung dari sungai ular bisa mengalir ke petak-petak pertanaman, para petani berinisiatif membuat saluran alternatif dekat pintu air. Sebelum dibuat saluran alternatif tersebut, sawah-sawah di Daerah Irigasi Bendang kering, karena pintu air rusak dibiarkan saja tidak ada penanganan langsung dari pemerintah Gambaran mengenai kondisi jaringan irigasinya dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9.Kondisi Jaringan Irigasi No
Lokasi
Nama Bendung
1.
Sei Belutu
D.I Belutu
2
Perbaungan
D.I Perbaungan
3
Perbaungan
D.I Bendang
4
Pantai Cermin
D.I. Singosari
5
Sei Buluh
D.I Sei Buluh
Bangunan Irigasi Free Intake, Sekunder, Tersier Free Intake, Sekunder, Tersier Free Intake, Sekunder, Tersier Free Intake, Sekunder, Tersier Free Intake, Sekunder, Tersier
Kondisi
Keterangan
Berfungsi
Baik
Berfungsi
Baik
Tidak berfungsi
Pintu air rusak
Berfungsi
Baik
Berfungsi
Baik
Sumber: Data Primer
Prediksi Erosi Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi laju erosi tanah atau erosi aktual pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,016-0,808 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih bisa ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 7,9-9,9 ton/Ha/tahun. Sedangkan nilai erosi potensial berkisar antara 3,19-5,39 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,34-0,59 dengan kategori tingkat bahaya erosi rendah. Hasil prediksi laju erosi dan indeks bahaya erosi pada masingmasing lokasi secara rinci disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Prediksi Erosi Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Kode Sampel
R
LS
C
P
Erosi Aktual
Erosi Potensial
Erosi Toleransi
0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049
0,01 0,01 0,3 0,3 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
0,025 0,019 0,551 0,808 0,017 0,016 0,025 0,022 0,023 0,019
5,09 3,96 3,67 5,39 3,32 3,19 4,97 4,44 4,68 3,96
9,1 8,25 9,9 9,7 9,8 8,9 8,9 9,2 7,9 8,9
K
BL I 120,81 0,86 BL II 120,81 0,67 PB I 120,81 0,62 PB II 120,81 0,91 BD I 120,81 0,56 BD II 120,81 0,54 SR I 120,81 0,84 SR II 120,81 0,75 BH I 120,81 0,79 BH II 120,81 0,67 Sumber: Data Primer
Indeks Bahaya Erosi 0,55 0,48 0,37 0,56 0,34 0,36 0,56 0,48 0,59 0,44
Kategori Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Pada penilaian besarnya erosivitas curah hujan pada lokasi penelitian yaitu 120,81 cm. Ini menunjukkan bahwa curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah pada daerah itu dapat masuk kedalam tanah sampai sedalam 120,81 cm. Jika tanah pada daerah itu tidak mempunyai agregat yang mantap untuk menahan besarnya energi yang dibawa oleh hujan maka kemungkinan besar tanah akan terlepas partikel-partikelnya
sehingga
akan
mengalami
erosi.
Hal
ini
sesuai
menurut Sarief (1985), bahwa agregat tanah sebaiknya mantap agar tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar, seperti pukulan butir air hujan. Erodibilitas
merupakan
kepekaan
suatu
tanah
terhadap
daya
menghancurkan dan penghanyutan oleh air curahan hujan. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai erodibilitas (K) pada lokasi penelitian tergolong tinggi. Hal ini berarti kepekaan suatu tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan tanah oleh air hujan tinggi atau bisa dikatakan tanah tersebut peka atau mudah tererosi. Karena makin tinggi nilai erodibilitas, maka tanah akan mudah tererosi. Hal ini sesuai menurut Utomo (1994), jika nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi dan nilai erodibilitas tanah Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
itu rendah hal ini akan berarti resistensi atau daya tahan tanah itu kuat dengan perkataan lain tanah tahan (resisten) terhadap erosi. Tingginya nilai erodibilitas yang didapat pada daerah penelitian
disebabkan karena tanah-tanah dilokasi
penelitian sebagian mengandung fraksi pasir, karena berdasarkan hasil analisis tanah di laboratorium menunjukkan bahwa persentase tekstur tanah didominasi oleh fraksi pasir, dimana persen pasir lebih besar daripada persen debu dan liat. Tanah pasir mempunyai kemantapan strukturnya rendah dikarenakan antara partikel yang satu dengan lainnya tidak memiliki daya ikat yang besar. Hal ini sesuai menurut Kartasapoetra (1989) bahwa tanah pasir mempunyai kemantapan strukturnya rendah atau daya ikat antara partikel yang satu dengan yang lainnya kecil. Sedangkan berdasarkan
faktor LS, lokasi penelitian kemungkinan
terhadap erosi kecil karena mempunyai topografi yang
datar. Karena makin
curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan permukaan maka erosi akan semakin besar. Nilai faktor C (pengelolaan tanaman) diperoleh sebesar 0,01 dan 0,3 dengan vegetasi penutup lahan rumput dan senak belukar. Tanaman penutup tanah mempunyai peranan besar dalam menghambat dan mencegah berlangsungnya erosi karena tanaman penutup tanah dapat menghalangi pukulan langsung butirbutir hujan sehingga perusakan tanah oleh pukulan air hujan dapat dicegah, selain itu juga dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan. Namun sangat bergantung juga pada jenis dan keadaan tanaman. Menurut Kartasapoetra (1989) kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian tanah permukaan yang terbuka, pengrusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun kalau Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
pertumbuhannya rimbun dan rapat (misalnya tanaman-tanaman rendah, rumputrumputan) erosi dapat lebih dihambat atau dicegah. Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) diperoleh sebesar 0,50 berdasarkan pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur dengan menggunakan kemiringan 0-8%. Hal ini berarti bahwa sudah ada tindakan konservasi untuk mengurangi jumlah/tingkat erosi yang terjadi. Menurut Suripin (2004), pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50% selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Iklim di wilayah studi menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim E2 dengan kesesuaian untuk pertanian yaitu daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan. 2. Keadaan topografi di wilayah studi tergolong datar dengan kemiringan 0-3%.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
3. Tekstur tanah didominasi oleh tekstur berlempung, mulai dari lempung hingga lempung liat berpasir, dengan permeabilitas sangat lambat dan lambat. 4. Indeks bahaya erosi di wilayah studi termasuk dalam kategori rendah. Erosi aktual terbesar sebesar 0,603 ton/Ha/tahun dan terkecil sebesar 0,019 ton/Ha/tahun. 5. Kondisi jaringan irigasi yang teridentifikasi rusak terdapat di DI Bendang sekitar 25%, hal ini disebabkan karena pintu airnya rusak.
Saran 1. Mengingat indeks bahaya erosi termasuk rendah maka diharapkan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai beserta masyarakat setempat agar bisa mempertahankan konservasi tanah dan air didaerah tersebut meskipun ada kondisi jaringan irigasi yang rusak. 2. Perlu penanganan segera dari pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai apabila ada terjadi kerusakan jaringan irigasi sehingga produktivitas padi tidak menurun.
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Konsep dan Defenisi. http : //www.deptan.go.id/pla/statistic/konsep dan defenisi.htm, diakses pada tanggal 21 Mei 2006. _________, 2005. Serdang Bedagai Dalam Angka. Dinas Pengairan Serdang Bedagai, Serdang Bedagai. Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. BPS
Serdang Bedagai, Serdang Bedagai.
2004.
Serdang
Bedagai Dalam
Angka.
BPS,
Darmawijaya, 1992. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumber Daya Air. BPFE, Yogyakarta. Foth, 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Guslim, M.S., 1997. Klimatologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pertanian.
Fakultas
Pertanian
Haan, C.T., 1987. Statistical Methods in Hydrology The State Iowa State University Press, Ames-Iowa. Hakim, N., M.Y., Nyakpa., S.G., Nugroho., M.A., Diha., G.B., Hong dan H.H., Balley, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung. Hammer, W.I., 1981. Second Oil Conservation Consultant Report. AGOP/UNS/78/006. Tech. Nork No. 10. Centre For Soil Research. Bogor, Indonesia. Hanafiah, K.A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Handoko, 1995. Klimatologi Dasar. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang. Kartasapoetra, W. A.G., 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta. Kartasapoetra, W. A.G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta. Kartasapoetra, A.G. dan Sutedjo, M.M., 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta. Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R., 2005. Pengelolaan dan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. Linsley, R.K. dan J.B. Franzini, 1989. Teknik Sumber Daya Air, jilid 1. Terjemahan Djoko Sasongko. Erlangga, Jakarta. Pusposutardjo, S., 2001. Pengembangan Irigasi Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Rahim, S.E., 2003. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara, Jakarta. Rahmat, M.A., 2004. Identifikasi Iklim, Tanah, Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Donggala. Volume II no. 4. FP-Tadulako, Palu. Sarief, E.S., 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Sechyan, E., 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Seta, A.K., 1995. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Hidup, Jakarta. Siskel, S.Z. dan S.R. Hutapea, 1995. Irigasi di Indonesia. Peran Masyarakat dan Penelitian. LP3S, Jakarta. Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta. Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi Offset Yogyakarta, Yogyakarta. Sutedjo, M.M. dan Kartasapoetra, 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta, Jakarta. Utomo, W.H., 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang, Malang. Utomo, W.H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisis Tropika. UGM Press, Yogyakarta. Wisnubroto, S., 1999. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitragana Widya, Yogyakarta.
LAMPIRAN 1. SEGITIGA OLDEMAN UNTU MENENTUKAN KELAS AGROKLIMAT
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Sumber : Handoko (1995)
LAMPIRAN 2. SEGITIGA TEKSTUR TANAH USDA
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
LAMPIRAN 3. PETA LAND USE (TATA GUNA LAHAN) KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Sumber: BPS Serdang Bedagai
LAMPIRAN 4. ZONA AGROKLIMAT DAN KESESUAIAN UNTUK PERTANIAN Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
No. Zona Agroklimat
Penjabaran/Kesesuaian
A1, A2
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun
2
B1
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau
3
B2
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija
4
C1
Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
5
C2, C3, C4
Setahun hanya dapat satu kali padi pada penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering
6
D1
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup
7
D1, D3, D4
Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palwija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi
E
Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palwija, itu pun tergantung adanya hujan
1
8
Sumber : Handoko, (1995)
Lampiran 5. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir (mm/bulan) Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desembe 1996 80 140 5 55 99 150 154 108 117 116 135 0 1997 0 97 5 104 35 192 53 53 149 185 203 69 1998 92 44 14 45 88 183 92 289 160 219 91 91 1999 212 192 134 271 36 92 93 61 365 291 176 176 2000 172 81 177 178 58 55 39 93 339 186 157 157 2001 189 5 160 97 56 157 189 73 172 323 213 213 2002 94 76 45 87 121 53 97 75 316 227 161 161 2003 122 167 108 113 151 31 182 92 124 426 148 148 2004 80 104 72 64 99 206 146 100 225 205 108 108 2005 250 65 87 86 137 80 155 194 153 376 171 171 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali-Medan
Lampiran 6 Data Hari Hujan (mm/hari) Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desemb 4 4 2 5 5 7 7 8 8 11 11 0 0 4 1 6 2 5 3 5 6 11 11 7 3 2 3 3 5 9 7 10 6 13 13 13 9 10 9 12 5 9 8 7 15 19 10 10 13 8 7 13 8 7 3 9 18 13 9 9 14 2 12 9 6 6 9 8 13 14 13 7 10 3 5 3 6 4 5 8 15 15 13 6 11 9 8 7 9 5 6 7 9 18 8 7 4 5 6 5 7 7 6 5 15 15 8 9 5 2 4 8 4 6 8 7 6 20 12 8 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali-Medan
Lampiran 7. Data Curah Hujan Maksimum Harian (mm/bulan) Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desembe 1996 53 128 3 25 52 50 83 29 35 33 53 0 1997 0 45 5 35 30 59 39 18 65 52 65 35 1998 32 42 10 27 33 50 26 102 48 69 26 69 1999 74 78 39 61 15 24 39 30 82 66 57 28 2000 61 18 50 73 24 19 27 27 71 55 61 47 2001 31 3 34 36 17 57 45 19 41 116 55 136 2002 37 61 19 62 62 30 41 26 69 53 47 22 2003 27 106 41 54 54 12 61 26 56 77 48 31 2004 29 57 26 29 29 117 45 30 57 36 56 39 2005 82 61 47 43 43 21 47 56 82 67 39 67 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali-Medan
Lampiran 8. Hasil Analisis Tanah Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Nomor No. Porositas Bulk Pasir Debu Liat C B.O Lab Pengiriman (%) Density (%) (%) (%) (%) (%) (B.D) g/cm3 1 PB I 50,2 1,32 26,6 42,0 31,4 0,73 1,26 2 3 4 5
BL II BH II BH I BD I
58,5 57,5 60,4 50,9
1,10 1,12 1,05 1,30
56,6 44,6 42,6 34,6
32,0 34,0 35,0 30,0
11,4 21,4 22,4 35,4
6
BL I
54,9
1,21
60,6
26,0
13,4 0,77 1,32
7 PB II 51,3 1,29 32,6 39,0 8 BD II 55,5 1,18 34,6 34,0 9 SR I 53,3 1,19 54,6 33,0 10 SR II 58,4 1,23 52,6 31,0 Sumber: Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
28,4 31,4 12,4 16,4
0,73 1,03 1,03 0,37
0,73 0,33 0,73 0,77
1,26 1,77 1,77 0,64
1,26 0,57 1,26 1,32
Struktur Tanah
Gumpal Bersudut Granular Gumpal Gumpal Gumpal Bersudut Gumpal Bersudut Gumpal Gumpal Granular Granular
Gambar 2. Kondisi Lokasi Penelitian
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Lahan potensial pada Daerah Irigasi Sei Belutu
Pengukuran untuk mengetahui permeabilitas pada Daerah Irigasi Sei Belutu
(Lanjutan)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Pintu air pada Daerah Irigasi Perbaungan
Pengukuran untuk mengetahui permeabilitas pada Daerah Irigasi Perbaungan
(Lanjutan)
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Gambar alat pengukur permeabilitas
Kondisi jaringan irigasi yang rusak di Daerah Irigasi Bendang
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009
Endi Wijaya : Identifikasi Iklim, Tanah Dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Serdang Bedagai, 2007. USU Repository © 2009