EVALUASI PROSES PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM DENGAN PENDEKATAN STRUCTURAL EQUATION MODELING DI PT MEDCO E&P INDONESIA Ikhsan Salman, Bambang Syairudin Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 e-mail
[email protected] ;
[email protected] ABSTRAK Penerapan sistem penilaian kinerja telah menjadi suatu kebutuhan bagi perusahaan, dimana penggunaan yang tepat dapat membuatnya menjadi alat bagi sebuah organisasi untuk memastikan tercapainya tujuan strategis perusahaan. PT. Medco E&P Indonesia telah menyadari pentingnya sistem penilaian kinerja dan telah memiliki sistem penilaian kinerja formal melalui Performance Management System (PMS). Namun dalam aplikasinya, PMS dirasakan belum memenuhi tujuannya secara efektif, yang diindikasikan terdapat permasalahan dalam prosesnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor permasalahan dalam proses sistem penilaian kinerja di PT. Medco E&P Indonesia. Penelitian ini menganalisis faktor perilaku dan keadilan dalam organisasi yang mempengaruhi sistem penilaian kinerja. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data primer yang berasal dari kuesioner yang dibuat berdasar keadaan nyata di lapangan. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dilakukan pengolahan data sesuai dengan langkah-langkah pendekatan Structural Equation Modeling dengan bantuan software AMOS. Sehingga didapatkan suatu model serta persamaan yang sesuai dengan keadaan nyata di lapangan untuk menjadi bahan analisis. Selanjutnya dari hasil analisis ini akan dapat diketahui faktor yang menjadi akar permasalahan dalam proses PMS untuk dibuat suatu rekomendasi perbaikan. Kata kunci : Performance Management System, PT Medco E&P Indonesia, Structural Equation Modeling
1.
Pendahuluan Saat ini tantangan-tantangan terhadap perusahaan baik dari faktor eksternal maupun internal memaksa perusahaan untuk terus melakukan inovasi dalam rangka meningkatkan nilai kompetitif perusahaan dan bertahan dalam cepatnya perubahan secara global (Gunasekaran, 2005). Dalam situasi ini, sistem penilaian kinerja menjadi salah satu kunci penting yang dapat membantu perusahaan dalam proses pengelolaan perusahaan (Johnson, 1987). Mengutip Bisoux (2004) yang mengatakan bahwa walaupun perusahaan memiliki tenaga kerja sebanyak ribuan atau bahkan ratusan ribu, keberhasilannya tetap mengandalkan kinerja setiap individu yang ada. Sistem penilaian kinerja dikembangkan untuk proses pengawasan dan kontrol sebuah perusahaan, yang merupakan kesatuan proses untuk memastikan bahwa perusahaan telah berjalan menuju target dan objektif yang telah ditentukan sebelumnya (Mansor, 2012). Suatu sistem yang memiliki pendekatan untuk
mengelola kinerja perusahaan dengan mengelola kinerja individu di dalam perusahaan tersebut (Otley, 1999). Idealnya, tujuan utama perusahaan sebaiknya dapat menjadi orientasi keseluruhan individu dalam perusahaan yang bersangkutan. PT Medco E&P Indonesia sebagai salah satu perusahaan oil & gas terbaik Indonesia tentu lebih proaktif mengenai hal tersebut. PT Medco E&P Indonesia saat ini telah memiliki sistem penilaian kinerja yang dilakukan melalui Performance Management System (PMS), yang dimaksudkan untuk memudahkan karyawan dalam membuat perencanaan karir, pelatihan dan pengembangan, peningkatan gaji, promosi, dan keputusan-keputusan yang menyangkut sumber daya manusia lainnya. PMS di PT Medco E&P Indonesia merupakan kajian sistematis tentang kondisi kinerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. PMS merupakan sebuah siklus yang pada dasarnya terdiri dari 1
perencanaan kinerja, pemantauan atau peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut. Dimana siklus ini berjalan dari tahun ke tahun, berkelanjutan dengan adanya perbaikan yang berkesinambungan. Dengan adanya keseluruhan proses yang telah tertata, PT. Medco E&P Indonesia percaya bahwa dengan berjalannya keseluruhan proses dengan baik, PMS dapat menjalankan tujuannya dengan efektif. Namun, setelah beberapa tahun implementasi, terdapat indikasi bahwa PMS tidak merepresentasikan kinerja dari karyawan dan tidak meningkatkan kinerja karyawan seperti tujuan utama dari PMS sendiri. Adanya indikasi permasalahan ini nyatanya tidak hanya dihadapi oleh PT. Medco E&P Indonesia. Faktanya, menurut hasil survei terhadap 278 organisasi, dengan dua-pertiga dari keseluruhan organisasi tersebut merupakan perusahaan multinasional dari 15 negara yang berbeda, diketahui bahwa lebih dari 90% telah menerapkan sistem penilaian kinerja formal (Aguinis, 2011). Namun, walaupun mayoritas telah menerapkan sistem penilaian kinerja, puluhan studi menunjukkan hasil yang konsisten bahwa perusahaan belum dapat mengelola kinerja karyawan dengan baik. Singkat kata, hanya 3 dari 10 karyawan yang percaya bahwa sistem penilaian kinerja perusahaan mereka benar-benar membantu mereka meningkatkan kinerja mereka (Aguinis, 2011). Hal ini didukung oleh banyaknya penelitian-penilitian tentang pengembangan sistem dan proses penilaian kinerja. Dimana dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa perilaku karyawan terhadap sistem penilaian kinerja lebih berdasarkan pada persepsi mereka terhadap sistem tersebut, bukan sepenuhnya karena desain dari sistem itu sendiri (Robbins, 2003). Menurut penelitian terdahulu, faktor yang mempengaruhi hal tersebut terbagi menjadi 2 faktor utama yaitu contextual & organizational factors, dan technology factors pada studi kasus penelitian dengan lokasi di Mexico dan India (Varma, 2007). Pada beberapa penelitian lainnya didapatkan hasil keterkaitan antara perilaku individu dalam organisasi dengan permasalahan keadilan dalam organisasi tersebut (Simons, 2003). Selain itu, dalam dekade terakhir keadilan dalam organisasi menjadi topik penelitian yang cukup sering dilakukan (Cropanzano, 1997),
dimana beberapa diantaranya ditemukan bahwa persepsi yang baik terhadap keadilan dalam organisasi dapat meningkatkan komitmen, kepuasan kerja dan kinerja individu terhadap organisasi tersebut (Colquitt, 2001). PMS seharusnya dapat menjalankan tujuan penggunaannya secara efektif. Namun keadaan saat ini PMS belum dapat memenuhi tujuannya secara efektif. Maka pada penelitian ini penulis tertarik untuk mengetahui faktorfaktor permasalahan dalam proses PMS melalui analisis faktor perilaku, keadilan distribusial dan keadilan prosedural dalam organisasi, dimana akan dilakukan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) menggunakan faktor-faktor tersebut. Beberapa keunggulan yang melatarbelakangi penggunaan SEM adalah SEM memiliki kemampuan untuk mengestimasikan hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship yang merupakan hubungan antara variabel dependen dan independen yang dibentuk dalam model struktural. Keunggulan SEM lainnya adalah kemampuan SEM untuk menggambarkan pola hubungan antara suatu variabel laten yang tidak dapat dilakukan pengukuran secara langsung dengan menggunakan variabel manifes. 2. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yakni sebagai berikut: 2.1 Tahap Pendahuluan Pada tahap ini, setelah mendapatkan perumusan masalah serta tujuan penelitian sebelumnya, penulis melakukan perencanaan penelitian serta langkah-langkah untuk mewujudkan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan studi literatur dan studi lapangan yang dilanjutkan dengan pembentukan spesifikasi model penelitian. Spesifikasi model dilakukan dengan menggambarkan model dalam bentuk diagram alur. Tujuan pembentukan diagram alur adalah untuk memberikan kemudahan dalam mengetahui hubungan kausalitas variabel-variabel yang diuji, yang meliputi variabel eksogen dan endogen. 2.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap pengumpulan data dimulai dengan pembuatan kuesioner berdasarkan indikatorindikator dalam model penelitian. Penggunaan kuesioner dilakukan untuk mengetahui serta
2
mengkonfirmasi faktor-faktor mana saja yang menjadi faktor-faktor yang berpengaruh dalam model penelitian. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan pendekatan SEM. Pengolahan data dilakukan berdasarkan model penelitian serta data yang telah didapatkan melalui penyebaran kuesioner. Tahapan SEM terdiri atas tahap spesifikasi model, tahap identifikasi model, tahap uji kecocokan model, tahap estimasi parameter dan tahap respesifikasi model apabila dibutuhkan. (Yamin, 2009) 2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan interpretasi data terhadap data yang telah dikumpulan dan diolah sebelumnya. Luaran ini akan menjadi masukan bagi perusahaan untuk memperbaiki proses PMS. Analisis yang komprehensif akan disajikan terkait model penelitian yang diajukan. Selain itu, disusun pula analisis rekomendasi perbaikan. Analisis ini akan menjadi rekomendasi bagi perusahaan dalam perbaikan proses sistem penilaian kinerja. 2.4 Penarikan Simpulan dan Rekomendasi Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian, yakni berupa pengambilan kesimpulan dan penyusunan beberapa saran yang dihasilkan selama proses penelitian.
variabel laten dijelaskan oleh tiga atau lebih indikator, jumlah sampel 100-150 data sudah dianggap memadai (Santoso, 2012). 3.2 Identifikasi Model Setelah data didapatkan kemudian dilakukan uji asumsi terhadap data untuk memenuhi asumsi yang digunakan dengan pendekatan structural equation modeling. Penelitian dengan instrumen yang baik harus memiliki instrumen yang valid dan reliabel. Instrumen yang valid adalah ketika pernyataan-pernyataaan dalam instrumen tersebut benar mengukur apa yang ingin diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran kekonsistenan dan kestabilan jika pengukuran dilakukan secara berulang-ulang. Pengujian terhadap validitas dan reliabilitas kuesioner menggunakan bantuan software SPSS 20. Kemudian didapatkan hasil yang menyebutkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini valid dan reliabel. Asumsi yang selanjutnya adalah multinormalitas, dimana pengujian multinormalitas dilakukan untuk menguji data dengan multivariabel (lebih dari 1 variabel), dimana pengujian distribusi multinormal pada data menggunakan statistik d2, yaitu jarak Mahalanobis tiap observasi. Jarak Mahalanobis adalah jarak kuadrat suatu data terhadap pemusatan datanya. Semakin jauh jarak sebuah data dengan titik pusat (centroid), semakin ada kemungkinan data tersebut masuk dalam kategori outlier, atau data yang sangat berbeda dengan data lainnya (Santoso, 2012). Nilai d2 ini akan dibandingkan dengan nilai X2tabel, dimana apabila nilai d2< X2tabel, maka observasi tersebut mengikuti persebaran normal. Hasil pengujian multinormalitas terdapat pada Gambar 1.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Bagian ini menyampaikan secara spesifik tahap pengumpulan data dan pengolahan data untuk membuat suatu rekomendasi perbaikan bagi perusahaan. 3.1 Penyebaran Kuesioner Total seluruh karyawan PT. Medco E&P Indonesia adalah sebanyak 1321 karyawan tetap yang tersebar di blok operasi serta kantor milik PT. Medco E&P Indonesia di seluruh Indonesia, dimana level jabatan karyawan terbagi dalam level jabatan struktural dan nonstruktural. Dalam penelitian ini, dibatasi penyebaran kuesioner hanya pada karyawan dengan level jabatan non-struktural yang berjumlah total sekitar 900 orang. Kuesioner disebarkan kepada seluruh karyawan tersebut melalui sistem informasi internal perusahaan yang bernama BPM dengan bantuan Divisi Talent Development. Untuk model SEM dengan jumlah variabel laten 3-5 buah dan setiap
Scatterplot of Q vs DD 700 600 500 400
Q
300 200 100 0 -100 -200 0
1
2
3
4
5
6
7
8
DD
Gambar 1 Hasil Pengujian Multinormalitas
3
9
Dikarenakan sebanyak 53,33% data penelitian ini mempunyai d2< X2tabel serta plot pada Gambar 1 menunjukan kecenderungan membentuk garis lurus diagonal dari kiri bawah ke kanan atas, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini telah memenuhi distribusi normal. Kemudian asumsi yang terakhir adalah tidak adanya kasus multikolinearitas. Multikolinearitas dapat dideteksi melalui Varians Inflation Factor (VIF) yang tinggi, dimana apabila nilai tolerance lebih dari 0,1 (10%) dan nilai VIF kurang dari 10, maka data tidak mengalami multikolinearitas. Hasil pengujian multikolinearitas terdapat pada Tabel 1.
pada setiap konstruk memang dapat menjelaskan konstruk tersebut (Santoso, 2012). Dalam model yang ada, akan dicari validitas konvergen masing-masing indikator serta reliabilitas konstruk agar memastikan konsep suatu konstruk berada dalam kondisi undimensional menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Model dengan nilai degree of freedom (df) sebesar 0 memiliki keadaan undimensional yang tidak perlu diuji, namun model dengan nilai df positif perlu diuji terlebih dahulu menggunakan beberapa parameter goodness of fit. Tabel 2 menunjukan hasil uji measurement model keseluruhan konstruk model penelitian. Tabel 2 Hasil Uji Measurement Model Organizational Factor (OF) Goodness of Fit Hasil Cut-Off Index Model Chi-Square (df=0) 0 0 GFI Mendekati 1 1 NFI ≥1 1 Distributive Justice (DJ) Goodness of Fit Hasil Cut-Off Index Model Chi-Square (df=0) 0 0 GFI Mendekati 1 1 NFI ≥1 1 Procedural Justice (PJ) Goodness of Fit Hasil Cut-Off Index Model Chi-Square (df=1) <2 0.158 Probability Level ≥0.05 0.691 GFI Mendekati 1 0.999 NFI ≥1 0.999 PMS Effectiveness (PE) Goodness of Fit Hasil Cut-Off Index Model Chi-Square (df=0) 0 0 GFI Mendekati 1 1 NFI ≥1 1
Tabel 1 Hasil Pengujian Multikolinearitas Varia bel
Indikat or OF1
OF
DJ
PJ
PE
Collinearity statistic VIF Tolerance 0,9 1,111
OF2
0,433
2,309
OF3
0,414
2,416
DJ1
0,523
1,913
DJ2
0,669
1,494
DJ3
0,528
1,894
PJ1
0,372
2,688
PJ2
0,463
2,158
PJ3
0,281
3,557
PJ4
0,297
3,362
PE1
0,318
3,141
PE2
0,288
3,473
PE3
0,517
1,935
Keterang an Tidak terjadi multikolin earitas Tidak terjadi multikolin earitas Tidak terjadi multikolin earitas Tidak terjadi multikolin earitas
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kasus multikolinearitas. Karena semua asumsi telah terpenuhi, maka analisis dengan pendekatan SEM layak untuk dilakukan.
Keterangan Fit Fit Fit Keterangan Fit Fit Fit Keterangan Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit Keterangan Fit Fit Fit
Berdasarkan Tabel 2, dengan nilai yang telah memenuhi parameter-parameter goodness of fit, dapat disimpulkan bahwa data dan model telah sesuai dengan baik.
3.3 Uji Kecocokan Model Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kesesuaian model penelitian yang dihipotesiskan menggunakan bantuan software AMOS 20, dimana uji kecocokan model akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu uji measurement model dan uji structural model. Uji measurement model pada dasarnya digunakan untuk menguji apakah model secara keseluruhan dapat dikatakan fit dengan data sampel yang ada, serta digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing indikator
Gambar 2 Model Penelitian
Uji Structural model dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel laten
4
seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini, dimana bagian-bagian dalam model sama dengan uji measurement model yang telah dilakukan sebelumnya. Pada Gambar 2, dapat dilihat model penelitian, dan pengaruh kontribusi indikator terhadap variabel latennya serta pengaruh antar masing-masing variabel laten Uji kecocokan keseluruhan model secara langsung (Overall Model Fit) dilakukan dengan menggunakan bantuan software AMOS 20 dengan mode Analyze-Calculate Estimates. Hasil pengujian kecocokan model keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 3 Model Penelitian (1)
Kemudian setelah dilakukan pengujian ulang pada model penelitian setelah dimodifikasi, Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian structural model penelitian setelah dimofikasi.
Tabel 3 Hasil Uji Structural Model Goodness of Fit Index Chi-Square (df=61) Probability Level GFI AGFI NFI RFI RMSEA
Cut-Off <122 ≥0.05 1 1 ≥1 ≥1 <0.08
Hasil Model 288.257 0.001 0.738 0.609 0.735 0.662 0,184
Tabel 4 Hasil Uji Structural Model (1)
Keterangan
Goodness of Fit Index Chi-Square (df=6) Probability Level GFI AGFI NFI RFI RMSEA
Marginal Fit Marginal Fit Marginal Fit Marginal Fit Marginal Fit Marginal Fit Marginal Fit
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa hampir seluruh parameter tidak memenuhi cutoff value secara sempurna. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa model yang dihipotesiskan belum sesuai dan tidak didukung dengan data yang ada. Melihat kondisi model pada Tabel 6, maka respesifikasi model dirasa perlu dilakukan. Respesifikasi model dilakukan untuk membuat model semakin sesuai dengan data yang ada (Santoso, 2012). Respesifikasi model dapat dilakukan dengan adanya landasan teori yang kuat, sama dengan tahap spesifikasi model diawal penelitian. Pada kasus model penelitian ini, yang dibangun berdasarkan landasan teori model-model yang telah diuji sebelumnya. Maka perlu ditinjau ulang dari model-model yang menjadi dasar model penelitian ini. Menurut analisis penulis, terdapat kesalahan dalam penetapan hubungan antar variabel laten. Karena berdasarkan model Tjahjono (2009) mengenai variabel keadilan yang mencangkup variabel Distributive Justice (DJ) dan Procedural Justice (PJ) yang diadopsi dalam model penelitian ini, terdapat hubungan kovarians antara 2 variabel laten tersebut. Maka model penelitian dimodifikasi dengan memberikan hubungan kovarians antara variabel DJ dan PJ. Gambar yang menunjukkan model penelitian setelah dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Cut-Off <120 ≥0.05 Mendekati 1 Mendekati 1 ≥1 ≥1 <0.08
Hasil Model 119.5 0.06 0.913 0.817 0.918 0.863 0,105
Keterangan Good Fit Good Fit Good Fit Close Fit Good Fit Close Fit Close Fit
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa setelah dilakukan modifikasi, terdapat perbaikan kesesuaian dari model penelitian. Hampir seluruh parameter telah terpenuhi secara sempurna, dan model penelitian ini dianggap sebagai alternatif yang lebih baik. 3.4 Estimasi Parameter Setelah memastikan bahwa keseluruhan model telah sesuai dan didukung oleh data yang ada, maka langkah selanjutnya adalah estimasi parameter, yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar konstruk dalam model penelitian. Untuk mengetahui hubungan antar konstruk dalam model, digunakan hasil keluaran software AMOS 20 pada bagian EstimatesRegression Weights, yang apabila dilihat pada kolom Estimate, variabel independen yang memiliki hubungan kuat dengan variabel dependen adalah variabel OF dan DJ dengan nilai p lebih kecil dari 0.05. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar hubungan indikator-indikator dengan konstruknya, digunakan hasil keluaran software AMOS 20 pada bagian Estimates-Standardized Regression Weights, yang menunjukan seberapa kuat hubungan antara indikator dengan konstruk. Dengan nilai lebih besar dari 0.8, terdapat beberapa indikator yang memiliki hubungan kuat dengan konstruknya. Indikator-indikator 5
tersebut antara lain adalah OF3, DJ1, PJ2, PJ3, PJ4, dan PE1.
sesuai dan seluruh parameter uji telah terpenuhi, maka penulis menyimpulkan bahwa alternatif model tersebut merupakan alternatif yang terbaik pada penelitian ini. Ketika model telah dianggap sebagai alternatif terbaik, maka langkah selanjutnya dapat dilakukan, yaitu estimasi parameter model. Setelah dilakukan proses perhitungan, dapat dilihat pada Tabel 5 yang menjadi acuan dalam menjawab hipotesis penelitian. Dengan nilai p sebesar 0.015 yang lebih kecil dari 0.05, maka H1a ditolak, yaitu variabel laten PMS Effectiveness dipengaruhi secara langsung oleh variabel laten Organizational Factor. Sedangkan dengan nilai p sebesar 0.009 yang lebih kecil dari 0.05, maka H2a ditolak, yang berarti variabel laten PMS Effectiveness dipengaruhi secara langsung oleh variabel laten Distributive Justice. Kemudian untuk hipotesis yang terakhir, dengan nilai p sebesar 0.358 yang jauh lebih besar dari 0.05, maka H3a diterima, atau dapat disimpulkan bahwa variabel laten PMS Effectiveness tidak dipengaruhi secara langsung oleh variabel laten Procedural Justice. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor internal organisasi serta keadilan yang merata di dalamnya memiliki pengaruh nyata terhadap efektivitas penggunaan PMS. Sedangkan untuk signifikansi hubungan antara masing-masing indikator dengan variabel latennya, dapat dilihat pada Tabel 6 dimana indikator-indikator yang memiliki pengaruh signifikan adalah indikator OF3, DJ1, PJ2, PJ3, PJ4, dan PE1. Signifikansi dari indikator PE1 (PMS belum membantu untuk meningkatkan kompetensi karyawan), menunjukan bahwa efektivitas dari PMS masih belum dapat dikatakan baik, dikarenakan karyawan merasa PMS belum dapat membantu mereka untuk meningkatkan kinerja mereka, sesuai dengan rumusan permasalahan yang dirumuskan di awal penelitian. Kemudian dengan didukung oleh hasil analisis hipotesis dan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang memiliki peran paling besar bagi efektivitas penggunakan PMS adalah variabel laten Organizational Factor dan Distributive Justice. Dimana indikator yang memiliki signifikansi terbesar adalah indikator OF3 dan DJ1, yaitu komitmen atasan terhadap keseluruhan proses PMS dan kesesuaian penilaian yang diterima pengguna dengan upaya kerja yang telah mereka berikan.
4. Analisis dan Pembahasan Analisis dan pembahasan fokus pada hasil pengolahan data untuk menjadi suatu rekomendasi perbaikan bagi perusahaan. 4.1 Analisis Hasil Uji Kecocokan Model Berdasarkan hasil pada uji kecocokan model yang dilakukan terhadap keempat konstruk model penelitian, hanya terdapat 1 konstruk yang belum sesuai, yaitu konstruk Procedural Justice (PJ). Pada konstruk PJ, cutvalue hampir seluruh alat uji tidak terpenuhi, sehingga dapat dikatakan indikator-indikator dalam konstruk PJ belum dapat merepresentatifkan konstruk PJ dengan baik. Namun setelah dilakukan analisis, diduga terdapat bias antara kedua indikator, yaitu indikator PJ1 dan PJ2. Maka dilakukan respesifikasi model dengan menambahkan hubungan kovarians antara kedua indikator tersebut. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan korelasi antara error pada hasil keluaran software AMOS. Setelah respesifikasi dan dilakukan pengujian ulang, konstruk PJ telah memenuhi seluruh alat uji yang ada, maka seluruh konstruk telah tersusun oleh masing-masing indikatornya dengan baik dan uji kecocokan model dapat dilanjutkan. Pada hasil uji structural model, dapat dilihat bahwa model awal penelitian belum memenuhi cut-value dari kesemua alat uji. Hal ini berarti model awal tersebut masih belum dapat merepresentasikan data yang didapat dari kondisi nyata. Untuk memperbaiki kesesuaian model, perlu dilakukan respesifikasi model penelitian, namun untuk melakukan respesifikasi model diperlukan landasan teori yang kuat. Maka ditinjau ulang model-model yang menjadi dasar model penelitian ini, dimana menurut analisis penulis, terdapat kesalahan dalam penetapan hubungan antar variabel laten. Karena berdasarkan model Tjahjono (2009) mengenai variabel keadilan yang mencangkup variabel Distributive Justice (DJ) dan Procedural Justice (PJ) yang diadopsi dalam model penelitian ini, terdapat hubungan kovarians antara 2 variabel laten tersebut. Maka model penelitian dimodifikasi dengan memberikan hubungan kovarians antara variabel DJ dan PJ. Setelah dilakukan respesifikasi model, Tabel 4 menunjukkan bahwa model telah
6
Signifikansi yang dimiliki indikator OF3 sesuai dengan konstruk OF yang dibuat oleh Mansor (2012) dengan indikator Management Commitment dengan signifikansi tertinggi. Keadaan faktor internal organisasi yang memiliki pengaruh yang paling signifikan ini sesuai dengan hasil model penelitian yang dibuat oleh Varma (2007) Sole (2009), dan Mansor (2012) yang menjadi landasan teori model penelitian ini. Menurut analisis penulis, hal ini dikarenakan faktor internal organisasi terhadap efektivitas sistem penilaian kinerja dalam beberapa waktu dan tempat yang berbeda tidak terlalu berbeda, dengan adanya permasalahan sama yang belum dapat ditemukan solusi terbaiknya. Komitmen atasan terhadap keseluruhan proses penilaian kinerja adalah permasalahan tersebut. Tidak semua atasan sepenuhnya memahami pentingnya sistem penilaian kinerja dan mau melakukannya dengan baik, dengan alasan dan masalah yang berbeda. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan seorang atasan tersebut, namun juga dapat dipengaruhi berbagai hal seperti tekanan dari atas, suasana kerja yang kurang nyaman, bahkan alasan politikal. Kemudian faktor yang kedua adalah keadilan yang merata, dengan permasalahan utama adalah kesesuaian penilaian yang diterima karyawan dengan upaya kerja mereka. Hal ini menjadi masalah yang telah disadari oleh perusahaan, dimana menetapkan standar penilaian yang tepat bagi masing-masing bagian dan kepala diperlukan. Namun faktor subjektivitas tentu tidak dapat dihilangkan, dan dalam perusahaan besar yang memiliki banyak bagian dan manajer, tentu terdapat banyak standar yang berbeda dalam setiap kepala manajer tersebut. Hal ini yang membuat sebagian karyawan merasa tidak adil dengan penilaian yang mereka dapatkan. Berdasarkan hasil analisis ini, penulis mencoba merumuskan suatu rekomendasi perbaikan. 4.2 Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi perbaikan yang dirumuskan ditujukan supaya penggunaan PMS di PT. Medco E&P Indonesia dapat menjalankan tujuan penggunaannya dengan lebih efektif. Berdasarkan pengolahan data dan analisis, terdapat dua permasalahan utama yang menyebabkan penggunaan PMS belum berjalan dengan efektif, yaitu komitmen atasan terhadap keseluruhan proses PMS dan kesesuaian penilaian yang diterima pengguna
dengan upaya kerja yang telah mereka berikan. Dalam sub-bab ini disusun rekomendasi perbaikan terhadap kedua permasalahan tersebut. Terdapat berbagai macam kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi, seperti kurangnya pemahaman terhadap PMS, suasana serta atmofser tempat kerja, kondisi psikologis, dan sebagainya. Namun kedua permasalahan di atas memiliki kesamaan, yaitu bersumber dari atasan dalam perusahaan. Maka rekomendasi akan ditujukan untuk memberikan suatu perlakuan terhadap atasan. Perlakuan yang ditujukan untuk meningkatkan komitmen atasan dalam menjalankan keseluruhan proses PMS dan memberikan penilaian yang lebih adil terhadap upaya kerja yang telah diberikan oleh karyawan. Perlakuan tersebut dapat berupa himbauan ataupun dalam bentuk training, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih terhadap proses sistem penilaian kinerja. Dengan meningkatnya pemahaman mengenai sistem penilaian kinerja dan pentingnya bagi perusahaan, dapat meningkatkan komitmen atasan dalam menjalankan keseluruhan proses PMS. Selain itu dengan adanya perlakuan khusus mengenai tata cara serta penilaian dalam PMS, dapat menyatukan pikiran banyaknya kepala-kepala yang ada untuk dapat mengurangi jarak pembeda dalam standar penilaian masing-masing bagian. Dengan meningkatnya pemahaman atasan terhadap sistem penilaian kinerja serta PMS secara khusus, diharapkan dapat meningkatkan komitmen atasan terhadap keseluruhan proses sistem penilaian kinerja dan menjadi lebih adil dalam memberikan penilaian kerja yang sesuai dengan upaya kerja. Dengan dua hal tersebut, secara tidak langsung penggunaan PMS akan berdampak lebih efektif dari sebelumnya. 5.
Simpulan Hasil akhir dari proses pengolahan data yang telah dilakukan menunjukkan hubungan atau pengaruh antar variabel laten terhadap efektivitas PMS, yang menunjukan bahwa faktor internal organisasi serta keadilan yang merata di dalamnya memiliki pengaruh nyata terhadap efektivitas penggunaan PMS. Dari hasil uji kecocokan model, dapat diketahui indikator permasalahan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap efektivitas PMS, yaitu komitmen atasan
7
Among Strategic Performance Measurement System Characteristics, Organizational Justice, And ExtraAnd In-Role Performance”, Accounting Organizations and Society, 34, 305–321 Cichy, R.F., Cha, J., Kim, S.H. (2009). “The Relationship Between Organizational Commitment And Contextual Performance Among Private Club Leaders”, International Journal of Hospitality Management, 28, 53– 62 Gunasekaran, A., Williams, H.J., McGaughey, R.E., (2005) "Performance Measurement and Costing System in New Enterprise", Technovation, 25, 5, 523-533 Mansor N. N. A., Chakraborty A. R., Yin T. K., Mahitapoglu Z. (2012). “Organizational Factors Influencing Performance Management System in Higher Educational Institution of South East Asia”, Procedia Social and Behavioral Sciences, 40, 584 – 590 PMS Guidelines, Medco Energi. (2013). Dokumen yang tidak dipublikasikan. Rivai, V. (2005). Performance Appraisal. Rajawali Pers, Jakarta. Santoso, S. (2012). Analisis SEM Menggunakan AMOS. PT. Media Elex Komputindo, Jakarta. Sekaran, U. (2006). Research Methodes For Business. John Wiley & Sons Inc, New York. Sole, F. (2009). “A Management Model And Factors Driving Performance In Public Organizations.” Measuring Business Excellence, 13, 4, 3. Tjahjono, H. K. (2009). “Validasi Item-Item Keadilan Distributif Dan Keadilan Prosedural: Aplikasi Structural Equation Modeling Dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA)” Varma, A., Budhwar, P.S., DeNisi, A., (2007). Performance Management Systems: A Global Perspective. New York: Taylor & Francis Group. Yamin, S., Kurniawan., H. (2009). Structural Equation Modeling. Salemba Infotek, Jakarta.
terhadap keseluruhan proses PMS dan kesesuaian penilaian yang diterima pengguna dengan upaya kerja yang telah mereka berikan. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan adalah memberikan himbauan ataupun training kepada atasan, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih terhadap proses sistem penilaian kinerja. Dengan meningkatnya pemahaman mengenai sistem penilaian kinerja dan pentingnya bagi perusahaan, dapat meningkatkan komitmen atasan dalam menjalankan keseluruhan proses PMS. Selain itu dengan adanya perlakuan khusus mengenai tata cara serta penilaian dalam PMS, dapat menyatukan pikiran banyaknya kepala-kepala yang ada untuk dapat mengurangi jarak pembeda dalam standar penilaian masing-masing bagian. Dengan meningkatnya pemahaman atasan terhadap sistem penilaian kinerja serta PMS secara khusus, diharapkan dapat meningkatkan komitmen atasan terhadap keseluruhan proses sistem penilaian kinerja dan menjadi lebih adil dalam memberikan penilaian kerja yang sesuai dengan upaya kerja. Dengan dua hal tersebut, secara tidak langsung penggunaan PMS akan berdampak lebih efektif dari sebelumnya. Sampel pada penelitian ini hanya terbatas pada karyawan non-struktural, sehingga hasil penelitian hanya terbatas pada satu bagian kelompok. Pada penelitian selanjutnya, dapat diambil sampel yang memperhitungkan seluruh level jabatan dalam perusahaan. Supaya hasil penelitian nantinya dapat melihat dari dua sisi kelompok yang berbeda. Apabila menggunakan seluruh level jabatan dalam perusahaan, apabila tetap menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM), diperlukan penggunaan multi-group analysis dalam metode pendekatannya. Daftar Pustaka Aguinis, H., Joo, H., Ryan, K. G. (2011). “Why We Hate Performance Management–—And Why We Should Love It.”, Business Horizons, 54, 503—507 Budiman, M.C. (2011). Evaluasi Implementasi Perangkat Lunak QPR Scorecard Dengan menggunakan Technology Acceptance Model dan Structural Equation Modeling PT. Semen Gresik Persero Tbk. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Burney L. L., Henle C. A., Widener S. K. (2009). “A Path Model Examining The Relations
8