JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Evaluasi dan Perbaikan Proses Sub Assembly dengan Pendekatan Lean Risk di PT. PAL Indonesia (Persero) Maulida Putri Imamah dan H. Hari Supriyanto, Ir., M.S.I.E Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak PT PAL Indonesia merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang maritim yang bersifat job order dan standar kualitas pihak pemesan adalah sebuah tuntutan agar PT PAL dapat bersaing di industri galangan kapal dunia. Objek amatan yang diidentifikasi adalah bengkel sub assembly yang merupakan bengkel perakitan awal konstruksi kapal. Pada proses pembuatan kapal yang dilakukan oleh bengkel, dari 106 blok yang harus dikerjakan, terdapat 50,9% blok yang JO (Jam Orang) realisasinya melebihi plan dan 49,06% sesuai dengan plan. Perbedaan realisasi dan plan menunjukkan adanya indikasi pemborosan (waste) dalam proses produksi yang juga mengandung unsur ketidakpastian sehingga proses produksi dalam bengkel sub assembly mengandung risiko. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian menggunakan konsep lean risk bertujuan untuk meningkatkan performansi bengkel dengan risiko kerugian yang minimum. Tahap pertama adalah menggambarkan kondisi bengkel melalui aliran informasi dan Big Picture Mapping. Selanjutnya, dilakukan klasifikasi masing-masing aktivitas yang terdiri dari 16% value added, 64% necessary but non-value added, dan 20% non-value added. Selanjutnya, melakukan identifikasi E-DOWNTIME waste yang perhitungannya berdasarkan data historis dan pengamatan dari aktivitas. Berikutnya dilakukan pemilihan waste yang paling berpengaruh menggunakan Pareto Chart dan waste yang terpilih adalah waiting sebesar 114,6% dan defect sebesar 66,7%. Kemudian diidentifikasi risiko yang ditimbulkan dan diperoleh biaya kerugian sebesar Rp 481.193.750,00. Pada tahap analisis, dilakukan analisis untuk mencari akar permasalahan menggunakan RCA jenis 5 whys dan menganalisis potensi kegagalannya dengan inputan dampak potensial berasal dari identifikasi risiko menggunakan Probability FMEA. Hasil dari FMEA, didapatkan tiga alternatif yang memiliki RPN tertinggi Selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif menggunakan tabel value engineering dengan cost terendah, serta performance dan value tertinggi. Sehingga didapatkan alternatif terpilih dengan kombinasi alternatif 1 dan 3 yaitu penambahan tenaga ahli perawatan, melakukan perbaikan perancangan jadwal serta melakukan kontrol terhadap material dengan value sebesar 2,2. Kata Kunci— E-DOWNTIME waste, identifikasi risiko, lean manufacturing, lean risk, RCA, Probability FMEA, value engineering
PENDAHULUAN
Di
era perindustrian yang semakin kompetitif, berbagai
perusahaan bersaing ketat untuk mendapatkan keuntungan yang meningkat dan pelayanan terhadap konsumen yang memuaskan. Dua hal ini dapat dicapai dengan memberikan harga yang kompetitif, kualitas sesuai serta penyerahan kepada konsumen tepat waktu. Ketiga faktor ini juga berlaku bagi industri galangan kapal nasional agar mampu bertahan dan dapat bersaing secara global. Indonesia sendiri merupakan negara pembangun kapal dengan urutan 21 dari 22 negara jajaran dunia (oleh KER Kep. Riau, 2008). Sementara itu, dari jumlah perusahaan galangan kapal yang masih aktif, hanya PT PAL Indonesia yang mampu membuat kapal dengan ukuran sampai 50.000 dead weight tonage (DWT). PT PAL Indonesia merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang maritim yang bersifat job order. Pemesanan
kapal tidak hanya dilakukan oleh pihak dalam negeri tapi juga luar negeri. Sehingga pembangunan kapal yang sesuai dengan standar kualitas pihak pemesan adalah sebuah tuntutan agar PT PAL dapat bersaing di industri galangan kapal dunia. Perusahaan berusaha menerapkan berbagai improvement agar proses produksinya berjalan efektif dan efisien, karena dapat mempengaruhi performansi dan pencapaian target. Salah satu upaya yang dilakukan oleh industri galangan kapal dunia adalah menerapkan Lean. Lean adalah sebuah pendekatan yang fokus untuk mengurangi waste di proses manufaktur yang berjalan dengan cara meminimasi work in process dan mengeliminasi proses yang tidak bernilai tambah (George & Vaidya, 2007). Industri kapal IHI Jepang telah menerapkan lean manufacturing dan dapat bertahan sampai tingkat produktivitas tertinggi (Lamb, 2007). Pendekatan Lean dianggap sesuai karena permasalahan yang sering terjadi pada PT. PAL adalah sering terjadi total jam orang realisasi dalam bengkel yang melebihi plan. Koenig P.C. et al. (2002) dalam Kolic (2011) menjelaskan bahwa masalah yang
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 dialami kebanyakan galangan kapal yang kurang kompetitif di pasar global adalah proses assembly yang dilakukan dan metode pembuatan kapal yang kuno dan tidak produktif dibandingkan dengan galangan kapal yang sudah maju dengan mengadopsi atau sedang mengaplikasikan prinsip lean manufacturing. Proses pembangunan kapal terdapat beberapa tahapan yaitu pra fabrikasi, fabrikasi, sub assembly, assembly, block blasting, erection, dan outfitting. Penelitian ini akan lebih fokus untuk mengidentifikasi non value-added activity dan waste dalam bengkel sub assembly. Bengkel sub assembly dipilih karena inti dalam proses pembangunan kapal adalah perakitan plat-plat baja menjadi satu bentuk kapal yang utuh dan proses ini dimulai dari bengkel sub assembly. Berdasarkan Research Report on Shipbuilding Japan dalam Cho et al (1996) diketahui bahwa proses konstruksi lambung adalah 48-50% dari proses pembangunan kapal sehingga bengkel sub assembly yang dipilih adalah pada departemen konstruksi lambung. Terlihat pada proses pembuatan kapal yang dilakukan oleh bengkel, sebagian besar dari berbagai macam blok yang dikerjakan memiliki JO (jam orang) yang melebihi plan. JO normal adalah total JO realisasi yang sesuai dengan perencanaan (plan), sedangkan JO outlier adalah total JO realisasi yang memiliki kelebihan dari JO plan. Kelebihan total JO realisasi tersebut menunjukkan adanya indikasi sebuah pemborosan (waste) dalam proses produksi yang dilakukan.
2
I. URAIAN PENELITIAN A.
Lean
Filosofi dari Lean adalah mengukur seluruh aktivitas berdasarkan perspektif konsumen (Carreira, 2005). Vincent Gaspersz (2007) juga mendefinisikan Lean dengan lebih lengkap yaitu suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak berniali tambah (non value-added activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Berikut ini adalah waste yang diidentifikasikan oleh Vincent Gaspersz (2007) : 1. Excessive Transportation 2. Waiting 3. Defects 4. Unnecessary Inventory 5. Unnecessary motion 6. Inappropriate processing 7. Overproduction 8. Not Utilize Employee skill and ability 9. Environment, Health and Safety B. Prinsip Lean Vincent Gaspersz dalam bukunya yang berjudul Lean Six Sigma menjelaskan lima prinsip dasar lean, yaitu: 1) Specifying value from the customer’s perspective, 2) Identifying the Value Stream, 3) Flow, 4) Pull, 5) Perfection (Acceptable quality). C. Risiko dan Klasifikasinya
Gambar I.1 Diagram Performance Bengkel Sub Assembly pada Proyek Kapal Tanker 30.000 DWT (PT. PAL) Adanya waste ataupun aktivitas non added value mengandung unsur ketidakpastian yang dapat ditimbulkan dari material, proses produksi, kelalaian operator, packaging, bagian distribusi, dan hal lainnya(Asyrofa, 2010). Sehingga perlu dilakukan manajemen risiko untuk mengurangi risiko akibat timbulnya waste kritis sehingga diharapkan dapat memperpendek jam orang (JO) realisasi, meningkatkan kualitas, dan mengurangi biaya produksi. Pendekatan yang digunakan adalah Lean Risk yaitu menggabungkan konsep lean manufacturing dan risk management. Konsep Lean Manufacturing digunakan untuk mengidentifikasi waste dan non value-added activity sedangkan konsep Risk Management digunakan untuk menentukan waste kritis, sehingga dapat dikatakan risk dalam lean (Asyrofa, 2010).
Risiko adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi sasaran organisasi. Salah satu atribut risiko adalah ketidakpastian, baik dari sesuatu yang sudah diketahui maupun dari sesuatu yang belum diketahui (KNKG, 2011). KNKG (2011) juga menuliskan pengertian risiko dan istilah lainnya berdasarkan ISO GUIDE 73:2009, bahwa risiko adalah da mpak ketidakpastian pada sasaran. Pengklasifikasian risiko digolongkan menjadi beberapa macam, diantaranya : a) hazard risk adalah risiko kecelakaan fisik maupun ancaman bencana alam serta pengrusakan asset perusahaan, seperti kebakaran,banjir, dan pencurian yang menimpa perusahaan. Sumber hazard risk berasal dari internal sekaligus eksternal organisasi. b) Financial risk adalah risiko yang memiliki dampak pada keuangan perusahaan, seperti harga produk, kredit, dan kebijakan inflasi. c) Strategic risk adalah risiko yang berkaitan dengan strategi perusahaan yang mencakup kompetisi karena adanya
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 pasar bebas, inovasi teknologi, perubahan kebijakan, dan risiko akan reputasi perusahaan. d) Operational risk adalah risiko yang berkaitan aktivitas operasional dari perusahaan. Contohnya adalah kemampuan IT, operasi bisnis, dan sumber daya manusia. D. Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan aktivitas yang menentukan konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, dan mengontrol risiko terkait dengan fungsi atau proses sehingga dapat mengurangi kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Aktivitas tersebut melibatkan infrastruktur dan budaya organisasi perusahaan dan diterapkan secara logis dan sistematis (AS/NZS 4360:2004). Terdapat beberapa tahapan dalam proses manajemen risiko berdasarkan Australian/New Zealand Standard ISO 31000:2009. Tahapan tersebut terdiri dari : 1. Establish the context Tahap pertama adalah menentukan konteks dengan mendefinisikan parameter – parameter, ruang lingkup dan kriteria dari risiko yang akan dikelola pada tahap selanjutnya. 2. Identify Risks Merupakan sebuah proses yang sistematis untuk mengetahui risiko lebih mendalam. Pada tahap ini akan diidentifikasi risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam objek amatan. 3. Analyze Risks Tahap ini merupakan tahap identifikasi dan evaluasi kontrol yang ada saat itu, menentukan konsekuesi dan kemungkinan dan sebab tingkatan risikonya. Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan risiko dominan dan minor, dan penanganan risiko. Analisis dapat berbentuk kualitatif, semi kuantitatif dan kuantiatif atau kombinasi dari ketiganya. 4.Evaluate risk Tahap ini adalah perbandingan antara tingkat risiko yang ditemukan saat analisis dan kriteria risiko yang telah muncul sebelumnya. Pada analisis ini, risiko harus dibandingkan dengan dasar yang sama. Pada penelitian ini risiko yang dibandingkan berupa daftar tingkat prioritas risiko berdasarkan RPN tertinggi. 5. Penanganan Risiko Penanganan risiko memiliki beberapa alternatif yang dapat dilakukan meliputi identifikasi alternatif cara penanganan dan pemilihan alternatif. Untuk implementasi praktis dari proses ini, terdapat beberapa metode yang dikenal untuk analisis risiko yaitu: FMEA(Failure Mode and Effect Analysis) FTA(Fault Tree Analysis) HAZOP(Hazard Analysis Operability) HACCP(Hazard Analysis dan Critical Control Points)
3 E. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian menguraikan langkah-langkah sistematis untuk melakukan penelitian mulai dari latar belakang ditemukan permasalahan, tinjauan pustaka yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitan, sampai dengan penyelesaian dalam bentuk kesimpulan dan saran. Adapun penjelasan dari tahaptahap penelitian sesuai dengan flowchart metodologi penelitian pada gambar 2.2 adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Flowchart metodologi penelitian
II. HASIL A. Pendefinisian Pemborosan Pendefinisian ini bertujuan untuk menunjukkan permasalahan yang telah disebutkan pada latar belakang penelitian benar-benar sedang terjadi dan merupakan suatu masalah. Pemaparan yang dilakukan, terdiri dari identifikasi produk a matan, establish the context, Big Picture Maping, pemetaan aktivitas, dan pendefinisian risiko. Dari p emaparan l atar b elakang d iketahui bahwa sebagian besar blok kapal memiliki JO sub assembly lebih dari plan. Untuk menunjukkan bahwa bengkel perlu diteliti, maka dilihat juga dari data realisasi pengerjaan sub assembly blok. Setelah ditentukan objek amatan, kemudian ditentukan ruang lingkup penelitian (establish the context). The Strategic Context (ruang lingkup strategis) dan Organizational Context (ruang lingkup organisasi) adalah dasar ruang lingkup untuk pendefinisian risiko. Untuk ruang lingkup strategis, dilihat dari visi dan misi perusahaan serta kebijakan mutu perusahaan. Hasil y ang didapat menunjukkan ba hwa perusahaan fokus pada kualitas produk demi kepuasan pelanggan.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 Kemudian, dilakukan penggambaran proses bisnis perusahaan dengan Big Picture Mapping dan p emetaan ak tivitas. U ntuk pemetaan a ktivitas, d iketahui b ahwa value added activitiy sebesar 16%, necessary but non value added activity sebesar 64%, dan sisanya, 20%, merupakan non value added activity. Untuk pendefisinian risiko, sebelumnya dilakukan pembatasan bahwa r isiko yang didefinisikan dibatasi pada risiko yang terjadi di operasional (operational risk). B. Pengukuran Waste Paling Berpengaruh Pengukuran waste didasarkan pada data primer dan sekunder. Untuk d apat mendefinisikan masing-masing waste, maka ditentukan indikator dari masing-masing waste. • Environment and human safety Pada proses produksi yang dilakukan terdapat beberapa prinsip EHS yang kurang diperhatikan misalnya terdapat kelalaian operator dalam menggunakan alat keselamatan kerja (helm kerja, sarung tangan, masker, sepatu safety, kap penutup muka) terutama dalam proses pengelasan (welding). • Defect Hasil dari proses fitting dan welding yang tidak sesuai spesifikasi. Jenis waste ini terdapat beberapa macam yaitu cacat pemotongan, cacat fitting, dan deformasi (perubahan bentuk plat). C acat pemotongan berasal dari hasil fabrikasi (cutting) yang kurang rata, cacat fitting berasal dari plat yang tidak rata setelah proses fitting, dan deformasi yaitu perubahan bentuk plat setelah terjadi pengelasan dikarenakan panas suhu lasnya dan kondisi materialnya yang sudah tidak sebagus saat masuk gudang pusat. • Over Production Overproduction adalah istilah asing dari hasil produksi yang berlebihan atau melebihi kuota yang diinginkan. Pada bengkel sub assembly, tidak terdapat jenis waste ini dikarenakan proses pembangunan kapal sesuai dengan pesanan pihak owner. • Waiting Jenis pemborosan ini biasanya terjadi karena adanya kegiatan/aktivitas menunggu dalam proses produksi yang sedang berlangsung lama, sehingga menyebabkan material yang akan diproses secara bersamaan menjadi tertunda dan tidak sesuai dengan jadwal. Dalam hal ini, menunggu terjadi pada saat material awal yang sudah diproses harus menunggu material pasangannya untuk menjadi blok agar dapat di-assembly sehingga dapat terjadi keterlambatan pengerjaan di bengkel assembly. • Inventory Inventory merupakan jenis pemborosan berupa terjadinya penumpukan dan penyimpanan material selama proses produksi. Pada bengkel sub assembly, tidak terdapat jenis waste ini dikarenakan bengkel tidak memiliki tempat penyimpanan material ataupun menyediakan buffer untuk proses selanjutnya. • Not Utilizing Employees Knowledge, Skill and Abilities Waste jenis ini sudah jarang ditemui. Secara umum, pekerja yang ada sudah terutilisasi dengan baik. Pekerja-pekerja
4 yang mengalami gangguan ke sehatan d an t idak mampu melaksanakan tugasnya seperti s emula akan mendapatkan pengalihan pekerjaan ke bagian yang lain yang bisa dikerjakan. Pada bengkel sub assembly, operator yang mendapatkan tambahan pekerjaan yang tidak sesuai dengan deskripsi pekerjaan adalah transporter. Transporter menggantikan posisi quality control dalam bengkel untuk melakukan inspeksi akhir sebelum dikirm ke inventory class. Hal ini dilakukan sejak terbatasnya karyawan QC dalam perusahaan. P erhitungannya adalah 4 jam dari 160 jam total jam kerja dalam satu bulan yaitu 2,5 % adalah melakukan inspeksi. • Transportation Dalam hal ini terdapat beberapa pemborosan yang terjadi yaitu pada saat dilakukan pemindahan material dari bengkel sebelumnya ke area kerja dan saat material harus diberikan proses tambahan (fairing) yang harus dibawa ke bengkel sebelumnya untuk diproses kembali. Waktu ini terbuang karena terjadi pemindahan berulang ke bengkel sebelumnya. Perhitungan dilakukan berdasarkan aktivitas harian yang dilakukan oleh transporter setiap harinya dilihat dari Process Activity Mapping pada sub bab sebelumnya. Dalam aktivitas non value adding, terdapat 3 aktivitas transportasi sehingga prosentase aktivitas transportasi sebesar 4%. • Motion Motion atau pemborosan berupa gerakan operator yang berlebihan dapat terjadi sebelum, selama, ataupun sesudah proses produksi. Motion yang tidak perlu banyak terjadi saat proses fitting, dimana operator harus bolak balik dari tempat penyimpanan alat dan area mesin serta material berada. Jadi, prosentase aktivitas motion sebesar 9,3%. • Excessive Processing Jenis waste ini terjadi saat sub proses terakhir atau finishing, dimana terdapat proses yang tidak tercantum pada prosedur namun sering dilakukan oleh operator. Proses ini adalah proses line heating atau fairing untuk memperbaiki kecacatan yang sering terjadi karena welding. Hal ini menyebabkan bertambahnya waktu proses yang dibutuhkan di dalam bengkel sub assembly. Jadi, prosentase aktivitas excessive processing sebesar 6 %.
Gambar 2.1 Hasil Perhitungan Waste C. Biaya Kerugian Biaya kerugian yang ditimbulkan dari kedua waste ini sangatlah tinggi. Biaya kerugian dari waiting waste diperoleh dari jumlah operator x jam kerja x jumlah waiting waste (hari) x biaya per JO yaitu sebesar
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 23 x 8 x 416 x Rp 6.250 = Rp 478.400.000,00 Sedangkan untuk kerugian yang ditimbulkan oleh defect waste diperoleh dari JO tambah untuk repair x biaya per JO x total kejadian defect yaitu sebesar 17 x Rp 6.250 x 66 = Rp 2.793.750,00 Jadi, total kerugian seluruhnya adalah sebesar Rp 478.400.000,00 + Rp 2.793.750,00 = Rp 481.193.750,00
5
Tabel 2.1 FMEA
D. Proses Penyebab Waste dan Risiko yang Ditimbulkan Waiting terjadi karena adanya indikasi material yang menunggu untuk diproses lebih lanjut. Indikasi aktivitas tersebut disebabkan oleh pengerjaan material yang tidak sesuai dengan jadwal dan urutannya Dari berbagai aktivitas menunggu yang terjadi, terdapat tiga sub waste yang menjadi indikasi penyebabnya yaitu karena material yang tidak tersedia, adanya mesin yang tidak bisa beroperasi (berhenti), dan gambar kerja yang harus direvisi.
Gambar 2.2 RCA Waiting Analisis terhadap defect dilakukan dengan mengetahui seberapa banyak dampak yang diakibatkan oleh setiap defect yang terjadi. Dari hasil pengamatan di bengkel, terdapat tiga jenis defect yaitu cacat preparation, cacat fitting, dan deformasi (perubahan bentuk material).
Fokus perbaikan dipilih berdasarkan RPN tertinggi yaitu ada tiga alternatif yang akan dipertimbangkan. F. Alternatif Perbaikan Alternatif p erbaikan yang diberikan berdasarkan kondisi yang ada untuk mereduksi waste, dari RCA dan FMEA, serta telah melalui brainstorming dengan pihak manajemen. Tabel 2.2 Alternatif Perbaikan
Gambar 2.3 RCA Defect E. FMEA Setelah ditelusuri akar penyebab dari sub-waste kritis, kemudian dibuat FMEA guna mengetahui prioritas perbaikan yang d apat dilakukan dengan melihat Risk Priority Number (RPN). H asil R PN untuk waste defect dan waiting dapat dilihat pada tabel berikut.
G. Value Analysis Pemilihan alternatif terbaik, mempertimbangkan performance dan c ost. Selain itu j uga menggunakan value a nalysis. Konsep value analysis sudah mempertimbangkan performance dan cost, terlihat pada Persamaan 5.1. Bobot dari masing – masing kriteria sebagai berikut : 1. Pengurangan defect 2. Penurunan tingkat keterlambatan proses produksi
0.4 0.6
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
6
0.4 3 3 5 5 5 3 6 6
0.6 3 7 3 6 3 4 7 5
3 483,987,500.00 5.4 871,177,500.00 3.8 613,050,833.33 5.6 903,443,333.33 3.8 613,050,833.33 3.6 580,785,000.00 6.6 1,064,772,500.00 5.4 871,177,500.00
Value
0 1 2 3 1,2 2,3 1,3 1,2,3
Perfomance
Pengurangan Keterlam defect batan
Cost( C )
1 2 3 4 5 6 7 8
Alternatif
No
Bobot kriteria
Perfomance (P)
Tabel 2.3 Perhitungan Kombinasi Alternatif Perbaikan
483,987,500.00 486,987,500.00 488,364,500.00 484,037,500.00 488,862,500.00 488,414,500.00 487,037,500.00 488,912,500.00
1 1.8 1.3 1.9 1.3 1.2 2.2 1.8
Setiap alternatif terpilih memiliki kelebihan dan kekurangan saat diterapkan di perusahaan. Cost terendah yang dihasilkan dari kombinasi alternatif yaitu alternatif 3, memperbaiki perancangan jadwal dan meningkatkan kontrol terhadap material. Alternatif ini merupakan usulan perbaikan yang dapat dilakukan pada departemen kemanproan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penjadwalan produksi dan pengadaan material sebagai pihak yang bertanggung jawab atas material dalam gudang sebelum produksi. Untuk perfomance dan value tertinggi didapatkan pada kombinasi alternatif 1 dan 3 yaitu penambahan tenaga ahli perawatan dan memperbaiki perancangan jadwal dan meningkatkan kontrol terhadap material. Kombinasi ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari kombinasi alternatif 1 dan 3. Kelebihan kombinasi alternatif 1 dan 3 : • Usulan perbaikan yang dilakukan dapat meningkatkan produktivitas bengkel, • Dapat mengurangi risiko keterlambatan proses produksi, dan • Kondisi material selalu terkontrol. • Risiko mesin berhenti menurun. Kelemahan kombinasi alternatif 1 dan 3 : • Biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan usulan perbaikan alternatif yang lain, dan • Perlu analisis yang lebih jauh untuk mengurangi pemborosan bengkel. Dari hasil analisa kelebihan dan kekurangan setiap alternatif terpilih, maka didapatkan hasil untuk memilih alternatif kombinasi 1 dan 3 dibandingkan alternatif 3. Hal ini dikarenakan perusahaan hanya mengeluarkan sedikit tambahan biaya untuk perbaikan yang akan dilakukan dan kombinasi alternatif 1 dan 3 lebih banyak memiliki kelebihan daripada alternatif 3 saja yang dipilih.
DAFTAR PUSTAKA Australian/New Zealand Standard Risk Management AS/NZS 4360:2004 Australian/New Zealand Standard Risk Management AS/NZS ISO 31000:2009
Anderson, D.O, (2001), Hazard Analysis in Engineering Design, Lousiana Tech University Agustin, R. (2013), Analisis Risiko pada Implementasi Lean di IPAL Ngagel III PDAM Surabaya. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Asyrofa, R. (2010), Peningkatan Kualitas Melalui Reduksi Waste Menggunakan Pendekatan Lean Risk di PT. Gunawan Dianjaya Steel Surabaya. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Carreira, Bill, (2005), Lean manufacturing that works : powerful tools for dramatically reducing waste and maximizing profits. New York USA : AMACOM. Cho, K. K., et al (1996), An Automatic Process-Planning System for Block Assembly in Shipbuilding, Research Report, Pusan National University, Korea. Fanani, Zaenal. (2011), Implementasi Lean Manufacturing untuk Peningkatan Produktivitas (Studi Kasus Pada PT. Ekamas Fortuna Malang). Tesis Magister Management, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya Gaspersz, Vincent, (2007), Lean Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama George, Bryan & Vaidya, Viwek. 2007. Applying Lean to Welding Operations. Welding Journal Hidayati, Nurul. (2005). Evaluasi dan Perbaikan Proses Fabrikasi dengan Pendekatan Lean Six Sigma (studi kasus PT. PAL Indonesia Divisi Kapal Niaga pada Pembangunan Kapal 50.000 DWT). Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. KER Kep. Riau. 2008. Perkembangan Industri Galangan Kapal (Shipyard) Indonesia Periode 2005-2007 Kolic, Damir (2011), Methodology for Improving Flow to Achieve Lean Manufacturing in Shipbuilding, Production Planning and Control KNKG. 2011. DRAFT PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BERBASIS GOVERNANCE. Lamb, T. 2007. Worldwide Shipbuilding Productivity Status and Trends. Pan American Conference of Naval Engineering, Maritime Transport and Port Engineering. Leeuwen, J., F., v., et al. 2009. Risk Analysis by FMEA as an Element of Analytical Validation. Journal of Pharmaceutical and Biomedical analysis. Vol. 50. pp. 1085-1087. Nauta, M., J., et al. (2012). Risk an alysis o f an alytical validations by probabilistic modification of FMEA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical analysis. Vol. 64– 65. pp. 82– 86 PT. PAL Indonesia. (2013). Project and Planning Control Data. Surabaya: Author Viornerry and Le Goff. 2010. Quality Risk Management: Implementation of ICH Q9 in the pharmaceutical field an example of methodology form PIC/S. European Medicines Agency, London. Wilson, Lonnie, (2010), How to implement lean manufacturing. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.