Penerapan Metode Multigroup Structural Equation Modeling pada Derajat Kesehatan Balita di Indonesia Mely Gustin1, Hari Basuki Notobroto2, dan Arief Wibowo2 1Politeknik Kesehatan Bengkulu 2Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115 Alamat Korespondensi: Mely Gustina Politeknik Kesehatan Bengkulu Jl. Indra Giri No. 3 Padang Harapan Bengkulu Telp (0736) 341212
ABSTRACT Multigroup structural equation modeling (SEM) is analysis of model which basis is more than one sample. This analysis aim to determine whether the component or the measurement model and structural model invariant for two groups of samples. Public health status can be described by some indicators such as mortality, morbidity and nutritional status. Health status in children under five can be affected by the living environment, health care and behavioral health. This study aims to analyze multigroup SEM on the health status of children under five in the city and regency of Indonesia. This study used secondary data obtained from the Riskesdas 2007. The sample size used in accordance with the number of design Riskesdas 440 cities and regencies in Indonesia. Analyses were performed using AMOS software. The results showed that γ coefficient between environmental variables with the health status of children under five in regencies was –0.079 (p-value 0.040) and in the cities is -0.209 (pvalue 0.033). The γ coefficient between health care with the health status of children under five in regencies was 0.677 (p-value 0.000) and in the cities was –0.51 (p-value 0.000). The γ coefficient between health behavior with health status of children under five in regencies was is -0.036 (0.367) and in the cities areas was –0.251 (p-value 0.030). Assumption of multivariate normal both regencies and cities have achieved with scatterplots were near to the diagonal line. Determinant of the covariance matrix away from zero so that it compplied with assumption of multicollinearity. Based on model comparison by regencies and cities implied that the health status of children under five was different in regency and cities. Keywords: structural equation modeling, multigroup, health status ABSTRAK Multigroup structural equation modeling (SEM) adalah analisis model dasar yang menggunakan lebih dari satu sampel. Analisis ini bertujuan untuk menentukan apakah komponen atau model pengukuran dan model struktural invarian untuk dua kelompok sampel. Status kesehatan masyarakat dapat digambarkan oleh beberapa indikator seperti angka kematian, morbiditas dan status gizi. Status kesehatan anak balita dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup, kesehatan dan perilaku kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Multigroup structural equation modeling (SEM) pada status kesehatan anak balita di kota dan kabupaten di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Riskesdas 2007. Ukuran sampel yang digunakan sesuai dengan jumlah Riskesdas desain 440 kota dan kabupaten di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan AMOS software. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien γ antara variabel lingkungan dengan status kesehatan anak balita di kabupaten adalah –0,079 (p-value 0,040) dan di kota adalah sebesar –0.209 (p-value 0,033). Koefisien γ antara perawatan kesehatan dengan status kesehatan anak balita di kabupaten adalah 0.677 (p-value 0,000) dan di kota-kota adalah –0,517 (p-value 0,000). Koefisien γ antara perilaku kesehatan dengan status kesehatan anak balita di kabupaten itu adalah –0,036 (0,367) dan di kota-kota daerah adalah –0,251 (p-value 0,030). Asumsi normal multivariat baik kabupaten dan kota telah dicapai dengan scatterplots berada dekat dengan garis diagonal. Determinan dari matriks kovariansi jauh dari nol sehingga sesuai dengan asumsi multikolinearitas. Berdasarkan perbandingan model oleh kabupaten dan kota tersirat bahwa status kesehatan anak balita berbeda di Kabupaten dan kota. Kata kunci: structural equation modeling, multigroup, status kesehatan
158
Mely, dkk., Penerapan Metode Multigroup Structural…
PENDAHULUAN Variabel moderator adalah variabel yang dapat mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel eksogen dan variabel endogen. Sampai saat ini yang banyak diaplikasikan hanya menganalisis model berbasis sampel tunggal pada Structural Equation Modeling (SEM). Analisis lainnya yang melibatkan variabel moderator/kontrol adalah dengan model multi group sampel. Tujuannya adalah memperoleh penjelasan yang secara empiris lebih rinci terhadap efektivitas model pengukuran. Model yang dianalisis dalam multi group sampel adalah sama tetapi diuji pada kelompok sampel yang berbeda, yaitu kelompok sampel yang diklasifikasikan menurut variabel kontrol. Karena itu strategi analisis model multi group sampel dapat dilakukan secara terpisah dan simultan (Kusnendi, 2008). Jöreskog dan Sörbom (1993) menjelaskan bahwa multi group sampel adalah model analisis dengan basis lebih dari satu sampel, yang tujuannya ingin mengetahui apakah komponen model pengukuran dan atau model struktural sama (invariant) untuk kedua kelompok sampel. Setelah itu membandingkan hasil nilai chisquare, GFI, AGFI dan CFI untuk model baseline dan model sesungguhnya. Sejak tahun 1990, Marsh dan Grayson (1990) menggunakan multi group SEM untuk menganalisis perbedaan asal sekolah menengah terhadap sekolah lanjutannya. Aragon dan Gesell (2003) juga menggunakan analisis yang sama untuk mengetahui kepuasan pasien laki-laki dan perempuan dalam hal mutu pelayanan di ruang instalasi gawat darurat. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai perilaku hidup sehat penduduknya dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia (Mubarak, 2012). Multi group sampel
159
adalah model analisis dengan basis lebih dari satu sampel, yang tujuannya ingin mengetahui apakah komponen model pengukuran dan atau model struktural sama (invariant) untuk kedua kelompok sampel (Jöreskog dan Sörbom, 1993). Setelah itu membandingkan hasil nilai chisquare, GFI, AGFI dan CFI untuk model baseline dan model sesungguhnya. Dalam penelitian ini variabel observasi yang akan digunakan yaitu rumah tangga yang menggunakan kualitas air minum yang baik, rumah tangga yang memiliki jamban dengan tangki septik, rumah tangga yang mempunyai saluran pembuangan limbah (SPAL), jarak ke sarana pelayanan kesehatan (< 1 km), sumber pembiayaan kesehatan (askes, jamsostek, askeskin, SKTM, dana sehat dan lain-lainnya), cakupan imunisasi lengkap, pemanfaatan posyandu, prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan prevalensi balita kurang gizi. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan analisis di Indonesia dengan menggunakan wilayah kabupaten dan kota sebagai multigroupnya. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non-reaktif. Pengukuran secara non reaktif disebut juga pengukuran unobtrusif di mana sejumlah individu yang diteliti tidak sadar bahwa mereka merupakan bagian dari studi tetapi meninggalkan bukti dari perilaku sosial secara ilmiah (Kuntoro, 2009). Studi pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil Riskesdas 2007 dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk kabupaten dan kota se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan di Jakarta. Waktu penelitian adalah mulai bulan Maret–Juli 2013. Populasi dalam Riskesdas 2007 adalah seluruh kabupaten dan kota di seluruh Republik Indonesia. Besar sampel yang digunakan sesuai dengan rancangan riskesdas dengan jumlah 440 kabupaten dan kota se-Indonesia.
160
Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 158–166
HASIL PENELITIAN Evaluasi Model Struktural Evaluasi terhadap model struktural berkaitan dengan pengujian hubungan antar variabel yang sebelumnya dihipotesiskan. Apakah koefisien hubungan antar variabel tersebut signifikan secara statistik atau tidak. Dalam praktiknya, pengujian yang biasa digunakan adalah pengujian dua arah, yaitu menggunakan batas nilai t-tabel sebesar 1,96. Pada penelitian ini, digunakan software AMOS yang juga menampilkan p-value. Sehingga untuk membandingkannya, cukup dengan menggunakan alfa (α). Gambar 1 menyajikan hasil analisis multigroup structural equation modeling (SEM) untuk kelompok kabupaten di seluruh Indonesia. Tabel 1 menyajikan hasil model struktural variabel laten eksogen lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku terhadap derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten. Koefisien γ dari hubungan antara variabel lingkungan dengan derajat kesehatan balita wilayah kabupaten sebesar –0,079 dengan p-value 0,040. Pada taraf signifikansi α = 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan dengan derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten. Nilai
Gambar 1.
Tabel 1.
M o d e l S t r u k t u r a l Wi l a y a h Kabupaten
negatif pada koefisien struktural artinya semakin baik faktor lingkungan maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan status gizi kurang pada balita akan semakin menurun. Koefisien γ dari hubungan antara variabel pelayanan kesehatan dengan derajat kesehatan balita wilayah kabupaten sebesar 0,677 dengan p-value 0,000. Pada taraf signifikansi α = 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara pelayanan kesehatan dengan derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten. Nilai positif pada koefisien struktural artinya semakin baik faktor pelayanan kesehatan maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan status gizi kurang pada balita akan meningkat. Koefisien γ dari hubungan antara variabel perilaku dengan derajat kesehatan balita wilayah kabupaten sebesar –0,036 dengan p-value 0,367. Pada taraf signifikansi γ = 0,05 artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perilaku dengan derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten. Nilai negatif pada koefisien struktur artinya semakin baik faktor perilaku maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan status gizi kurang pada balita akan semakin menurun. Gambar 2 menyajikan hasil analisis multigroup structural equation modeling (SEM) untuk kelompok kota di seluruh Indonesia yang berjumlah 91 kota. Tabel 2 menyajikan hasil model struktural variabel laten eksogen lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku terhadap derajat kesehatan balita di wilayah kota. Koefisien γ dari hubungan antara variabel lingkungan dengan derajat kesehatan balita wilayah kota sebesar –0,209 dengan p-value 0,033. Pada taraf signifikansi α = 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan dengan derajat
Nilai Koefisien Struktural Variabel Eksogen ke Variabel Endogen Wilayah Kabupaten
Laten Endogen Derajat Kesehatan (DK)
Laten Eksogen Lingkungan (L) Pelayanan Kesehatan (PK) Perilaku (P)
Nilai g -0,079 0,677 -0,036
p-value 0,040 0,000 0,367
161
Mely, dkk., Penerapan Metode Multigroup Structural…
Gambar 2.
Model Struktural Wilayah Kota
kesehatan balita di wilayah kota. Nilai negatif pada koefisien struktural artinya semakin baik faktor lingkungan di kota maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan status gizi kurang pada balita di kota akan semakin menurun. Koefisien γ dari hubungan antara variabel pelayanan kesehatan dengan derajat kesehatan balita wilayah kota sebesar –0,517 dengan p-value 0,000. Pada taraf signifikansi α = 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara pelayanan kesehatan dengan derajat kesehatan balita di wilayah kota. Nilai negatif pada koefisien struktural artinya semakin baik faktor pelayanan kesehatan di kota maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare
Tabel 2.
Analisis Multigroup Analisis dilakukan dengan membangun baseline model untuk kedua sampel yang berbeda yaitu multi group dengan menyamakan (konstrain) loading faktor, covariance, variance dan koefisien jalur regresi (path). Kemudian menganalisis model tanpa konstrain. Nilai chisquare dan fit index yang lain dibandingkan antara model baseline dengan model sesungguhnya dan hitung perbedaan nilai chi-square dan fit indek lainnya, jika berbeda secara signifikan maka dapat disimpulkan bahwa model kedua kelompok berbeda. Tabel 3 menyajikan perbandingan nilai chisquare model unconstraint dengan keenam model
Nilai Koefisien Struktural Variabel Eksogen ke Variabel Endogen di Wilayah Kota
Laten Endogen Derajat Kesehatan (DK)
Tabel 3.
dan status gizi kurang pada balita di kota akan semakin menurun. Koefisien γ dari hubungan antara variabel perilaku dengan derajat kesehatan balita wilayah kabupaten sebesar –0,251 dengan p-value 0,030. Pada taraf signifikansi α = 0,05 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara perilaku dengan derajat kesehatan balita di wilayah kota. Nilai negatif pada koefisien struktur artinya semakin baik faktor perilaku di kota maka indikator derajat kesehatan balita seperti prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan status gizi kurang pada balita di kota akan semakin menurun.
Laten Eksogen Lingkungan (L) Pelayanan Kesehatan (PK) Perilaku (P)
p-value 0,033
Nilai γ –0,209 –0,517 –0,251
0,000
0,030
Uji Statistik Goodness of Fit untuk Multigroup Invariance Model
Unconstraint Baseline Measurement weights Measurement intercepts Structural weights Structural covariances Structural residuals Measurement residuals
χ2 197,112 313,477 583,514 586,896 621,134 621,142 726,806
Df
Δχ2
50 56 66 69 75 76 90
0 116,365 386,402 389,784 424,022 424,03 529,694
Δdf 0 6 16 19 25 26 40
Sig. 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
162
Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 158–166
baseline. Berdasarkan tabel 3 diatas, diketahui bahwa dilihat dari measurement weights, measurement intercepts, structural weights, structural covariances, structural residuals, dan measurement residuals, kedua kelompok (group) kabupaten dan kota berbeda dengan tingkat signifikansi 5%. PEMBAHASAN Asumsi normal multivariat pada data penelitian telah terpenuhi. Dalam penelitian ini, terdapat 3–5 kasus outlier namun masih berdistribusi normal sehingga outlier tersebut dapat ditolerir. Determinan matriks kovarian jauh dari angka nol sehingga memenuhi asumsi multikolinieritas. Indikator prevalensi balita dengan ISPA, prevalensi balita dengan diare dan indikator status gizi kurang pada balita terhadap konstruk derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten dan kota signifikan sehingga dapat memberikan konstribusi terhadap konstruk derajat kesehatan. Ukuran derajat kesehatan diantaranya mortalitas, morbiditas, disabilitas dan status gizi (Balitbangkes, 2008). Dalam sasaran pembangunan kesehatan, derajat kesehatan diantaranya dengan meningkatnya usia harapan hidup dan status gizi masyarakat serta menurunnya angka kematian bayi dan ibu, angka kesakitan beberapa penyakit penting, angka kecacatan dan ketergantungan dan fertilitas (Mubarak, 2012). Nilai loading faktor pada beberapa indikator dalam penelitian ini ada yang lebih besar dari 1. Hal ini dijelaskan oleh Yamin dan Kurniawan (2009) bahwa estimasi yang demikian tergolong offending estimates (dugaan yang tidak wajar). Di mana sebelum melakukan evaluasi terhadap uji kecocokan model, pemeriksaan awal terhadap output structure equation modeling (SEM) merupakan pemeriksaan ada tidaknya offending estimates. Beberapa estimasi yang tergolong offending estimates, yaitu: (1) error variance yang bernilai negatif; (2) standardized koefisien konstruk laten dan standardized koefisien variabel manifest/indikator (manifest variable) yang melebihi atau hampir bernilai 1,0 dan (3) error variance dari estimasi parameter konstruk laten atau variabel manifest yang sangat besar (Yamin dan Kurniawan, 2009).
Berdasarkan hasil analisis SEM diperoleh bahwa hubungan indikator rumah tangga yang menggunakan kualitas air minum yang baik, rumah tangga yang memiliki jamban/tangki septik terhadap konstruk lingkungan dan saluran pembuangan air limbah (SPAL) terhadap konstruk lingkungan di wilayah kabupaten dan kota signifikan sehingga memberikan konstribusi terhadap konstruk lingkungan. Hal ini sesuai dengan kebijakan pembangunan kesehatan bahwa peningkatan kesehatan lingkungan diupayakan dengan peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman, tempat kerja, serta tempat-tempat umum dan pariwisata ditingkatkan melalui penyediaan maupun pengawasan mutu air yang memenuhi persyaratan, terutama penertiban tempat pembuangan sampah, penyediaan sarana pembuangan limbah, serta berbagai sanitasi lingkungan lainnya sehingga penduduk dapat hidup sehat dan produktif dan terhindar dari penyakit-penyakit yang membahayakan yang ditularkan melalui atau disebabkan oleh lingkungan tidak sehat. Kualitas air, udara dan tanah ditingkatkan untuk menjamin hidup sehat dan produktif sehingga masyarakat terhindar dari keadaan yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Mubarak, 2012). Hubungan indikator cakupan imunisasi terhadap konstruk perilaku di wilayah kabupaten berkontribusi negatif, lain halnya dengan wilayah kota. Kontribusi negatif di wilayah kabupaten berhubungan dengan data persentase balita yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap. Untuk mencapai tujuan dan sasaran paradigma sehat dalam mempertahankan status kesehatan masyarakat berbagai upaya kesehatan dengan mempertahankan peningkatan pembangunan kesehatan. Perhatian khusus diberikan pada kelompok berisiko seperti keluarga-keluarga miskin agar derajat kesehatannya tidak memburuk dan tetap hidup produktif. Pemerintah bertanggung jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin (Mubarak, 2012). Jarak dan waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan diutamakan pada pelayanan yang berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan melalui peningkatan mutu serta pemerataan puskesmas, puskesmas pembantu,
Mely, dkk., Penerapan Metode Multigroup Structural…
bidan di desa dan pemberi pelayanan kesehatan swasta (Mubarak, 2012). Hubungan indikator pemanfaatan posyandu terhadap konstruk perilaku di wilayah kabupaten dan kota signifikan sehingga memberikan kontribusi terhadap pelayanan kesehatan. Peran posyandu sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat adalah penyediaan sarana dan prasarana posyandu, peningkatan kapasitas kader posyandu, peningkatan pengetahuan ibu dan membangun kemitraan masyarakat untuk meningkatkan peran pelayanan. Hasil penelitian Yogiswara (2011), tentang tingkat partisipasi ibu di posyandu berhubungan dengan status gizi balita. Hal ini berarti ibu yang hadir secara rutin ke posyandu maka status gizi balita akan baik (Yogiswara, 2011). Dalam jurnal Welasasih dan Wirjatmadi (2012) menuliskan bahwa kehadiran ke posyandu bisa menjadi indikator terjangkaunya pelayanan kesehatan pada balita, karena dengan hadir rutin balita akan mendapatkan imunisasi dan program kesehatan lainnya. Hasil penelitian oleh Hidayat dan Jahari (2012) menyimpulkan bahwa rumah tangga balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan, lebih banyak balitanya berstatus gizi baik dan angka kesakitan rendah dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hubungan indikator konstruk lingkungan terhadap konstruk derajat kesehatan pada balita untuk wilayah kabupaten dan kota dinyatakan dengan koefisien struktural sebesar -0,079. Jadi dapat disimpulkan bahwa konstruk lingkungan berpengaruh negatif terhadap rendahnya derajat kesehatan pada balita yang terdiri dari tiga indikator yaitu prevalensi balita dengan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), prevalensi balita dengan diare dan prevalensi balita kurang gizi. Dalam hal ini berarti bahwa konstruk lingkungan yang baik dengan indikator rumah tangga yang menggunakan kualitas air minum yang baik, rumah tangga yang memiliki jamban/ tangki septik, serta rumah tangga yang memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL) akan meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kabupaten. Hasil penelitian Muhajirin (2007) tentang faktor yang mempengaruhi kejadian diare adalah faktor gizi, makanan dan lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya jamban, air limbah dan sampah.
163
Nilai koefisien struktural dari hubungan indikator konstruk pelayanan kesehatan terhadap konstruk derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten dan kota sebesar 0,677. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan berpengaruh positif terhadap rendahnya derajat kesehatan yang kurang baik. Dalam hal ini berarti bahwa konstruk pelayanan kesehatan yang baik dengan indikator akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terhadap konstruk pelayanan kesehatan serta sumber pembiayaan tidak meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kabupaten. Bedanya dengan wilayah kota dengan berkoefisien negatif sebesar –0,517. Pelayanan kesehatan dengan indikatornya berpengaruh positif terhadap meningkatnya derajat kesehatan balita di wilayah kota. Berdasarkan penelitian penggunaan pelayanan kesehatan tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai determinan penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya penyediaan pelayanan kesehatan dan sumbersumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dari sumber-sumber di masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomi yang berfokus pada kesediaan sumbersumber kesehatan pada masyarakat setempat. (Notoatmodjo, 2003). Koefisien struktural bernilai positif di wilayah kabupaten pada konstruk pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi keterbatasan dari data Riskesdas. Hal tersebut juga dapat disebabkan kemungkinan adanya bias oleh kesalahan mulai dari pengumpulan data hingga entry data, seperti yang dituliskan dalam jurnalnya Jekti dan Suarthana (2011), bahwa data Riskesdas berdasarkan ingatan Responden yang mungkin juga menyebabkan ingatan yang bias (Jekti dan Suarthana, 2011). Nilai koefisien struktural dari hubungan indikator konstruk perilaku terhadap konstruk derajat kesehatan di wilayah kabupaten sebesar –0,036. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku berpengaruh negatif terhadap rendahnya derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten. Tetapi p-value tidak menunjukkan bahwa koefisien struktural tersebut signifikan sehingga konstruk lingkungan dikatakan tidak memberikan konstribusi terhadap derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten.
164
Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 158–166
Nilai koefisien struktur dari hubungan indikator konstruk perilaku terhadap konstruk derajat kesehatan di wilayah kota sebesar -0,251. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku berpengaruh negatif terhadap rendahnya derajat kesehatan balita di wilayah kota. Dalam hal ini berarti bahwa konstruk perilaku yang baik dengan indikator cakupan imunisasi dan pemanfaatan posyandu akan memperbaiki derajat kesehatan yang baik di wilayah kota. Notoatmodjo dalam bukunya menuliskan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors). Tetapi barangkali juga karena rumahnya jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasi anaknya (enabling factor). Sebab lain mungkin karena petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah mengimunisasi anaknya (reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ini menganalisis model berbasis lebih dari satu sampel yang tujuannya ingin mengetahui apakah komponen model pengukuran dan atau model struktural sama (invariant) untuk kedua model sampel. Kabupaten dan kota merupakan dua kelompok sampel dalam mengetahui derajat kesehatan balita di Indonesia. Menurut Abdullah (2012), kabupaten dan kota memiliki perbedaan karakteristik diantaranya: Dari aspek wilayah pemerintahan daerah kabupaten relatif lebih luas daripada wilayah pemerintahan daerah kota. Oleh karenanya, di wilayah kabupaten banyak terdapat desa tertinggal, sementara untuk menjangkau pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dibutuhkan anggaran yang lebih besar. Dari aspek kependudukan, kepadatan penduduk di kabupaten lebih rendah daripada kota. Kepadatan penduduk menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan penanggulangan
masalah-masalah sosial. Dari aspek mata pencaharian penduduk, penduduk kabupaten umumnya bergerak di bidang pertanian atau bersifat agraris, sementara penduduk kota bergerak dalam bidang perdagangan dan jasa. Dalam pembuatan kebijakan pembangunan daerah, prioritas di pemerintah daerah kabupaten akan berbeda dengan pemerintahan daerah kota., khususnya dalam hal pelaksanaan urusan pilihan di daerah. Dari aspek struktur pemerintahan di wilayah kota dibentuk kecamatan dan kelurahan, sementara di wilayah kabupaten terdapat kecamatan, kelurahan dan desa atau kampung atau gampong. Kecamatan dan kelurahan adalah bagian dari pemerintahan daerah kabupaten dan kota, yang menyatu dalam hal pembuatan kebijakan dan anggaran dengan pemerintah daerah, sementara desa merupakan otonom tersendiri di wilayah daerah kabupaten, sehingga memiliki anggaran sendiri. Termasuk sumber pendapatan yang dialokasikan dari APBD kabupaten. Dari aspek sosial budaya, penduduk kota memiliki pendidikan dan kesehatan yang lebih baik dari kabupaten. Fasilitas pelayanan publik juga lebih baik di kota daripada di kabupaten. Dari aspek perekonomian, rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di kabupaten lebih rendah dari PDRB kota. Analisis multigroup merupakan uji moderating dengan split. Pertama membangun baseline data model untuk kedua sampel yang berbeda yaitu dengan menyamakan (konstrain) loading factor, covariance, variance dan koefisiensi jalur regresi (path). Kemudian menganalisis tanpa konstrain. Nilai chi-square dan fit index lainnya, jika berbeda secara signifikan maka dapat disimpulkan bahwa model kedua kelompok berbeda (Byrne, 2010). Ukuran sampel dalam multigroup sampel sebagai penjumlahan dari ukuran sampel semua kelompok sampel yang dianalisis. Sejalan dengan hal tersebut maka jumlah parameter yang diestimasi dan derajat kebebasan dihitung sebagai gabungan dari semua kelompok sampel yang dianalisis. Karena derajat bebas di hitung sebagai gabungan dari semua kelompok sampel maka kesesuaian model (overall model fit) pada semua kelompok sampel dilakukan dengan goodness of fit statistics yang sama. Dengan kata lain dalam pengujian simultan hanya terdapat satu goodness of fit statistics.
Mely, dkk., Penerapan Metode Multigroup Structural…
Tabel 3 menyajikan perbandingan nilai chi-square model unconstraint dengan keenam model baseline. Δχ 2 adalah selisih antara model unconstraint dengan masing-masing model baseline. Berdasarkan signifikansi dari perbandingan baseline model, P-value signifikan pada 5% dikatakan bahwa kedua kelompok sampel berbeda. Dalam penelitian ini kedua kelompok sampel tersebut adalah kabupaten dan kota. Sehingga disimpulkan bahwa derajat kesehatan balita di wilayah kabupaten dan kota berbeda. Struktur variabel lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku terhadap derajat kesehatan balita diberikan oleh koefisien struktur, maka variabel konstruk eksogen yang memberikan kontribusi yang paling besar terhadap konstruk endogen di wilayah kota. KESIMPULAN Perbandingan nilai chi-square model unconstraint dengan keenam model baseline berdasarkan model invariant kabupaten dan kota memberikan p-value signifikan pada 5% sehingga disimpulkan bahwa derajat kesehatan balita berbeda di wilayah kabupaten dan kota. Koefisien struktural yang memberikan konstribusi terbesar dari variabel konstruk eksogen terhadap konstruk endogen adalah di wilayah kota. Untuk mengurangi bias dalam penelitian, maka diharapkan untuk selanjutnya menggunakan data primer pada analisis multigroup structural equation modeling (SEM). Diharapkan penelitian selanjutnya menerapkan analisis multigroup structural equation modeling (SEM) pada derajat kesehatan Indonesia sehingga dapat dilakukan pemerataan untuk daerah-daerah yang perlu mendapatkan perhatian lebih. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. 2012. Apakah Perbedaan Antara Kabupaten dan Kota. http://Syukriy. wordpress. com/2012/02/01/, diakses tanggal 22 Agustus 2013. Aragon, S.J., Gesell, S.B. 2003. A Patien Satisfaction Theory and Its Robustness Across Gender in Emergency Departments: A Multigroup Structural Equation Modeling
165
Investigation. American Journal of Medical Quality. Volume 18, No. 6, Desember 2003: 229–241. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Balitbangkes RI. Jakarta. Byrne, B.M. 2010. Structural Equation Modeling with AMOS basic concept, application dan programming. Second edition Ghozali, I. 2011. Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 19.0. Universitas Diponegoro. Semarang. Hair, J., Black, W.C, Babin, J.B., Anderson, R.E. 2010. Multivariate Data Analysis. Seventh Edition. Prentice-Hall International Inc, A Simon Schuster Company England Cliffs, New Jersey. Hidayat, T.S., Jahari, A.B. 2012. Perilaku Pemanfaatan Posyandu Hubungannya dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita. Bulletin of Health Research. Volume 40, No. 1, Maret 2012: 1–10. Jöreskog, K.G., Dag Sörbom. 1993. LISREL 8: Structural Equation Modeling With The Simplis Command Language. Chicago: Scientific Sofware International. Inc. Chicago: Scientific Sofware International, Inc. Jekti, R.P., Suarthana, E. 2011. Risk Factors of Post Partum Haemorrage in Indonesia. Health Science Indones, Volume. 2, No. 2, Desember 2011: 66–70. Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural: Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: Alfabeta Kuntoro. 2009. Dasar Filosofis Metodologi Penelitian. Surabaya: Pustaka Melati. Marsh, H.W. dan Grayson, D. 1990. Public/ Catholik Differences In the High School and Beyond Data: A Multigroup Structural Equation Modeling Approach to Testing Mean Differences. Journal of Education and Behavior Statistics. Volume 15, No. 3, September 1990: 199–235. Mubarak, W.I. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan. Selemba Medika. Jakarta. Muhajirin. 2007. Hubungan antara Praktek Personal Hygiene Ibu Balita dan Sarana Sanitasi
166
Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2 Desember 2013: 158–166
Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap. Tesis. Universitas Diponegoro. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Welasasih, B.D., Wirjatmadi, R.B. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health, Volume 8, No. 3, Maret 2012: 99–104.
Yamin, S., Kurniawan, H. 2009. Structural Equation Modeling. Belajar Lebih Mudah Teknik Analisis Data Kuesioner dengan LisrelPLS. Salemba Infotek. Jakarta. Yogiswara, B.A. 2011. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Status Gizi Balita. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang.